7
BAB II TINJAUAN LITERATUR Bab ini akan menguraikan konsep yang berkaitan dengan teori yang digunakan sebagai landasan teoritis penelitian ini. Pada pembahasan ini dibagi atas tiga bagian yang terdiri dari perpustakaan keliling, perpustakaan elektronik keliling, serta faktor internal dan eksternal dari layanan perpustakaan elektronik keliling. Perpustakaan keliling dapat dikatakan sebagai bentuk perluasan layanan perpustakaan umum kepada maayarakat. Hal ini merupakan salah satu bentuk layanan perpustakaan yang dilakukan dengan cara mendekatkan koleksi bahan pustaka yang ada di perpustakaan kepada pemustaka layanan perpustakaan. Pada umumnya koleksi bahan pustaka yang dibawa menggunakan kendaraan, sehingga memberi kemudahan bagi pemustaka yang sulit mendapatkan akses ke perpustakaan umum. Poin tersebut dikuatkan oleh Lukas Koster (http://www.surreycc.gov.uk) yang mengatakan bahwa perpustakaan keliling melayani pemustaka yang lokasinya berjauhan dari gedung perpustakaan umum setempat. Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa perpustakaan keliling dan perpustakaan umum (menetap) merupakan layanan yang saling melengkapi karena pada dasarnya kedua perpustakaan tersebut memiliki prinsip yang sama dan layanan perpustakaan keliling merupakan perluasan dari perpustakaan umum. Perpustakaan keliling merupakan perluasan dari perpustakaan umum yang mengacu kepada prinsip, yaitu: (1) Pendidikan bersifat sepanjang hayat (lifelong education). Dalam hal ini perpustakaan keliling pun ikut memelihara dan menyediakan sarana untuk pengembangan perorangan atau kelompok pada semua tingkat pendidikan dan kemampuan; (2) Sumber informasi dan rujukan. Artinya perpustakaan menyediakan kemudahan bagi pemakai berupa akses cepat (diberikan dalam waktu yang singkat) dan tepat (sesuai dengan kehendak dan minat pembaca) terhadap penggunaan informasi; (3) Bahan hiburan. Artinya perpustakaan memiliki peranan penting dalam mendorong penggunaan secara aktif rekreasi dan punyai waktu senggang dengan menyediakan bahan bacaan. Perpustakaan juga sepatutnya menjadi tempat di mana masyarakat dapat memperoleh informasi secara cuma-cuma tanpa
8
membedakan baik jenis kelamin, umur, ras, pekerjaan, agama, partai politik maupun kedudukan sosial; (4) Pusat kehidupan dan kebudayaan. Dalam hal ini, perpustakaan keliling pun merupakan pusat kehidupan dan kebudayaan yang secara aktif mempromosikan partisipasi pada semua bentuk seni dan hasil kreasi manusia. (Pius Teo). 2.1
Perpustakaan Keliling Perpustakaan keliling mempunyai tugas mengumpulkan, memilih, dan
menyajikan karya manusia kepada masyarakat yang tidak terlayani oleh perpustakaan
umum.
Artikel
Peran
Strategis
Perpustakaan
Keliling
(http://www.bit.lipi.go.id) mengatakan bahwa, Perpustakaan keliling merupakan sebuah sintesa dari berbagai macam problematika baik budaya maupun struktural. Tentu saja dengan tujuan mendekatkan sumber informasi pada masyarakat. IFLA (International Federation of Library Associations and Institutions) mengartikan perpustakaan keliling sebagai jenis perpustakaan yang memberikan layanan dengan cara bergerak dari satu lokasi ke lokasi lainnya dengan tujuan memberikan informasi tentang perkembangan pengetahuan, media informasi masyarakat, dan juga sebagai sosialisasi perpustakaan serta minat baca kepada masyarakat di lokasi tersebut. Perpustakaan keliling berperan besar dalam menyediakan dan memberikan informasi kepada masyarakat khususnya pada masyarakat yang bermukim atau bertempat tinggal jauh dari lokasi gedung perpustakaan. Perpustakaan keliling sudah dirintis oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1972 untuk wilayah Jakarta. Selain pelayanan yang menunggu di tempat ada pula pelayanan perpustakaan keliling yang melayani para pembaca atas pesanan. Umpamanya, mobil perpustakaan tersebut mengunjungi pemustaka di rumah sakit, wisma jompo, panti asuhan dan sebagainya. Pemberian nama atau istilah untuk layanan perpustakaan keliling bermacam-macam disesuaikan dengan lokasi atau wilayah layanan itu berada akan tetapi masih dalam artian yang sama, seperti halnya layanan perpustakaan keliling di Abu Dhabi yang dikutip dari pernyataan Rebecca Flynn (2009) yang mengatakan bahwa perpustakaan keliling di Abu Dhabi dinamakan KITAB yang
9
bertujuan untuk memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mendapatkan buku bacaan. Perpustakaan harus siap untuk perubahan yang terus menerus, apabila di masa depan menggunakan komputerisasi, perpustakaan harus berpikir ke arah tersebut dengan memberikan pelayanan secara digital (Hanson; 2010). Pernyataan tersebut memang tepat, karena dengan digitalisasi dan komputerisasi perpustakaan dapat memberikan kemudahan pelayanan untuk pemustaka, hal tersebut dikuatkan oleh Khaleejtimes (2010) yang mengatakan bahwa apabila perpustakaan keliling tidak dapat mengunjungi pemustaka maka pihak perpustakaan akan memberikan kabar, dan akan dijadwalkan ulang dengan proses selambat-lambatnya 4 hari. Pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pihak manajemen layanan perpustakaan keliling berusaha untuk dapat memberikan pelayanan maksimal dengan cara memberikan kemudahan bagi pihak pengguna. Selain itu tujuan penting dari perpustakaan keliling adalah sebagai berikut: (1) Membiasakan masyarakat untuk membaca dan terutama menciptakan sikap bahwa sekarang, buku termasuk kebutuhan dasar untuk setiap keluarga. Siapa pun yang bertanggung jawab terhadap keluarga tidak boleh memandang rumahnya sebagai kandang di mana dia hanya perlu menyediakan air dan nasi serta bereproduksi; sebaliknya, dia harus memandang keluarga sebagai sebuah unit manusia yang juga sangat membutuhkan makanan intelektual dan semua anggota keluarga harus memikirkan untuk memenuhi kebutuhan ini. (2) Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran rakyat serta melatih mereka, terutama kaum muda, baik secara intelektual, spiritual, maupun emosional menurut usia dan tingkat pendidikan yang berbeda. (3) Mengatasi kelemahan spiritual dan intelektual yang diakibatkan oleh tidak adanya kemampuan finansial dalam membeli bahan bacaan terutama buku yang dibutuhkan. Mencegah kemiskinan ekonomi agar tidak mengakibatkan kemiskinan intelektual. (4) Mengatasi permasalahan rendahnya minat baca yang terjadi pada masyarakat untuk menuju berkembangnya masyarakat membaca.
