BAB II STUDI PUSTAKA
II.1.
Umum Dalam merencanakan suatu struktur, tegangan puntir ( torsi ) & warping
merupakan salah satu tegangan yang berpengaruh. Meskipun pengaruhnya bersifat sekunder, namun tidak bisa diabaikan jika bergabung dengan jenis pengaruh lainnya. Teori torsi awalnya dikembangkan oleh Coulomb (1787) untuk tampang bulat. Torsi murni hanya terjadi pada batang bulat. Bila batang bulat padat dipuntir, tegangan geser di suatu titik pada penampang transversal akan bervariasi sesuai jaraknya dari pusat batang. Jadi, selama terpuntir, penampang lintang yang semula datar tetap rata dan hanya berputar terhadap sumbu batang. Navier (1785) menggunakan teori torsi Coulomb untuk tampang persegi, tetapi asumsi ini kontradiksi dengan kenyataan sebenarnya. Kemudian teori torsi ini diperbaiki oleh St. Venant. Tahun 1853, insinyur Prancis yang bernama Adhemar Jean Barre de Saint Venant mengemukakan pada French Academy of Sciences tentang teori torsi klasik. Menurut teori ini, apabila batang yang tidak berpenampang lingkaran dipuntir, maka penampang melintang yang semula datar menjadi berlekuk. Percobaan sederhana terhadap batang segi empat yang terlihat pada gambar 2.1. menunjukkan bahwa penampang balok tidak tetap pada bidang pada saat memuntir dan perlekukan yang paling besar terjadi pada tengah batang, yakni pada titik yang paling dekat dengan sumbu batang.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Percobaan batang segi-empat dan segi-tiga yang dipuntir
II.2.
Balok Terlentur
Suatu balok pada umumnya akan mentransfer beban vertikal sehingga kemudian terjadi lenturan. Misalnya, balok dibebani dengan P seperti yang terlihat pada gambar 2.2. maka balok akan melentur dengan jari-jari R yang tidak konstan. Potongan yang semula rata, setelah melentur akan tetap rata.
Gambar 2.2. Balok terlentur
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Bagian atas dari garis netral akan tertekan dan bagian bawah dari garis netral tertarik, sehingga bagian atas garis netral terjadi perpendekan dan di bawah garis netral terjadi perpanjangan. Akibat dari lenturan yang terjadi pada balok akan menimbulkan tegangan normal dan tegangan geser pada balok. Pada balok terlentur, selain tegangannya, juga lendutannya dibatasi oleh lendutan ijin (lendutan maximum yang diijinkan), sehingga untuk mendimensi balok terlentur, harus ditinjau : &
I.
σmax = ' ≤ σijin
II.
fmax ≤ fijin
III.
(!
≤
(f = lendutan vertikal) *+*
= 0,58 σmax
Umumnya : Balok yang panjang, lendutannya yang menentukan. Balok dengan panjang medium, tegangan lenturnya yang menentukan. Balok yang pendek, biasanya tegangan gesernya yang menentukan.
II.3.
Teori Umum Lentur Sejauh ini pembahasan hanya terbatas pada bentuk-bentuk profil simetris,
sehingga rumus 0 =
. 1/ dapat digunakan untuk menghitung tegangan lentur
elastik. Pembahasan berikut akan lebih memperumum lenturan pada batang prismatis (batang yang mempunyai bentuk penampang melintang sama di setiap potongannya). Diasumsikan pula dalam balok ini tidak terjadi puntir. Perhatikan balok dengan penampang seragam pada Gambar 2.9 yang dikenai momen pada bidang ABCD. Bidang ABCD membentuk sudut γ terhadap bidang xz. Momen ini direpresentasikan dengan vektor normal terhadap ABCD.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3. Balok prismatis yang mengalami lentur murni Perhatikan pula potongan sejarak z pada gambar 2.4. Syarat kesetimbangan dalam free body dipenuhi bila: ∑ 0 = 0 → 45
67 = 0
2.1
∑
=0→
= 45
. 67
2.2
∑
=0→
= 45
. 67
2.3
dan
Momen
positif bila menghasilkan lentur positif, artinya lentur yang
mengakibatkan tekan pada bagian atas balok dan tarik pada bagian bawah.
II.3.1. Lentur dalam Bidang YZ Jika lentur terjadi dalam bidang yz, tegangan σ proposional terhadap y, sehingga: .
