BAB II STUDI LITERATUR
BAB II
STUDI PUSTAKA
2.1. Pendahuluan
Geopolimer adalah material baru tahan api dan panas, pelapis dan perekat,
aplikasi obat, keramik suhu tinggi, pengikat baru untuk komposit serat tahan api, beracun dan radioaktif enkapsulasi limbah, dan semen baru untuk beton. Sifat dan penggunaan geopolimer banyak dieksplorasi dalam studi ilmiah dan industri
berbagai disiplin ilmu: kimia modern anorganik, kimia fisik, koloid kimia ,
mineralogi, geologi, dan jenis lain dari teknologi proses rekayasa. Geopolimer merupakan bagian dari ilmu polimer, kimia dan teknologi yang membentuk salah satu bidang utama ilmu material. Polimer yang baik bahan organik, berbasis karbon yaitu, atau polimer anorganik , misalnya silikon berbasis. Para polimer organik terdiri dari kelas polimer alam (karet, selulosa), polimer organik sintetis (serat tekstil, plastik, film, elastomer, dll) dan biopolimer alam (biologi, kedokteran, farmasi). Bahan baku yang digunakan dalam sintesis polimer berbasis silikon terutama mineral pembentuk batuan asal geologi, maka nama:. Geopolimer Joseph Davidovits menciptakan istilah pada tahun 1978 (sumber: wikipedia).
Geopolimer dihasilkan dari reaksi material yang mengandung sejumlah besar silika dan alumnia dengan cairan alkali. Pada umumnya merupakan beton yang bebas dari pemakaian semen sebagai pengikatnya. Material ini telah banyak diteliti dan hasilnya menunjukkan bahwa beton geopolimer merupakan material yang lebih ramah lingkungan karena relatif sangat sedikit sekali energi yang dibutuhkan dalam prosesnya. Penelit pun kemudian bergeser dari ranah kimia menjadi aplikasi teknik dan produksi komersial. Beton geopolimer memiliki sifat teknis yang sangat baik serta mengurangi pemanasan global yang diakibatkan oleh produsen portland semen. Pemakaian fly ash juga memiliki keuntungan lain TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
7
BAB II STUDI LITERATUR
terhadap lingkungan, sebagai contoh adalah Pembangkit Listrik tenaga Uap (PLTU) Suralaya. Pada saat ini menghasilkan 878,8 ton abu terbang ditimbun atau
dibuang di sekitar PLTU, dan kecil sekali persentasinya (kurang dari 1%) yang dimanfaatkan ssebagai bahan baku konstruksi. PLTU Suralaya setiap sudah
jamnya menghasilkan abu sisa pembakaran sebanyak 111 Ton, pada saat beban penuh. Sehingga dari data ini juga disimpulkan kontinuitas dari abu terbang pada PLTU Suralaya saja dari tahun ke tahun dapat dipertahankan atau bahkan dapat
ditingkatkan semakin meningkat ( Endawati, Jul, 2012).
Fly ash adalah material yang sangat halus seperti debu, berasal dari sisa peleburan besi baja dan batu bara. Fly ash termasuk material pozolan karena mengandung silika (SiO₂0, besi oksida (Fe₂O₃) , aluminium oksida (Al₂O₃), kalsium oksida (CaO), magnesium oksida (MgO) dan sulfat (SO4). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomer 18 tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomer 85 tahun 1999, fly ash diklasifikasikan sebagai limbah B-3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), sehingga
pemanfaatan abu terbang / fly ash adalah upaya untuk
mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas, dan tingkat bahaya limbah yang keluar ke lingkungan, dengan cara memanfaatkan melalui cara-cara penggunaan kembali (reuse), daur ulang (recycle), serta recovery. Salah satu limbah adalah sebagai bahan tambah atau sebagai pengganti sebagian semen portland dalam campuran mortar. Fly ash yang dihasilkan dari PLTU Suralaya mempunyai kandungan silica dan alumina yang tinggi. Silica dan alumina diperlukan pada reaksi polimerisaasi kondensasi pada mortar geopolimer, sehingga fly ash kering berpotensi untuk dijadikan bahan dasar mortar geopolimer. Komposisi abu terbang PLTU Suralaya dapat dilihat pada Tabel 2.1.
TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
8
BAB II STUDI LITERATUR
Tabel 2.1 Kandungan unsur kimia pada Abu terbang PLTU Suralaya, Merak. (Sumber: indonesiapower.co.id)
KANDUNGAN Silica Alumina Hematid Kapur Magnesium Sulfat Carbon Content Total Alkali
PROSENTASE 51,82% 30,98% 4,93% 4,66% 1,52% 1,51% 1,52% 1,42%
2.2. Aktivator Aktivator merupakan senyawa yang digunakan agar terjadi reaksi polimerisasi kondensasi pada mortar geopolimer. Hidroksida yang terdapat pada aktivator akan bereaksi dengan SiO₂ dan Al₂O₃ dan membentuk ikatan gugus banyak (polimer) dengan mengeluarkan H₂O sebagai sisa proses polimerisasi. NaOH dan KOH dapat digunakan sebagai aktivator pada campuran mortar geopolimer. Untuk dapat digunakan pada campuran mortar geopolimer, aktivator yang berupa padatan harus dilarutkan ke dalam air disesuaikan dengan molaritas larutan aktivator yang dikehendaki (Davidovits, 2008).
Gambar 2.1. NaOH dalam Bentuk Padatan TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
9
BAB II STUDI LITERATUR
Gambar 2.2. KOH dalam Bentuk Padatan
(sumber: www.alibaba.com)
Jenis aktivator yang digunakan dalam campuran mortar geopolimer akan menghasilkan kuat tekan dan pengaruh yang berbeda. Dengan molaritas yang sama, penggunaan NaOH (Gambar 2.1) sebagai aktivator pada mortar geopolimer berbahan dasar fly ash dapat menghasilkan kuat tekan yang lebih tinggi daripada jika menggunakan KOH (Davidovits, 2008), seperti dapat dilihat pada Gambar 2.2. Konsentrasi aktivator berperan penting dalam peningkatan kekuatan mortar geopolimer. Semakin tinggi konsentrasi aktivator maka kekuatan tekan mortar geopolimer yang dapat dicapai umumnya juga semakin meningkat. Hal ini dapat terjadi karena semakin tinggi konsentrasi aktivator maka jumlah mol yang dapat di dalamnya semakin banyak, sehingga reaksi polimerisasi kondensasi menjadi semakin sempurna (Furmei, et al., 2009).