10
(5) Menggesa
berkembangnya
literasi
informasi
di
masyarakat.
Serta
mengeliminasi terjadinya kesenjangan intelektual yang diakibatkan oleh kesenjangan informasi. Adanya perpustakaan keliling bermula dari sebuah ide untuk mensirkulasikan buku secara rutin kepada pembaca dengan cara membawa berkeliling sejumlah buku dengan menggunakan kendaraan atau alat pengangkut yang awalnya muncul dari Inggris, yaitu pada tahun 1859. Pada saat itu Mechanics Institution di Warrington-Inggris, bertujuan memperkenalkan pelayanan perpustakaan dengan cara berkeliling pada ruang lingkup yang terbatas dalam lingkungan perguruan tinggi tersebut, sedangkan kendaraan yang digunakan yaitu sejenis kereta kuda (Fetty). Percobaan pelayanan perpustakaan keliling pada masa itu tidak begitu menarik perhatian, baik bagi masyarakat pada umumnya maupun bagi perpustakaan lain, sehingga tidak ada satu pun perpustakaan pada abad tersebut yang
mengikuti
jejak
perpustakaan
Mechanics
Institution
dalam
menyelenggarakan pelayanan perpustakaan keliling. Pada awal abad ke 20, di Glasgow-Skotlandia, baru diselenggarakan pelayanan serupa tetapi ditujukan untuk masyarakat umum. Pelayanan yang dimulai pada tahun 1904 itu mempelopori timbulnya sejumlah perpustakaan keliling yang tersebar di seluruh Inggris, seperti misalnya Warrington Library dalam periode kerja sekali seminggu dan menggunakan kereta kuda, disusul oleh Manchester Library yang sejak tahun 1931 menyelenggarakan pelayanan semacam dengan menggunakan kendaraan bus yang sengaja diubah untuk kepentingan kegiatan perpustakaan keliling. Perkembangan perpustakaan keliling di Inggris menjadi semakin bertambah pesat setelah itu, sehingga pada tahun 1962 sudah terdapat 327 buah perpustakaan keliling yang tersebar di berbagai daerah di Inggris. Perpustakaan keliling di Amerika timbul pertama kali atas ide Mary Titcomb, seorang pustakawan dari Washington County Free Library di Hagerstown, Maryland. Pada tahun 1905 Mary Titcomb menugaskan Joshua Thomas, seorang staf perpustakaan untuk berkeliling melayani penduduk secara langsung ke daerah pedesaan. Kendaraan yang digunakan ialah sebuah kereta kuda yang dapat
11
memuat sebanyak 250 buah buku. Joshua Thomas menggunakan kendaraan tersebut untuk mengelilingi Washington D.C yang berpenduduk ± 49.617 orang. Perpustakaan keliling ini merupakan pelayanan tambahan dari perpustakaan umum Washington County Free Library. Usaha Mary Titcomb tersebut di atas banyak menarik perhatian perpustakaan lain yang tersebar di seluruh Amerika. Perkembangan perpustakaan keliling selain menjalar di Amerika, juga menjalar di negara-negara lain di seluruh dunia seperti Kanada (1930), Jepang (1940), India (1953), Pakistan (1957), Nigeria (1958), Belgia (1959), Singapura (1959), Irak (1961), Malaysia (1962) dan Indonesia (1972). Anwar (2001) mengatakan bahwa layanan perpustakaan keliling di Indonesia sudah ada sejak tahun 1972. Pada awalnya melalui Proyek Pembangunan Depdikbud, yang mencanangkan Perpustakaan Keliling sebagai salah satu bentuk layanan perpustakaan kepada masyarakat. Tujuan utamanya adalah mendekatkan informasi pada masyarakat desa, karena masyarakat desa belum mampu mencapai informasi dengan caranya sendiri (Perpustakaan Nasional RI: 2006). Berdasarkan sarana yang dipakai Perpustakaan Nasional RI (2006), maka perpustakaan keliling dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu: (1)
Perpustakaan keliling terapung (Floating Library) yaitu perpustakaan keliling yang mempergunakan sarana kapal motor. Daerah pelayanan perpustakaan ini adalah daerah yang dialiri sungai atau daerah pantai yang hanya mungkin untuk dilayani dengan kendaraan yang dapat melalui air. Perpustakaan jenis ini dapat ditemukan pada perpustakaan terapung di Provinsi Kepulauan Riau dan daerah Ternate Provinsi Maluku Utara dalam bentuk kapal.
(2)
Perpustakaan keliling darat (Mobile Library) yaitu perpustakaan keliling yang dalam memberikan layanan mempergunakan kendaraan beroda dua, roda empat dan roda enam, seperti sepeda pintar, motor pintar, mobil perpustakaan keliling (MPK), dan Perpustakaan Elektronik Keliling (Pusteling).
12
Adapun berbagai macam bentuk kendaraan perpustakaan keliling disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Bentuk Kendaraan Perpustakaan Keliling No.
1.
Bentuk Kendaraaan Perpustakaan Keliling Kereta Kuda (1905):
Perpustakaan Umum di Washington County, Maryland.
