6
BAB II TEORI DASAR DETEKSI JARAK MENGGUNAKAN INFRA MERAH DAN ULTRASONIK
Berbagai jenis robot telah muncul, berbagai fungsi robot telah dibuat, baik robot untuk kepentingan science seperti robot yang dikirim ke planet mars maupun untuk kepentingan sosial seperti robot pemadam kebakaran dan sebagainya. Teknologi sensor telah mempermudah ekspansi fungsi pembuatan robot ini, karena fungsi robot langsung berkaitan dengan kemampuan sensingnya. Misalkan robot pemadam api, haruslah memiliki sensor deteksi api atau panas, dan robot kucing haruslah memiliki pola sensing dan perilaku seperti kucing. Secara umum, setiap robot haruslah mempunyai kemampuan deteksi keadaan, pengolahan data dari keadaan tersebut dan melakukan tindakan yang sesuai dengan keadaan yang dibacanya. Misalnya robot navigasi, haruslah mempunyai kemampuan untuk deteksi wilayah yang dilaluinya (pengukuran jarak antara robot dengan bendabenda sekitar robot), kemampuan untuk memilih jalan yang terbaik secara matematis dan tidak menjadi tersesat, dan tentu saja kemampuan untuk berjalan dan bergerak sesuai yang diinginkan.
Robot yang kami rancang bersama adalah robot navigasi, yang tujuan pembuatannya adalah untuk mencapai suatu titik tertentu yang diharapkan, dimulai dari titik lain yang diketahui koordinat relatifnya terhadap titik tujuan, dengan melewati rintangan-rintangan diantara 2 titik tersebut . Untuk keperluan
tersebut, dibutuhkan suatu kemampuan untuk deteksi rintangan, kemampuan untuk analisis pola rintangan dan memilih jalur untuk robot itu sendiri, kemampuan mengingat jalur yang sudah dilalui sambil tetap memperhitungkan jarak dan arah ke tujuan, serta kemampuan untuk bergerak ke titik tujuan tersebut. Ke 4 fungsi tersebut kemudian dikerjakan oleh anggota kelompok tugas akhir robotik ini yang berjumlah 4 orang, dan masing-masing mendapat tugas 1 fungsi dasar robot.
Gambar 2.1
Kinerja Robot
Bagian yang saya kerjakan adalah fungsi deteksi rintangan, yaitu membaca jarak rintangan-rintangan yang ada di depan robot di kuadran I dan II koordinat kartesius. Untuk deteksi ini, dibutuhkan suatu sistem pengukuran jarak oleh robot. Sensor-sensor yang biasa digunakan untuk pengukuran jarak yaitu : 1.
Sensor potensiometrik, sensor ini mengukur hambatan listrik yang sebanding dengan panjang kawat. Sensor ini tidak bisa digunakan karena mengharuskan adanya hubungan kawat konduktor dari robot ke setiap rintangan (obstacle) dan membentuk loop tertutup dengan sistem deteksi pada robot. 7
2.
Sensor kapasitif, mengukur kapasitansi yang berbanding terbalik dengan jarak. Sensor ini juga tidak bisa digunakan untuk deteksi jarak obstacle disebabkan selain harus ada plat elektroda di tiap obstacle, juga karena jarak terlalu besar untuk menghasilkan kapasitansi yang dapat terukur.
3.
Sensor LVDT dan eddy current, mengukur induktansi magnetik dari penambahan inti besi di antara 2 induktor berhadapan. Sensor ini tidak juga tidak bisa dipakai karena mengharuskan adanya inti besi yang menjangkau tiap obstacle.
4.
Sensor optik, mengukur jarak dengan membaca intensitas pantulan cahaya terhadap bidang yang diukur jaraknya terhadap sensor. Kelemahan sensor ini adalah jarak deteksi yang dekat, karena pengurangan intensitas sebanding dengan kuadrat pertambahan jarak.
5.
Sensor jarak menggunakan ultrasonik, mengukur jarak dengan menghitung waktu pantul oleh bidang yang akan diukur jarak relatif terhadap sensornya, dimulai dari saat sinyal ultrasonik ditransmisikan. Bersama dengan sensor infra merah, sistem deteksi jarak dibuat secara bersama untuk pengukuran jarak dekat dan jauh sekaligus.
