BAB II STUDI PUSTAKA
2.1.
Kayu Kayu merupakan material yang diperoleh secara alami dari pohon dan sifatnya
renewable yaitu ketersediaannya tidak terbatas selama dikelola secara baik. Kayu juga dapat dibentuk menjadi suatu bentuk yang diinginkan karena sifatnya yang elastis, dapat didaur ulang, dan terurai secara baik di alam (bio-degradable). Karena sifatnya ini, kayu digunakan menjadi bahan pilihan yang baik untuk material konstruksi. Kayu kuat saat menerima gaya yang diberikan sejajar dengan arah seratnya dan lemah saat menerima beban yang tegak lurus dengan arah seratnya. Kayu memiliki sifat yang berbeda dari setiap jenisnya. Bahkan dalam satu pohon, kayu memiliki sifat yang berbeda-beda atau disebut juga bahan alam yang tidak homogen. Hal ini disebabkan oleh pola pertumbuhan batang dan kondisi lingkungan yang tidak sama. Beberapa sifat umum terdapat pada semua jenis kayu, yaitu: 1. Kayu tersusun dari sel yang memiliki tipe yang beragam dan penyusun dinding selnya terdiri dari senyawa kimia berupa selulosa 50%, hemiselulosa 25%, dan lignin 25 % (Desch dkk, 1981). 2. Kayu memiliki komponen diluar dinding sel berupa rongga sel yang terdiri dari zat ekstraktif dan mineral. 3. Kayu tidak mempunyai batas kenyal yang nyata tetapi mempunyai batas proporsional. 4. Kayu dapat diserang oleh hama, penyakit, dan dapat terbakar dalam keadaan kering.
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
5. Bersifat anisotropik, artinya kekuatan untuk ke semua arah batang tidak sama jika diuji menurut tiga arah utamanya (longitudinal, radial, dan tangensial). 6. Bersifat higroskopis, artinya dapat menyerap atau melepaskan kadar air (kelembaban) sebagai akibat perubahan suhu udara sekitarnya.
2.1.1.
Kayu Panggoh Kayu panggoh merupakan nama lain untuk kulit luar pohon aren (Arenga pinnata) di
wilayah Sumatera Utara, khususnya pada Kabupaten Karo. Kayu ini umumnya dipakai pada masyarakat disana untuk membuat rumah dan kebutuhan peralatan lainnya. Aren merupakan salah satu tumbuhan monokotil yang banyak terdapat hampir di seluruh wilayah Indonesia. Namun tanaman ini kurang mendapat perhatian untuk dibudidayakan atau dikembangkan lebih lanjut oleh berbagai pihak. Selain digunakan sebagai bahan konstruksi, semua bagian pada pohon ini dimanfaatkan. Bagian-bagian pohon yang dimanfaatkan antara lain daun muda atau janur (untuk pembungkus atau pengganti kertas rokok yang disebut dengan kawung), buah aren muda untuk pembuatan kolang-kaling sebagai bahan pelengkap bahan minuman dan makanan, air nira untuk bahan pembuatan gula merah atau cuka, pati atau tepung dalam batang untuk bahan pembuatan berbagai macam makanan dan minuman (Sunanto, 1993), batang (untuk keperluan peralatan dan material bangunan), akar (untuk obat tradisonal). Kayu panggoh aren sebagai salah satu hasil hutan yang pemanfaatan batangnya sebagai bahan konstruksi, merupakan salah satu alternatif yang dapat menggantikan peranan kayu solid sebagai bahan baku untuk keperluan bahan bangunan. Kayu aren diharapkan mampu menjadi solusi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut dalam pengembangannya. Berdasarkan hal tersebut perlu diadakan upaya untuk mengetahui sifat fisis (physical properties) dan mekanis (mechanical properties) William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
dari kayu panggoh untuk menilai kemampuan penggunaan kayu sebagai kolom ganda suatu bangunan. 2.1.1.1. Sifat Fisis Sifat fisis atau physical properties adalah sifat yang berhubungan dengan faktorfaktor dalam benda itu sendiri. a. Kadar Air Kayu Kayu merupakan material higroskopis, artinya kayu memiliki kaitan yang sangat erat dengan air baik berupa cairan maupun uap. Kadar air merupakan banyaknya air yang terdapat dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanurnya. Kemampuan kayu menyerap dan melepaskan air sangat tergantung pada kondisi lingkungan seperti temperatur dan kelembaban udara. Kadar air pada sebuah pohon kayu sangat bervariasi tergantung pada jenisnya, dimana dalam satu jenis yang sama terjadi pula perbedaan kadar air yang disebabkan oleh umur, lokasi penanaman, ukuran pohon, dan umur pohon itu sendiri. Pada bagian batang sebuah kayu, terdapat perbedaan kadar air, kadar air pada kayu gubal lebih banyak dari pada kayu teras. Kadar air pada kayu sangat dipengaruhi oleh kelembaban udara lingkungannya, apabila kelembaban udaranya meningkat maka kandungan air pada kayu meningkat pula dan sebaliknya. Air yang terdapat pada batang kayu tersimpan dalam dua bentuk yaitu air bebas (Free water) yang terletak diantara sel-sel kayu dan air ikat (Bound water) yang terletak pada dinding sel. Dinding-dinding sel kayu akan tetap jenuh selama air bebas masih berada pada kayu itu sendiri. Air bebas merupakan air pertama yang akan berkurang seiring dengan proses pengeringan. Pengeringan selanjutnya akan dapat mengurangi air ikat pada dinding sel.
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
Pada kondisi lingkungan yang memiliki udara stabil dan kandungan air cenderung tetap maka kondisi ini disebut kadar air seimbang (Equilibrium moisture content). Ketika batang kayu mulai diolah, kandungan air pada batang berkisar 40% - 300%, kandungan ini dinamakan kandungan air segar. Kondisi dimana air bebas terletak diantara sel-sel sudah habis sedangkan air ikat pada dinding sel masih jenuh dinamakan titik jenuh serat (Fibre saturation point). Kandungan air pada saat kondisi ini berkisar antara 25% - 30%. Apabila kondisi ini berada di bawah titik jenuh serat, dinding sel menjadi semakin padat , menyebabkan terjadinya perubahan dimensi tampang melintang batang kayu, perubahan sifat mekanis, dan ketahanan lapuk sehingga serat-seratnya menjadi lebih kokoh dan kuat. Sehingga, dapat diambil kesimpulan apabila kadar air turun akan menambah kekuatan kayu tersebut. Umumnya kayu-kayu di Indonesia yang kering udara mempunyai kadar air (kadar lengas) antara 12% - 18%, atau rata-rata 15%. Apabila berat dari benda uji menunjukkan penurunan angka secara terus menerus, maka kayu belum dapat dianggap kering udara. Untuk menentukan kadar lengas kayu sudah berada di bawah 30% (SNI-5, 2002), dapat menggunakan formula sebagai berikut:
Dimana: m
= kadar air kayu (%)
Wd = berat kayu kering oven (gr) Wg = berat kayu basah (gr) b. Kepadatan (density) Kepadatan (density) kayu dinyatakan sebagai berat per unit volume. Pengukuran kepadatan ditujukan untuk mengetahui porositas atau persentase rongga (void) pada kayu. William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
Kepadatan dan volume sangat bergantung pada kandungan air dengan menghitung dan membandingkan berat kering kayu dengan volume basah. Berat kering kayu diperoleh dengan menimbang contoh kayu yang telah disimpan dalam oven pada suhu 105 oC selama 24 jam hingga 48 jam atau hingga berat spesimen kayu tetap. c. Berat Jenis Berat jenis adalah perbandingan antara kerapatan kayu dengan kerapatan air pada volume yang sama. Kerapatan benda yang homogen adalah massa atau berat persatuan volume dengan kadar airnya sedikit lebih kecil dari 30%, dinyatakan dalam gram/cm 3 atau kg/m3. Berat jenis didefinisikan sebagai volume bagian padat dan volume udara pada suatu material. Berat jenis diperoleh dengan membagikan berat benda dengan volumenya. Untuk menentukan berat, benda tersebut ditimbang dengan tingkat keakuratan yang diperlukan, sedangkan untuk volume dilakukan dengan mengukur dan mengalikan panjang, lebar, dan tebal benda. Sampel benda yang diuji tidak kurang dari ukuran 2,5 cm x 5 cm x 7,5 cm. Umumnya berat jenis kayu berbanding lurus dengan kekuatan kayu. Semakin tinggi berat jenis kayunya maka semakin tinggi pula kekuatannya.
