Politeknik Negeri Bandung
BAB II
TEORI DASAR
2.1
Pendingin Termoelektrik (TEC)
Teknologi termoelektrik bekerja dengan mengonversi energi panas
menjadi listrik secara langsung (generator termoelektrik), atau sebaliknya, dari listrik menghasilkan dingin (pendingin termoelektrik). Untuk menghasilkan listrik, material termoelektrik cukup diletakkan sedemikian rupa dalam rangkaian
yang menghubungkan sumber panas dan dingin. Dari rangkaian itu akan
dihasilkan sejumlah listrik sesuai dengan jenis bahan yang dipakai. Pendingin termoelektrik merupakan solid state technology yang bisa menjadi alternatif pendingin selain sistem kompresi uap. Dibandingkan dengan teknologi kompresi uap yang masih menggunakan refrigeran sebagai media penyerap panas, teknologi pendingin termoelektrik relatif lebih ramah lingkungan, tahan lama, dan bisa digunakan dalam skala besar. Pendingin termoelektrik ini mempunyai kemampuan mendinginkan dan memanaskan sekaligus dimana perubahan polaritas tegangan akan membalikkan fungsi dari panas ke dingin dan sebaliknya. Jika sebuah elemen termoelektrik dialiri arus listrik DC maka kedua sisi elemen ini akan menjadi panas dan dingin. Sisi dingin inilah yang dimanfaatkan sebagai pendingin udara ruangan dry box dengan bantuan heatsink dan fan. Dengan demikian tidak diperlukan kompresor seperti halnya
di
mesin-mesin
pendingin
konvensional,
sehingga
tidak
menimbulkan suara bising. 2.2
Sejarah Perkembangan Termoelektrik (TEC) Fenomena termoelektrik pertamakali ditemukan oleh Thomas Johann
Seebeck pada tahun 1821 seorang ilmuwan yang berkebangsaan Jerman. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian, dimana salah satu sisi
Laporan Tugas Akhir
5
Politeknik Negeri Bandung
logam tersebut dipanaskan dan sisi logam yang lainnya didinginkan.
Ternyata perbedaan temperatur yang terjadi
menyebabkan adanya aliran
listrik. Fenomena tersebut kemudian dikenal dengan efek Seebeck, yang kemudian digunakan sebagai prinsip pengukuran temperatur dengan termokopel. Kemudian pada tahun 1834, seorang pembuat jam dan fisikawan paruh
waktu bernama Jean Charles Athanase Peltier, ketika meneliti efek Seebeck menemukan bahwa ada fenomena kebalikan.
Jika arus listrik searah dialirkan pada suatu rangkaian tertutup yang terdiri dari sambungan dua material logam yang berbeda, maka terjadi
penyerapan panas pada sambungan logam tersebut dan pelepasan panas pada
sambungan yang lainnya. Pelepasan dan penyerapan panas ini saling berbalik begitu arah arus dibalik. Ini kemudian dikenal dengan efek Peltier. Pada tahun 1854, William Thomson atau lebih dikenal Lord Kelvin, memberikan penjelasan yang lebih lengkap dari Efek Seebeck dan Efek Peltier, serta menggambarkan hubungan timbal balik keduanya. 2.3
Prinsip Kerja Termoelektrik (TEC) Sebuah modul termoelektrik tersusun dari pasangan-pasangan balok
semikonduktor (thermocouple) berbahan Bismuth Telluride yang telah diberi impurities (doped). Semikonduktor Tipe-N telah diberi impurities oleh bahanbahan yang memberikan elektron tambahan, sehingga jumlah elektronnya menjadi berlebih. Sebaliknya pada semikonduktor Tipe-P yang telah diberi impurities bahan-bahan yang mengurangi jumlah elektron, sehingga terdapat lubang-lubang (holes) yang nantinya akan menerima elektron dari Tipe-N. Ketika terjadi beda potensial, elektron-elektron yang mengalir dari semikonduktor tipe-P ke tipe-N akan menyerap energi kalor dari sisi dingin. Ketika elektron-elektron mengalir dari semikonduktor tipe-N ke tipe-P akan dilepaskan energi kalor ke sisi panas. Sehingga daerah di sekitar sambungan dingin akan menjadi dingin dan daerah di sekitar sambungan panas harus diberikan alat penukar kalor agar modul tidak rusak akibat overheating.
