BAB II TINJAUAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pelestarian Bahan Pustaka Pelestarian bahan pustaka sudah merupakan suatu kebutuhan, mengingat kesadaran akan keberadaan perpustakaan semakin besar. Menurut Martoatmodjo (1993: 1), “Pelestarian yaitu mencakup semua aspek usaha melestarikan bahan pustaka, keuangan, ketenagaan, metode dan teknik, serta penyimpanannya”. Menurut
buku
Pedoman
Perawatan
dan
Pemeliharaan
Fasilitas
Perpustakaan (1992: 1), Pelestarian adalah: Mencakup unsur-unsur pengelolaan dan keuangan, termasuk cara menyimpan dan alat-alat bantunya, taraf tenaga kerja yang diperlukan, kebijaksanaan, teknik dan metode yang diterapkan untuk melestarikan bahan-bahan pustaka dan arsip serta informasi yang dikandungnya. Selain itu, pengertian pelestarian menurut Razak (1995: 2) yaitu “mencakup unsur-unsur pengelolaan keuangan, cara penyimpanan, tenaga, teknik dan metode untuk melestarikan informasi dan bentuk fisik bahan pustaka”. Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa pelstarian bahan pustaka adalah usaha melestarikan hasil budaya cipta manusia, baik yang berupa informasi maupun fisik dari bahan pustaka tersebut. 2.2 Tujuan Pelestarian Bahan pustaka yang mahal, diusahakan agar awet, dapat dipakai lebih lama dan menjangkau lebih banyak pembaca perpustakaan. Koleksi yang dirawat dimaksudkan dapat menimbulkan daya tarik, sehingga orang yang tadinya segan membaca atau enggan memakai buku perpustakaan menjadi rajin mempergunakan jasa perpustakaan. Tujuan pelestarian bahan pustaka menurut Martoatmodjo (1993: 5) adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
Menyelamatkan nilai informasi dokumen. Menyelamatkan fisik dokumen. Mengatasi kendala kekurangan ruang. Mempercepat perolehan informasi : dokumen yang tersimpan dalam CD (Compact Disc) sangat mudah untuk diakses, baik dari jarak dekat maupun jarak jauh. Sehingga pemakaian dokumen atau bahan pustaka menjadi lebih optimal.
5 Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan buku Petunjuk Teknis Pelestarian Bahan Pustaka (1995: 20) “Tujuan utama pelestarian adalah mengusahakan agar koleksi selalu tersedia dan siap pakai”. Hal ini dapat dilakukan dengan melestarikan bentuk fisik bahan pustaka, melestarikan informasi yang terkandung dengan alih media atau melestarikan kedua-duanya (bentuk fisik maupun kandungan informasinya). Dengan pelestarian yang baik, diharapkan bahan pustaka dapat berumur lebih panjang, sehingga perpustakaan tidak perlu membeli bahan yang sama, yang dapat membebani pemesanan, pengolahan kembali, penempelan kartu-kartu, yang kesemuannya itu memerlukan uang. Dengan bahan pustaka yang lestari dan terawat dengan baik, pustakawan dapat memperoleh kebanggaan dan peningkatan kinerja. Lingkungan yang sehat, ruang kerja yang baik, rapi dan menarik, membuat kehidupan pustakawan menjadi lebih berarti dan menyenangkan. Hal lain yang perlu diketahui tentang kegiatan preservasi bahan pustaka adalah tentang kebijakan-kebijakan yang diperlukan dalam pelestarian bahan pustaka. Namun demikian, karena pelestarian bahan pustaka penulis tafsirkan secara luas meliputi kegiatan pemeliharaan, perawatan, pengawetan, perbaikan dan reproduksi, maka setiap perpustakaan minimal melaksanakan pemeliharaan dan perbaikan sesederhana mungkin agar bahan pustakanya selalu tersedia dalam keadaan baik dan menarik untuk dibaca. 2.3 Fungsi Pelestarian Fungsi pelestarian ialah menjaga agar koleksi perpustakaan tidak diganggu oleh tangan-tangan jahil, serangga yang iseng, atau jamur yang merajalela pada buku-buku yang ditempatkan di ruang yang lembab. Menurut Martoatmodjo (1993: 6-7) Pelestarian memiliki beberapa fungsi sebagai berikut : 1. Fungsi Melindungi Bahan pustaka dilindungi dari serangan serangga, manusia, jamur, panas matahari, air dan sebagainya. Dengan pelestarian yang baik serangga dan binatang kecil tidak akan dapat menyentuh dokumen. Manusia tidak akan salah dalam menangani dan memakai bahan pustaka. Jamur tidak akan sempat tumbuh, dan sinar matahari serta kelembaban udara diperpustakaan akan mudah dikontrol.
6 Universitas Sumatera Utara
2. Fungsi Pengawetan Dengan dirawat baik-baik, bahan pustaka menjadi awet, dapat lebih lama dipakai, dan diharapkan lebih banyak pembaca dapat mempergunakan bahan pustaka tersebut. 3. Fungsi Kesehatan Dengan pelestarian yang baik, bahan pustaka menjadi bersih, bebas dari debu, jamur, binatang perusak, sumber dan sarang dari berbagai penyakit, sehingga pemakai maupun pustakawan menjadi tetap sehat. Pembaca lebih bergairah membaca dan mengunjungi perpustakaan. 4. Fungsi Pendidikan Pemakai perpustakaan dan pustakawan sendiri harus belajar bagaimana cara memakai dan merawat dokumen. Mereka harus menjaga disiplin, tidak membawa makanan dan minuman ke dalam perpustakaan, tidak mengotori bahan pustaka maupun ruangan perpustakaan. Mendidik pemakai serta pustakawan sendiri untuk berdisiplin tinggi dan menghargai kebersihan. 5. Fungsi Kesabaran Merawat bahan pustaka ibarat merawat bayi atau orang tua, jadi harus sabar. Bagaimana kita dapat menambal buku berlubang, membersihkan kotoran binatang kecil dan tahi kutu buku dengan baik kalau kita tidak sabar. Menghilangkan noda dari bahan pustaka memerlukan tingkat kesabaran yang tinggi. 6. Fungsi Sosial Pelestarian tidak dapat dikerjakan oleh seorang diri. Pustakawan harus mengikut sertakan pembaca perpustakaan untuk tetap merawat bahan pustaka dan perpustakaan. Rasa pengorbanan yang tinggi harus diberikan oleh setiap orang, demi kepentingan dan keawetan bahan pustaka. 7. Fungsi Ekonomi Dengan pelestarian yang baik, bahan pustaka menjadi lebih awet. Keuangan dapat dihemat. Banyak aspek ekonomi lain yang berhubungan dengan pelestarian bahan pustaka 8. Fungsi Keindahan Dengan pelestarian yang baik, penataan bahan pustaka yang rapi, perpustakaan tampak menjadi lebih indah, sehingga menambah daya tarik kepada pembacanya. Coba betapa jeleknya bahan pustaka apabila tidak dirawat, penuh dengan binatang perusak, pengap, bau busuk mengembara pada setiap sudut perpustakaan. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pelestarian memiliki fungsi melindungi, mengawetkan, pendidikan, sosial, ekonomi dan keindahan. 2.4 Koleksi Buku Langka Koleksi di perpustakaan merupakan sekumpulan benda dalam lingkungan perpustakaan dan unit informasi lain, yaitu kumpulan rekaman informasi yang beraneka ragam bentuknya. Bila dilihat dari segi usia maka buku langka
7 Universitas Sumatera Utara
merupakan buku yang diterbitkan pada puluhan atau bahkan ratusan tahun silam sehingga menjadi buku yang langka karena sulit untuk dijumpai dan jarang sekali beredar di pasaran dan merupakan warisan kebudayaan. Menurut Corea (1993: 2638) buku langka merupakan “buku yang sudah tua, sulit untuk dijumpai, dan jarang beredar di pasaran”. Sedangkan menurut ALA Glossaary of term pada University of North Dakota yang dimaksud dengan buku langka adalah: Rare book is a book so old, scarce, or difficult to find that it seldom appears in the book markets. Among rare books may be included: incunabula, sixteenth-and seventeenth-century editions, specially illustrated editions, books in fine bindings, unique copies, books of interest for their associations. Berdasarkan pernyataan di atas, pengertian buku langka yaitu buku yang sudah tua, langka atau sulit ditemukan dan jarang beredar di pasaran. Biasanya buku langka juga merupakan buku-buku edisi abad ke 16-17, edisi ilustrasi khusus atau buku yang menarik bagi institusi yang bersangkutan dan memiliki jumlah kopian terbatas. Selain itu, menurut Sutarno (2008: 21) defenisi “buku langka merupakan buku-buku yang sudah tua, tidak diterbitkan lagi dan jumlahnya sangat terbatas”. Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa buku langka adalah buku yang sudah tua, langka atau sulit ditemukan dan memiliki cetakan terbatas atau out-of-print material namun masih memiliki atribusi khusus untuk perpustakaan dan penelitian bagi peneliti. 2.4.1 Karakteristik Koleksi Buku Langka Suatu koleksi dapat disebut sebagai buku langka ketika terdapat kategori yang membedakan dengan koleksi lain. Kategori tersebut melekat pada tiap koleksi, baik berupa kategori fisik maupun nilai yang terkandung di dalam koleksi buku langka itu, dan keberadaannya seringkali diperlakukan sebagai kategori khusus dalam koleksi perpustakaan. Menurut Ruth Lilly Special Collection and Archives IUPUI University Library, karakteristik koleksi buku langka tersebut terdiri dari: a. Pentingnya Nilai Intrinsik, faktor yang mendasari sebuah kelangkaan terhadap buku adalah nilai intrinsik dari buku tersebut. Hanya buku-buku
8 Universitas Sumatera Utara
b. c.