2.
Hewan Ternak: Di Kenya dengan menggunakan Unta dan Kuda.
3.
Sepeda (Roda 2)
4.
Motor (Roda 2): Motor Pintar
5. Mobil (Roda 4): MPK (Mobil Perpustakaan Keliling)
Gambar
13
No.
Bentuk Kendaraaan Perpustakaan Keliling
6.
Bis (Roda 6): Pusteling (Perpustakaan Elektronik Keliling)
7.
Kapal: Kapal Pustaka
8.
Kereta: Kereta Pustaka Indonesia
Gambar
Kereta Pustaka tersebut mulai 9 September 2011 mendatang akan mengadakan tur di delapan stasiun di Pulau Jawa, yaitu Stasiun Bandung, Cirebon, Pekalongan, Semarang, Surabaya, Madiun, Solo Balapan, dan Yogyakarta. Kereta akan berangkat digandeng dengan Argo Parahyangan menuju Stasiun Bandung, dan akan berhenti selama seminggu di masing-masing stasiun, kemudian akan mengadakan pameran perkeretaapian di stasiun tersebut. Salah satu yang dipamerkan adalah dokumentasi cagar budaya berupa rel kereta api dan stasiun di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Selain itu Kereta Pustaka ini juga akan diisi dengan berbagai buku, sehingga juga berfungsi sebagai perpustakaan, akan
14
tetapi jenis koleksi yang dibawa hanya mencakup sejarah perkeretaapian (http://www.indonesiaberprestasi.web.id).
Sesuai dengan pengadaannya, layanan Perpustakaan Keliling mendapat bantuan
dari
Perpustakaan
Nasional
RI,
tetapi
untuk
operasional
penyelenggaraannya, menjadi tanggung jawab daerah/ wilayah masing-masing. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan jika pengelolaan Perpustakaan Keliling juga dapat dibantu oleh pihak lain, contohnya seperti yang terjadi pada Perpustakaan Keliling di wilayah Maluku. Pada tahun 2005 UNICEF membantu pengembangan Perpustakaan Keliling untuk 42 desa di Ambon, Maluku Tengah dan Seram Barat (General Interest Periodicals Indonesia: No. ID 446620030). Tugas dan fungsi perpustakaan keliling menurut Perpustakaan Nasional RI (2006) sebagai berikut: (1) Melayani masyarakat yang belum terjangkau oleh pelayanan perpustakaan menetap, karena di lokasi tersebut belum dapat didirikan perpustakaan karena belum ada dana yang tersedia. (2) Melayani masyarakat yang oleh situasi dan kondisi tertentu tidak dapat datang atau mencapai perpustakaan menetap, misalnya karena sedang dirawat di rumah sakit, menjalani hukuman di Lembaga Permasyarakatan (LP), berada di panti asuhan atau dirumah jompo dan lain-lain. (3) Mempromosikan layanan perpustakaan kepada masyarakat yang belum pernah mengenal perpustakaan. (4) Memberikan pelayanan yang bersifat sementara sampai perpustakaan menetap dapat didirikan. (5) Sebagai sarana untuk membantu menemukan lokasi yang tepat bagi pelayanan perpustakaan menetap, atau perpustakaan umum yang direncanakan untuk dibangun. (6) Sebagai jembatan antara Perpustakaan Umum Dati II dengan cabangnya. (7) Menggantikan fungsi perpustakaan menetap apabila karena situasi tertentu tidak memungkinkan didirikan perpustakaan menetap di tempat tersebut (misalnya karena penduduknya terlalu sedikit).
15
Lukas Koster (2010) menyarankan
bahwa apabila sebuah perpustakaan
ingin mencapai hasil yang baik pada layanan perpustakaan kelilingnya, maka langkah awalnya yaitu perlu menganalisa statistik pemakaian dan juga masukan daripada pemustaka itu sendiri. Langkah tersebut akan menghasilkan sebuah layanan perpustakaan keliling yang baik bagi perpustakaan itu sendiri dan juga sesuai dengan kebutuhan pemustaka. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perpustakaan elektronik keliling menurut Osborne (1998) yaitu yang pertama konektifitas dan perangkat yang mendukungnya, kedua perlunya ketelitian dari staf untuk konten sehingga informasi yang diberikan berkualitas, ketiga perlunya manajemen dan pelatihan kepada staf agar dapat melayani pemustaka dengan efisien, keempat yaitu antara pelayanan gratis atau bebayar, dan yang terakhir kompetisi yang muncul dari penyedia informasi lainnya. 2.2
Perpustakaan Elektronik Keliling Murray (2010) mengatakan bahwa perkembangan perpustakaan keliling
dapat menjadi sebuah metode yang tepat dalam mempromosikan kegunaan dan keuntungan dari perpustakaan bagi pemustaka. Layanan fisik pada perpustakaan sampai saat ini masih menjadi aspek penting dalam profesi perpustakaan. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini layanan perpustakaan mulai banyak memanfaatkan sistem Teknologi Informasi yang terus berkembang. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) sebagai perpustakaan yang menjadi tolak ukur perkembangan jagad perpustakaan, terutama dalam mengimplementasikan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Ali
(2006)
berpendapat
bahwa
perpustakaan
keliling
merupakan
perpustakaan yang bergerak dan membawa koleksi bahan pustaka untuk melayani masyarakat dari satu tempat ketempat lain, begitu pula halnya dengan pusteling yang membawa koleksinya dalam bentuk elektronik dengan mendatangi sekolahsekolah. Definisi lain dari perpustakaan elektronik keliling yaitu bahwasanya Pusteling
merupakan
mengenalkan
serta
bus
perpustakaan
menggalakan
keliling
pemanfaatan
yang
teknologi
bertujuan informasi
untuk dan
komunikasi (TIK) kepada masyarakat umum khususnya pelajar yaitu pada tingkat
16