Laporan Tugas Akhir
6
Politeknik Negeri Bandung
Prinsip kerja pendingin termoelektrik berdasarkan efek Peltier, yaitu
ketika arus DC dialirkan ke elemen Peltier, maka salah satu sisi elemen
Peltier menjadi dingin (panas diserap) dan sisi lainnya menjadi panas (panas dilepaskan), seperti pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Susunan Elemen Peltier (Wikipedia)
Hal yang menyebabkan sisi dingin elemen Peltier menjadi dingin adalah adanya aliran elektron dari tingkat energi yang lebih rendah pada semikonduktor tipe-P, ke tingkat energi yang lebih tinggi yaitu semikonduktor tipe-N. Supaya elektron tipe P yang mempunyai tingkat energi yang lebih rendah dapat mengalir maka elektron menyerap energi yang mengakibatkan sisi tersebut menjadi dingin.
Gambar 2.2 Termoelektrik Sisi Dingin (Wikipedia)
Sebaliknya pada sambungan sisi panas, elektron mengalir dari tingkat energi yang lebih tinggi (semikonduktor tipe-N) ke tingkat energi yang lebih rendah (semikonduktor tipe-P). Agar elektron dapat mengalir ke semikonduktor tipe-P, kelebihan energi pada tipe-N dibuang ke lingkungan, sehingga sisi tersebut menjadi panas.
Laporan Tugas Akhir
7
Politeknik Negeri Bandung
Gambar 2.3 Termoelektrik Sisi Panas (Wikipedia)
Berdasarkan Gambar 2.2, elektron mengalir dari semikonduktor pada tipe
P yang kekurangan energi, menyerap panas pada bagian yang didinginkan
kemudian mengalir ke semikonduktor tipe N. Semikonduktor tipe N yang kelebihan energi membuang energi tersebut ke lingkungan dan mengalir ke semikonduktor tipe P dan seterusnya. 2.4
Termoelektrik Bertingkat Sistem bertingkat pada modul termoelektrik digunakan jika modul tunggal
tidak bisa mencapai perbedaan temperatur yang diinginkan. Penambahan modul akan mengakibatkan daya yang dibutuhkan semakin besar.
Gambar 2.4 Termoelektrik Bertingkat (Wikipedia) (a) Peltier Paralel (b) Peltier Cascade
Kemampuan memompa panas dari beban pada sistem bertingkat dapat ditingkatkan tergantung pada jumlah tingkat modul. Semakin banyak tingkat, maka semakin besar selisih antara Th dengan Tc atau ΔT. Karena ΔT yang semakin besar, maka panas yang dapat dipindahkan dari beban juga semakin besar.
Laporan Tugas Akhir
8
Politeknik Negeri Bandung
2.5
Sistem Pendingin Termoelektrik
Bagian penting dari sebuah sistem pendingin termoelektrik adalah alat penukar panas (heat exchanger), seperti heatsink, heatpipe, dan sebagainya. Bagian ini mutlak dipertahankan
diperlukan,
konstan,
sebab
jika
sisi
panas
peltier
dapat
maka sisi dingin dari elemen peltier akan mampu
menyerap panas secara konstan pula. Sistem
pendingin
termoelektrik
memerlukan heatsink yang berfungsi untuk menyerap panas pada sisi dingin elemen peltier dan membuang panas pada sisi panas peltier. Susunan dasar sistem
pendingin termoelektrik setidaknya terdiri dari elemen peltier dan heatsink baik pada sisi dingin elemen peltier maupun pada sisi panas peltier, seperti pada
Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Susunan Dasar Sistem Termoelektrik (Heatsink Guide)
Bagian yang akan didinginkan dapat langsung dihubungkan dengan sisi dingin elemen peltier. Dapat juga dihubungkan terlebih dahulu dengan alat penukar panas sebelum dihubungkan dengan sisi dingin elemen peltier. Alat penukar panas tersebut dapat berupa fluida atau dengan konveksi udara. Sedangkan panas yang dihasilkan pada sisi panas elemen peltier juga dapat disalurkan ke lingkungan melalui udara baik secara alami maupun konveksi paksa atau dengan media pendingin air maupun fluida lainnya Alat penukar panas ini dapat divariasikan penggunaannya seperti yang terlihat pada Gambar 2.6. Penyusunan sistem pendingin termoelektrik ini bergantung pada media penukar panas yang digunakan. Media penukar panas dapat berupa zat gas/udara, cair, dan padat.