σ=
2.4
Gunakan persamaan 2.1 hingga 2.3 memberi hasil: 45 →
67 = 0 45
2.5 67 =
2.6
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
67 =
45
→
2.7
Gambar 2.4. Free Body Balok pada Potongan sejarak z Persamaan 2.5 menunjukkan bahwa x haruslah sumbu berat. Dari persamaan 2.6 dan 2.7 memberikan: =
&8 98
&:
=9
2.8
8:
Dan sudut γ dapat ditentukan sebagai: &
9
tan = &8 = 9 8 :
8:
Bila penampang memiliki minimal satu sumbu simetri (
2.9 = 0, γ = π/2) maka beban
dan lentur terjadi dalam bidang yz.
II.3.2. Lentur dalam Bidang XZ Bila lentur terjadi dalam bidang xz, tegangan σ proposional terhadap x, sehingga: σ=
.
2.10
Gunakan persamaan 2.1 hingga 2.3 memberi hasil: 45
67 = 0
2.11
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
→
45
67 =
2.12
→
45
67 =
2.13
Dan sudut γ haruslah: &
>?@
= &8 = :
98:
2.14
9:
Dalam kasus penampang yang memiliki paling sedikit satu sumbu simetri dan >?@
=0
= 0, maka beban dan lentur terjadi dalam bidang xz.
II.3.3. Lentur di Luar Bidang XZ dan YZ Tegangan total σ merupakan penjumlahan dari tegangan akibat lentur dalam bidang xz dan yz. . +
σ= =
.
=
.
. +
2.15 .
+
2.16 .
2.17
Menyelesaikan persamaan 2.16 dan 2.17 serta substitusi ke persamaan 2.15 akan diperoleh: =
&8 .9: B&: .98: 98 .9: B98: C
.y+
&: .98 B&8 .98: 98 .9: B98: C
.x
2.18
Persamaan 2.18 merupakan persamaan umum lentur, dengan mengasumsikan: balok lurus, prismatis, sumbu x dan y adalah dua sumbu berat saling tegak lurus, material elastik linear, tak ada pengaruh puntir. Bila penampang mempunyai setidaknya satu sumbu simetri, maka dengan mensubstitusikan σ=
&8 98
.y+
=0, persamaan 2.18 menjadi: &: 9:
.
2.19
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Dari persamaan 2.9 dan 2.14 didefinisikan >?@
&
= &8
:
Bila tegangan dalam sumbu netral sama dengan nol, σ dalam persamaan 2.18 dapat disubstitusi dengan nol, selesaikan untuk –x/y, akan diperoleh bentuk: − =[
&8 .9: B&: .98: 98 .9: B98: C
98 .9: B98: C
][ &
: .98 B&8 .98:
]
2.20
Dari Gambar 2.9 tampak bahwa tan α = -x/y, sehingga persamaan 2.20 dapat ditulis sebagai: tan α =
F8 .9 B9 F: : 8: F 98 B 8 .98: F:
9: .GHI JB 98:
=9
2.21
8 B 98: .GHI J
Jika penampang memiliki paling tidak satu buah sumbu simetri (
= 0):
9:
tan α = 9 tan γ
2.22
8
II.4. Torsi II.4.1. Pendahuluan Pengaruh torsi/puntir terkadang sangat berperan penting dalam desain struktur. Kasus torsi sering dijumpai pada balok induk yang memiliki balok-balok anak dengan bentang yang tak sama panjang. Profil yang paling efisien dalam memikul torsi adalah profil bundar berongga (seperti cincin). Penampang ini lebih kuat memikul torsi daripada penampang bentuk I, kanal, T, siku, atau Z dengan luas yang sama. Suatu batang pejal bulat bila dipuntir, maka tegangan geser pada penampang di tiap titik akan bervariasi sesuai jaraknya dari pusat batang, dan penampang yang semula datar akan tetap datar serta hanya berputar terhadap sumbu batang.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 1853 muncul teori klasik torsi dari Saint-Venant, ia mengatakan bahwa jika batang dengan penampang bukan lingkaran, bila dipuntir maka penampang yang semula datar tidak akan menjadi datar lagi setelah dipuntir, penampang ini menjadi terpilin (warping) keluar bidang.
