BAB II STUDI PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Selama ini belum banyak tulisan atau penelitian yang mengkaji motif- motif khas Batik Jambi terutama motif Kapal Sanggat. Tulisan kajian motif Batik Jambi masih sekedar menjelaskan jenis-jenis motif dengan makna-makna yang sebelumnya telah ditetapkan tanpa apa adanya pengkajian yang lebih mendalam. Untuk itu, kajian pustaka ini memilih beberapa buku maupun artikel yang berkaitan dengan motif Kapal Sanggat yang berhubungan dengan latar visual, filosofi dan belakang sosial budaya motif tersebut baik yang dicetak maupun di website.
1. Pola- Pola Arkaik di Indonesia. Untuk memahami motif batik Kapal Sanggat pertama perlu mengetahui mengenai pola-pola arkaik di Indonesia yang merupakan pola pikiran tua sebagai landasan untuk memahami filosofi batik karena harus dihubungkan dengan adat istiadat, pengaturan sistem sosialnya dan budaya wilayah itu sendiri (Sumardjo, 2013:40). Rosnifa dkk mengutip pendapat Boelaars (1971), mengenai mentalitas dasar kelompok-kelompok
masyarakat
(etnik)
di
Indonesia
berdasarkan
mata
pencaharian pokoknya. (Desperindag, 2013:40-41), terdapat 4 golongan mentalitas budaya di Indonesia memiliki cara berbeda yaitu diantaranya :
9
10
1. Mentalitas atau cara hidup dan cara berpikir masyarakat Peramu adalah bersifat konsumtif, sikap independent dan percaya diri yang tinggi. 2. Mentalitas kaum Peladang adalah produktif, konsumtif, dependenindependen (mentalitas ganda), mementingkan hubungan daerah dari pada lokalitas dan pentingnya peranan perantara dalam interelasi dan interaksi pihak luar 3. Mentalitas kaum Pesawah adalah produktif, ketergantungan kelompok yang kuat dari pada kebebasan,mengenal organisasi kerja dalam kelompok besar, solidaritas tinggi dan pentingnya lokalitas bagi sistem kekerabatan. 4. Mentalitas kaum Maritim adalah
mobilitasnya yang tinggi, sangat
independen, percaya diri, persaingan dan harga yang tinggi serta harga dirinya tinggi. Mengenai perkembangan historisnya, ciri mentalitas tersebut saling bertautan sehingga kita dapat melihat apa yang lebih dominan dalam masyarakat. penggolongan mentalitas tidak dapat menilai karakteristik suku-suku tertentu di Indonesia. Masyarakat Jambi misalnya masuk dalam kategori masyarakat maritim namun karakter budaya juga mengandung unsur-unsur peladang dan peramu, namun mentalitas pesawah masuk juga kedalamnya sebagai pikiran diluar (Sumardjo, 2013:41). Menurut Sumardjo (2013 : 43-44), tanda pola dalam mentalitas kaum di Indonesia ditandai dengan kosmologi atau tatanan keberadaan dunia yang melibatkan tiga alam yakni mengenai manusia, alam dunia/semesta serta keillahian (metakosmos) Yang Esa. Sebuah Tanda dari Yang Esa inilah muncul segala sesuatu yang ada, yakni alam semesta (makrokosmos) dan mikrokosmos
11
(manusia). Berdasarkan golongan mentalitas budaya tersebut di Indonesia primordial memilki cara yang berbeda, diterangkan sebagai berikut : 1. Pola Tiga: Kaum peramu dan pemburu mereka menganut keberadaan yang saling bertentangan dalam dinamika persaingan, agar sang Esa hadir dalam dunia, maka harus ada pasangan yang dihadirkan. Permasalahan ini ditandai dengan pasangan perang. Kematian
yang
merupakan bersifat spontan dari Yang Esa. Pengabungan dari kaum peladang mengenai pada pasangan dikehidupan harus disatu padukan yang disebut motif perkawinan dari hal ini dinamai pola tiga kesatuan tiga dari dua pasangan oposioner, manusia dan kehidupannya serta sang Pencipta (Sumardjo, 2013:43). 2. Pola Empat: Kaum Maritim memiliki empat pasangan oposioner namun tidak disatukan dalam satu pusat peleburan. Kaum ini hanya membiarkan dirinya disatukan
dalam dinamika persainagan bukan
kematian (Sumardjo, 2013 :44). 3. Pola Lima: Kaum pesawah tidak hanya menyatukan dua pasangan dalam perkawinan tetapi empat atau lebih yang merupakan peleburan berbagai pasangan yang oposioner. Hadir Yang Esa dan hukum spontanistas nya (seperti lahir/kematian) sebagai siklusnya hal ini dinyatakan dalam pola lima (Sumardjo, 2013 :44). Semua hal ini dapat ditujukan dalam bentuk benda budaya dalam masyarakat pra-modern yang kebanyakan bermuatan
magis religius. Salah
satunya membatik, budaya batik merupakan kegiatan yang memiliki hubungan atau media perantara penghubung terhadap sang Pencipta. Dalam penciptaan batik
12
