BAB II TINJAUAN LITERATUR
2.1.
Evaluasi
2.1.1
Pengertian Evaluasi Kata evaluasi merupakan salah satu kosa kata dalam istilah bahasa
Indonesia. Menurut Echols dan Shadily (2000) pada awalnya evaluasi merupakan sebuah kosa kata serapan dari bahasa Inggris yaitu evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (p.202). Kata evaluasi seringkali digunakan dalam sebuah penilaian dan perkiraan hasil mengenai suatu objek tertentu. Dalam hal ini Ajick (2009), menyatakan bahwa “Evaluasi adalah penggunaan teknik penelitian untuk mengukur kebutuhan pemakai serta tujuan–tujuan yang dapat mencapai suatu program dalam proses mengoleksi, menganalisis dan mengartikan informasi atau sebagai bentuk instruksi” (p.2). Pemahaman mengenai evaluasi sangat berbeda–beda sesuai dengan pengertian para pakar evaluasi.Uzer (2003), menyatakan: Evaluasi adalah suatu proses yang ditempuh seseorang untuk memperoleh informasi yang berguna untuk menentukan mana dari dua hal atau lebih yang merupakan alternatif yang diinginkan, karena penentuan atau keputusan semacam ini tidak diambil secara acak, maka alternatif – alternatif ini harus diberikan nilai relatif, karenanya pemberian nilai itu harus proses pengambilan keputusan (p.120). Stufflebeam dikutip oleh Lababa (2008), evaluasi adalah “the process of delineating, obtaining, and providing useful information for judging decision alternatives”. Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa evaluasi merupakan proses yang menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif kepuasan. Evaluasi juga meliputi mengukur dan menilai yang digunakan dalam rangka pengambilan keputusan suatu penelitian. Hubungan antara suatu pengukuran dan penilaian yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Mengukur pada hakikatnya adalah membandingkan sesuatu objek tertentu dengan atau atas
Universitas Sumatera Utara
dasar ukur atau kriteria tertentu, misalnya sentimeter, meter, kilometer, dan sebagainya. Pengukuran pada dasarnya bersifat kuantitatif. Menilai adalah pengambilan keputusan terhadap sesuatu berdasarkan ukuran baik atau buruknya, sehat atau sakit, pandai atau bodohnya dan masih banyak lagi. Dan pada dasarnya penilaian bersifat kuantitatif. Pendapat lain mengenai evaluasi disampaikan oleh Arikunto (2004) bahwa: Evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menemukan alternatife yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah menyediakan informasiinformasi yang berguna bagi pihak dection maker untuk menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan (p.1). Berdasarkan pengertian–pengertian yang dikemukan oleh para ahli dapat disimpulkan evaluasi adalah suatu proses atau kegiatan dalam penilaian dan pengukuran sebuah pelayanan jasa tertentu, dimana untuk menilainya dapat di lihat dari dampak atau hasil sebuah pelayanan tersebut. Oleh karena itu, jika mencapai sebuah keberhasilan kita juga mencapai sebuah efektifitas dan efesiensi. Menurut Sudharsono dikutip oleh Lababa (2008:2) menyatakan bahwa efektifitas adalah sebuah perbandingan antara output dengan input sedangkan efisiensi adalah taraf pendayagunaan input untuk mengahasilkan output lewat suatu proses”. 2.1.2
Tujuan Evaluasi Sebuah kegiatan atau sebuah pekerjaan pasti ada tujuan yang ingin kita
capai melakukan evaluasi terhadap suatu objek tertentu. Adapun menurut Arikunto (2002) “tujuan evaluasi adalah tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan kepada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus lebih difokuskan pada masing-masing komponen” (p.13). Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa tujuan dari sebuah evaluasi adalah untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan telah tercapai dan memberikan umpan balik yang baik atau memberikan umpan balik yang buruk.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3
Fungsi Evaluasi Sejalan dengan tujuan evaluasi juga mempunyai fungsi yang dianggap
penting dalam melakukan sebuah penilaian terhadap suatu objek tertentu. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi para pemimpin untuk mengambil kebijakan yang akan diambil berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan. Oleh karena itu evaluasi yang dilakukan diharapkan menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya. Adapun menurut Crawford (2000) menyatakan fungsi evaluasi adalah : 1. untuk mencapai mengetahui apakah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai dalam kegiatan 2. untuk memberikan objektivitas pengamatan terhadap perilaku hasil 3. untuk mengetahui kemampuan dan menentukan kelayakan 4. untuk memberikan umpan balik bagi kegiatan yang dilakukan (p.30). 2.1.4
Teknik Evaluasi Teknik adalah suatu cara atau proses untuk mencapai sebuah hasil. Jika
teknik evaluasi adalah cara yang digunakan untuk melakukan penilaian atas sebuah objek yang akan diteliti, berdasarkan hasil akhirnya atau dampak dari adanya objek tersebut. Ada banyak cara penilaian yang dapat dilakukan secara saling melengkapi dengan kompetensi yang dinilai antara lain tes, observasi, penugasan, inventori jurnal. Menurut Sudijono (2006) ada dua macam teknik evaluasi: 1. Teknik tes Teknik tes adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuraan dan penilaian dibidang pendidikan yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas baik berupa pertanyaanpertanyaan atau perintah-perintah oleh tes sehingga dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku dengan nilai-nilai yang dicapai oleh tes lainnya atau dibandingkan dengan nilai standar tertentu. 2. Teknik non teknis Dengan teknik non tes, maka penilaian atau evaluasi dilakukan dengan tanpa menguji peserta (p.67). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa teknik tes adalah teknik pengukuran dan penilaian dibidang pendidikan. Dimana penilaiannya melalui
Universitas Sumatera Utara
pertanyaan-pertanyaan yang dilakukan untuk pengujian dengan menghasilkan nilai sehingga nilai tersebut nantinya dibandingkan dengan nilai standar. Sedangkan menurut Zaini dalam Qomari (2008) mengelompokkan tes sebagai berikut: 1. Menurut bentuknya: secara umum terdapat dua bentuk tes objektif dan tes subjekti. Tes objektif adalah bentuk tes yang diskor secara objektif. Disebut objektif karena kebenaran jawaban tes tidak berdasarkan pada penilaian dari korektor tes. Tes dalam bentuk ini menyediakan beberapa opition untuk dipilih peserta tes, yang setiap butirnya memiliki satu jawaban yang benar. Tes subjektif adalah tes yang diskor dengan memasukkan penilaian dari korektor, tes jenis ini atara lain: tes esai, lisan. 2. Menurut ragamnya: tes esai dapat diklasifikasi menjadi tes esai terbatas (retricted essay), dan tes esai bebas (extended essay). Butir tes objektif menurut ragamnya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: tes benarsalah, tes menjodohkan dan tes pilihan ganda (p.8). Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa teknik evaluasi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu menurut bentuknya, dan menurut ragamnya. 2.1.5 Prinsip Evaluasi Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian dalam Bekti (2012) evaluasi didasarkan pada prinsipprinsip sebagai berikut: 1. Sahih, berarti evaluasi didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur. 2. Objektif, berarti evaluasi didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai. 3. Adil, berarti evaluasi tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender. 4. Terpadu, berarti evaluasi merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran. 5. Terbuka, berarti prosedur evaluasi, kriteria evaluasi, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan. 6. Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti evaluasi mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik. 7. Sistematis, berarti evaluasi dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.
