Bab II Studi Pustaka
BAB II STUDI PUSTAKA
2.1
Umum Pada permukaan tanah yang tidak horizontal, komponen gravitasi cenderung untuk menggerakkan tanah ke bawah. Jika komponen grativasi sedemikian besar sehingga perlawanan terhadap geseran yang dapat kerahkan oleh tanah pada bidang longsornya terlampaui, maka akan terjadi kelongsoran lereng. Analisis stabilitas pada permukaan tanah yang miring ini, disebut analisis stabilitas lereng. Analisis ini sering digunakan dalam perancangan-perancangan bangunan seperti: jalan kereta api, jembatan kereta api, jalan raya, bandara, bendungan urugan tanah, saluran dan lainlainnya. Umumnya, analisis stabilitas dilakukan untuk mengecek keamanan dari lereng alam, lereng galian dan lereng urugan tanah. Analisis stabilitas lereng tidak mudah, karena terdapat banyak faktor yang sangat mempengaruhi hasil hitungan. Faktor-faktor tersebut misalnya, kondisi tanah yang berlapis-lapis, kuat geser tanah yang anisotropis, aliran rembesan air dalam tanah dan lain-lainnya. Terzaghi (1950) membagi penyebab longsoran lereng terdiri dari dari pengaruh dalam (internal effect) dan pengaruh luar (external effect). Pengaruh luar yaitu pengaruh yang bertambahnya gaya geser dengan tanpa adanya perubahan kuat geser tanah. Contohnya, akibat perbuatan manusia mempertajam kemiringan tebing atau memperdalam galian tanah dan erosi sungai. Pengaruh dalam, yaitu longsoran yang terjadi dengan tanpa adanya perubahan kondisi luar atau gempa bumi. Contoh yang umum untuk kondisi ini adalah bertambahnya tekanan air pori di dalam lereng. Kelongsoran lereng alam dapat terjadi karena hal-hal sebagai berikut:
II-1
Bab II Studi Pustaka
1.
Penambahan beban pada lereng. Tambahan lereng dapat berupa bangunan baru, tambahan beban oleh air yang masuk ke pori-pori tanah maupun yang menggenang di permukaan tanah dan beban dinamis oleh tumbuh-tumbuhan yang tertiup angin dan lain-lain.
2.
Penggalian atau pemotongan tanah pada kaki lereng.
3.
Penggalian yang mempertajam kemiringan lereng.
4.
Perubahan posisi muka air secara cepat (rapid drawdown) pada bendungan, sungai dan lain-lain.
5.
Kenaikan tekanan lateral oleh air (air yang mengisi retakan akan mendorong tanah ke arah lateral).
6.
Gempa Bumi.
7.
Penurunan tahanan geser tanah pembentuk lereng oleh akibat kenaikan kadar air, kenaikan tekanan air pori, tekanan rembesan oleh genangan air di dalam tanah, tanah pada lereng mengandung lempung yang mudah kembang susut dan lain-lain.
2.2
Teori Analisis Stabilitas Lereng Perhitungan stabilitas lereng pada dasarnya adalah menentukan besarnya faktor keamanan (FS). Dalam menghitung faktor keamanan, umumnya dikenal dua macam perhitungan yang didasarkan pada: a.
Metode kesetimbangan batas (limit equilibrium method), dan
b.
Metode elemen hingga (finite element method)
Metode kesetimbangan batas disebut juga metode konvensional karena metode ini sudah sangat lama digunakan dan hingga sekarangpun masih banyak digunakan. Dalam praktek, analisis stabilitas lereng didasarkan pada konsep keseimbangan plastis batas (limit plastic equilibrium). Adapun maksud analisis stabilitas adalah untuk menentukan faktor aman dari bidang
II-2
Bab II Studi Pustaka
longsor yang potensial. Dalam analisis stabilitas lereng beberapa anggapan dibuat, antara lain: 1.
Kelongsoran lereng terjadi di sepanjang permukaan bidang longsoran tertentu dan dapat dianggap sebagai masalah bidang 2 dimensi.
2.
Massa tanah yang longsor dianggap sebagai benda massif.
3.