d.
e.
f.
yang dikenal penting bagi kebutuhan pengguna yang akan meningkatkan nilai suatu buku dan memunculkan arti langka itu sendiri. Usia, bagi buku langka usia merupakan bagian kecil dari nilai sebuah buku itu sendiri. Kelangkaan, maksudnya adalah buku-buku yang ada hanya tersedia dalam jumlah cetak sedikit dan memiliki nilai yang penting bagi pengguna. Edisi sebuah buku yang dicetak sebanyak 25.000 kopi atau lebih tentu tidak dapat dikategorikan sebagai sebuah koleksi buku langka. Kondisi, kondisi juga merupakan faktor penting yang menjadi karakteristik buku langka. Kondisi merupakan suatu gabungan dari kondisi fisik buku itu sendiri dan kelengkapan dari isi buku. Sebuah buku dengan kondisi yang baik secara fisik yaitu tidak terdapat sobekan pada setiap kertasnya dan tanda apapun sebagai bentuk penyalahgunaan di dalamnya, merupakan buku orisinil dan terjilid secara lengkap. Selain kondisi fisik, isi buku merupakan bagian penting dalam sebuah buku langka. Dari isi sebuah buku, dapat dilihat bahwa apakah buku tersebut dapat benar-benar dikategorikan sebagai buku langka atau tidak. Edisi Pertama, edisi pertama dapat diartikan sebagai buku yang dicetak dan dipublikasikan untuk yang pertama kalinya. Ketika buku tersebut direvisi atau dicetak ulang pada waktu berikutnya, tidak lagi dapat dikategorikan sebagai buku baru, tapi tidak pula langka. Jadi, salah satu karakteristik sebuah buku dapat disebut koleksi buku langka adalah karena edisinya yang merupakan edisi pertama. Meski edisi pertama merupakan salah satu karakteristik koleksi buku langka, namun alasan lain harus pula tetap diperhatikan, diantaranya adalah pentingnya revisi dari buku tersebut atau edisi terjemahan pertama ke dalam bahasa Inggris, karena kebanyakan buku langka terdiri dari bahasa Belanda, Jerman, Italia, dll. Penjilidan yang Benar dan Ilustrasi, sebuah buku dapat memiliki karakteristik fisik yang dapat menjadikannya koleksi yang penting seperti penjilidan khusus, koleksi pertama yang menggunakan proses pencetakan terbaru, desain yang inovatif, atau tulisan tangan seorang pengarang. Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa karakteristik koleksi
buku langka yaitu memiliki nilai intrinsik, usia, kelangkaan, kondisi, edisi pertama dan penjilidan yang benar serta ilustrasi. 2.5 Nilai Informasi A. Pengertian Untuk mengetahui arti atau defenisi dari nilai informasi, ada baiknya melihat defenisi kata demi kata dari nilai informasi tersebut. Kristanto (2003: 6) mengemukakan bahwa: Informasi merupakan kumpulan data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerima, sedangkan pengertian nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan
9 Universitas Sumatera Utara
kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Selain itu, Sutabri (2005: 31) menyatakan bahwa: Nilai informasi ditentukan oleh dua hal, yaitu manfaat dan biaya untuk mendapatkan informasi tersebut. Suatu informasi dapat dikatakan bernilai bila manfaatnya lebih efektif dibandingkan dengan biaya untuk mendapatkannya. Sebagian besar informasi tidak dapat ditaksir secara pasti nilai keuntungannya (dalam satuan uang), tetapi kita dapat menaksir nilai efektifitas dari informasi tersebut. Sedangkan pendapat Jogiyanto (2005: 31) yaitu: Nilai informasi ditentukan oleh dua hal, yaitu manfaat dan biaya mendapatkannya. Informasi dikatakan bernilai bila manfaatnya lebih efektif dibandingkan dengan biaya mendapatkannya. Nilai informasi secara nyata memiliki karakteristik khusus terhadap tingkat ukuran, kebutuhan, dinamika, kemanfaatan dan keterpakaian informasi itu sendiri. Tetapi nilai tersebut tidak dapat diukur secara nyata. Dari beberapa pendapat di atas maka dapat diketahui bahwa nilai informasi sangat tergantung pada isi, cara perolehan dan manfaatnya bagi pengguna dalam mendukung aktifitas yang sedang ia lakukan. B. Manfaat Informasi Informasi dikatakan bernilai apabila dapat memberikan manfaat kepada para pengguna. Adapun manfaat dari informasi itu sendiri menurut Sutanta (2003: 11) adalah : 1. Menambah pengetahuan Adanya informasi akan menambah pengetahuan bagi penerima yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan yang mendukung proses pengambilan keputusan. 2. Mengurangi ketidakpastian pemakai informasi Informasi akan mengurangi ketidakpastian karena apa yang akan terjadi dapat diketahui sebelumnya, sehingga kemungkinan menghindari keraguan pada saat pengambilan keputusan. 3. Mengurangi resiko kegagalan Adanya informasi akan resiko kegagalan karena apa yang akan terjadi dapat diantisipasi dengan baik, sehingga kemungkinan terjadinya kegagalan akan dapat dikurangi dengan pengambilan keputusan yang tepat. 4. Mengurangi keanekaragaman yang tidak diperlukan Mengurangi keanekaragaman yang tidak diperlukan akan mengahasilkan keputusan yang lebih terarah.