Laporan Tugas Akhir
9
Politeknik Negeri Bandung Gambar 2.6 Jenis Susunan Sistem Termoelektrik (Heatsink Guide)
Jenis susunan sistem pendingin termoelektrik yang penulis gunakan pada
aplikasi dry box yaitu aplikasi untuk media zat gas/udara, sehingga di kedua sisi termoelektrik yaitu untuk sisi dingin dan sisi panas menggunakan heatsink untuk
transfer kalor yang dilakukan oleh termoelektrik dengan bantuan oleh fan. 2.6
Performa Sistem Termoelektrik Sebuah
modul
membandingkan performa
termoelektrik
dapat
maksimal
dengan
dikarakteristikan temperaturnya,
dengan Biasanya
karakteristik modul termoelektrik memiliki daftar standarnya, seperti: -
∆Tmax
= perbedaan temperatur maksimal pada Q = 0 oC
-
Qmax
= kapasitas pendinginan yang berhubungan dengan ∆Tmax
-
Imax
= arus listrik pada ∆Tmax
-
Vmax
= tegangan pada sambungan pada Imax tanpa ada beban panas
Parameter-parameter di atas saling memiliki keterkaitan satu dengan lainnya.
Gambar 2.7 Penampang Elemen Sambungan Peltier (Wikipedia)
Laporan Tugas Akhir
10
Politeknik Negeri Bandung
Pada Gambar 2.7 terlihat hubungan antara supply yang diberikan
dengan nilai kalor yang diserap pada sisi dingin dan kalor yang dilepaskan
pada sisi panas. Hubungan antara kalor yang dilepaskan pada sisi panas dan kalor yang diserap pada sisi dingin serta energi listrik yang diberikan dapat dituliskan sebagai berikut : Qh = Qc + Pin
(6)
(2.1)
Qh
= Panas yang dilepas pada sisi panas modul (Watt)
Qc
= Panas yang diserap pada sisi dingin modul (Watt) Performa modul termoelektrik, secara sederhana dinyatakan dalam bentuk
skema
pada
Gambar
2.7,
dan
untuk
perhitungannya
menggunakan
persamaan-persamaan berikut ini : • Panas yang dipompa pada sisi dingin atau beban panas yang dipindahkan (Watt) Qc = m.Cp.∆T
(6)
(2.2)
• Daya listrik yang diberikan kepada elemen Peltier (Watt) Pin = V . I
(6)
(2.3)
COP = Qc / Pin
(6)
(2.4)
• COP terhadap elemen Peltier
• Massa zat yang mengalami perpindahan panas (kg) m = massa jenis x volume Cp
= kalor jenis
∆T
= Th – Tc = beda temperatur
(oC)
Th
= temperatur sisi panas
(oC)
Tc
= temperatur sisi dingin
(oC)
Laporan Tugas Akhir
(6)
(2.5)
11
Politeknik Negeri Bandung
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan, maka pendingin termoelektrik
sangat sesuai digunakan pada alat dry box untuk penyimpanan kamera yang
mudah dibawa kemana-mana karena merupakan alat pompa kalor yang berbentuk solid (solid-state heat pump). Berbentuk solid artinya alat ini tidak menggunakan refrigeran sebagai media perpindahan kalor, oleh karena itu termoelektrik
memiliki bentuk yang ringkas dan ramah lingkungan. Pemilihan penulis dalam memilih spesifikasi modul termoelektrik didasarkan pada beban kalor, beda suhu dan parameter listrik yang digunakan. Karena kelebihan sistem pendingin termoelektrik adalah tidak berisik, mudah
perawatan, ramah lingkungan dan tidak memerlukan banyak komponen tambahan.