Tahanan geser dari massa tanah pada setiap titik sepanjang bidang longsor tidak tergantung dari orientasi permukaan longsor atau dengan kata lain kuat geser tanah dianggap isotropis.
4.
Faktor aman didefinisikan dengan memperhatikan tegangan geser rata-rata sepanjang bidang longsor potensial dan kuat geser tanah .
Faktor aman minimum dalam analisis stabilitas lereng yang disarankan oleh Lambed an Witman (1969) dan Sherard et. Al. (1963) untuk perancangan bendungan urugan tanah dan batuan umumnya diambil lebih besar atau sama dengan 1,2-1,5. 2.3
Analisis Stabilitas Lereng dengan Bidang Longsor Datar
2.3.1 Lereng Tak Terhingga (Infinite Slope) Gambar 2.1 memperlihatkan suatu kondisi di mana tanah dengan tebal H yang mempunyai permukaan miring, terletek di atas lapisan batu dengan kemiringan permukaan yang sama. Lereng semacam ini disebut lereng tak terhingga karena mempunyai panjang yang sangat lebih \besar dibanding dengan kedalamannya (H). Jika diambil elemen tanah selebar b. gaya-gaya yang bekerja pada dua bidang vertikalnya mendekati sama, karena pada lereng tak terhingga gaya-gaya yang bekerja di setiap sisi bidangnya dapat dianggap sama.
II-3
Bab II Studi Pustaka
Gambar 2.1 Analisis Stabilitas Lereng Tak Terhingga 2.3.2 Lereng Terbatas (Finite Slope) Gambar 2.2 memperlihatkan timbunan yang terletak di atas tanah asli yang miring. Akibat permukaan tanah asli miring, timbunan akan longsor sepanjang bidang AB. Contoh seperti ini terjadi jika tanah timbunan
II-4
Bab II Studi Pustaka
diletakkan pada tanah asli yang miring, dimana pada lapisan tanah asli masih terdapat lapisan lemah yang berada di dasar timbunan.
Gambar 2.2 Analisis Stabilitas Timbunan Di Atas Tanah Miring 2.4
Analisis Stabilitas Lereng dengan Bidang Longsor Berbentuk Lingkaran Pengamatan longsoran lereng oleh Collin (1846) menunjukkan bahwa kebanyakan peristiwa longsoran tanah terjadi dengan bentuk bidang longsor yang berupa lengkungan. Keruntuhan lereng dari jenis tanah kohesif banyak tejadi karena bertambahnya kadar air tanah. Sebab terjadinya longsoran adalah karena tidak tersedianya kuat geser tanah yang cukup untuk menahan gerakan tanah longsor ke bawah pada bidang longsornya.
Gambar 2.3 Bentuk-Bentuk Bidang Longsor II-5
Bab II Studi Pustaka
Lengkung bidang longsor dapat berbentuk lingkaran (silinder), spiral logaritmis ataupun kimbinasi dari keduanya. Kadang-kadang dijumpai pula suatu bidang longsor yang tidak berupa kurva menerus akibat perpotongan dari bidang longsor tersebut dengan lapisan tanah keras (seperti: lempung sangat kaku, pasir padat, permukaan batu) atau lapisan yang sangat lunak. Contoh bentuk-bentuk bidang longsor ini diperlihatkan dalam Gambar 2.3. Bentuk anggapan bidang longsor berupa lingkaran dimaksudkan untuk mempermudah hitungan analisis stabilitasnya secara matematik dan mempertimbangkan mendekati bentuk sebenarnya dari bidang longsor yang terjadi di alam. Kesalahan analisis stabilitas lereng tidak banyak disebabkan oleh bentuk anggapan bidang longsor, akan tetapi kesalahan dalam penentuan sifat-sifat dan penentuan lokasi bidang longsor kritisnya. (Bowles, 1984) 2.5.
