4
Bab II Studi Pustaka
2.1 Biodiesel
Metil ester yang diperoleh dari proses transesterifikasi trigliserida dari minyak nabati dan minyak hewani dapat dimanfaatkan menjadi suatu bahan bakar mesin diesel konvensional tanpa memerlukan modifikasi mesin atau menggunakan conferter kit terlebih dahulu dan disebut biodiesel. Transesterifikasi merupakan suatu proses esterifikasi dari suatu trigliserida dengan mengunakan alkohol dan bantuan katalis basa seperti NaOH atau KOH.5 Biodiesel mempunyai sifat kimia dan fisika yang serupa dengan petrodiesel sehingga dapat digunakan langsung untuk mesin diesel atau dicampur dengan petrodiesel. Pencampuran 20 % biodiesel dengan petrodiesel menghasilkan produk bahan bakar tanpa mengubah sifat fisik secara nyata.6 Di banyak negara, biodiesel kini sudah diproduksi, diperdagangkan, dan digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel dalam bentuk aneka campuran dengan solar seperti: B5, B10, B20, B30, bahkan B100. Angka di belakang huruf B menyatakan persentase volume biodiesel dalam campuran dengan solar. Sebagai contoh, biodiesel diperdagangkan dalam bentuk B100 di Jerman, Austria dan Swedia; B30 –B36 di Ceko, Spayol, dan Prancis; B20 di Amerika Serikat; serta B5 di Inggris dan Peranscis.7 Penggunaan biodiesel pada dasarnya tidak perlu modifikasi pada mesin diesel, bahkan biodiesel mempunyai efek pembersihan terhadap tangki bahan bakar, injektor dan selang.8
2.2 Pembuatan Biodiesel
Biodiesel dapat dibuat dengan mereaksikan minyak atau lemak dengan alkohol menggunakan katalis asam atau basa, melalui reaksi transesterifikasi. º
Proses
pembuatannya, minyak dipanaskan terlebih dahulu sampai suhu 60 C. Alkohol
5 dan katalisator juga dipanaskan pada suhu yang sama hingga katalisator larut sempurna dalam alkohol. Kedua cairan itu dicampur dan diaduk selama 60 menit pada suhu 60ºC. Setelah proses ini akan terjadi dua lapisan, fase cair bagian atas menyatakan biodiesel, sedangkan fase cair bagian bawah menyatakan fase polar yang terdiri dari gliserol, sabun, katalis, sisa asam lemak bebas, dan air. Dua lapisan akan terbentuk sempurna setelah dibiarkan selama 24 jam, kemudian dipisahkan antara biodiesel dan
fase cair lainnya. Biodiesel hasil reaksi ini
kemudian dicuci menggunakan air panas untuk menghilangkan pengotor berupa sisa gliserol, asam lemak bebas, dan katalis sisa. Akhirnya dikeringkan dengan menggunakan CaCl2.9 Persamaan reaksi pembuatan biodiesel secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:
H2C HC H2C
O O C R1 O O C R2 O O C R3
Trigliserida
H2C +
3CH3OH
HC H2C
Metanol
OH OH + OH
Gliserol
O R1 C OCH3 O R2 C OCH3 O R3 C OCH3 Biodisel
Gambar 2-1 Persamaan reaksi pembuatan biodiesel Faktor yang mempengaruhi rendemen biodiesel yang dihasilkan pada reaksi transesterifikasi adalah perbandingan molar antara trigliserida dengan alkohol, jenis katalis, suhu reaksi, waktu reaksi, kandungan air, kandungan asam lemak bebas yang terdapat pada bahan baku yang digunakan.9 Pada produksi biodiesel skala laboratorium, dilakukan pada labu leher tiga, terbuat dari kaca yang dilengkapi dengan kondensor refluks, dan termometer. Jika menggunakan reaktan metanol, perbandingan metanol dan minyaknya adalah 1:10. Katalis KOH dengan konsentrasi 1 % dari minyak yang digunakan. Bejana tersebut ditempatkan pada penangas air dengan pengaduk magnetik, suhu reaksi antara 60ºC sampai dengan 65ºC. 10
6
2.3 Standar Mutu Biodiesel
Standar mutu biodiesel di tiap negara berbeda-beda tergantung pada kondisi masing-masing negara, terutama bahan baku biodiesel dan kondisi iklim negara tersebut. Secara umum, parameter yang menjadi standar mutu biodiesel adalah: titik awan, densitas, titik nyala, angka setana, viskositas kinematik, energi yang dihasilkan, bilangan iod, bilangan asam, kandungan ester, kandungan metanol, total sulfur, fosfor, air dan sedimen, gliserol total, total kontaminasi dan residu karbon.11 Standar mutu biodiesel Indonesia menurut RSNI EB 020551 diperlihatkan pada Tabel 2.1 berikut:
Tabel 2. 1 Spesifikasi biodiesel standar Indonesia RSNII B 020551. No
Parameter kualitas dan units
Batas Nilai
Metode Uji
1.
