BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Sociometric Status 1. Definisi Sociometric Status Sociometry yang secara etimologi dari bahasa Latin, “Socious” yang berarti teman atau kawan dan “Metrum” yang berarti pengukuran (Moreno, 1941). Dengan kata lain Sociometric mengacu pada pengukuran perasaan antara satu individu dengan individu lainnya dan menentukannya dalam kriteria yang telah ada (Moreno, 1934). Faisal (1982) juga menambahkan bahwa sosiometric merupakan salah satu teknik untuk menggambarkan interaksi sosial yang terjadi diantara individu dalam suatu kelompok. Nasution (1986) mengatakan untuk mengenal anak-anak sebagai makhluk sosial, mengetahui apakah anak itu disukai sebagai teman oleh murid-murid lain digunakanlah sociometric. Hasil dari sociometric ini yang selanjutnya disebut dengan sociometric status. Sociometric status berarti cerminan penerimaan umum individu oleh teman sebayanya (Finch, 1998). Secara umum pengertian sociometric diartikan sebagai pengukuran akan pertemanan atau perkawanan sedangkan sociometric status berarti cerminan dari hasil sociometric yang berupa cerminan penerimaan individu oleh teman sebayanya. 2. Kategori Sociometric status Kategori sociometric status dapat dibagi menjadi lima kategori dengan tiap kategori memiliki karakteristik tersendiri. (Moreno dalam Persinger, 2011) menyebutkan bagian dari sociometric status diantaranya: a. Popular Disukai oleh sebagian besar teman dan tidak disukai beberapa teman. Terampil memulai interaksi sosial dengan teman sebaya dan mempertahankan hubungan positif dengan orang lain. Cenderung kooperatif, ramah, mudah bergaul, dan 12
13
sensitif kepada orang lain, dan hal ini dirasakan oleh para guru dan orangtua serta anak-anak lainnya. Cenderung lebih tegas daripada agresif, mendapatkan apa yang diinginkan tanpa perkelahian ataupun menyakiti orang lain (Moreno dalam Persinger, 2011). b. Rejected Memiliki strategi pernyataan lisan yang sedikit dan tingkat harga diri yang lebih rendah terkait prestasi sekolah. Siswa rejected cenderung sulit menghadapi kegagalan dan provokasi dan cenderung sangat agresif bagi anak-anak lain. Siswa rejected cenderung termotivasi untuk memperlihatkan apa yang didapatkan melalui cara agresif. Siswa cenderung memiliki lebih banyak kesulitan mencari solusi yang konstruktif, seperti keadaan untuk bergilir dalam sebuah permainan. Remaja rejected memiliki kemungkinan untuk merokok lebih besar dibanding remaja lainnya. Dalam situasi provokatif seperti ketika bermain, siswa rejected mengungkapkan ekspresi marahnya dengan ekstrim. Siswa rejected juga mengungkapkan kebahagiaan dalam situasi provokatif, tapi terbatas pada hasil yang positif bagi siswa rejected. Lebih sombong dan menampilkan perilaku membual dibandingkan anak-anak lain. Hal ini menunjukkan bahwa siswa rejected kurang sensitif terhadap dampak dari ekspresi emosi yang ditunjukkan oleh temannya, membuat interaksi antara siswa rejected dan temannya lebih tidak menyenangkan. Rentan terhadap perilaku bermusuhan dan mengancam, agresi fisik, perilaku mengganggu, dan kenakalan. Siswa rejected juga terlibat dalam agresi relasional misalnya, menyebarkan rumor tentang orang lain. Studi remaja rejected menunjukkan siswa rejected memiliki tingkat kecemasan sosial yang tinggi (Moreno dalam Persinger, 2011).