10 Universitas Sumatera Utara
5. Memberikan standar, aturan-aturan, ukuran-ukuran dan keputusan untuk menentukan pencapaian, sasaran dan tujuan. Pendapat di atas menunjukkan bahwa dengan informasi akan memberikan standar dan keputusan yang lebih terarah untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan secara lebih baik berdasarkan informasi yang diperoleh. Pelestarian kandungan informasi yang dapat dilakukan yaitu dengan cara mengalih mediakannya ke dalam format lain yang lebih durable. Dureau dan Clement (1990: 4) menyatakan bahwa “bentuk alih media yang dapat dilakukan meliputi fotokopi, pembuatan mikrofilm, digitaliasi data (magnetic disk seperti disket, optical disk seperti CD-ROM, dan lain-lain)”. Alasan untuk melakukan pelestarian kandungan informasi ini adalah karena kondisi fisik bahan pustaka yang bersangkutan sudah tidak dapat dipertahankan lagi, sedangkan informasinya yang dikandungnya masih dibutuhkan oleh para pengguna, dan bahan pustaka tersebut tidak tersedia lagi di pasaran. 2.6 Fisik Buku Dalam melakukan pelestarian bahan pustaka fisik buku merupakan hal utama yang perlu diperhatikan. Pengertian buku menurut Hasugian (2009: 67) yaitu: Buku adalah susunan atau kumpulan/gabungan kertas-kertas dalam ukuran tertentu yang salah satu fungsinya sebagai bentuk penyimpanan data, informasi, pengetahuan dan sebagainya bahkan sejarah dari suatu bangsa, serta sebagai sumber referensi yang dibutuhkan banyak kalangan maupun tingkatan masyarakat. Buku mempunyai bagian-bagiannya (komponen buku). Pada umumnya, bagian buku terbagi menjadi 2, yaitu sampul buku (cover) dan tubuh buku (isi buku). Adapun bagian-bagian buku menurut Catur (2009: 1) yaitu: 1. Cover/Sampul Buku Cover terdiri atas dua jenis, yaitu softcover dan hardcover. Softcover pada umumnya paling sering digunakan oleh penerbit-penerbit buku. Softcover juga biasa disebut sampul lunak atau juga paperback. Bahan cover ini biasanya menggunakan kertas art paper 120 gr atau artcartoon 230 gr. Sedangkan jenis kedua adalah hardcover. Ukuran kertas jauh lebih tebal dan kuat. Hardcover biasanya digunakan untuk menyampul buku-buku luks seperti ensiklopedi atau buku-buku yang diasumsikan akan abadi, buku yang tidak akan basi walau zaman terus berubah.
11 Universitas Sumatera Utara
Resikonya, harga buku yang menggunakan hardcover akan jauh lebih mahal bagi pembaca/pembeli daripada buku bersampul soft. 2. Isi Buku Isi buku terdiri atas lembaran-lembaran kertas yang disusun dengan rapi sesuai urutan halamannya. Ukuran isi buku harus disesuaikan dengan cover buku. Isi buku mempunyai bagian pokok, yaitu kulit ari (kulit perancis atau front pages atau preliminary pages), isi, dan halaman akhir (end pages). Kulit ari berisi identitas buku dan penjelasan pengantar serta pemetaan/daftar mengenai isi buku. Kulit ari biasanya berisi halaman copyright, indentitas buku (yang meliputi judul buku, nama penulis, nama editor, layouter, desain sampul, nama penerbit, kota terbit, tahun terbit, dll), kata pengantar dan atau kata penahuluan, dan yang terakhir adalah daftar isi. Isi merupakan bagian-bagian pemaparan penilis secara utuh yang merupakan jantung buku tersebut. Sedangkan halaman terahir biasanya berisi daftar pustaka, profil penulis, lampiran, indeks, dll. Lembaran-lembaran isi selanjutnya akan disatukan dan dijilid dengan sampul buku. Ada tiga macam jilid, yaitu jilid benang, jilid kawat, dan jilid lem panas (atau disebut binding). Penentuan jenis jilid biasanya dipengaruhi oleh ketebalan buku. Untuk buku-buku bacaan, sebagian besar memakai jilid lem panas (binding). Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa fisik buku memiliki bagian yang terdiri dari sampul buku dan tubuh buku. 2.6.1 Tingkat Kerusakan Dalam menilai tingkat kerusakan pada bahan pustaka dapat ditentukan melalui beberapa bagian pada fisik buku. Penilaian kondisi fisik ini menurut Razak (2004: 69) dibagi ke dalam 3 penilaian, seperti berikut: 0 1
= kondisi baik, tidak memerlukan perbaikan. = kondisi sedang, membuktikan adanya kerusakan, memerlukan beberapa perhatian (perbaikan) dengan segera. 2 = kondisi buruk, kerusakan berat, memerlukan perhatian (perbaikan) segera, tidak boleh digunakan. Penilaian tersebut dilakukan dengan berdasarkan pemeriksaan koleksi buku satu persatu terhadap kondisi sampul, jilidan dan kertas, serta dengan melihat kriteria sebagai berikut: A. Sampul 0 = baik, ciri-ciri: sampul masih baik; sampul tidak robek; punggung buku tidak robek, tidak ada halaman yang hilang; punggung buku terjilid dengan baik; sudut-sudut buku tidak robek, terlipat,dan tidak ada yang hilang. 1 = sedang, ciri-ciri: sampul masih baik, tapi sudah ada tanda-tanda pecah-pecah pada pungung buku baik bagian dalam maupun luar; sudut
12 Universitas Sumatera Utara
sampul ada yang robek atau melengkung, tapi belum ada yang terlepas; punggung buku sudah robek, tetapi tidak hilang. 2 = buruk, ciri-ciri: sampul atau cover rusak berat; sampul sudah tidak menjilid dengan baik (rusak); punggung buku sudah pecah-pecah dan memerlukan perhatian; sudut-sudut sampul robek, terlepas, dan hilang; punggung buku mengalami kerusakan berat, terlepas dari buku dan hilang. B. Jilidan 0 = baik, ciri-ciri: jahitan masih utuh; halaman terjilid dengan baik; tidak ada halaman yang hilang; perekat (lem) masih baik. 1 = sedang, ciri-ciri: benang jahitan sudah mulai rapuh, tapi tidak sampai putus; halam sudah kelihatan longgar, satu atau dua halaman sudah mulai lepas; perekat (lem) sudah mulai pecah-pecah. 2 = buruk, ciri-ciri: benang jahitan sudah ada yang putus; halaman sangat longgar dan lebih dari tiga halaman sudah terlepas; perekat (lem) kering dan pecah-pecah. C. Kertas 0 = baik, ciri-ciri: kertas tidak robek dan keriput; kertas tidak kotor; tidak kuning kecoklatan; tidak ada kertas yang robek atau patah pada saat sudut kertas dilipat perlahan; tidak ada kertas yang jatuh bila dibalik. 1 = sedang, ciri-ciri: ada bagian kertas yang robek atau ada sobekan kertas yang hilang; kertas kelihatan kotor; ada tanda-tanda kuning kecoklatan; tidak ada potongan kertas yang jatuh pada saat dibalik; kertas tidak patah atau robek saat sudut kertas ditekan perlahan. 2 = buruk, ciri-ciri: kertas ada sobekan yang hilang; kertas patah, berlubang, keriput; kertas kelihatan kotor; kertas berwarna kuning kecoklatan, ada potongan kertas yang jatuh pada saat dibalik; kertas patah pada saat kertas dites dengan cara dilipat. Sedangkan dalam buku Petunjuk Teknis Pelestarian Bahan Pustaka (1995: 8) kondisi bahan pustaka umumnya dapat di bagi menjadi 3 kelompok, yaitu: 1. Bahan pustaka yang masih dalam keadaan baik 2. Bahan pustaka yang sudah kotor, mengandung asam dan rapuh 3. Bahan pustaka yang sudah rusak secara fisik (cacat) seperti robek, berlubang, jilidan rusak dan lain-lain. Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa tingkat kerusakan pada bahan pustaka dapat di kelompokkan dalam keadaan baik, sedang dan buruk (kerusakan berat).