Berat jenis pada 40ºC (kg/m3)
850-890
ASTM D 1298
2.
Kinematika viskositas pada 40oC (mm2/s)
2,3-6,0
ASTM D 445
3.
Angka setane
min. 51
ASTM D 613
4.
Titik nyala (ºC)
min 100
ASTM D 93
º
5.
Titik awan ( C)
maks. 18
ASTM D 2500
6.
Residu karbon (%-b)
maks.0,05
ASTM D 4530
7.
Air dan sedimen (%-vol)
maks.0,05
ASTM D 2709
8.
Abu tersulfaktan (%- b)
maks.0,02
ASTM D 874
9.
Sulfur (mg/kg)
maks.100
ASTM D 5453
10.
Phosphor (mg/kg)
maks.10
AOCS Ca 12-55
11.
Angka asam (mg-KOH/gr)
maks.0,8
AOCS Cd 3-63
12.
Gliserol bebas (%-b)
maks.0,02
AOCS Ca 14-56
13.
Total gliserol (%-b)
maks.0,24
AOCS Ca 14-56
14.
Kandungan ester alkil (%-b)
min. 96,5
Dihitung
15.
Angka iodin (%-b)
maks.115
AOCS Cd 1-25
7
2.4 Titik Awan dan Titik Tuang
Titik awan (cloud point) adalah temperatur pada saat bahan bakar mulai tampak keruh ketika didinginkan.
Hal ini timbul karena munculnya kristal-kristal
padatan di dalam bahan bakar. Meski bahan bakar masih dapat mengalir pada titik ini, keberadaan kristal di dalam bahan bakar bisa mempengaruhi kelancaran aliran bahan bakar di dalam filter, pompa, dan injektor. Titik tuang (pour point) adalah temperatur terendah yang masih memungkinkan terjadinya aliran bahan bakar. Di bawah titik tuang bahan bakar tidak lagi bisa mengalir karena terbentuknya kristal atau gel yang dapat menyumbat aliran bahan bakar. Pada umumnya permasalahan pada aliran bahan bakar terjadi pada temperatur di antara titik awan dan titik tuang, pada saat keberadaan kristal mengganggu proses filtrasi bahan bakar.12 Umumnya titik awan dan titik tuang biodiesel lebih tinggi dari petrodiesel. Hal ini bisa menimbulkan masalah pada penggunaan biodiesel, terutama di negara-negara yang mengalami musim dingin. Untuk mengatasi hal ini, biasanya ditambahkan aditif pada biodiesel untuk mencegah aglomerasi kristal-kristal yang terbentuk dalam biodiesel pada temperatur rendah. Selain menggunakan aditif, bisa juga dilakukan blending antara dua atau lebih jenis biodiesel. Teknik lain yang bisa digunakan untuk menurunkan titik awan dan titik tuang bahan bakar adalah dengan melakukan winterization.10
Metode ini dilakukan dengan cara
pendinginan pada bahan bakar hingga terbentuk kristal-kristal yang selanjutnya kristal dipisahkan dari bahan bakar dengan cara disaring. Proses winterization sebenarnya merupakan pengurangan kandungan asam lemak jenuh pada biodiesel, dengan berkurangnya kadar asam lemak jenuh pada biodiesel di satu sisi dapat menurunkan titik awan, tetapi dapat menurunkan kualitas biodiesel karena berkurangnya angka setana.
