BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mutu Pelayanan Kesehatan 2.1.1
Pengertian Mutu Banyak pendapat tentang mutu, pendapat yang dikemukakan agaknya
berbeda-beda namun saling melengkapi yang dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang apa yang dimaksud dengan mutu. Seorang pakar mutu DR. Armand V. Feigenbaum yang dikutip oleh Wijono (2009) bahwa mutu produk dan jasa adalah seluruh gabungan sifat-sifat produk atau jasa pelayanan dari pemasaran, engineering, manufaktur, dan pemeliharaan dimana produk dan jasa pelayanan dalam penggunaannya akan bertemu dengan harapan pelanggan. Mutu juga memiliki banyak pengertian lain, menurut Azwar (2013) beberapa diantaranya yang dianggap cukup penting adalah: 1. Mutu adalah tingkatan kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati. 2. Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program. 3. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa yang di dalamnya terkandung sekaligus pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna. 4. Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan Dari definisi di atas terdapat beberapa persamaan, yaitu dari elemenelemen sebagai berikut:
28
29
1. Mutu mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. 2. Mutu mencakup produk, tenaga kerja, proses, dan lingkungan. 3. Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah, apa yang dianggap bermutu pada saat ini belum mungkin dianggap kurang bermutu pada masa mendatang. Maka dapat disimpulkan bahwa mutu adalah kemampuan suatu produk, baik itu barang maupun jasa atau layanan untuk memenuhi keinginan pelanggannya. Sehingga setiap barang atau jasa selalu dipacu untuk memenuhi mutu yang diminta pelanggan melalui pasar. 2.1.2
Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan Mutu merupakan fenomena yang komprehensif dan multi facet. Menurut
Lori Di Prete Brown dalam bukunya Quality Assurance of Health Care in Developing Countries yang dikutip oleh Wijono (2009),kegiatan menjaga mutu dapat menyangkut dimensi berikut: 1. Kompetensi Teknis Kompetensi teknis terkait dengan keterampilan, kemampuan, dan penampilan petugas, manajer dan staf pendukung. Kompetensi teknis berhubungan dengan bagaimana cara petugas mengikuti standar pelayanan yang telah ditetapkan dalam hal dapat dipertanggungjawabkan atau diandalkan (dependability), ketepatan (accuracy), ketahanan uji (reliability), dan konsistensi (consistency). 2. Akses terhadap pelayanan Pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, budaya, organisasi, atau hambatan bahasa.
30
3. Efektivitas Kualitas pelayanan kesehatan tergantung dari efektivitas yang menyangkut norma pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis sesuai standar yang ada. 4. Hubungan antar manusia Hubungan antar manusia yang baik menanamkan kepercayaan dan kredibilitas dengan cara menghargai, menjaga rahasia, menghormati, responsif, dan memberikan perhatian. Hubungan antar manusia yang kurang baik akan mengurangi efektivitas dari kompetensi teknis pelayanan kesehatan. 5. Efisiensi Pelayanan yang efisien akan memberikan perhatian yang optimal daripada memaksimalkan pelayanan yang terbaik dengan sumber daya yang dimiliki. Pelayanan kurang baik karena norma yang tidak efektif atau pelayanan yang salah harus dikurangi atau dihilangkan. Dengan cara ini kualitas dapat ditingkatkan sambil menekan biaya. 6. Kelangsungan pelayanan Klien akan menerima pelayanan yang lengkap yang dibutuhkan (termasuk rujukan) tanpa interupsi, berhenti atau mengulangi prosedur diagnosa dan terapi yang tidak perlu. Klien harus mempunyai akses terhadap pelayanan rutin dan preventif yang diberikan oleh petugas kesehatan yang mengetahui riwayat penyakitnya. Klien juga mempunyai akses rujukan untuk pelayanan yang spesialistis dan menyelesaikan pelayanan lanjutan yang diperlukan.