13 Universitas Sumatera Utara
2.7 Unsur-unsur Pelestarian Dalam melakukan pelestarian bahan pustaka ada berbagai unsur yang perlu diperhatiakan. Adapun berbagai unsur penting yang perlu diperhatikan menurut Martoatmodjo (1993: 7) adalah : 1. Manajemennya, perlu diperhatikan siapa yang bertanggung jawab dalam pekerjaan ini. Bagaimana prosedur pelestarian yang harus diikuti. Bahan pustaka yang akan diperbaiki harus dicatat dengan baik, apa saja kerusakannya, apa saja alat dan bahan kimia yang diperlukan dan sebagainya. 2. Tenaga yang merawat bahan pustaka dengan keahlian yang mereka miliki. Mereka yang mengerjakan pelestarian ini hendaknya mereka yang telah memiliki ilmu atau keahlian/keterampilan dalam bidang ini. Paling tidak mereka sudah pernah mengikuti penataran dalam bidang pelestarian dokumen. 3. Laboratorium, suatu ruang pelestarian dengan berbagai peralatan yang diperlukan, misalnya alat penjilidan, lem, alat laminasi, alat untuk fumigasi, berbagai sikat untuk membersihkan debu “Vacum Cleaner” dan sebagainya. Sebaiknya setiap perpustakaan memiliki ruang laboratorium sebagai “bengkel” atau gudang buat bahan pustaka yang perlu dirawat atau diperbaiki. 4. Dana untuk keperluan kegiatan ini harus diusahakan dan dimonitor dengan baik, sehingga pekerjaan pelestarian tidak akan mengalami gangguan. Pendanaan ini tentu tergantung dari lembaga tempat perpustakaan ini bernaung. Kalau tidak mungkin menyelenggarakan bagian pelestarian sendiri, dianjurkan diadakan kerja sama dengan perpustakaan lain. Ini dapat menghemat biaya yang besar. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pelestarian memiliki unsur penting yang harus diperhatikan seperti manajemennya, tenaga yang merawat, laboratorium dan dana dana yang dibutuhkan. 2.8 Faktor-faktor yang Dipertimbangkan dalam Pelestarian Sebelum melakukan pelestarian bahan pustaka, pustakawan harus mengetahui
berbagai
faktor
yang
harus
dipertimbangkan
agar
tidak
menghilangkan nilai informasi yang dikandungnya. Adapun faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam pelestarian bahan pustaka menurut buku Petunjuk Teknis Pelestarian Bahan Pustaka (1995: 18) tergantung dari: 1. Nilai bahan pustaka yang dimiliki: apakah koleksi yang dimiliki mempunyai nilai sejarah, nilai estetika atau koleksi langka. 2. Jenis bahan pustaka: ada bahan pustaka yang lebih cepat rusak dari pada yang lainnya. Hal ini akan membawa efek apakah bahan pustaka tersebut akan dilestarikan bentuk fisiknya saja dan kandungan 14 Universitas Sumatera Utara
informasinya dialihkan ke media lain seperti bentuk mikrofilm/mikrofis. 3. Kebutuhan pengguna jasa perpustakaan: apakah ada bahan pustaka yang terlalu sering digunakan atau sering dipinjam oleh pengguna jasa perpustakaan, sehingga selain ada bentuk mikronya perlu dibuatkan fotokopinya untuk memenuhi kebutuhan. 4. Tersedianya dana untuk program pelestarian. Berdasarkan slide mengenai Preservasi dan Konservasi Koleksi Perpustakaan dan Arsip oleh Salim-susetyo (2008), ada 4 aspek yang harus dipertimbangkan dalam kebijakan pemilihan pelestarian yaitu: 1. Kondisi fisik 2. Intensitas Penggunaan 3. Faktor kelangkaan bahan pustaka. 4. Nilai ekonomis, estetika, sejarah, maupun nilai lain yang terkandung di dalamnya. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam pelestarian bahan pustaka berdasarkan fisik, nilai yang dimiliki dan intensitas penggunaan. 2.9 Kategori Kerusakan Untuk dapat memberikan perlakuan terhadap bahan pustaka yang tepat, agar terhindar dari kerusakan, perlu memahami kategori kerusakan terlebih dahulu. Adapun kategori kerusakan menurut Harvey (1993: 25), sebagai berikut: 1. Kerusakan yang disebabkan ketidakstabilan yang melekat di dalam bahan. Kerusakan kategori pertama adalah kerusakan yang disebabkan sifat asam beberapa jenis kertas dan sifat peka cahaya perak yang melekat pada gambar/foto. 2. Kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan di luar bahan. Kerusakan yang termasuk kategori kedua adalah kerusakan yang dipengaruhi perubahan suhu (panas, lembap), aktivitas mikroorganisme (jasad renik seperti serangga), aktivitas binatang pengerat, polusi atmosfer, dan polusi yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Sedangkan menurut pendapat Martoatmodjo (1993: 36) kategori kerusakan secara garis besar dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Faktor kimia (internal), misalnya zat-zat kimia, keasaman, oksidasi. 2. Faktor eksternal meliputi faktor biologi, faktor fisika dan faktor-faktor lainnya.
15 Universitas Sumatera Utara
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa kategori kerusakan bahan pustaka terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. 2.9.1 Faktor Internal Faktor internal merupakan faktor perusak bahan pustaka yang disebabkan kandungan asam dalam kertas yang dapat mempercepat karusakan bahan pustaka. Menurut Martoatmodjo (1993: 46) “faktor internal yaitu kerusakan bahan pustaka yang disebabkan oleh faktor buku itu sendiri, yaitu bahan kertas, tinta cetak, perekat dan lain-lain”. Terjadinya reaksi oksidasi dan hidrolisis menyebabkan susunan kertas yang terdiri atas senyawa-senyawa kimia itu akan terurai. Oksidasi pada kertas yang terjadi karena adanya oksigen dari udara menyebabkan jumlah gugusan karbonat dan korboksil bertambah dan diikuti dengan memudarnya warna kertas. Hidrolisis adalah reaksi yang terjadi karena adanya air (H2O). Reaksi hidrolisis pada kertas mengakibatkan putusnya rantai polimer serat selulosa sehingga mengurangi kekuatan serat. Akibatnya kekuatan kertas berkurang dan kertas menjadi rapuh. Kandungan asam dalam kertas akan mempercepat kerusakan kertas karena asam akan mempercepat reaksi hidrolisis. Tinta merupakan salah satu sumber terbentuknya asam pada kertas, karena tinta dibuat dengan mencampur asam tanat dan garam besi serta ditambah dengan asam sulfat atau asam hidroklorida agar tetesan dapat melekat dengan baik. Selain itu sumber keasaman dapat juga berasal dari udara karena sifat kertas yang mudah menyerap gas-gas seperti Sulfur dioksida (SO2), Nitrogen dioksida (NO2), Karbon dioksida (CO2), dan gas lain seperti ozon. 2.9.2 Faktor Eksternal Faktor eksternal yaitu kerusakan bahan pustaka yang secara garis besar dapat disebabkan oleh lingkungan. Adapun beberapa faktor eksternal menurut Martoatmodjo (1993: 36) yaitu : 1. Faktor biologi, misalnya serangga (rayap, kecoa, kutu buku), binatang pengerat, jamur. 2. Faktor fisika, misalnya cahaya, udara/debu, suhu dan kelembaban. 3. Faktor-faktor lain, misalnya banjir, gempa bumi, api, manusia.