2.2.1. Sodium Silikat (NaSiO₃) Sodium silikat adalah nama umum dari sodium metasilikat. Nama dagang yang biasanya dipakai untuk sodium silikat ini adalah water glass atau liquid glass. Sodium silikat tersedia di pasaran dalam bentuk cairan maupun dalam bentuk padatan. Beberapa contoh aplikasi penggunaan sodium silikat adalah industri TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
10
BAB II STUDI LITERATUR
pengelolahan air, pemucat dan penyesuai ukuran pada tekstil dan industri kertas, pengelolah biji, memadatkan tanah, pembentuk gelas, pengeboran, pigmen,
pengikat pada roda ampelas/abrasi, pengecoran logam dan cetakan, zat tahan air pada mortar dan semen, pelapis peralatan kimia, meningkatkan ketahanan
terhadap minyak, katalisator, bahan baku untuk silika gel, industri sabun dan deterjen, perekat (terutama untuk segel dan kertas laminating pada papan container), deflokuland pada industri keramik.
Gambar 2.3. Sodium silikat
Pada aplikasi untuk pembuatan mortar geopolimer, sodium silikat berfungsi sebagai katalisator yang berperan untuk mempercepat reaksi kimia. Sodium silikat akan menjadi katalisator dari aktivator yang dipakai dalam mortar geopolimer, misalnya sodium hidroksida (NaOH) dan kalium hidroksida (KOH). Sodium silikat ini merupakan salah satu alkali yang memainkan peran penting dalam proses polimerisasi karena sodium silikat mempunyai fungsi untuk mempercepat reaksi polimerisasi. Reaksi terjadi secara cepat ketika larutan alkali banyak mengandung larutan silikat seperti sodium silikat ataupun potassium silikat, dibandingkan reaksi yang terjadi akibat larutan alkali yang banyak mengandung hidroksida. Pada Gambar 2.4 ditunjukkan campuran fly ash dengan sodium silikat yang diamati dalam ukuran mikrostruktur. Terlihat bahwa TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
11
BAB II STUDI LITERATUR
campuran antara fly ash dan sodium silikat membentuk ikatan yang sangat kuat namun banyak terjadi retakan-retakan antar mikrostruktur.
Gambar 2.4. Scanning Electron Microscopy (SEM) dari Campuran Fly Ash dengan Sodium Silikat (Dr. Neil B. Milestone dan Dr. Cyril Lynsdale, 2004)
2.2.2. Sodium hidroksida (NaOH) Sodium hidroksida berfungsi untuk mereaksikan insur-unsur Al dan Si yang terkandung dalam fly ash sehingga dapat menghasilkan ikatan polimer yang kuat. Gambar 2.5 menunjukkan campuran fly ash dengan sodium hidroksida yang diamati dalam ukuran mikrostruktur. Terlihat bahwa campuran antara fly ash dan sodium hidroksida membentuk ikatan yang kurang kuat tetapi menghasilkan ikatan yang lebih padat dan tidak ada retakan seperti campuran sodium silikat dan fly ash.
TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
12
BAB II STUDI LITERATUR
Gambar 2.5. Scanning Electron Microscopy (SEM) dari Campuran Fly Ash dengan Sodium Hidroksida (Dr. Neil B. Milestone dan Dr. Cyril Lynsdale, 2004)
2.3. Agregat Agregat menempati 70-75% dari total volume mortar. Oleh karena itu kualitas agregat berpengaruh besar terhadap kualitas mortar yang dibuat. Pemakaian dan pemilihan agregat yang baik akan membuat mortar dapat dikerjakan (workable), kuat, tahan lama (durable), dan ekonomis. Agregat mempunyai nilai ekonomis yang murah jika dibandingkan dengan semen atau bahan pengikat (binder) lainnya, oleh karena itu akan membuat mortar semakin ekonomis jika agregat dimasukan sebanyak mungkin selama secara teknis memungkinkan (Nugraha, et al., 2007). Pengaruh agregat pada mortar cair/mortar segar sesuai sifat agregat (bentuk, tekstur, dan gradasi) akan mempengaruhi sifat mortar dalam hal : a. Kelecakan b. Pengikatan TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
13
BAB II STUDI LITERATUR
c. Pengerasan
Sedangkan pada mortar keras. Sifat fisik, sifat kimia, dan kandungan mineral dalam agregat akan mempengaruhi:
a. Kekuatan
b. Kekerasan
c. Ketahanan d. Kepadatan e. Panas jenis f. Modulus elastisitas
Untuk memudahkan dalam pemakaian, gradasi dinyatakan dengan suatu angka, yaitu modulus kehalusan. Modulus kehalusan adalah suatu angka yang secara kasar menggambarkan rata-rata ukuran butir agregat. Di lapangan ini dipakai untuk mengukur kehomogenan suatu bagian agregat terhadap keseluruhan (Nugraha, et al., 2007).
Dalam penelitian kali ini, untuk penelitian mortar geopolimer akan menggunakan agregat halus berupa pasir saja. Agregat kasar yang berupa kerikil atau batu pecah tidak digunakan. Berdasarkan Persyaratan Umum bangunan Indonesia, pasir yang akan digunakan dalam campuran beton harus memenhi syarat-syarat berikut (Departemen Perusahaan Umum 1982); 1. Pasir harus terdiri dari butiran yang kasar, tajam, dan keras 2. Pasir yang digunakan harus memiliki tingkat kekerasan yang sama 3. Pasir yang digunakan tidak boleh mengandung lumpur dengan kadar melebihi 5%. Apaila kandungan lumpur dalam pasir melebihi 5%, maka pasir harus dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan. 4. Pasir tidak boleh mengandung bahan organik terlalu banyak TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
14
BAB II STUDI LITERATUR
5. Pasir yang akan digunakan tidak boleh mudah terpengaruh oleh
cuaca
6. Untuk pembuatan beton, pasir laut sebaiknya dihindari untuk digunakan.
2.4. Air
Air merupakan bahan dasar penyusun mortar yang paling penting dan paling murah. Air berfungsi sebagai bahan pengikat (bahan penghidrasi fly ash bersama
dengan aktivator) dan bahan pelumas antara butir-butir agregat agar mempermudah proses pencampuran agregat dan semen serta mempermudah pelaksanaan pengecoran mortar (workability). Proporsi air yang sedikit akan memberikan kekuatan pada mortar, tetapi kelemasan atau daya kerjanya akan berkurang. Secara umum air yang dapat digunakan dalam campuran adukan mortar adalah air yang apabila dipakai akan menghasilkan mortar dengan kekuatan lebih dari 90% dari mortar yang memakai air suling (ACI 318-83). Pemakaian air untuk mortar, sebaiknya memenuhi syarat baku air bersih sebagai berikut : 1) Tidak mengandung lumpur lebih dari 2 gram/liter. 2) Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton lebih dari 15 gram/liter. 3) Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter. 4) Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.
2.5. Kerusakan-kerusakan Beton
a. Retak (Crack) Retak pada beton biasanya dikarenakan proporsi campuran pada beton kurang baik. Retak merupakan kerusakan paling ringan yang terjadi pada beton. Keretakan dibedakan retak struktur dan non-struktur. Retak struktur umumnya TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
15
BAB II STUDI LITERATUR
terjadi pada elemen struktur konstruksi bangunan, sedang retak non-struktur terjadi dinding bata atau dinding non-beton lainnya. Pada retak non-struktur dapat
terjadi karena beberapa sebab, diantaranya proporsi campuran beton kurang baik,
umur bangunan, cuaca, efek panas yang berlebihan, reaksi kimia dan susut.