pun menganut pola–pola yang telah dijelaskan sebelumnya berdasarkan apa yang terjadi di wilayah pembatikan. Sebagai contoh pola lima berlaku di daerah pulau Jawa karena adanya kaum pesawah (Sumardjo, 2013: 44). Berbicara mengenai kategori motif maritim, bahwa makrokosmos pada masyarakat maritim memiliki 4 unsur yaitu langit di atas bumi di bawah, laut di samping kanan dan daratan di samping kiri. Dua oposioner disatukan dengan dua pasangan oposioner lain, sehingga menjadi empat dalam satu kesatuan, satu keluarga besar meskipun saling beroposisi (Sumardjo, 2013:46). 2. Latar Belakang Sejarah Masuknya Batik di Jambi. Diawali oleh sejarah batik di Indonesia berasal dari beberapa artefak yang ditemukan dalam situs-situs sejarah. Perkembangan batik dikatakan pada abad ke 7, ditandai dengan munculnya ragam hias kawung pada dinding Candi Syiwa Prambanan dan pahatan jubah patung Jawa-Hindu dari abad ke 8 Masehi (Priyono, 2013:31). Perkembangan batik di Nusantara (Priyono, 2013:32), juga ditandai dalam ragam hias hias lereng pada pakaian patung emas Dewa Durga di Candi Dieng, Gamuruh, Wonosobo dari abad ke 9 Masehi. Pengaruh Cina mulai masuk di Indonesia sejak abad ke 7 s/d 9 Masehi. Bukti ini ditujukan melalui penggunaan ragam hias Burung Hong, Bunga Teratai, Bunga seruni, Kupu-Kupu dan lainnya. Bukti lainnya ditemukan di Kediri, Jawa Timur pada detail ukiran kain yang dikenakan Arca Pradnaparamita. Pada ukiran tersebut dipenuhi pola kembang dan sulur tanaman yang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa dari Abad ke 10 Masehi. Pada abad ke 17 Masehi Sultan Surakarta dan Yogyakarta bahkan mentapkan batik menjadi pakaian wajib Keraton .
13
Masuknya batik hingga ke Jambi masih terus ditelusuri. Menurut Priyono (2013:32), beberapa hipotesa berkembang bahwa budaya batik dibawa oleh ekspansi Pamalayu yang dipimpin oleh Raja Singosari, Kartanegara yang mengirimkan pasukannya pada tahun 1275 Masehi untuk membebaskan Kerajaan Melayu Jambi dari Kerajaan Sriwijaya. Kedatangan Kerajaan Singosari membawa dan memperkenalkan akulturasi budaya, termasuk budaya batik didalamnya. Catatan Hendrik Van Gent memberi indikasi adanya pengaruh atau pemakaian busana (batik) Jawa di Jambi disaat pertengahan abad 17. Malah Tome Pires penulis Portugis dalam Suma Oriental menulis konon rakyat Jambi lebih mirip orang Palembang dan orang Jawa dari pada orang Melayu. Corak Kejawaan yang tampak dalam Kerajaan Palembang dan Jambi masih tetap terasa pada masa Islam berabad-abad kemudian (de Graaf,1986). Sejalan dengan perkembangan penguasaan Belanda atas Jambi, banyak keluarga Keraton yang pindah ke Huluan Jambi (Muaro Tembesi dan Muaro Tebo) ataupun ke Seberang Kota Jambi, sehingga pakaian batik boleh-boleh saja dipakai rakyat kebanyakan walau pada awalnya dilakukan oleh para-para putri bangsawan dan keluarga kerajaan. Motif-motif Batik Jambi menurut Novra (2015:46), pada masa Kesultanan Melayu Jambi didominasi dengan motif khas fauna dan flora yang digunakan terbatas untuk keluarga dan lingkungan kesultanan atau masyarakat dengan tingkat sosial tinggi. Peredaran Batik Jambi yang hanya terbatas pada kelompok kerabat kesultanan atau kaum bangsawan menyebabkan produksinya mengalami penuruan drastis pasca berakhirnya Kesultanan Jambi. Seperti yang diungkapkan
14
Djoemena (1990:1), ragam hias tiap masing-masing daerah umumnya sangat dipengaruhi dan erat hubungannya dengan faktor-faktor : 1. Letak geografis daerah pembuat batik. 2. Sifat dan tata penghidupan daerah yang bersangkutan. 3. Kepercayaan dan adat istiadat yang ada di daerah yang bersangkutan. 4. Keadaan alam sekitarnya termasuk flora dan fauna. 5. Adanya kontak atau hubungan antar daerah pembatikan Faktor tersebutlah yang membuat motif Batik Jambi sarat dengan estetika dan filosofi akibat adanya pengaruh kearifan lokal, kondisi geografis, kebudayaan, dan kepercayaan. Mulanya pola motif Batik Jambi dalam sedikit sejarahnya karena letak geografisnya, memiliki pengaruh dari Arab, India dan Cina. Secara umum motif Batik Jambi merupakan satu kesatuan dari elemen-elemen yang terdiri atas titik, garis, bentuk warna dan tekstur. Kesatuan elemen tersebut, mewujudkan keindahan melalaui pengulangan, pusat perhatian, keseimbangan dan kekontrasan yang mengandung kebudayaan setempat, opini dan nilai-nilai filosofis (Novra, 2015:47). Keunikan lain Batik Jambi
juga terdapat pada
kesederhanaan motif yang tidak berangkai (ceplok-ceplok) dan berdiri sendirisendiri. Menurut Novra (2015:47), penamaan motif bukan diberikan pada suatu rangkaian bentuk. Namun dari berbagai unsur atau elemen. yang telah didesain sedemikian rupa dan telah menjadi satu kesatuan yang utuh.