16 Universitas Sumatera Utara
2.9.2.1 Faktor Biologi Makhluk hidup seperti mikroorgnisme (jamur), insek dan binatang pengerat merupakan musuh utama kertas. Makhluk-makhluk ini terutama memilih kertas sebagai tempat hidup karena pada kertas tersedia makanan untuk kelangsungan hidup. Berdasarkan buku Pedoman Perawatan dan Pemeliharaan Fasilitas Perpustakaan (1992: 10-12) adapun faktor biologi yang mempengaruhi kerusakan bahan pustaka adalah: 1. Jamur (fungi) Fungi adalah tumbuhan yang tidak mempunyai chlorophyl. Mereka mengambil makanan dari makhluk hidup lain sebagai parasit atau dari bahan 24 organik mati sebagai sapropit. Sebagai sapropit mereka merupakan penyebab kerusakan yang hebat pada obyek yang mengandung selulosa seperti kertas. Fungi terdiri dari cabang-cabang halus yang disebut hypae, bentuknya seperti kapas (mycelium). Mycelium ini membentang seperti benang (rhizoid) dan menyebar di atas permukaan kertas tempat ia tumbuh. Fungi mempunyai buah (sporangium) yang berisi spora. Spora ini tidak dapat dilihat karena kecilnya dan ada dimana-mana. Spora dapat bertahan untuk waktu yang lama dan dengan cepat tumbuh jika kondisi memungkinkan, yaitu jika kelembaban udara lebih besar dari 70%. Fungi mempunyai akar (sporangiophores) yang mengeluarkan enzym yang dapat larut dalam substansi seperti tepung dan selulosa. Enzym ini menghidrolisa rantai panjang polimer selulosa menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil. Fungi ini juga memproduksi beberapa macam asam organik seperti asam oksalat, asam fumoric, sitrat yang menyebabkan asam dan asam menjadi rapuh. Pada tempat tumbuhnya fungi ini biasanya akan timbul noda yang sangat sukar dihilangkan. Noda merah kecoklatan pada kertas yang disebut “foxing” adalah oksida besi atau besi hidroksida yang terbentuk dari reaksi kimia antara partikel besi yang ada pada kertas dengan asam organik yang dihasilkan oleh fungi. Fungi yang merusak koleksi kertas dan koleksi museum lainnya umumnya dari spesies Aspergilus, Penicillium, Chaetonium, Tricho-derma, Fusarium, Cladosporium, dan Paecilomyces. 2. Insek (serangga) Insek sangat berbahaya bagi buku dan merupakan ancaman yang paling potensial, terutama dinegara-negara yang beriklim tropis seperti Indonesia. Insek seperti silverfish, kecoa, rayap, kutu buku dan bubuk buku (cacing buku) merupakan serangga pemusnah buku yang sudah umum dikenal orang. a. Silverfish (Thysanura) Binatang ini terdiri dari beberapa spesies, berbentuk kerucut, hidup pada malam hari dan larinya sangat cepat. Spesies yang umumnya terdapat di museum, perpustakaan dan arsip adalah: Lapisma Sccharina L. dan Thermobia Aegyptiaca L. terdapat dimana-mana 17 Universitas Sumatera Utara
dalam gudang, terutama pada sudut-sudut yang gelap dan lembab. Mereka berkembang biak dengan cepat sekali. Insek ini merusak buku karena memakan permukaan kertas dan perekat sehingga merusak jilid dan sampul. b. Kutu buku (book lice) Binatang ini sangat kecil, berwarna abu-abu atau putih, badannya lunak dan kepalanya relatif besar serta giginya sangat kuat. Binatang ini jarang ditemukan pada buku yang sering digunakan dan baru akan kelihatan kalau populasinya sudah banyak. Mereka memakan permukaan kertas dan perekat. Spesies yang paling umum adalah Lipocelis divinatorius. c. Bubuk buku (cacing buku), Book worm Binatang ini sangat merusak buku karena memakan hampir semua material yang ada pada buku. Mereka bertelur pada permukaan kertas atau disela-sela kertas dekat jilid buku dan menghasilkan larva yang sangat berbahaya bagi buku. Kerusakan yang ditimbulkan oleh larva ini adalah buku menjadi berlubang-lubang karena larva memakan kertas pada waktu mereka mencari jalan keluar, sehingga jalan yang dibuatnya menyerupai terowongan. d. Kecoa (Cokkroach), Dictyoptera, Blatta Orientalis (Ori- entails cockroach) dan Phyllodromia Blatta Americana (American cockroach) Binatang ini ada dimana-mana, warnanya coklat (seperti kayu mahoni), coklat kehitaman dan berbau. Mereka mencari makan pada malam hari dan memakan bahan-bahan yang ada pada buku, terutama sampul dan perekat. Kotorannya dapat meninggalkan noda yang sukar dihilangkan. e. Rayap (termite), Isoptera Rayap merupakan perusak yang paling berbahaya karena dapat menghabiskan buku dalam waktu yang singkat. Binatang ini hidup didaerah tropis dan subtropics seperti Indonesia, India, Malaysia dan lain-lain. Binatang ini berbadan lunak dan warnanya putih pucat. Karena bentuknya seperti semut, maka binatang ini disebut juga semut putih (white ant). Ada dua tipe rayap, yaitu rayap kering yang hidup dalam kayu (wood dwellers) dan rayap basah yang hidup dalam tanah (subteranian) mereka hidup berkelompok dalam koloni yang terorganisasi dengan rapi. Rayap subteranian membuat sarang dalam tanah untuk mencari makan melalui jalan yang mereka buat, kadang-kadang dapat menembus dinding tembok dan lantai bangunan. 3. Binatang pengerat Tikus juga merupakan binatang perusak buku yang cukup sulit diberantas. Mereka biasanya memakan buku-buku yang disimpan dalam gudang dan kadang-kadang kertas disobek-sobek dan dikumpulkan dan dijadikan sarang. Tindakan pencegahan untuk melindungi kertas dari serangan tikus adalah: tempat penyimpanan harus bersih dan kering serta selalu dikontrol secara berkala. Lubang-
18 Universitas Sumatera Utara
lubang yang memungkinkan tikus dapat masuk harus ditutup dengan rapat. Berdasarkan uraian di atas faktor biologi yang mempengaruhi kerusakan bahan pustaka adalah jamur, serangga dan binatang pengerat. Namun perusak bahan pustaka yang sering ditemukan adalah disebabkan oleh serangga. 2.9.2.2 Faktor Fisika Faktor fisika menyebabkan kerusakan koleksi yang disebabkan oleh debu, cahaya, suhu dan kelembaban. Jenis perusak bahan pustaka ini tidak boleh diabaikan, karena benar-benar dapat membawa kerusakan
yang besar.
Berdasarkan
fisika
Martoadmodjo
(1993:
44-45)
adapun
faktor
yang
mempengaruhi kerusakan bahan pustaka adalah: 1. Debu Debu dapat masuk secara mudah ke dalam ruang perpustakaan melalui pintu, jendela, atau lubang-lubang angin perpustakaan. Apabila debu melekat pada kertas, maka akan terjadi reaksi kimia yang meninggikan tingkat keasaman pada kertas. Akibatnya kertas menjadi rapuh dan cepat rusak. Disamping itu, apabila keadaan ruang perpustakaan lembab, debu bercampur dengan air lembab itu akan menimbulkan jamur pada buku. Debu dari jalan yang mengandung belerang atau debu dari knalpot kendaraan memiliki daya rusak yang paling tinggi. Debu tersebut sangat mudah bersenyawa dengan kertas, apalagi pada ruangan yang lembab. Untuk menghindari kerusakan bahan pustaka yang disebabkan oleh debu, perpustakaan hendaknya selalu bebas dari debu. Caranya ialah dengan selalu membersihkan ruang perpustakaan. Alat pembersih yang paling bagus untuk bahan pustaka adalah vacuum cleaner. 2. Suhu dan Kelembaban Kerusakan kertas yang diakibatkan oleh suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan perekat pada jilidan buku menjadi kering, sedangkan jilidannya sendiri menjadi longgar. Suhu yang tinggi itu dapat mengakibatkan kertas menjadi rapuh, warna kertas menjadi kuning. Sebaliknya, apabila lembab nisbi terlalu tinggi, buku akan menjadi lembab sebagai akibatnya buku mudah diserang jamur, rayap, kecoa, kutu buku, dan ikan perak. Suhu yang tidak terlalu ekstrim seperti di Indonesia, tidak begitu berpengaruh pada kekuatan kertas. Masalah baru timbul karena di Indonesia mempunyai kelembaban udara relative tinggi. Jika udara lembab, maka kandungan air dalam kertas akan meningkat. Hubungan suhu dan kelembaban sangat erat. Jika suhu naik, kelembaban turun dan kandungan air dalam kertas akan berkurang sehingga kertas menyusut. Serat selulosa saling tarik-menarik pada proses penyusutan.