Universitas Sumatera Utara
8. Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan. 9. Akuntabel, berarti evaluasi dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa sebuah evaluasi mempunyai prinsip–prinsip yang dijadikan sebagai landasan sebuah evaluasi. Adapun prinsip–prinsip evaluasi tersebut adalah sahih, objektif, adil, terpadu, terbuka, menyeluruh, sistematis, beracuan kriteria, dan akuntabel. 2.2.
Evaluasi Pelayanan Menurut Perpustakaan Nasional RI (1999) dalam buku Pedoman umum
pengelolaan koleksi perpustakaan perguruan tinggi, bahwa “evaluasi pelayanan adalah penilaian untuk mengetahui seberapa jauh pelaksanaan kegiatan sesuai dengan standar pelayanan”. Tujuannya adalah untuk melihat kembali tingkat keakuratan dan ketepatan penerapan standar pelayanan yang sudah disusun dengan proses penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi, sehingga organisasi dapat berjalan secara efisien dan efektif. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi pelayanan suatu penilaian terhadap suatu hasil pelaksanaan layanan pada sebuah lembaga atau organisasi. Dengan tujuan untuk mengetahui seberapa jauh tercapai pelaksanaan tersebut sesuai dengan standar pelayanan. 2.3.
Pelayanan Perpustakaan Sebuah perguruan tinggi baik negeri maupun swasta pasti memiliki sebuah
perpustakaan, dimana perpustakaan tersebut memiliki pelayanan perpustakaan. Menurut
Perpustakaan Nasional RI (1999)
dalam buku Pedoman umum
pengelolaan koleksi perpustakaan perguruan tinggi pelayanan perpustakaan pada umumnya adalah “pelayanan sirkulasi, rujukan (referensi ), majalah, penelusuran pustaka, fotokopi, dan kerjasama antara perpustakaan”(p.33). Setiap organisasi yang menawarkan jasa kepada penggunanya harus menggunakan layanan yang disediakan untuk memberikan umpan balik yang baik bagi penggunanya.
Universitas Sumatera Utara
Adapaun menurut UU no. 43 tahun 2007 pada bab v pasal 14 dinyatakan bahwa: 1.
Layanan perpustakaan dilakukan secara prima dan berorientasi bagi kepentingan pemustaka. 2. Setiap perpustakaan menerapkan tata cara layanan perpustakaan berdasarkan standar nasional perpustakaan. 3. Setiap perpustakaan mengembangkan layanan perpustakaan sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. 4. Layanan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan melalui pemanfaatan sumber daya perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan pemustaka. 5. Layanan perpustakaan diselenggarakan sesuai dengan standar nasional perpustakaan untuk mengoptimalkan pelayanan kepada pemustaka. 6. Layanan perpustakaan terpadu diwujudkan melalui kerja sama antarperpustakaan. 7. Layanan perpustakaan secara terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan melalui jejaring telematika. Sedangkan menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam buku Pedoman Umum Perpustakaan Perguruan Tinggi (1979) dijelaskan bahwa pengelompokan program kerja pelayanan di perpustakaan perguruan tinggi sebagai berikut: 1. Kelompok kegiatan kerja pelayanan teknis Yaitu kegiatan kerja yang dilakukan untuk melaksanakan pelayanan informasi dalam program pelayanan teknis, yang terdiri atas kegiatan kerja pengadaan, inventarisasi, klasifikasi, katalogisasi dan pemeliharaan koleksi. 2. Kelompok kegiatan kerja pelayanan pemakaian, yaitu kegiatan kerja yang dilakukan untuk melaksanakan pelayanan informasi dalam program pelayanan pemakai, yang terdiri atas kegiatan kerja sirkulasi koleksi, pelayanan referensi, pendidikan pemakai, dan penyebarluasan informasi. 3. Kelompok kegiatan kerja pelayanan administrasi, yaitu kegiatankegiatan kerja yang dilaksanakan untuk mendukung secara administratif kelancaran seluruh kelompok kegiatan kerja di perpustakaan perguruan tinggi. Kelompok kegiatan ini meliputi kegiatan–kegiatan administratif ketatausahaan, administrasi perlengkapan, administrasi keuangan, administrasi kerumah–tanggaan dan administrasi kepegawaian.
Universitas Sumatera Utara
4. Kelompok kegiatan kerja pengelolaan, yaitu kegiatan kerja yang dilakukan untuk menyelaraskan semua kelompok kegiatan kerja sehingga berjalan harmonis dan terpadu (p.4). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perpustakaan membuat empat bagian kelompok kerja yaitu, kelompok kegiatan kerja pelayanan teknis, kelompok kegiatan kerja pelayanan pemakai, kelompok kegiatan kerja pelayanan teknis, dan dibangun sebuah kelompok kegiatan kerja pengelolaan yang bertugas untuk menyelarasakan dari ketiga kelompok kegiatan kerja yang ada. Selain itu juga dapat dilihat dari pengertian di atas bahwasanya layanan perpustakaan itu adalah suatu layanan yang berorientasikan kepada kebutuhan pengguna untuk menciptakan layanan prima. Dan dikembangkan dari sumberdaya perpustakaan untuk pemanfaatan bagi pengguna perpustakaan. 2.3.1
Sistem layanan informasi perpustakaan Layanan yang dimiliki perpustakaan sangat banyak salah satunya adalah
sistem layanan informasi perpustakaan. Menurut
Perpustakaan Nasional RI
(1999) dalam buku Pedoman umum pengelolaan koleksi perpustakaan perguruan tinggi bahwa “sistem layanan informasi yang dilaksanakan di perpustakaan perguruan tinggi terbagi kedalam dua jenis layanan, yaitu sistem terbuka dan tertutup” (p.33). 2.3.1.1 Sistem layanan terbuka (opened access) Sistem layanan terbuka adalah salah satu sistem yang ada diperpustakaan perguruan tinggi. Menurut
Perpustakaan Nasional RI (1999)
dalam buku
Pedoman umum pengelolaan koleksi perpustakaan perguruan tinggi) sistem layanan terbuka adalah “sistem yang memberikan kebebasan kepada pengguna perpustakaan dalam hal memilih dan mengambil sendiri pustaka yang dikehendakinya dari ruang koleksi” (p.33). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sistem layanan terbuka adalah sistem yang memberikan kebebasan kepada pengguna untuk mengambil bahan pustaka yang sesuai dengan kebutuhannya dari ruang koleksi
secara
langsung.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Darmono (2001) keuntungan dan kerugian sistem layanan terbuka antara lain: Keuntungan: 1. 2. 3.