31
7. Keamanan Mengurangi resiko cedera, infeksi, efek samping, atau bahaya lain yang berkaitan dengan pelayanan. 8. Kenyamanan dan kenikmatan Dalam dimensi kenyamanan dan kenikmatan berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang tidak berhubungan langsung dengan efektivitas klinis, tetapi dapat mengurangi kepuasan pasien dan bersedianya untuk kembali ke fasilitas kesehatan untuk memperoleh pelayanan berikutnya. Sedangkan Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam Bustami (2011) menganalisis dimensi kualitas jasa berdasarkan lima aspek komponen mutu. Kelima komponen mutu pelayanan dikenal dengan nama ServQual. Kelima dimensi mutu menurut Parasuraman dkk. meliputi: a. Ketanggapan (Responsiveness) Dimensi ini dimasukkan ke dalam kemampuan petugas kesehatan menolong pelanggan dan melayani sesuai prosedur dan bisa memenuhi harapan pelanggan. Dimensi ini merupakan penilaian mutu pelayanan yang paling dinamis. Harapan pelanggan terhadap kecepatan pelayanan cenderung meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan kemajuan teknologi dan informasi kesehatan yang dimiliki oleh pelanggan. b. Kehandalan (Reliability) Kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan tepat waktu dan akurat sesuai dengan yang ditawarkan (seperti dalam brosur). Dari kelima dimensi kualitas jasa, reliability dinilai paling penting oleh para pelanggan.
32
c. Jaminan (Assurance) Kriteria ini berhubungan dengan pengetahuan, kesopanan dan sifat petugas yang dapat dipercaya oleh pelanggan. Pemenuhan terhadap kriteria pelayanan ini akan mengakibatkan pengguna jasa merasa terbebas dari resiko. d. Empati (Empathy) Kriteria ini terkait dengan rasa kepedulian dan perhatian khusus staf kepada setiap pengguna jasa, memahami kebutuhan mereka, dan memberikan kemudahan untuk dihubungi setiap saat jika para pengguna jasa ingin memperoleh bantuannya. Peranan SDM kesehatan sangat menentukan mutu pelayanan kesehatan karena mereka dapat langsung memenuhi kepuasan para pengguna jasa pelayanan kesehatan. e. Bukti fisik (Tangible) Mutu jasa pelayanan kesehatan juga dapat dirasakan secara langsung oleh penggunainannya dengan menyediakan fasilitas fisik dan perlengkapan yang memadai. Para penyedia layanan kesehatan akan mampu bekerja secara optimal sesuai dengan keterampilannya masing-masing. 2.2 Pemanfaatan Pelayanan 2.2.1
Definisi Manfaat secara bahasa diartikan sebagai guna; faedah; untung.
Pemanfaatan adalah proses; cara; perbuatan memanfaatkan sedangkan pelayanan adalah perihal atau cara melayani (Depdiknas, 2010). Pemanfaatan pelayanan puskesmas adalah penggunaan fasilitas pelayanan puskesmas yang disediakan baik dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, kunjungan
33
rumah oleh petugas kesehatan ataupun bentuk kegiatan lain dari pemanfaatan pelayanan tersebut yang didasarkan pada ketersediaan dan kesinambungan pelayanan, penerimaan masyarakat dan kewajaran, mudah dicapai oleh masyarakat, terjangkau serta bermutu (Azwar, 2012). Dari berbagai bentuk pelayanan, pelayanan kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang menurut Levey dan Loomba (1973) dalam Azwar (2012) adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersamasama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok, maupun masyarakat. Menurut Brotosaputro (2012) pelayanan kesehatan adalah segala kegiatan yang secara langsung berupaya untuk menghasilkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan atau dituntut oleh masyarakat untuk mengatasi kesehatannya. Sumber lain yang menyatakan bahwa pengertian pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Pelayanan kesehatan juga melakukan pelayanan