2.1.1.2. Sifat Mekanis a. Kuat Lentur Kuat lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban yang bekerja tegak lurus di tengah kayu dimana pada kedua ujungnya tertumpu. Kuat lentur dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu kuat lentur statik dan kuat lentur pukul. Kuat lentur statik adalah kekuatan bahan dalam menahan gaya yang diberikan secara perlahan-lahan, sedangkan kuat lentur pukul adalah kekuatan bahan dalam menahan gaya yang diberikan secara tiba-tiba.
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
Untuk mengetahui kuat lentur kayu, maka dalam pengujiannya kayu akan mengalami tegangan dan perubahan bentuk (melentur/melendut) apabila menerima beban yang besar. Tegangan yang terjadi antara lain tegangan tarik, tekan, dan geser sehingga dalam ketiga parameter ini akan didapat nilai kuat lenturnya. Kuat lentur kayu biasa dinyatakan dalam modulus retak (Modulus of Repture : MOR). Pada saat pembebanan, tegangan tarik akan terjadi pada bagian sisi bawah kayu dan tegangan tekan terjadi pada bagian sisi atas kayu, sedangkan tegangan geser bekerja pada sejajar penampang. Tegangan tarik yang melampaui batas kemampuan kayu akan mengalami regangan yang cukup berbahaya.
Gambar 2.1. Batang kayu yang menerima beban lentur b. Kuat Tarik Kuat tarik adalah kekuatan kayu dalam menahan beban aksial (sejajar serat) atau transversal (tegak lurus serat). Dalam dua kekuatan tarik tersebut, kuat tarik aksial kayu (sejajar serat) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kuat tarik transversal (tegak lurus serat). Kuat tarik terjadi karena adanya gaya perlawanan serat kayu dengan beban (P) yang diberikan pada arah sejajar serat. Apabila gaya tarik yang diberikan beban lebih besar dari gaya tarik serat kayu, maka serat-serat kayu akan terlepas dan menimbulkan patahan. Kondisi ini tidak boleh terjadi pada suatu struktur bangunan.
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
Tegangan tarik (Ft) diperbolehkan apabila tidak timbul suatu perubahan yang dapat membahayakan suatu struktur tersebut. Nilai tegangan tarik kayu dapat ditentukan dalam tabel nilai kuat acuan pada kadar air 15% dengan kode mutu tertentu.
Gambar 2.2. Batang kayu yang menerima gaya tarik c. Kuat geser Kuat geser atau tegangan geser (τ) adalah tegangan yang bekerja sejajar pada suatu bidang penampang dan tegak lurus terhadap tegangan normal (σ). Kuat geser pada kayu dapat terjadi pada 2 (dua) arah bidang, yaitu bidang longitudinal dan transversal. Tegangan geser longitudinal terjadi apabila kayu dibebani gaya lentur. Kuat geser transversal memiliki nilai kekuatan geser 3 – 4 kali lebih besar dibandingkan kuat geser aksial. Sifat ini tidak begitu penting disebabkan sebelum mengalami geser transversal, kayu sudah terlebih dahulu rusak. Kuat geser diperoleh dengan membagikan beban yang diberikan dengan luas penampang kayu, sehingga perumusannya sebagai berikut:
Dimana: τ
= tegangan geser (kg/m2)
P
= beban (kg)
A
= luas penampang (m2)
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3. Batang kayu yang menerima gaya geser d. Kuat Tekan Kuat tekan terdiri dari kuat tekan sejajar serat dan kuat tekan tegak lurus serat. Kuat tekan adalah kekuatan kayu dalam menahan beban yang diberikan baik sejajar serat maupun tegak lurus serat, sehingga kayu akan mengalami pemendekan maupun perubahan bentuk penampang melintangnya. Gaya yang diberikan sejajar serat akan menimbulkan bahaya tekuk sedangkan gaya yang diberikan tegak lurus serat akan menimbulkan keretakan bahkan patah. Kedua hal diatas sangat tidak diinginkan pada suatu struktur karena akan menimbulkan suatu kegagalan pada struktur itu sendiri.
Gambar 2.4. Batang kayu yang menerima gaya tekan sejajar serat Tekanan tegak lurus serat umumnya terjadi pada bantalan rel kereta api, sedangkan tekanan sejajar serat umumnya terjadi pada tiang pendek (kolom). Kayu yang diberikan pembebanan sejajar serat memiliki kekuatan kuat tekan yang lebih besar dibandingkan dengan pembebanan tegak lurus serat. Tegangan tekan izin diberikan notasi Fc (MPa).
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5. Batang kayu yang menerima gaya tekan tegak lurus serat
2.1.2.
Tegangan Bahan Kayu Tegangan bahan kayu adalah kemampuan kayu untuk mendukung gaya luar atau
beban yang berusaha merubah ukuran dan bentuknya. Gaya luar ini menimbulkan gaya-gaya dalam pada benda yang berusaha merubah ukuran dan bentuk bahan. Gaya-gaya dalam ini disebut dengan tegangan dan dinyatakan dalam gaya per satuan luas (N/m2).
Apabila gaya luar yang diberikan pada bahan lebih besar dari kemampuan bahan untuk menahannya, maka akan menimbulkan perubahan ukuran atau bentuk bahan yang dikenal sebagai deformasi atau regangan. Deformasi atau regangan ini sebanding dengan besar beban yang bekerja sampai pada satu titik yang disebut Limit Proporsional. Jika tegangan yang bekerja besar maka deformasi yang terjadi juga besar sehingga menimbulkan perubahan bentuk bahan, dan apabila tegangan tersebut dihilangkan maka bentuknya akan kembali seperti semula sesuai dengan sifat elastisitas bahan tersebut. Regangan atau deformasi dinyatakan dalam pertambahan panjang per panjang awal bahan.
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
Ukuran antara tegangan dan regangan dalam limit proporsional yang memberikan angka umum untuk menyatakan kekakuan atau elastis suatu bahan disebut dengan modulus elastisitas. Semakin besar modulus elastisitas suatu kayu, maka kayu tersebut semakin kaku. Kemampuan kayu dalam menahan perubahan bentuk pada saat diberi pembebanan disebut dengan kekakuan.