SD, SLTP dan SLTA (Tritawirasta; 2009). Pusteling diresmikan pada tanggal 30 Mei 2007 dalam rangka acara peringatan ulang tahun Perpustakaan Nasional RI ke-27 oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, Pusteling merupakan mobil perpustakaan elektronik pertama yang dimiliki Indonesia. Saat diluncurkan pertama kali, pusteling bertujuan untuk mengenalkan serta menggalakan pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) kepada masyarakat umum khususnya pelajar. Kehadiran Teknologi Informasi dalam kehidupan masyarakat masa kini akan sangat mempermudah Perpustakaan Nasional dan dunia kepustakawanan Indonesia untuk menjalankan tugas dan fungsinya seperti yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan (Sudjana; 2008). Sejak dari dahulu sampai sekarang ini, bahkan pada masa mendatang pelayanan perpustakaan selalu menjadi fokus utama karena melaluinya pemustaka dapat merasakan manfaat dan fungsi perpustakaan sebagai pendukung proses pembelajaran yang selalu dikaitkan dengan buku, sementara buku dekat dengan kegiatan belajar, maka perpustakaan pun sangat dekat dengan kegiatan belajar. Hanya saja, perpustakaan bukan tempat sekolah dalam arti formal. Dengan adanya kegiatan belajar yang berbeda jenjangnya, dari prasekolah hingga universitas, ditambah dengan kepentingan membaca yang berbeda-beda, maka munculah jenis-jenis perpustakaan, seperti perpustakaan sekolah, perpustakaan perguruan tinggi, perpustakaan nasional, perpustakaan umum dan perpustakaan khusus. Masing-masing jenis perpustakaan tersebut mempunyai tujuan utama yaitu memberikan pelayanan untuk kepentingan masyarakat dengan menyelenggarakan jasa layanan perpustakaan. Hal yang terpenting dalam jasa layanan perpustakaan yaitu layanan yang baik adalah yang dapat memberikan rasa senang dan puas kepada pemakai, Sutarno (2006). Jasa perpustakaan untuk masyarakat menurut Sulistyo Basuki (1991) yaitu: (1) Jasa Peminjaman Jasa peminjaman dikenal pula dengan jasa sirkulasi. Dalam jasa ini termasuk jasa meminjam dan mengembalikan buku. (2) Jasa Rujukan atau Jawab Pertanyaan Memberikan jasa rujukan maupun menjawab pertanyaan yang datang dari pengunjung perpustakaan. (3) Jasa Informasi
17
Jika dahulu perpustakaan bersikap menunggu pengunjung atau pasif, kini perpustakaan lebih aktif mengejar pengunjung dan aktif menyediakan informasi bagi pemakai. Jasa perpustakaan tersebut disebarkan melalui berbagai cara, seperti layanan pada perpustakaan menetap yaitu perpustakaan nasional, perpustakaan umum, perpustakaan khusus, perpustakaan sekolah, dan perpustakaan perguruan tinggi yang memang mempunyai gedung permanen sehingga layanan dapat dilaksanakan tetap pada tempatnya. Berbeda dengan jasa Perpustakaan keliling yang dilakukan dengan menggunakan mobil keliling yang mengunjungi sekolah, kelurahan, dan pasar. Disamping perpustakaan keliling dengan menggunakan mobil, ada juga perpustakaan keliling berupa perahu terutama untuk daerah kepulauan, rawa-rawa dan kawasan penuh sungai. Latar belakang adanya perpustakaan keliling adalah: (1) Rendahnya minat baca masyarakat kita pada umumnya dan siswa sekolah kita pada khususnya. (2) Ada hubungan yang positif antara minat baca (reading interest) dengan kebiasaan membaca (reading habit) dan kemampuan membaca (reading ability). (3) Kebanyakan sekolah kita tidak memiliki fasilitas perpustakaan yang memadai. (4) Apalagi perpustakaan umum (perpustakaan desa) maupun Taman Bacaan Masyarakat (TBM). (5) Secara langsung maupun tidak langsung kebiasaan membaca menjadi salah satu indikator kualitas bangsa. (6) Oleh UNDP (United Nations Development Programme) angka melek huruf telah dijadikan salah satu indikator untuk mengukur kualitas bangsa. Tinggi rendahnya angka melek huruf menentukan tinggi rendahnya indeks pembangunan manusia atau HDI (Human Development Index) dan tinggi rendahnya HDI menentukan kualitas bangsa. (7) Membangun perpustakaan keliling adalah sebuah kepedulian yang konkret dari perusahaan/ pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanahkan dalam konstitusi. (8) Semua itu dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (http://www.bit.lipi.go.id). Upaya pemecahan masalah telah dilakukan, akan tetapi solusi yang ada belum sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan. Perlu adanya kegiatan untuk peningkatan layanan Pusteling, yang berkaitan dengan unsur-unsur dalam penyelenggaraan layanan, misalnya berkaitan dengan fasilitas/ sarana layanan dengan menambahkan bus dan menggunakan satelit sebagai akses internet,
18
meningkatkan kualitas petugas layanan, koleksi, sistem, dan pemustakanya. Adanya kegiatan ini, diharapkan terjadi peningkatan layanan ke arah layanan prima dan terjadi peningkatan pengetahuan pemustaka dalam pendayagunaan teknologi informasi. Peran perpustakaan dalam pendayagunaan teknologi informasi dapat menjadi faktor pendukung dalam kesuksesan layanan perpustakaan karena salah satu tantangan utama yang dihadapi pustakawan adalah mengatur data digital dan menyajikan informasi digital sesuai dengan kebutuhan pemustaka (Higginbuttom; 2008). Alasan diadakannya layanan perpustakaan elektronik keliling adalah untuk dapat menjangkau sampai ke pelosok-pelosok/ desa-desa; memberdayakan teknologi informasi sebagai sumber rujukan; meningkatkan kegemaran membaca bagi
masyarakat
khususnya
di
tempat
yang
jauh
dari
perpustakaan;
memberdayakan masyarakat agar tidak gagap teknologi (gaptek); mendukung pendidikan nasional; menjadikan bangsa Indonesia bangsa yang informatif; mencerdaskan bangsa; dan untuk meningkatkan layanan menuju layanan prima. Penerapan perpustakaan keliling yang dikembangkan oleh Perpustakaan Nasional RI merupakan sebuah layanan perpustakaan dengan menggunakan kendaraan yaitu Mobil Perpustakaan Keliling (MPK), Kapal Pustaka dan Bus Perpustakaan Elektronik Keliling. Pelaksanaan operasional layanan Mobil Perpustakaan Keliling (MPK) dan Kapal Pustaka yaitu perahu bermotor yang membawa koleksi bahan pustaka yang berupa wujud nyata koleksinya, tidak dioperasikan di Perpustakaan Nasional RI melainkan di perpustakaan daerah di seluruh Indonesia. Kedua jenis layanan perpustakaan keliling tersebut merupakan bentuk bantuan berupa bus dan koleksi yang telah diolah untuk siap dilayankan, yang diberikan oleh Perpustakaan Nasional RI untuk perpustakaan daerah. Pusteling didesain agar dapat merambah di kota-kota kecil khususnya agar dapat masuk di halaman sekolah. Mengingat banyaknya jalan dengan katagori kecil di Indonesia, proses rancang bangunnya disesuaikan dengan besarnya jalan yang dapat dilalui oleh bus perpustakaan elektronik keliling.