4.
Pemakai dapat melakukan pengambilan sendiri bahan pustaka yang dikehendaki dari jajaraan koleksi. Pemakai dilatih untuk dapat dipercaya dan diberi tanggung jawab terhadap terpeliharanya koleksi yang dimiliki perpustakaan Pemakai akan merasa lebih puas karena ada kemudahan dalam menemukan bahan pustaka dan alternatif lain jika yang dicari tidak ditemukan. Dalam sistem ini tenaga perpustakaan yang bertugas untuk mengembalikan bahan pustaka tidak diperlukan sehingga bisa diberi tanggung jawab di bagian lain.
Kerugian: 1.
2. 3. 4.
Ada kemungkinan pengaturan buku di rak penempatan (jajaran) menjadi kacau karena ketika mereka melakukan browsing. Buku yang sudah dicabut dari jajaran rak dikembalikan lagi oleh pemakai secara tidak tepat. Ada kemungkinan buku yang hilang relatif lebih besar bila dibandingkan dengan sistem yang bersifat tertutup. Memerlukan ruangan yang lebih luas untuk jajaran koleksi agar lalu lintas/mobilitas pemakai lebih leluasa. Membutuhkan keamanan yang lebih baik agar kebebasan untuk mengambil sendiri bahan pustaka dari jajaran koleksi tidak menimbulkan berbagai akses seperti peningkatan kehilangan atau perobekan bahan pustaka (p.140). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa suatu sistem layanan terbuka
adalah suatu sistem yang memberikan kebebasan terhadap pengguna untuk mengambil bahan koleksi yang sesuai dengan kebutuhannya tanpa harus melalui pegawai. Tetapi ada juga kerugian yang didapat jika kita mengguna sistem ini. Ada kemungkinan akan ada beberapa lembar atau halaman buku yang akan hilang. Hal ini disebabkan oleh kecurangan dari pengguna perpustakaan. 2.3.1.2 Sistem layanan tertutup (closed access) Jika sistem layanan terbuka memberikan kebebasan maka sistem layanan tertutup mengharuskan pengguna menggunakan katalog dalam pencarian dan tidak dapat mengambil sendiri bahan pustaka dari ruang koleksi. Menurut
Universitas Sumatera Utara
Perpustakaan Nasional RI (1999)
dalam buku Pedoman umum pengelolaan
koleksi perpustakaan perguruan tinggi sistem layanan tertutup adalah: Suatu sistem perpustakaan yang mengharuskan pengguna menggunakan katalog yang tersedia untuk memilih pustaka yang diperlukannya. Pengguna tidak dapat mengambil sendiri bahan pustaka dari ruang koleksi, akan tetapi akan dibantu oleh petugas bagian sirkulasi (p.33). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sistem layanan tertutup adalah suatu sistem yang mengharus pengguna untuk menggunakan katalog, setelah itu meminta pegawai perpustakaan untuk mengambil bahan pustaka yang sesuai dengan kebutuhan pengguna ke ruang koleksi. Menurut Lasa (1994) keuntungan dan kerugian sistem layanan tertutup antara lain: Keuntungan: 1. Daya tampung koleksi lebih banyak, karena jajaran rak satu dengan yang lain lebih dekat 2. Susunan buku akan lebih teratur dan tidak mudah rusak 3. Kerusakan dan kehilangan koleksi lebih sedikit bila dibandingkan dengan sistem terbuka 4. Tidak memerlukan meja baca dan ruang koleksi. Kerugian : 1. Banyak energi yang terserap di bagian sirkulasi ini 2. Terdapat sejumlah koleksi yang tidak pernah keluar/dipinjam 3. Sering menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan misalnya salah pengertian antara petugas dan peminjam 4. Antrian meminjam maupun mengembalikan buku di bagian ini sering berjubel. Keadaan ini berarti membuang waktu (p.5). Dari uraian di atas didapat kesimpulan bahwa layanan tertutup (closed acces) merupakan suatu layanan yang tidak memungkinkan pengguna memilih dan mengambil langsung bahan pustaka yang dibutuhkan akan tetapi dibantu oleh petugas. 2.4 Jenis – jenis pelayanan perpustakaan Untuk memberikan suatu layanan yang baik kepada pengguna, sebuah perpustakaan harus membagi layanan itu menurut kegiatannya masing–masing. Menurut Perpustakaan Nasional RI (1999)
dalam buku Pedoman Umum
Universitas Sumatera Utara
Pengelolaan Koleksi Perpustakaan Perguruan Tinggi, jenis-jenis pelayanan adalah dijabarkan sebagai berikut. 2.4.1
Layanan sirkulasi Perpustakaan memiliki beberapa layanan perpustakaan, salah satunya
adalah layanan sirkulasi. Menurut Perpustakaan Nasional RI (1999) dalam buku Pedoman Umum Pengelolaan Koleksi Perpustakaan Perguruan Tinggi layanan sirkulasi adalah “kegiatan peredaran koleksi perpustakaan di luar perpustakaan. Pelayanan ini diberikan agar pengguna perpustakaan dapat memanfaatkan dan meminjam pustaka secara tepat guna”. Sedangkan menurut Lasa (1994) menyatakan bahwa layanan sirkulasi adalah “mencakup semua bentuk kegiatan pencatatan yang berkaitan dengan pemanfaatan, penggunaan koleksi perpustakaan dengan tepat guna dan tepat waktu untuk kepentingan pengguna jasa perpustakaan” (p.1). Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa layanan sirkulasi yang merupakan suatu kegiatan, pekerjaan perpustakaan yang berkaitan dengan peminjaman dan pengembalian. 2.4.1.1 Tujuan layanan sirkulasi Layanan sirkulasi merupakan suatu layanan yang dekat dengan pengguna perpustakaan. Lasa (1994) menyatakan bahwa tujuan layanan sirkulasi adalah: 1. Supaya mereka mampu memanfaatkan koleksi tersebut semaksimal mungkin 2. Mudah diketahui siapa yang meminjam koleksi terteentu, di mana alamatnya serta kapan koleksi itu harus kembali. Dengan demikian apabila koleksi itu diperlukan peminat lain, akan segera dapat diketahui alamat peminjam atau dinantikan pada waktu pengembalian 3. Terjaminnya pengembalian pinjaman dalam waktu yang jelas. Dengan demikian keamanan bahan pustaka akan terjaga 4. Diperoleh data kegiatan perpustakaan terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan koleksi 5. Apabila terjadi pelanggaran akan segera diketahui (p.1-2).