8
2.1 Infra Merah
Gambar 2.2
Spektrum cahaya tampak (Encarta Encyclopedia, ©Microsoft Corporation, 2007)
Infra merah merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang sekitar 700-900 nm yang sedikit lebih panjang dari cahaya warna merah sehingga tidak mampu dilihat secara langsung oleh mata manusia (panjang gelombang semakin memendek mulai dari warna merah hingga ke warna biru). Gelombang elektromagnetik
sendiri
dikelompokkan
berdasarkan
frekuensi/panjang
gelombangnya sebagai : sinar gamma, sinar-x, ultra violet, selang sempit cahaya tampak, infra merah, gelombang radar, serta gelombang tv dan radio. Sinar infra merah sendiri secara natural dihasilkan melalui peristiwa black-body radiation yang menjelaskan bahwa sinar infra merah akan lebih banyak dihasilkan oleh benda yang lebih panas dibandingkan dengan benda yang lebih dingin. Atas alasan tersebut, infra merah banyak digunakan dalam sistem deteksi kebakaran serta sistem keamanan yang “melihat” keberadaan orang (makhluk hidup) dalam suatu ruangan. Bentuk yang lebih advance dari sistem infra merah ini berupa kamera infra merah yang dapat mengukur suhu suatu objek secara non-destructive pada jarak yang cukup jauh dari objek, serta infrared spectroscopy untuk mendeteksi unsur-unsur pembentuk suatu bahan.
9
Sebenarnya sinar infra merah itu sendiri dibagi menjadi 3 wilayah, wilayah pertama yang biasa disebut sebagai near infrared region memiliki panjang gelombang antara 700-2000 nm, wilayah kedua yaitu middle infrared region memiliki panjang gelombang antara 2000-20000 nm, dan terakhir adalah far infrared region yang memiliki panjang gelombang 20000-100000 nm. Sumber infra merah sendiri terdiri dari 2 jenis, yaitu sumber termal dan sumber kuantum. Sumber termal infra merah adalah dari semua benda dengan temperatur diatas 0 K mutlak, yang energi/intensitasnya ditentukan melalui hukum Planck tentang radiasi serta tergantung dari temperatur absolut objek tentunya. Persamaan Planck untuk black body radiation ini yaitu : L (λ , T ) =
2hc 2
λ
5
1
∗ e
hc λkT
−1
(2.1)
Dimana L(λ,T) adalah radiansi spektral (energi yang dihasilkan dari permukaan bendahitam pada suatu satuan sudut radiasi per satuan waktu dan per satuan panjang gelombang), dengan h adalah tetapan Planck, λ adalah panjang gelombang, k merupakan konstanta Boltzmann, serta c merupakan kecepatan cahaya di ruang vakum. Maksimum lokal spektrum radiasi ini tergantung pada temperatur objek, yang pergeseran maksimum lokalnya terhadap temperatur dijabarkan dalam hukum Wien, yang dapat diturunkan dari persamaan 1 di atas dengan menurunkan dL/dλ =0 , sehingga dihasilkan :
λmax =
2898 ( µm) T
(2.2)
10
Gambar 2.3
Pergeseran Wien (Wikipedia)
Sebagai contoh, benda dengan suhu sekitar suhu ruangan 293 K (20°C) memiliki intensitas radiasi maksimum pada panjang gelombang ≈ 10 µm.
Emitansi total (M(T)) yaitu energi yang dipancarkan oleh bendahitam pada suatu ruang sferis pada suhu tertentu per satuan waktu sebesar :
M (T ) = σ .T 4
(2.3)
dengan σ =5,67 .10-8 Wm-2K-4, yang dikenal sebagai tetapan Stefan-Boltzmann. Secara umum, benda tidak hitam memancarkan energi emitansi lebih kecil dari pada bendahitam, rasio emitansi antara kedua jenis benda ini disebut sebagai emisifitas ε yang nilainya antara 0 hingga 1.
11
Pengukuran infra red secara termal akan menuntun kepada pengukuran suhu benda atau untuk “melihat” benda bersuhu sangat tinggi seperti disinggung di paragraf sebelumnya.
Sumber lain dari infra merah adalah sumber kuantum yang contohnya adalah LED (Light Emitting Diode) infra merah dan laser. Intensitas infra merah yang dihasilkan oleh sumber kuantum ini tidak tergantung pada suhu sumber, sehingga tidak dapat digunakan untuk mendeteksi temperatur benda/objek. Pada LED, yang merupakan salah satu sumber gelombang kuantum, panjang gelombang elektromagnetik dihasilkan dari rekombinasi pasangan elektron-lubang pada sambungan PN di dioda, yang lebih lengkapnya akan dibahas pada subbab berikutnya beserta detektor infra merah.