kuratif
(pengobatan)
dan
rehabilitatif
(pemulihan
kesehatan)
(Notoatmodjo, 2012). 2.2.2
Tujuan Pelayanan Kesehatan Tujuan dari pelayanan kesehatan adalah untuk meningkatkan derajat
kesehatan dan kemampuan masyarakat secara menyeluruh dalam memelihara kesehatannya untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal secara mandiri sehingga pelayanan kesehatan sebaiknya tersedia, dapat dijangkau, dapat diterima
34
oleh semua orang, penyusunan kebijakan kesehatan seharusnya melibatkan penerima pelayanan kesehatan, lingkungan pengaruh terhadap kesehatan penduduk, kelompok, keluarga dan individu, pencegahan penyakit sangat diperlukan untuk meningkatkan kesehatan, kesehatan merupakan tanggung jawab individu, klien merupakan anggota tetap team kesehatan (Azwar, 2012). Beberapa macam pelayanan kesehatan diantaranya adalah 1) Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care) ditujukan untuk pelayanan kesehatan masyarakat untuk yang sakit ringan atau meningkatkan kesehatan/promosi kesehatan bentuk pelayanan antara lain: Puskesmas, Pusling, Pustu, 2) pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health care) adalah pelayanan kesehatan masyarakat yang memerlukan rawat inap dan memerlukan (Azwar, 2012). Pelayanan Puskesmas merupakan salah satu jenis pelayanan tingkat pertama (Primary health care) yaitu pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk yang sakit ringan atau meningkatkan kesehatan/promosi kesehatan, sehingga pemanfaatan Puskesmas dapat diartikan sebagai perilaku, proses, cara atau perbuatan dalam memanfaatkan pelayanan puskesmas oleh masyarakat. 2.2.3
Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan Azwar (2012) menjelaskan suatu pelayanan kesehatan harus memiliki
berbagai persyaratan pokok, yaitu: persyaratan pokok yang memberi pengaruh kepada masyarakat dalam menentukan pilihannya terhadap penggunaan jasa pelayanan kesehatan dalam hal ini puskesmas, yakni :
35
1. Ketersediaan dan Kesinambungan Pelayanan Pelayanan yang baik adalah pelayanan kesehatan yang tersedia di masyarakat (acceptable) serta berkesinambungan (sustainable). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat ditemukan serta keberadaannya dalam masyarakat adalah ada pada tiap saat dibutuhkan. 2. Kewajaran dan Penerimaan Masyarakat Pelayanan kesehatan yang baik adalah bersifat wajar (appropriate) dan dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat. Artinya pelayanan kesehatan tersebut dapat mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi, tidak bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan masyarakat, serta bersifat tidak wajar, bukanlah suatu keadaan pelayanan kesehatan yang baik. 3. Mudah Dicapai oleh Masyarakat Pengertian dicapai yang dimaksud disini terutama dari letak sudut lokasi mudah dijangkau oleh masyarakat, sehingga distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. Jangkauan fasilitas pembantu untuk menentukan permintaan yang efektif. Bila fasilitas mudah dijangkau dengan menggunakan alat transportasi yang tersedia maka fasilitas ini akan banyak dipergunakan. Tingkat pengguna di masa lalu dan kecenderungan merupakan indikator terbaik untuk perubahan jangka panjang dan pendek dari permintaan pada masa akan datang. 4. Terjangkau Pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan yang terjangkau (affordable) oleh masyarakat, dimana diupayakan biaya pelayanan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal hanya mungkin dinikmati oleh sebagian masyarakat saja.