Sedangkan penyebab retak pada struktur sama dengan retak non-struktur tapi
retak pada struktur juga terjadi karena gempa, kebakaran dan korosi pada struktur beton.
b. Terlepasnya bagian Beton (spalling)
Spalling atau terlepasnya bagian beton merupakan jenis kerusakan beton yang sering terjadi pada bangunan beton dan biasanya kurang diperhatikan dalam pembuatan campurannya. Kerusakan ini terjadi karena campuran beton yang kurang homogen dan juga faktor umur beton. Oleh karena itu metode perbaikan pada kerusakan spalling, tergantung pada besar dan dalamnya spalling yang terjadi. c. Aus Aus merupakan jenis kerusakan beton yang sering terjadi pada bangunan. Kerusakan jenis ini biasanya kurang diperhatikan karena tingkat kerusakan yang sulit diprediksi. Kerusakan ini juga disebabkan karena umur beton yang sudah terlalu lama, kebakaran, reaksi kimia dan sebagainya. d. Patah Patah yang terjadi pada beton biasanya dikarenakan struktur beton yang tidak mampu untuk menahan beban. Kerusakan ini bisa terjadi karena pada saat pembuatan campuran beton (mix design) kurang diperhatikan proporsi yang digunakan. Sebelum pembuatan campuran beton harus menghitung beban-beban yang akan menimpa struktur beton tersebut agar patah pada beton tidak terjadi.
TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
16
BAB II STUDI LITERATUR
e. Keropos Keropos merupakan jenis kerusakan yang disebabkan salah satunya karena umur
beton yang terlalu lama. Kerusakan ini biasanya kurang diperhatikan karena
terjadi pada bagian bangunan yang sulit dijangkau. Misalnya pada bagian bawah
jembatan. Untuk itu agar tidak terjadi keropos dini karena reaksi kimia atau yang
lain maka hal ini perlu diperhatikan pada saat pembuatan bangunan.
f. Delaminasi
Beton mengelupas sampai kelihatan tulangannya disebut delaminasi. Kerusakan
ini bisa terjadi pada konstruksi bangunan dikarenakan banyak sebab, diantaranya kegagalan pada pembuatan campuran, reaksi kimia, kelebihan beban dan sebagainya. Oleh karena itu, perlu diperhitungkan agar kerusakan seperti ini tidak terjadi pada konstruksi bangunan. 2.6. Penyebab Kerusakan-kerusakan Beton
a. Serangan Asam Beton yang terbuat dari semen portland diketahui memperlihatkan hasil yang buruk saat bersentuhan dengan asam. Kurangnya ketahanan beton pada dasarnya sangat penting apabila bidang-bidang beton yang besar terkena tumpahan asam. Serangan asam adalah sumber penyebab kerusakan beton yang paling umum dalam system pembuangan kotoran (limbah), proses industri dan air tanah. Larutan asam merupakan salah satu zat yang paling agresif terhadap beton. b. Korosi Beton secara alami terlindungi dari korosi oleh lapisan tipis akibat pasif alkalin dari bahan dasar semen. Akibat serangan agresif dari senyawa luar berinfitrasi maka beton dapat mengalami korosi. Bangunan beton yang dibangun di sekitar pantai, dapat lebih cepat rusak akibat serangan garam chloride. Gas CO2 pun dapat masuk secara agresif melalui pori-pori beton dan bereaksi dengan Ca(OH)2 TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
17
BAB II STUDI LITERATUR
dan menghasilkan CaCO3 + H2O yang menyebabkan pH dari beton turun. Tiga hal mutlak, sehingga menjadikan korosi pada beton:
-
Beton rusak akibat chloride atau karbonasi.
-
Air sebagai elektrolit.
-
Oksigen.
c. Kelebihan Beban
Beton digunakan dalam konstruksi bangunan karena mampu menahan beban yang
sesuai dengan kegunaannya. Beton yang dipakai juga sudah dirancang untuk
menahan beban yang telah diperhitungkan. Kelebihan beban pada konstruksi bangunan dapat menyebabkan umur rencana bangunan berkurang, selain itu juga bisa menyebabkan bangunan tersebut retak dan bisa lebih fatal lagi akibatnya terjadi patah pada beton. d. Gempa Pada umumnya setelah terjadinya gempa bumi dengan skala yang cukup besar, akan mengakibatkan kerusakan struktur maupun non-struktur pada bangunan yang terbuat dari konstruksi beton. Bentuk dan tingkat kerusakan terjadi mulai dari ringan sampai berat. Dengan adanya tuntutan bangunan yang mengalami kerusakan harus sudah secepatnya difungsikan kembali, maka perlu adanya penanganan terhadap kerusakan yang terjadi, baik dengan melakukan perbaikan ataupun perkuatan. Seringkali dengan terbatasnya waktu, maka perbaikan atau perkuatan yang dilakukan tidak memperhatikan beberapa kaidah yang berkaitan dengan kapasitas struktur dan prosedur pelaksanan serta kontrol kualitas. e. Kebakaran Kebakaran merupakan salah satu penyebab kerusakan yang sangat merugikan sekali dalam konstuksi bangunan. Bentuk dan tingkat kerusakannya pun sangat berat. Konstruksi bangunan yang mengalami kebakaran
sangat sulit
penanganannya dalam perbaikan, karena bangunan yang mengalami kebakaran TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
18
BAB II STUDI LITERATUR
biasanya sudah tidak layak pakai lagi sebelum bangunan tersebut dianalisa kekuatan dan ketahanan dalam menahan beban. Oleh karena itu, bahan-bahan
yang akan dipakai dalam perbaikan perlu diperhatikan dalam kontrol kualitas
untuk kekuatan dan ketahanan dalam menahan beban.
f. Susut Suatu bangunan yang baik dan aman harus memperhitungkan semua parameter
yang bisa mempengaruhi kondisi bangunan tersebut. Begitu juga dengan
penyusutan, harus diperhitungkan secara teliti. Walaupun perkembangan
penyusutan sangat lambat, tetapi jika diabaikan maka dalam jangka waktu lama akan menyebabkan deformasi. Efek lain yang bisa ditimbulkan oleh penyusutan adalah terjadinya keretakan pada dinding atau pada beton, karena beton menjadi sangat lemah dalam menahan peningkatan tegangan pori pada beton. 2.7. Metode Perbaikan Beton
a. Grouting Sedang pada spalling yang melebihi selimut beton, dapat digunakan metode grouting, yaitu metode perbaikan dengan melakukan pengecoran memakai bahan non-shrink mortar. Metode ini dapat dilakukan secara manual (gravitasi) atau menggunakan pompa. Pada metode perbaikan ini yang perlu diperhatikan adalah bekisting yang terpasang harus benar-benar kedap, agar tidak ada kebocoran spesi yang mengakibatkan terjadinya keropos dan harus kuat agar mampu menahan tekanan dari bahan grouting. Material yang digunakan harus memiliki sifat mengalir dan tidak susut. Umumnya digunakan bahan dasar semen atau epoxy. b. Shotcrete (Beton Tembak) Apabila spalling yang terjadi pada area yang sangat luas, maka sebaiknya digunakan metode shotcrete. Pada metode ini tidak diperlukan bekisting lagi seperti halnya pengecoran pada umumnya. Metode shotcrete ada dua sistem yaitu TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
19
BAB II STUDI LITERATUR
dry-mix dan wet-mix. Pada sistem dry-mix, campuran yang dimasukkan dalam mesin berupa campuran kering, dan akan tercampur dengan air di ujung selang.