Gambar 2.4
Absorpsi dan emisi foton (Encarta Encyclopedia, ©Microsoft Corporation, 2007)
12
2.1.1 Sumber Infra Merah dan Detektor Infra Merah Sumber termal memiliki intensitas yang rendah pada suhu kamar, sehingga pengukuran jarak menggunakan intensitas dari sumber ini akan sulit dilakukan, oleh karena itu, dipilihlah sumber kuantum berupa LED infra merah yang dapat menghasilkan intensitas cukup tinggi serta infra red phototransistor sebagai detektornya.
2.1.1.1 LED infra merah
Gambar 2.5
LED infra merah (Fairchild Semiconductor)
LED merupakan dioda, yang memiliki karakteristik yang sama dengan dioda pada umumnya yang hanya dapat dialiri arus pada arah tertentu saja, namun memiliki kemampuan untuk memancarkan foton jika ada arus yang melaluinya. Dioda terdiri dari sambungan PN (positif negatif) yang bekerja sebagai berikut :
13
it ir Energi elektron
εF Pita Terlarang
Daerah Deplesi
Gambar 2.6
Cara kerja dioda ( Halliday-Resnick)
14
1.
Gambar paling atas merupakan keadaan dioda tanpa beda potensial dari luar, gambar di bawahnya menunjukkan pita energi dioda dalam keadaan tersebut. Pada keadaan ini, sedikit elektron secara termal tereksitasi pada daerah p dan terlempar ke daerah n hingga kehilangan energi karena tumbukan, pada saat bersamaan, elektron yang berada di daerah-n yang memiliki cukup energi untuk loncat ke daerah-p untuk berrekombinasi dengan hole di daerah-p. Arus oleh eksitasi termal it besarnya hampir sama dengan arus rekombinasi ir sehingga arus netto mendekati nol
2.
Gambar ke-tiga merupakan dioda dengan sisi n dihubungkan dengan potensial negatif, dan sisi p dihubungkan dengan potensial positif. Pada keadaan ini, beda potensial dari luar menurunkan tingkat energi yang dibutuhkan untuk elektron berekombinasi, sehingga ir membesar, kemudian tercipta lubang-lubang baru yang diakibatkan oleh pemindahan elektron pada ujung positif, sedangkan elektron terus ditambahkan di ujung negatif. Lubang bermigrasi ke kanan ke daerah dekat sambungan sedangkan elektron ke arah kiri di bawah pengaruh potensial yang dipasang. Elektron dan lubang berekombinasi di daerah sekitar sambungan p-n. Keadaan ini disebut sebagai panjar maju, dimana arus eksternal diperkenankan mengalir melalui dioda.
3.
Gambar
paling
bawah
merupakan
keadaan
ketika
daerah-p
dioda
dihubungkan ke potensial negatif sedangkan ujung n dihubungkan ke potensial positif. Beda potensial yang diberikan akan menarik lubang ke sebelah kiri, ke ujung positif, dan menarik elektron ke kanan ke ujung negatif, sehingga terjadi daerah deplesi yang lebar. Pair generation di daerah
15
sambungan sedikit sekali terjadi oleh eksitasi termal. Keadaan ini disebut sebagai panjar mundur. Tidak seperti pada panjar maju, yang mengalami banyak rekombinasi, yang mengakibatkan pada keadaan ini tidak banyak elektron yang bisa melintasi sambungan p-n sehingga keadaan ini tidak banyak melewatkan arus.
LED memiliki karakteristik dimana saat terjadi rekombinasi antara elektron dan lubang disertai dengan pemancaran foton. Panjang gelombang foton yang dihasilkan tergantung pada semikonduktor yang digunakan untuk membuat dioda (LED) tersebut, sedangkan intensitasnya tergantung pada jumlah rekombinasi elektron-lubang
yang
terjadi.
Untuk
keperluan
sumber
infra
merah,
semikonduktor yang digunakan pada sambungan p dan n di LED biasanya adalah GaAs. Karakteristik fisis dari dioda diantaranya : 1.