19
Layanan Perpustakaan Keliling yang ada saat ini diharapkan dapat lebih memberikan layanan lebih kepada pemustakanya apabila tidak ingin ditinggalkan oleh pemustakanya. hal tersebut seperti yang telah terjadi di negara lain yang telah memiliki layanan perpustakaan keliling yang jauh lebih maju seperti pernyataan Baldwin (2010) yaitu pada era digital seperti Wi-Fi, eBooks dan juga iPads, konsep dari perpustakaan keliling mungkin dapat dikatakan sudah kuno bagi beberapa orang, karena kita sendiri dapat mengunduh buku-buku di internet tanpa memakai perpustakaan keliling. Layanan Perpustakaan Keliling lainnya diharapkan juga akan diterapkan pada layanan Perpustakaan Elektronik Keliling di Indonesia, Ellyssa Kroski menyebutkan 8 (delapan) jenis layanan yang dapat diterapkan yaitu: (1) MOPACs (Mobile OPACs) dan situs web perpustakaan keliling (2) Koleksi perpustakaan keliling (3) Pendidikan pemakai untuk perpustakaan keliling (4) Basis data perpustakaan keliling (5) Layanan audio perpustakaan keliling (6) Layanan pemberitahuan melalui SMS (7) Informasi referensi melalui SMS (8) Layanan sirkulasi perpustakaan keliling. (Krosky; 2008). Borrely menyatakan bahwa layanan perpustakaan telah berubah dengan transformasi
dalam komputasi dan jaringan (Borrely; 2010). Peningkatan
prevalensi genggam perangkat komputasi mobile seperti PDA dan web-enambled ponsel investigasi berdampak pada perpustakaan dan layanan yang disediakan. Penelitiannya menelaah mengenai populasi pengguna perpustakaan dan potensi akademik menggunakan satu layanan, katalog perpustakaan, dengan perangkat komputasi mobile. Perpustakaan harus memiliki pelayanan yang dapat di akses pengguna perangkat genggam seperti PDA dan ponsel web-enambled. Masa depan menurut ramalan dia, komputasi ada di segala hal dan hasil dari penelitiannya yaitu 75% responden melakukan pencarian melalui database dan 25% melalui katalog pencarian. Layanan Perpustakaan Elektronik berbasis web bukanlah hal baru, point tersebut dikuatkan oleh Hanson (2011) yang menyatakan
20
bahwa perpustakaan sudah lama menjadi yang terdepan dalam dukungan untuk peningkatan akses jaringan internet, khususnya untuk penduduk Amerika yang tidak mampu di tempat terpencil. Perpustakaan Elektronik Keliling juga perlu memperhatikan hal yang lainnya seperti perlunya pendidikan pemakai, pengumuman tentang jadwal, lokasi, kunjungan Pusteling, serta pameran dan acara budaya yang dilakukan, dimana kegiatan tersebut dapat dijadikan sarana promosi yang positif, seperti yang dilakukan oleh Perpustakaan Harborfield yang memberikan pengumuman tentang kegiatan yang akan diadakan di perpustakaannya, dengan memberikan keterangan kegiatan yang akan dilakukan, jadwal kegiatan dan alamat kegiatan tersebut berlangsung (Public Administration Journal, No. ID 470149765). 2.3
Faktor Internal dan Eksternal Layanan Perpustakaan Elektronik Keliling Selama dekade terakhir, pembicaraan mengenai pengukuran kinerja
perpustakaan mulai banyak dibicarakan. Pada tahun 1993 telah dilaporkan implementasi pengukuran 14 indikator kinerja di perpustakaan Institute of Development Studies University of Sussex Inggris, sedangkan tahun berikutnya Council of Australian State Librarians Public Library Group berhasil mengidentifikasi 10 indikator kunci untuk perpustakaan umum. Pada konferensi IFLA ke-61 di Turki tahun 1995 telah disosialisasikan pengukuran 20 indikator kinerja yang dapat digunakan untuk semua jenis perpustakaan di semua negara. Evaluation and Quality in Library Performance System for Europe (EQLIPSE) tahun 1997 menetapkan pengukuran 54 indikator dengan 71 lembar data. Sebagai puncaknya, pada tahun 1998 International Organization for Standarization menerbitkan ISO
(The International Organization for Standarization) 11620
mengenai pengukuran indikator kinerja untuk perpustakaan. ISO merupakan pedoman pengukuran yang berlaku secara nasional maupun internasional. Perpustakaan yang pernah menggunakan ISO 11620 adalah perpustakaan PDII-LIPI pada tahun 2001 dengan hasil yang menunjukkan bahwa tingkat kesulitan pengukuran indikator tidak sama. Pengukuran indikator ketersediaan fasilitas, tingkat penggunaan fasilitas dan tingkat keterisian kursi, dapat dilakukan
21
tanpa kesulitan yang berarti. Kesulitan pengukuran indikator penggunaan di perpustakaan per-kapita dan tingkat penggunaan dokumen tergantung pada ketersediaan data. Sementara itu pengukuran indikator kepuasan pemakai dan tingkat keberhasilan penelusuran melalui katalog judul termasuk agak rumit dalam hal desain instrumen, pengumpulan data dan analisa data. Hasil uji coba pengukuran empat indikator kinerja yang dilakukan pada tahun 2002, yaitu Kunjungan ke Perpustakaan per-kapita, Ketersediaan Sistem Otomasi, dan Median Waktu Pengolahan Dokumen, menunjukkan bahwa instrumen dalam ISO 11620 cukup jelas untuk diimplementasikan. Pada tahun 2010 International Organization for Standarization menerbitkan ISO 28118 (2010) mengenai pengukuran indikator kinerja untuk perpustakaan nasional. Salah satu penerapan pengukuran kinerja yang dimaksudkan adalah pada Perpustakaan Nasional Swedia
dengan dukungan data statistik yang akurat
sehingga didapatkan hasil analisa yang baik. Adapun hasil ikhtisan serta rekomendasi yang diusulkan dan menjadi prioritas untuk fungsi pengguna adalah sebagai berikut: (1)
Persyaratan Pengguna Temuan yang paling penting yaitu menganalisis data statistik di samping survei nasional.