Sehingga mutu dari beton yang ditembakkan sangat tergantung pada keahlian
tenaga yang memegang selang, yang mengatur jumlah air. Tapi sistem ini sangat
mudah dalam perawatan mesin shotcretenya, karena tidak pernah terjadi blocking.
Pada sistem wet-mix, campuran yang dimasukkan dalam mesin berupa campuran basah, sehingga mutu beton yang ditembakkan lebih seragam. Namun, sistem ini
memerlukan perawatan mesin yang tinggi, apalagi bila sampai terjadi blocking.
Pada metode shotcrete, umumnya digunakan additive untuk mempercepat
pengeringan (accelerator), dengan tujuan mempercepat pengerasan dan mengurangi terjadinya banyaknya bahan yang terpantul dan jatuh (rebound). c. Grout Preplaced Aggregat (Beton Prepack) Metode perbaikan lainnya untuk memperbaiki kerusakan berupa spalling yang cukup dalam adalah dengan metode grout preplaced aggregat. Pada metode ini cukup dalam adalah dengan metode grout preplaced aggregat. Pada metode ini (umumnya 40% dari volume kerusakan) kedalam bekisting, setelah itu dilakukan pemompaan bahan grout, kedalam bekisting. Material grout yang umumnya digunakan adalah polymer grout, yang memiliki flow cukup tinggi dan tidak susut. d. Injeksi Metode injeksi ini merupakan metode yang digunakan untuk perbaikan beton yang terjadi retak-retak ringan. Untuk retak non-struktur, dapat digunakan metode injeksi dengan material pasta semen yang dicampur dengan expanding agent serta latex atau hanya melakukan sealing saja dengan material polymer mortar atau polyurethane sealant. Sedang pada retak struktur, digunakan metode injeksi dengan material epoxy yang mempunyai viskositas yang rendah, sehingga dapat mengisi dan sekaligus melekatkan kembali bagian beton yang terpisah. Proses injeksi dapat dilakukan secara manual maupun dengan mesin yang bertekanan, tergantung pada lebar dan dalamnya keretakan. TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
20
BAB II STUDI LITERATUR
e. Overlay Metode overlay ini merupakan metode perbaikan beton yang terjadi spalling
hampir keseluruhan pada permukaan beton. Oleh karena itu sebelum
dilakukannya metode ini perlu persiapan-persiapan permukaan yang akan
diperbaiki.
f. Patch Repair
Untuk spalling yang tidak terlalu dalam (kurang dari selimut beton) dan area yang
tidak luas, dapat digunakan metode patch repair. Metode perbaikan ini adalah
metode perbaikan manual, dengan melakukan penempelan mortar secara manual. Pada saat pelaksanaan yang harus diperhatikan adalah penekanan pada saat mortar ditempelkan, sehingga benar-benar didapatkan hasil yang padat. Material yang digunakan harus memiliki sifat mudah dikerjakan, tidak susut dan tidak jatuh setelah terpasang, terutama untuk pekerjaan perbaikan overhead. Umumnya yang dipakai adalah monomer mortar, polymer mortar dan epoxy mortar. 2.8. Syarat-syarat Material Perbaikan Beton Dalam pemilihan material repair biasanya dilakukan untuk mengetahui kinerja dari material yang akan diaplikasikan agar sesuai dengan yang dibutuhkan dilapangan. Adapun syarat-syarat sebagai material repair (Rashmi Ranjan Pattnaik,2006), yaitu: a) Daya lekat yang kuat Kelekatan antara material repair dengan beton yang akan diperbaiki harus menyatu dengan baik sehingga menjadi satu kesatuan beton yang utuh. b) Modulus elastisitas yang mampu menahan overstressing Material repair harus menyesuaikan bentuk beton yang akan diperbaiki. c) Tidak mengurangi kekuatan beton Material repair yang akan digunakan untuk memperbaiki beton mampu menahan beban yang sama pada beton yang akan diperbaiki. TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
21
BAB II STUDI LITERATUR
d) Tidak susut
Material repair tidak terjadi susut agar beton yang akan diperbaiki tidak kehilangan kekuatan sebagian.
e) Permeabilitas
Material repair dengan bahan tambah polymer diharapkan mampu
meningkatkan permeabilitas beton f) Rangkak
Nilai rangkak tarik harus lebih kecil dari nilai rangkak tekan yang terjadi.
g) Penahan air
Material repair dengan bahan tambah polymer memiliki sifat panahan air yang semakin tinggi dari pada beton semen biasa dan sifat penahan air ini tergantung dari rasio antara polymer dengan semen. 2.9. Istilah dan Ilmu Kimia Geopolimer Istilah geopolimer pertama kali diperkenalkan oleh Davidovits pada tahun 1978 untuk menggambarkan jenis pengikat mineral yang memiliki komposisi kimia menyerupai zeolit tetapi memiliki mikrostruktur yang amorf. Dia juga menganjurkan penggunaan istilah „poly(sialate)‟ untuk geopolimer berbasis silkaaluminat, sialat adalah kependekan dari silikon-okso-aluminat (silico-oxoaluminate). Rumus empiris dari poly(sialate) adalah : Mn (-(SiO2)z – AlO2)n . wH2O (2.1) Dimana “z” adalah bilangan 1, 2, atau 3, sampai dengan 32; M adalah kation monovalen seperti kalium atau natrium, dan “n” adalah derajat polikondensasi Davidovit juga membedakan tiga tipe polysialate yaitu, tipe poly(sialate) (-Si-OAl-O), tipe poly(sialate-siloxo) (-Si-O-Al-O-Si-O), dan tipe poly(sialate-disiloxo) TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
22
BAB II STUDI LITERATUR
(-Si-O-Al-O-Si-O). Struktur dari polysialate-polysialate ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.6. Struktur Kimia Polysialate Geopolimerisasi melibatkan reaksi kimia dari alumina-silikat oksida (Si2O5, Al2O2) dengan alkali polisilikat yang menghasilkan ikatan polimer Si-O- Al. Polisilikat umumnya berupa natrium atau kalium silikat yang disuplai oleh industri kimia atau bubuk silika halus sebagai produk sampingan dari proses ferro-silicon metallurgy. Persamaan 2.2 menunjukkan sebuah contoh dari polikondensasi oleh alkali menjadi poly (sialate-siloxo). (-) (Si2O5, Al2O2)n + nSiO2 + nH2O NaOH, KOH
NaOH, KOH
n(OH)3 –Si-O-Al-O-Si(OH)3 (OH)2
n(OH)3 –Si-O-Al-O-Si-(OH)3
NaOH, KOH (Na₂K)
(OH)2
(2.2) Tidak seperti semen Portland/pozzolanic biasa, geopolimer tidak membentuk calcium-silicate-hydrates (CSHs) untuk pembentukkan matriks dan kekuatan, tetapi merupakan hasil proses polikondensasi dari prekusor silika dan alumina TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
23
BAB II STUDI LITERATUR
serta kandungan alkali yang tinggi untuk mencapai kekuatan strukturalnya. Oleh karena itu istilah geopolimer kadang-kadang diganti menjadi pengikat alumina
silikat teraktivasi oleh alkali (alkali-activated alumino silicate binders). Namun
Davidovits mengatakan bahwa penggunaan istilah ‟terkativasi oleh alkali‟ dapat
menimbulkan kebingungan dan ide-ide yang salah tentang beton geopolimer.