Metode Irisan (Method Of Slice) Bila tanah tidak homogen dan aliran rembesan terjadi di dalam tanahnya memberikan bentuk aliran dan berat volume tanah yang tidak menentu, cara yang lebih cocok adalah dengan metode irisan (method of slice). Gaya normal yang bekerja pada suatu titik di lingkaran bidang longsor, terutama dipengaruhi oleh berat tanah di atas titik tersebut. Dengan metode irisan, massa tanah yang longsor dipecah – pecah menjadi beberapa irisan vertikal. Kemudian, keseimbangan dari tiap – tiap irisan diperhatikan. Gambar 2.4 memperlihatkan satu irisan dengan gaya – gaya yang bekerja padanya. Gaya – gaya ini terdiri dari gaya geser ( Xr dan X1 ) dan gaya normal efektif ( Er dan E1 ) di sepanjang sisi irisannya, dan juga resultan gaya geser efektif ( Ti ) dan resultan gaya normal efektif ( Ni ) yang bekerja di sepanjang dasar irisannya. Pada irisannya, tekanan air pori U1 dan Ur bekerja di kedua sisinya, dan tekanan air pori Ui bekerja pada dasarnya. Dianggap tekana air pori sudah diketahui sebelumnya.
II-6
Bab II Studi Pustaka
Gambar 2.4 Gaya – Gaya Yang Bekerja Pada Irisan 2.5.1 Metode Fellinius Analisis stabilitas lereng cara Fillinius (1927) mengganggap gaya – gaya yang bekerja pada sisi kanan – kiri dari sembarang irisan mempunyai resultan nol pada arah tegak lurus bidang longsornya. Dengan anggapan ini, keseimbangan arah vertical dari gaya – gaya yang bekerja dengan memperhatikan tekanan air pori adalah :
atau,
(2.1) Faktor aman didefinisikan sebagai,
Mr
F
Md
Lengan momen dari berat massa tanah tiap irisan adalah R sin θ, maka i n
Md
R
Wi sin
i
(2.2)
i 1
II-7
Bab II Studi Pustaka
Dimana :
R
= jari – jari lingkaran bidang longsor
n
= jumlah irisan
Wi
= berat massa tanah irisan ke – i
θi
= sudut yang didefinisikan pada Gambar 2.4 (a)
Dengan cara yang sama, momen yang menahan tanah yang akan longsor i n
adalah :
Mr
R
(Cai
Ni tan )
(2.3)
i 1
Karena itu, persamaan untuk faktor amannya menjadi, i n
(Cai Ni tan ) F
i 1 i n
Wi sin i (2.4)
i 1
Bila terdapat air pada lerengnya, tekana air pori pada bidang longsor tidak berpengaruh pada Md , karena resultan gaya akibat tekanan air pori lewat titik pusat lingkaran. Substitusi Persamaan (2.1) ke Persamaan (2.4), diperoleh : i n
Cai (Wi cos F
i
uiai ) tan
i 1 i n
Wi sin
i
(2.5)
i 1
Dimana :
F
= faktor aman
c
= kohesi tanah
θ
= sudut gesek dalam tanah
αi
= panjang bagian lingkaran pada irisan ke – i
Wi
= berat irisan tanah ke – i
ui
= tekanan air pori pada irisan ke – i
θi
= sudut dalam Gambar 2.4 (derajat) II-8
Bab II Studi Pustaka
Jika terdapat gaya – gaya selain berat lereng tanahnya sendiri, seperti beban bangunan di atas lereng, maka momen akibat beban ini diperhitungkan sebagai Md. Metode Fellinius memberikan faktor aman yang relatif lebih rendah dari cara hitungan yang lebih teliti. Batas – batas nilai kesalahan dapat mencapai kira – kira 5 sampai 40 % tergantung dari faktor aman, sudut pusat lingkaran yang dipilih, dan besarnya tekanan air pori. Walaupun analisisnya ditinjau dalam tinjauan tegangan total, kesalahan masih merupakan fungsi dari faktor aman dan sudut pusata dari lingkarannya (Whitman dan Baily, 1967). Cara ini telah banyak digunakan dalam prakteknya. Karena cara hitungannya yang sederhana dan kesalahan yang terjadi pada sisi yang aman. 2.5.2 Metode Bishop Disederhanakan (Simplified Bishop method) Metode irisan yang disederhanakan diberikan oleh Bishop (1955). Metode ini menganggap bahwa gaya – gaya yang bekerja pada sisi – sisi irisan mempunyai resultan nol pada arah vertikal. Persamaan kuat geser dalam tinjauan tegangan efektif yang dapat dikerahkan tanah, hingga tercapainya kondisi keseimbangan batas dengan mamperhatikan faktor aman, adalah :
