BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Teori Pengujian Sistem pengkondisian udara (Air Condition) pada mobil atau kendaraan secara umum adalah untuk mengatur kondisi suhu pada ruangan didalam mobil. Kondisi suhu yang dimaksud adalah dimana suhu dapat diatur menurut keinginan si pengguna yang bertujuan memberikan kenyamanan ketika berkendara. Sistem pengkondisian udara pada mobil yang umum dipakai terdiri dari kompresor, kondensor, receiver dryer, katup ekspansi dan evaporator serta refrigerant sebagai fluida pendinginnya.. Susunan atau rangkaian komponen untuk kendaraan kecil diletakkan sedemikian rupa seperti terlihat dalam gambar 2.1a
Evaporator
Heatert’ore
Dual Pressure Switch
Condensor
Charging and Testing Valve
Pressure Switch Receiver and Filter Dryer
Sight Glass
Compressor
Gambar 2.1 Instalasi Air Conditioner pada mobil
2.1.1 Komponen Utama Sistem pengkondisian udara mempunyai komponen-komponen utama yang harus ada dan baik kondisinya yaitu : Evaporator Condensor
Expannsion Valve
Compressor
Pipe Receiver Dryer
Gambar 2.2 Komponen-komponen utama dari sistem AC mobil
2.1.1.1 Kompresor Berfungsi menekan (mengkompresi) refrigerant sehingga refrigerant berubah menjadi uap bertekanan tinggi yang disebut proses kompresi isentropik yang akan dibahas pada halaman selanjutnya. Dalam prakteknya, ada empat jenis kompresor yang digunakan pada kendaraan yaitu kompresor torak (Reciprocating Compresor), kompresor skrup (Screw Compresor), kompresor sentifugal dan kompresor sudu (Vane Compresor). Kompresor yang dipakai dalam pengujian ini adalah jenis torak. Pemilihan kompresor jenis torak didasarkan pada kemudahan dalam mendapatkan dan jenis ini yang paling banyak digunakan.
Pada kompresor torak terdapat silinder (torak), dimana torak bergerak bolak-balik didalamnya yang diperoleh dari gerak putar poros engkol yang tersambung dengan belt dari mesin mobil. Pada saat berlangsung langkah hisap, refrigerant yang bertekanan rendah dihisap masuk melalui katup hisap. Pada langkah buang,torak menekan refrigerant dan mendorong keluar melalui katup buang. Karena terjadi kompresi maka refrigerant bertekanan tinggi dan bertemperatur tinggi (proses kompresi Uap).
2.1.1.2 Kondensor Berfungsi mencairkan kembali refrigeran (mengkondensasi) bertekanan dan bertemperatur tinggi dari kompresor dengan melepaskan panas sebanyak kalor laten pengenbunan dengan dibantu fan untuk melepas kalor. Bila beban kalor dibawah rata-rata kemampuan pengkondisian udara yang dipakai maka sekitar dua pertiga bagian kondensor akan terdiri dari refrigeran uap panas sedangkan satu per tiga bagian sisanya terdiri dari refrigeran cair.Namun proses pencairan ini tidak terjadi sempurna dan tekanan refrigeran tidak terlalu turun Konstruksi kondensor yang digunakan pada alat uji terbuat dari bahan aluminium yang disusun berkelok-kelok dan tiap kelokan dipasang sirip-sirip untuk lebih mudah melepaskan kalor.
2.1.1.3 Receiver dryer Komponen ini dipasang pada saluran semi cair bertekanan tinggi diantara kondensor dan katup ekspansi yang berfungsi menyerap kelembaban akibat proses
kondensasi yang terjadi didalam kondensor sisamping itu juga berfungsi menyaring material asing yang ikut bersirkulasi dalam system. Konstruksinya berupa tabung besi atau aluminium. Didalamnya terdapat zat pengering (desiccant) terbuat dari silica gel yang berfungsi menyerap uap air yang bercampur pada refrigeran setelah terjadi kondensasi. Pada bagian atas alat terdapat kaca (sigt glass) yang berfungsi memeriksa tingkat kejenuhan dan kondisi (volume) refrigeran agar tetap sama.