Sebagai contoh, penggunaan istilah ‟teraktivasi oleh alkali‟ atau ‟abu terbang teraktivasi oleh alkali‟ dapat menimbulkan kerancuan dengan istilah ’alkali
aggregate reaction (AAR)‟, yaitu sebuah sifat yang berbahaya yang terkandung
dalam beton. Persamaan 2.2 mengindikasikan bahwa air dilepaskan selama reaksi
kimia yang terjadi dalam pembuatan geopolimer. Air ini dikeluarkan selama proses curing.
2.10. Aplikasi Geopolimer Menurut Davidovits, geopolimer dapat diaplikasikan pada berbagai lapangan industri seperti automobil, aerospace, metalurgi dan pengecoran bukan besi, teknik sipil dan industri plastik [8]. Tipe dari aplikasi material-material geopolimer ditentukan oleh struktur kimia dalam hal ini adalah rasio atom Si:Al dalam polysialate, sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 2.2. Rasio Si:Al yang rendah seperti 1, 2 dan 3 menginisiasi jaringan 3D yang yang sangat kaku. Sementara rasio Si:Al yang lebih besar dari 15 menghasilkan karakter polimer dari material geopolimer tersebut. Dapat dilihat pada Tabel 2.2 bahwa kebanyakan aplikasi geopolimer pada bidang teknik sipil cocok pada rasio Si:Al yang rendah. Satu dari bidang yang potensial dari aplikasi material geopolimer adalah pada manajemen limbah beracun karena geopolimer berperilaku seperti material zeolit yang dikenal baik akan kemampuannya untuk menyerap limbah kimia beracun [8]. Comrie dan rekan-rekannya juga memberikan gambaran dan hasil pengujian yang relevan dari potensi penggunaan teknologi geopolimer dalam manajemen limbah beracun. Berdasarkan pengujian menggunakan GEOPOLYMITE 5.0, mereka
merekomendasikan
geopolimer
dapat
TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
digunakan
dalam
proses 24
BAB II STUDI LITERATUR
penyimpanan limbah beracun. GEOPOLYMITE 5.0 adalah merek dagang dari Cordi-Geopolymere SA, sebuah tipe pengikat geopolimer yang dibuat dari
berbagai macam alumina silicate precondensate dengan alkali hardener.
Tabel 2.2. Aplikasi-Aplikasi Material Geopolimer Berdasarkan Rasio Si:Al.* Si : Al ratio
1 2 3
>3 20-35
Applications
Bricks Ceramics Fire Protection Low CO2 cements and concretes Radioactive and toxic waste encapsulation Fire protection fibre glass composite Foundry equipments Heat resistant composites, 200C to 1000C Tooling for aeronautics titanium process Sealants for industry, 200C to 600C Tooling for aeronautics SPF aluminium Fire resistant and heat resistant fibre composites
*Sumber : Davidovits, 2008 2.11. Mortar 2.11.1. Jenis-jenis Mortar Mortar adalah bahan bangunan berbahan dasar semen yang digunakan sebagai perekat untuk membuat struktur bangunan, yang membedakan mortar dengan semen, sebenarnya mortar adalah semen
siap pakai
yang
komponen
pembentuknya pada umumnya adalah semen itu sendiri, agregat halus (pasir), air dan berbagai jenis additive yang sesuai. (Saripoelman 2010). Ada beberapa jenis mortar dalam artikel “mortar (Batu)” (2010) diantaranya : 1. Mortar semen portland Mortar semen portland sering dikenal dengan mortar semen yang dibuat dengan mencampurkan antara ordinary cement portland (OPC), pasir dan air. TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
25
BAB II STUDI LITERATUR
2. Mortar semen polimer Mortar semen polimer (PCM) dibuat dengan menggantikan sebagian pengikat
semen pada mortar semen konvensional oleh polimer sebagai bahan tambah. Bahan tambah jenis polimer ini diantaranya lateks atau emulasi, bubuk
redispersible polimer, polimer larut air, resin cair, dan monomer. Bahan tambah polimer ini memiliki keunggulan permeabilitas rendah dan mengurangi kejadian pengeringan retak akibat penyusutan, terutama dirancang untuk memperbaiki
struktur beton.
3. Mortar kapur Mortar kapur adalah jenis mortar yang bahan pencampurnya terdiri dari kapur, pasir dan air. 4. Mortar pozzolan Pozzolan adalah bahan tambah yang baik yang berasal dari alam atau limabah industri yang mengandung silika dan alumina yang jika dicampur dengan kapur bebas. Mortar pozzolan adalah campuran antara mortar semen yang ditanbah dengan pozzolan. Adapun tipe tipe mortar menurut SNI 03-6882-2002 sebagai berikut: 1. Mortar tipe M adalah mortar yang mempunyai kekuatan 17,2 MPa. 2. Mortar tipe S adalah mortar yang mempunyai kekuatan 12,5 MPa. 3. Mortar tipe N adalah mortar yang mempunyai kekuatan 5,2 MPa. 4. Mortar tipe O adalah mortar yang mempunyai kekuatan 2,4 MPa.