Tegangan siku, yaitu tegangan dimana elektron mulai dengan mudah berekombinasi dengan lubang di daerah sambungan p-n. Besar tegangan ini untuk dioda GaAs sekitar 0,7 volt, dibawah nilai ini, hanya sedikit sekali arus yang bisa mengalir melalui dioda.
2.
Non-linear. Dioda sedikit sekali mengalirkan arus jika beda potensial pada panjar maju kurang dari 0,7 volt, namun di atas itu, nilai arus yang mengalir meningkat dengan cepatnya.
3.
Arus panjar maju maksimum, merupakan arus maksimum yang diijinkan yang merupakan batas aman sebelum dioda terbakar karena panas karena aliran arus pada sambungan p-n yang terlalu besar.
16
4.
Tegangan maksimum panjar mundur, merupakan batas tegangan maksimum panjar mundur dimana diatas nilai tegangan maksimum ini, dioda akan rusak dikarenakan pelebaran tetap pada depletion layer.
5.
Waktu naik dan waktu turun. Tidak semua dioda merespon dengan cepat terhadap tegangan untuk mengalirkan arus pada panjar maju. Setelah dikenai beda potensial secara panjar maju, setelah beberapa mikrosekon baru arus yang melewati dioda akan maksimum, begitu pula saat beda potensial dihilangkan, baru setelah beberapa mikrosekon tidak ada lagi arus yang melewati sambungan p-n dari daerah-n ke daerah-p.
2.1.1.2 Fototransistor infra merah
Gambar 2.7
Fototransistor beserta simbolnya (Faichild Semiconductor)
Fototransistor sama dengan transistor NPN lainnya, hanya saja arus juga dihasilkan oleh eksitasi termal pada daerah-p. Gambar di atas merupakan betuk dan simbol untuk transistor npn, dengan E merupakan emitter yang terhubung ke potensial negatif, C merupakan kolektor yang terhubung dengan potensial positif, dan B merupakan basis, yang dihubungkan pada potensial positif yang lain. Transistor bekerja dengan cara sebagai berikut.
17
1.
Jika E dihubungkan dengan ujung negatif, maka E akan dipenuhi oleh elektron bebas. Elektron bebas ini tidak akan berekombinasi dengan lubang di B jika tidak memiliki cukup energi untuk meloncati sambungan p-n (B-E)
2.
Jika C dihubungkan dengan ujung positif, elektron di C akan dikeluarkan melalui ujung positif tersebut, sehingga terjadi pengosongan elektron di C.
3.
Jika setelah itu, B dihubungkan pada suatu potensial sehingga beda potensial antara B dan E cukup besar/diatas bukit potensial antara sambungan E dan B, maka elektron bebas dari E akan mulai meloncati dinding dan berekombinasi dengan lubang di B.
4.
Elektron-elektron yang telah masuk ke B kemudian meloncati barrier potential antara sambungan B dan C yang mengakibatkan aliran elektron dari B ke C yang kemudian keluar pada ujung negatif pada C.
Dari proses diatas, jelaslah bahwa untuk mengalirkan elektron dari E ke C dibutuhkan suatu beda potensial yang membuat depletion layer antara B dan E menipis atau dengan kata lain, turunnya tingkat energi yang dibutuhkan agar elektron dapat loncat dari E ke B. Aliran elektron dari E ke C ini menghasilkan arus konvensional dari C ke E.
Fototransistor bekerja dengan cara mempertipis depletion layer antara B dan E melalui proses pair generation pada semikonduktor di base yang disebabkan oleh radiasi cahaya yang masuk ke B. Sebelum menerima cahaya, lubang di B berjumlah sedikit, sehingga sedikit sekali rekombinasi elektron-lubang pada daerah
18
sambungan B-E. Jika cahaya dengan panjang gelombang yang bersesuaian menumbuk elektron pada atom-atom di B, akan terjadi pair production, yang menyebabkan lubang di B bertambah, sementara itu elektron dari pair production segera loncat ke C. Akibat dari bertambahnya jumlah lubang di B, depletion layer antara B dan E menyempit, sehingga elektron dapat segera berekomendasi dengan lubang di daerah sambungan B-E, dan kemudian elektron dilepaskan kembali menuju C. Jumlah lubang yang terbentuk pada pair-production karena penyinaran di B mempengaruhi jumlah elektron yang dapat dilewatkan dari E ke B, sehingga semakin tinggi intensitas cahaya yang diterima, semakin banyak elektron yang bisa mengalir dari E ke B ke C.