c' F
(
Dimana :
u)
tan ' F
σ
= tegangan normal total pada bidang longsor
U
= tekanan air pori
(2.6)
Untuk irisan ke – i, nilai Ti = τ αi , yaitu nilai gaya geser yang berkembang pada bidang longsor untuk keseimbangan batas. Karena itu
Ti
c' i F
( Ni u i )
tan ' F
(2.7)
II-9
Bab II Studi Pustaka
Kondisi keseimbangan momen terhadap pusat rotasi O antara berat massa tanah yang akan longsor dengan gaya geser total pada dasar bidang longsornya dapat dinyatakan oleh (Gambar 2.4)
Wixi
T iR
Dimana :
(2.8)
xi
= jarak Wi ke pusat rotasi O
Dari persamaan (2.6) dan (2.8) dapat diperoleh : i n
C ' ai ( Ni ui i ) tan ' F
i 1
(2.9)
i n
Wixi i 1
Dari kondisi keseimbangan vertikal, jika X1=Xi dan Xr = Xi+1 : Ni cos Øi + Ti sin Øi = Wi + Xi – Xi+1
Ni
Wi
Xi
Xi 1 Ti sin cos i
i
(2.10)
Dengan Ni’ = Ni – uiαi , substitusi Persamaan (2.7) ke Persamaan (2.10) dapat diperoleh persamaan :
Ni '
Wi
Xi
Xi cos
1 i
ui i cos c' i sin sin i tan ' / F
i/F
(2.11)
Substitusi Persaman (2.7) ke Persamaan (2.11) diperoleh : i n
R F
c' ai tan '
Wi
i 1
Xi Xi 1 uiai cos i c' ai sin i / F cos i sin i tan ' / F i n
(2.12)
Wixi i 1
Untuk penyederhanaan dianggap Xi – Xi+1 = 0 dan dengan mengambil xi = R sin θi
(2.13)
bi = ai cos θi
(2.14)
Substitusi Persamaan (2.13) dan (2.14) ke Persamaan (2.12), diperoleh persamaan faktor aman : II-10
Bab II Studi Pustaka
i n
1 cos i (1 tan i tan ' / F
c' bi (Wi uibi ) tan ' F
i 1 i n
Wi sin
(2.15)
i
i 1
Dimana :
F
= faktor aman
C’
= kohesi tanah efektif (KN/m2)
θ’
= sudut gesek dalam tanah efektif (derajat)
bi
= lebar irisan ke – i (m)
Wi
= lebar irisan tanah ke – i (KN)
θi
= sudut dalam Gambar 2.4 (derajat)
ui
= tekanan air pori pada irisan ke – i (KN/m2)
nilai banding tekanan pori (pore pressure ratio) didefinisikan sebagai : ru =
ub W
dimana :
u h
(2.16) ru
= nilai banding tekanan pori
u
= tekan air pori (KN/m2)
b
= lebar irisan (m)
γ
= berat volume tanah (KN/m2)
h
= tinggi irisan rata – rata (m)
dari Persamaan (2.16) ke Persamaan (2.15) bentuk lain dari persaman faktor aman untuk analisis stabilitas lereng cara Bishop, adalah : i n
c' bi Wi (1 ru ) tan ' F
i 1
1 cos i (1 tan i tan ' / F
i n
Wi sin
(2.17)
i
i 1
Persamaan faktor aman Bishop ini lebih sulit pemakainya dibandingkan dengan metode Fillinius. Lagi pula membutuhkan cara coba-coba (trial II-11
Bab II Studi Pustaka
and error), karena nilai faktor aman F nampak di kedua sisi persamaannya. Akan tetapi, cara ini telah terbukti memberikan nilai faktor aman yang mendekati nilai faktor aman dari hitungan yang dialkukan dengan cara lain yang lebih teliti. Untuk mempermudah hitungan, Gambar 2.5 dapat digunakan untuk menentukan nilai fungsi Mi, dengan Mi = cos θi ( 1 + tan θi tan υ’ / F )
(2.18)
Gambar 2.5 Diagram Untuk Menentukan M, (Janbu dkk., 1965)
Gambar 2.6 Kontur Faktor Aman II-12
Bab II Studi Pustaka