2.1.1.4 Katup Ekspansi Berfungsi menurunkan tekanan refrigeran dan mengatur aliran refrigeran ke evaporator. Alat ekspansi yang umum digunakan dalam system kompresi uap adalah pipa kapiler, katup ekspansi berpengendali panas lanjut (superheat controlled exapansion valve), katup apung (floating valve), dan katup ekspansi tekanan konstan (constant pressure expansion valve). Alat ekspansi yang umum digunakan hanya pipa kapiler dan katup ekspansi panas lanjut.
2.1.1.5 Refrigerant Refrigerant adalah fluida yang digunakan dalam proses refrigerasi, pengkondisian udara dan system pemompaan panas. Refrigerant menyerap panas dari suatu tempat/area seperti ruang pengkondisian udara di evaporator dan membuangnya pada area lain melalui proses kondensasi serta evaporasi.
Persyaratan refrigeran ideal untuk unit refrigerasi adalah sebagai berikut :
1. Tekanan penguapan harus cukup tinggi Sebaiknya refrigeran memiliki temperatur penguapan pada tekanan yang lebih tinggi, sehingga dapat dihindari kemungkinan terjadinya vakum pada evaporator dan turunnya efesiensi volumetric karena naiknya perbandingan kompresi. 2. Tekanan pengembunan yang tidak terlampau tinggi Apabila tekanan pengembunan rendah, maka perbandingan kompresinya menjadi lebih rendah sehingga penurunan prestasi kompresor dapat dihindarkan. Selain itu, dengan tekanan kerja yang lebih rendah, mesin dapat lebih aman karena kemungkinan terjadinya kebocoran, kerusakan, ledakan dan sebagainya. 3. Kalor laten penguapan harus tinggi Refrigeran yang memiliki kalor laten penguapan yang tinggi lebih menguntungkan karena kapasitas refrigerasi yang sama, jumlah refrigeran yang bersikulasi lebih kecil. 4. Volume spesifik (terutama dalam fasa gas) yang cukup kecil Refrigerasi yang memiliki kalor laten penguapan yang tinggi lebih menguntungkan karena kapasitas refrigerasi yang sama, jumlah refrigeran yang bersikulasi lebih kecil. 5. Koefisien prestasi harus tinggi
6. Konduktivitas termal yang tinggi Sifat ini mempengaruhi kinerja penukar kalor (evaporator dan kondensor). Refrigeran dengan konduktivitas termal tinggi, lebih diinginkan dalam suatu refrigerasi. Oleh karena dapat menghasilkan kinerja penukar kalor yang baik (pada beda temperatur
yang kecil antara penukar kalor (refrigeran) dan lingkungan, mampu menghasilkan laju perpindahan panas yang besar. 7. Viskositas yang rendah dalam fasa cair maupun fasa gas 8. Refrigeran dengan viskositas rendah lebih baik dalam sistem refrigerasi, karena dalam alirannya refrigeran akan mengalami tahanan yang kecil. Hal tersebut akan memperkecil rugi aliran dalam pipa. 9. Refrigeran tidak beracun dan berbau merangsang 10. Refrigeran tidak boleh mudah terbakar dan mudah didapat 11. Harus mudah terdeteksi jika terhadi kebocoran.