15
3. Pola Hias Pada Batik di Indonesia. Kategori motif Batik Jambi dapat dilihat berdasarkan pengelompokan pola hias pada batik berdasarkan bentuknya, menurut Doellah (2008:20), pola batik terbagi atas dua kelompok besar yaitu pola geometri dan pola non- geometri. a). Pola Hias Geometri. Menurut Doellah (2008 :20), ragam hias yang masuk kedalam pola geometri secara umum adalah ragam hias yang mengandung unsur-unsur garis dan bangunan seperti garis miring, bujur sangkar, empat persegi panjang, trapesium, belah ketupat, jajar genjang, lingkaran dan bentuk lainnya yang disusun berulang-ulang sehingga membentuk satu kesatuan pola. b). Pola Hias Non-geometri. Pola non geometri, Kusrianto (2013:153) mengutip pendapat Hamzuri (1981) terdiri dari: 1). Motif Tumbuh-Tumbuhan Menjalar. Dalam istilah Jawa motif menjalar disebut juga lung-lungan. Ornamen ini memiliki ciri jenis tumbuh-tumbuhan bertipe menjalar atau merambat dalam penggambarannya. Dalam batik klasik Jawa contohnya Cangklet (Kusrianto, 2013:175).
16
2). Motif Tumbuhan Air. Kelompok ini biasanya disebut motif Ganggong. Sekilas tampak seperti ceplok namun perbedaanya terdapat pada bentuk isennya terdiri dari garisgaris yang panjangnya sama (Kusrianto, 2013:186). 3). Motif Bunga. Motif kelompok Bunga memiliki pola berbentuk ceploka. Ornamen yang terdapat dalam motif ini menggambarkan bunga dari depan dan daun yang tersususn dalam lingkaran segi empat. Dalam batik klasik Jawa contohnya Cakrakusuma (Kusrianto, 2013 :189).
4). Motif Satwa dalam Alam. Kelompok motif ini terdiri dari satwa/ hewan yang terdiri dari jenis satwa air, darat maupun udara. Kelompok motif ini biasanya digunakan dalam jenis batik Petani dimana tidak terlalu banyak filosofi yang dimasukkan di dalamnya (Kusrianto, 2013:197). 5). Motif Alam Benda. Alam benda merupakan perpaduan
benda dan alam yang menjadi
objek. Kategori ini mengenai kehidupan yang mana meliputi apa yang tampak dalam pengalaman kehidupan sehari-hari masyarakat yang divisualkan dalam latar cerita dalam batik (Suciati, 2014 :24).
17
4. Ragam Motif Batik Jambi. Berbagai penggolongan pola hias tersebut berhubungan dengan kategori jenis motif yang terdapat di Jambi. Terbentuknya berbagai macam motif batik Jambi tidak lain karena adanya faktor sosial budaya masyarakatnya. Pada batik Jambi sering kali ditemukan permaknaan dari setiap visual yang dihasilkan, biasanya makna tersebut berdasarkan karakteristik sosial, religi dan pemahaman budaya bagi masyrakat. Dalam permaknaan filosofi Batik Jambi biasanya berisi tentang nasehat, ajakan dan pantangan. Karakteristik sosial, kepercayaan religi dan pemahaman budaya masyarakat yang berlaku secara umum sedikit banyak mampu membantu dalam pemberian makna dari Batik Jambi. Menurut buku Filosofi Batik Jambi (2013), beberapa motif tradisi lama Batik Jambi yang memiliki permaknaan yang telah dikenal dimasyarakat Jambi, berikut: a). Tampuk Manggis Motif ini terbentuk karena adanya inspirasi dari buah manggis yang merupakan buah yang memang banyak terdapat di lingkungan masyarakat Jambi. Pada dasarnya motif yang tercipta tidak lepas dari pengaruh alam (geografis) dan lingkungan sosial masyarakat tersebut berada. Makna yang terkandung dari motif ini perlambangan mengenai ketulusan hati.