Lokasi lingkaran longsor kritis dari metode bishop (1955), biasanya mendekati dengan hasil pengamatan di lapangan. Karena itu, walaupun metode Fillinius lebih mudah, metode Bishop (1955) lebih disukai karena menghasilkan penyesaian yang lebih teliti. Dalam praktek, diperlukan untuk melakukan cara coba-coba dalam menemukan bidang longsor dengan nilai factor aman yang terkecil. Jika bidang longsor dianggap lingkaran, maka lebih baik kalau dibuat kotak – kotak di mana tiap titik potong garis – garisnya merupakan tempat kedudukan pusat lingkaran longsornya. pada titik – titik potong garis yang merupakan pusat lingkaran longsornya dituliskan nilai faktor aman terkecil pada titik tersebut Gambar 2.6. Perlu diketahui bahwa pada tiap titik pusat lingkaran harus dilakukan
pula
hitungan faktor aman untuk
menentukan nilai factor aman yang terkecil dari bidang longsor dengan pusat lingkaran pada titik tersebut, yaitu
dengan mengubah jari-jari
lingkarannya. Kemudian, setelah faktor aman terkecil pada tiap-tiap titik pada kotaknya diperoleh, Digambarkan garis kontur yang menunjukkan tempat kedudukan dari titik-titik pusat lingkaran yang mempunyai faktor aman yang sama. Gambar 2.6 menunjukkan contoh kontur-kontur faktor aman yang sama. Dari kontur faktor aman tersebut dapat ditentukan letak kira-kira dari pusat lingkaran yang menghasilkan faktor aman terkecil. 2.6
Metoda Elemen Hingga Dengan menggunakan metoda keseimbangan batas dimungkinkan untuk melakukan
evaluasi
lereng
dengan
cepat.
Tetapi,
prosedur
ini
meberlakukan hitungan yang sama antara (1) lereng timbunan baru, (2) lereng yang baru digali atau (3) lereng alami. Tegangan-tegangan di dalam lereng ini sangat dipergaruhi oleh Ko, yaitu rasio tegangan lateral terhadap tegangan vertikal efektif. Tetapi, hitungan cara konvesional dengan metoda keseimbangan batas mengabaikan hal ini (Chowdhury. 1981). Dalam kenyataan, distribusi tegangan dalam ke tiga lereng tersebut di atas akan berbeda, dan oleh karena itu akan mempengaruhi stabilitasinya. II-13
Bab II Studi Pustaka
Metoda Elemen Hingga (Finite Element Method) pertama kali dikenalkan oleh Clough dan Woodward (1967), tapi penggunaanya terbatas pada struktur tanah yang komplek. Untuk kasus khusus, metoda elemen hingga dapat mengakomondasi pengaruh penimbunan dan penggalian secara bertahap, sehingga pengaruh sejarah tegangan dan penggalian secara bertahap, sehingga pengaruh sejarah tegangan dalam tanah terhadap deformasinya dapat ditelusuri. Akan tetapi, kualitas metoda elemen hingga secara langsung bergantung pada kemampuan dari model konstitutif yang dipilih yang secara realistis mensimulasi kelakuan non linier dari tanah pembentukan lereng. Untuk lereng galian dan lereng alam, model konsitutif hanya dapat benar-bentar dikembangkan dengan uji lapangan kualitas tinggi yang didukung dengan pengamatan lapangan. Dalam memilih program yang cocok, pengguna harus mempertimbangkan: (1) Perkakas model-model konstitutif. (2) Ketersediaan dari tipe-tipe elemen hingga yang berbeda (segitiga,
segiempat, atau isoparametrik). (3) Data
laboratorium
dan
lapangan
yang
dibutuhkan
untuk