14
c. Neglected Kadang-kadang disebut sebagai “hantu”. Tidak dinominasikan sebagai teman, atau diberikan negatif nominasi. Cenderung kurang bersosialisasi, kurang agresif, dan kurang mengganggu daripada anak-anak rata-rata. Siswa negledted cenderung mundur dari interaksi teman sebaya yang melibatkan agresi. Memiliki rata-rata akademik yang lebih rendah dibandingkan anak-anak lain. Rekan-rekan di lingkungannya sering menggambarkan siswa neglected sebagai pemimpin yang buruk, kurang kooperatif, menunjukkan tingkat yang lebih rendah dari kompetensi sosial dan memiliki kecemasan sosial yang lebih tinggi dibanding temannya. Siswa neglected, terutama anak perempuan, dua kali lebih mungkin untuk melaporkan gejala depresi dibandingkan anak rejected dan lima kali lebih mungkin untuk melaporkan gejala depresi dibandingkan anak populer, average, atau controversial (Moreno dalam Persinger, 2011). d. Controversial Mayoritas rekan-rekan menilai rata antara positif dan nominasi negatif. Paradoksnya, memiliki karakteristik dari kedua anak populer dan rejected. Siswa controversial cenderung agresif, agak mengganggu, dan mudah marah, tapi juga kooperatif, sosial, dan biasanya pandai olahraga. Memiliki kemungkinan menjadi pemimpin kelompok yang aktif secara sosial dan baik. Dilihat oleh banyak rekanrekan sebagai sosok yang arogan dan sombong. Remaja kontroversial memiliki kemungkinan lebih besar untuk merokok remaja dibandingkan siswa average (Persinger, 2011)
15
3. Faktor yang Mempengaruhi Sociometric Status siswa Popularitas
siswa
mengindikasikan
kedudukan
siswa
pada
kelompok
pertemanannya yang dicerminkan melalui penilaian disukai dan tidak disukai oleh teman sebaya (Wentzel, 2004):. Berikut merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat popularitas siswa a. Perbedaan Gender Banyak penelitian yang menunjukkan popularitas antara siswa laki-laki dan siswa perempuan adalah spesifik tergantung gender. Laki-laki dan perempuan memiliki model yang berbeda untuk melihat popularitas. Siswa laki-laki yang popular cenderung menunjukkan kemampuan olahraga, sukses berinteraksi dengan lawan jenis, dan kemampuan sosial. sedangkan siswa perempuan yang popular cenderung menunjukkan kemampuan ekonomi orangtua, pribadi yang menarik dan kemampuan akademik yang baik. b. Kemampuan Olahraga, bentuk tubuh yang menarik dan kemampuan sosial Kemampuan olahraga yang baik menempati hubungan yang sangat signifikan bagi siswa laki-laki dan terkadang tidak signifikan bagi siswa perempuan. Popularitas yang baik dalam olahraga biasanya berkaitan dengan kemampuan kepemimpinan (LaFontana, 2002). Siswa dengan popularitas sociometric yang baik, cenderung menunjukkan perilaku prososial yang lebih tinggi dengan teman sebayanya. c. Kemampuan Akademik Kemampuan akademik lebih penting bagi siswa perempuan dibandingkan siswa laki-laki. Terkadang siswa laki-laki yang memiliki kemampuan akademik yang tinggi membuat tingkat populartitas siswa menurun (Adler, 1992)
16
B. Prestasi Belajar 1. Definisi Prestasi Belajar Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Namun demikian, pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya ranah rasa murid, sangat sulit. Hal ini disebabkan perubahan hasil belajar ada yang bersifat intangible (tak dapat diraba). Oleh karena itu, yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun yang berdimensi karsa. Hasil dari pengungkapan hasil belajar ini yang selanjutnya disebut prestasi belajar (Syah, 2008). Prestasi belajar sendiri dapat diartikan sebagai bukti keberhasilan dari seseorang setelah memperoleh pengalaman belajar atau mempelajari sesuatu yang dicapai oleh siswa dalam waktu tertentu (Suryabrata, 2002). Tirtinegoro (2001) juga memberikan definisi terkait prestasi belajar, prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk simbul, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu. Prestasi belajar juga dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang dianggap penting yang diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta, dan rasa maupun yang berdimensi karsa (Syah, 2008). Dari beberapa definisi prestasi belajar tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah penilaian dari hasil pengalaman belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat. Bentuk prestasi belajar berupa simbol, angka, huruf maupun kalimat dari tahun ke tahun berubah seiring dengan bergantinya kurikulum yang digunakan di Indonesia. Selama
