BAB II STUDI PUSTAKA
2.1
Gambaran Lokasi Penelitian
Gambar 2.1 Peta Lokasi Penelitian (sumber: www.maps.google.com, 2015)
Batas lokasi penelitian persimpangan Beos adalah sebagai berikut : •
Batas Utara
:
Jalan Pintu Besar Utara
•
Batas Selatan :
Jalan Pintu Besar Selatan
•
Batas Timur
:
Jalan Jembatan Batu
•
Batas Barat
:
Pasar Pagi Fly Over
2.2
Landasan Teori
2.2.1 Asumsi Dasar Berbagai Tipe Jalan Menurut Andriani (2011), jalan
merupakan
sebidang
prasarana
darat, baik
dengan konstruksi tertentu maupun tidak yang digunakan untuk kepentingan pergerakan kendaraan. Terkait dengan kapasitas, peran serta fungsinya adalah jalan-jalan yang melayani transportasi lokal, antar kota maupun luar kota juga dikenal sebagai jalan raya. Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan. Klasifikasi jalan fungsional di Indonesia berdasarkan peraturan undang-undang No. 38 tahun 2004 yang berlaku adalah sebagai berikut : 1.
Jalan Arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk (akses) dibatasi.
2.
Jalan Kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
3.
Jalan Lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
4.
Jalan Lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
Pengelompokan
jalan
dimaksudkan
untuk
mewujudkan
kepastian
hukum
penyelenggaraan jalan sesuai dengan kewenangan Pemerintah dan pemerintah daerah. Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa. 1.
Jalan Nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor yang menghubungkan antar Ibukota provinsi.
2.
Jalan Provinsi, merupakan jalan kolektor yang menghubungkan Ibukota provinsi dengan Ibukota kabupaten/kota.
3.
Jalan Kabupaten, merupakan jalan lokal yang tidak termasuk dalam jalan nasional dan jalan provinsi, namun jalan yang menghubungkan antara Ibukota kabupaten dengan Ibukota kecamatan.
4.
Jalan Kota, adalah jalan umum dalam yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota.
5.
Jalan Desa, merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan atau antar permukiman didalam desa, serta jalan lingkungan.
Untuk keperluan pengaturan penggunaan dan pemenuhan kebutuhan angkutan, jalan dibagi dalam beberapa kelas yang didasarkan pada kebutuhan transportasi, pemilihan moda secara tepat dengan mempertimbangkan keunggulan karakteristik masing-masing moda, perkembangan teknologi kendaraan bermotor, muatan sumbu terberat kendaraan bermotor serta konstruksi jalan. Pengelompokkan jalan menurut muatan sumbu yang disebut juga kelas jalan, terdiri dari : 1.
Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan lebih besar dari 10 ton, yang
saat ini masih belum digunakan di Indonesia, namun sudah mulai dikembangkan diberbagai negara maju seperti di Prancis telah mencapai muatan sumbu terberat sebesar 13 ton. 2.
Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 10 ton, jalan kelas ini merupakan jalan yang sesuai untuk angkutan peti kemas.
3.
Jalan Kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
4.
Jalan Kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 mm, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
5.
Jalan Kelas III C, yaitu jalan lokal dan jalan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 mm, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 mm, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton. (Sumber : Wikipedia)
2.3
Persimpangan Persimpangan merupakan titik temu antara dua ruas jalan atau lebih yang
mengakibatkan terjadinya konflik kendaraan. Yang mengakibatkan hambatan perjalanan meningkat, menimbulkan antrian kendaraan yang berdampak kemacetan di ruas-ruas tertentu. Menurut Hobbs (1995), persimpangan jalan merupakan simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa pendekat dimana arus kendaraan dari beberapa pendekat tersebut bertemu dan memencar meninggalkan persimpangan. Ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya suatu permasalahan lalu lintas yang biasa terjadi di persimpangan, antara lain : 1.
Volume dan kapasitas, dimana secara langsung mempengaruhi hambatan.
2.
Desain geometrik, dan kebebasan pandangan.
3.
Kecelakaan dan keselamatan jalan, kecepatan, dan lampu jalan.
4.
Parkir, akses dan pembangunan yang sifatnya aman.
5.
Pejalan kaki.
6.
Jarak antar persimpangan.