2.2 Prinsip Kerja Prinsip kerja pada kondisi refrigeran dari sistem pengkondisian udara pada kendaraan, ditunjukan seperti gambar berikut :
Condensor
Compresor
Evaporator
Expansion Valve High Pressure Vapor High Pressure Liquid Low Pressure Liquid
Receiver drier
Gambar 2.3 Kondisi Refrigeran di Setiap Komponen Refrigeran uap bertekanan rendah dihisap kompresor melalui katup hisap (suction valve), lalu dikompresi menjadi refrigeran uap bertekanan tinggi dan dikeluarkan melalui katup buang (discharge valve) menuju kondensor, kalor dari refrigeran uap akan diserap oleh udara yang dilewatkan pada sirip-sirip kondensor, sehingga refrigeran berubah fasa menjadi cair namun tetap bertekanan tinggi. Sebelum memasuki katup ekspansi, refrigeran terlebih dahulu dilewatkan suatu penyaring (filter drier). Refrigeran cair bertekanan rendah yang keluar dari katup ekspansi kemudian memasuki evaporator. Disini terjadi penyerapan kalor dari udara yang dilewatkan pada sirip-sirip evaporator, sehingga refrigeran berubah fasa menjadi refrigeran uap. Selanjutnya memasuki kompresor melalui sisi hisap, demikian ini berlangsung.
2.3 Analisa Sistem Kompresi Uap 2.3.1 Siklus Carnot Siklus carnot secara termodinamika bersifat reversible secara skema siklus mesin kalor Carnot diperlihatkan pada gambar 2.8 berikut ini : Kalor dari sumber bersuhu tinggi 2 3
Suhu ( 0 K) 2
3 Kerja bersih
1
4 Entropi (Kj/kg K)
Gambar 2.3.1 Skema Mesin Carnot
Mesin Carnot menerima energi kalor pada suhu tinggi merubah sebagian menjadi kerja dan kemudian mengeluarkan sisanya sebagai kalor pada suhu yang lebih rendah. Siklus refrigerasi Carnot merupakan kebalikan dari siklus mesin Carnot. Karena siklus refrigerasi menyalurkan energi dari suhu rendah menuju suhu yang lebih tinggi siklus
refrigerasi membutuhkan kerja luar untuk mendapatkan kerja. Diagram peralatan, diagram entalpi suhu dari siklus refrigerasi diperlihatkan pada gambar 2.9 berikut ini : Kalor menuju lingkungan yang bersuhu tinggi 3
Kondensor 2
Kerja
Katup Ekspansi Kompresor Kerja
Evaporator 4
1 Kalor dari sumber bersuhu rendah
Suhu ( 0 K) 3
2 Proses siklus refrigerasi carnot :
Kerja bersih 4
1 Entropi (Kj/kg K)
1-2 2-3 3-4 4-1
Kompresi adiabatic Pelepasan kalor isotermal Ekspansi adiabatic Pemasukan kalor isotermal
Gambar 2.3.2 Siklus Refrigerasi Carnot dan Diagram Suhu Entropi Siklus Refrigerasi Carnot
Tujuan utama sistem refrigerasi Carnot adalah proses 4-1 penyerapan dari sumber bersuhu rendah. Seluruh proses lainnya pada siklus tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga energi bersuhu rendah dapat dikeluarkan ke lingkungan yang bersuhu lebih tinggi.
2.3.2 Siklus Kompresi Uap Teoritis
Siklus teoritis mengasumsikan bahwa : 1. Uap refrigeran yang keluar dari evaporator dan masuk kompresor merupakan uap jenuh pada tekanan dan temperatur penguapan 2. Refrigeran keluar kondensor dan masuk ke alat ekspansi berupa cairan jenuh pada tekanan dan temperatur pengembunan 3
2
Kondensor
Katup Ekspansi
1 4
Kompresor
Evaporator
Tekanan (kPa) 3
Pengembunan 2’
Ekspansi
2 Kompresi
1
4 Penguapan Entalpi (kJ/ kg)
2
Suhu ( 0K ) 2’
3 4
Entropy (kJ/ kg K)
1
Gambar 2.3.3 Skema Siklus Kompresi Uap Beberapa proses yang bekerja pada siklus refrigerasi: 1. Proses kompresi Proses kompresi berlangsung dari titik 1 ke titik 2. Pada siklus teoritis diasumsikan refrigeran tidak mengalami perubahan kondisi selama mengalir di jalur hisap. Pada proses ini uap refrigeran pada tekanan evaporasi dikompresi sampai pada tekanan kondensasi. Proses kompresi diasumsikan isentropik sehingga pada diagram tekanan entalpi, titik 1 dan titik 2 berada pada satu garis entropi konstan. Pada titik 2 uap refrigeran berada pada kondisi superheat. Proses kompresi memerlukan kerja luar,entalpi uap naik yaitu dari h1 ke h2. Besarnya kenaikan ini sama dengan besarnya kerja mekanis yang dilakukan pada uap refrigeran.