2.11.2. Definisi Mortar Geopolimer Mortar geopolimer merupakan mortar yang memiliki kemampuan yang cukup baik dalam hal kekuatan terhadap tekan, ketahanan terhadap api dan ketahanan terhadap erosi, serta penggunaan waste materials pada geopolimer menjadikan geopolimer merupakan produk yang ramah lingkungan (Bakharev, 2005) TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
26
BAB II STUDI LITERATUR
Material yang memilili kandungan SiO₂ dan Al₂O₃ tinggi berpotensi untuk dijadikan bahan dasar pembuatan mortar geopolimer. Proses pembentukan mortar
geopolimer disebut dengn proses polimerisasi kondensasi, yaitu reaksi gugus banyak menghasilkan suatu molekul besar bergugus banyak dan diikuti fungsi
pelepasan molekul kecil berupa air. Proses pelepasan air terjadi selama proses
curing (Adiningtyas, et al., 2007). Perbedaan reaksi mortar geopolimer dengan beton konvensial berbahan semen dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Reaksi polimerisasi dapat terjadi karena adanya reaksi antara alkaline activator
(NaOH atau KOH) dengan material yang mengandung silikat atau Alumina yang tinggi. Pemberian Sodium Silikat (Na₂SiO₃) pada mortar geopolimer dapat mempercepat reaksi polimerisasi yang cenderung lambat, sehingga dengan demikian kekuatan mortar geopolimer dapat meningkat dibandingkan dengan tanpa adanya penambahan Na₂SiO₃ (Davidovits, 2008).
Gambar 2.7. Ikatan Polimerisasi yang Terjadi pada Beton Geopolimer (www.geopolymer.org) Peranan unsur silikat dan aluminium sangat penting dalam proses polimerisasi. Hal ini ditunjukkan dalam bentuk rasio perbandingan Si/Al. Semakin besar Si/Al karakter polimer semakin terbentuk kuat. Hal ini tampak pada Gambar 2.8 dibawah ini.
TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
27
BAB II STUDI LITERATUR
Gambar 2.8. Ikatan yang Terjadi pada Beton Konvensional (kiri) dan Ikatan yang Terjadi pada Beton Geopolimer (kanan) (www.geopolymer.org)
Gambar 2.9. Pengaruh Si/Al rasio pada Ikatan Polimer (www.geopolymer.org) TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
28
BAB II STUDI LITERATUR
2.11.3. Sifat-sifat Geopolimer
Sifat-sifat geopolimer menurut Djuwantoro Hardjito pada beton geopolimer segar dan keras adalah :
Pada beton segar (Fresh concrete)
Memiliki waktu setting time 10 jam pada suhu -20°C sampai 7-60 menit pada suhu 20°C
Penyusutan selama setting kurang dari 0,005%
Kehilangan massa dari beton basah menjadi kering kurang dari 0,1%
Pada beton keras (Hardened Concrete)
Memiliki kuat tekan lebih besar dari 90 MPa pada umur 28 hari
Memiliki kuat tarik sebesar 10-15 MPa pada umur 28 hari
Memiliki water absorption kurang dari 3%
2.11.4. Kelebihan dan Kekurangan Geopolimer Kelebihan dan kekuarangan geopolimer menurut Djuwantoro Hardjito pada beton geopolimer sebagai berikut: Kelebihan –kelebihan penggunaan geopolimer pada beton
Beton geopolimer tahan terhadap serangan asam sulfat
Beton geopolimer mempunyai rangkak dan susut yang kecil
Beton geopolimer tahan reaksi alkali-silika
Beton geopolimer tahan api
Dapat mengurangi polusi udara
TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
29
BAB II STUDI LITERATUR
Kekurangan-kekurangan penggunaan geopolimer pada beton Pembuatannya sedikit lebih rumit dari beton konvensional karena jumlah
material yang digunakan lebih banyak dari beton konvensional
Belum ada perhitungan mix design yang pasti
2.12. Studi Mix Design Mortar Geopolimer
mengenai mix design mortar repair geopolimer mengacu pada penelitian Studi
yang dilakukan oleh A. Fernandez-Jimenez, A. Palomo yang berjudul “composition and microstructure of alkali activated fly ash ash binder: Effect of teh activator”. Komposisi campuran mortar geopolimer dibuat berdasrkan perbandingan antara solution:fly ash dalam berat dan perbandingan antara SiO₂ : Na₂O. Solution merupakan campuran aktivator yang dilarutkan dengan air, aktivator yang dipakai dalam penelitian tersebut adalah sodium hidroksida (NaOH) dan sodium silikat (Na₂SiO₃), sedangkan fly ash yang dipakai adalah fly ash tipe F. NaOH digunakan agar terjadi reaksi polimerisasi kondensasi pada mortar geopolimer, sedangkan Na₂SiO₃ digunakan agar reaksi polimerisasi kondensasi berjalan lebih cepat. Perbandingan berat anatar solution : fly ash adalah 0,35 dan 0,4, hasil perbandingan ini dalam penelitian yang dilakukan oleh A. Fernandez-Jimenez, A. Palomo mencapai kekuatan tekan 82,36 MPa dan lentur 8,9 MPa. Pada penelitian lain, digunakan pula perbandingan kadar air, karena air berfungsi sebagai bahan pengikat (bahan penghidrasi fly ash) dan bahan pelumas antara butir-butir agregat agar mempermudah pelaksanaan. Komposisi untuk air dalam mortar geopolimer adalah 12,5% - 22,5% dari berat fly ash ( Endawati, Jul, 2012)
TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
30
BAB II STUDI LITERATUR
2.13. Curing
2.13.1. Umum
Dalam pembuatan mortar, perencanaan campuran/ mix design untuk membuat mortar yang baik, pemilihan bahan yang tepat, dan pelaksanaan pengecoran yang sempurna tidak akan menjamin didapatkannya daya tahan mortar yang baik pada
akhirnya jika tahap curing tidak dilaksanakan dengan baik dan cukup. Parameter parameter daya tahan mortar meliputi (Nursyamsi, 2005):
a. Daya tahan terhadap beban struktur yang ditentukan dari kuat tekan hancur dan kuat tarik mortar. Namun kuat tarik biasanya diabaikan karena mortar sangan lemah terhadap gaya tarik. b. Daya tahan selama proses pengerasan/ herdening mortar, yaitu kemampuan mortar meminimalkan terjadinya retak plastis akibat penyusutan volume. c. Daya tahan terhadap penetrasi bahan-bahan yang dapat merusak beton, ditentukan oleh permebalitas beton. Mortar merupakan bahan konstruksi yang memerlukan curing untuk mencapai kekuatannya. Hal ini bertolak belakang dengan bahan konstruksi lainnya seperti baja dan kayu yang dapat langsung digunakan yang mempunyai kemampuan sesuai mutunya. Sedangkan mortar konvensional, pori-pori dalam mortar akan banyak terbentuk pada periode pengerasan, dan pada saat periode pengerasan inilah tahap curing berperan sangat penting untuk mencapai kekuatan akhir mortar. Pengendapan dari partikel-partikel solid komposisi mortar membuat air mengalir dan membentuk saluran-saluran. Air yang tertangkap di dalam partikel agregat dan beberapa lainnya mengisi celah antar partikel semen. Hidrasi semen akan memproduksi gel yang memperkecil ukuran pori air dan meningkatkan kekedapan mortar. Akan tetapi pori-pori yang ada di dalam mortar tidak pernah hilang sepenuhnya. Inilah yang menjelaskan bahwa sangat diperlukannya tahap TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
31
BAB II STUDI LITERATUR
curing untuk menjaga kekedapan beton. Efek curing yang baik terhadap kekuatan akan lebih baik pada faktor air semen yang lebih besar dan juga pada mortar
dengan kemampuan peningkatan kekuatan yang rendah (Nursyamsi, 2005). Untuk konvensional, curing bertujuan untuk mengurangi panas hidrasi dari reaksi mortar
semen dengan air yang terjadi. Curing pada mortar konvensional dapat diberikan dalam 3 metode (Nugraha, et al., 2007) : a. Memberi air terus menerus
Metode curing atau perawatan yang dilakukan berupa direndam
dalam bak air dengan suhu 23 ± 2◦C b. Mencegah hilangnya air dari permukaan Metode curing atau perawatan yang dilakukan berupa memberi lapisan tipis dari kertas yang tidak dapat ditembus oleh air atau plastik. Metode ini bertujuan untuk melindungi air di dalam beton agar tidak cepat menguap keluar. c. Memberi panas dan kelengasan Metode curing atau perawatan yang dilakukan berupa menaikan temperatur atau dimasukkan ke dalam oven, sehingga proses hidrasi akan lebih cepat dan dapat mempercepat pencapaian kekuatan. Selain itu perawatan dengan metode ini dapat dilakukan dengan uap bertekanan tinggi, uap bertekanan atmosfirik, pemanasan dan pelembaban.