36
5. Mutu Mutu (kualitas) yaitu menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dan menunjukkan kesembuhan penyakit serta keamanan tindakan yang dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. 2.2.4
Upaya Pencarian Pelayanan Kesehatan Sebagai Pola Pemanfaatan
Pelayanan Kesehatan Upaya pencarian pelayanan kesehatan bagi masyarakat merupakan gambaran perilaku pola pemanfaatan pelayanan kesehatan secara keseluruhan yang dapat menggambarkan tingkat pengetahuan dan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Pemanfaatan fasilitas kesehatan di puskesmas dapat dilihat dengan menggunakan beberapa indikator, antara lain beberapa kunjungan per hari buka puskesmas dan frekuensi kunjungan puskesmas (BPS, 2012). Hal ini berarti dengan meningkatnya kunjungan puskesmas disebabkan adanya kesadaran individu dan masyarakat itu sendiri untuk mencapai serta mendapatkan pelayanan kesehatan dari fasilitas kesehatan yang pemerintah siapkan. Pemanfaatan fasilitas kesehatan dapat dipengaruhi oleh faktor waktu, jarak, biaya, pengetahuan, fasilitas, kelancaran hubungan antara dokter dengan klien, kualitas pelayanan dan konsep masyarakat itu sendiri tentang sakit (Notoatmodjo, 2010). Menurut Hanlon, pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh: (a) Tersedianya sumber daya, (b) Pendapatan keluarga, (c) Jarak tempat tinggal dari pusat pelayanan, (d) Persepsi sehat dari penerima dan pemberi pelayanan.
37
2.2.5
Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2010) menggambarkan model
sistem kesehatan (health system model) dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Dalam model Anderson ini terdapat 3 kategori utama yaitu karakteristik predisposisi, karakteristik pendukung, karakteristik kebutuhan. 1. Karakteristik predisposisi (predisposing characteristics) Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu, yang digolongkan ke dalam 3 kelompok yaitu : a. Ciri-ciri demografi, seperti jenis kelamin dan umur. b. Struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, kesukuan atau ras dan sebagainya. c. Manfaat-manfaat kesehatan, seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit. Selanjutnya Anderson percaya bahwa: 1) Setiap individu atau orang mempunyai perbedaan karakteristik, mempunyai perbedaan tipe dan frekuensi penyakit, dan mempunyai perbedaan pola penggunaan pelayanan kesehatan. 2) Setiap individu mempunyai perbedaan struktur sosial, mempunyai perbedaan gaya hidup, dan akhirnya mempunyai perbedaan pola penggunaan pelayanan kesehatan. 3) Individu percaya adanya kemanjuran dalam penggunaan pelayanan kesehatan.
38
2. Karakteristik pendukung (enabling characteristics) Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun mempunyai predisposisi untuk memanfaatkan
pelayanan
kesehatan,
ia
tak
akan
bertindak
untuk
memanfaatkannya, kecuali bila ia mampu memanfaatkannya. Pemanfaatan pelayanan kesehatan yang ada tergantung kepada kemampuan konsumen untuk membayar. 3. Karakteristik kebutuhan (need characteristics) Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan dapat terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai kebutuhan. Dengan kata lain kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan enabling itu ada. Kebutuhan (need) di sini dibagi menjadi 2 (dua) kategori yaitu dirasa atau perceived (subject assessment) dan evaluated (clinical diagnosis).