2.3.1 Jenis Persimpangan Lalu lintas yang bergerak pada persimpangan dapat dikendalikan dengan berbagai cara pengendalian. Pengendalian tersebut mengikuti urutan hirarki tertentu sesuai dengan jenis-jenis jalan yang saling berpotongan dan besarnya arus lalu lintas yang memasuki persimpangan. Hirarki ini dibagi atas 4 bagian besar, yaitu : 1.
Persimpangan Sebidang (At Grade) Persimpangan sebidang adalah persimpangan dimana berbagai jalan atau ujung jalan
masuk persimpangan mengarahkan lalu lintas masuk ke jalan yang dapat belawanan dengan lalu lintas lainnya. Jenis sistem pengendaliannya meliputi : a.
Jenis tanpa pengaturan lalu lintas (uncontrolled).
b.
Jenis pengaturan berhenti atau prioritas (stop).
c.
Jenis pengaturan dengan lampu pengatur lampu lalu lintas (traffic light).
d.
Jenis pengaturan dengan bundaran lalu lintas (roundabout).
Gambar 2.2 Jenis Persimpangan Sebidang Sumber: Morlok, E.K. (1991)
2.
Persimpangan Tak Sebidang (Grade Separate) Sedangkan persimpangan tak sebidang, yaitu memisahkan lalu lintas pada jalur yang
berbeda sedemikian rupa sehingga persimpangan jalur dari kendaraan hanya terjadi pada tempat dimana kendaraan memisah atau bergabung menjadi satu pada lajur gerak yang sama (contoh jalan layang), karena kebutuhan untuk menyediakan gerakan membelok tanpa berpotongan, maka dibutuhkan tikungan yang besar dan sulit serta biayanya yang mahal. Pertemuan jalan tak sebidang juga membutuhkan daerah yang luas serta penempatan dan tata letaknya sangat dipengaruhi oleh topografi. Adapun contoh simpang susun secara visual pada gambar adalah sebagai berikut :
Gambar 2.3 Jenis Persimpangan Tak Sebidang Sumber: Morlok, E.K. (1991)
3.
Persimpangan Tanpa Pengaturan Lalu Lintas (Uncontrolled) Persimpangan yang tidak dikendalikan ini umumnya hanya dapat digunakan pada
pertemuan jalan-jalan lokal. Perumahan yang arus lalu lintasnya pada masing-masing kakinya kecil sehingga konflik yang terjadi juga kecil dan dengan sendirinya tidak memerlukan suatu pengendalian terhadap arus lalu lintas yang bergerak di persimpangan tersebut. 4.
Persimpangan Prioritas Metode pengendalian terhadap pergerakan kendaraan pada persimpangan sangat
diperlukan, dengan maksud agar kendaraan yang melakukan pergerakan konflik tersebut tidak akan saling bertabrakan. Konsep utama dalam sistem prioritas merupakan suatu aturan untuk menentukan kendaraan mana yang dapat berjalan terlebih dahulu. Sistem pengendalian ini mempunyai prinsip-prinsip tertentu, yaitu : a.
Aturan prioritas harus secara jelas dimengerti oleh semua pengemudi.
b.
Prioritas harus terbagi dengan baik, sehingga setiap orang mempunyai kesempatan untuk bergerak.
c.
Prioritas harus terorganisasi, sehingga titik-titik konflik dapat teratasi dan diperkecil.
d.
Jumlah total hambatan-hambatan terhadap lalu lintas harus diperkecil.
2.3.2 Geometrik Persimpangan Berdasarkan MKJI (1997), persimpangan adalah pertemuan dua jalan atau lebih yang bersilangan. Secara umum simpang ini terdiri dari simpang bersinyal dan simpang tak bersinyal. Ada pun tipe simpang berdasarkan jumlah lengan terdiri dari simpang 3 lengan dan 4 lengan.
Gambar 2.4 Tipe Lengan Sumber : MKJI
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam geometrik simpang adalah sebagai berikut : 1.
Jalan Utama, adalah jalan yang paling penting pada persimpangan jalan, misalnya dalam hal klasifikasi jalan. Pada suatu simpang 3 jalan yang menerus selalu ditentukan sebagai jalan utama.
2.
Pendekat (Wx), adalah tempat masuknya kendaraan dalam suatu lengan persimpangan jalan. Pendekat jalan utama disebut B dan D, jalan minor A dan C dalam arah jarum jam.
3.