Universitas Sumatera Utara
2.4.1.2 Jenis Tugas Sirkulasi Dalam sebuah sistem pelayanan sirkulasi terdapat sejumlah tugas yang saling terkaitan antara satu terkaitan antara satu dengan yang lain. Adapun menurut Lasa (1994) tugas-tugas itu antara lain: 1.
a. b. c. d. 2.
3.
4.
5.
6.
Peminjaman koleksi ada yang boleh dibawa pulang dan ada sejumlah koleksi yang hanya boleh dibaca di tempat. Sedangkan jangka waktu pinjam juga sangat bervariasi misalnya: Jangka lama: setahun, semester, sekuartal, sebulan Jangka menegah: setengah bulan, sepuluh hari, seminggu Jangka waktu pendek: tiga hari, dua hari, sehari Jangka waktu singkat: semalam, sesiang, sejam Pengembalian, pada perpustakaan kecil, bagian pengembalian sering dijadikan satu dengan bagian peminjaman. Akan tetapi, bagi perpustakaan yang besar bagian ini dapat berdiri sendiri. Petugas dibagian ini harus tegas dan teliti. Sebab sering terjadi pelanggaran misalnya: keterlambatan dalam pengembalian, penyobekan halaman, terdapat coretan, pemalsuan pada tanggal kembali. Penagihan, jika terjadi keterlambatan pengembalian yang melebihi batas kewajaran perlu diadakan pengihan. Penagihan dapat dilakukan dengan surat maupun lisan. Sering terjadi pada kelompok masyarakat tertentu terdapat kecenderungan untuk memonopoli pemanfaatan koleksi. Sangsi yang dikenakan kepada pelanggar hendaknya bersifat mendidik agar mereka menyadari bahwa pustaka itu juga diperlukan oleh orang lain. Bebas pinjam, untuk menjaga keutuhan koleki secara keseluruhan, maka tiap anggota yang telah habis masa keanggotaannya atau untuk keperluan lain, diperlukan keterangan bebas pinjam. Kegunaan bebas pinjam ini untuk mengecek apakah pinjaman telah kembali semua atau belum. Statistik, dengan adanya statistik yang baik dapat diketahui perkembangan perpustakaan. Statistik ini dapat dibuat untuk mengetahui jumlah pengunjung, peminjaman, pengembalian, buku yang dibaca di tempat pada waktu tertentu (hari, bulan, tahun) (p.2).
Sejalan dengan uraian di atas Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pedoman Umum Pengelolaan Koleksi Perpustakaan Perguruan Tinggi (2004) menyatakan bahwa layanan sirkulasi mempunyai dua pembagian sistem kendali sirkulasi, yaitu: 1.
Peminjaman, layanan peminjaman merupakan kegiatan pencatatan pustaka yang dipinjam oleh anggota. Layanan ini hanya terbuka bagi pengguna perpustakaan yang terdaftar sebagai anggota. Sistem
Universitas Sumatera Utara
2. a.
b.
c.
peminjaman seringkali disebut dengan sistem kendali sirkulasi atau sistem sirkulasi. Sistem peminjaman mengalami banyak perubahan, akan tetapi sistem apapun yang digunakan, hendaknya dipilih sistem yang memerlukan waktu sesingkat mungkin dalam hal peminjaman dan pengendalian buku, serta ekonomis. Sistem peminjaman yang dikenal, yaitu: Sistem buku besar Pada sistem ini setiap peminjam mendapat jatah satu halaman atau lebih. Buku besar ini disertai indeks nama peminjam pada bagian akhir halaman untuk memudahkan pencaria nama peminjam. Setiap kali seseorang peminjam meminjam buku, maka data bibliografi buku yang dipinjam berserta tanggal pinjam dan kembali dicatat dalam buku besar dan ditandatangani oleh peminjam. Sistem Browne Setiap anggota perpustakaan mendapat tiket (kantong) pembaca, jumlahnya sama dengan jumlah buku yang boleh dipinjam pada satu waktu. Jumlah buku yang boleh dipinjam tergantung pada masingmasing kebijakan perpustakaan. Kantong pembaca berisi nama anggota, nomor serta alamat dicatat pada masing-masing kantong. Kartu buku yang berisi nomor panggil, nomor induk, pengarang, judul, edisi dan tahun terbit dicabut dari kantong buku dan dimasukkan kedalam kantong anggota Sistem Newark Anggota perpustakaan mendapat kartu peminjam, yang berisi nama, alamat, nomor, tanggal berlakunya kartu anggota, tanda tangan serta kolom tanggal pinjam dan tanggal kembali. Peminjam membawa buku yang akan dipinjamnya beserta kartu anggota ke meja peminjaman. Petugas sirkulasi mencap tanggal kembali pada kartu peminjam, slip tanggal dan kartu buku. Anggota diminta memberi paraf pada kartu buku disamping nomor buku dan kartu anggota diserahkan pada peminjam, kartu buku dijajarkan menurut tanggal kembali. Pencatatan pustaka yang dipinjam oleh anggota dapat dilakukan secara manual atau berbantuan komputer dengan menggunakan program khusus untuk sirkulasi (p.34).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebuah sistem layanan perpustakaan pada bagian layanan sirkulasi memiliki banyak jenisnya, yang dapat dipilih, disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan dari pustakawan perpustakaan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2.4.2
Layanan Referensi Layanan perpustakaan memiliki sebuah layanan referensi, yang digunakan
untuk meningkatkan layanan perpustakaan tersebut.Adapun Sumardji (1992) menyatakan bahwa layanan referensi sebagai berikut: 1. Salah satu kegiatan pokok yang dilakukan di perpustakaan yang khusus menyajikan koleksi referensi kepada para pemakai perpustakaan. 2. Suatu kegiatan layanan untuk membantu para pemakai/pengunjung perpustakaan menemukan informasi dengan cara: a. Menerima pertanyaan-pertanyaan dari para pemakai perpustakaan dan kemudian menjawab dengan menggunakan koleksi referensi b. Memberikan bimbingan untuk menemukan koleksi referensi yang diperlukan untuk menemukan informasi yang dibutuhkan oleh pemakai c. Memberikan bimbingan kepada pemakai perpustakaan bagaimana menggunakan setiap bahan pustaka koleksi referensi (p.101). Ada persamaan dengan apa yang dinyatakan oleh Rahayuningsih (2007) dalam pendapatnya bahwa: Layanan referensi adalah suatu kegiatan untuk membantu pengguna perpustakaan dalam menemukan informasi yaitu dengan cara menjawab pertanyaan dengan menggunakan koleksi referensi, serta memberikan bimbingan untuk menemukan dan memakai koleksi referensi (p.103). Keterangan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan referensi merupakan kegiatan pokok yang dilakukan di perpustakaan dengan cara membimbing dan membantu para pengguna dalam menggunakan bahan pustaka koleksi referensi. Menurut Rahayuningsih (2007) pelayanan referensi mempunyai tujuan, fungsi dan penunjang, pemaparan tersebut diuraikan sebagai berikut: 1. Tujuan layanan referensi a. Memungkinkan pengguna menemukan informasi secara cepat dan tepat. b. Memungkinkan pengguna menelusur informasi dengan pilihan yang lebih luas. c. Memungkinkan pengguna menggunakan koleksi referensi dengan lebih tepat guna. 2. Fungsi layanan referensi a. Informasi: Memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan atau kebutuhan pengguna perpustakaan akan informasi.