Suatu bahan yang mengalami patahan dengan seketika tanpa ditandai dengan perubahan bentuk terlebih dahulu disebut dengan patah getas. Patah getas dapat didefinisikan sebagai jenis keruntuhan berbahaya yang terjadi tanpa deformasi plastis lebih dahulu dan dalam waktu yang sangat singkat. Sebagai contoh bahannya adalah kapur tulis dan gypsum.
Gambar 2.6. Regangan Memanjang Kayu
2.1.3.
Pemilahan (Grading)
a. Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Makanis Pemilahan dengan grading machine sudah banyak digunakan beberapa negara termasuk negara kita. Prinsip pengujian yang digunakan dengan lentur statik dimana kayu dibentuk dengan ukuran tertentu ataupun yang masih utuh (kayu log) dan diberi beban terpusat, kemudian besarnya lendutan dicatat. Pengujian ini dilakukan pada setiap jarak tertentu sebagai contoh 1 (satu) meter. William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
Dari data kemiringan kurva beban dan lendutan maka nilai modulus elastisitas lentur (MOE) diperoleh. Mengacu pada nilai MOE, tegangan lain dapat diperoleh berdasarkan rumus empiris. Kuat acuan lainnya dapat mengikuti tabel 2.1. Kuat acuan yang berbeda dengan tabel 2.1 dapat digunakan apabila terdapat pembuktian secara eksperimental yang mengikuti standar-standar eksperimen yang baku. Tabel 2.1. Nilai kuat acuan (MPa) berdasarkan atas pemilahan secara mekanis pada kadar air 15% (Anonim, 2000) Kode Mutu E26 E25 E24 E23 E22 E21 E20 E19 E18 E17 E16 E15 E14 E13 E12 E11 E10
Ew
Fb
Ft //
Fc //
Fv
Fc ┴
25000 24000 23000 22000 21000 20000 19000 18000 17000 16000 15000 14000 13000 12000 11000 10000 9000
66 62 59 56 54 50 47 44 42 38 35 32 30 27 23 20 18
60 58 56 53 50 47 44 42 39 36 33 31 28 25 22 19 17
46 45 45 43 41 40 39 37 35 34 33 31 30 28 27 25 24
6,6 6,5 6,4 6,2 6,1 5,9 5,8 5,6 5,4 5,4 5,2 5,1 4,9 4,8 4,6 4,5 4,3
24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 11 10 9
Dimana: Ew
=
Modulus Elastisitas Lentur
Fc //
=
Kuat Tekan Sejajar Serat
Fb
=
Kuat Lentur
Fv
=
Kuat Geser
Ft //
=
Kuat Tarik Sejajar Serat
Fc ┴
=
Kuat Tekan Tegak Lurus Serat
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
b. Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Visual Pemilahan kelas kuat kayu dilakukan dengan visual dan grading machine. Pemilahan secara visual dilakukan dengan mengamati beberapa parameter visual kayu yang berhubungan pada kayu itu sendiri, seperti lebar cincin tahunan, kemiringan serat, mata kayu, keberadaan jamur atau serangga perusak kayu, dan retak. Cara seperti hal tersebut sudah lama digunakan dan hasilnya tidak pasti karena faktor kesalahan manusianya lebih besar. Apabila pengukuran secara visual berdasarkan berat jenis, maka kuat acuan kayu berserat lurus atau tanpa cacat dapat dihitung dengan langkah sebagai berikut (Sri Sumarni, 2007): 1.
Kerapatan ρ (dengan satuan kg/m3) pada kondisi basah (berat dan volume diukur pada kondisi basah, tetapi kadar airnya sedikit lebih kecil dari 30%) dihitung dengan mengikuti prosedur baku
Dimana:
2.
ρ
= kerapatan kayu (kg/m3)
Wg
= berat kayu basah (kg)
Vg
= volume basah kayu (m3)
Kadar air, m % (m < 30) diukur dengan prosedur baku.
Dimana: m
= kadar air kayu (%)
Wd
= berat kayu kering oven (gr)
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
Wg
= berat kayu basah (gr)
3.
Hitung berat jenis pada m % (Gm) dengan rumus:
4.
Hitung berat jenis dasar (Gb) dengan rumus:
5.
Hitung berat jenis pada kadar air 15 % (G15) dengan rumus:
6.
Hitung estimasi kuat acuan Modulus Elastisitas Lentur dengan rumus:
Dimana: G
= berat jenis kayu pada kadar air 15 % (G = G15)
Untuk kayu yang mempunyai cacat kayu dan atau serat yang tidak lurus, estimasi nilai modulus elastisitas lentur acuan dari tabel 2.2 harus direduksi dengan mengikuti ketentuan SNI 03-3527-1994 UDC (Unit Decimal Classification) 691.11 tentang “Mutu Kayu Bangunan” dengan mengalikan estimasi nilai modulus elastisitas lentur acuan dari rumus point 6 (enam) dimana nilai rasio tahanan pada tabel 2.2 bergantung pada Kelas Mutu Kayu. Kelas mutu kayu ditetapkan dengan mengacu pada tabel 2.3. Tabel 2.2. Nilai Rasio Tahanan (Anonim. 2002) Kelas Mutu
Nilai Rasio Tahanan
A
0,80
B
0,63
C
0,50
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3. Cacat maksimum untuk setiap kelas mutu kayu (Anonim. 2002) Macam Cacat Mata kayu: Terletak di muka lebar Terletak di muka sempit Retak Pingul Arah Serat Saluran Damar Gubal
Lubang Serangga
Cacat lain (lapuk, hati rapuh, retak melintang)
2.2.
Kelas Mutu A
Kelas Mutu B
Kelas Mutu C
1/6 lebar kayu
¼ lebar kayu
½ lebar kayu
1/8 lebar kayu
1/6 lebar kayu
¼ lebar kayu
1/5 tebal kayu 1/6 tebal kayu ½ tebal kayu 1/10 tebal atau lebar 1/6 tebal atau lebar ¼ tebal atau lebar kayu kayu kayu 1 : 13 1:9 1:6 1/5 tebal kayu eksudasi tidak 2/5 tebal kayu ½ tebal kayu diperkenankan Diperkenankan Diperkenankan Diperkenankan Diperkenankan asal Diperkenankan asal Diperkenankan asal terpencar dan ukuran terpencar dan ukuran terpencar dan ukuran dibatasi dan tidak ada dibatasi dan tidak ada dibatasi dan tidak ada tanda-tanda serangga tanda-tanda serangga tanda-tanda serangga hidup hidup hidup Tidak diperkenankan
Tidak diperkenankan
Tidak diperkenankan
Kolom Elemen struktur dengan fungsi utama mendukung beban tekan sering dijumpai pada
struktur truss atau frame, yang dikenal dengan nama kolom. Dalam SK SNI T-15-1991-03, kolom didefinisikan sebagai komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil. Kegagalan suatu kolom mengakibatkan runtuhnya komponen struktur lain yang berhubungan dengannya. Hal ini disebabkan oleh panjang, lebar, bentuk, dan tinggi suatu komponen
struktur yang mempengaruhi tekukan yang akan terjadi. Perilaku tekuk ini
dipengaruhi oleh nilai kelangsingan kolom yaitu nilai banding antara panjang efektif kolom William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
dengan jari-jari girasi penampang kolom. Kolom yang ideal memiliki sifat elastis, lurus, dan sempurna jika diberi pembebanan secara konsentris. Kolom memiliki klasifikasi berdasarkan bentuk dan susunan tulangannya, posisi beban pada penampangnya, dan panjang kolom. a.