(2)
Sistem Ikhtisar Sistem baru ini termasuk adanya aplikasi web interaktif sehingga pengguna dapat mengelola survei, mengumpulkan informasi statistik, menentukan metadata dan menganalisa data statistik.
(3)
Metadata kamus Metadata tersebut harus mencakup informasi yang relevan tentang sumber dan asal statistik data serta struktur dan sintaks, perhitungan, aturan validasi, hubungan logis dan semantik.
(4)
Penyimpanan Database Database berbagi mencakup informasi tentang survei, pengguna, dan manajemen sistem serta kamus data informasi, data statistik dan dataset transaksi dan analitis struktur.
(5)
Manajemen Survei
22
Banyak layanan populer menawarkan fasilitas terbatas untuk mengundang responden yang ditunjuk melalui email, tetapi sistem baru memerlukan fungsi yang terpadu yang lebih maju untuk mengelola survei undangan dan tanggapan dari ribuan pengguna. Di Swedia layanan yang ditawarkan fleksibel dan murah untuk melakukan survei publik melalui aplikasi web interaktif. (6)
Manajemen Data Data statistik dan metadata dipertahankan melalui aplikasi web interaktif yang terintegrasi dengan kamus data fasilitas.
(7)
Data Impor Data dari aplikasi perpustakaan dapat di-upload ke layanan web pusat menuju aplikasi klien lokal atau penggunaan data dan data transaksi lainnya dapat dihasilkan oleh standar pusat web klien layanan, yaitu "menarik" dari server lokal.
(8)
Analisis Data dan Ekspor Pengguna dapat memilih dan menganalisa informasi statistik melalui aplikasi web dengan standar fungsi pelaporan. Pengukuran kinerja yang telah dilakukan oleh Perpustakaan Nasional
Swedia memang belum dilaksanakan oleh Perpustakaan Nasional RI, beranjak atas alasan perlunya evaluasi melalui pengukuran kinerja tersebut hal ini berguna untuk memberikan gambaran sejauhmana kemajuan yang telah didapat. Pengukuran kinerja tersebut dapat digunakan pedoman indikator kinerja yang terdapat dalam ISO 28118 (2010) yang diterbitkan khusus untuk mengukur kinerja dari perpustakaan nasional, sedangkan untuk perhitungan indikator akses homepage ISO 28118 tetap mengacu pada ISO 9241. ISO 9241 adalah satu dari standar penting dalam usabiity. ISO 9241 terdiri dari 17 bagian. Bagian dalam ISO 9241 yang menjadi acuan dalam usability adalah part 10 dan 11. ISO 9241 part 10 menunjuk pada prinsip-prinsip ergonomi secara umum yang diaplikasikan untuk merancang komunikasi antara manusia dan sistem informasi, keserasian pada perintah, keserasian pada pembelajaran, keserasian pada kepuasan individu
23
dengan ekspektasi pemustaka, gambaran tolak ukur pengendalian, dan toleransi kesalahan. ISO 9241 part 11 menjelaskan bahwa usability menunjuk pada tingkat sebuah produk yang dapat digunakan oleh pengguna tertentu untuk mencapai tujuan spesifik dengan efektif (effectiveness), efisien (efficiency) dan memuaskan (satisfaction) dalam sebuah konteks penggunaan. Konteks penggunaan terdiri dari penggunaan tugas, peralatan (Perangkat Keras, Perangkat Lunak, dan Perangkat Jaringan), dan lingkungan fisik serta sosial yang mempengaruhi usability produk dalam sistem kerja. Efek dari perubahan komponen dalam sistem kerja dapat diukur dengan performansi penggunaan dan kepuasan. Definisi The Usability Professional Association (UPA) berfokus lebih kepada pengembangan produk. UPA
menjelaskan
bahwa
usability
adalah
sebuah
pendekatan
dalam
pengembangan produk yang memasukkan respon pengguna secara langsung. Hal ini dilakukan untuk mengurangi biaya dan menciptakan produk serta peralatan yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Adapun pengukuran kinerja untuk layanan Perpustakaan Nasional RI sebagai penerapan dari ISO 28118 terdapat pada lampiran 1. Pada perhitungan penerapan ISO 28118 tersebut terdapat banyak data yang tidak dapat diperoleh dikarenakan atas beberapa hal antara lain: 1. Pada bagian layanan tidak memperbarui data statistik terkini seperti data peminjaman, sirkulasi ruang baca dan lain-lain. 2. Ada data yang dianggap tabu untuk di utarakan seperti dana anggaran kegiatan pertahun, dana pengadaan, dana lembur diluar jam kerja dan lain-lain. 3. Pada saat mendapatkan data tentang bagian yang di unduh dan berapa jumlah pengunjung web yang membrowsing katalog online di bagian Otomasi, pihak otomasi melimpahkan ke bagian rekanan yaitu CV. Quadra Solution untuk mengecek data tersebut, akan tetapi pihak Quadra sendiri agaknya sulit untuk berbagi data tersebut, walaupun telah dikemukakan pendapat bahwa data ini hanya untuk tujuan penelitian pendidikan bukan penelitian yang berasal dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Hal lain yang dapat dilakukan untuk mengukur kinerja menurut Ridwan yang dikutip melalui http://ridwan202.wordpress.com yaitu sebuah keberhasilan,
24
yang menyatakan bahwa keberhasilan merupakan akhir dari sebuah proses yang dilakukan oleh seorang dalam upaya mencapai suatu tujuan secara maksimal dan terarah, sedangkan keberhasilan layanan perpustakaan sering dihubungkan dengan kepuasan pemakai layanan atau pemustaka atas pemenuhan permintaan informasi yang dibutuhkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Lancaster (1997) yang menyatakan bahwa jasa perpustakaan yang berorientasi pada masyarakat harus diukur dari kepuasan pengguna. Menurut Perpustakaan Nasional RI (1999) keberhasilan suatu organisasi termasuk perpustakaan dalam mencapai suatu tujuan tergantung kepada kemampuan para pemimpin dalam organisasi itu untuk menggerakkan sumber-sumber (tenaga, dana, bahan) dan alat-alat yang tersedia di organisasi itu secara berdaya guna dan berhasil guna. Menurut Sutarno (2006) performa perpustakaan yang baik dapat dirumuskan melalui analisis berikut: 1.