8
2.5 Asam Lemak
Asam lemak merupakan asam organik yang terdapat sebagai ester trigliserida atau lemak, baik yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Asam ini adalah asam karboksilat yang mempunyai rantai karbon panjang dengan rumus umum dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut: O R
C
OH
Gambar 2.2 Rumus umum asam karboksilat di mana R adalah rantai karbon jenuh atau tidak jenuh dan terdiri atas 4 sampai 24 buah atom karbon. Pada umumnya asam lemak mempumpunyai jumlah atom karbon genap13. Semakin panjang rantai atom C asam lemak semakin tinggi titik awannya, namun apabila ada ikatan tak jenuhnya, maka titik awan akan turun. Jenis- jenis asam lemak dan titik cairnya ditunjukkan dalam Tabel 2.2, Tabel 2.3 dan 2.4 berikut:14 Tabel 2. 2 Jenis-jenis asam lemak jenuh. Rantai C
Nama umum
Nama sistematis
Titik leleh ºC
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
Butirat Kaproat Kaprilat Kaprat Laurat Miristat Palmitat Stearat Arakhidat Behenat Lignoserat
Butanoat Heksanoat Oktanoat Dekanoat Dodekanoat Tetradekanoat Heksadekanoat Oktadekanoat Eikosanoat Dokosanoat Tetrakosanoat
-8,0 -3,4 16,7 31,6 44,2 54,4 62,9 69,6 75,4 80,0 84,2
9 Tabel 2. 3 Jenis-jenis asam tak lemak jenuh dengan satu ikatan rangkap Rantai C Nama umum
Nama sistematis
Titik leleh ºC
10 : 1
Obtusilat
4-Decenoat
_
10 : 1
Kaproleat
9-Decenoat
_
12 : 1
Linderat
4-Dodecenoat
1,3
12 : 1
Lauroleat
9-Dodecenoat
_
14 : 1
Tsuzuat
4-Tetradecenoat
18,5
14 : 1
Physterat
5-Tetradecenoat
_
14 : 1
Miristoleat
9-Tetradecenoat
_
16 : 1
Palmitoleat
9-Heksadecenoat
_
18 : 1
Petroselinat
6-Oktadecenoat
30,0
18 : 1
Oleat
9-Oktadecenoat
14 (16)
18 : 1
Vaccenat
11-trans-Oktadecenoat
44,0
20 : 1
Gadoleat
9-Eikosenoat
_
20 : 1
_
11-Eikosenoat
_
22 : 1
Cetoleat
11-Dokosenoat
_
22 : 1
Erusal
13-Dokosenoat
33,5
24 : 1
Selakholeat
15-Tetrakosenoat
_
26 : 1
Ximenat
17-Heksasenoat
_
30 : 1
lumequeat
21-Triakontenoat
10 Tabel 2. 4 Jenis-jenis asam tak lemak jenuh dengan dua atau lebih ikatan rangkap. Rantai
Nama umum
Nama sistematis
Titik Leleh (ºC)
18 : 2
Linoleat
Cis-cis-9, 12-Oktadekadienat
-5,0
18 : 3
Linolenat
Cis-cis-9, 12, 15-Oktadekatrienoat
-11,0
18 : 3
Alfa-Eleostearat
Cis-trans-trans-9,11,13-
C
Oktadekatrienoat 18 : 3
Beta-Eleostereat
49,0
Trans-trans-trans-9,11,13Oktadekatrienoat
71,0
18 : 4
Parinarat
9, 11, 13, 15-Oktadekatetraenoat
20 : 4
Arakhidonat
5, 8, 11, 14-Eikosatetraenoat
86
22 : 5
Klupanodoat
4, 8, 12, 15, 19 Dokosapentaenoat
-50,0
2.6 Minyak Jelantah Minyak goreng bekas (minyak jelantah) jika terus digunakan secara berulangulang akan menyebabkan oksidasi asam lemak tidak jenuh yang kemudian membentuk gugus peroksida dan monomer siklik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gugus peroksida dalam dosis besar dapat merangsang terjadinya kanker kolon.15 Oleh sebab itu minyak jelantah ini tidak boleh digunakan secara berulang karena akan dapat merusak kesehatan. Minyak jelantah dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel, hal ini karena trigliserida pada minyak jelantah mampu menghasilkan ester sebagai sumber biodiesel jika dilakukan reaksi transesterifikasi.
2.7 Struktur Molekul
Ditinjau dari jenis asam lemak yang terkandung dalam minyak jelantah, minyak jelantah
mengandung asam lemak tak jenuh (seperti asam oleat dan asam
linoleat). Adanya ikatan rangkap yang bergeometris cis pada asam lemak tak
11 jenuh menyebabkan ketidakteraturan bentuk molekul dan sulit untuk membentuk keseragaman dalam menyusun kisi kristal.15 Selain adanya ikatan rangkap, ketidakteraturan molekul juga bisa disebabkan oleh adanya percabangan pada rantai karbon asam lemak. Minyak yang mengandung asam lemak jenuh dengan kadar yang besar memiliki titik awan tinggi. Tingginya nilai titik awan disebabkan adanya keteraturan penyusunan ruang pada rantai alifatik pada asam lemak. Sebagai contoh asam palmitat, merupakan asam lemak jenuh di mana rantai karbonnya semuanya berikatan tunggal. Keteraturan struktur molekulnya dapat dilihat seperti pada Gambar 2.3 berikut: OH
O
Asam palmitat
Gambar 2-3 Struktur molekul asam palmitat Untuk asam lemak tak jenuh seperti asam oleat dengan geometri cis memiliki ketidakkompakan penyusunan ruang atom karbon hal ini penyebab rendahnya titik awan. Struktur molekul cis-asam oleat dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut:
OH
O
Gambar 2-4 Struktur molekul cis asam oleat.
Dari bahan dasar yang digunakan untuk membuat biodiesel akan sangat mempengaruhi kualitas biodiesel yang dihasilkan, terutama yang berkaitan dengan titik awan. Bila bahan dasarnya berasal dari senyawa yang banyak mengandung
12 ikatan jenuh pada rantai karbonnya akan menghasilkan biodiesel yang memiliki titik awan yang tinggi, dan sebaliknya bila berasal dari senyawa yang mengandung ikatan tak jenuh akan menghasilkan biodiesel yang memiliki titik awan yang rendah. Suatu biodiesel yang komponennya didominasi oleh metil palmitat akan memiliki titik awan yang tinggi sebab mudah membentuk keseragaman dalam menyusun kristal. Struktur molekul metil palmitat dapat dilihat pada pada Gambar 2.5 berikut ini: OCH 3 3 OCH
O O
metil metilpalmitat palmitat
Gambar 2.5 Struktur molekul metil palmitat Untuk biodiesel yang tersusun dari metil oleat akan memiliki titik awan yang rendah karena sulit untuk membentuk struktur kristal yang teratur. Struktur molekul metil oleat dapat dilihat pada Gambar 2. 6 berikut ini:
OCH3
O
Gambar 2-6 Seteruktur molekul metil oleat Sama halnya untuk biodiesel yang memiliki percabangan pada rantai karbonnya sulit untuk membentuk kekompakan antara sesama molekul dalam penyusunan kristal. Komponen senyawa penyusun biodiesel terasetilasi hasil sintesis diantaranya
9,10-diasetil metil stearat, disini pada rantai karbonnya ada
percabangan asetil. Untuk lebih jelasnya struktur molekul 9,10-diasetil metil stearat dapat dilihat pada Gambar 2.7 di bawah ini:
13
O C H 3C
O OCH 3
O
O C
O
H 3C
Gambar 2-7 Struktur molekul 9, 10-diasetil metil stearat.
2.8 Epoksida
Alkena bila direaksikan dengan asam peroksi benzoat dalam pelarut inert, seperti Kloroform atau tetraklorometana akan menghasilkan epoksida.16 Secara umum proses pembentukan epoksida dapat dilihat pada Gambar 2.8 berikut: R2C
+
CR2
H2O2
R2C
+
CR2
H2O
O
Alkena
Hidrogen peroksida
Air
Epoksida
Gambar 2-8 Reaksi pembentukan epoksida Reaksi tersebut di atas melibatkan transfer oksigen dari asam peroksida ke alkena. Mekanismenya dapat dilihat seperti Gambar 2. 9 berikut ini: R
R
R OH
C + C R
.
C
R
C
O
H O
H R
A lk e n a
R
+
O H
R
H id ro g e n p e ro k sid a
E p o k sid a
Gambar 2-9 Mekanisme reaksi pembentukan epoksida.
A ir
14 Epoksida sangat reaktif, mengalami pembukaan cincin menjadi rantai terbuka bila diserang oleh nukleofil. Mekanisme reaksi pembukaan cincin epoksida ini secara umum dapat dilihat dari Gambar 2.10 berikut ini:
OH O HNu :
+
R 2C
CR 2
R 2C
CR 2
Nu Gambar 2-10 Mekanisme reaksi pembukaan cincin epoksida. Epoksida bersifat reaktif maka dengan air dapat mengalami reaksi hidrolisis membentuk diol, dengan alkohol akan membentuk alkoksi alkohol, dengan amoniak membentuk amino alkohol. Semua reaksi-reaksi tersebut menggunakan katalis asam (H2SO4).16
2.9 Biodiesel Termodifikasi Biodiesel termidofikasi merupakan alkil ester yang mana ikatan rangkap pada rantai karbonnya diadisi membentuk percabangan. Proses perubahan struktur ini di maksudkan untuk mengganggu kekompakan struktur ruang pada biodiesel sehingga dengan terbentuknya percabangan diharapkan akan mampu menurunkan titik awan. Gejala ini memungkinkan biodiesel terasetilasi dapat digunakan sebagai aditif penurun titik awan.