17
Indonesia merdeka, dunia pendidikan di Indonesia sudah pernah mengalami perubahan kurikulum sebanyak tujuh kali. Kurikulum pertama disebut dengan nama Kurikulum 1968, selanjutnya diganti Kurikulum 1975, diganti lagi dengan Kurikulum 1984 (Cara Belajar Siswa Aktif), pada tahun 1994 diganti dengan Kurikulum 1994, hingga tahun 2004 diganti Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi), tahun 2006 diganti dengan Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dan terakhir diganti pada tahun 2013 dengan Kurikulum 2013. Pada Kurikulum 2013, yang tertera dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan menyebutkan bahwa hasil penilaian oleh pendidik dan satuan pendidikan dilaporkan dalam bentuk nilai dan deskripsi pencapaian kompetensi kepada orangtua dan pemerintah. Standar Penilaian Pendidikan menyebutkan bahwa laporan hasil penilaian oleh pendidik berbentuk: a. Nilai dan deskripsi pencapaian kompetensi untuk hasil penilaian kompetensi pengetahuan serta keterampilan termasuk penilaian hasil pembelajaran tematikterpadu. b. Deskripsi sikap diberikan untuk hasil penilaian kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial. c. Penilaian oleh masing-masing pendidik secara keseluruhan dilaporkan kepada orangtua/wali peserta didik dalam bentuk Laporan Hasil Belajar Peserta Didik.
2. Pendekatan Evaluasi Prestasi Belajar Ada dua macam pendekatan yang amat populer dalam mengevaluasi atau menilai tingkat keberhasilan/prestasi belajar (Syah, 2003), yakni:
18
a. Norm-Referencing atau Norm-Referenced Assesment (PAN) Tardif mengatakan dalam penilaian yang menggunakann pendekatan PAN (Penilaian Acuan Norma), prestasi belajar seorang peserta didik diukur dengan cara membandingkannya dengan prestasi yang dicapai teman-teman sekelas atau sekelompoknya. Nasoetion (dalam Syah, 2003) juga menambahkan pemberian skor atau nilai peserta didik tersebut merujuk pada hasil perbandingan antara skor-skor yang diperoleh teman-teman sekelompoknya dengan skornya sendiri. b. Criterion-Referenced Assesment (PAK) Pressley & McCormick (dalam Syah, 2003) menyatakan penilaian dengan pendekatan PAK (Penilaian Acuan Kriteria) merupakan proses pengukuran prestasi belajar dengan cara membandingkan pencapaian seorang siswa dengan pelbagai perilaku ranah yang telah ditetapkan secara baik (well-defined domain behaviours) sebagai patokan absolut. Oleh karena itu, dalam mengimplementasikan pendekatan Penilaian Acuan Kriteria diperlukan adanya kriteria mutlak yang merujuk pada tujuan pembelajar umum dan khusus (TPU dan TPK). Artinya, nilai atau kelulusan seorang siswa bukan berdasarkan perbandingan dengan nilai yang dicapai oleh rekan-rekan sekelompoknya melainkan ditentukan oleh penguasaannya terhadap materi pelajar hingga batas yang sesuai dengan tujuan instruksional. Pressley & McCormick (dalam Syah, 2003) menjelaskan pendekatan penilaian seperti diatas biasanya ditetapkan dalam sistema belajar tuntas (mastery learning). Dalam sistem belajar tuntas, seorang siswa baru dapat dinyatakan lulus dalam evaluasi suatu mata pelajaran apabila telah
19