39
Predisposing
Enabling
Demography
Family resources
Perceived
Community Resources
Evaluated
Social Structure
Need
Health Service Use
Health beliefs
Sumber: Anderson dalam Notoatmodjo (2010) Gambar 2.1 Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan 2.3 Puskesmas 2.3.1
Definisi Puskesmas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014
Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat menyebutkan bahwa
Pusat Kesehatan
Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Kemenkes RI, 2014). Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah suatu kesatuan organisasi fungsionil yang langsung memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada masyarakat dalam bentuk usaha-usaha kesehatan pokok (Entjang, 2010) Puskesmas adalah satu kesatuan organisasi fungsionil yang langsung memberikan
40
pelayanan secara menyeluruh kepada masyarakat dalam suatu wilayah kerja tertentu dalam bentuk usaha-usaha kesehatan pokok (Azwar, 2012). Menurut Brotosaputro (2012) Puskesmas adalah suatu organisasi kesehatan fungsional yang memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Ditinjau dari sistem kesehatan nasional maka sebagai pelayanan kesehatan di tingkat pertama, Puskesmas mempunyai upaya kesehatan wajib yaitu upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap Puskesmas wilayah Indonesia (Hatmoko, 2012). 2.3.2 Tujuan Puskesmas Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014, pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang: a) memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat; b) mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu, c) hidup dalam lingkungan sehat; dan d. memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Selain itu puskesmas menyelenggarakan pembangunan kesehatan yang merupakan pusat pelayanan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Hal ini meliputi pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat
41
pribadi dengan tujuan untuk menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, pelayanan kesehatan publik dengan tujuan utamanya memelihara dan meningkatkan
kesehatan
serta
mencegah
penyakit
tanpa
mengabaikan
penyembuhan penyakit (Effendi, 2011). 2.3.3
Fungsi Puskesmas Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75
Tahun 2014, bahwa puskesmas menyelenggarakan fungsi: 1. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) tingkat pertama di wilayah kerjanya; 2. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama di wilayah kerjanya. Dalam
menyelenggarakan
fungsinya,
menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014, Puskesmas berwenang untuk: 1) melaksanakan
perencanaan
berdasarkan
analisis
masalah
kesehatan
masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan; 2) melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan; 3) melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan; 4) menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain terkait;
42
5) melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat; 6) melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas; 7) memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan; 8) melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan cakupan Pelayanan Kesehatan; dan 9) memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit. Puskesmas melakukan beberapa cara untuk merangsang masyarakat melaksanakan kegiatan dalam rangka menolong dirinya sendiri, memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali dan menggunakan sumber daya secara efektif dan efisien, memberikan bantuan yang bersifat bimbingan dan rujukan medis kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan tidak menimbulkan ketergantungan, memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada
masyarakat,
bekerjasama
dengan
sektor
bersangkutan
dalam
melaksanakan program kesehatan (Mubarak dan Chayatin, 2009). 2.3.4
Tugas Pokok Fungsi Puskesmas Puskesmas mempunyai tugas pokok melaksanakan kebijakan kesehatan
untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Menurut Kemenkes RI (2014), tugas pokok fungsi puskesmas adalah sebagai berikut :
43
1. Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan, yaitu Puskesmas selalu memantau pelaksanaan pembangunan di wilayah kerjanya agar senantiasa memperhatikan segi aspek / dampak kesehatan. 2. Pusat Pemberdayaan Masyarakat, yaitu membina masyarakat di wilayah kerja untuk berperan serta aktif dan diharapkan mampu menolong diri sendiri di bidang kesehatan. 3. Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama, yaitu memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh yang bermutu, merata, berkesinambungan dan terjangkau oleh masyarakat. Pelayanan kesehatan yang diberikan di Puskesmas meliputi : Promotif, Preventif, 4. Kuratif dan Rehabilitatif. Bertolak dari keempat pelayanan tersebut di atas maka usaha pokok Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni: upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan.