Panjang gelombang cahaya yang menjadi karakteristik dari fototransistor ditentukan oleh bahan yang digunakan dalam pembuatan transistor, karena hanya cahaya pada panjang gelombang yang bersesuaian dengan energi ikat elektron pada atom yang dapat mengeksitasi elektron tersebut dari lintasannya menuju pita konduksi.
Seperti halnya dioda, transistor juga memiliki karakteristik fisik sebagai berikut : 1.
Tegangan maksimum CE, yang merupakan batas maksimum tegangan antara C dan E yang masih dapat menjaga elektron di E selama belum ada beda potensial BE. Di atas tegangan ini, elektron dapat langsung loncat dari E ke B lalu ke C tanpa tgangan BE, karena dinding potensial telah turun begitu jauh oleh beda potensial yang diberikan pada CE.
19
2.
Tegangan maksimum BE. Sama halnya dengan dioda, sambungan BE juga merupakan dioda, yang memiliki tegangan panjar maju maksimum.
3.
Tegangan maksimum CB, yaitu nilai dimana nilai di atas nilai ini akan menyebabkan sumber elektron untuk C bukanlah dari E, melainkan dari B, sehingga dapat merusak junction antara B dan C. (tegangan panjar mundur maksimum)
20
2.1.2 Deteksi Jarak Menggunakan Transmitter dan Receiver Infra Merah Tidak seperti ultrasonik yang mengukur jarak benda mengandalkan waktu tempuh dari transmiter ke objek dan dipantulkan kembali ke receiver, deteksi infra merah tidak bisa menggunakan waktu, karena kecepatan cahaya yang hampir tidak mungkin untuk diukur oleh instrumen yang ada saat ini. Oleh karena itu, kebanyakan penelitian mendasarkan pengukuran infra merah pada intensitasnya, dengan sebagian kecil memanfaatkan pergeseran fasa untuk spektroskopi kristal. Prinsip mendasar pengukuran intensitas infra merah ini kemudian saya manfaatkan untuk memperkirakan jarak suatu objek didepan sistem pemancar dan penerima infra merah. Asumsi awal untuk sistem ini yaitu bahwa tidak semua gelombang infra merah yang dipancarkan dari pemencar diserap oleh objek. Secara lengkap, prinsip kerja dari sistem yang saya buat yaitu : 1.
LED infra merah memancarkan sinar infra merah dengan intensitas yang konstan dan lebih tinggi daripada intensitas maksimum infra merah yang mungkin dimiliki oleh suatu ruangan ke arah depan sistem deteksi. Intensitas konstan ini dihasilkan dengan memberikan tegangan konstan pada IR LED.
2.
Jika sinar infra merah yang dipancarkan bertemu suatu objek di depan detektor, sebagian dari intensitasnya akan diserap oleh objek dan sebagian lagi dipantulkan kembali menuju detektor infra merah. Semakin jauh benda terhadap sumber infra merah, maka daya yang diterima benda akan berkurang sesuai dengan kuadrat jarak tersebut.
3.
Nilai intensitas yang dipantulkan kembali oleh objek kemudian disimpan di dalam memori mikrokontroller. Selanjutnya detektor membaca intensitas
21
ambien dengan menerima infra merah dari lingkungan saja, LED infra merah dimatikan. 4.
Karena intensitas pantulan yang dibaca oleh detektor saat menerima sinar pantul dari objek merupakan somasi antara infra merah ruangan dan infra merah pantulan mutlak dari LED, maka dengan menghitung selisih antara pengukuran pertama dengan kedua, kita dapatkan intensitas mutlak hasil pantulan dari objek terhadap infra merah yang dipancarkan LED.
5.
Persamaan berikut dapat digunakan untuk menentukan jarak yang terukur.
R ≈ k∗
I0 I1
(2.4)
Dengan R menunjukkan jarak terukur, I0 merupakan intensitas maksimum yang dipancarkan sumber, dan I1 merupakan intensitas mutlak hasil pantulan infra merah dari led oleh benda, nilai k ditentukan setelah melalui kalibrasi, yang ditentukan kemudian setelah alat siap diuji coba. 6.