mendefinisikan sifat-sifat tanah. Dengan program yang dipilih, dapat ditentukan tegangan-tegangan dan deformasi lereng yang akan digunakan untuk mengevaluasi stabilitas lereng. Walaupun metoda elemen hingga sangat berguna untuk para ahli geoteknik,namun metoda ini tidak selalu dapat digunakan dengan baik dalam analisis stabilitas lereng. Wong (1984) menyatakan bahwa kesulitannya terutama dalam hitungan faktor aman saat terjadinya keruntuhan. Pada cara keseimbangan batas, keruntuhan dapat digambarkan dengan kondisi di mana gaya-gaya atau momen yang menggerakan melampaui gaya-gaya atau momen yang menahan, dan pada kondisi ini biasanya ditunjukkan dengan faktor aman yang kurang dari satu. Dalam metoda elemen hingga, tanah dimodelkan sebagai kumpulan elemenII-14
Bab II Studi Pustaka
elemen yang berlainan (discrete) dan kondisi keruntuhan merupakan fenomena progresif, di mana tidak setiap elemen runtuh secara simultan. Jadi keruntuhan merupakan kejadian yang bertahap, yaitu keruntuhan dari titik yang mengalami luluh lebih dahulu dan kemudian menuju ke kedudukan final di mana seluruh elemen secara efektif telah runtuh. Beberapa kriteria keruntuhan yang telah dipakai pada saat ini adalah (Wong, 1984) : (1) Cembungan garis lereng (bulging of slope line) (Snitbhan dan Chen, 1976). Kriteria ini digambarkan dengan perpindahan horizontal dari permukaan lereng, dan ditunjukkan dengan cara menspesifikasikan batas perpidahan horizontal yang masih ditoleransikan (2) Geser Batas (Limit Shear) (Duncan dan Dunlop, 1969). Dalam kasus ini, tegangan disepanjang permukaan bidang longsor yang dihirung dari metoda elemen hingga, digunakan secara langsung untuk menghitung faktor aman. Nilai faktor aman akan bergantung pada rasio kuat geser tersedia di sepanjang bidang longsor terhadap tegangan-tegangan yang dihitung dengan metoda elemen hingga. (3) Non konvergensi Penyelesaian (Non convergence of the Solution) (Zienkiewicz. 1971). Keruntuhan diindikasikan dengan runtuhnya elemen-elemen akibat kondisi perbebanan yang diberikan. Bergantung pada kriteria keruntuhan yang dipilih, perbedaan dalam besarnya beban yang menyebabkan keruntuhan dapat sangat menonjol. Dengan lemahnya kriteria keruntuhan yang jelas, interpretasi dari hasil hitungan elemen hingga masih menjadi masalah, dan pengguna (user) sering harus percaya pada pengalaman dan intuisi untuk memahami kemampuan model numerik dalam memprediksi model fisik lereng yang mendekati kenyataan. Dengan mengingat ketidaktentuan dan kelemahan metoda elemen hingga tersebut, maka cara pendekatan yang komplek biasanya tidak digunakan dalam perancangan dan analisis lereng untuk jalan raya dan timunan (Abramson et al., 1996). II-15
Bab II Studi Pustaka
2.7
Analisis Komputer Perhitungan Stabilitas lereng dapat juga dilakukan dengan menggunakan aplikasi komputer. Program-program komputer yang sekarang tersedia untuk menganalisis stabilitas lereng antara lain: 1. Program STBAL. Program-program yang dibuat dari Perdue University tahun 1975 (Siegel, 1975). Versi-versi sesudahnya adalah PC STABL, XSTABL dan GEOSOPE. 2. Program-program dari University of Texas, Program aslinya bernama SSTAB1
dan
kemudian
dipublikasikan
SSTAB2,
UTEXAS,
UTEXAS2, UTEXAS3. 3. Program-program lain yang dibuat dari University of California, Berkeley yaitu STABR, STABGM, SLOPE8R, GEOSOFT. 4. Lain-lain program: PC-SLOPE, SLOPE/W, CLARA, GALENA, GSLOPE, TSLOPE. Slope/W merupakan sub program dan Geo-Slope. Slope/W adalah salah satu produk software yang menggunakan batas keseimbangan untuk menghitung faktor keamanan tanah dan lereng. Slope/W menganalisis stabilitas lereng menggunakan batas keseimbangan, serta mempunyai kemampuan untuk menganalisis contoh tanah yang berbeda jenis dan tipe, Iongsor dan kondisi tekanan air pori dalam tanah yang berubah. Beberapa permasalahan yang dapat diselesaikan dan