Selain itu manfaat lain dari termoelektrik sebagai mesin pendingin adalah dapat mengurangi
polusi
udara.
Hydrochlorofluorocarbons
(HCFCs)
dan
chlorofluorocarbons (CFC) dikenal sebagai ozone depleting substances (ODSs), yaitu substansi yang meyebabkan penipisan lapisan ozon merupakan zat yang sudah lama dipakai dalam mesin pendingin. Namun, baru-baru ini telah diterbitkan regulasi mengenai penggunaan zat-zat tersebut dalam mesin pendingin, sehingga mesin pendingin berteknologi termoelektrik menjadi solusi cerdas dalam masalah ini. Dengan teknologi ini maka penulis mengharapkan dapat mengurangi penggunaan bahan kimia berbahaya seperti itu dan mungkin akan berjalan lebih tenang (karena mereka tidak memerlukan bising Kompresor). (Tellurex, 2008). 2.7
Perpindahan Panas Perpindahan panas yang terjadi pada sistem pendingin termoelektrik
adalah dengan cara konduksi dan konveksi. Konduksi terjadi mulai dari heat sink sisi dingin peltier, bracket/coldsink, dan heat sink pada sisi panas peltier. Sedangkan konveksi terjadi pada udara dalam ruangan, lingkungan sekitar alat uji dry box, dan udara disekitar sirip-sirip heat sink.
Laporan Tugas Akhir
12
Politeknik Negeri Bandung
2.7.1 Perpindahan Panas Konduksi
Perpindahan panas yang terjadi secara konduksi berarti perpindahan panas tanpa dikuti oleh perpindahan molekul benda tersebut. Konduksi juga dapat dikatakan sebagai transfer energi dari sebuah benda yang memiliki energi yang besar menuju ke benda yang memiliki energi yang rendah. Persamaan cukup
yang digunakan untuk perpindahan panas konduksi dikenal dengan Hukum Fourier: = − .
(2.6)
∆
(Sumber : JP Holman, Heat Transfer Sixth Edition)
Nilai minus (-) dalam persamaan diatas menunjukkan bahwa panas selalu berpindah ke arah temperatur yang lebih rendah. Jika suatu benda padat disusun berlapis dari material yang berbeda, maka untuk mengetahui nilai perpindahan panas yang terjadi dapat digunakan pendekatan sistem resistansi listrik. Besarnya tahanan termal yang terjadi adalah perbandingan selisih suhu diantara kedua permukaan (T1-T2) dengan laju aliran panas q (J/s). Untuk mencari nilai tahanan termal dari suatu material padatan digunakan persamaan : =
=
∆ .
=
.
(2.7)
(Sumber : JP Holman, Heat Transfer Sixth Edition)
q
= Energi panas (W)
k
= Konduktivitas termal (W/m.oC)
A
= Luas permukaan (m2)
∆x
= Tebal penampang permukaan (m)
T1
= Temperatur yang lebih tinggi (oC)
T2
= Temperatur yang lebih rendah (oC)
Laporan Tugas Akhir
13
Politeknik Negeri Bandung
2.7.2 Perpindahan Panas Konveksi
Perpindahan panas yang terjadi secara konveksi adalah perpindahan panas yang disertai gerakan molekul benda tersebut. Gerakan inilah yang menyebabkan adanya transfer panas. Misalkan pada pemanasan air, terlihat bahwa molekul
air yang panas akan bergerak naik ke atas, sedangkan molekul air yang lebih
dingin akan turun ke bawah, karena berat jenisnya lebih besar. Konveksi sendiri dapat dibagi menjadi dua, yaitu konveksi bebas
(alami) dan konveksi paksa. Konveksi alami terjadi apabila pergerakan fluida
dikarenakan gaya apung akibat perbedaan densitas/kerapatan fluida tersebut. Perbedaan kerapatan
temperatur
itu sendiri
akibat proses
bisa terjadi karena adanya perbedaan
pemanasan.