Universitas Sumatera Utara
b. Bimbingan: Memberikan bimbingan untuk menemukan bahan pustaka yang tepat sesuai dengan minat pengguna. c. Pengarahan/instruksi: Memberikan pengarahan dan bantuan pada pengguna mengenai cara menggunakan perpustakaan maupun koleksi referensi. 3. Penunjang: Untuk menunjang tujuan dan fungsi layanan referensi, diperlukan a. Petugas perpustakaan yang cakap. b. Koleksi referensi yang memadai dan disajikan dalam rak terbuka serta mudah dicapai. c. Kerja sama antar perpustakaan (p.104). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa layanan refrensi memiliki
tujuan
memberikan
informasi
yang
tepat
kepada
pengguna,
memungkinkan kepenggunaan layanan referensi lebih tepat guna. Begitu juga fungsi layanan referensi adalah memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan para pengguna dengan tepat, memberikan bimbingan dalam menggunakan layanan referensi sesuai dengan yanng dibutuhkan pengguna dan pengarahan dalam menjelaskan cara menggunakan perpustakaan maupun koleksi refrensi. 2.4.3
Layanan audiovisual Salah satu dari beberapa layanan yang ada di perpustakaan adalah layanan
audiovisual. Menurut Karmidi (1993) “layanan audiovisual adalah layanan yang sangat bermanfaat untuk belajar mandiri maupun balajar kelompok. Untuk layanan peminjaman mandiri, disediakan “study carrel” meja untuk belajar sendiri. Dan biasanya layanan semacam ini untuk perpustakaan perguruan tinggi” (p.5). Biasanya pada layanan ini dibutuhkan beberapa perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware). 2.4.4
Layanan terbitan berseri Selain layanan audiovisual, pada perpustakaan juga terdapat layanan
terbitan berseri. Menurut Siregar (2011) dalam buku yang berjudul Terbitan Berseri bahwa “Terbitan berseri adalah salah satu dan merupakan koleksi yang penting diperpustakaan, karena terbitan ini merupakan yang memuat informasi terbaru tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi” (p.4). Salah satu
Universitas Sumatera Utara
jenis layanan yang terdapat pada perpustakaan yaitu pelayanan terbitan berseri. Sedangkan Menurut Perpustakaan Nasional RI (1999) dalam buku Pedoman umum pengelolaan koleksi perpustakaan perguruan tinggi pelayanan terbitan berseri adalah “Kegiatan melayankan terbitan berseri kepada pengguna perpustakaan misalnya jurnal, surat kabar, majalah, dan terbitan lain yang mempunyai kala terbit tertentu” (p.40). Menurut Rahayuningsih ( 2007) dalam pelayanan terbitan berseri, baik surat kabar, tabloid, jurnal ataupun majalah mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1.
Tata ruang Perpustakaan perlu menentukan ruang untuk koleksi terbitan berseri. Ruang tersebut dapat bergabung dengan ruang koleksi buku atau dipisahkan antara ruangan untuk koleksi buku dan terbitan berseri. 2. Akses pengguna terhadap koleksi Koleksi hendaknya diusahakan agar ditempatkan pada tempat yang strategis dan mudah dijangkau oleh pengguna, misalnya dengan menempatkan koleksi terbitan berseri didekat pintu masuk perpustakaan. 3. Informasi susunan koleksi Perpustakaan hendaknya membuat informasi tentang susunan koleksi atau berupa petunjuk nomor klasifikasi atau abjad. 4. Promosi terbitan berseri Informasi yang ada pada terbitan berseri hendaknya dipromosikan agar informasi terkini dapat tersampaikan kepada pengguna dengan cepat. Promosi dapat dilakukan dengan display/pemajangan terbitan berseri, fotokopi daftar isi jurnal atau majalah, atau fotokopi artikel (p.122). Berdasarkan uraian para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pelayanan terbitan berseri ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangakan, yaitu tata ruang, akses pengguna terhadap koleksi, informasi susunan koleksi dan promosi terbitan berseri. 2.4.5
Orientasi Perpustakaan Layanan ini khususnya diberikan kepada mahasiswa baru. Orientasi
perpustakaan dilakukan dengan tujuan untuk memperkenalkan perpustakaan agar dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Menurut Perpustakaan Nasional RI (1999) dalam buku Pedoman umum pengelolaan koleksi perpustakaan perguruan
Universitas Sumatera Utara
tinggi mengatakan bahwa “ orientasi ini dilaksanakan pada waktu orientasi pendidikan bagi mahasiswa baru, layanan ini dapat pula diselenggarakan untuk para staf akademik dan peneliti perguruan tinggi yang bersangkutan” (p.34). 2.4.6
Jasa Kesiagaan Informasi Sebuah perpustakaan akan memiliki kualitas layanan yang baik jika
perpustakaan tersebut memiliki layanan jasa kesiagaan informasi. Menurut Perpustakaan Nasional RI (1999)
dalam Buku Pedoman Umum Pengelolaan
Koleksi Perpustakaan Perguruan Tinggi menyatakan bahwa: Jasa ini sangat bermanfaat untuk membantu pemakai perpustakaan mengetahui dengan cepat koleksi baru yang tersedia di perpustakaan. Jasa kesiagaan informasi ini dapat berupa daftar tambahan koleksi atau penyebaran informasi terseleksi. Jasa ini dapat dilakukan secara manual atau melalui suatu jaringan informasi yang disebarluaskan melalui internet atau intranet” (p.39). 2.4.7
Penelusuran Pustaka Sebuah perpustakaan akan memberikan layanan yang efektif dan efisien bagi para pengguna. Oleh karena itu, sebuah perpustakaan akan memberikan layanan penelusuran pustaka. Menurut Perpustakaan Nasional RI (1999) dalam buku Pedoman Umum Pengelolaan Koleksi Perpustakaan Perguruan Tinggi dapat dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Layanan internet Perpustakaan yang sudah memiliki fasilitas tersambung pada jaringan internet dapat memberikan pelayanan tersebut kepada penggunanya. Perpustakaan harus mengusahakan komputer yang cukup sesuai dengan kebutuhan pengguna. Selain itu diperlukan pula petugas yang dapat membantu pengguna yang awam. 2. Layanan CD-ROM Untuk perpustakaan yang belum tersambung pada jaringan internet, CD-ROM banyak membantu kegiatan penelusuran pustaka. Selain merupakan sarana bibliografis, koleksi CD-ROM juga ada yang berisi naskah lengkap dari majalah-majalah tertentu, ataupun koleksi rujukan seperti ensiklopedi dan lain-lain. Penelusuran melalui CD-ROM dapat mempercepat perolehan informasi (p.39).