merupakan
kemanpuan dari Aplikasi Slope/W adalah: 1. Menghitung faktor keamanan lereng yang bertanah heterogen di atas tanah keras (bedrock), dengan lapisan lempung. Di ujung lereng (lemah) merupakan genangan air, air tanah mengalir sampai ujung lereng dan daerah retakan berkembang pada puncak akibat gaya tegangan pada lereng. 2. Slope/W dapat menghitung faktor keamanan dan lereng dengan beban luar dan perkuatan lereng dengtm anker atau perkuatan dengan geotextil. II-16
Bab II Studi Pustaka
3. Kondisi tekanan air pori dalam tanah yang kompleks, kondisi air pori dibedakan dalam beberapa cara, dapat semudah seperti garis pizometik atau analisis elemen batas dan tekanan pori. Tekanan air pori pada tiap dasar potongan lereng ditentukan dari data titik cara interpolasi Spline. 4. Menganalisis stabilitas dengan tekanan batas elemen. Memasukkan data tekanan lereng dari analisis batas stabilitas elemen Sigma/W ke Slope/W
untuk
mempermudah,
keuntungan
lain
yaitu
dapat
menghitung faktor keamanan tiap potongan, sebaik perhitungan faktor keamanan keseluruhan longsor longsoran. Pada dasarnya Slope/W terdiri dan tiga bagian pengerjaan (langkah kerja) yaitu : 1. Defenisi : Pendefinisian model Mengatur besar area yang akan digunakan, Mengatur skala dan satuan yang digunakan untuk mempermudah pengerjaan, Menginput data material (data-data tanah), Menentukan sketsa lereng dan permodelan bentuk lereng sesuai jenis tanahnya, Menentukan Tekanan Air Pori Menentukan jari-jari bidang longsor Menentukan titik pusat bidang longsor. 2.
Solve : nilai dari hasil perhitungan stabilitas lereng, dengan menekan Star pada tampilan kotak.
3. Contour : memperlihatkan gambaran/kontur bidang longsor.
II-17
Bab II Studi Pustaka
2.8
Metode Perbaikan Stabilitas Lereng Banyak cara yang dilakukan untuk menambah stabilitas lereng antara lain: pemotongan lereng, pembuatan berm, menurunkan muka air tanah, pemasangan tiang-tiang dan lain-lain. Umumnya metode perbaikan lereng dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu: 1.
Metode Geometri, yaitu perbaikan lereng dengan cara merubah geometri lereng, (Gambar 2.7).
Gambar 2.7 Perbaikan Stabilitas Lereng dengan mengubah geometri lereng 2. Metode Hidrologi, yaitu dengan cara menurunkan muka air tanah atau menurunkan kadar air tanah pada lereng (Gambar 2.8) II-18
Bab II Studi Pustaka
Gambar 2.8 Perbaikan lereng dengan penurunan muka air tanah 3. Metode Kimia, yaitu dengan cara grouting semen untuk menambah kuat geser tanah. 4. Metode Mekanis, yaitu dengan penambahan tiang-tiang di dalam tanah. (Gambar 2.9)
Gambar 2.9 Perbaikan lereng dengan penambahan tiang-tiang 2.9
Korelasi Data Tanah Korelasi nilai-nilai N-SPT dengan jenis tanah tertentu dapat dirujuk pada Tabel 2.1 untuk tanah pasiran (sandy soils) dan Tabel 2.2 untuk tanahtanah kohesif (cohesive soils). Korelasi nilai N-SPT dengan Undrained Shear Strength (Cu) untuk tanah kohesif juga diberikan oleh Terzaghi dan Peck seperti diperlihatkan pada Gambar 2.10.
II-19
Bab II Studi Pustaka
Tabel 2.1 Klasifikasi tanah pasiran berdasarkan N-SPT (Bowles, 1988) Description Dr
Very Loose 0
Loose 0.15
Medium
0.35
Dense
0.65
Very dense
0.85
SPT N’70 Fine
1-2
3-6
7-15
16-30
?