Karena detektor memiliki batas kemampuan mengukur intensitas maksimum, maka perlu ditentukan juga jarak minimum yang masih bisa dianggap valid untuk pengukuran menggunakan metoda ini, yang akan disesuaikan dengan data hubungan intensitas dan tegangan dari detektor secara nyata.
Berdasarkan prinsip kerja yang dipaparkan di atas, maka sistem yang dirancang terdiri dari : pemancar infra merah dengan intensitas cukup kuat, detektor infra merah yang memiliki sensitifitas yang sesuai untuk digunakan di tempat gelap maupun cukup terang, analog to digital converter yang merubah nilai tegangan
22
dari detektor untuk diolah dalam mikrokontroller, mikrokontrollernya itu sendiri, sistem display, serta tentu sumber tegangan yang stabil.
2.2
Sensor Ultrasonik
Gelombang bunyi adalah getaran dari partikel zat padat, zat cair atau juga gas yang dilalui bunyi. Partikel-partikel tersebut bergetar disekitar titik setimbangnya sehingga ikut menggetarkan partikel-partikel tetangganya. Aliran energi ini adalah radiasi dari sumber bunyi berupa gelombang bunyi.
Gelombang bunyi merupakan bentuk energi mekanik yang hanya dapat ada di dalam medium, tidak bisa di dalam vakum. Pada dasarnya, ada dua syarat untuk membentuk getaran : harus ada yang bergetar dan harus ada gaya yang selalu membuat yang bergetar itu kembali ke posisinya semula. Dengan kata lain, haruslah ada massa dan elastisitas, seperti beban yang digantung pada pegas yang terikat ujung atasnya pada dinding.
Gambar 2.8
Osilasi pegas (Wikipedia) 23
Konfigurasi seperti di atas dapat menghasilkan getaran pada benda w dengan lintasan A-B-A-C-A-dst. Frekuensi getaran ini ditentukan oleh massa benda dan koefisien pegas yang digunakan, melalui persamaan :
ω=
k m
;
2π . f =
k m
;
f =
1 2π
k m
(2.5-7)
Kekuatan gelombang ditunjukkan oleh jarak antara titik puncak gelombang dengan titik seimbangnya yang disebut sebagai amplitudo.
Hal yang sama juga terjadi pada alat musik akustik seperti gitar. Frekuensi gitar ditentukan oleh tegangan senar (diatur oleh penegang senar dan oleh posisi tekan oleh jari) yang analogi dengan koefisien pegas dan oleh ukuran (massa jenis) senar. 2 senar dengan tegangan tali yang sama namun masing-masing memiliki massa jenis berbeda akan memiliki frekuensi natural yang berbeda, senar yang lebih ringan memiliki frekuensi yang lebih tinggi dari senar yang berat. Kekuatan bunyi yang dihasilkan akan sesuai dengan kekuatan kita memetik gitar yang menghasilkan amplitudo getaran maksimum dari gitar tersebut. Namun, senar teregang saja tidak cukup untuk menghasilkan bunyi yang keras, untuk itu dibuatlah bodi gitar untuk menguatkan bunyi yang dihasilkan dari senar gitar. Dengan dasar yang sama, sensor ultrasonik dibuat.
Tidak semua getaran mekanik dapat didengar oleh manusia. Manusia dapat mendengar hanya pada range frekuensi yang sempit, antara 16 getaran per detik (16 Hz) hingga 20000 getaran per detik saja. Wilayah tersebut disebut wilayah
24
audibel. Getaran dengan frekuensi di bawah 20 Hz, disebut sebagai wilayah subsonic, dan bunyi dengan getaran di atas 20 KHz disebut sebagai wilayah ultrasonik.
Gambar 2.9
Spektrum akustik (Wikipedia)
Sensor ultrasonik kemudian dirancang agar dapat menghasilkan frekuensi getar di wilayah ultrasonik. Secara umum, sensor ultrasonik ini dibuat untuk frekuensi antara 20-50 kHz. Untuk membangkitkan getaran tersebut, digunakan material yang bergetar jika diberi tegangan listrik, yaitu bahan piezoelectric. Bahan piezoelektrik ini hanya mengalamai perubahan yang singkat saat diberi tegangan, oleh karena itu, tegangan yang digunakan tidak boleh tegangan DC. Bahan ini harus secara kontinu menghasilkan getaran dengan frekuensi tetap, sehingga arus AC dengan frekuensi sesuai dengan frekuensi ultrasonik yang diinginkan harus dibangkitkan untuk sensor ini.