menguasai seluruh materi secara merata dan mendalam dengan nilai minimal 80. 3. Fungsi Prestasi Belajar Menurut Purwanto (2003:155), prestasi belajar merupakan masalah yang bersifat perennial (abadi) dalam sejarah manusia karena rentang kehidupannya, manusia selalu mengejar prestasi sesuai dengan bidang dan kemampuan masing-masing. Kemudian masih menurut Purwanto (2003:155), fungsi prestasi belajar yaitu: a. Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan anak didik. Prestasi belajar yang dicapai oleh siswa menunjukkan sejauh mana siswa mampu memahami dan menguasai bahan ajar atau materi yang telah disampaikan oleh guru. Dengan melihat prestasi belajar tersebut maka dapat segera dievaluasi hal-hal yang menyebabkan siswa kurang memahami atau menguasai bahan ajar atau materi pelajaran. b. Prestasi belajar sebagai lembaga kepuasan hasrat ingin tahu. Para ahli psikologi biasanya menyebutkan hal ini sebagai tendensi keingintahuan dan merupakan kebutuhan umum manusia, termasuk didalamnya adalah seorang siswa yang ingin mencapai kepuasan dengan cara memperoleh prestasi belajar yang baik. c. Prestasi belajar sebagai bahan informasi dan inovasi pendidikan. Asumsinya bahwa prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi siswa dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berperan sebagai bahan evaluasi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. d. Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern Sebagai indikator intern artinya prestasi belajar yang telah diraih daopat digunakan sebagai tolak ukur tingkat produktifitas suatu institusi pendidikan.
20
Sedangkan sebagai indikator ekstern artinya tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator kesuksesan siswa dalam masyarakat. 4. Faktor-faktor Prestasi Belajar Menurut Slameto (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu: a. Faktor internal yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, antara lain: faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), faktor psikologis (intelejensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan), dan faktor kelelahan. b. Faktor eksternal yaitu faktor yang ada di luar individu, antara lain: faktor keluarga (cara orangtua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua, latar belakang kebudayaan), faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah), dan faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat). Baharuddin (2009) juga menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, dimana dibedakan menjadi dua kategori yaitu: a. Faktor Internal merupakan faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi prestasi belajar individu. Faktor-faktor internal ini terdiri dari faktor fisiologis dan psikologis. b. Faktor Eksternal, dibedakan menjadi dua yaitu lingkungan sosial seperti lingkungan sosial sekolah yang di dalamnya termasuk guru, administrasi dan teman sebaya, lingkungan sosial masyarakat, dan lingkungan sosial
21
keluarga seperti ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga, status sosial ekonomi. Sedangkan lingkungan nonsosial terdiri dari lingkungan alamiah, faktor instrumental, faktor materi pelajaran. Dari beberapa teori mengenai faktor-faktor prestasi belajar, faktor-faktor prestasi belajar yang digunakan pada penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, antara lain: faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), faktor psikologis (intelejensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan), dan faktor kelelahan. Faktor eksternal yaitu faktor yang ada di luar individu, antara lain: faktor keluarga (cara orangtua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua, latar belakang kebudayaan), faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah), dan faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat).
C. Remaja 1. Definisi remaja Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Sedangkan istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti lebih luas mencakup kematangan mental, sosial, emosional, dan fisik. Pandangan ini diungkapkan oleh Piaget (dalam Hurlock, 2003) dengan mengatakan: Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak… Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif,
22
kurang lebih berhubungan dengan masa púber… Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok… Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini.