Sedangkan
pada
konveksi
paksa
pergerakan fluida terjadi akibat gaya luar seperti kipas (fan) atau pompa. Pada
perpindahan
panas
konveksi
berlaku
hukum
pendinginan
Newton, yaitu: = ℎ. (
−
)
(2.8)
(Sumber : JP Holman, Heat Transfer Sixth Edition)
qconv
= Energi panas konveksi (W)
h
= Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2.oC)
A
= Luas area permukaan (m2)
TS
= Temperatur permukaan (oC)
2.8
Tahanan Kontak Termal Pada pemasangan modul temoelektrik dengan heat sink akan terjadi
bidang
kontak
antara
keduanya
yang
akan
menyebabkan
penurunan
temperatur secara tiba-tiba pada persinggungan keduanya. Hal ini terjadi karena adanya tahanan kontak termal (thermal contact resistance), dimana nilai
kekasaran permukaan
bidang
kontak
akan
mempengaruhi
laju
perpindahan panas. Ada dua unsur pokok yang menentukan perpindahan panas pada sambungan, yaitu:
Laporan Tugas Akhir
14
Politeknik Negeri Bandung
a. Konduksi antara zat padat dengan zat padat pada titik persinggungan
(contact spot).
b. Konduksi melalui gas yang terkurung pada ruang-ruang lowong yang
terbentuk karena persinggungan.
Kedua faktor ini diperkirakan memberikan pengaruh utama terhadap aliran
panas, seperti terlihat pada Gambar 2.8. Penurunan karena adanya hambatan
kontak sangat berpengaruh terhadap laju panas. Karena konduktivitas gas sangat kecil dibandingkan dengan zat padat, maka jika terdapat ruang
kosong pada permukaan kontak dapat menyebabkan turunnya daya hantar panas
permukaan.
Gambar 2.8 Penurunan Temperatur Akibat Tahanan Kontak
Adapun besarnya nilai tahanan kontak adalah: =
(
)
(2.9)
(Sumber : JP Holman, Heat Transfer Sixth Edition)
RT
= Tahanan termal (oC/W)
TA
= Temperatur material A (oC)
TB
= Temperatur material B (oC)
qx
= Heat flux (W/m2)
Laporan Tugas Akhir
15
Politeknik Negeri Bandung
2.9
Heatsink Plat
Komponen elektronika dalam suatu rangkaian akan menghasilkan panas, sehingga perlu pelepasan panas atau pendinginan,
agar
kinerja
komponen-komponen tidak terganggu atau bahkan terjadi kerusakan. Peralatan pelepas panas pada komponen elektronik yang banyak digunakan adalah heatsink.
Sistem pendingin termoelektrik juga memerlukan heatsink yang berfungsi untuk menyerap panas pada sisi dingin elemen peltier dan membuang panas pada sisi panas peltier.
2.9.1 Heatsink Plat Bersirip Jenis Extrude
Heatsink plat
bersirip,
banyak
digunakan
untuk
meningkatkan
pelepasan panas pada komponen mikroelektronik dan komponen elektronik penghasil panas lainnya.
Penggunaan heatsink plat
bersirip
adalah untuk
menurunkan tahanan termal dan temperatur operasi komponen. Hal ini dapat diwujudkan karena adanya penambahan luas permukaan pendingin dari sirip plat, juga dengan didapatkannya peningkatan koefisien perpindahan panas konveksi.
Gambar 2.9 Heatsink Plat Bersirip (Heatsink Guide) (a) Jenis Extrude (b) Jenis Slot
Heatsink plat bersirip yang banyak dipakai sekarang ini adalah jenis extrude seperti Gambar 2.9.a). Heatsink ini terdiri dari susunan sirip-sirip plat tipis berjejer yang dipasang pada plat dasar yang sama.