19 Universitas Sumatera Utara
Ruangan dengan kelembaban tinggi dapat menimbulkan kerusakan pada bahan pustaka. Jamur dapat tumbuh dengan subur dalam kondisi yang lembab. Kertas lembab akan terjadi reaksi kimia antara zat yang tersisa dalam pembuatan kertas dengan air mengakibatkan kertas akan menjadi rapuh dan mudah robek. Udara lembab yang dibarengi dengan suhu udara yang cukup tinggi menyebabkan asam yang ada pada kertas terhidroksi, bereaksi dengan partikel logam dan memutuskan rantai ikatan kimia selulosa. Kertas basah lembab tidak boleh dijemur, tetapi harus dianginkan pelan-pelan menurut tingkat kebasahannya. Kertas yang sangat basah tidak boleh di hembus keras. Penghembusan angin cukup keras hanya dapat diberikan pada kertas yang sudah hampir kering. Buku yang jatuh ke air harus dibuka jilidannya, kemudian dikeringkan lembar perlembar agar tidak lengket antara lembar yang satu dan lainnya. Setelah buku tersebut benar-benar kering kemudain dijilid kembali. 3. Cahaya Kertas yang rusak akan berubah warna menjadi kuning dan rapuh akhirnya rusak. Hindarilah sinar ultra violet (sinar matahari) yang masuk langsung ke perpustakaan. Kerusakan yang terjadi karena pengaruh sinar ultra adalah memudarnya tulisan, sampul buku, dan bahan cetak. Kertas yang terkena sinar matahari akan menjadi rapuh. Proses kerusakan akan dipercepat dengan adanya uap air dan oksigen dalam udara, sehingga menimbulkan perubahan warna. Buku menjadi kuning kecoklatan dan kadar kekuatan serat pada kertas menurun. Bahan audiovisual lainnya seperti piringan hitam, kaset audio maupun video akan rusak jika kepanasan. Demikian pula disket komputer. Solusi untuk menghindarinya hendaknya diusahakan kain gorden sehingga panas atau sinar yang masuk ke perpustakaan dapat diatur. Sinar alami cukup bagus, tetapi tidak dapat dikontrol dengan mudah. Negara maju, penerangan perpustakaan menggantungkan pada sinar listrik karena mudah dikontrol. Lampu pada ruang rak buku hanya dinyalakan pada saat diperlukan. Tindakan ini dapat menghemat listrik. AC selalu dihidupkan, sehingga kebersihan, kelembaban dan temperature dapat terkontrol terus. Berdasarkan pernyataan di atas faktor fisika yang mempengaruhi kerusakan bahan pustaka adalah debu, suhu dan kelembaban serta cahaya. 2.9.2.3 Faktor Lain Selain itu faktor lain yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pustaka adalah sebagai berikut: 1. Manusia Manusia merupakan penyebab kerusakan yang berasal dari luar. Menurut buku Petunjuk Teknis Pelestarian Bahan Pustaka (1995: 7) kerusakan yang disebabkan oleh manusia yaitu “karena penanganan dan penggunaan bahan 20 Universitas Sumatera Utara
pustaka, teknik penjilidan, prosedur penyusunan pada rak, pengolahan, sirkulasi, bagaimana staf dan pengguna jasa perpustakaan memegang bahan pustaka dan lain-lain”. Kerusakan yang terjadi dapat bersifat kimiawi, seperti memegang bahan pustaka pada saat tangan kotor dan berminyak sehingga menimbulkan noda. Tinta dan perekat yang mengandung asam akan merusak kertas. Pengguna perpustakaan sengaja atau tidak sengaja, membuat lipatan sebagai tanda batas baca atau melipat buku ke belakang. Lem perekat pada punggung buku untuk memperkokoh penjilidan berakibat dapat terlepas sehingga lembaran-lembaran buku akan terpisah dari jilidannya. Kecerobohan manusia lain misalnya sehabis makan tidak membersihkan tangan dahulu menyebabkan buku menjadi kotor. Apabila buku dipegang dengan tangan kotor atau berminyak, buku akan bernoda. Kotoran yang melekat pada tangan akan berpindah ke buku. Penempatan buku yang terlalu padat di rak akan menyebabkan punggung dan kulit buku rusak. 2. Bencana Alam Bencana alam seperti kebakaran atau banjir, dapat mengakibatkan kerusakan koleksi bahan pustaka dalam jumlah besar dan dalam waktu yang relative singkat. Pustakawan diharapkan mampu menekan sekecil mungkin akibat dari bencana alam tersebut. Menurut Martoatmodjo (1993: 47) dalam menanggulangi bahaya api maka faktor yang perlu di perhatikan antara lain: 1) 2) 3) 4)
Alat-alat dalam gedung digunakan yang tahan api, Mempersiapkan alat pemadam kebakaran, Dilarang merokok di dalam ruangan perpustakaan, dan Pemakaian peralatan listrik harus hati-hati.
Bahaya banjir merupakan musibah yang sering melanda beberapa tempat di Indonesia. Bahan pustaka yang rusak oleh air harus diperbaiki dengan cara dikeringkan atau dianginkan. 2.10 Cara-cara Pelestarian dan Penanganan Bahan Pustaka 2.10.1 Pencegahan Kerusakan Bahan Pustaka Setiap perpustakaan pasti membutuhkan perawatan dan pencegahan bahan pustaka. bahan pustaka merupakan salah satu unsur yang sangat berpengaruh
21 Universitas Sumatera Utara
dalam sebuah perpustakaan sehingga membutuhkan pelestarian dan perawatan agar bahan pustaka tidak cepat mengalami kerusakan. Setiap pustakawan harus dapat mencegah terjadinya kerusakan bahan pustaka. 1. Tujuan pencegahan kerusakan bahan pustaka: Dalam melakukan pelestarian bahan pustaka, pustakawan juga harus mengetahui cara mencegah kerusakan bahan pustaka serta tujuan dilakukannya pencegahan kerusakan. Adapun tujuan dilakukannya pencegahan kerusakan bahan pustaka menurut Martoatmodjo (1993: 68) yaitu: a. Kerusakan yang lebih hebat dapat dihindarkan. Koleksi yang dimakan oleh serangga atau dirusak binatang mengerat dapat diselamatkan; b. Koleksi yang terkena penyakit, misalnya terkena jamur dapat diobati, yang terkena kerusakan kecil dapat diperbaiki; c. Koleksi yang masih baik dan dapat terhindar dari penyakit maupun kerusakan lainnya; d. Kelestarian fisik bahan pustaka terjaga; e. Kelestarian informasi yang terkandung dalam bahan pustaka tersebut dapat terjaga; f. Pustakawan atau pegawai yang bekerja di perpustakaan sadar bahwa bahan pustaka bersifat rawan kerusakan; g. Para pemakai terdidik untuk berhati-hati dalam menggunakan buku, serta ikut menjaga keselamatannya; h. Semua pihak baik petugas perpustakaan maupun pemakai perpustakaan selalu menjaga kebersihan lingkungan. 2. Berbagai usaha pencegahan kerusakan bahan pustaka Hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk menciptakan lingkungan yang baik dalam upaya melindungi bahan pustaka dari kerusakan berdasarkan buku Pedoman Perawatan dan Pemeliharaan Fasilitas Perpustakaan (1992: 15-19) adalah: 1. Pengamanan (sekuriti) Untuk melindungi bahan pustaka dari pencurian, maka perlu diambil langkah-langkah sebagai berikut: a. Pemasangan alarm sistem, terutama untuk menghindari pencurian pada jam-jam kantor b. Perlu pemeriksaan identitas pemakai jasa perpustakaan c. Perlu dipasang pengumuman bahwa pengunjung perpustakaan dilarang membawa tas, mantel, payung ke dalam ruang baca. Bila perlu diadakan pemeriksaan pada pengunjung yang keluar dari ruang baca.