Medium
2-3
4-7
8-20
21-40
> 40
Coarse
3-6
5-9
10-25
26-45
> 45
Fine
26-28
28-30
30-34
33-38
Medium
27-28
30-32
32-36
36-42
Coarse
28-30
30-34
33-40
40-50
3 wet (kN/m )
11-16
14-18
17-20
17-22
< 50 20-23
c l a y
Tabel 2.2 Klasifikasi tanah kohesif berdasarkan N-SPT (Bowles, 1988) N’70
Aged/ cemented
OCR
Hard
increasing
Very soft Soft Medium Stiff Very stiff
NC Young
Consistency
Remarks
0-2 3-5 6-9 10-16 17-30
Squishes between fingers when squeezed Very easily deformed by squeezing
> 30
Nearly impossible to deform by hand
Hard to deform by hand squeezing Very hard to deform by hand
Gambar 2.10 Hubungan antara N-SPT dengan shear strength (Cu) II-20
Bab II Studi Pustaka
Korelasi nilai N-SPT dengan Kohesi ( c ) untuk tanah kohesif juga diberikan oleh Terzaghi dan Peck seperti diperlihatkan pada Gambar 2.11
Gambar 2.11 Hubungan antara N-SPT dengan kohesi ( c ) Korelasi antara nilai Indeks Plastis dan sin Ф’ dapat juga diverifikasi dengan menggunakan grafik yang diberikan oleh Kenney (1959) dan Bjerrum dan Simmons (1960) seperti ditunjukkan pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12 Korelasi Indeks Plastis dan sin Ф’
II-21
Bab II Studi Pustaka
Korelasi antara nilai N-SPT dan sondir dapat juga diverifikasi dengan menggunakan grafik yang diberikan oleh Robertson et al. (1983) seperti ditunjukkan pada Gambar 2.13. Clayey silts Sandy silt and silty clay and silt Silt sandy
10 9 8
N = SPT blow count q c = kPa N primarily for E r = 45-55
Sand
9 16
Ratio
qc 100N
7 3 9
5
12 2 9 9
12
3 2
13
4
6
4 54
12 9 10
1 0 0.001
11
7
4
No. 200 sieveNo. 40
6 11
4
7 5 1
14 1312 8 10 15
5
13
8
0.01 0.1 Mean Grain size D50 , mm (Robertson et al., 1983)
1.0
Gambar 2.13 Korelasi hasil sondir dan nilai N-SPT 2.10
Klasifikasi Kondisi Struktur Pembagian kelas atau klasifikasi struktur berdasarkan kondisi kerusakan, tingkat deformasi dan perbaikan yang dibutuhkan, adalah sebagai berikut :
Gambar 2.14. Klasifikasi kondisi struktur
II-22
Bab II Studi Pustaka
Kelas A : struktur sangat terpengaruh akibat kerusakan/cacat Kelas C : struktur masih berfungsi secara utuh, tapi terdapat kerusakan ringan Kelas B : struktur dengan tingkat kerusakan antara kelas A dan kelas C, dan berpotensi mengganggu fungsi struktur jika kerusakan bertambah Kelas S : tidak ada atau terdapat kerusakan minor yang tidak mengganggu fungsi struktur Struktur dengan klasifikasi A harus mendapatkan perawatan rutin, dan dibagi lagi atas 3 kategori, berdasarkan pertimbangan kerusakan dan perlunya tindakan perbaikan. Kelas AA : struktur dengan kerusakan berat sehingga tidak berfungsi dengan
normal dan tindakan perbaikan harus segera
dilakukan secepatnya Kelas A1 : struktur yang masih aman untuk digunakan saat inspeksi, namun tindakan perbaikan harus segera dilakukan karena operasional bisa terganggu oleh beban yang mungkin terjadi atau kerusakan tersebut bisa mendegradasi kekuatan struktur. Kelas A2 :
struktur yang masih aman untuk digunaan saat inspeksi, namun harus segera diperbaiki karena dikhawatirkan kerusakan yang ada bisa berpengaruh di masa mendatang
II-23