Laporan Tugas Akhir
16
Politeknik Negeri Bandung
2.9.2 Heatsink Plat Bersirip Jenis Slot
Pengembangan dan peningkatan unjuk kerja termal jenis heatsink ini adalah dengan dibentuknya slot-slot pada sirip-sirip plat seperti Gambar 2.9.b). Ukuran dan jarak antar sirip serta panjang dan jarak antar slot mempunyai pengaruh penting terhadap unjuk kerja heatsink. Pada jenis slot, pola
aliran fluida dalam saluran yang dibentuk oleh dua sirip yang berjejer, akan berubah. Perubahan pola aliran,adalah terjadinya lapis batas aliran yang berlangsung hanya sepanjang slot, kemudian dimulai lagi pembentukan lapis
batas pada slot berikutnya. Hal ini akan memperpendek terbentuknya lapisan sehingga sepanjang heatsink tebal lapis batas yang terbentuk lebih kecil. batas
Sementara itu, pada heatsink tanpa slot, maka lapis batas akan tumbuh
dari ujung plat hingga ujung yang terakhir, sehingga tebal lapis batas secara keseluruhan menjadi lebih tebal, dan akibatnya tahanan termalnya menjadi besar. Sebaliknya dengan kecilnya tebal lapis batas pada permukaan sirip (heatsink dengan
slot), mengakibatkan
meningkatnya
koefisien
turunnya
tahanan
konveksinya. Dengan
termal
konveksi, atau
meningkatnya
koefisien
konveksi, maka pada gilirannya akan menurunkan suhu permukaan heatsink. Sementara tinggi sirip dapat memperluas permukaan sirip, sehingga menambah laju perpindahan panas, namun sebaliknya makin tinggi sirip justru akan menurunkan efisiensi sirip. Ukuran panjang dan tinggi sirip juga jarak antar sirip memerlukan analisis yang lebih dalam untuk mendapatkan nilai optimumnya. Laju perubahan temperatur base (permukaan heatsink) dipengaruhi oleh kecepatan aliran udaranya. Makin tinggi kecepatan udara laju penurunan temperatur heatsink makin tinggi, sehingga temperatur permukaan menjadi lebih rendah. Perbedaaan temperatur akhir antara masing-masing jenis heatsink pada kecepatan yang sama kurang lebih 1oC.
Gambar 2.10 Tebal Lapis Batas Pada Heatsink Dengan Slot
Laporan Tugas Akhir
17
Politeknik Negeri Bandung
2.10
Kelembaban Udara
Ketika udara mengandung banyak uap air maka dapat dikatakan kelembaban udara adalah tinggi. Kelembaban udara adalah besaran yang menunjukkan kandungan uap air di dalam udara. Uap air masuk ke atmosfer penguapan air dari lautan, sungai, danau, es, salju, tanah yang basah, dan karena
tumbuh-tumbuhan. Pada suhu tertentu, udara hanya dapat mengandung uap air dalam jumlah tertentu. Jumlah uap air maksimum yang dikandung oleh udara dinamakan udara jenuh. Jumlah uap air yang dapat ditampung oleh udara
dipengaruhi oleh temperatur udara. Pada temperatur yang rendah, uap air yang dibutuhkan untuk menjenuhkan udara sangat sedikit, sehingga dapat dikatakan
udara mulai jenuh. Sedangkan pada temperatur tinggi, uap air yang dibutuhkan udara sangat banyak, sehingga dapat dikatakan udara belum mulai jenuh. Kandungan uap air udara jenuh pada suhu yang berbeda dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1 Kandungan Uap Air Jenuh
Suhu Udara o
Kandungan uap air
( C)
maksimum di udara (gr/m3)
-8
2,74
-4
3,66
0
4,84
4
6,33
8
8,21
12
10,57
16
13,50
20
17,12
24
21,54
28
26,93
32
33,45
36
41,82
Sumber : Kanginan, Marthen, FISIKA 2000 Jilid 2A, 2000, Jakarta : Erlangga
Laporan Tugas Akhir
18
Politeknik Negeri Bandung
Pada tabel 1 terlihat bahwa pada suhu udara 32
3
mengandung maksimum 33.45 gr/m , dan pada suhu 20
o
C, udara jenuh
o
C, udara jenuh
mengandung maksimum 33.45 gr/m3. Jadi pada suhu rendah, kandungan uap air maksimum di udara lebih sedikit. Sedangkan pada suhu tinggi, kandungan uap air maksimum di udara lebih banyak.