18
Gambar 1: Motif Tampuk Manggis Sumber:http://umzaragallery.wordpress.com.
b). Kapal Sanggat Motif kapal Sanggat dipahami sebagai motif kapal yang tidak dapat melanjutkan perjalanan karena tersangkut sesuatu benda. Motif ini lebih terlihat sebagai sebuah peringatan kepada kelompok sosial masyarakat. Berisi nasihat agar menjadi sesorang hendaknya bersabar dan juga sebagai tanda agar jangan bertentangan kepada sang Maha Pencipta .
Gambar 2: Motif Kapal Sanggat Sumber: http://gpswisataindonesia.blogspot.com.
19
c). Durian Pecah Motif ini digambarkan dengan buah durian yang terbelah dua berbentuk simetris. Keistimewaan buah durian menjadi sumber inspirasi dan filosofi bagi hidup dan kehidupan masyarakat Jambi. Permaknaannya adalah hendaknya menjaga sesuatu yang dahulunya sudah baik agar jangan sampai menjadi rusak. Kesimpulannya bahwa sebagai manusia jika ia seorang pemimpin maka haruslah memiliki sifat tegas, amanah, kuat dalam pendirian dan membawa berkah bagi orang lain, seperti halnya buah durian itu sendiri.
Gambar 3: Motif Durian Pecah Sumber: http://gpswisataindonesia.blogspot.com.
d). Merak Ngeram Motif ini digambarkan dengan seekor burung merak yang sedang mengerami telurnya. Pada motif ini mengandung arti tanggung jawab dan rasa kasih sayang seorang ibu. Lebih tepatnya sosok seorang ibu adalah hal yang paling penting dan dihormati bagi seorang anak.
20
Gambar 4: Motif Merak Ngeram. Sumber: http://gpswisataindonesia.blogspot.com.
e). Angso Duo Angso Duo merupakan motif yang mengandung nilai historis dalam sejarah Kota Jambi sendiri. Motif ini digambarkan dengan berbagai variasi dari dua ekor angsa. Cerita Angso Duo dikisahkan dalam legenda Angso Duo, untuk menemukan tanah pilih dibutuhkan kesabaran oleh sosok orang Kayo Hitam. Motif ini memiliki kandungan pesan yang cukup mendalam akan kegigihan dan kesabaran dalam berusaha serta keselarasan antara sesama mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Gambar 5: Motif Angso Duo. Sumber: http:// gpswisataindonesia.blogspot.com.
21
f). Kuwau Berhias Motif ini terinspirasi oleh pengrajin batik dari binatang unggas bernama Kuwau. Pada penggambarannya Kuwau Berhias tampak seperti burung sedang bercermin mengepakkan sayap. Motif ini memiliki filosofi sebagai pengenalan pada diri sendiri dan intropeksi dengan mengetahui kekurangan dan kelebihan pribadi. Kita bisa memperbaiki kelemahan dan kekurangan yang ada, karena pada diri manusia tidak ada yang sempurna.
Gambar 6: Motif Kuwau Berhias Sumber: http://jambiindo.blogspot.com.
g). Riang-Riang Nama motif Riang-Riang diambil dari nama hewan jenis serangga (Tibicen linnei). Memiliki bentuknya kecil dan dapat diterbang mengeluarkan suara nyaring namun memiliki bentuk sayap yang indah. Pesan yang terkandung dari motif ini adalah sebagai manusia harus biasa memberikan manfaat bagi orang lain, karena sebagai manusia memberikan adalah hal yang paling sebaik-baiknya dilakukan.
22
Gambar 7: Motif Riang-Riang. Sumber: http://batikjambihenslily.blogspot.com.
h). Batanghari Penggambaran dalam motif ini berdasarkan bentuk bentang alam di wilyah Jambi yaitu berupa sungai yang bernama Batanghari. Sungai Batanghari merupakan ikon kebanggaan Jambi karena merupakan sungai yang terpanjang di pulau Sumatera. Terinspirasi oleh keindahan alam lekuk liku jeram sungai Batanghari yang penggambarannya visualnya mengambil bentuk sulur-sulur tanaman. Makna filosofi yang terkandung menunjukkan tentang liku-liku kehidupan yang mana hendaklah mengikuti sebagaimana keseimbangan alam. Dalam sebuah kehidupan hendaknya untuk terus berupaya berusaha
karena
hidup seseorang berbeda-beda. Berpegang pada poros kehidupan yaitu ditangan oleh Yang Maha Kuasa.
23
Gambar 8: Motif Batanghari. Sumber: http://batikjambihenslily.blogspot.com.
i). Bungo Kaco Piring Motif ini penggambarannya terinspirasi dari pada masa penjajahan Belanda banyak piring kaca yang beredar diwilayah Jambi. Pada bagian dasar piring tersebut terdapat motif yang menyerupai Bungo Kaco Piring. Makna filosofi yang terkandung adalah penggambaran hati yang lapang dan bersih dalam setiap karya dan karsa sekecil apapun itu.
Gambar 9: Motif Bungo Kaco Piring. Sumber: http://batikjambihenslily.blogspot.com.
24
j). Daun Keladi Motif ini penggambarannya terinspirasi alam sekitar yaitu daun keladi atau daun talas. Makna filosofi yang terkandung di dalamnya adalah mengenai kerjasama, kuat dan kesetiakawanan. Penggambaran daun keladi juga memiliki arti agar menjadi orang teguh menepati janji (dapat dipercaya).
Gambar 10: Motif Daun Keladi. Sumber: http://donydarmawanputra.blogspot.com.
k). Bungo Kangkung Motif
ini penggambarannya terinspirasi dari tumbuhan kangkung yang
hidup menjalar. Makna filosofi yang terkandung di dalamnya adalah tentang sebuah perjuangan hidup yang pantang menyerah untuk mencapai cita-cita dan sikap yang arif untuk menyelesaikan setiap persoalan yang datang di kehidupan agar bisa berjalan semestinya.
25
Gambar 11: Motif Bungo Kangkung. Sumber: https://sumatfeet.files.wordpress.com.
l). Bungo Tanjung Motif Bungo Tanjung merupakan jenis tumbuhan yang memiliki ciri khas bunganya harum semerbak dengaan bentuk pohon yang rindang. Makna filosofi dari motif ini bahwa menjadi seorang pemimpin hendaknya menjadi seorang bijaksana dan dapat dipercaya setiap tutur katanya.
Gambar 12: Motif Bungo Tanjung. Sumber: https://sumatfeet.files.wordpress.com.
26
m). Bungo Melati Penggambaran motif ini terinspirasi dari bentuk bunga Melati yang dikenal sebagai lambang kecantikan, kesucian, dan keteguhan hati seorang gadis dalam kisahnya. Memiliki makna filosofi mengenai kesucian cinta, tentang rasa syukur dan juga untuk menjadi pribadi yang saling berbagi dan bekerja sama.
Gambar 13: Motif Bungo Melati. Sumber : https://sumatfeet.files.wordpress.com.
n). Kepak Lepas Motif
ini
wujudnya
hampir
menyerupai
motif
Garuda.
Dalam
penggambarannya bentuknya simetris dan ditengah motif terdapat ornamen lain seperti dedaunan. Kepak Lepas sendiri merupakan kiasan dalam ungkapan perasaan. Kandungan makna yang lebih jauh adalah sebuah rekaman gejala lingkungan masyarakat pada saat itu. pesan yang terkandung di dalamnya adalah hendaknya kita sebagai manusia haruslah berusaha selalu waspada dalam menjaga diri dan mensyukuri dari segala apapun yang telah diberikan Allah SWT.
27
Gambar 14: Motif Kepak Lepas. Sumber: http://artalentalleart.blogspot.com.