Kekuatan
: Manajemen, administrasi, kebijakan pemerintah di bidang
perpustakaan,
mitra
perpustakaan,
anggaran. 2.
Kekurangan
: Sumber Daya Manusia (SDM).
3.
Peluang
: Perkembangan
perangkat
teknologi,
kondisi
jangkauan layanan, sarana dan prasarana. 4.
Ancaman dan Tantangan : Respon dan perhatian masyarakat. Performa tersebut diimplementasikan kedalam layanan Perpustakaan
Elektronik Keliling yaitu sebagai berikut: (1) Faktor Internal yaitu: a. Kekuatan
: Manajemen Pusteling, didalamnya meliputi birokrasi atau administrasi, dukungan dana anggaran, dan kebijakan pemerintah dibidang pendidikan serta perpustakaan.
b. Kekurangan
: Petugas Pusteling yang meliputi SDM yang menangani langsung layanan Pusteling.
(2) Faktor Eksternal yaitu:
25
a. Peluang
: Teknologi Pusteling, seperti perangkat keras, perangkat lunak dan perangkat jaringan yang ada pada sarana layanan Pusteling.
b. Tantangan
: - Kondisi sosial yang dihadapi oleh pemustaka layanan Pusteling berupa kebutuhan pemustaka dan tingkat kunjungan (kuantitas) pemustaka layanan Pusteling. - Kondisi wilayah yang dilalui oleh Pusteling yaitu berupa geografis lokasi yang dilalui dan cuaca atau kondisi alam yang terjadi ketika layanan Pusteling dilaksanakan.
2.4
Metode Proses Hierarki Analitik (PHA) Perpustakaan yang telah mengukur kinerjanya dengan menggunakan standar
ISO diantaranya Perpustakaan Nasional di Swedia, untuk Perpustakaan Nasional RI, dikarenakan keterbatasan data yang diperoleh dalam perhitungan data ISO, maka dalam penulisan ini ditetapkan Metode PHA untuk mengukur keberhasilan layanan Pusteling. Keberhasilan layanan Perpustakaan Elektronik Keliling dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilannya, diidentifikasi melalui faktor internal dan eksternal, yang kemudian dilakukan pengkajian terhadap faktorfaktor tersebut melalui pendapat atau masukan dari para responden atau pemustaka Pusteling, khususnya yang berhubungan dengan kendala dan hal-hal yang masih belum tercapai. Kelengkapan data tersebut akan dihimpun melalui kuesioner yang diolah melalui metode Proses Hierarki Analitik. Metode Proses Hierarki Analitik digunakan dalam penelitian ini karena Metode
Proses
Hierarki
Analitik
dapat
dipakai
untuk
menyelesaikan
permasalahan yang kompleks, contohnya dalam penelitian ini yaitu permasalahan dari sisi manajemen layanan pusteling, teknologi pusteling, Sumber Daya Manusia (SDM), kebutuhan pemustaka pusteling serta penentuan wilayah lokasi pusteling dimana data dan informasi statistik yang tersedia sangat sedikit/ terbatas. Data-data yang diperoleh dari kuesioner dalam penelitian ini berdasarkan persesepsi, pengalaman dan intuisi dari pemustaka Pusteling, jadi permasalahan-
26
permasalahan tersebut dapat dirasakan dan diamati, dengan kelengkapan data numerik dari perhitungan dengan menggunakan metode Proses Hierarki Analitik. Metode PHA dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan atau kebijakan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hierarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode PHA ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hierarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat (Saaty; 2004). Menurut Saaty, ada tiga prinsip dalam memecahkan persoalan dengan PHA, yaitu prinsip menyusun hierarki (decomposition), prinsip menentukan prioritas (comparative judgement), dan prinsip konsistensi logis (logical consistency). Hierarki yang dimaksud adalah hierarki dari permasalahan yang akan dipecahkan untuk mempertimbangkan kriteria-kriteria atau komponen-komponen yang mendukung pencapaian tujuan. Proses dalam menentukan tujuan dan hierarki tujuan, perlu diperhatikan apakah kumpulan tujuan beserta kriteria yang bersangkutan tepat untuk persoalan yang dihadapi. Tahapan ataupun langkah-langkah dalam perhitungan menggunakan metode PHA dapat dilihat seperti contoh perhitungan untuk kriteria teknologi Pusteling berikut:
27
1.