Gagasan mengenai remaja mulai direkonstruksi sejak Hall menerbitkan gagasannya. Sejak itu hingga saat ini para ahli mulai menyampaikan gagasan mengenai remaja. Hurlock adalah salah satunya. Hurlock (1980) mengungkapkan remaja sebagai periode peralihan serta menjabarkan arti remaja sebagai tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Lebih lanjut, Hurlock(1980) menjelaskan bahwa masa peralihan bukan berarti terputus karena pengalaman sebelumnya akan membekas dan akan terbawa ke tahap berikutnya. Masa remaja merupakan masa penting. Akar pemikiran Hurlock adalah pemikiran Piaget. Lazimnya masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 sampai 16 atau 17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum (Hurlock, 2003). Sedangkan menurut Papalia, Olds, & Feldman (2008), masa remaja dimulai pada usia 11 atau 12 tahun sampai masa remaja akhir yaitu awal usia 20-an dan masa tersebut membawa perubahan besar saling bertautan pada semua ranah perkembangan. Pendapat Hurlock berbeda dengan Hall (dalam Santrock, 2007) yang menyatakan usia remaja berkisar antara 12 hingga 23 tahun. Meskipun rentang usia dari remaja bervariasi terkait dengan lingkungan dan budaya, Santrock (2007) mengungkapkan masa remaja dimulai sekitar usia 10 hingga 13 tahun dan berakhir sekitar usia 18 hingga 22 tahun. Pendapat Santrock mengenai rentang usia masa remaja merupakan yang paling panjang diantara lainnya yaitu 13 tahun, dimulai sejak usia 10 hingga 22 tahun, sedangkan pendapat Hurlock adalah rentang yang paling pendek yaitu 6 tahun, dimulai sejak 13
23
hingga 18 tahun. Pendapat Hall memiliki perbedaan 1 tahun yang lebih pendek dari Santrock yaitu 12 tahun, yang dimulai dari 10 hingga 22 tahun. Pendapat ini berbeda 2 tahun dari Papalia dan Olds yang menyatakan masa remaja dimulai dari usia 11 dan berakhir pada usia 20-an. 2. Tugas Perkembangan Remaja Piaget (dalam Hurlock, 1980) mengungkapkan bahwa masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa. Usia menjadi tolak ukur dalam definisi yang diungkapkan Piaget walaupun sesungguhnya remaja memiliki arti luas yang mencangkup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Piaget dalam Hurlock, 1980). Semua tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Tugas perkembangan pada masa remaja menuntut perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku anak. Akibatnya, hanya sedikit anak laki-laki dan anak perempuan yang dapat diharapkan untuk menguasai tugas-tugas tercebut selama awal masa remaja, apalagi mereka yang matangnya terlambat. Kebanyakan harapan ditumpukan pada peletakan dasar-dasar bagi pembentukan sikap dan pola perilaku bagi remaja (Hurlock, 2003) Penelitian singkat mengenai tugas-tugas perkembangan masa remaja yang penting akan menggambarkan seberapa jauh perubahan yang harus dilakukan dan masalah yang timbul dari perubahan itu sendiri. Pada dasarnya, pentingnya menguasai tugas-tugas perkembangan dalam waktu yang relatif singkat yang dimiliki oleh remaja sebagai akibat perubahan usia kematangan yang sah menjadi delapan belas tahun menyebabkan banyak tekanan yang mengganggu para remaja. Seringkali sulit bagi para remaja untuk menerima keadaan fisiknya bila sejak kanak-kanak telah mengagungkan konsep tentang penampilan
24