Universitas Sumatera Utara
2.4.8
Layanan Foto Kopi Menurut Perpustakaan Nasional RI (1999) dalam buku Pedoman umum
pengelolaan koleksi perpustakaan perguruan tinggi menyatakan bahwa: Pada umumnya perpustakaan dilengkapi pula dengan sarana foto kopi untuk mengandakan sumber informasi yang tidak dapat dibawa keluar perpustakaan, seperti koleksi rujukan atau majalah. Ada perpustakaan yang tidak memperbolehkan penggunanya mengandakan koleksi tertentu seperti skripsi, tesis, atau disertasi karena alasan tertentu (p.40). 2.4.9
Layanan Kerjasama Pinjam Antar Perpustakaan Definisi layanan kerjasama pinjam antar perpustakaan menurut Pedoman
umum pengelolaan koleksi perpustakaan perguruan tinggi adalah “Suatu kerjasama yang melibatkan dua perpustakaan atau lebih”. Kerjasama ini dilakukan karena tidak ada satu perpustakaan pun yang dapat memenuhi kebutuhan informasi penggunanya. Perpustakaan dapat meminjam atau meminjamkan koleksinya ke perpustakaan lain untuk keperluan anggotanya. 2.4.10 Layanan Kerjasama Silang Layan Perpustakaan akan berusaha untuk memberikan kepuasan kepada para pengguna perpustakaan, hal tersebutlah yang mengharuskan perpustakaan untuk membuat sebuah layanan kerjasama silang layan. Menurut Perpustakaan Nasional RI (1999)
dalam buku Pedoman umum pengelolaan koleksi perpustakaan
perguruan tinggi menyatakan “Kerjasama silang layan ini melibatkan dua perpustakaan atau lebih dalam pemberian jasa informasi berupa jasa penelusuran maupun rujukan yang melibatkan seluruh sumber daya yang ada di perpustakaan” (p.40). 2.5.
Metode Pengukuran Kualitas Layanan Sebuah layanan dapat dinilai hasil akhirnya, dimana hasil akhirnya adalah
merupakan perasaan puas pengguna terhadap suatu layanan yang diberikan oleh sebuah lembaga penyedia jasa. Dimana kualitas layanan ini dapat diukur dengan menggunakan metode SERVQUAL, yang mengukur kualitas layanan dengan cara sebagai berikut yang akan diuraikan berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
2.5.1
Pengertian SERVQUAL Suatu hal yang tidak mudah mendefinisikan kualitas dengan tepat, tetapi
umumnya kualitas dapat dirinci. Dalam buku pemasaran jasa dan kualitas pelayanan yang ditulis oleh Arief (2005), mengutip pernyataan dalam perspektif TQM (Total Quality Management), “kulitas dipandang secara lebih luas, di mana tidak hanya aspek hasil saja yang direkam, melainkan juga proses, lingkungan, dan manusia” (p.117). Sejalan dengan pengertian di atas, menurut Goesth dan Davis dalam Arief (2005) bahwa “kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan” (p.117). Sementara itu, Philip Kotler juga mendefinisikan kualitas dalam Arief (2005:117) adalah “keseluruhan ciri serta sifat suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat” (p.117). Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas adalah sebuah pandangan tentang hasil, proses, lingkungan dan manusia yang memenuhi atau melebihi harapan, yang merupakan ciri serta sifat suatu pelayanan yang memberikan pengaruh untuk memuaskan kebutuhan pengguna, baik yang tersirat atau pun yang dinyatakan.
Menurut Zeithaml, et all (2009) pengertian Service Quality adalah sebagai berikut: Service quality, a critical element of cutomer of customer perceptions. In the case of pure service (e.g., health care, financial service, education), service quality will be the dominant element in customers’evaluation. In case in which customer service or services are offered in combination with a physical product (e.g., IT services, auto servics) service quality may also be very critical in determining customer satisfaction(p.111). Berdasarkan pengertian di atas dapat kita ketahui bahwa kulitas layanan atau service quality adalah sebuah bagian dari persepsi pengguna, yang mana contoh dari layanan adalah pusat kesehatan, layanan bank, dan pendidikan, dalam
Universitas Sumatera Utara
hal ini service quality akan menjadi pedoman dalam melakukan evaluasi terhadap pengguna. Sejalan dengan hal ini juga Lovelock (2011) menyatakan bahwa “Marketing’s interest in service quality is obvious: Poor quality places a firm at a competitive disadvantage, potentially driving away dissatisfied customers” (p.404). Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa service quality adalah sebuah alat ukur yang digunakan untuk mengukur kualitas layanan suatu lembaga yang memberikan layanan jasa. Dan dalam service quality ini yang paling menarik adalah sebuah kejelasan tentang layanan. Parasuraman, et all (1990) menggunakan skala 1-7 (untuk memberikan respons terhadap suatu pernyataan atas satu aspek kualitas jasa), yakni sangat tidak setuju (1) sampai sangat setuju (7). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Parasuraman dan kawan-kawan disimpulkan dari ke-5 dimensi tersebut terdapat kepentingan relatif yang berbeda-beda. 2.5.2
Dimensi Service Quality Menurut Zeithaml et all,(2009) bahwa : The dimensions of service quality have been identified through the
pioneering research of Parsu Parasuraman, Valarie Zeithaml, and Leonard Berry. Their research identified five specific dimensions of service quality that apply across a variety of service contexts. The five dimensions is: 1. Reliability: ability to perform the promised service dependably and accurately 2. Responsiveness: willingness to help customers and provide prompt service 3. Assurance: employees’knowledge and courtesty and their ability to inspire trust and confidence 4. Empathy: caring, individualized attention given to customers 5. Tangibles: appearance of physical facilities, equipment, personnel, and written materials (p.111).