Lebar rata-rata semua pendekat (W1), adalah lebar efektif rata-rata untuk semua pendekat pada persimpangan jalan.
4.
Lebar rata-rata pendekat minor/mayor (WAC/WBD) Lebar rata-rata pendekat pada jalan minor (A – C) atau jalan utama (B – D).
Gambar 2.5 Penentuan Jumlah Lajur Sumber : MKJI
2.4
Karakteristik Lalu Lintas Kondisi geometrik dan lalu lintas akan berpengaruh terhadap
kinerja
kapasitas dan
lalu lintas pada persimpangan. Oleh karena itu perencana
merancang sedemikian rupa sehingga mampu mendistribusikan waktu
harus dapat
kepada masing-
masing kelompok pergerakan kendaraan secara proposional sehingga memberikan kinerja yang sebaik-baiknya. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia tahun 1997, arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan bermotor yang melewati suatu titik pada jalan per satuan waktu, dinyatakan dalam veh/h (Qveh), pcu/h (Qpcu) atau AADT (Lalu Lintas Rata-Rata Tahunan). Menurut Direktorat Jenderal Bina marga (1997), arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan bermotor yang melalui titik tertentu persatuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan per jam atau smp/jam. Arus lalu lintas perkotaan terbagi menjadi empat (4) jenis yaitu :
1.
Kendaraan Ringan/ Light Vehicle (LV) Meliputi kendaraan bermotor 2 as, beroda empat dengan jarak as 2.0 – 3.0 m (termasuk mobil penumpang, mikrobis, pick-up, truk kecil, sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).
2.
Kendaraan Berat/ Heavy Vehicle (HV) Meliputi kendaraan motor dengan jarak as lebih dari 3.5 m biasanya beroda lebih dari empat (termasuk bis, truk dua as, truk tiga as, dan truk kombinasi).
3.
Sepeda Motor/ Motor cycle (MC) Meliputi kendaraan bermotor roda 2 atau tiga (termasuk sepeda motor dan kendaraan roda tiga sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).
4.
Kendaraan Tidak Bermotor/ Un Motorized (UM) Meliputi kendaraan beroda yang menggunakan tenaga manusia, hewan, dan lain-lain (termasuk becak, sepeda, kereta kuda, kereta dorong dan lain-lain sesuai sistem klasifikasi Bina Marga). Sedangkan volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu
penampang tertentu pada suatu ruas jalan tertentu dalam satuan waktu tertentu. Volume lalu lintas rata-rata adalah jumlah kendaraan rata-rata dihitung menurut satu satuan waktu tertentu, bisa harian yang dikatakan sebagai volume lalu lintas harian rata-rata/LHR atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai Average Daily Traffic Volume (ADT). Menurut Morlok, (1988) volume lalu lintas dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut : .................................(2.1) Dimana : Q
=
Volume lalu lintas yang melalui suatu titik.
N
=
Jumlah kendaraan yang melalui titik itu dalam interval waktu pengamatan.
T
=
Interval waktu pengamatan.
Parameter arus lalu lintas dibagi menjadi 2 kategori : a.
Parameter Makroskopik
: Mencirikan arus lalu lintas secara
keseluruhan.
b.
Parameter Mikroskopik
: Mencirikan perilaku individual kendaraan yang di
dalam arus lalu lintas satu sama lain saling memberi kesempatan. Secara makroskopik, arus lalu lintas digambarkan/dicirikan oleh 3 parameter utama : a.
Volume atau tingkat arus (volume or rate of flow).
b.
Kecepatan (speed).
c.
Kerapatan (density).
Selain itu digunakan pula parameter headway (h), spacing (s), dan occupancy (R). Terkait pada headway dan spacing, ada parameter clearance (c) dan gap (g). 2.4.1 Lampu Lalu Lintas Lampu lalu lintas adalah suatu alat kendali (control) dengan menggunakan lampu yang terpasang pada persimpangan dengan tujuan untuk mengatur arus lalu lintas. Pengaturan arus lalu lintas pada persimpangan pada dasarnya dimaksudkan untuk bagaimana pergerakan kendaraan pada masing-masing pergerakan dapat bergerak secara bergantian sehingga tidak saling menggangu arus yang ada. Ada berbagai jenis kendali dengan menggunakan lampu lalu lintas dimana pertimbangan ini sangat terngantung pada situasi dan kondisi persimpangan yang ada. Seperti volume, geometrik simpang dan sebagainya. Kondisi geometrik dan lalu lintas akan berpengaruh terhadap kapasitas
dan
kinerja lalu lintas pada persimpangan. Oleh karena itu perencana harus dapat merancang sedemikian rupa sehingga mampu mendistribusikan waktu kepada masingmasing kelompok pergerakan kendaraan secara proposional sehingga memberikan kinerja yang sebaik-baiknya. Sistem perlampuan lalu lintas menggunakan jenis nyala lampu sebagai berikut :
a.