diri pada waktu dewasa nantinya. Diperlukan waktu untuk memperbaiki konsep ini dan untuk mempelajari cara-cara memperbaiki penampilan diri sehingga lebih sesuai dengan apa yang dicita-citakan (Hurlock, 2003) Menurut Hurlock (1980) selama masa tumbuh kembang, remaja memiliki tugas perkembangan yang harus dilewatinya dan tugas pertama yang harus dikuasai selama perkembangan remaja yang berhubungan dengan seks adalah pembentukan hubungan yang baik dengan lawan jenis. Yang membedakan dalam masa perkembangan ini adalah perkembangan sikap dan pola perilaku pada remaja. a. Pertumbuhan Soetjiningsih (2004) pertumbuhan menggambarkan proses bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interseluler yang terlihat secara fisik dan dapat diukur dengan menggunakan satuan panjang atau satuan berat dengan proses yang berkesinambungan dipengaruhi oleh faktor genetik (ras, keluarga) dan faktor lingkungan bio-psikososial yang dimulai dari masa konsepsi hingga masa dewasa. Potter & Perry (2005) menjelaskan mengenai empat fokus utama pada pertumbuhan fisik masa remaja: 1. Peningkatan kecepatan pertumbuhan skelet, otot, dan visera, 2. Perubahan spesifik-seks, seperti perubahan bahu dan lebar pinggul, 3. Perubahan distribusi otot dan lemak, 4. Perkembangan sistem reproduksi dan karakteristik seks sekunder. Potter & Perry (2005) juga menjelaskan mengenai pertumbuhan bahwa selama masa pubertas biasa terjadi peningkatan laju tinggi dan berat badan. Pada anak perempuan pertumbuhan mulai melaju antara usia 8 tahun dan 14 tahun, sedangkan pada anak laki-laki dimulai pada usia 10 tahun sampai 16 tahun. Pertambahan tinggi anak perempuan mencapai 90 % sampai 95 % tinggi dewasa pada masa menarke (permulaan menstruasi)
25
hingga mencapai tinggi penuh pada usia 16 sampai 17 tahun, sedangkan anak laki-laki akan terus tumbuh tinggi hingga usia 18 sampai 20 tahun. Tanda pubertas pada anak perempuan biasanya ditandai dengan perkembangan payudara. Setelah pertumbuhan awal jaringan payudara, puting, areola ukurannya meningkat. Proses ini yang sebagian dikontrol oleh hereditas, dimulai paling muda usia 8 tahun dan mungkin tidak komplet sampai akhir usia 10 tahunan. Kadar estrogen yang meningkat juga mulai mempengaruhi genital. Uterus mulai membesar, dan terjadi peningkatan lubrikasi vaginal, hal tersebut dapat terjadi secara spontan atau akibat perangsangan seksual. Vagina memanjang, dan rambut pubis dan aksila mulai tumbuh. Menarke pada setiap individu sangat bervariasi, dapat terjadi paling cepat pada usia 8 tahun dan tidak sampai usia 16 tahun atau lebih. Meskipun siklus menstruasi pada awalnya tidak teratur dan ovulasi mungkin tidak terjadi saat menstruasi pertama, fertilitas harus selalu diwaspadai kecuali dilakukan hal lain. Anak laki-laki mengalami kenaikan kadar testosterone selama pubertas yang ditandai dengan peningkatan ukuran penis, testis, prostat, dan vesikula seminalis (Potter & Perry, 2005). Menurut Potter & Perry (2005), anak laki-laki dan anak gadis mungkin mengalami orgasmus sebelum masa pubertas, tetapi ejakulasi pada anak laki-laki tidak terjadi sampai organ seksnya matur, yaitusekitar usia 12 atau 14 tahun. Ejakulasi mungkin terjadi pertama kali selama tidur (emisi nocturnal), hal ini biasa disebut dengan mimpi basah yang sering kali dianggap sangat memalukan. Anak laki-laki harus mengetahui bahwa, meski mereka tidak menghasilkan sperma saat pertama ejakulasi, mereka segera akan menjadi subur hingga nanti saatnya terjadi perkembangan genital, rambut pubis, wajah, dan tubuh mulai tumbuh.