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut Parasuraman et all, dalam Tjiptono (2008) pada tahun 1985
berhasil mengidentifikasi sepuluh dimensi pokok kualitas layanan:
reabilitas, responsivitas atau daya tanggap, kompetensi, akses, kesopanan (courtesy),
komunikasi,
kreabilitas,
keamanan,
kemampuan
memahami
pelanggan, dan bukti fisik (tangibles) (p.95). Sedangkan dalam riset berikutnya pada tahun 1988, mereka menemukan adanya overlapping di antara beberapa dimensi di atas. Oleh sebab itu, mereka menyederhanakan sepuluh dimensi tersebut menjadi lima dimensi pokok. Kompentensi, kesopanan, kreadibilitas, dan keamanan disatukan menjadi jaminan (assurance). Sedangkan akses, komunikasi, dan kemampuan memahami pelanggan diintergrasikan menjadi empati (empathy). Dengan demikian, menurut Tjiptono (2008) terdapat lima dimensi utama yang disusun sesuai urutan tingkat kepentingan relatifnya sebagai berikut: 1. Reliabilitas (Reliability), berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk menyampaikan layanan yang dijanjikan secara akurat sejak pertama kali. Sebagai contoh, sebuah perusahaan barang kali memilih konsultan semata-mata berdasarkan reputasi. Apabila konsultan tersebut mampu memberikan apa yang diinginkan klien, klien tersebut akan merasa puas dan membayar fee konsultasi. Namun, bila konsultan tersebut gagal mewujudkan apa yang diharapkan klien, fee konsultasi tidak akan dibayar penuh (tentunya, tergantung pada negoisasi awal). 2. Daya tanggap (responsiveness), berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan penyediaan layanan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka dengan segera. 3. Jaminan (assurance). Berkenaan dengan pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka dalam menumbuhkan rasa percaya (trust) dan keyakinan pelanggan (confindence). 4. Empati (empathy), berarti bahwa perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memilliki jam operasi yang nyaman. 5. Bukti fisik (tangibles), berkenaan dengan penampilan fisik fasilitas layanan, peralatan/perlengkapan, sumber daya manusia, dan materi komunikasi perusahaan. Kolam renang yang kotor dan keruh akan dinilai jelek oleh pelanggan. Salon kecantikan yang berfokus melayani klien elit bakal berinvestasi pada dekorasi dan pencahayaan salon serta mempekerjakan para penata rambut yang berbusana rapi dan modis. Meskipun busana modis penata rambut tidak berpengaruh terhadap layanan yang diberikan, klien bisa saja menyakini bahwa rambutnya pasti akan ditata dengan rapi oleh orang yang berbusana rapi dan modis (p.95).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dulunya service quality mempunyai 10 dimensi. Tetapi setelah dievaluasi lagi dan ditemukan ada kesenjangan dari 10 dimensi tersebut. Dan hasil terakhir 10 dimensi tersebut dipersempit menjadi 5 dimensi, yaitu reliability, responsieness, assurance, empathy, dan tangibles. Dalam Arief (2005), Parasuraman,
Zeithaml dan
Berry (1985)
memformulasikan model kualitas pelayanan (service quality model) yang menjadi prasyarat untuk menyampaikan kualitas pelayanan yang baik. Dari model ini diidentifikasikan lima gap yang menyebabkan ketidaksuksesannya penyampaian jasa, yaitu: 1. Gap between constumer expection and management perception Kesenjangan antara harapan pengguna dan persepsi manajemen timbul karena manajemen tidak mengetahui sepenuhnya apa keinginan pengguna. Misalnya, orang datang ke bengkel tidak hanya ingin mobilnya dirawat atau diperbaiki yang benar, tetapi juga menginginkan jangka waktu perbaikan tidak terlalu lama dan ingin mendapat petujuk tentang pemeliharaan mobil. Intinya masalahnya ialah manajemen tidak mengetahui apa yang diharapkan oleh pengguna. 2. Gap between management perception and service-quality specification Kesenjangan persepsi manajemen dengan kualitas jasa. Mungkin manajemen sudah mengetahui keinginan pengguna, tetapi manajemen tidak sanggup dan tidak sepenuhnya melayani keinginan pengguna tersebut. Spesifikasi jasa yang diberikan oleh manajemen masih memiliki kekurangan yang dirasakan oleh pengguna. Inti masalahnya ialah pihak manajemen kurang teliti terhadap detail jasa yang ditawarkan.
Universitas Sumatera Utara
3. Gap between service-quality specifications and service delivery Kesenjangan kualitas jasa dengan penyampaian jasa. Mungkin kualitas jasa menurut spesifikasinya sudah baik, tetapi karena karyawan yang kurang terlatih, masih baru, dan kaku maka cara penyampaiannya kurang baik dan tidak sempurna. Kata kuncinya ialah manajemen tidak sanggup menyampaikan jasa secara memuaskan kepada pengguna. 4. Gap between service delivery and external communicatios Kesenjangan penyampaian jasa dengan komunikasi eksternal dapat terjadi akibat perbedaan antara jasa yang diberikan dan janji-janji yang diobral dalam iklan, brosur, atau media promosi lainnya. Ternyata jasa yang diterima pengguna tidak sesuai dengan kenyataan. Kata kuncinya ialah iklan atau promosi lainnya, telalu muluk tidak sesuai dengan kenyataan. 5. Gap between perceived service and expected service Kesenjangan jasa yang dialami/dipersepsikan dengan jasa yang diharapkan. Ini gap yang kebanyakan terjadi, yaitu jasa yang diterima oleh pengguna tidak sesuai dengan apa yang di bayangkan/harapkan, yang perlu diciptakan oleh manajemen ialah promosi dari mulut ke mulut yang menginformasikan keindahan/keistimewaan jasa yang ditawarkan (p.135). 2.5.3
Pengukuran SERVQUAL Model SERVQUAL didasarkan
pada
asumsi
bahwa
konsumen
membandingkan kinerja layanan pada atribut-atribut relevan dengan standar ideal untuk masing-masing atribut layanan. Bila kinerja sesuai dengan atau melebihi standar, maka persepsi terhadap kualitas layanan keseluruhan akan positif dan sebaliknya.