Menentukan matriks perbandingan (Hasil pengisian kuesioner oleh responden disajikan dalam lampiran 1). Setelah digunakan rumus rata-rata maka hasil perhitungan disajikan dalam Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2 Prioritas Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Pusteling
a. b. c. d.
Kriteria Penyusunan Prioritas Kelembagaan Teknologi Pusteling Sosial Wilayah
Teknologi Pusteling 1.2854 1 0.8998 0.7971
Kelembagaan 1 0.7780 0.7780 0.7780
Sosial
Wilayah
1.2854 1.1113 1 0.7808
1.2854 1.2546 1.2807 1
Tabel 3 Kriteria Teknologi Pusteling Analisa Penyusunan Kriteria Teknologi Pusteling a. Perangkat Keras b. Perangkat Lunak c. Perangkat Jaringan 2.
Perangkat Keras 1 0.9088 0.9122
Perangkat Lunak 1.1003 1 0.9751
Perangkat Jaringan 1.0962 1.0255 1
Perhitungan Bobot Parsial Langkah 1. Menentikan aij tiap kolom
Tabel 4 Nilai aij per-kolom Prioritas Faktor Penentu Keberhasilan Pusteling
a. b. c. d.
Kriteria Penyusunan Prioritas
Kelembagaan
Teknologi Pusteling
Sosial
Wilayah
Kelembagaan Teknologi Pusteling Sosial Wilayah
1 0.7780 0.7780 0.3333
1.2854 1 2 0.7971
1.2854 1.1113 1 0.7808
1.2854 1.2546 1.2807 1
Jumlah aij per-Kolom
2.8893
5.0825
4.1775
4.8207
Tabel 5 Nilai aij per-kolom Kriteria Teknologi Pusteling Analisa Penyusunan Perangkat Perangkat Kriteria Teknologi Pusteling Keras Lunak a. Perangkat Keras b. Perangkat Lunak c. Perangkat Jaringan Jumlah aij per-Kolom
Perangkat Jaringan
1 0.9088 0.9122
1.1003 1 0.9751
1.0962 1.0255 1
2.82
3.0754
3.1217
28
Langkah 2. Membagi nilai aij tiap kolom dengan jumlah nilai kolom tersebut untuk mendapatkan matriks yang dinormalisasi.
Tabel 6 Matriks Normalisasi Prioritas Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pusteling Kriteria Teknologi Penyusunan Kelembagaan Sosial Wilayah Jumlah Pusteling Prioritas a. Kelembagaan
0.3461
0.2529
0.3077
0.2666
1.1734
b. Teknologi Pusteling
0.2693
0.1968
0.2660
0.2603
0.9923
c. Sosial
0.2693
0.3935
0.2394
0.2657
1.1678
d. Wilayah
0.1154
0.1568
0.1869
0.2074
0.6665
Tabel 7 Matriks Normalisasi Kriteria Teknologi Pusteling Analisa Penyusunan Kriteria Teknologi Pusteling a. Perangkat Keras b. Perangkat Lunak c. Perangkat Jaringan
Perangkat Perangkat Keras Lunak 0.3545 0.3578 0.3222 0.3252 0.3234 0.3171
Perangkat Jaringan 0.3512 0.3285 0.3203
Jumlah 1.0634 0.9758 0.9608
Langkah 3. Jumlah nilai tiap baris pada matriks normalisasi dan membaginya dengan jumlah elemen tiap baris untuk mendapatkan bobot global. Kriteria Penyusunan Prioritas a. Kelembagaan b. Teknologi Pusteling c. Sosial d. Wilayah
1.1734 0.9923 1.1678 0.6665
:4 :4 :4 :4
= = = =
Bobot Global 0.2933 0.2481 0.2920 0.1666
Kriteria Penyusunan Teknologi Pusteling a. Perangkat Keras 1.0634 b. Perangkat Lunak 0.9758 c. Perangkat Jaringan 0.9608
:3 :3 :3
= = =
0.3545 0.3253 0.3203
3.
Perhitungan Konsistensi Langkah 1: Menghitung λ Maksimal.
29
Tabel 8 Perhitungan Nilai λ Maksimal Kriteria Teknologi Pusteling Kriteria Penyusunan Teknologi Pusteling a. Perangkat Keras b. Perangkat Lunak c. Perangkat Jaringan
a 0.3545 0.3545 0.3222 0.3234
b 0.3253 0.3579 0.3253 0.3172
b 0.3203 0.3511 0.3284 0.3203
Jumlah 1.0634 0.9759 0.9608
Hasil penjumlahan ini kemudian dibagi dengan nilai prioritas menyeluruh : 1.0634 : 0.3545 = 3 0.9759 : 0.3253 = 3 0.9608 : 0.3203 = 3 Nilai λ Maks = ( 3 + 3 + 3 )
=3
3
Langkah 2: Menghitung Index Konsistensi. (CI) CI = (Nilai λ Maks - N) (N-1) = (3 – 3) (3 – 1) =0
Langkah 3: Menghitung Ratio Konsistensi. (CR) CR = CL / RI(Random Index) = 0 0.58 = 0.0001 Tabel 9 Hasil Pembobotan Global dan Parsial seluruh subkriteria No. 1
Kriteria
Subkriteria
Kelembagaan
Bobot Rasio Parsial/ Konsistensi Lokal
0.293 a. Manajemen Pusteling b. Petugas Pusteling
2
Bobot Global
Teknologi Pusteling
0.561 0.439
0.2% 0.523 0.668
0.248 a. Perangkat Keras
0.354
0.1% 0.700
30
b. Perangkat Lunak c. Perangkat Jaringan 3
Sosial
0.763 0.775
0.292 a. Kebutuhan Pemustaka b. Kuantitas Pemustaka
4
0.325 0.320
Wilayah
0.560 0.440
0.5% 0.521 0.663
0.167 a. Geografis Lokasi Pusteling b. Cuaca/ Kondisi Alam
0.562 0.438
0.1% 0.296 0.380
Perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa perhitungan dikatakan konsisten dikarenakan telah memenuhi syarat yaitu rasio konsistensi tidak melebihi 0.10 atau 10%.