2.13.2. Curing pada Mortar Geopolimer Pada mortar geopolimer, proses polimerisasi kondensasi dalam mortar geopolimer menghasilkan suatu molekul besar dan pelepasan molekul-molekul kecil air, curing pada mortar geopolimer akan berfungsi untuk mengeluarkan molekul air tersebut (Adiningtyas, et al., 2007). Berbeda dengan mortar konvensional, curing pada mortar geopolimer adalah dengan memberi panas (bukan panas uap air), misalnya menggunakan oven. TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
32
BAB II STUDI LITERATUR
Pemberian panas dengan suhu yang tepat akan mempengaruhi perkembangan kekuatan mortar geopolimer, dalam penelitiannya Bakharev yang menggunakan
fly ash sebagai bahan dasarnya menyatakan panas merupakan faktor penting untuk mengaktivasi reaksi dari fly ash (bakharev, 2005), karena ketika curing terjadi
dalam geopolimer proses pembentukan kalsium silikat hidrat (CSH) yang merupakan senyawa yang berperan dalam pengerasan mortar semakin cepat proses pengerasan, sehingga membuat mortar geopolimer mencapai kekuatan
optimum.
2.14. Kuat tekan dan Kuat Geser
a. Kuat Tekan Mortar Repair Geopolimer
Gambar 2.10. Sketsa Uji Tekan Mortar repair Geopolimer pada Beton Lama Kuat tekan adalah besarnya beban persatuan luas yang menyebabkan benda uji
hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu. Dalam
penelitian ini kuat tekan yang digunakan dadalah mortar repair geopolimer yang diaplikasikan pada beton lama (Gambar 2.10). penggunaan metode kuat tekan konvensional dilakukan karena metode yang semula direncanakan yaitu pull-off memerlukan biaya yang besar, TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
33
BAB II STUDI LITERATUR
sehingga dilakukan pengujian kuat tekan yang dilakukan untuk
mengetahui keruntuhan benda uji antara mortar repair geopolimer
dengan beton lama. Besarnya nilai kuat tekan sampel mortar geopolimer
dapat dihitung dengan persamaan 2.3. kuat tekan =
𝑃
kg
𝐴
cm 2
(2.3)
Di mana:
P = Gaya penekan (kg) A = Luas penampang yang terkena gaya penekanan (cm2)
b. Kuat geser Mortar Repair Geopolimer
Gambar 2.11. Sketsa Uji Geser Mortar repair Geopolimer pada Beton Lama (A) Tampak 3 Dimensi (B) Tampak Samping (C) Tampak Belakang Kuat geser adalah pendekatan besernya daya ikat antara material lama yaitu beton normal dengan material baru yaitu mortar repair geopolimer (Gambar 2.11) dengan menghitung beban pesatuan luas bidang geser TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
34
BAB II STUDI LITERATUR
yang meneyebabkan benda uji bergeser bila dibebani dengan gaya
tertentu. Penggunaan metode pendekatan kuat geser kayu dilakukan
karena metode yang semula direncanakan yaitu pull-off memerlukan
biaya yang besar, sehingga dibuat pendekatan yang sesuai dengan tujuannya yaitu mengetahui daya ikat material lama dengan material baru
dan kondisi alat uji yang ada di Laboratorium Bahan Politeknik Negeri
Bandung. Besarannya nilai kuat geser dapat dihitung dengan persamaan
rumus (ASTM D 143-52) sebagai berikut:
𝑃
kg
Kuat geser =𝑝.𝑙 (cm 2 )
(2.4)
Di mana: P = Beban maksimum (kg) P = Panjang bidang geser (cm) L = Lebar bidang geser (cm)
2.15. Penelitian yang Sudah Dilakukan
2.15.1. Campuran Mortar Geopolimer Dalam penelitian ini, literatur yang digunakan adalah penelitian yang dilakukan oleh Stephanus Peter dan Ferawati Hariyanto dalam skripsi yang berjudul campuran beton geopolimer mutu tinggi berbahan dasar fly ash, penelitian tersebut dilakukan dengan membuat mortar geopolimer optimum terlebih dahulu dengan parameter pengaruh konsentrasi sodium hidroksida, perbandingan NaOH dan NaSiO4, pengaruh kadar agregat halus, dan pengaruh waktu persiapan larutan alkali. Hasil penelitian yang sudah dilakukan, ditunjukkan pada Gambar 2.12 sampai dengan Gambar 2.15.
TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
35
BAB II STUDI LITERATUR
Gambar 2.12. Perbandingan Kekuatan terhadap Mortar (Stephanus Peter dan Ferawati Hariyanto)
Berdasarkan gambar 2.12 hasil uji tekan yang dilakukan pada umur 7 hari, maka campuran beton dengan konsentrasi 8 M menghasilkan kekuatan beton yang lebih tinggi dibandingkan dengan beton yang menggunakan konsentrasi sodium hidroksida (NaOH) 10 M dan 12 M, namun kekuatan yang dihasilkan tidak terlalu tinggi bahkan dapat digolongkan ke dalam kekuatan yang rendah.