2.3.5 Kategori Puskesmas Pasal 20 Permenkes RI No. 75 tahun 2014 disebutkan bahwa dalam rangka pemenuhan Pelayanan Kesehatan yang didasarkan pada kebutuhan dan kondisi masyarakat, Puskesmas dapat dikategorikan berdasarkan karakteristik wilayah kerja dan kemampuan penyelenggaraan. Berdasarkan karakteristik wilayah kerjanya, Puskesmas dikategorikan menjadi: (Kemenkes RI, 2014)
44
1. Puskesmas kawasan perkotaan; 2. Puskesmas kawasan pedesaan; 3. Puskesmas kawasan terpencil dan sangat terpencil. 2.3.6
Upaya Kesehatan Esensial dan Pengembangan di Puskesmas Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat
pertama dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama. Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan. Menurut Permenkes RI No. 75 tahun 2014 tentang Puskesmas, upaya kesehatan masyarakat esensial meliputi: 1) pelayanan promosi kesehatan; 2) pelayanan kesehatan lingkungan; 3) pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana; 4) pelayanan gizi; dan 5) pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit (Kemenkes RI, 2014). Upaya kesehatan masyarakat pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 36 Permenkes RI No. 75 tahun 2014 tentang Puskesmas merupakan upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya yang sifatnya inovatif dan/atau bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan, disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber daya yang tersedia di masing-masing Puskesmas (Kemenkes RI, 2014). Muninjaya (2014) menyebutkan upaya pelayanan puskesmas yang paling banyak dibutuhkan masyarakat adalah pengobatan. Pengobatan bertujuan memberikan pengobatan dan perawatan kepada masyarakat. Program ini
45
merupakan bentuk pelayanan kesehatan dasar yang bersifat kuratif. Sasarannya yaitu seluruh masyarakat di wilayah kerja puskesmas yang mengunjungi puskesmas untuk mendapatkan pengobatan. Kegiatannya antara lain: 1. Menegakkan diagnosa. 2. Memberikan pengobatan untuk penderita yang berobat jalan atau pelayanan rawat inap khusus untuk puskesmas perawatan, 3. Merujuk penderita ke pusat-pusat rujukan medis sesuai dengan jenis penyakit yang tidak mampu ditangani oleh puskesmas. 4. Menyelenggarakan puskesmas keliling untuk menjangkau wilayah kerja puskesmas yang belum mempunyai puskesmas pembantu atau wilayah pemukiman penduduk yang masih sulit sarana transportasi. 2.4 JKN 2.4.1
Pengertian JKN Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar
peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Jaminan ini disebut JKN karena semua penduduk Indonesia wajib menjadi peserta jaminan kesehatan yang dikelola oleh BPJS Kesehatan termasuk orang asing yang telah bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia dan telah membayar iuran (Putri, 2014). JKN yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan
Sosial
Nasional
(SJSN).Sistem
Jaminan
Sosial
Nasional
ini
diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat
46
wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak (Putri, 2014). 2.4.2
Prinsip-Prinsip JKN JKN mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) berikut: a. Prinsip Kegotong-royongan Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. b. Prinsip Nirlaba Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan
dari
masyarakat
adalah
dana
amanat,
sehingga
hasil
pengembangannya, akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta. c. Prinsip Portabilitas Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
47
d. Prinsip Kepesertaan Bersifat Wajib Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program e. Prinsip Dana Amanat Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badanbadan
penyelenggara
untuk
dikelola
sebaik-baiknya
dalam
rangka
mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta. f. Prinsip Hasil Pengelolaan Dana Jaminan Sosial Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta (Putri, 2014). 2.4.3
Peserta JKN Peserta JKN meliputi:
1. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI): Fakir miskin dan orang tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari: 1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya a) Pegawai Negeri Sipil; b) Anggota TNI; c) Anggota Polri; d) Pejabat Negara;
48
e) Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri; f) Pegawai Swasta; dan g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan f yang menerim Upah. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. 2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. 3) Bukan pekerja dan anggota keluarganya a) Investor; b) Pemberi Kerja; c) Penerima Pensiun, terdiri dari : Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun; Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun; Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun; Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun. d) Veteran; e) Perintis Kemerdekaan; f) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan; dan g) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan e yang mampu membayar iuran (Putri, 2014).
49
2.4.4
Hak dan Kewajiban Peserta JKN
a. Hak Peserta 1) Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan kesehatan; 2) Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban sebagai peserta serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 3) Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan; dan 4) Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis ke Kantor BPJS Kesehatan. b. Kewajiban Peserta 1) Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau disesuaikan dengan kemampuan peserta; 2) Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat I; 3) Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh orang yang tidak berhak; 4) Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan (Putri, 2014).