Kelembaban (humidity) ada dua macam yaitu kelembaban mutlak dan kelembaban relatif atau nisbi. Kelembaban mutlak adalah bilangan menyatakan massa uap air (dalam gram) yang terkandung dalam 1 m3 udara. Sebagai contoh, jika 1 m3 udara mengandung 5 gram uap air, maka kelembaban mutlak udara adalah 5 gr/m3. Kelembaban relatif adalah bilangan persen yang menunjukkan
perbandingan antara massa uap air yang ada di udara dan massa uap air yang dikandung udara jenuh pada tekanan dan suhu sama. =
ℎ
100%
(Sumber : Kanginan, Marthen, FISIKA 2000 Jilid 2A, 2000, Jakarta : Erlangga)
Sebuah kotak yang volumenya 1 m3 mengandung 5 gr uap air. Jika suhu kotak itu 8 oC, telah diketahui udara jenuh pada suhu 8 oC mengandung 8,21 gr/m3, jadi kelembaban relatif (RH) dapat dihitung (5/8,21).100%, didapat RH = 60,9%. Jika suhu kotak itu 24 oC, maka RH = (5/21,54).100%, RH = 23,2%. 2.11
Silika Gel (Moisture Absorber) Gel silika adalah butiran seperti kaca dengan bentuk yang sangat berpori,
silika dibuat secara sintetis dari natrium silikat. Walaupun namanya, gel silika padat. Gel silika adalah mineral alami yang dimurnikan dan diolah menjadi salah satu bentuk butiran atau manik-manik. Sebagai pengering, ia memiliki ukuran pori rata-rata 2,4 nanometer dan memiliki afinitas yang kuat untuk molekul air. Silika gel merupakan suatu bentuk dari silika yang dihasilkan melalui penggumpalan sol natrium silikat (NaSiO2). Sol mirip agar – agar ini dapat didehidrasi sehingga berubah menjadi padatan atau butiran mirip kaca yang bersifat tidak elastis. Sifat ini menjadikan silika gel dimanfaatkan sebagai zat penyerap, pengering dan penopang katalis. Garam – garam kobalt dapat diabsorpsi oleh gel ini.
Laporan Tugas Akhir
19
Politeknik Negeri Bandung
Silika gel mencegah terbentuknya kelembaban yang berlebihan sebelum
terjadi. Para pabrikan mengetahui hal ini, karena itu mereka selalu memakai silika
gel dalam setiap pengiriman barang-barang mereka yang disimpan dalam kotak. Silika gel merupakan produk yang aman digunakan untuk menjaga kelembaban makanan, obat-obatan, bahan sensitif, elektronik dan film sekalipun.
Produk anti lembab ini menyerap lembab tanpa merubah kondisi zatnya. Walaupun dipegang, butiran-butiran silica gel ini tetap kering. Silika gel penyerap kandungan air bisa diaktifkan sesuai kebutuhan. Unit ini mempunyai indikator khusus yang akan berubah dari warna biru ke merah muda kalau produk mulai
mengalami kejenuhan kelembaban. Saat itulah alat ini aktif. Setelah udara
mengalami kejenuhan/kelembaban, dia bisa diaktifkan kembali lewat oven. Sejak Perang Dunia II, silika gel sudah menjadi pilihan yang terpercaya oleh pemerintah dan pelaku industri. Silika gel sering ditemukan dalam kotak paket dan pengiriman film, kamera, teropong, alat-alat komputer, sepatu kulit, pakaian, makanan, obat-obatan, dan peralatan peralatan lainnya. Silika gel adalah substansi-substansi yang digunakan untuk menyerap kelembaban dan cairan partikel dari ruang yang berudara/bersuhu. Silika gel juga membantu menahan kerusakan pada barang-barang yang mau disimpan. Silika gel yang siap untuk digunakan berwarna biru. Ketika silika gel telah menyerap banyak kelembaban, ia akan berubah warnanya menjadi pink (merah muda). Ketika ia berubah menjadi warna pink (merah muda), ia tidak bisa lagi menyerap kelembaban. Ia harus meregenerasi. Hal ini dapat dilakukan dengan menghangatkannya di dalam mesin oven. Panasnya mengeluarkan kelembaban, lalu ia akan berubah warnanya menjadi biru dan kembali bisa digunakan.
Gambar 2.11 Moisture Absorber
Laporan Tugas Akhir
20