Salah satu pembuat sensor ultrasonik adalah perusahaan Nippon Ceramic Co., Ltd. (NICCERA) dari Jepang. Perusahaan ini menggunakan bahan yang disebut sebagai piezoceramic sebagai bahan utama sensornya.
25
Gambar 2.10
Penampang samping sensor ultrasonik dari NICCERA (NICCERA, Co. Ltd)
Prinsip kerja dari sensor ini : Jika diberi tegangan AC dengan frekuensi yang sesuai, elemen piezoelektrik terpolarisasi dari sensor secara mekanik akan terdistorsi sebanding dengan voltase yang digunakan dan membangkitkan medan bunyi. Sebaliknya, jika elemen ini dikenakan pada suatu medan bunyi, akan menghasilkan tegangan yang sebanding dengan intensitas bunyi yang diterima dan dengan frekuensi sama dengan frekuensi bunyi yang diterima.
Gambar 2.11
Prinsip kerja sensor ultrasonik (NICCERA Co. Ltd)
Efek diatas dapat di sempurnakan dengan menempelkan elemen tersebut pada diafragma logam yang dikenal sebagai struktur unimorf. Fungsi dari diafragma ini 26
adalah sebagai pembentuk frekuensi natural dari gabungan elemen dan logam, sehingga dapat beresonansi pada frekuensi yang sesuai. Jika tegangan sinyal dikenai pada logam ini, akan menghasilkan tegangan lengkung, membentuk getaran melengkung seperti gambar di atas. Jika frekuensi listrik yang dikenakan beresonansi dengan vibrator logam ini, maka akan menghasilkan getaran bunyi paling efektif dan efisien, sifat ini digunakan untuk transmitter. Jika getaran bunyi yang diterima beresonansi dengan vibrator ini, maka logam getar lengkung ini akan menghasilkan tegangan listrik paling efektif san efisien, sifat ini digunakan untuk receiver.
Penyempurnaan dari sensor sederhana ini adalah dengan menambahkan kerucut di atas logam getar lengkung dan pengemasan yang sesuai sehingga dapat berfungsi sebagai penguat sinyal (seperti halnya badan kayu pada gitar). Penutup tabung juga disesuaikan dengan frekuensi yang akan dibangkitkan, untuk mengurangi pembentukan atau penangkapan noise akibat resonansi dengan partikel debu di udara. Perusahaan Nippon Ceramic ini memproduksi beberapa jenis umum sensor ultrasonik.
Gelombang yang dihasilkan bersifat menyebar, tidak seperti infra red atau laser. Area deteksinya pun adalah daerah kerucut, sehingga jika daerah pantul berbentuk cekung, akan menyulitkan bagi kita untuk mengetahui, apakah nilai waktu pantul yang terdetksi adalah hasil pantul dari bidang yang tepat di depan, ataukah dari bidang yang membentuk sudut cukup besar dari bidang tepat di depan. Namun
27
demikian, sensor ini memiliki karakteristik intensitas yang membantu mengurangi kesalahan dan kesulitan tadi. Pola intensitas dan pola radiasi dari sensor ini :
Gambar 2.12
Pola intensitas radiasi dari sensor ultrasonik (Iwan Setiawan, FT-UNDIP)
Tampak dari gambar tersebut, bahwa wilayah deteksi optimal hanya pada daerah < 30° di depan sensor. Agar pengukuran cukup akurat, maka jarak maksimum deteksi harus dibatasi, agar sinyal pantul memiliki intensitas yang masih lebih besar dari sinyal pantul dari dinding di daerah > 30° di depan sensor, untuk itu, dibutuhkan rangkaian komparator untuk menahan sinyal samping dan untuk membatasi daerah deteksi.
Untuk pengukuran lebih lanjut, pola intensitas radiasi ini dapat dimanfaatkan untuk pemetaan wilayah secara utuh dengan menggunakan banyak sensor ultrasonik dan mengukur probabilitas intensitas pantul sebagai fungsi dari jarak dan sudut sehingga didapat citra 3 dimensi dari daerah yang dipetakan. Untuk proyek tugas akhir saya, karena hanya menggunakan sepasang transmitterreceiver saja, pengukuran yang dilakukan adalah pengukuran linear langsung dari objek yang tepat di depan sensor tanpa menggunakan olah probabilitas.
28