Menurut
Tjiptono
(2008)
menyatakan
“model
SERQUAL
menganalisis gap antara dua variabel pokok, yakni layanan yang diharapkan (expected service) dan persepsi pelanggan terhadap layanan yang diterima (perceived service)” (p.120). Pengkuraan kualitas layanan dalam model SERVQUAL didasarkan pada skala multi-item yang dirancang mengukur ekspektasi dan persepsi pelanggan,
Universitas Sumatera Utara
serta gap diantara keduanya pada lima dimensi utama kualitas layanan (reliabilitas, daya tanggap, jaminan, empati dan bukti fisik). Kelima dimensi utama tersebut dijabarkan kedalam masing-masing 22 atribut rinci untuk variabel ekspektasi dan variabel persepsi, yang disusun dalam pernyataan-pernyataan berdasarkan skala Likert, dari 1 (sangat tidak setuju) sampai 7 ( sangat setuju). Evaluasi kualitas layanan menggunakan model SERVQUAL mencakaup perhitungan perbedaan di antara nilai yang diberikan para pelanggan untuk setiap pasangan pernyataan berkaitan dengan ekspektasi dan persepsi. Skor SERVQUAL untuk setiap pasang pernyataan, bagi masing-masing pelanggan dapat dihitung berdasarkan rumus yang dinyatakan Zeithaml et all, dalam Tjiptono (2008), yaitu: Skor SERVQUAL = Skor Persepsi – Skor Ekspektasi
Pada prinsipnya, data yang diperoleh melalui istrument SERVQUAL dapat dipakai untuk menghitung skor gap kualitas layanan pada berbagai level secara rinci: 1. Item-by-item analysis, P1-H1 (persepsi item 1-ekspektasi item 1), P2-H2, dan seterunya 2. Dimension-by-dimensions analysis, contohnya, (P1+P2+P3+P4/4) – (H1+H2+H3+H4/4) dimana P1 sampai P4 dan H1 sampai H4 mencerminkan empat pernyataan persepsi dan ekspektasi berkaitan dengan pertama ( bentuk fisik) 3. Perhitungan
ukuran
tunggal
kualitas
layanan
atau
gap
SERVQUAL,yaitu(P1+P2+P3+...+P22/22)-(H1+H2+H3+... +H22/22) (p.121). 2.6.
Total Quality Service Berkaitan dengan kualitas layanan tidak terlepas dari yang namanya Total
Quality Service. Adapun menurut Tjiptono (1997) menyatakan bahwa “Total Quality Service dapat didefinisikan sebagai sistem manajemen strategik dan intergratif yang melibatkan semua manajer dan karyawan, serta menggunakan metode-metode
kualitatif
dan
kuantitatif
untuk
memperbaiki
secara
Universitas Sumatera Utara
berkesinambungan proses-proses organisasi, agar dapat memenuhi dan melebihi kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan” (p.56). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Total Quality Service adalah suatu sistem atau cara strategi yang dilakukan oleh seluruh anggota suatu organisasi yang memberikan layanan jasa, yang menggunakan cara yang kualitatif dan kuantitatif untuk memperbaiki layanan agar dapat memberikan pelayanan yang maksimal. Menurut Tjiptono (1997) Total Quality Service berfokus pada lima bidang berikut: 1. Fokus pada pengguna (customer fokus) Identifikasi pengguna (internal, eksternal, dan atau perantara) merupakan prioritas utama. Apabila ini sudah dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi kebutuhan, keinginan, dan harapan mereka. Kemudian perlu dirancang sistem yang bisa memberikan jasa tertentu yang memenuhi tuntutan tersebut. selain itu, organisasi juga wajib menjalin hubungan kemitraan dengan para pemasok kunci atas dasar win-win situation. 2. Keterlibatan total (total involvement) Keterlibatan total mengandung arti komitmen total. Manajemen harus memberikan peluang perbaikan kualitas semua karyawan dan menunjukkan kualitas kepemimpinan yang bisa memberikan inspirasi positif (lewat partisipasi aktif dan tindakan nyata) bagi organisasi yang dipimpinnya. Manajemen juga harus mendelegasikan tanggung jawab dan wewena penyempurnaan proses kerja kepada mereka yang secara aktual melaksanakan pekerjaan yang bersangkutan. Manajemen juga dituntut memberdayakan para karyawannya. Untuk itu perlu diciptakan iklim yang kondusif dan mendukung tim kerja multidisipliner dan lintas fungsional agar dapat berperan aktif dalam merancang dan memperbaiki produk, jasa, proses, sistem,dan lingkungan perusahaan. 3. Pengukuran Dalam hal ini, kebutuhan pokoknya adalah menyususn ukuran-ukuran dasar, baik internal maupun eksternal bagi organisasi dan pelanggan. Unsur-unsur sistem pengukuran tersebut terdiri atas: 1. Menyusun ukuran proses dan hasil 2. Mengidentifikasi output dari proses-proses kerja kritis dan mengukur kesesuaiannya dengan tuntutan pelanggan. 3. Mengkoreksi penyimpanan dan meningkatkan kinerja 4. Dukungan sistematis Manajemen bertanggung jawab dalam mengelola proses kualitas dengan cara: 1. Membangun infratsuktur kualitas yang berkaitan dengan struktur manajemen internal
Universitas Sumatera Utara
2. Menghubungkan kualitas dengan sistem manajemen yang ada, seperti: a) Perencanaan strategik b) Manajemen kinerja c) Pengakuan, penghargaan, dan promosi karyawan d) Komunikasi 5. Perbaikan berkesinambungan Setiap orang bertanggung jawab untuk: a) Memandang semua pekerjaan sebagai satu proses b) Mengatisipasi perubahan kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan c) Melakukan perbaikan inkremental d) Mengurangi waktu siklus e) Mendorong dan dengan senang hati menerima umpan balik tanpa rasa takut atau khawatir (p.151).
Universitas Sumatera Utara