50
2.5
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Pemanfaatan
Pelayanan
Puskesmas 2.5.1
Karakteristik
2.5.1.1 Umur Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Semisal, umur manusia dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung. Jenis Perhitungan usia terbagi dalam tiga kategori: 1) usia kronologis, 2) usia mental, 3) usia biologis (Nitisusastro, 2012). Usia kronologis adalah perhitungan usia yang dimulai dari saat kelahiran seseorang sampai dengan waktu penghitungan usia. Usia mental adalah perhitungan usia yang didapatkan dari taraf kemampuan mental seseorang. Misalkan seorang anak secara kronologis berusia empat tahun akan tetapi masih merangkak dan belum dapat berbicara dengan kalimat lengkap dan menunjukkan kemampuan yang setara dengan anak berusia satu tahun, maka dinyatakan bahwa usia mental anak tersebut adalah satu tahun. Usia biologis adalah perhitungan usia berdasarkan kematangan biologis yang dimiliki oleh seseorang (Nitisusastro, 2012). Pertambahan umur setiap manusia pada umumnya berjalan linear, dimana setiap manusia mengalami dan melalui masa kelahiran, usia di bawah satu tahun, usia di atas satu tahun sampai usia lima tahun, usia lima tahun sampai usia remaja, usia dewasa, usia matang, usia lanjut dan akhirnya meninggal. Dilihat dari aspek aktivitas kehidupan, ada masa pertumbuhan, masa produksi, masa kurang produksi dan masa pasca produktif. Dalam menjalani kehidupan, setiap manusia
51
mengenal kebutuhan dan keinginan, yang membedakan antara kebutuhan dan keinginan adalah tingkatan usianya (Nitisusastro, 2012). 2.5.1.2 Pendidikan Dalam pengertian yang sederhana dan umum makna pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan (Ihsan, 2011). Pemanfaatan puskesmas akan meningkat apabila peserta JKN mempunyai jenjang pendidikan dan pengetahuan yang tinggi tentang pentingnya kesehatan bagi mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutanto (2010), yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya terhadap suatu hal. Karena pendidikan sangat mempengaruhi cara berpikir dan perubahan perilaku seseorang. 2.5.1.3 Pekerjaan Menurut Anderson yang dikutip oleh Irfan (2014), salah satu faktor struktur sosial yaitu pekerjaan akan berpengaruh pada pemanfaatan pelayanan kesehatan. Pekerjaan seseorang dapat mencerminkan sedikit banyaknya informasi yang diterima. Informasi tersebut akan membantu seseorang dalam mengambil keputusan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada. Tidak seluruh peserta JKN yang bekerja memperoleh informasi mengenai puskesmas.
52
2.5.2
Persepsi Persepsi adalah bagian dari fungsi kognitif yang merupakan penilaian
terhadap dorongan internal dan rangsang sense si eksternal. Kedalaman penilaian dipengaruhi faktor biologis kecerdasan (IQ). Keluasan penilaian dipengaruhi pola asuh dalam bentuk wawasan, imajinasi dan harapan. Karena itu, pola persepsi ditentukan oleh mind set dan environmental setting (Nurdin, 2011). Pelaksanaan layanan kesehatan dari JKN yang baik terkait dengan mutu layanan yang diberikan akan membentuk persepsi yang positif dalam diri pengguna fasilitas tersebut. Apabila mutu layanan baik maka penerima layanan yakni pasien akan persepsi yang positif dan merasa puas dan mendorong minat untuk memanfaatkan tempat layanan kesehatan. Mutu layanan tersebut dapat ditentukan oleh sumber daya manusia yakni jumlah dan kehandalan tenaga kesehatan, kelengkapan fasilitas penunjang, jenis pelayanan kesehatan yang dijaminkan dan kelengkapan obat di tempat layanan (Hamid dkk, 2013). Persepsi masyarakat yang baik akan mendorong pemanfaatan layanan kesehatan di Puskesmas. Perbedaannya dengan penelitian tersebut adalah masalah yang diteliti adalah pada program pelayanan kesehatan yang diberikan tahun 2012 yakni Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (JKMM), namun pada penelitian ini pada program JKN khususnya BPJS kesehatan yang mulai diberlakukan tahun 2014. Selain terjadi pergantian nomenklatur program kesehatan tapi juga terkait sistem pengelolaan layanan terjadi pergantian. Pada program JKMM hanya ditujukan kepada masyarakat miskin namun pada saat ini program JKN ditujukan kepada seluruh masyarakat tanpa melihat golongan