5. Penggolongan Batik Jambi Mengenai
penggolongan
Batik
Jambi
berdasarkan
sumber
data
Desperindag (1990:4), karena adanya perkembangan pada kain Batik Jambi digolongan menjadi 3 (tiga) golongan yaitu : 1). Kain Batik Tradisional. Pada kain Batik Tradisional Jambi memiliki ciri dari segi teknik yaitu batik tulis, pewarnaan dan diisi dengan motif-motif khas Jambi. Motif–motif yang digunakan dalam batik tradisional merupakan motif khas yang bisa juga dikatakan motif warisan turun temurun. Menurut Desperindag Kota Jambi (1990), jenis kain yang dihasilkan pada Batik Jambi terdiri dari Kain Panjang, Selendang dan Kain Sarung .Pada motif Batik Jambi biasanya memiliki ciri motif tali air pada pinggirannya dan hiasan motif pucuk rebung di bagian pembatas kain, maupun kedua ujung kainnya dibuat berhadapan. Jika diamati secara cermat motif batik tradisional Jambi memiliki makna yang melatar belakangi proses penciptaanya. Para kreator
28
menciptakan makna filosofi dalam bentuk berupa lambang
tetapi
perwujudan makna tersebut sulit untuk dipahami generasi sekarang. Pewarnaan dalam batik tradisional Jambi memiliki keunikan tersendiri karena menggunakan zat pewarna alam yaitu Kayu Lambato, Kayu Ramelang, Nilo dan lain sebagainya. Warna alam di sini memberikan kesan yang sangat berbeda karena memiliki ciri warna yang lebih tua dan cerah terlihat pekat karena efek warna bertumpuk seringkali dikatakan warna klasik oleh orang Jambi. Pada pola komposisi motifnya biasanya memiliki 1 (satu) karakter motif utama dan diikuti motif pendukung maupun isen-isen khas Batik Jambi. 2). Kain Batik Modern. Pada Batik Modern Jambi memiliki ciri dari segi teknik pengerjaanya lebih bebas menggunakan teknik kombinasi tulis dan cap maupun lukis. Dilihat dari segi pewarnaannya cenderung lebih bebas dan lebih cerah dari warna tradisional, dalam menggunakan jumlah warna dan sering kali ditemukan banyak menggunakan zat warna sintetis seperti Indigosol dan Naptol. Menurut Desperindag Kota Jambi (1990), motif-motif yang digunakan dalam batik modern Jambi biasanya banyak dijumpai memiliki motif utama berjumlah 2 hingga 3 yang dikomposisikan menjadi alur cerita, untuk motif pendukung jenisnya lebih beragam dan bebas berkreasi. 3). Kain Batik Lukis Kain Batik Tulis Jambi merupakan jenis pengembangan baru yang ternyata telah lama namun kini masih sulit dijumpai. Ciri batik tulis yang terlihat jelas dari segi teknik pembatikannya menggunakan media bebas untuk
29
berkreasi seperti canting, kuas dan lainnya yang disatu padukan. Pewarnaan yang digunakan sama seperti batik modern menggunakan zat warna sintetis dan dengan jumlah warna yang bebas.
Batik Tradisional
-Memiliki ciri khas dengan penggunaan Zat warna Alam dengan warna terlihat lebih tua dan cerah pekat (klasik) dan tidak banyak menggunakan jumlah warna. -Teknik Batik Tulis - Biasanya terdiri dari 1 tokoh Karakter Motif Utama
Batik Modern
-Memiliki ciri khas Zat warna Sintetis, jumlah warna yang digunakan bebas, warna terlihat cerah dan memiliki warna yang lebih banyak dalam satu latar. -Teknik Batik Tulis maupun kombinasi Teknik cap - Biasanya memiliki lebih dari 2 tokoh Karakter Motif Sinettis Utama
Batik Lukis
- Memiliki ciri khas Zat warna Sintetis, jumlah warna yang digunakan bebas, warna terlihat cerah dan memiliki warna yang lebih banyak dalam satu latar. -Teknik Batik menggunakan media gambar lebih bebas seperti canting, kuas dan lainnya.
Sinettis
- Memiliki karakter utama lebih bebas dalam kreasinya Gambar Bagan 1 : Penggolongan Batik Jambi.
B.Sinettis Teori dan Kerangka Pikir
1. Teori Untuk menjawab permasalahan penelitian ini maka teori yang digunakan sebagai landasan dalam pengkajian visual motif Kapal Sanggat dan permaknaan motif Kapal Sanggat
yang akan dilihat dari sudut pandang latar belakang
30
belakang sosial budaya masyarakat Jambi menggunakan dua jenis teori yaitu teori desain dan teori antropologi seni. 1). Teori Desain Teori Desain yang digunakan untuk mengkaji perwujudan dari motif Kapal Sanggat yang mana dapat dilihat dari segi visual motif Kapal Sanggat yang terdapat pada batik Jambi yang kini sedang beredar di pasaran. Dikutip dari buku Tinjauan Desain Tekstil oleh Nanang rizali yaitu mengenai : Desain mempunyai beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan, sehingga pada akhirnya akan dicapai suatu kesatuan (unity) secara menyeluruh. Untuk mencapai suatu kesatuan (unity) organisasi yang baik, sebuah desain memiliki unsur, kriteria dan prinsip yang perlu mendapat perhatian dari seorang desainer (Rizali,2006:43). Desain pada hakikatnya adalah proses usaha kreatif untuk memenuhi tuntutan kebutuhan manusia. Dalam pemenuhan kebutuhan rohani dan jasmaninya desain mempunyai hubungan dengan berbagai faktor seperti ekonomi, sosial ,budaya, teknologi, estetika dan lain-lain. Sehingga suatu produk diharapkan dapat memenuhi tuntutan pemakai, pasar dan pembelinya (Rizali,2006 :40) Kriteria
dan
prinsip
desain
adalah
irama,
keseimbangan,
pusat
perhatian/emphasis khususnya pada desain tekstil. a). Irama, pada bidang seni rupa terbentuk karena adanya pengulangan (repetition) dan gerakan (movement). Pengualangan diwujudkan melalui warna dan nada bidang/bentuk, garis dan tekstur (Rizali, 2006: 43). b). Keseimbangan, suatu kondisi atau kesan optis,t entang kesan berat, tekanan, tegangan dan kestabilan. Pada sebuah desain terdapat dua keseimbangan yaitu kesimbangan simetris dan asimetris. Keseimbangan simetris tipe sederhana dan nyata sedangkan asimetris suatu kontrol visual dan kontras kesimbangan dirasakan antara bagian bidang gambar (Rizali, 2006: 45).