22 Universitas Sumatera Utara
2.
3.
4.
5.
6.
d. Pengecekan pada bahan pustaka yang ada dalam ruang penyimpanan dan ruang baca untuk mengetahui lebih dini adanya koleksi yang hilang. Mencegah bahaya kebakaran Kebakaran dapat memusnahkan bahan pustaka dalam waktu yang singkat, oleh sebab itu kebakaran ini harus dihindari dengan jalan: a. Memasang smoke detector pada tiap ruangan dalam perpustakaan b. Instalasi listrik harus diperiksa secara awal c. Dilarang keras merokok di dalam perpustakaan d. Alat pemadam api harus dipasang ditempat-tempat yang mudah dijangkau. Mencegah kerusakan karena air Air dapat merusak bahan pustaka seperti halnya api. Air dapat berasal dari reservoir pemadam kebakaran, pipa yang bocor, atap yang bocor, kebanjiran dan sebagainya. Untuk menghindari kerusakan karena air, maka sebelum memasukkan bahan pustaka ke dalam suatu ruangan, harus dilakukan penyempurnaan sebagai berikut: a. Memperbaiki atap yang bocor b. Tidak boleh ada sambungan pipa air pada tembok bangunan karena pada sambungan pipa ini ada kemungkinan terjadi kebocoran. Memilih material yang dipakai dalam ruang penyimpanan Rak-rak buku sebaiknya terbuat dari logam. Hindari menggunakan kayu (kecuali kayu jati), karena kayu tersebut mengundang serangga dan mengeluarkan asam organik yang berbahaya bagi bahan pustaka. Demikian juga halnya dengan bahan-bahan seperti karton dan plastik murahan. Karton sangat disukai oleh rayap dan mengeluarkan asam klorida dan plastik selulosa asetat mengeluarkan asam asetat. Asamasam tersebut dapat melemahkan struktur kertas. Mencegah kerusakan karena pengaruh cahaya Untuk melindungi bahan pustaka dari kerusakan karena pengaruh cahaya, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: a. Memperkecil intensitas cahaya yang digunakan dalam gudang dan ruang baca. Intensitas cahaya yang diizinkan untuk kertas adalah 50 lux. b. Memperpendek waktu pencahayaan c. Menghilangkan radiasi ultra violet yang dapat menimbulkan reaksi foto kimia pada kertas dari sumber cahaya. Mencegah kerusakan karena pengaruh suhu dan kelembaban udara Untuk perpustakaan kelembaban dan suhu udara yang ideal adalah 4560% RH dan 20-24 derajat celcius. Satu-satunya cara untuk mendapatkan kondisi seperti ini menggunakan AC terpusat karena biaya operasinya mahal. Yang harus diperhatikan oleh instansi yang mampu memasang AC sentral adalah: AC harus terus-menerus berfungsi selama 24 jam sehari. Jika difungsikan hanya setengah hari saja (siang hari dihidupkan dan malam hari dimatikan) maka kelembaban dalam ruangan akan berubah-ubah. Kondisi seperti ini malah akan mempercepat kerusakan kertas.
23 Universitas Sumatera Utara
7. Mencegah kerusakan kertas karena pengaruh faktor biotis Tindakan preventif untuk mencegah tumbuhnya jamur dan berkembang biaknya insek adalah memeriksa kertas dan buku secara berkala, membersihkan tempat penyimpanan, menurunkan kelembaban udara dan buku-buku tidak boleh disusun terlalu rapat pada rak-rak, karena menghalangi sirkulasi udara untuk mencegah menularnya jamur atau insek yang datang dari luar, sebaiknya buku-buku yang baru dibeli atau diterima dari pihak lain difumigasi terlebih dahulu sebelum disimpan bersama-sama dengan buku-buku yang lainnya. Pada rak-rak buku diletakkan bahan yang berbau seperti kanfer, naftalen, para dichloro benzene, campuran chloroform, para dichloro benzene dan naftalen (CCN) untuk mengusir insek. Untuk mencegah tumbuhnya jamur, pada sela-sela kertas diselipkan kertas tissue yang sebelumnya sudah dicelupkan dalam larutan fungisida seperti lindane atau thymol. Tindakan ini sebaiknya dilakukan pada musim hujan, karena kelembaban udaranya relatif tinggi. 8. Mencegah kerusakan karena pengaruh faktor kimia debu dan logam dari udara Bahan-bahan pencemar udara seperti gas-gas pencemar, debu dan partikel logam dalam udara yang dapat merusak kertas dapat dikurangi dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Ruangan menggunakan AC, karena dalam AC terdapat filter untuk menyaring udara dan biasanya ruangan yang ber AC selalu tertutup rapat b. Di dalam ruangan dipasang alat pembersih udara (air cleaner). Di dalam alat ini terdapat bahan karbon aktif untuk menyerap gas-gas pencemar udara, dan juga terdapat filter untuk membersihkan udara dari pertikel debu c. Menyimpan dan menata kertas dan buku dalam lemari kaca atau untuk kertas lembaran disimpan dalam kotak-kotak karton bebas asam d. Membersihkan kertas dan buku dari debu dengan vacuum cleaner secara berkala dan teratur. 9. Fumigasi Fumigasi berasal dari kata “fumigation” atau “to fumigati” yang artinya mengasapi atau megasap. Menurut buku Petunjuk Teknis Pelestarian Bahan Pustaka, (1995: 75) bahwa: fumigasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk megasapi bahan pustaka dengan menggunakan uap atau gas peracun membasmi serangga atau jamur yang menyerang bahan pustaka yang ada di perpustakaan. Bahan yang digunakan untuk membunuh serangga dan jamur disebut fumigant yang dapat berbentuk padat, cair atau gas. Pada
24 Universitas Sumatera Utara
pelaksanaanya fumigant akan menjadi uap atau gas pada tekanan dan suhu kamar tertentu. 2.10.2 Penanganan Bahan Pustaka Sebagai pustakawan kita harus dapat memperbaiki dokumen yang rusak, baik itu kerusakan kecil maupun kerusakan yang berat. Perpustakaan sebaiknya memiliki ruangan khusus untuk melakukan pekerjaan ini. Menambal buku berlubang oleh larva kutu buku atau sebab lainnya, menyambung kertas yang robek, atau menambal halaman buku yang koyak adalah pekerjaan yang mesti dapat dikerjakan. Mengganti sampul buku yang rusak total, menjilid kembali, atau mengencangkan penjilidan yang kendur adalah pekerjaan yang harus dikuasai oleh restaurator. Berbagai macam kerusakan yang lain yang mungkin terjadi, tidak boleh ditolak oleh bagian pelestarian ini. Menurut Martoatmodjo (1993: 52-57) cara mengerjakan perbaikan bahan pustaka yang rusak adalah sebagai berikut: 1. Menambal kertas Larva kutu buku sering membuat lubang pada buku, dari halaman depan sampai belakang. Kecoa atau ikan perak juga sering memakan kertas, sehingga kertas tersebut menjadi berlubang atau robek. Kerusakan dapat pula terjadi pada bahan pustaka yang sering dipakai. Karena sering dipakai, bahan pustaka menjadi tipis pada bagian lipatan. Kerusakan tersebut dapat