Lampu Hijau (Green) Kendaraan yang mendapatkan isyarat harus bergerak maju.
b.
Lampu Kuning (Amber) Kendaraan
yang mendapatkan isyarat harus melakukan antisipasi,
apabila
memungkinkan mengambil keputusan untuk berlakunya lampu yang berikutnya (apakah hijau atau merah). c.
Lampu Merah (Red) Kendaraan yang mendapatkan isyarat harus berhenti sebelum garis henti (stop line).
Konflik primer yaitu konflik yang terjadi antara arus lalu lintas yang saling memotong. Konflik sekunder yaitu konflik yang terjadi antara arus lalu lintas kanan dengan arus lalu lintas arah lainnya dan atau lalu lintas belok kiri dengan para pejalan kaki. 2.4.2 Fase Lalu Lintas Pengaturan arus lalu intas pada penyimpangan jalan dimaksudkan untuk sedapat mungkin mencegah konflik diantara aliran kendaraan dan dilakukan dengan memisahkan waktu pergerakan arus lalu lintas. Pengaturan waktu pergerakan arus lalu lintas tersebut yang dinamakan fase. Pemilihan jumlah fase tergantung dari banyaknya konflik utama diantara arus lalu lintas dengan mempertimbangkan keselamatan. Ada 4 jenis fase lalu lintas, yaitu : •
Berpotongan (crossing) : Perpotongan antara arus kendaraan dari satu jalur dengan jalur yang lain pada persimpangan.
•
Berpisah (diverging) : Memisahnya kendaraan dari suatu arus yang sama ke jalur yang lain.
•
Bergabung (marging) : Bergabungnya kendaraan dari suatu jalur menjadi arus yang sama.
•
Bersilangan (weaving) : Pertemuan (secara bersilangan) dua arus lalin atau lebih dari jalur yang berbeda yang berjalan menurut arah yang sama sepanjang suatu lintasan, dan akhirnya terpisah untuk jalur yang berbeda kembali.
Gambar 2.6 Konflik Pada Persimpangan Sumber : MKJI
2.5
Kapasitas Menurut Clark H. Oglesby (1990), kapasitas suatu ruas jalan adalah jumlah
kendaraan maksimum yang memiliki kemungkinan yang cukup untuk melewati ruas jalan tersebut (dalam satu atau pun kedua arah) dalam periode waktu tertentu. Menurut MKJI (1997), kapasitas adalah jumlah maksimum kendaraan atau orang yang dapat melintasi suatu titik pada lajur jalan pada periode waktu tertentu dalam kondisi jalan tertentu atau merupakan arus maksimum yang dapat dilewatkan pada suatu ruas jalan. 2.5.1 Macam-Macam Kapasitas Jalan a)
Kapasitas Dasar (Basic Capacity) Kapasitas dasar adalah jumlah kendaraan atau orang maksimum yang dapat melintas
suatu penampang jalan tertentu selama satu jam pada kondisi jalan dan lalu lintas yang ideal.
Digunakan sebagai dasar perhitungan untuk kapasitas rencana. Kapasitas dasar merupakan kapasitas terbesar dibangun pada kondisi arus yang ideal. Arus dikatakan pada kondisi yang ideal jika kondisi jalan :
•
Uninterupted Flow.
•
Kendaraan yang lewat sejenis (kendaraan penumpang).
•
Lebar lajur minimum : 3,50 m.
•
Kebebasan samping : 1.80 m.
•
Mempunyai desain alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal yang bagus (datar, v = 120 km/jam).
•
Untuk lalu lintas 2 arah 2 lajur dimungkinkan gerakan menyiap dengan jarak pandang 500 m.
b)
Kapasitas Rencana (Design Capacity) Kapasitas rencana adalah jumlah kendaraan atau orang yang dapat melintas pada
suatu penampang jalan tertentu selama satu jam pada kondisi jalan dan lalu lintas yang sedang berlaku tanpa mengakibatkan kemacetan, kelambatan dan bahaya yang masih dalam batas-batas yang diinginkan. c)
Kapasitas Yang Mungkin (Possible Capacity) Kapasitas yang mungkin adalah jumlah kendaraan atau orang yang dapat melintasi
suatu penampang jalan tertentu selama 1 jam pada kondisi jalan dan lalu lintas yang sedang berlaku (pada saat itu).
2.6
Kecepatan Kecepatan laju dari suatu pergerakan kendaraan dihitung dalam jarak persatuan
waktu. Yang dirumuskan sebagai berikut :
V=
d .................................(2.2) t
Dimana : V
=
Kecepatan (km/jam).
D
=
Jarak (km).
T
=
Waktu (jam).
Dalam suatu aliran lalu lintas yang bergerak setiap kendaraan mempunyai kecepatan yang berbeda sehingga aliran lalu lintas tidak mempunyai sifat kecepatan yang tunggal, akan tetapi dalam bentuk distribusi kecepatan kendaraan individual. Ada dua jenis analisis kecepatan yang dipakai pada studi kecepatan arus lalu-lintas yaitu : a.
Time mean speed (TMS), yaitu rata-rata kecepatan dari seluruh kendaraan yang melewati suatu titik pada jalan selama periode waktu tertentu.
b.
Space mean speed (SMS), yaitu rata-rata kecepatan kendaraan yang menempati suatu segmen atau bagian jalan pada interval waktu tertentu.
Terdapat 3 jenis klasifikasi utama kecepatan yang digunakan yaitu : •
Kecepatan setempat (Spot Speed), yaitu kecepatan kendaraan pada suatu saat diukur dari suatu tempat yang ditentukan.
•
Kecepatan bergerak (Running Speed), yaitu kecepatan kendaraan rata-rata pada suatu jalur pada saat kendaraan bergerak (tidak termasuk waktu berhenti) yang didapatkan
dengan membagi panjang jalur yang ditempuh dengan waktu kendaraan bergerak menempuh jalur tersebut. •
Kecepatan perjalanan (Jeourney Speed), yaitu kecepatan efektif kendaraan yang sedang dalam perjalanan antara dua tempat, yang merupakan jarak antara dua tempat dibagi dengan lama waktu bagi kendaraan untuk menyelesaikan perjalanan antara dua tempat tersebut, dengan lama waktu ini mencakup setiap waktu berhenti yang ditimbulkan oleh hambatan lalu lintas.
2.7
Volume Volume adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik atau pada suatu ruas jalan
dalam waktu yang lama (minimal 24 jam) tanpa membedakan arah dan lajur. Segmen jalan selama selang waktu tertentu yang dapat dikatakan dalam tahunan, harian (LHR), jam-an atau sub jam. Volume lalu lintas dibawah satu jam (sub jam) seperti, 15 menitan dikenal dengan istilah rate of flow atau nilai arus. Untuk mendapatkan nilai arus suatu segmen jalan yang terdiri dari banyak tipe kendaraan, maka semua tipe-tipe kendaraan tersebut harus dikonversi ke dalam satuan mobil penumpang (smp). Konversi kendaraan ke dalam satuan smp diperlukan angka faktor ekivalen untuk berbagai jenis kendaraan. Faktor ekivalen mobil penumpang. 2.8
Kerapatan Kerapatan adalah jumlah kendaraan yang menempati suatu panjang jalan atau lajur
dalam kendaraan per km atau kendaraan per km per lajur. Kepadatan lalu lintas adalah mungkin yang terpenting diantara ketiga parameter aliran lalu lintas tersebut, karena terkait dengan permintaan lalu lintas. Kepadatan juga merupakan ukuran yang penting untuk mengetahui kualitas arus lalu lintas, dimana hal tersebut mengukur perkiraan kendaraan, faktor yang mempengaruhi kebebasan dan kenyamanan psikologis dari pengendara.
2.9
Derajat Kejenuhan Derajat kejenuhan adalah perbandingan antara arus total sesungguhnya (Qtot) dengan
kapasitas sesungguhnya (C). Nilai derajat kejenuhan suatu ruas jalan bervariasi dari 0-1. Derajat kejenuhan merupakan pencerminan kenyamanan pengemudi dalam mengemudikan kendaraannya. Secara kualitatif dapat dikatakan bahwa kenyamanan pengemudi meningkat dengan menurunya rasio volume (V) lalu lintas terhadap kapasitas (C) pada jalur yang dilalui. Ada 3 kondisi v/c yaitu : 1.