31
c). Pusat Perhatian, Bagian yang mendominasi pada desain dalam suatu ukuran susunan akan menciptakan tema pokok. Pada desain tekstil pusat perhatian ini lebih dikenal dengan eye catchers yang terwujud oleh motif dan warna serta tekstur (Rizali, 2013: 47). Adapun unsur-unsur desain tekstil diantaranya, garis, bentuk, warna dan tekstur : a). Garis, merupakan pertemuan beberapa titik. Pada dasarnya garis terbagi dua jenis yaitu Garis yang bersifat grafis (calligraphic mark) dan garis yang bersifat/menjadi pengikat ruang, massa, warna bentuk (structural line) (Rizali, 2006: 49). b). Bentuk, sebuah garis yang dihubungkan-hubungkan akan membentuk suatu daerah yang disebut bentuk. Pada desain tekstil bentuk dikaitkan pada motif, pola atau ragam hias (Rizali, 2006: 52). c). Warna, penggunaan warna memberikan ciri karakter pada sebuah desain misalnya monokromatik untuk pakaian dengan bahan kain tipis (Rizali, 2006: 54). d). Tekstur, pada desain tekstil tekstur dibentuk melalui penciptaan dari desain struktur misalnya melalui proses pertenunan. Adapun teknik lainnya yang memberikan tekstur pada kain seperti, ikat celup, raster,embos dan brush stroke.
2). Antropologi Seni Untuk mengetahui mengenai lebih dalam dari makna filosofi motif Kapal Sanggat dapat dilihat melalui latar belakang sosial budaya masyarakat Jambi
32
untuk itu menggunakan teori antropologi. Teori antropologi tidak terbatas pada pembahasan teori secara spesifik, tetapi cakupannya lebih luas, antropologi membahas tentang siklus kehidupan manusia, alam, budaya dan pada akhirnya sampai pada kesenian/seni (hasil-hasil karya seni) (Sudira, 2005:69). Meninjau kembali antropologi dari konteks budaya, bahwa ruang lingkup antropolog umumnya mencakup juga cara berpikir dan cara berperilaku yang telah merupakan ciri khas suatu bangsa atau masyarakat tertentu (Ihromi,1969:7). Khususnya dibidang seni, dalam kajian antropologi budaya akan melihat karya seni yang dihasilkan oleh manusia, seperti karya-karya seni yang dibuat pada masa prasejarah, sejarah, primitif, tradisional, termasuk karya yang berhubungan dengan teknologi ( Sudira, 2005:71). Antropologi Seni berkembang di dalam disiplin (ilmu) antropologi sebagai salah satu pendekatan yang digunakan dalam penelitian untuk mengkaji secara khusus fenomena seni suatu masyarakat (Rahim, 2009:5). Pendekatan antropologi seni melihat seni sebagai produk karya yang merupakan hasil dari proses teknis yang dikuasai oleh seseorang dalam suatu masyarakat sebagai seniman. Perhatian Antropologi seni terutama mengkaji kemampuan dan kemahiran seniman dalam menuangkan gagasannya melalui media menjadi suatu produk karya seni, yang baik indah ataupun tidak, adalah menjadi bagian dari satu-kesatuan kegiatan dalam masyarakatnya. Ada tiga unsur yang terdapat dalam seni secara umum: unsur karya, unsur seniman dan unsur publik seni. Ketiganya saling berkait dalam satu kesatuan di dalam konteks tertentu ( Rahim, 2009:6).