II.4.2. Torsi Murni Pada Penampang Homogen Perhatikan momen torsi, T, yang bekerja pada batang pejal homogen. Asumsikan tak ada pemilinan keluar bidang. Kelengkungan torsi, θ, diekspresikan sebagai: Kø
θ=K
2.23
dan regangan geser γ, dari suatu elemen sejarak r dari pusat adalah : γ=M
Kø K
= r.θ
2.24
Dari hukum Hooke, tegangan geser akibat torsi: τ = γ.G
2.25
Gambar 2.5. Torsi pada Batang Pejal
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Torsi T adalah sedemikian sehingga: 6 = . 67. M = . N. 67. M = M .( 6ø⁄6O).G. 67
2.26
Mengintegralkan persamaan 2. Akan diperoleh: Kø
Kø
T = 4 M . ( 6ø⁄6O). N. 67= K . G4 M 67 = G.J. K
2.27
Dengan: G adalah Modulus Geser =
R
( ST)
J adalah konstanta torsi, atau momen inersia polar (untuk penampang lingkaran)
Tegangan geser, τ, dari persamaan 2.24 dan 2.25 adalah: Kø
τ = M. K .G =
U.V
2.28
W
Dari persamaan 2.28 dapat disimpulkan bahwa tegangan geser akibat torsi sebanding dengan jarak dari titik pusat torsi.
II.4.2.1. Penampang Lingkaran Perhatikan penampang berbentuk lingkaran dengan jari-jari M dan M dimana M<M
Gambar 2.6. Penampang Lingkaran
V
J = 4 M 67 = 4VC 2. Y. M Z . 6M [
V
= . Y. M \ ]VC[ = . Y. (M
\
− M \)
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
= . Y. (M =
].
− M )(M
. (M + M ) (M
Jika M = M + > maka M J=
].
+ M ) = . Y (M − M )(M + M ) (M
+M )
+M )
= (M + >) = M + 2 M > + > , maka :
.(2.M + >)(2. M +2M . > + > )
Untuk M = 0, maka: J=
].
(!_
. >Z= =
] ^ ` C
U.( )
[ .].K^ aC
=
](
Z
)^
=
Z
. Y. 6 \
b.U
= ].K^
Untuk t → 0, maka: J=
].
C
. M . c2 + V d . M . (2 + 2 V + V C) ≈ 2π.t. [
[
[
( .V[ )a e
J = \ . Y. >. 6Z (!_
` C
U.( S )
=[ ^
.].
.Ka
= ].
.U
.KC
II.4.2.2. Penampang Persegi Perhatikan penampang persegi yang mengalami geser akibat torsi, pada gambar 2.7. Regangan geser = γ
Gambar 2.7. Torsi pada Penampang Persegi
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Regangan geser, γ adalah: γ = 2.
Kø K
. c d = >.
Kø
2.29
K
Berdasarkan hukum Hooke, tegangan geser, τ, diekspresikan sebagai: Kø
τ = γ.G = t.G. K =
U.
2.30
W
Dari teori elastisitas,
(!_
terjadi ditengah dari sisi panjang penampang
persegi dan bekerja sejajar sisi panjang tersebut. Besarnya merupakan fungsi dari rasio b/t dan dirumuskan sebagai: =
(!_
_[ .U
2.31
$. C
Dan konstanta torsi penampang persegi adalah: f= Besarnya
. g. > dan
2.32 tergantung dari rasio b/t, dan ditampilkan dalam tabel 2.1
Tabel 2.1 Harga b/t 1,0 4,81
dan
untuk Persamaan 2.31 dan 2.32
1,2
1,5
2,0
2,5
3,0
4,0
5,0
∞
4,57
4,33
3,88
3,88
3,75
3,55
3,44
3,0
0,141 0,166 0,196 0,229 0,249 0,263 0,281 0,291 0,333
II.4.2.3. Profil I, Kanal, T dan Siku Dari Tabel tampak untuk b/t yang besar maka harga
dan
akan
cenderung konstan. Untuk penampang-penampang berbentuk I, kanal, T dan siku, maka perhitungan konstanta torsinya diambil dari penjumlahan konstanta torsi masing-masing komponennya yang berbentuk persegi, sehingga dalam hal ini: f = ∑ Z . g. > Z
2.33
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
II.4.3. Pusat geser (Shear Center) Perhatikan elemen pada gambar berikut ini.