V/C < 1, maka volume lalu lintas masih di bawah kapasitasnya.
2.
V/C = 1, maka vloume lalu lintas sama dengan kapasitasnya.
3.
V/C > 1, maka volume lalu lintas telah melebihi kapasitasnya.
2.10
Tingkat Pelayanan Jalan Tingkat pelayanan atau “Level of Service” adalah tingkat pelayanan dari suatu jalan
yang menggambarkan kualitas suatu jalan dan merupakan batas kondisi pengoperasian. Tingkat pelayanan suatu jalan merupakan ukuran kualitatif yang digunakan United States Highway Capacity Manual (USHCM 1985) yang menggambarkan kondisi operasional lalu lintas dan penilaian oleh pemakai jalan. Tingkat pelayanan suatu jalan menunjukan kualitas jalan diukur dari beberapa faktor, yaitu : 1.
Kecepatan dan Waktu Tempuh.
2.
Kerapatan (Density).
3.
Tundaan (Delay).
4.
Arus Lalu Lintas dan Arus Jenuh (Saturation Flow).
5.
Derajat Kejenuhan (Degree Of Saturation).
2.11
Hubungan Antara Kecepatan, Volume, dan Kerapatan Menurut Rohani (2006) Hubungan dasar dari ketiga variabel tersebut dinyatakan
dalam suatu hubungan matematis sebagai berikut :
V = D. Ūs .................................(2.3) Dimana : V
=
Volume (kendaraan/jam).
Ū
=
Space Mean Speed (km/jam).
D
=
Kepadatan (kendaraan/jam).
Hubungan antara kecepatan volume dan kerapatan tersrbut dapat digambarkan secara grafis sebagaimana dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.7 Hubungan Antara Kecepatan (Ū), Volume (V), dan Kerapatan (D)
Dari kurva terlihat bahwa hubungan mendasar antara volume dan kecepatan adalah dengan bertambahnya volume lalu lintas, maka kecepatan rata-rata ruangannya akan berkurang sampai volume tercapai. Setelah tercapai volume maksimum maka kecepatan akan berkurang. Jadi kurva ini mengambarkan dua kondisi yang berbeda dimana lengan atas untuk kondisi stabil sedangkan lengan bawah merupakan kondisi arus padat. Hubungan antara
kecepatan dan kerapatan menunjukkan bahwa kecepatan akan menurun apabila kecepatan bertambah. Kecepatan arus bebas (Ūf) akan terjadi apabila kerapatan sama dengan nol, dan pada saat kecepatan sama dengan nol maka terjadi kemacetan. Hubungan antara volume dan kerapatan akan bertambah apabila volumenya juga bertambah. Volume maksimum (Vm) terjadi pada saat kerapatan mencapai titik Dm (kapasitas jalur jalan sudah tercapai). Setelah mencapai titik ini, volume akan menurun walaupun kerapatan bertambah sampai terjadi kemacetan di titik Dj. 2.12
Ekivalen Mobil Penumpang (EMP) Penelitian untuk mengetahui kinerja suatu simpang pernah dilakukan oleh beberapa
peneliti, baik di simpang bersinyal maupun simpang tidak bersinyal. •
Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 Ekivalen mobil penumpang adalah faktor yang menunjukkan berbagai tipe kendaraan
yang dibandingkan dengan tipe kendaraan ringan lain, sehubungan dengan pengaruhnya terhadap kecepatannya dalam arus lalu lintas (untuk mobil penumpang dan kendaraan ringan yang EMP-nya = 1.0). Untuk UM (Kendaraan Tak Bermotor) nilai Emp-nya tidak ada karena termasuk hambatan samping (kendaraan lambat), yaitu sepeda, gerobak, becak, andong dan lain-lain. Tabel 2.1 Ekivalen Mobil Penumpang Jenis Kendaraan
Jalan Raya
Perkotaan
1
1
0.5 - 1
0.2 - 0.5
Bus, truk 2 dan 3 sumbu
3
2
Bus tempel, truk > 3 sumbu
4
3
Mobil penumpang, taksi, pick up, minibus Sepeda Motor
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997