33
konteks
Seniman
Benda Seni
Publik
Gambar Bagan 2 : Kerangka Sederhana Unsur-unsur Seni
Berikut unsur dalam kajian antropologi seni : 1). Unsur benda seni (karya) . Benda seni merupakan bagian kajian utama dari estetika persoalan kebentukan, dan persoalan indah-tak indahnya karya tersebut. Menurut Rahim (2009:50), meskipun demikian, unsur karya seni sebagai sebuah produk yang mewujud dalam bentuk tertentu juga menjadi penting adanya dalam antropologi seni, sebab ia menjadi penanda awal dimungkinkannya kelanjutan proses pengkajian dan analisa dalam suatu penelitian bagi para antropolog terhadap seniman sebagai pencipta karya tersebut. Benda seni yang dimaksud dalam penelitian ini adalah motif batik yang mengandung unsur Kapal Sanggat. Pada kajian ini visual dari motif Kapal Sanggat akan dikaji dari persoalan estetika bentuknya. 2). Unsur Publik Seni. yaitu sekumpulan orang yang, baik secara khusus ataupun tidak, ‘mengkonsumsi’ karya seni (Rahim, 2009:50). Unsur ini merupakan bagian kajian utama dari sosiologi (seni). Tetapi bagaimanapun unsur publik juga secara tak langsung menjadi aspek lain yang diperhatikan para antropolog dalam penelitiannya. Publik seni, adalah unsur yang kemudian menerima, mengapresiasi bahkan memesan suatu karya yang diciptakan oleh seniman. Dengan demikian ia sedikit-banyak memberi pengaruh bagi seniman dalam mencipta karya, sehingga menjadi relevan pula dalam
34
kajian antropologi seni. Dalam kajian motif Kapal Sanggat , publik seni berasal dari para penikmat batik terutama adanya pengaruh suatu karya seniman tersebut terhadap permintaan konsumen. 3). Unsur Seniman. Seniman adalah pencipta karya seni yang baik diterima ataupun tidak oleh masyarakatnya, karya ciptaannya tersebut merupakan bagian dari produk sosial
juga,
yang
sedikit-banyak
dipengaruhi
lingkungan
serta
masyarakatnya (Rahim, 2009:50). Unsur seniman merupakan kajian utama dalam antropologi seni, yang tentu saja kaitannya dengan karya seni yang diciptakannya. Ketiga unsur seni yang tersebut di atas merupakan unsurunsur terpenting yang menjadi perhatian antropolog dalam penelitiannya. Hanya saja perbandingannya tentu berbeda-beda bergantung pada tujuan dan kepentingan si peneliti dalam penelitian. Hal lain yang juga penting diperhatikan dalam sebuah penelitian antropologi seni adalah unsur konteks, yaitu persoalan kapan dan dimana objek penelitian muncul dan berada, serta kapan dan dimana peneliti seharusnya melakukan kajian yang tepat. Dengan teori-teori diatas , penelitian ini diharapkan dapat membawa kajian motif Kapal Sanggat kedalam kajian visual dengan menggunakan pendekatan desain dan kajian latar belakang budaya sosialnya yang mana menggunakan teori antropologi seni. Dalam antropologi seni akan membahas motif Kapal Sanggat dari 3 unsur yaitu berupa produk batik, kaitannya dengan publik dan seniman yang membuatnya. Ketiga hal tersebut akan membuahkan temuan-temuan yang
35
terjadi dimasyarakat Jambi khususnya untuk batik dengan motif Kapal Sanggat ini.
2. Kerangka Pikir
Latar Belakang sosial budaya motif Kapal Sanggat
Teori Antropologi Seni
Ekonomi
Makna Motif Kapal Sanggat
Motif Batik Kapal Sanggat
Perwujudan motif Batik Kapal Sanggat
Teori Desain
Gambar Bagan 3. Kerangka Pikir
Penggunaan kerangka pikir bertujuan untuk memfokuskan proses kajian yang akan dilaksanakan atau yang telah dilaksanakan. Kajian motif Kapal Sanggat kini menjadi latar belakang masalah pada awal penelitian. Setelah menentukan latar belakang masalah, kemudian dibentuk perumusan masalah. Perumusan masalah pertama membahas bagaimana latar belakang sosial budaya, perwujudan motif Kapal Sanggat dan makna motif Kapal Sanggat itu sendiri. Pada tahapan pertama yaitu berdasarkan latar belakang sosial budaya motif Kapal Sanggat, sosial budaya disini akan dilakukan analisa menggunakan teori antropologi seni yang mana kajian antropologi seni terdiri unsur karya nya berupa motif Batik Kapal Sanggat, kemudian unsur publik seni sebagi penikmat seni dan
36
terakhir unsur seniman yaitu sang kreator pencipta karya. Permasalahan kedua yaitu mengenai perwujudan motif
Kapal Sanggat
yang akan dilakukan
pengkajian visual menggunakan teori desain yang terdiri dari unsur-unsur desain dan prinsip desain. Pada permasalahan terakhir yaitu makna dari motif Kapal Sanggat, makna yang timbul di sini berasal dari apa yang telah dilihat dari sisi antropologi seni dan hasil yang ditemukan dari penganalisaan terhadap visual desainnya. Dari hasil dua teori tersebut akan menjadikan suatu hasil kesimpulan mengenai makna yang terkandung dari motif Kapal Sanggat.