2. Proses kondensasi Proses 2-2’ dan 2’-3 terjadi di kondensor. Uap panas refrigeran yang keluar dari kompresor didinginkan sampai pada temperatur kondensasi dan kemudian di kondensasikan. Titik 2 adalah kondisi refrigeran yang keluar dari kompresor. Pada titik 2’ refrigeran berada pada kondisi uap jenuh pada tekanan dan temperatur kondensasi. Jadi proses 2 – 2’ merupakan proses pendinginan sensible dari temperatur keluar kompresor menuju temperatur kondensasi. Proses ini terjadi pada tekanan konstan. Jumlah panas yang dipindahkan selama proses ini adalah beda entalpi antara titik 2 dan 2’. Proses 2’ – 3 adalah proses kondensasi uap didalam kondensor. Proses kondensasi terjadi pada tekanan konstan. Jumlah panas yang
dipindahkan selama proses ini adalah beda entalpi antara 2’- 3. Besarnya panas total yang dikeluarkan di kondensor adalah jumlah antara panas yang dikeluarkan pada proses 2 – 2’ ditambah panas yang dikeluarkan pada proses 2’- 3. Panas total ini berasal dari panas yang diserap oleh refrigeran yang menguap di dalam evaporator dan panas yang masuk karena adanya karja mekanis pada kompresor. 3. Proses Ekspansi Proses ekspansi berlangsung dari titik 3 ke titik 4. Pada siklus standar diasumsikan tidak terjadi perubahan kondisi cairan refrigeran yang mengalir di dalam jalur cairan sampai ke throttling device. Kondisi refrigeran masuk ke alat pengontrol dinyatakan oleh titik 3. Pada proses ini terjadi penurunan tekanan refrigeran dari tekanan kondensasi titik 3 menjadi tekanan evaporasi titik 4. Pada waktu cairan di ekspansikan melalui alat ekspansi ke evaporator, temperatur refrigeran juga turun dari temperatur kondensasi ke temperatur evaporasi. Hal ini disebabkan oleh terjadinya penguapan sebagian cairan refrigeran selama proses ekspansi. Proses 3-4 merupakan proses ekspansi adiabatik dimana entalpi fluida tidak berubah disepanjang proses. Refrigeran pada titik 4 berada pada kondisi campuran cair-uap 4. Proses Evaporasi Proses 4-1 adalah proses penguapan refrigeran pada evaporator atau disebut juga efek refrigerasi (RE). Proses ini berlangsung pada temperatur dan tekanan tetap.