Kolom dibagi berdasarkan bentuk dan susunan tulangannya, antara lain: Kolom segiempat/bujursangkar dengan tulangan memanjang dan sengkang berbentuk segiempat. Kolom bundar dengan tulangan memanjang dan tulangan lateral berupa sengkang dengan bentuk spiral. Kolom komposit yaitu kolom yang bahan – bahannya terdiri dari dua jenis material yang berbeda sifat dan bersatu sehingga memiliki kekuatan yang lebih baik.
Gambar 2.7. Jenis Kolom Berdasarkan Bentuk dan Susunan Tulangan b.
Kolom dibagi berdasarkan posisi beban pada penampangnya, antara lain: Kolom yang mengalami beban sentris (tidak mengalami lentur, Gambar 2.8.a.). Kolom dengan beban eksentrisitas (Gambar 2.8.b.) mengalami momen lentur selain gaya aksial dan dapat dikonversikan menjadi suatu beban P dengan eksentrisitas e.
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8. Jenis Kolom Berdasarkan Posisi Beban Pada Penampang
c.
Kolom diklasifikasikan berdasarkan panjang kolom dalam hubungannya dengan dimensi lateralnya, antara lain: Balok tekan pendek atau pedestal adalah jika ketinggian dari kolom tekan tegak kurang dari tiga kali dimensi lateral terkecil (panjang atau lebar). Kolom pendek adalah kolom yang nilai perbandingan antara panjangnya dengan dimensi penampang melintang relatif kecil. Jenis kolom ini tidak tergantung pada panjangnya dan apabila mengalami beban berlebihan akan mengalami kegagalan karena hancurnya material. Kolom panjang adalah kegagalan tekuk yang terjadi pada kolom dimana kondisi serat-serat kayu belum mencapai kuat tekannya atau masih dalam kondisi elastis dan sudah mengalami perubahan bentuk akibat nilai kelangsingannya sangat besar. Perilaku kolom panjang terhadap beban tekan dapat dilihat pada gambar 2.10.a.b.c. kolom masih dapat mempertahankan bentuk linearnya apabila pembebanan yang diberikan kecil, dan apabila pembebanan yang diberikan semakin besar maka kolom akan mengalami
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
perubahan bentuk yang disebut dengan tekuk (buckling). Kolom yang telah mengalami tekuk tidak dapat menahan pertambahan beban yang diberikan karena kolom tersebut akan mengalami keruntuhan/hancur. Dengan demikian, kapasitas pikul beban suatu kolom adalah besar beban yang menyebabkan kolom tersebut mengalami tekuk awal. Keruntuhan kolom terjadi disebabkan adanya kelelehan suatu material struktur kolom sehingga tidak dapat mempertahankan kembali bentuk awalnya. Ketidakstabilan suatu elemen struktur kolom dipengaruhi oleh aksi beban yaitu beban tekuk. Beban tekuk adalah beban yang dapat menyebabakan suatu kolom menekuk yang disebut juga dengan beban kritis (Pcr). Banyak faktor yang mempengaruhi beban tekuk (beban kritis) suatu kolom panjang dimana panjang kolom merupakan salah satu faktor penting. Pada umumnya kapasitas pikulbeban kolom berbanding terbalik dengan kuadrat panjang elemen. Faktor lain yang juga mempengaruhi besar beban tekuk adalah karakteristik kekakuan elemen struktur (jenis material dan bentuk serta ukuran penampang). Suatu elemen yang mempunyai kekakuan kecil lebih mudah mengalami tekuk dibandingkan dengan elemen berkekakuan besar. Semakin panjang suatu elemen struktur maka kekakuannya semakin kecil. Kekakuan elemen struktur juga berkaitan dengan banyaknya dan distribusi material yang ada dan sifat material. Ukuran distribusi ini pada umumnya dapat dinyatakan dengan momen inersia I yang menggabungkan banyak material yang ada dengan distribusinya. Sedangkan ukuran untuk sifat material adalah modulus elastisitas E. Semakin tinggi nilai E, semakin tinggi pula kekakuannya. Hal ini berarti semakin besar pula tahanan kolom yang terbuat dari material itu untuk mencegah tekuk. Faktor lain yang turut mempengaruhi besarnya beban tekuk adalah kondisi ujung elemen struktur. Suatu kolom dengan ujung-ujung bebas berotasi mempunyai kemampuan William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
pikul-beban lebih kecil dibandingkan dengan kolom sama yang ujung-ujungnya dijepit. Adanya tahanan ujung menambah kekakuan sehingga juga meningkatkan kestabilannya dalam mencegah tekuk. Berikut ini adalah keterkaitan besarnya beban tekuk dengan berbagai kondisi ujung elemen struktur. (a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
0,5 0,65
0,7 0,80
1,0 1,2
1,0 1,0
2,0 2,10
2,0 2,0
Garis terputus menunjukkan diagram kolom tertekuk
Nilai Kc teoritis Nilai Kc yang dianjurkan untuk kolom yang mendekati kondisi idiil
Jepit
Kode ujung
Sendi
Hall tanpa putaran sudut/Jepit bergoyang
Ujung bebas/Jepit bebas Gambar 2.9. Kondisi Perletakkan Kolom
2.3.
Stabilitas Struktur Kolom Masalah kesetimbangan kolom erat kaitannya dengan stabilitas suatu struktur
batang. Konsep dari stabilitas sering diterangkan dengan menggangap kesetimbangan dari bola pejal pada beberapa posisi yaitu: a.
Kesetimbangan stabil
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10.a. Kesetimbangan Stabil Pada kolom panjang yang diberi beban (P) lebih kecil daripada beban kritis (P cr) maka kolom akan mengalami deformasi kecil. Apaila beban (P) dihilangkan deformasi juga hilang dan kolom kembali lurus (keadaan semula). Maka keadaan kesetimbangan ini disebut kesetimbangan stabil (stable equilibrium). b.
Kesetimbangan netral
Gambar 2.10.b. Kesetimbangan Netral Pada kolom panjang yang diberi beban (P) lebih besar daripada P pada kesetimbangan stabil sampai kolom mencapai beban tekuk kritis (Pcr) dengan kata lain P = Pcr sehingga kolom mengalami deformasi yang cukup besar. Dimana beban tekuk adalah beban maksimum yang dapat dipikul oleh kolom. Apabila deformasi tidak hilang dan kolom tidak William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
kembali pada konfigurasi linear (lurus) maka akan ada konfigurasi baru meskipun beban (P) yang diberikan telah dihilangkan. Keadaan kesetimbangan ini disebut keadaan kesetimbangan netral (precarious equilibrium). c.
Kesetimbangan tidak stabil
Gambar 2.10.c. Kesetimbangan Tidak Stabil Kolom diberi beban (P) yang lebih besar daripada beban tekuk kritis (Pcr) sehingga kolom akan mengalami lendutan yang sangat besar. Apabila beban terus bertambah secara konstan maka kolom akan terus berdeformasi sampai akhirnya runtuh/patah.
Keadaan
kesetimbangan ini disebut dengan kesetimbangan tidak stabil (unstable equilibrium).
2.4.
Teori Euler Teori tekuk kolom pertama kali dikemukakan oleh Leonhardt Euler (1759) dengan
percobaan sebuah kolom memiliki beban konsentris yang semula lurus dan seratnya tetap elastis sehingga akan mengalami lengkungan kecil seperti pada gambar 2.7.