diperbaiki dengan menambalnya. Ada 2 jenis penambalan bahan pustaka yang selama ini dikenal, yaitu penambalan karena kertas berlubang dan penambalan karena kertas robek memanjang. Kertas yang berlubang disebabkan oleh larva kutu buku. Jika tidak terlalu parah, dapat ditutup dengan bubur kertas tanpa mengganggu isi buku. Rendam kertas yang baik dan bersih dengan air suling pada pH 5,5 sampai 8,5. Kemudian diblender sampai menjadi bubur kertas yang halus. Kertas yang akan ditambal diletakkan di atas kertas penyerap. Tutup lubang secukupnya, ratakan, olesi lem kanji, tutup dengan kertas penyerap, kemudian dipres dan dikeringkan. Setelah kering lubang kertas sudah tertutup. Penambalan kertas yang robek memanjang dapat di lakukan dengan 2 cara, yaitu : a. Penambalan dengan kertas Jepang (sejenis kertas untuk laminasi) b. Penambalan dengan kertas tisue Menambal dengan kertas Jepang dikerjakan bila ada halaman buku yang robek, baik robeknya lurus maupun tidak lurus. Penambalan ini dapat di lakukan jika robeknya hanya sepanjang 3 cm sampai dengan di atas 10 cm. Kerusakan itu harus segera diperbaiki, kalau tidak robeknya akan merambat dan mengakibatkan separuh halaman hilang. Kerusakan menjadi parah. Untuk menghindari keadaan 25 Universitas Sumatera Utara
semacam ini, buku yang halamannya robek hendaknya ditarik dari peredaran, dan dikirim ke bagian perbaikan (preservasi). 2. Memutihkan kertas. Kertas yang terkena debu atau lumpur akan berwarna kecoklatan. Ini dapat diputihkan dengan menggunakan berbagai zat kimia, seperti : a. Chloromine T Chloromine T 2,5% dilarutkan ke dalam air, kertas yang akan diputihkan diletakkan di atas kertas penyerap, kemudian diolesi dengan larutan di atas. Cara ini dapat diulang sampai noda atau warna putih yang dikehendaki tercapai. Keuntungan penggunaan zat ini adalah tidak meninggalkan residu yang berbahaya pada kertas. b. Gas Chlorodioksida Penggunaan gas untuk memutihkan bahan cetakan cukup baik. Seperti pada Chloromine T, gas ini dilarutkan di dalam air dengan cara mengalirkannya. Kertas yang akan diputihkan dicelupkan ke dalam larutan selama 5 menit kemudian diangkat. Agar kertas tidak robek, dapat dibantu penyangga kaca. Kemudian dimasukkan ke air bersih untuk membilas larutan gas Chlorodioksida yang masih menempel di kertas. Tes dahulu apakah tintanya luntur atau tidak. Kalau kertasnya luntur, hanya pada titik noda saja yang diputihkan dengan kuas. c. Natrium Chlorida Cara membuatnya ialah dengan mengambil 20 gram NaCl dan dimasukkan ke dalam 3 liter air pada suatu bejana.Kemudian tambahkan 75 ml formaldehida 40%. Rendam kertas yang akan diputihkan sampai noda hilang atau tingkat keputihan yang dikehendaki dicapai. Dengan bantuan kaca, ambil lembaran kertas tadi dan bilas dalam air bersih, agar residu zat pemutihnya hilang. d. Potasium Permanganate Bahan yang dipergunakan adalah KMnO4 0,5-5% dilarutkan ke dalam air. Lembaran yang akan diputihkan direndam di dalamnya selama 5 menit. Kemudian dimasukkan pada bak kedua yang telah diisi air dengan larutan natrium tiosulfat 5% untuk menghilangkan warna coklat larutan KMnO4. Selanjutnya kertas dimasukkan ke dalam air bersih untuk menghilangkan residunya. e. Natrium Hipochlorite Bahan ini bereaksi sangat lambat, karena itu baik untuk kertas. Tetapi kita harus selalu memperhatikan pH yaitu 11. Untuk mendapatkan pH yang dikehendaki perlu dipakai larutan penyangga. Tanpa larutan penyangga, pH akan menurun (kadarnya naik). Pakailah larutan penyangga sehingga pH tidak turun melampaui angka 7. f. Hidrogen Peroksida Bahan ini bereaksi cepat, biasanya disimpan dalam konsentrasi 30 % di dalam botol atau dalam kaleng tertutup. Bahan ini tidak tahan terhadap sinar matahari. Kadarnya akan turun jika terkena sinar matahari, karena itu harus disimpan di tempat yang gelap. Sebaiknya kertas yang akan diputihkan sudah diturunkan kadar keasamannya.
26 Universitas Sumatera Utara
Hidrogen peroksida 30% dibuat H2O2 5-10% dengan ditambah amoniak sampai pH-nya antara 9,5-10,5. Masukkan kertas yang akan diputihkan ke dalam larutan tersebut sampai tingkat keputihan yang dikehendaki tercapai. Setelah cukup, angkat kertas tersebut dan bersihkan dengan air bersih dengan merendamnya selama 30 menit. Kemudian dianginkan sampai kering. Pemutihan kertas ini lebih bersifat sekedar menghilangkan noda pada kertas daripada memutihkan lembaran buku yang sudah ditulisi, baik tulisan cetak, maupun tulisan tangan. Tetapi kalau memang dianggap sangat perlu, dapat juga seluruh halaman dari suatu buku diputihkan. 3. Mengganti halaman yang robek Halaman yang robek dan robekannya tak dapat diperbaiki dengan menambalnya, atau sudah hilang, harus diganti dengan membuatkan foto kopinya. Foto kopi tersebut dipotong sesuai dengan luas halaman buku. Kemudian disisipkan dan ditempelkan dengan lem secara hatihati pada bagian yang hilang. Karena penyisipan di lakukan pada buku yang terjilid, ada kemungkinan terjadi kelebihan lebar halaman tambahan tersebut.Untuk itu kelebihan perlu dipotong. Agar tidak perlu memotong pada akhir pekerjaan, sebaiknya kertas yang akan disisipkan dikurangi lebarnya pada bagian yang akan ditempelkan. Sedangkan waktu menyisipkannya pinggiran kertas diratakan dengan kertas halaman buku yang ada.Ini lebih mudah dan hasil akhir dapat rata, karena sudah disesuaikan dengan ukurannya. 4. Mengencangkan benang jilidan yang kendur Kalau masih belum terlalu parah, kita cukup mengencangkan benang yang menjadi longgar dengan menariknya. Dengan jarum benang kita jahit dan matikan benag yang longgar tadi. Kalau sudah terlalu parah bukalah kertas pelindung dan sampul buku sekaligus. Lihat benangnya.Kencangkan yang longgar, sambung yang putus, atau ganti benang dengan menjilidnya lagi. Setelah itu,pasanglah lembar pelindung dan smpulnya lagi. Kalau ada yang rusak waktu dibongkar tadi, maka gantilah dengan lembar pelindung yang baru. 5. Memperbaiki punggung buku, engsel, atau sampul buku yang rusak. Dengan alat-alat penjilidan yang sederhana, berbagai kerusakan di atas dapat diperbaiki. Seperti pada perbaikan benang jilidan diatas, maka kerusakan punggung buku, engsel buku dan sampul buku harus di lakukan dengan membongkar buku yang rusak itu, kemudian perbaiki atau menggantinya dengan yang baru.
27 Universitas Sumatera Utara