Gambar 2.8. Tegangan pada Penampang Tipis Terbuka Akibat Lentur
Kesetimbangan gaya dalam arah sumbu z adalah: h(i )
6j. 6O + >.
h(i )
= -t.
h
hkl h
6O. 6j = 0
2.34
Atau h
hkl
2.35
h
Dari persamaan 2.18: =
&8 .9: B&: .98:
. +
&: .98 B&8 .98:
m: .9: Bm8 .98:
. +
m8 .98 Bm: .98:
98 .9: B98: C
98 .9: B98: C
.
Maka: hkl h
Dan,
=
98 .9: B98:
τt = −
C
m: .9: Bm8 .98: 98 .9: B98: C
.4
o
98 .9: B98: C
>6j −
.
2.36
m8 .98 Bm: .98: 98 .9: B98: C
.4
o
>6j
2.37
Dari gambar 2.12, maka momen terhadap titik O (CG) adalah: .
-
.
uř
= 4 (τt)r. ds = 4 ř x cτt d ds uv
2.38
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Karena : ř = xi + yj maka 6ř = 6 z + 6 { ř
6ř = ( x.6 - y.6 ) k .
Sehingga
.
-
= 4 τ>( . 6 − . 6 )
2.39
Mengingat persamaan 2.37, maka: 4
>( . 6 − . 6 ) = 4 [ − 4 [
.6 ) = 9
C 8 .9: B98:
(
.4
o
m: .9: Bm8 .98: 98 .9: B98: C
.4
o
>6j −
98 .9: B98: C
o
>6j −
o
>6j)]( . 6 − . 6 )
(
.4
>6j −
.4
.4
o
m8 .98 Bm: .98:
.4
o
>6j]( . 6 −
>6j) + 2.40
Dari persamaan 2.39 dan 2.40, maka diperoleh: =-9
8 .9: B98:
= −9
C
4 [
8 .9: B98:
Titik ( ,
C
4 [
.4
o
>6j −
.4
o
>6j −
.4
o
.4
>6j]( . 6 − . 6 ) o
>6j]( . 6 − . 6 )
2.41.a 2.41.b
) merupakan pusat geser penampang.
II.4.4. Tegangan Puntir pada Profil I Pembebanan pada bidang yang tak melalui pusat geser akan mengakibatkan batang terpuntir jika tidak ditahan oleh pengekang luar. Tegangan puntir akibat torsi terdiri dari tegangan lentur dan geser. Tegangan ini harus digabungkan dengan tegangan lentur dan geser yang bukan disebabkan oleh torsi. Torsi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni torsi murni (pure torsional/Saint-Venant’s torsion) dan torsi terpilin (warping torsion). Torsi murni mengasumsikan bahwa penampang melintang yang datar akan tetap datar setelah mengalami torsi dan hanya terjadi rotasi saja. Penampang bulat adalah satu-satunya
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
keadaan torsi murni. Torsi terpilin timbul bila flens berpindah secara lateral selama terjadi torsi.
Gambar 2.9. Penampang dengan Beban Torsi
II.4.4.1. Torsi Murni (Saint-Venant’s Torsion) Seperti halnya kelengkungan lentur (perubahan kemiringan per satuan panjang) dapat diekspresikan sebagai M/EI =6
/6O , yakni momen dibagi
kekakuan lentur sama dengan kelengkungan, maka dalam torsi murni momen M dibagi kekakuan torsi GJ sama dengan kelengkungan torsi (perubahan sudut puntir ø per satuan panjang). Kø
= Nf K Dengan:
2.42
M
: Momen torsi murni (Saint-Venant’s Torsion)
G
: Modulus Geser
J
: Konstanta torsi
Menurut persamaan tegangan akibat
sebanding dengan jarak ke pusat torsi
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
II.4.4.2. Torsi terpilin (Warping) Sebuah balok yang memikul torsi
, maka bagian flens tekan akan
melengkung ke salah satu sisi lateral, sedang flens tarik melengkung ke sisi lateral lainnya. Penampang pada Gambar memperlihatkan balok yang puntirannya ditahan diujung-ujung, namun flens bagian atas berdeformasi ke samping (arah lateral) sebesar } . Lenturan ini menimbulkan tegangan normal lentur (tarik dan tekan) serta tegangan geser sepanjang flens. Secara umum torsi pada balok dianggap sebagai gabungan antara torsi murni dan torsi terpilin.