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.11. Kolom Euler
Euler menyelidiki batang yang dijepit pada salah satu ujungnya dan bertumpu sederhana (simply supported) pada ujung lainnya. Logika yang sama dapat diterapkan pada kolom berujung sendi, yang tidak memiliki pengekang rotasi dan merupakan batang dengan kekuatan tekuk terkecil. Pada titik sejaiuh x, momen lentur Mx (terhadap sumbu x) pada kolom yang mengalami sedikit lendutan adalah: Mx = P x y ..................................................................................................................
(2.1)
Karena
..............................................................................................................
(2.2)
Persamaan diatas menjadi
......................................................................................................
(2.3)
Bila k2 = P / EI maka persamaan (2.3) menjadi
......................................................................................................
(2.4)
Persamaan diferensial ber-ordo dua dapat dinyatakan sebagai William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
..........................................................................................
(2.5)
Dengan syarat batas a.
y = 0 pada x = 0; diperoleh 0 = A sin 0 + B cos 0, didapat harga B = 0
b.
y = 0 pada x = L; karena harga A tidak mungkin nol, maka diperoleh harga sebagai berikut: .............................................................................................................
(2.6)
Harga kL yang memenuhi adalah kL = 0, π, 2π, 3π, .... nπ atau persamaan (2.6) dapat dipenuhi oleh tiga keadaan: a.
konstanta A = 0, tidak ada lendutan
b.
kL = 0, tidak ada lendutan
c.
kL = π, syarat terjadinya tekuk.
Karena k2 = P / EI, maka Kedua ruas dikuadratkan
, maka diperoleh
...............................
(2.7)
Ragam tekuk dasar pertama, adalah lendutan dengan lengkung tunggal (y = A sin x dari persamaan 2.5), akan terjadi bila kL = π ; dengan demikian beban kritis Euler untuk kolom bersendi di kedua ujungnya dengan L adalah panjang tekuk yang dinotasikan dengan Lk adalah:
...............................................................................................................
(2.8)
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
Untuk mengetahui batas berlakunya persamaan Euler, dapat dilihat hubungan antara tegangan kritis dengan kelangsingan kolom yang dinotasikan dengan (λ). Dari persamaan (2.7) apabila kedua ruas dibagi dengan luas penampang, maka akan diperoleh:
...................................................................................................................
(2.9)
Karena i2 = I / A, maka diperoleh
...................................................................................................................
Dimana
(2.10)
adalah kelangsingan (λ), maka diperoleh
....................................................................................................................
(2.11)
Pada keadaan yang umum, kehancuran akibat tekuk terjadi setelah sebagian penampang melintang meleleh. Keadaan seperti ini disebut tekuk in-elastic (tidak elastis) Tekuk murni akibat beban aksial terjadi bila anggapan-anggapan ini berlaku, yakni: 1.
Sifat tegangan-tegangan tekan sama di seluruh titik pada penampang.
2.
Kolom lurus sempurna dan prismatis.
3.
Resultan beban bekerja melalui sumbu pusat batang sampai batang mulai melentur.
4.
Kondisi ujung harus statis tertentu sehingga panjang antara sendi-sendi ekivalen dapat ditentukan.
5.
Teori lendutan yang kecil seperti pada lenturan yang umum berlaku dan gaya geser dapat diabaikan.
6.
Puntiran atau distorsi penampang melintang tidak terjadi selama melentur.
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
Kolom merupakan satu kesatuan dengan struktur dan tidak dapat berlaku secara bebas (independent). Dalam percobaan, tekuk diartikan sebagai perbatasan antara lendutan stabil dengan lendutan tidak stabil pada batang tekan. Hasil percobaan mencakup pengaruh bengkokan awal pada batang eksentrisitas beban yang tidak terduga, tekuk setempat atau lateral, dan tegangan sisa.
2.5.
Tekuk Kolom Kemampuan batas pikul beban suatu struktur tekan sangat tergantung pada panjang
relatif, karakteristik dimensi penampang melintang, dan sifat material yang digunakan. Suatu struktur tekan yang diberikan beban yang besar melebihi kemampuan pikulnya, maka struktur tersebut akan mengalami perubahan bentuk yang disebut dengan fenomena tekuk (buckling). Tekuk merupakan suatu ragam kegagalan yang disebabkan oleh ketidakstabilan suatu struktur yang dipengaruhi oleh aksi beban. Fenomena tekuk memiliki hubungan dengan kekakuan elemen struktur. Elemen yang mempunyai kekakuan yang kecil akan lebih mudah mengalami tekuk dibandingkan dengan kekakuan yang besar. Semakin langsing suatu elemen struktur, semakin kecil pula kekakuannya. Angka kelangsingan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut. (Ir.K.H. Felix Yap)
Dimana: λ
= angka kelangsingan
lk
= panjang tekuk (cm)
imin = jari-jari inersia minimum (cm) Imin = momen inersia minimum (cm4) William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
Fbr = luas tampang bruto (cm2) Dalam suatu konstruksi tiap batang tekan mempunyai λ ≤ 150 (Ir.K.H. Felix Yap). Untuk menghindari bahaya tekuk pada batang tekan, gaya yang ditahan oleh batang harus digandakan dengan faktor ω sehingga.
Dimana: σ
= tegangan yang timbul
S
= gaya yang timbul pada batang
ω
= faktor tekuk
Faktor yang mempengaruhi beban tekuk (Pcr) suatu struktur antara lain panjang kolom, perletakan kedua ujung kolom, ukuran dan bentuk penampang kolom. Selain faktor tersebut, faktor lain yang menentukan besarnya P cr adalah karakteristik kekakuan elemen struktur (jenis material serta bentuk dan ukuran penampang). Kolom akan cenderung menekuk pada arah sumbu terlemahnya, akan tetapi mempunyai kekakuan yang cukup pada sumbu lainnya. Dengan demikian, kapasitas batas pikul beban suatu struktur tekan bergantung juga pada bentuk dan ukuran penampang (dinyatakan dengan momen inersia, I). Faktor lain yang mempengaruhi besarnya beban tekuk P cr adalah kondisi ujung elemen struktur. Apabila ujung suatu kolom bebas berotasi, kolom tersebut mempunyai kemampuan pikul beban yang lebih kecil dibandingkan dengan kolom yang sama dimana kondisi kedua ujungnya dijepit. Leonhardt Euler (1759) mengemukakan sebuah teori tekuk kolom dengan beban konsentris yang semula lurus dan semua seratnya tetap elastis sehingga tekuk akan mengalami lengkungan yang kecil dimana salah satu ujung batangnya dijepit dan bertumpu
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
sederhana (simply supported) pada ujung lainnya. Adapun perumusan tekuk Euler sebagai berikut.
Dimana: Pcr = beban tekuk (kg) E
= modulus elastisitas bahan (kg/cm2)
I
= momen inersia (cm4)
Lk = panjang tekuk (cm)
2.6.
Kolom Berspasi Kolom berspasi merupakan komponen struktur tekan dari suatu rangka batang, titik
kumpul yang dikekang secara lateral pada ujung dari kolom berspasi, dan elemen pengisi pada titik kumpul tersebut dinamakan sebagai klos tumpuan (Anonim, 2000). Pada kolom berspasi terdapat dua sumbu utama yang melalui titik berat penampangnya, yaitu sumbu bebas bahan dan sumbu bahan. Sumbu bebas bahan adalah sumbu yang arahnya sejajar muka yang berspasi pada kolom (sumbu Y), sedangkan sumbu bahan adalah sumbu yang arahnya tegak lurus arah sumbu bebas bahan dan memotong kedua komponen kolom (sumbu X). Klos tumpuan pada kolom berspasi harus memiliki lebar dan panjang yang memadai serta ketebalan minimum yang sama dengan ketebalan kolom tunggal dan posisinya berada dekat ujung kolom. Klos tumpuan yang memiliki ukuran yang sama sedikitnya harus mempunyai satu klos lapangan yang letaknya di daerah tengah kolom, sehingga l3 = 0,50 l1. Adapun perbandingan panjang terhadap lebar maksimum ditentukan sebagai berikut: 1.
Pada bidang sumbu bahan, l1/d1 tidak boleh melampaui 80.
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
2.
Pada bidang sumbu bahan, l3/d1 tidak boleh melampaui 40.
3.
Pada bidang sumbu bebas bahan, l2/d2 tidak boleh melampaui 50.
Gambar 2.12. Geometrik Kolom Berspasi Dalam PKKI 1961 untuk batang ganda berspasi perhitungan momen lembam terhadap sumbu-sumbu bahan (sumbu X dalam gambar 2.13. a dan b) dapat dianggap sebagai batang tunggal dengan lebar yang sama dengan jumlah lebar masing-masing bagiannya. ix = 0,289 h
Gambar 2.13. Sumbu Bahan dan Sumbu Bebas Bahan Batang Ganda Berspasi William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
Untuk menghitung momen lembam terhadap sumbu bebas bahan (sumbu X pada gambar 2.13. c dan sumbu Y pada gambar 2.13. a, b) menggunakan perumusan sebagai berikut (Ir.K.H. Felix Yap, 1964):
Dimana: I
= momen inersia yang diperhitungkan
It
= momen inersia teoritis
Ig
= momen inersia geser, dengan anggapan masing-masing bagian digeser hingga berimpitan satu sama lain
Bahaya tekuk yang besar pada kolom dapat mengakibatkan terjadinya kehancuran pada struktur tersebut, oleh sebab itu dalam menghindarkan terjadinya tekuk pada kolom, gaya yang ditahan oleh batang harus digandakan dengan faktor tekuk ω sehingga perumusannya sebagai berikut:
Dimana: S
= gaya tekan yang timbul pada batang (ton)
σ
= tegangan (kg/cm2)
ω
= faktor tekuk
Dalam menghitung It harus diambil a = 2b, apabila jarak antara masing-masing bagian a > 2b. Masing-masing bagian yang membentuk batang ganda berspasi, harus memiliki momen lembam:
Dimana: William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
S
= gaya tekan yang timbul pada batang berganda (ton)
ly
= panjang tekuk terhadap sumbu bebas bahan (m)
n
= jumlah batang bagian
Masing-masing bagian pada ujung-ujung batang ganda berspasi dan sepertiga panjang batang dari setiap ujung batang tertekan harus diberikan perangkai yang disebut dengan klos. Perangkai tersebut disambungkan pada kayu ganda dan dihubungkan dengan menggunakan baut maupun dengan paku. Jika disambungkan dengan baut, maka lebar bagian b ≤ 18 cm dipakai 2 (dua) baut dan jika b > 18 cm dipakai 4 (empat) baut sedangkan untuk paku dapat disesuaikan jumlahnya sesuai dengan keperluan dan pemasangannya harus disesuaikan dengan peraturan. Alat sambung pada setiap bidang kontak antara klos tumpuan dan komponen struktur kolom di setiap ujung kolom harus memilki tahanan geser yang ditentukan dalam persamaan berikut. z’ = A1 KS Dimana: z'
= tahanan geser terkoreksi klos tumpuan (N)
A1 = luas komponen struktur tunggal (mm2) KS = konstanta klos tumpuan (MPa) Tabel 2.4. Konstanta klos tumpuan (Anonim, 2002) Berat Jenis (G)
KS (MPa)*
G ≥ 0,60
(l1/d1 – 11) x 143 tetapi ≤ 7 MPa
0,50 ≤ G ≤ 0,60
(l1/d1 – 11) x 121 tetapi ≤ 6 MPa
0,42 ≤ G ≤ 0,50
(l1/d1 – 11) x 100 tetapi ≤ 5 MPa
G ≤ 0,42
(l1/d1 – 11) x 74 tetapi ≤ 4 MPa
* Untuk l1/d1 ≤ 11, KS = 0
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
2.7.
Alat Sambung Kayu Pada konstruksi kayu pada umumnya membutuhkan alat sambung yang berfungsi
untuk memperpanjang batang kayu (overlapping connection) atau menggabungkan beberapa batang kayu pada satu buhul. Kegagalan suatu sambungan dapat berupa: pecah kayu diantara dua alat sambung, pembengkokan alat sambung, atau lendutan yang melampaui nilai toleransinya. Sambungan merupakan titik terlemah pada konstruksi kayu sehingga perlu mendapatkan perhatian. Hal ini disebabkan karena adanya deformasi atau penggeseran (penyesaran) pada titik-titik sambungannya. Dengan demikian konstruksi kayu yang perlu mendapatkan perhatian bukan adanya beban patah saja, tetapi adanya penyesaran juga perlu mendapatkan perhatian. Menurut Ali Awaludin (2002), ada beberapa hal yang menyebabkan rendahnya kekuatan sambungan pada konstruksi kayu, antara lain: 1.
Terjadinya pengurangan luas tampang.
2.
Terjadinya penyimpangan arah serat.
3.
Terbatasnya luas sambungan.
Efektifitas suatu alat sambung dapat diukur berdasarkan kuat dukung yang diberikan oleh sambungan itu sendiri dibandingkan dengan kuat ultimit kayu yang di sambungnya. Adapun ciri-ciri alat sambung yang baik antara lain: 1.
Pengurangan luas kayu yang digunakan untuk menempatkan alat sambung relatif kecil atau bahkan nol.
2.
Nilai banding antara kuat dukung sambungan dengan kuat ultimit batang yang disambung tinggi.
3.
Menunjukkan perilaku pelelehan sebelum mencapai keruntuhan (daktail).
4.
Mempunyai angka penyebaran panas (thermal conductivity) rendah.
5.
Murah dan mudah digunakan.
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
Struktur kolom ganda kayu memerlukan suatu penghubung untuk menghubungkan dua kayu menjadi satu kesatuan struktur yang kuat. Penggabungan ini bertujuan agar kolom ganda dapat memikul beban yang bekerja pada struktur. Kekuatan sambungan tidak dibedakan pada sambungan desak atau sambungan tarik, melainkan kuat desak pada lubang serta kekuatan alat penghubung geser tersebut. Untuk itu pada struktur kolom ganda dibutuhkan alat penghubung dengan jumlah dan penempatan penghubung geser yang disesuaikan dengan besar gaya geser yang timbul pada kedua kayu tersebut.
2.8.
Baut Alat sambung baut pada umumnya terbuat dari baja lunak (mild steel) dengan bentuk
kepala heksagonal, kotak, kubah, atau datar (gambar 2.14.) yang berfungsi untuk mendukung beban tegak lurus sumbu panjangnya. Kekuatan sambungan kayu ditentukan oleh kuat tumpu kayu, tegangan lentur baut, dan angka kelangsingan (perbandingan nilai panjang baut pada kayu utama dengan diameter baut). Dalam pemasangan baut, lubang baut diberi kelonggoran 1 mm.
Gambar 2.14. Bentuk-bentuk Baut (ASCE, 1997) Ketika angka kelangsingan baut rendah, baut menjadi sangat kaku dan distribusi tegangan tumpu kayu merata. Apabila semakin tinggi nilai kelangsingan baut, maka baut
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
akan mengalami tekuk dan distribusi tegangan tumpu kayu tidak merata. Tegangan tumpu kayu maksimum terjadi pada bagian samping kayu utama.
2.8.1.
Tahanan Lateral Acuan Tahanan lateral acuan digunakan untuk sambungan dengan komponen utama yang
terbuat dari kayu, baja, beton, atau pasangan batu, dan komponen sekunder yang terdiri dari satu atau dua komponen kayu atau komponen dengan pelat baja sisi. Tahanan lateral acuan sambungan yang menggunakan baut satu irisan dengan beban tegak lurus terhadap sumbu alat pengencang dan dipasang tegak lurus sumbu komponen struktur ditentukan dengan mengambil nilai minimum dari persamaan pada tabel 2.5. (untuk satu baut dengan satu irisan yang menyambung dua komponen) atau tabel 2.6. (untuk satu baut dengan dua irisan yang menyambung tiga komponen). Tahanan lateral acuan diambil dengan nilai tahanan lateral acuan terkecil. Tabel 2.5. Tahanan lateral acuan baut atau pasak (Z) untuk satu alat pengencang dengan satu irisan yang menyambung dua komponen (Ali Awaludin, 2005) Moda Persamaan yang berlaku Kelelehan Im
Is
II Dengan:
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
IIIm Dengan:
IIIs Dengan:
IV
Catatan: D = diameter baut atau pasak; tm = tebal kayu utama; t s = kayu sekunder
Tabel 2.6. Tahanan lateral acuan baut atau pasak (Z) untuk satu alat pengencang dengan dua irisan yang menyambung tiga komponen (Ali Awaludin, 2005) Moda Persamaan yang berlaku Kelelehan Im
Is
IIIs Dengan:
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
IV
Catatan:
2.8.2.
Kuat Tumpu Kayu Kuat tumpu kayu merupakan kekuatan yang dimiliki kayu untuk menahan beban
yang diberikan pada daerah titik tumpuannya (dengan satuan N/mm2). Fem dan Fes adalah kuat tumpu kayu utama dan kuat tumpu kayu samping. Selain itu kuat tumpu kayu memiliki nilai kuat tumpu pada arah sejajar serat, tegak lurus serat, dan dengan sudut terhadap seratnya yang masing-masing memiliki perumusan sebagai berikut: Fe // = 77,25 G Fe ┴ = 212 G1,45 D-0,5
Dimana: Fe // = kuat tumpuan kayu sejajar serat (N/mm2) Fe ┴ = kuat tumpu kayu tegak lurus serat (N/mm2) Fe θ = kuat tumpu kayu dengan sudut terhadap serat (N/mm2) G
= berat jenis kayu
D
= diameter baut
Menurut National Design and Spesification (NDS) U.S untuk konstruksi kayu (2001) mendefinisikan kuat lentur baut (Fyb) merupakan nilai rerata antara tegangan leleh dan tegangan tarik ultimit pada pengujian tarik baut, dengan nilai kuat lentur baut sebesar 320
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
N/mm2. Kuat tumpu kayu untuk beberapa macam diameter baut dengan berat jenis kayu dapat dilihat pada tabel 2.7. (a), (b), (c). Tabel 2.7.(a) Kuat tumpu kayu (Fe) dalam N/mm2 untuk baut ½“ (Ali Awaludin, 2005) Berat jenis (G) 0,5 0,55 0,6 0,65 0,7 0,75 0,8 0,85 0,9 0,95 1,00
0 38,63 42,49 46,35 50,21 54,08 57,94 61,80 65,66 69,53 73,39 77,25
10 37,75 41,61 45,48 49,36 53,23 57,12 61,00 64,89 68,78 72,67 76,56
Sudut gaya terhadap serat kayu θ (derajat) 20 30 40 50 60 70 35,42 32,37 29,27 26,57 24,45 22,95 39,28 36,17 32,97 30,13 27,87 26,27 43,15 40,01 36,73 33,79 31,42 29,72 47,04 43,89 40,56 37,53 35,06 33,28 50,95 47,81 44,45 41,35 38,81 36,96 54,87 51,76 48,39 45,25 42,65 40,75 58,81 55,73 52,38 49,22 46,59 44,63 62,75 59,74 56,41 53,26 50,60 48,62 66,71 63,77 60,49 57,36 54,70 52,70 70,67 67,82 64,61 61,52 58,87 56,88 74,65 71,89 68,77 65,74 63,12 61,14
80 22,07 25,32 28,70 32,21 35,84 39,59 43,44 47,41 51,48 55,64 59,91
90 21,77 25,00 28,36 31,85 35,47 39,20 43,04 47,00 51,06 55,22 59,49
Tabel 2.7.(b) Kuat tumpu kayu (Fe) dalam N/mm2 untuk baut 5/8“ (Ali Awaludin, 2005) Berat jenis (G) 0,5 0,55 0,6 0,65 0,7 0,75 0,8 0,85 0,9 0,95 1,00
0 38,63 42,49 46,35 50,21 54,08 57,94 61,80 65,66 69,53 73,39 77,25
10 37,51 41,36 45,22 49,08 52,95 56,82 60,69 64,57 68,45 72,33 76,21
Sudut gaya terhadap serat kayu θ (derajat) 20 30 40 50 60 70 34,64 31,00 27,46 24,48 22,22 20,66 38,44 34,68 30,96 27,79 25,35 23,66 42,26 38,40 34,54 31,19 28,59 26,77 46,10 42,17 38,18 34,68 31,19 29,99 49,95 45,97 41,87 38,24 34,68 33,32 53,82 49,80 45,62 41,88 38,88 36,74 57,71 53,67 49,43 45,59 42,49 40,25 61,61 57,56 53,28 49,36 46,17 43,86 65,52 61,49 57,17 53,19 49,93 47,55 69,44 65,43 61,10 57,09 53,77 51,33 73,37 69,40 65,08 61,04 57,67 55,19
80 19,76 22,67 25,70 28,85 32,10 35,46 38,92 42,47 46,12 49,85 53,68
90 19,46 22,34 25,35 28,47 31,70 35,03 38,47 42,00 45,63 49,36 53,17
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.7.(c) Kuat tumpu kayu (Fe) dalam N/mm2 untuk baut ¾“ (Ali Awaludin, 2005) Berat jenis (G) 0,5 0,55 0,6 0,65 0,7 0,75 0,8 0,85 0,9 0,95 1,00
2.8.3.