53
namun ada 2 kategori peserta yakni PBI dan Non PBI dan dikelola oleh suatu Badan khusus yang teroganisir secara nasional (Rumengan, 2015). Adanya sosialisasi JKN-BPJS ke masyarakat belum tentu akan merubah persepsi masyarakat tentang suatu program menjadi lebih baik. Masyarakat yang sudah menerima informasi adanya program pemerintah tentang JKN melalui BPJS kesehatan, namun jika fasilitas dan ketersediaan obat yang terbatas serta mutu layanan yang diberikan oleh para tenaga kesehatan masih kurang maka persepsi masyarakat terhadap Program JKN lama kelamaan menjadi kurang. Jika persepsi terhadap suatu program kurang baik maka dapat meningkatkan perilaku untuk tidak memanfaatkan puskesmas. Jika persepsi masyarakat terhadap suatu program kesehatan seperti JKN-BPJS adalah baik akan dapat mendorong masyarakat untuk memanfaatkannya dengan memilih tempat layanan kesehatan yang diberikan misalnya Puskesmas. Peran Puskesmas sangat vital dalam meneruskan program pemerintah yang memiliki misi untuk peningkatan layanan kesehatan rakyat semesta karena Puskesmas adalah unit yang paling dekat dengan masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan dan tersebar di seluruh kecamatan yang ada di Indonesia. Perbaikan mutu layanan sangat terkait dengan kecepatan tanggapan dan kehandalan tenaga kesehatan, peningkatan fasilitas kesehatan dan ketersediaan obat harus semakin ditingkatkan sehingga persepsi masyarakat terhadap program JKN juga semakin tinggi dan akhirnya pemanfaatan layanan Puskesmas semakin baik dalam arti bahwa Puskesmas menjadi pilihan utama masyarakat dalam mendapatkan pertolongan kesehatan (Purwatiningsih, 2012).
54
2.6 Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian digambarkan berikut ini. Variabel Independen
Variabel Dependen
Karakteristik : -
Umur Pendidikan Pekerjaan Persepsi mutu pelayanan
-
Pemanfaatan pelayanan puskesmas
Ketanggapan Kehandalan Jaminan Empati Bukti Fisik
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
2.7
Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ada pengaruh umur peserta penerima bantuan iuran (PBI) terhadap pemanfaatan pelayanan Puskesmas Kedai Durian Kota Medan tahun 2015. 2. Ada pengaruh pendidikan peserta penerima bantuan iuran (PBI) terhadap pemanfaatan pelayanan Puskesmas Kedai Durian Kota Medan tahun 2015. 3. Ada pengaruh pekerjaan peserta penerima bantuan iuran (PBI) terhadap pemanfaatan pelayanan Puskesmas Kedai Durian Kota Medan tahun 2015. 4. Ada pengaruh persepsi dimensi ketanggapan peserta penerima bantuan iuran (PBI) terhadap pemanfaatan pelayanan Puskesmas Kedai Durian Kota Medan tahun 2015.
55
5. Ada pengaruh persepsi dimensi kehandalan peserta penerima bantuan iuran (PBI) terhadap pemanfaatan pelayanan Puskesmas Kedai Durian Kota Medan tahun 2015. 6. Ada pengaruh persepsi dimensi jaminan peserta penerima bantuan iuran (PBI) terhadap pemanfaatan pelayanan Puskesmas Kedai Durian Kota Medan tahun 2015. 7. Ada pengaruh persepsi dimensi empati peserta penerima bantuan iuran (PBI) terhadap pemanfaatan pelayanan Puskesmas Kedai Durian Kota Medan tahun 2015. 8. Ada pengaruh persepsi dimensi bukti fisik peserta penerima bantuan iuran (PBI) terhadap pemanfaatan pelayanan Puskesmas Kedai Durian Kota Medan tahun 2015.