Gambar 2.13. Pembandingan Kekuatan antara Sodium Hidrosida (NaOH) : Sodium Silikat (NaSiO4) (Stephanus Peter dan Ferawati Hariyanto) TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
36
BAB II STUDI LITERATUR
Berdasarkan Gambar 2.13 menunjukkan bahwa, semakin besar sodium silikat (NaSiO4) di dalam perbandingan NaOH : NaSiO4 maka kekuatan yang dihasilkan
untuk menahan tekan semakin besar, sebaliknya semakin kecil kadar sodium (NaSiO4) maka kekuatan pada beton tersebut sangat kecil. Pada waktu silikat
semakin besar kadar sodium hidroksida (NaOH) maka kekuatan beton mulai meningkat, namun tidak memberikan efek yang optimum atau memberikan kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perbandingan antara sodium
hidroksida (NaOH) : sodium silikat (NaSiO4) = 1 : 2.5.
Berdasarkan gambar 2.14 dibawah menunjukkan bahwa jika perbandingan binder : pasir semakin besar maka kekuatan yang dihasilkan semakin kecil, sebaliknya ditunjukkan di dalam perbandingan binder : pasir dalam keadaan jumlah yang sama yaitu 1 : 1, kekuatan yang dihasilkan lebih tinggi yaitu sebesar 40,26 MPa dibandingkan dengan perbandingan binder : pasir = 1:2 dan 1:3. Dalam hal ini perbandingan yang lainnya binder : pasir memiliki kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan yang lainnya dikarenakan jumlah pasir yang digunakan lebih sedikit, sehingga fly ash yang bekerjasama dengan alkali aktivator mmengikat lebih sedikit.
Gambar 2.14. Perbandingan Kekuatan antara Binder : Pasir (Stephanus Peter dan Ferawati Hariyanto) TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
37
BAB II STUDI LITERATUR
Gambar 2.15. Perbandingan Kekuatan antara Lautan Alkali Aktivator yang Didiamkan 1 Hari dengan yang Tidak Didiamkan 1 hari (Stephanus Peter dan Ferawati Hariyanto) Berdasarkan Gambar 2.15, dengan membandingkan kekuatan antara larutan alkaline aktivator yang didiamkan 1 hari dengan yang tidak didiamkan 1 hari dapat ditarik kesimpulan bahwa keadaan alkaline aktivator yang didiamkan 1 hari memiliki kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan alkaline aktivator yang didiamkan 1 hari dan terjadi endapan namun beda kekuatan tidak terlalu signifikan, perbedaan yang besar terjadi pada alkaline aktivator yang tidak didiamkan 1 hari yaitu mempunyai kuat tekan sebesar dengan alkaline aktivator yang didiamkan 1 hari dan terjadi endapan. 2.15.2. Kekuatan Material Lama dan Material Baru
Dalam penelitian yang dilakukan oleh E.N.B.S. Julio, F.A.B. Branco, dan V.D. Silva yang berjudul “Concrete-to-concrete bond strength: influence of an epoxybased bonding agent on a roughened substrate surface”. Sebuah studi eksperimental dilakukan untuk mengevaluasi kekuatan ikatan antara dua lapis TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
38
BAB II STUDI LITERATUR
beton, menggunakan berbagai teknik untuk meningkatkan kekasaran permukaan subsatrat dan bonding agent berbasis epoxy komersial. Sebanyak 40 sampel benda
uji geser miring dan 40 sampel benda uji yang di pull-off. Pertama permukaan
substrat disiapkan oleh kawat menyikat, pasir peledak, chipping dengan bor
ringan, atau dibiarkan bersama sebagaian cor terhadap bekisting baja. Tiga bulan
kemudian, bonding agent diaplikasikan dan beton baru ditambahkan. Tes pull-off dan geser miring dilakukan untuk mengevaluasi kekuatan ikatan dalam tekan dan geser. Analisis hasil menunjukkan bahwa penerapan bonding agent berbasis epoxy
tidak meningkatkan kekuatan ikatan. Untuk metode pelaksanaan dan pengujian dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.16 samapai 2.18, sedangkan hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 2.3.
(A)
(B)
Gambar 2.16. (A) Uji Geser Miring, (B) Test Pull-Off (E.N.B.S. Julio, F.A.B. Branco, dan V.D. Silva)
TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
39
BAB II STUDI LITERATUR
(A)
(B)
Gambar 2.17.(A) Permukaan yang di Treatment dengan Sikat Baja , (B)Permukaan yang di Treatment dengan Bor Ring (E.N.B.S. Julio, F.A.B. Branco, dan V.D. Silva)
(A)
(B)
Gambar 2.18.(A) Permukaan yang di Treatmen dengan Sand Blasting, (B) Penerapan Resin Epoksi pada Permukaan Substrat (E.N.B.S. Julio, F.A.B. Branco, dan V.D. Silva)
TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
40
BAB II STUDI LITERATUR
Tabel 2.3. Hasil Pengujian Geser
(E.N.B.S. Julio, F.A.B. Branco, dan V.D. Silva)
2.15.3. Kuat Geser Material Perbaikan Dalam penelitian yang dilakukan oleh Agus Santoso dan Slamet Widodo yang berjudul Efek Penambahan Serat Polypropoylene Terhadap Daya Lekat dan Kuat Pada Rehabilitas Dengan Self-Compacting Repair Mortar (SCRM). Jenis pengujian yang dilakukan antara lain pengujian kuat lekat, beton lama dan baru ditinjau dari gaya geser dan kuat lenturnya. Untuk menguji gaya geser menggunakan
metode Bi-Surface Direct Shear Test
seperti terlihat pada
Gambar 2.19.
Gambar 2.19. Metode Pengujian Bi-Surface Direct Shear Test (Agus Santoso dan Slamet Widodo)
TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
41
BAB II STUDI LITERATUR
Grafik Gaya Geser
Gaya Geser (MPa)
3 2
1.956
2.519
2.489
2
3
1.704
1 0 0
1
variasi polypropylene
Gambar 2.20. Grafik Hubungan Gaya Geser Dengan Variasi Penambahan Polypropylene (Agus Santoso dan Slamet Widodo)
Dari grafik di atas, kekuatan lekatan antara beton overlay dan substrate ditinjau dari gaya geser, akan opotimum pada penambahan serat propeylene sebesar 2 Kg/m3 dan besarnya kekuatan geser = 2,519 MPa. Serat polypropylene merupakan serat jenis potongan pendek (short cut) yang dapat difungsikan untuk meminimalisir terjadinya microcracks akibat berubahnya volume beton selama proses pengeringan. Serat polypropylene dapat mengendalikan free plastic shrinkage beton segar. Dengan berkurangnya besaran free shrinkage pada beton overlay, maka perbedaan susut antara lapis overlay dengan lapis substrate dapat diminimalisir. Berkurangnya perbedaan susut antara lapis overlay dengan substrate dapat meminimalisir microcracks di sekitar interface beton lama dengan beton baru. Hal ini mendorong kekuatan lekat yang lebih sempurna antara beton lama dengan beton baru, sehingga turut mencegah terjadinya debonding.
TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
42