0 38,63 42,49 46,35 50,21 54,08 57,94 61,80 65,66 69,53 73,39 77,25
10 37,30 41,14 44,99 48,84 52,69 56,55 60,42 64,28 68,15 72,02 75,90
Sudut gaya terhadap serat kayu θ (derajat) 20 30 40 50 60 70 33,96 29,86 26,01 22,87 20,53 18,96 37,71 33,43 29,35 25,98 23,44 21,71 41,48 37,06 32,77 29,17 26,45 24,57 45,28 40,72 36,25 32,45 29,55 27,53 49,09 44,42 39,79 35,81 32,73 30,59 52,91 48,16 43,38 39,24 36,01 33,74 56,75 51,93 47,03 42,74 39,36 36,97 60,61 55,73 50,72 46,30 42,79 40,29 64,48 59,56 54,46 49,92 46,29 43,69 68,36 63,41 58,25 53,60 49,86 47,17 72,25 67,29 62,07 57,33 53,49 50,72
80 18,05 20,71 23,49 26,36 29,34 32,41 35,57 38,82 42,15 45,57 49,06
90 17,76 20,39 23,13 25,97 28,92 31,96 35,10 38,32 41,64 45,03 48,51
Geometri Sambungan Baut Geometri sambungan baut diperlukan untuk mengetahui tahanan acuan jarak tepi
baut, jarak ujung, dan spasi alat pengencang yang sesuai dengan nilai minimum pada tabel 2.8. Jarak baut terluar dalam suatu sambungan yang tegak lurus arah serat tidak boleh lebih besar dari 127 mm terkecuali ada ketentuan mengenai perubahan dimensi kayu. Tabel 2.8. Jarak tepi, jarak ujung, dan persyaratan spasi untuk sambungan dengan baut (Ali Awaludin, 2005) Beban Sejajar Arah Serat
Ketentuan Dimensi Minimum
1. Jarak Tepi (bopt) Im / D ≤ 6 (catatan 1) Im / D > 6
1,5 D yang terbesar dari 1,5 D atau ½ jarak antar baris alat pengencang tegak lurus serat
2. Jarak Ujung (aopt) Komponen Tarik
7D
Komponen Tekan
4D
3. Spasi (sopt) Spasi dalam baris alat pengencang 4. Jarak antar baris alat pengencang
4D 1, 5 D < 127 mm (catatan 2 dan 3)
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
Beban Tegak Lurus Arah Serat
Ketentuan Dimensi Minimum
1. Jarak Tepi (bopt) Tepi yang dibebani
4D
Tepi yang tidak dibebani
1,5 D
2. Jarak Ujung (aopt)
4D
3. Spasi (sopt)
Catatan 3
4. Jarak antar baris alat pengencang: Im / D ≤ 2
2,5 D (catatan 3)
2 < Im / D < 6
(5 Im + 10 D) / 8 (catatan 3)
Im / D ≥ 6
5 D (catatan 3)
Catatan: 1. Im adalah panjang baut pada komponen utama suatu sambungan atau panjang total baut pada komponen sekunder suatu sambungan. 2. Diperlukan spasi yang lebih besar untuk sambungan yang menggunakan ring. 3. Untuk alat pengencang seperti pasak, spasi tegak lurus arah serat antar alat-alat pengencang terluar suatu sambungan tidak boleh melebihi 127 mm, kecuali digunakan pelat penyambung khusus atau bila ada ketentuan mengenai perubahan dimensi kayu
Gambar 2.15. Geometrik Sambungan Baut Horizontal
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.16. Geometrik Sambungan Baut Vertikal
2.8.4.
Faktor Koreksi Sambungan Baut Faktor koreksi sambungan baut bertujuan untuk mengoreksi tahanan lateral acuan
(Z) pada sambungan baut. Faktor koreksi sambungan baut dibagi menjadi dua, yaitu: 1.
Faktor aksi kelompok Sambungan yang terdiri dari satu alat pengencang baut atau lebih cenderung setiap
bautnya mendukung beban lateral yang tidak sama. Hal ini disebabkan oleh: Jarak antara alat sambung baut yang kurang panjang sehingga menyebabkan kuat tumpu kayu tidak terjadi secara maksimal, Distribusi gaya yang tidak merata (non-uniform load distribution) antar alat sambung baut. Faktor yang mempengaruhi nilai faktor aksi kelompok (Cg) adalah kurva beban dan sesaran baut, jumlah baut, spasi dalam satu baris, plastic deformation, dan perilaku rangkak/creep kayu itu sendiri. Untuk sambungan dengan beberapa alat sambung baut, tahanan lateral acuan sambungan dikali dengan faktor aksi kelompok. Nilai aksi kelompok diperoleh dengan persamaan berikut:
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
........................................................................................................
(2.12)
Dimana ai adalah jumlah alat pengencang efektif pada baris alat pengencang i yang bervariasi dari 1 hingga ni, maka diperoleh: ..............................................................
(2.13)
.........................................................................................................
(2.14)
Dengan nilai m diperoleh dari:
Nilai u, diperoleh dari: ........................................................................................
(2.15)
γ untuk alat sambung baut diambil sebesar 0,246 D1,5 ..................................................
(2.16)
Dimana: γ
= modulus beban atau modulus gelincir untuk satu alat pengencang.
nilai REA, diperoleh dari: .............................................................................................................
(2.17)
Dimana: (EA)min = nilai yang lebih kecil antara (EA)m dan (EA)s (EA)max = nilai yang lebih besar antara (EA)m dan (EA) s Nilai faktor koreksi (Cg) dapat digunakan dengan menggunakan tabel 2.9. National Design and Specification US dan berlaku untuk sambungan dengan perbandingan luas penampang samping terhadap kayu utama sebesar setengah atau satu.
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.9. National Design and Specification U.S (Ali Awaludin, 2005) As/Am1
0,5
1
As (in)2 5 12 20 28 40 64 5 12 20 28 40 64
2 0,98 0,99 0,99 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
3 0,92 0,96 0,98 0,98 0,99 0,99 0,97 0,99 0,99 0,99 1,00 1,00
Jumlah baut dalam satu baris 4 5 6 0,84 0,75 0,68 0,92 0,87 0,81 0,95 0,91 0,87 0,96 0,93 0,90 0,97 0,95 0,93 0,98 0,97 0,95 0,91 0,85 0,78 0,96 0,93 0,88 0,98 0,95 0,92 0,98 0,97 0,94 0,99 0,98 0,96 0,99 0,98 0,97
1.
Bila As/Am > 1,00, maka gunakan As/Am
2.
Nilai pada tabel ini cukup aman untuk diameter baut < 1 inchi, spasi < 4 inchi atau E > 1400 ksi.
2.
Faktor koreksi geometrik
7 0,61 0,76 0,83 0,87 0,90 0,93 0,71 0,84 0,89 0,92 0,94 0,96
8 0,55 0,70 0,78 0,83 0,87 0,91 0,64 0,79 0,86 0,89 0,92 0,95
Tahanan lateral acuan harus dikalikan dengan faktor geometri (CΔ), dimana nilai CΔ adalah nilai terkecil dari faktor-faktor geometri yang disyaratkan untuk jarak ujung atau spasi dalam baris alat pengencang. Adapun syarat tersebut antara lain: a.
Jarak ujung Bila jarak ujung yang diukur dari pusat alat pengencang (a) lebih besar atau sama dengan aopt dalam tabel 2.7., maka CΔ = 10. Bila aopt / 2 ≤ a ≤ aopt, maka CΔ = a/aopt
b.
Spasi dalam baris alat pengencang Bila spasi dalam baris alat pengencang (s) lebih besar atau sama dengan sopt pada tabel 2.7., maka CΔ = 1,0. Bila 3D ≤ s ≤ sopt, maka CΔ = s/sopt
William Arthur Yehezki Bangun : Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh Dengan Klos dan Sambungan Baut, 2013 USU Repository © 2013 Universitas Sumatera Utara