26
b. Perkembangan Perkembangan menurut Potter & Perry (2005) merupakan aspek progresif adaptasi terhadap lingkungan yang bersifat kualitatif. Djiwandono (2002) menuturkan bahwa masa perkembangan remaja dimulai dengan masa puber, yaitu umur kurang lebih antara 12 -14 tahun. Masa puber yang merupakan permulaan remaja adalah suatu masa saat perkembangan fisik dan intelektual berkembang sangat cepat. Pada umur 14-16 tahun yang merupakan pertengahan masa remaja adalah masa yang lebih stabil untuk menyesuaikan diri dan berintegrasi dengan perubahan permulaan remaja. Ketika remaja berumur 18 tahun sampai umur 20 tahun terjadi perubahan yang membuat remaja mulai bertanggungjawab, membuat pilihan, dan berkesempatan untuk mulai menjadi dewasa atau lebih dikenal dengan masa remaja akhir. Perkembangan yang dialami remaja pada masanya, antara lain: 1. Perkembangan fisik Perkembangan fisik adalah rangkaian dari perubahan yang dialami remaja. Remaja membutuhkan penyesuaian yang baik denga perubahan dalam tubuhnya. Kematangan yang berbeda yang dialami oleh setiap remaja membuat remaja yang mengalami pubertas lebih awal akan menjadi lebih sensitif dan merasa berbeda dengan yang lain, namun seiring dengan waktu ia dapat menyesuaikan diri. Jadi dalam penyesuaian perkembangan fisik inilah nantinya remaja dapat berkembang menjadi remaja yang 17 mampu berhubungan dengan orang lain atau tidak (Djiwandono, 2002). 2. Perkembangan kognitif Potter & Perry (2005) menjelaskan selama masa remaja terjadi perubahan dalam pemikiran dan perluasan lingkungan, namun tanpa lingkungan pendidikan yang sesuai remaja tidak mampu mencapai perkembangan neurologis dan tidak mampu diarahkan untuk dapat berpikir rasional. Kemampuan kognitif yang diperlihatkan oleh remaja sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalunya, pendidikan formal yang ia dapat, dan
27
motivasi. Djiwandono (2005) menjabarkan dalam teori perkembangan kognitif Piaget, masa remaja adalah tahap transisi dari penggunaan berpikir konkret secara operasional ke berpikir formal secara operasional. Remaja mulai menyadari batasan-batasan pikiran mereka. Mereka berusaha dengan konsep-konsep yang jauh dari pengalaman mereka sendiri. 3. Perkembangan psikososial Soetjiningsih (2004) menjelaskan mengenai masa remaja yang identik dengan kematangan seksualnya menjadi hal yang sangat berperan penting dalam perkembang psikososialnya. Kematangan seksual yang diiringi dengan perubahan bentuk tubuh apabila tidak diketahui oleh remaja dengan baik dapat menimbulkan kecemasan dalam dirinya. Kecepatan kemajuan kematangan seksual yang berbeda pada setiap individu bisa menjadikan seorang remaja 18menjadi merasa berbeda dan tidak mau bergaul dengan teman sebayanya. Contohnya pada anak perempuan yang mengalami kematangan seksual lebih dulu akan merasa dirinya lebih besar dibandingkan dengan teman sebayanya, namun sebaliknya pada anak laki-laki yang mengalami keterlambatan kematangan akan menjadikan dirinya terlihat lebih kecil dari yang lain. Masa ini adalah periode yang ditandai oleh mulainya tanggung jawab dan asimilasi pengharapan masyarakat. Remaja dihadapkan pada keputusan dan membutuhkan informasi yang akurat tentang perubahan tubuh, hubungan dan aktivitas seksual, penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual, dan kehamilan. Informasi faktual ini dapat datang dari rumah, sekolah, buku-buku, atau teman sebaya. Sering kali informasi yang remaja dapatkan tidak diaplikasikan dalam gaya hidup karena remaja tidak merasa rentan dan kurangnya kewaspadaaan karena meyakini bahwa kehamilan atau penyakit tidak akan terjadi pada mereka (Potter & Perry, 2005).