Gambar 2.10. Torsi pada Profil I
II.4.4.3. Persamaan Diferensial untuk Torsi pada Profil I Dari Gambar 2.16 untuk sudut ø yang kecil akan diperoleh : } = ø.
2.43
Bila } dideferensialkan 3 kali ke-z, maka: Ka ~• K a
=
.
Ka ø
K a
2.44
Dari hubungan momen dan kelengkungan:
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Ka ~• a
K
Dengan
&•
= −
2.45
R.9•
adalah momen lentur pada satu flens.
adalah momen Inersia satu flens
terhadap sumbu-y dari balok. Karena V = dM/dz, maka: Ka ~• a
K
m
= − R.9•
2.46
•
Dan menyamakan persamaan dengan akan diperoleh bentuk: Ka ø
= − . . .K
2.47
a
yang menyebabkan lenturan lateral
Dalam Gambar 2.10. komponen momen torsi
dari flens, sama dengan gaya geser flens dikalikan h, sehingga: =
.ℎ = − . .
=
Dengan
9• C
C
Ka ø
.K
a
=- .
Ka ø
.K
2.48
a
, disebut sebagai konstanta torsi terpilin ( torsi warping)
Momen torsi total yang bekerja pada balok adalah jumlah dari =
+
Kø
= Nf K - .
=
Ka ø
.K
dan
, yakni: 2.49
a
Jika persamaan 2.49 dibagi dengan – . Ka ø
K a
−
•.W
.
Kø
R.‚ƒ K
&
= − R.‚l
2.50
ƒ
•.W
Dengan mensubstitusikan „ = R.‚ akan didapatkan suatu persamaan dasar linear tak ƒ
homogen: Ka ø
K
a
Kø
&
− „ . K = − R.‚l
2.51
ƒ
Solusi persamaan dasar ini adalah: Ø = Ø + Ø… = †7 . ‡ ˆ + 7 . ‡ Bˆ + 7Z ‰ + †0 (O)‰
2.52.a
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Atau Ø = A.sinh λz + B.cosh λz + C + f(z) Dengan λ = Š
2.52.b
•.W
R.‚ƒ
II.4.4.4. Tegangan Torsi pada Profil I Tegangan geser akibat torsi saint venant adalah: =
&‹ .U W
Kø
= N. >. K
2.53
Tegangan geser akibat torsi warping : =
m• .Œ•
2.54
9• . •
Besarnya % diambil sebagai berikut: % = 7. = Dan
$. •
$
. (\ ) = e g . >
2.55
dari persamaan 2.47 : Ka ø
= − . . .K
a
Sehingga dengan mengambil harga mutlaknya: = .
$C
b
Ka ø
.K
2.56
a
Gambar 2.11. Perhitungan Statis Momen Q
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Tegangan tarik dan tekan akibat lentur lateral dari flens adalah : $
=
&• .
2.57
9•
Tegangan ini bervariasi secara linear sepanjang sayap, dan mencapai maksimal pada x = b/2. Nilai
diperoleh dari substitusi persamaan 2.43 ke 2.45 yaitu: KC ø
= . . .K
C
=
R.‚ƒ KC ø
.K
2.58
C
Dan pada x = b/2 : $
=
$
=
. . . R.$. \
KC ø
$ .• Ž K C .9•
2.59
KC ø
.K
2.60
C
Secara ringkas, 3 macam tegangan yang timbul pada profil I akibat torsi adalah: a. Tegangan geser b. Tegangan geser c.