2.3.3 Siklus Kompresi Uap Nyata Siklus kompresi uap sebenarnya terjadi (nyata) berada dari siklus teoritis. Perbedaan ini muncul karena adanya asumsi-asumsi yang ditetapkan di dalam siklus
standar. Pada siklus nyata terjadi pemanasan lanjut uap refrigeran yang meninggalkan evaporator sebelum masuk ke kompresor. Pemanasan lanjut ini terjadi akibat tipe peralatan ekspansi yang digunakan atau dapat juga karena penyerapan panas di jalur masuk antara evaporator dan kompresor. Refrigeran cair sebenarnya juga mengalami subcooling sebelum masuk alat ekspansi. Perbedaan siklus kompresi uap yang sebenarnya terjadi (nyata) dengan siklus teoritis dapat dilihat pada gambar 2.3.3
Tekanan Bawah dingin 3 3’
2’
Penurunan tekanan 2
Siklus standar 4’ 4 Penurunan tekanan
1
Siklus nyata 1’
Panas lanjut
Entalpi kJ/ kg
Gambar 2.3.4 Perbandingan antara siklus standar dan siklus nyata 2.3.4
Persamaan Matematika Siklus Kompresi Uap
2.4.1 Persamaan Energi Aliran Steady
Di dalam kebanyakan sistem refrigerasi. Laju aliran massa tidak berubah dari waktu ke waktu (kalaupun ada hanya perubahan kecil), karena itu laju aliran dapat steady. Didalam sistem yang dilukiskan secara simbolis dalam gambar 2.3.4. Keseimbangan energinya dapat dinyatakan sebagai berikut : besarnya energi yang masuk bersama aliran dititik 1 ditambah dengan besarnya energi yang ditambahkan berupa kalor dikurangi dengan besarnya energi yang ditambahkan berupa kalor dikurangi dengan besarnya energi yang meninggalkan sistem pada titik 2 sama dengan besarnya perubahan energi didalam volume kendali. Ungkapan matematik untuk keseimbangan energi ini adalah dirumuskan sebagai berikut.
2 ⎡ ⎤ 2 • ⎡ v ⎤ v2 dE 1 ⎢ ⎥ m h1 + + gz1 + q − m ⎢h2 + + gz 2 ⎥ − W = ⎢ ⎥ 2 2 dθ ⎣ ⎦ ⎢⎣ ⎥⎦ •
(2.1)
q [W] •
•1
m E [J]
h1 v1
•
h2
W [W]
•2
m h2 z2
Gambar 2.3.5 Keseimbangan Energi pada sebuah Volume Atur yang sedang Mengalami Laju Aliran steady [Ref. 5 hal 20] Dimana :
•
m
= Laju aliran massa refrigeran [kg/s]
h
= Entalpi [J/kg]
v
= Kecepatan [m/s]
z
= Ketinggian [m]
g
= Percepatan gravitasi = [9,81 m/s2]
Q
= Laju aliran energi dalam bentuk kalor [W]
W
= Laju aliran energi dalam bentuk kerja [W]
E
= Energi dalam sistem [J]
Oleh karena dibatasi pada masalah proses aliran steady. Maka tak ada perubahan harga E terhadap waktu, karena itu dE/dθ =0, dan persamaan energi aliran steady menjadi : 2 ⎡ ⎤ 2 • ⎡ v ⎤ v m ⎢h1 + 1 + gz1 ⎥ + q = m ⎢h2 + 2 + gz 2 ⎥ + W ⎢ ⎥ 2 2 ⎣ ⎦ ⎣⎢ ⎦⎥
•
2.4.2
(2.2)
Proses Kompresi
Proses kompresi dianggap berlangsung secara adiabatik artinya tidak ada panas yang dipindahkan baik masuk ataupun keluar sistem. Dengan demikian harga q = 0, Perubahan energi kinetik dan potensial juga diabaikan, sehingga kerja kompresi dirumuskan sebagai berikut : [Ref. 5 hal. 21] •
W = m (h 2 − h 1 ) •
Wc = m ref (h 2 − h 1 ) Dimana :
(2.3) (2.4)
Wc
= Daya kompresor
h1
= Entalpi refrigeran pada titik 1 [kJ/kg]
h2
= Entalpi refrigeran pada titik 2 [kJ/kg]
•
m ref
= Laju aliran massa refrigeran [kg/s]
2.4.3
Proses Evaporasi dan Kondensasi
Pada proses evaporasi dan kondensasi perubahan energi kinetik dan energi potensial diabaikan sehingga harga v2/2 dan g.z pada titik 1 dan titik 2 dianggap 0. Dari gambar 2.10 dan persamaan (2.1), laju aliran kalor pada proses evaporasi (kapasitas pendinginan) dirumuskan sebagai berikut : •
Qe = m ref (h 1 − h 4 )
(2.5)
Dimana : Qe
= Laju perpindahan kalor evaporasi (kapasitas pendinginan) [kW]
h1
= Entalpi refrigeran pada titik 1 [kJ/kg]
h4
= Entalpi refrigeran pada titik 4 [kJ/kg]
•
m ref
= Laju aliran massa refrigeran [kg/s]
Laju aliran kalor pada proses kondensasi (kapasitas pengembunan) dirumuskan sebagai berikut : •
Q k = m ref (h 2 − h 3 )
(2.6)
Dimana : Qk
= Laju perpindahan kalor kondensasi (kapasitas pengembunan) [kW]
h2
= Entalpi refrigeran pada titik 2 [kJ/kg]
h3
= Entalpi refrigeran pada titik 3 [kJ/kg]
•
m ref
= Laju aliran massa refrigeran [kg/s]
2.4.4 Throttling Process
Proses ini terjadi pada pipa kapiler atau pada katub ekspansi. Pada proses ini tidak ada kerja yang dilakukan atau ditimbulkan sehingga w = 0. Perubahan energi kinetik dan potensial dianggap nol. Proses dianggap adiabatik sehingga
q = 0. Persamaan energi
aliran menjadi : h3 = h4 [kJ/kg]
(2.7)
2.4.5 Efek Refrigerasi
Efek refrigerasi adalah besarnya kalor yang diserap oleh refrigeran dalam evaporator pada proses evaporasi, dirumuskan sebagai berikut : RE = h1- h4
Dimana : RE
= Efek refrigerasi [kJ/kg]
h1
= Entalpi refrigeran pada titik 1 [kJ/kg]
h4
= Entalpi refrigeran pada titik 4 [kJ/kg]
2.4.6 Coefisien Of Performen (COP)
(2.8)
Koefisien prestasi dari sistem refrigerasi adalah perbandingan besarnya panas dari ruang pendingin (efek refrigerasi) dengan besarnya kerja yang dilakukan kompresor. Koefisien prestasi (COP) dirumuskan sebagai berikut :
COP =
h1 − h4 h2 − h1
(2.9)
Sedangkan untuk kerja aliran massa udara dapat ditentukan dari hukum kontinuitas sebagai berikut : [Ref. 5 hal. 125] Q = A.V
(2.15)
•
m = Q ⋅ρ = ( A ⋅ V )⋅ ρ
(2.16)
Dimana : Q
= Debit aliran udara [m3/det]
A
= Luas penampang
V
= Kecepatan udara [m/det]
ρ
= Massa jenis udara [kg/m3]
•
[m2]
m
= Laju aliran massa udara [kg/det]
2.4.7
Efektifitas Perpindahan Panas
Efektifitas perpindahan panas merupakan perbandingan laju perpindahan panas yang sebenarnya terhadap laju perpindahan maksimum yang mungkin terjadi. Panas yang diserap oleh evaporator untuk mendidihkan refrigeran sebesar jumlah efektifitas perpindahan panas yang diberikan oleh udara. Sehingga menaikan suhu refrigeran sebagai penyebab turunnya temperatur udara pada keluaran evaporator.
Besarnya nilai efektifitas perpindahan panas dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : [Ref. 3 hal 564] •
Laju perpindahan kalor sesungguhnya Q ε= = • Laju perpindahan kalor maksimum yang mungkin Q maks Laju perpindahan kalor yang mungkin adalah
(
•
Q maks = C c Th
masuk
− Tc
masuk
)
Laju perpindahan kalor sesungguhnya adalah •
(
Q = C h Th
masuk
− Th
keluar
)
Dimana :
ε
= Efektifitas perpindahan panas
Ch
= mh.cph, Laju aliran kapasitas panas [KJ/s 0C]
Cc
= mc.cpc, Laju aliran kapasitas dingin [KJ/s 0C]
Th
= Temperatur panas [0C]
Tc
= Temperatur dingin [0C]