28
D. Dinamika Hubungan antar Variabel Pada penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel sociometric status dan prestasi belajar. Kedua variabel tersebut diasumsikan memiliki keterkaitan, sehingga dari hal tersebut, akan dapat diasumsikan pula bahwa terdapat perbedaan pada variabel prestasi belajar antara kategori sociometric status. Kedua variabel ini diasumsikan memiliki hubungan oleh peneliti dan dinamikanya digambarkan sebagai berikut: -
Popular Non-Popular Middle
-
Sociometric Status
Popular Neglected Rejected Controversial Average
Prestasi Belajar
a. Internal - Psikologis dan Fisiologis b. Eksternal - Keluarga - Sekolah - Masyarakat
Gambar 1. : Dinamika Antar Variabel Sociometric Status dan Variabel Prestasi Belajar Keterangan: : garis hubungan yang akan diteliti
29
: garis aspek masing-masing variabel : variabel yang akan diteliti : aspek masing-masing variabel
Baharuddin (2009) menjelaskan prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal dari prestasi belajar siswa terdiri dari: faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), faktor psikologis (intelejensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan), dan faktor kelelahan. Sedangkan faktor eksternal dari prestasi belajar siswa adalah faktor keluarga (cara orangtua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua, latar belakang kebudayaan), faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah), dan faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat). Berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi prestasi belajar siswa yang telah dipaparkan, salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah relasi teman sebaya. Faktor eksternal relasi teman sebaya berarti kedudukan hubungan siswa tersebut dengan teman-teman di sekitar. Dalam lingkungan sekolah, tiap siswa memiliki kedudukan masing-masing, kedudukan yang dimaksud adalah ikatan yang terjadi antara siswa satu dan yang lain maupun ikatan siswa dengan guru. Tidak semua siswa memiliki hubungan yang erat dengan teman di sekitarnya, tidak jarang ditemukan siswa yang tidak disukai oleh teman-temannya, diabaikan atau menuai kontroversi tapi tidak sedikit pula siswa yang disenangi oleh teman dan juga guru. Cerminan penerimaan siswa yang cenderung
30
disenangi atau tidak disenangi oleh teman sebaya disebut dengan sociometric status, yang terdiri dari popular, rejected, neglected, controversial dan average (Finch, 1998). Mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan di Amerika, Papalia (1987) mengatakan anak yang masuk pada kelompok rejected memiliki paling banyak masalah terkait penyesuaian diri dan kesulitan belajar. Anak laki-laki yang masuk kelompok rejected, khususnya yang masih belia, cenderung lebih agresif dan anti-sosial, sedangkan anak perempuan dan anak laki-laki yang sudah lebih dewasa yang masuk kelompok rejected lebih sering menjadi seseorang yang pemalu, terisolasi, tidak bahagia dan memiliki self-image yang negatif. Kelompok siswa popular cenderung menunjukkan perilaku yang disukai teman dan dapat beradaptasi dengan lingkungan, selain itu, siswa popular juga menunjukkan prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan kelompok siswa lainnya. Secara teori sociometric status dapat dibagi menjadi lima kategori yaitu popular, neglected, rejected, controversial, average namun kategori dan kriteria Sociometric Status di SMPN 1 Bangli akan mengacu pada hasil penggalian data kualitatif yang dilakukan sebelum penelitian kuantitatif dilakukan. Kategori muncul dikarenakan variabel sociometric status merupakan variabel yang keadaannya disesuaikan dengan keadaan subjek yang dikenai penelitian. Moreno (1953) mengatakan kriteria dalam sociometric status harus berdasarkan situasi yang dialami subjek dari penelitian karena berhubungan dengan validitas dan keberartian dari kriteria sociometric status.
E. Hipotesis Penelitian Hipótesis
adalah
jawaban
sementara
terhadap
masalah
penelitian
yang
kebenarannya masih harus diuji secara empiris (Suryabrata dalam Azwar, 2007). Hipotesis adalah jawaban sementara yang berada pada tingkat teoritik dimana derajat kebenarannya
31
masih bersifat tentatif dan hipotetik yang masih harus diuji secara empirik menggunakan data-data yang dikumpulkan (Azwar, 2007). Hipotesis dari penelitian ini adalah: Ha : Ada perbedaan prestasi belajar ditinjau dari Sociometric Status di SMPN 1 Bangli Ho : Tidak ada perbedaan prestasi belajar ditinjau dari Sociometric Status di SMPN 1 Bangli