pada web dan flens (Torsi Saint Venant,
)
pada flens akibat lentur lateral (torsi warping,
Tegangan normal (tarik dan tekan)
$
akibat lentur lateral flens (
) )
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Konstanta torsi untuk berbagai jenis penampang
J = 1/3 (2btf3 + htw3) •$
Cw =
a
≈
\
C9
J = 1/3 (2btf3 + htw3)
Cw =
•$
a ℎC
•
Z$ • S b$ • S
ƒ
ƒ
Ž
J = 1/3 (2btf3 + htw3)
Cw =
Zb
c
a a ƒ $
\
+ℎ > Z
Z
d
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
II.4.5. Analogi Torsi dengan Lentur Penyelesaian masalah torsi dengan menggunakan persamaan diferensial memakan waktu yang cukup banyak, dan cukup digunakan dalam analisa saja. Untuk keperluan praktis disain, digunakan analogi antara torsi dan lentur biasa. Misalkan
beban torsi T dalam Gambar Gambar 2.12 dikonversikan menjadi momen kopel Ph kali h, maka gaya Ph dapat dianggap sebagai beban lateral yang bekerja pada flens balok. Sistem struktur pengganti mempunyai gaya geser konstan sepanjang setengah bentang balok, padahal distribusi gaya geser yang menimbulkan lenturan lateral hanyalah akibat warping/pemilinan saja. Sehingga struktur pengganti ini akan menimbulkan gaya lateral yang yang lebih besar dan akibatnya momen lentur Mf yang menimbulkan tegangan normal juga lebih besar dari keadaan sebenarnya.
T
Gambar 2.12. Analogi Lentur dan Torsi
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
II.5.
ANSYS
II.5.1. Pengertian & Sejarah ANSYS ANSYS adalah sebuah software analisis elemen hingga dengan kemampuan menganalisa dengan cakupan yang luas untuk berbagai jenis masalah ( Tim Langlais, 1999). ANSYS mampu memecahkan persamaan differensial dengan cara memecahnya menjadi elemen-elemen yang lebih kecil. Pada awalnya program ini bernama STASYS (Structural Analysis System), kemudian berganti nama menjadi ANSYS yang ditemukan pertama kali oleh Dr. John Swanson pada tahun 1970. ANSYS merupakan tujuan utama dari paket permodelan elemen hingga untuk secara numerik memecahkan masalah mekanis yang berbagai macam. Masalah yang ada termasuk analisa struktur statis dan dinamis (baik linear dan non-linear), distribusi panas dan masalah cairan, begitu juga dengan ilmu bunyi dan masalah elektromagnetik. Teknologi ANSYS mekanis mempersatukan struktur dan material yang bersifat non-linear. ANSYS multiphysic juga mengatasi masalah panas, struktur, elektromagnetik, dan ilmu bunyi. Program ANSYS dapat digunakan dalam teknik sipil, teknik listrik, fisika dan kimia.
II.5.2. Cara Kerja ANSYS ANSYS
bekerja
dengan
sistem
metode
elemen
hingga,
dimana
penyelesaiannya pada suatu objek dilakukan dengan memecah satu rangkaian kesatuan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan dihubungkan dengan node.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8. Material yang disusun dengan node
Hasil yang diperoleh dari ANSYS ini berupa pendekatan dengan menggunakan analisa numerik. Ketelitiannya sangat bergantung pada cara kita memecah model tersebut dan menggabungkannya. Secara umum, suatu solusi elemen hingga dapat dipecahkan dengan mengikuti 3 tahap ini. Ini merupakan panduan umum yang dapat digunakan untuk menghitung analisis elemen hingga. 1. Preprocessing ; langkah-langkah dalam preprocessing yaitu: •
Mendefinisikan titik point, garis, luas, volume
•
Mendefinisikan jenis elemen dan bentuk material/geometri
•
Menghubungkan garis, luas, volume sesuai kebutuhan.
2. Solusi : menetapkan beban, perletakan dan menjalankan analisis ; beban yang ada berupa beban terpusat dan terbagi rata, perletakan ( translasi dan rotasi) dan terakhir menjalankan analisisnya . 3. Postprocessing: proses lebih lanjut dan menampilkan hasil analisisnya ; dalam hal ini dapat ditampilkan :
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
•
Tabel perpindahan nodal
•
Tabel gaya dan momen
•
Defleksi (penurunan)
•
Diagram kontur tegangan dan regangan.
ANSYS juga memiliki sistem satuan di dalamnya, oleh karena itu kita harus menggunakan sistem satuan yang konsisten untuk mengerjakannya.
Tabel 2.3. Satuan-satuan dalam SI
Dimana di dalam program ANSYS untuk menyamakan satuannya, maka nantinya pada bagian command di ketikkan “/units,si” .
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Setelah itu kita dapat melihat satuan-satuan yang ada pada bagian output windows di bagian command prompt.
Gambar 2.13. Sistem Satuan SI dalam ANSYS
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara