Bab II Studi Pustaka II.1
Kelarutan
Larutan adalah campuran yang bersifat homogen. Larutan yang menggunakan air sebagai pelarut dinamakan larutan dalam air. Larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah banyak dinamakan larutan pekat.
Jika jumlah zat
terlarutnya sedikit dinamakan larutan encer. Istilah larutan biasanya mengandung arti pelarut cair dengan zat terlarut berupa cairan, padatan, atau gas.(5) Kelarutan adalah jumlah maksimum zat yang dapat larut dalam sejumlah tertentu pelarut/larutan pada temperatur tertentu.(6)
Kelarutan zat dalam air sangat
beragam. Ada zat yang mudah larut dan ada pula zat yang sukar larut. Misalnya, zat yang memiliki kelarutan lebih besar dari 0,02 mol L−1 dianggap mudah larut, sedangkan yang lebih kecil dari nilai itu dianggap sukar larut. Untuk zat yang tergolong mudah larut, kelarutannya dinyatakan dalam gram per 100 gram air. Namun, untuk zat yang tergolong sukar larut dinyatakan dalam mol L−1. Kelarutan suatu zat dalam suatu pelarut dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti temperatur, tekanan, dan konsentrasi zat-zat lain dalam larutan itu.(7)
II.1.1
Pengaruh Temperatur
Secara umum dapat dikatakan bahwa kelarutan zat padat dalam air bertambah besar dengan naiknya temperatur, meskipun dalam beberapa senyawa terjadi yang sebaliknya. Laju kenaikan kelarutan dengan temperatur berbeda-beda, dalam beberapa kasus sangat kecil sekali, dalam kasus lainnya sangat besar. Pada beberapa kasus perubahan kelarutan dengan berubahnya temperatur dapat menjadi dasar untuk pemisahan. Misalnya pemisahan timbal klorida dari campuran yang mengandung perak klorida dan raksa(I) klorida. Dengan penambahan air panas akan melarutkan timbal klorida, tetapi perak klorida dan raksa(I) klorida praktis tidak larut.(8)
Pengaruh temperatur
terhadap kelarutan dari
beberapa senyawa dalam air
(9)
diberikan pada Gambar II.1. 70
NH4Cl
65 60
BaCl2.2H2O K2CO3
Gram zat terlarut per 100 g air
55
Pb(NO3)2
50 45 NaCl
40 35
AlCl3.6H2O
30 Ca(CH3COO)2 25 CuSO4.5H2O 20 15 10 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100 110
o
Temperatur ( C)
Gambar II.1 Pengaruh temperatur terhadap kelarutan dari berbagai zat II.1.2 Pengaruh Tekanan Kerang akan larut ketika jatuh sampai dasar lautan karena kelarutan CaCO3 meningkat akibat kenaikan tekanan.(3)
Perubahan harga Ksp CaCO3 (kalsit)
terhadap perubahan tekanan air laut ditunjukkan dalam Tabel II.1. Tabel II.1 Tekanan terhadap log Ksp CaCO3 pada 25˚C Tekanan (atm) 1 25 250 410 518 690 950
3
Log Ksp -8,48 -8,39 -8,17 -8,00 -7,87 -7,68 -7,45
Tekanan pada dasar lautan biasanya tidak akan lebih dari 1000 atm, tetapi tekanan khususnya dalam geologi bisa lebih tinggi. Pengaruh dari tekanan
dapat
diabaikan untuk kebanyakan situasi yang dijumpai.
II.1.3 Pengaruh Ion Senama
Dengan menambahkan natrium sulfat ke dalam larutan jenuh perak sulfat, maka ion sulfat dari natrium sulfat akan meningkatkan konsentrasi ion sulfat dalam kesetimbangan kelarutan perak sulfat. Persamaan reaksinya: Na2SO4(s) → 2 Na+(aq) + SO42−(aq) Ag2SO4(s)
(1)
2Ag+(aq) + SO42−(aq)
(2)
Menurut prinsip Le Chatelier, kesetimbangan kelarutan perak sulfat (persamaan 2) bergeser ke kiri dan membentuk kesetimbangan yang baru. Beberapa hal yang terjadi dalam kesetimbangan kelarutan yang baru adalah Ag2SO4 mengendap, konsentrasi ion Ag+ lebih kecil dari sebelumnya, dan konsentrasi ion SO42− lebih besar dari sebelumnya.(10) Hal serupa dapat terjadi dengan menambahkan AgNO3(s) ke dalam larutan jenuh Ag2SO4(aq).
Dalam hal ini bisa diprediksi hal-hal yang terjadi dalam
kesetimbangan kelarutan perak sulfat yang baru yaitu Ag2SO4 mengendap, konsentrasi ion Ag+ lebih besar dari sebelumnya, dan konsentrasi ion SO42− lebih kecil dari sebelumnya. Jadi kelarutan senyawa ion yang sukar larut akan lebih rendah bila ke dalam larutan tersebut dilarutkan senyawa lain yang mengandung ion senama.
II.1.4 Pengaruh Ion Tak Senama
Pengaruh ion “tak senama” lebih dikenal dengan istilah pengaruh garam. Pengaruh garam terhadap kelarutan cenderung meningkatkan kelarutan.(5)
4
Data dalam Tabel II.2 memaparkan meningkatnya kelarutan perak klorida dan barium sulfat dalam larutan kalium nitrat. Dalam KNO3 0,010 M kelarutan AgCl naik sekitar 12% dan BaSO4 naik sebesar 70%, dibandingkan kelarutan dalam air.(8) Tabel II. 2 Kelarutan AgCl dan BaSO4 dalam larutan KNO3 Molaritas KNO3 (mol/L) 0,000 0,001 0,005 0,010
Molaritas AgCl (mol/L) 1,00 x 10−5 1,04 x 10−5 1,08 x 10−5 1,12 x 10−5
Molaritas BaSO4 (mol/L) 1,00 x 10−5 1,21 x 10−5 1,48 x 10−5 1,70 x 10−5
Willey juga melaporkan bahwa kristal CaSO4 lebih larut dalam larutan NaCl dari pada dalam air. Kelarutan CaSO4 dalam air adalah 0,016 M dan kelarutannya dalam larutan NaCl 0,25 M adalah 0,023 M.(11) Demikian pula Marzzacco, melaporkan bahwa kelarutan kalium bitartrat meningkat dengan meningkatnya konsentrasi NaCl dan MgSO4 dalam larutan.(4) Larutan elektrolit sangat encer memiliki koefisien aktivitas mendekati satu. Semakin besar konsentrasi larutan elektrolit, koefisien aktivitasnya semakin kecil akibat semakin besarnya gaya tarik antara ion-ion yang berbeda muatan.(8) Ungkapan hasil kali kelarutan untuk AgCl dapat dinyatakan dengan persamaan (3) berikut ini: a Ag + x aCl − = K sp
o
(3)
Dengan Kspo adalah tetapan kesetimbangan yang dinyatakan dalam aktivitas. Hubungan aktivitas dengan konsentrasi dinyatakan dengan persamaan (4) berikut ini: a = γ x M
(4)
dimana a = aktivitas, γ = koefisien aktivitas, dan M = molaritas. Bila dinyatakan dalam konsentrasi, hasil kali kelarutan AgCl menjadi:
γ Ag .[Ag + ] x γ Cl .[Cl - ] = K sp o +
(5)
-
5
+
-
[Ag ] x [Cl ] =
K sp
o
γ Ag . γ Cl +
= Ksp
(6)
-
Dari persamaan (6) terlihat bahwa semakin kecil koefisien aktivitas ion-ion Ag+ dan Cl−, makin besar hasil kali konsentrasi molar kedua ion itu.
II.1.5 Pengaruh pH Larutan
Kelarutan dari zat terlarut yang bersifat ionik sangat dipengaruhi oleh pH jika terjadi reaksi asam-basa dalam larutan.(10) Dengan menambahkan asam kuat ke dalam larutan yang mengandung ion fluorida (F−), maka ion F− (yang relatif bersifat basa kuat) akan mengambil proton dari H3O+ dan membentuk asam lemah HF. Reaksinya merupakan kebalikan dari ionisasi dari HF. H3O+(aq) + F−(aq) → HF(aq) + H2O(l) Asam(1)
Basa(2)
Asam(2)
(7)
Basa(1)
Sebagai contoh larutan yang mengandung ion F− adalah larutan jenuh kalsium fluorida. Reaksi kesetimbangan kelarutannya dinyatakan dengan persamaan (8). CaF2(s)
Ca2+(aq) + 2F−(aq)
(8)
Menurut prinsip Le Chatelier, penambahan asam menyebabkan ion F−(aq) diubah menjadi HF(aq) menurut persamaan (9). 2H3O+(aq) + 2F−(aq)
2 HF(aq) + 2 H2O(l)
(9)
Kesetimbangan (8) bergeser ke kanan yaitu ke arah melarutnya CaF2(s). Kelarutan dari perak klorida tidak bergantung pada pH.(10) Senyawa AgCl(s) tidak melarut dalam larutan encer HNO3(aq). Ion klorida merupakan basa konjugat yang sangat lemah dari asam kuat HCl, tidak mengikat proton dari H3O+. Persamaan reaksinya dinyatakan dengan persamaan (10). H3O+(aq)
+ Cl–(aq) → tidak bereaksi
Sehingga, kelarutan AgCl(s) tidak meningkat pada pH rendah.
6
(10)
Ion karbonat merupakan basa yang kekuatannya sedang, sehingga kelarutan karbonat sangat bergantung pH.(10) Bila asam ditambahkan pada senyawa CaCO3, ion-ion karbonat dengan cepat berubah menjadi ion-ion hidrogen karbonat, dan ion-ion ini bereaksi lebih lanjut membentuk asam karbonat, yang selanjutnya terdisosiasi menjadi CO2(g) dan air. Persamaan reaksinya: CO32−(aq) + H3O+(aq) → HCO3−(aq) + H2O(l)
(11)
HCO3−(aq) + H3O+(aq) → H2CO3(aq) + H2O(l)
(12)
H2CO3(aq) → H2O(l) + CO2(g)
(13)
Seyawa CO2(g) melepaskan diri dari campuran. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa senyawa karbonat yang sukar larut akan meningkat kelarutannya dalam larutan asam.
II.1.6 Pembentukan Ion Kompleks
Tabel II.3 menunjukkan data kelarutan AgCl(s) dalam larutan yang mengandung ion senama Cl−.(10) Tabel II.3 Kelarutan perak klorida dalam larutan NaCl [Cl–] dalam NaCl(aq) (M) 0,000 0,0039 0,036 0,35 1,4 2,9
Kelarutan menurut Prediksi Kelarutan hasil Pengukuran (mol AgCl/L x 10–5) (mol AgCl/L x 10–5) 1,3 1,3 0,0046 0,072 0,00050 0,19 0,000051 1,7 0,000013 18 0,0000063 1000
Melalui perhitungan dapat diprediksi bahwa kelarutan AgCl(s) dalam larutan yang mengandung ion senama Cl− lebih kecil dibandingkan dalam air, dan kelarutannya semakin kecil seiring meningkatnya konsentrasi ion klorida dalam larutan. Terlihat pada Tabel II.3 bahwa pengukuran kelarutan tidak sesuai dengan hasil prediksi, di mana kelarutan AgCl(s) secara nyata meningkat seiring meningkatnya konsentrasi ion Cl− dalam larutan NaCl. Fakta ini terjadi karena dengan bertambahnya konsentrasi ion klorida akan menyebabkan terbentuknya
7
ion kompleks [AgCl2]−. Persamaan reaksi pembentukan ion komplek [AgCl2]− adalah: Ag+(aq) + 2 Cl−(aq) → [AgCl2]−(aq)
(14)
II.2 Mengukur Kelarutan Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menentukan kelarutan, yaitu penemuan kembali zat terlarut setelah penguapan suatu larutan, penentuan zat terlarut yang hilang selama penjenuhan, titrasi untuk menentukan spesi dalam larutan, penentuan secara kolorimetri, penentuan pH larutan, penentuan aktivitas, analisis gravimetri terhadap kation, dan pengamatan terhadap titik kristalisasi.(12) Untuk mengukur kelarutan Ca(OH)2 dapat dilakukan melalui pengukuran konsentrasi ion OH− dalam larutan jenuhnya. Pengukuran konsentrasi ion OH− dapat dilakukan dengan metode titrasi menggunakan larutan asam yang konsentrasinya telah diketahui.(13)
II.2.1 Analisis Titrimetri
Istilah analisis titrimetri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat, yang diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan dari zat yang akan ditetapkan. Larutan dengan konsentrasi yang diketahui tepat itu, disebut larutan standar. Konsentrasi larutan yang hendak ditetapkan, dihitung berdasarkan volume larutan standar yang digunakan menurut reaksi kimia yang diketahui. Larutan standar biasanya ditambahkan dari sebuah buret. Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat sempurna, disebut titrasi. Titik di mana reaksi itu tepat sempurna, disebut titik ekivalen. Sempurnanya titrasi harus terdeteksi oleh suatu perubahan yang dapat diamati oleh mata, yang dihasilkan oleh larutan standar itu sendiri atau oleh penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal
8
sebagai indikator. Setelah reaksi antara analit dan larutan standar sempurna, indikator harus memberikan perubahan visual yang jelas dalam cairan yang sedang dititrasi. Titik di mana terjadinya perubahan tersebut disebut sebagai titik akhir titrasi. Pada titrasi yang ideal, titik akhir yang terlihat akan terjadi bersamaan dengan titik akhir stoikiometri. Namun dalam prakteknya akan terjadi perbedaan yang disebut sebagai kesalahan dalam titrasi. Indikator dan kondisikondisi eksperimen harus dipilih sedemikian rupa sehingga perbedaan antara titik akhir terlihat dan titik ekivalen menjadi sekecil mungkin. Agar dapat digunakan dalam analisis titrimetri, suatu reaksi harus memenuhi kondisi-kondisi berikut.(9) 1. Harus ada suatu reaksi yang sederhana, yang dapat dinyatakan dengan suatu persamaan kimia, zat yang akan ditetapkan harus bereaksi sempurna dengan pereaksi dalam perbandingan yang stoikiometrik. 2. Reaksi harus berjalan sangat cepat. 3. Harus ada perubahan yang menyolok dalam energi bebas yang menimbulkan perubahan dalam beberapa sifat fisika atau kimia larutan pada titik ekivalen. 4. Harus tersedia suatu indikator untuk menetapkan titik akhir reaksi. Jika tidak tersedia indikator yang dapat dilihat mata untuk mendeteksi titik ekivalen, titik ekivalen ini juga dapat ditetapkan dengan mengikuti hal-hal berikut selama jalannya titrasi, antara lain (a) perubahan potensial antara sebuah elektroda indikator dan sebuah elektroda pembanding (titrasi potensiometri), dan (b) perubahan dalam konduktivitas listrik larutan itu (titrasi konduktometri). Analisis titrimetri yang melibatkan reaksi asam-basa disebut asidimetri. Asidimetri dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi basa bebas dalam larutan dengan suatu larutan asam standar. Dalam reaksi antara asam dan basa dihasilkan molekul air. Persamaan reaksinya: H+(aq) + OH−(aq) → H2O(l)
(15)
9
II.2.2 Larutan Standar
Larutan standar adalah suatu larutan yang mengandung reagensia dengan bobot yang diketahui dalam suatu volum tertentu larutan.(9) Bila reagensia tidak tersedia dalam bentuk murni seperti kebanyakan hidroksida alkali dan beberapa asam anorganik, maka disiapkan larutan dengan konsentrasi mendekati yang diperlukan. Larutan ini selanjutnya distandarkan melalui titrasi terhadap larutan dari zat murni dengan konsentrasi yang diketahui. Untuk membuat larutan standar, dibutuhkan zat yang tergolong standar primer. Standar primer adalah suatu zat yang tersedia dalam bentuk murni atau keadaan dengan kemurnian yang diketahui, yang digunakan untuk menstandarkan suatu larutan.(8) Suatu zat standar primer harus memenuhi persyaratan berikut.(9) 1. Zat harus mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan (sebaiknya pada temperatur 110 – 120oC) dan mudah dipertahankan dalam keadaan murni. 2. Zat tidak boleh higroskopik, tidak dioksidasi oleh udara, atau dipengaruhi oleh karbon dioksida. Standar ini harus dijaga agar komposisinya tidak berubah selama penyimpanan. 3. Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uji-uji kualitatif atau uji-uji lain yang kepekaannya diketahui (jumlah total zat-zat pengotor, umumnya tak boleh melebihi 0,01 – 0,02 persen). 4. Zat harus mempunyai ekivalen yang tinggi, sehingga kesalahan penimbangan dapat diabaikan. 5. Zat harus mudah larut pada kondisi yang digunakan. 6. Reaksi dengan larutan standar itu harus stoikiometrik dan cepat. Zat-zat yang biasa digunakan sebagai standar primer dalam reaksi asam basa adalah natrium karbonat Na2CO3, natrium tetraborat Na2B4O7, kalium hidrogen ftalat KH(C8H4O4), asam klorida bertitik didih konstan, kalium hidrogen iodat KH(IO3)2, dan asam benzoat H(C7H5O2).
10
II.2.3 Standarisasi Larutan HCl
Larutan asam klorida dapat distandarisasi melalui dua metode yaitu titrimetri dan gravimetri menurut persamaan reaksi (16), (17), dan (18).(14) OH−
+
(NaOH) 2H+
H+ →
H2O
(16)
(HCl) +
(HCl)
CO32−
→
H2CO3
(17)
(Na2CO3)
Cl− + Ag+ →
AgCl(s)
(18)
Masing-masing metoda memiliki keuntungan dan kelemahan tersendiri. Dalam penelitian ini, untuk menstandarisasi larutan HCl digunakan metode titrimetri dengan standar primer natrium karbonat. Adapun langkah-langkah kerjanya sebagai berikut: 1. Mengeringkan 1 gram natrium karbonat pada temperatur 110˚C selama 2 jam dalam botol timbang. 2. Menimbang sebanyak dua kali masing-masing 0,2 gram natrium karbonat, kemudian masing-masing dilarutkan dalam 50 mL aquades. 3. Dipipet 10 mL dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 100 mL, kemudian ditambah 2 tetes indikator metil merah. 4. Mentitrasi larutan natrium karbonat dengan larutan asam klorida yang konsentrasinya kira-kira 0,1M sampai berwarna merah. Larutan kemudian dididihkan selama dua menit dan warnanya menjadi kuning, didinginkan pada temperatur kamar, dan titrasi dilanjutkan sampai warna larutan menjadi merah tajam. 5. Langkah 3 dan 4 diulangi 3 kali.
II.2.4 Indikator Asam-Basa
Ada sejumlah indikator asam-basa yang memberikan warna berbeda bergantung pada konsentrasi ion hidrogen dalam larutan. Ciri khas dari indikator ini adalah bahwa perubahan dari warna yang dominan ‘asam’ menjadi warna yang dominan
11
‘basa’ tidaklah mendadak dan sekaligus, tetapi berjalan di dalam suatu interval pH (biasanya kira-kira dua satuan pH) yang dinamakan selang perubahan warna indikator. Untuk titrasi asam basa, dapat dipilih suatu indikator yang memperlihatkan perubahan warna yang jelas pada pH yang dekat dengan pH titik ekivalennya. Tabe II.4 berikut ini memaparkan beberapa indikator asam-basa lengkap dengan selang perubahan warna indikator:(8) Tabel II.4 Beberapa indikator asam-basa Perubahan Warna dengan Naiknya pH Merah – kuning Merah – kuning Merah – biru Tak berwarna – merah Tak berwarna – biru
Indikator Metil jingga Metil merah Lakmus Fenolftalein Timolftalein
Selang pH 3,1 – 4,4 4,2 – 6,2 5,0 – 8,0 8,0 – 9,6 9,3 – 10,6
Indikator fenolftalein merupakan asam diprotik dan tidak berwarna. Jika indikator fenolftalein dinyatakan dengan H2In, maka reaksi disosiasi dalam larutannya dapat dinyatakan dengan persamaan (19) dan (20). H2In(aq) + H2O(l)
HIn−(aq) + H3O+(aq)
(tak berwarna)
(tak berwarna)
HIn−(aq)
In2−(aq) +
(Tak berwarna)
(merah)
H3O+(aq)
(19) (20)
Indikator asam-basa yang berupa senyawa asam lemah secara umum dirumuskan HIn, di mana In adalah bagian indikator yang terlepas dari ion hidrogen. Persamaan reaksi ionisasinya: HIn(aq) (warna A)
H+(aq) + In−(aq)
(21)
(warna B)
12
Maka konstanta kesetimbangannya: [H + ] [Ind - ] Kin = [HInd]
(22)
Intensitas warna A sebanding dengan konsentrasi molekul HIn dan intensitas warna B sebanding dengan konsentrasi ion In−.
[H + ] = K In
[HIn] [In - ]
pH = pK In + log
(23)
[warna B] [ warna A]
(24)
Mata manusia hanya dapat mengamati perubahan warna antara perbandingan dan
10
1
untuk
[ warna B]
[ warna A]
1 10
. Indikator metil merah dan fenolftalein memiliki harga
pKIn berturut-turut 5,1 dan 9,4.(15) Untuk memilih indikator yang tepat dalam menentukan titik akhir titrasi dapat menggunakan kurva titrasi, misalnya kurva titrasi basa kuat dengan asam kuat yang tertera pada Gambar II.2.
fenolftalein Titik ekivalen Metil jingga
Volume asam yang ditambahkan (mL)
Gambar II.2 Kurva titrasi basa kuat dengan asam kuat
13
Gambar II.2 menunjukkan kurva pH untuk penambahan asam kuat pada basa kuat. Bagian yang diarsir pada gambar tersebut adalah rentang pH untuk metil jingga dan fenolftalein. Terlihat bahwa untuk indikator fenolftalein dan metil jingga tidak menunjukkan perubahan warna tepat pada titik ekivalen. Akan tetapi, kurva menurun tajam pada titik ekivalen dan ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan pada volume asam yang ditambahkan. Jika menggunakan indikator fenolftalein, titrasi berlangsung sampai fenolftalein berubah menjadi tak berwarna (pada pH 8,8) dan itu adalah titik terdekat dengan titik ekivalen. Jika menggunakan metil jingga, titrasi berlangsung sampai larutan berwarna jingga. II.3 Kalsium Hidroksida
Istilah kapur digunakan untuk dua senyawa kalsium yang berbeda.(5) Senyawa pertama adalah CaO yang disebut kapur tohor (quick lime). Kapur tohor dibuat menurut reaksi yang disebut kalsinasi. Persamaan reaksinya: CaCO3(s) → CaO(s) + CO2(g)
(25)
Senyawa kedua adalah Ca(OH)2 yang disebut kapur mati (slaked lime) dan dibuat menurut persamaan reaksi: CaO(s) + H2O(l) → Ca(OH)2(s)
(26)
Basa Ca(OH)2 pada 25˚C mempunyai tetapan basa K1 = 4 x 10−2 dan K2 = 3,74 x 10−3.(7) Larutan kalsium hidroksida jenuh pada temperatur 25˚C memiliki konsentrasi 0,0203 M dan pH = 12,45.(9) Kelarutan Ca(OH)2 dalam air semakin rendah dengan meningkatnya temperatur. Tabel II.5 secara khusus memaparkan kelarutan kalsium hidroksida dalam air pada beberapa temperatur.(16) Tabel II.5 Kelarutan Ca(OH)2 pada beberapa temperatur Temperatur (oC) 0 10 20 40 60
Kelarutan Ca(OH)2 dalam gram per 100 gram air 0,185 0,176 0,165 0,141 0,116
14
Kalsium hidroksida secara luas digunakan dalam industri kimia, antara lain untuk menghilangkan gas hidrogen sulfida dari gas batu bara, untuk membuat amonia dari amonium klorida, melunakkan air sadah, industri mortar dan semen, serta untuk menetralisasi kelebihan asam dalam tanah.(17)
II.4 Metode Eksperimen dalam Pembelajaran
Pengajaran adalah suatu usaha yang bertujuan merubah tingkah laku. Pengajaran merupakan proses yang berfungsi membimbing siswa dalam mengembangkan diri sesuai dengan tugas-tugas perkembangan yang harus dijalankan. Tugas perkembangan tersebut mencakup kebutuhan hidup baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat. Bilamana ditinjau secara luas tampak bahwa manusia yang hidup dan berkembang adalah manusia yang selalu berubah dan perubahan itu merupakan hasil belajar. Agar peristiwa belajar itu berlangsung secara sadar dan terarah maka perlu dibimbing secara sistematis oleh seorang guru. Dalam pembelajaran, guru hendaknya menciptakan situasi yang disebut interaksi edukatif. Dalam interaksi edukatif terdapat enam unsur berikut: 1. ada bahan yang menjadi isi proses. 2. ada tujuan yang jelas akan dicapai. 3. ada siswa yang aktif mengalami. 4.
ada guru yang melaksanakan.
5.
ada metode tertentu untuk mencapai tujuan.
6. interaksi berlangsung dalam ikatan situasional.(18) Setelah guru menetapkan tujuan pembelajaran, serta ditunjang faktor lainnya seperti sifat individual siswa dan sarana yang tersedia di sekolah, guru dapat memilih satu atau serangkaian metode yang efektif. Salah satu metode penting yang harus dikuasai guru kimia adalah metode eksperimen. Dengan metode eksperimen, siswa dapat memperoleh pengetahuan berupa:
15
1. Bagaimana proses mengaturnya? Misalnya: merangkai alat-alat distilasi. 2. Bagaimana proses membuatnya? Misalnya: membuat larutan NaOH 0,1 M; membuat gas oksigen. 3. Bagaimana proses bekerjanya? Misalnya: mengamati jalannya distilasi memisahkan air dari larutan garam. 4. Bagaimana proses mengerjakannya atau menggunakannya? Misalnya: menggunakan gelas ukur untuk mengukur volume cairan. 5. Terdiri dari apa? Misalnya: menganalisis adanya vitamin C dalam sari buah jambu biji. 6. Cara manakah yang lebih baik? Misalnya: untuk menentukan sifat asam atau basa suatu larutan dapat dengan cara mencicipi atau menggunakan indikator asam basa. 7. Bagaimana
kita
mengetahui
kebenarannya?
Misalnya:
membuktikan
kebenaran hukum kekekalan massa. Beberapa keuntungan bagi siswa pada penggunaan metode eksperimen: 1. Siswa dapat menemukan sendiri fakta yang dicari dengan menggunakan kelima inderanya. 2. Siswa dapat mengaitkan apa yang dilakukannya di laboratorium dengan apa yang akan dan telah dipelajarinya. 3. Siswa dapat menjalin kerja sama dengan teman kelompoknya. 4. Siswa berkesempatan bekerja melalui langkah-langkah metoda ilmiah. Sedangkan kendala yang memungkinkan terjadi dalam menggunakan metode eksperimen dalam pembelajaran kimia adalah: 1. Alat-alat dan bahan kimia yang tidak tersedia dengan memadai. 2. Ada beberapa eksperimen yang memerlukan waktu yang lama. 3. Kurangnya pengetahuan
dan pengalaman siswa tentang sifat-sifat bahan
kimia dan penggunaan alat-alat. 4. Kurangnya persiapan dan pengalaman guru.
16
Ada beberapa aktivitas yang hendaknya dilakukan oleh guru dalam menerapkan metode eksperimen, yaitu: 1. Menjelaskan tujuan praktikum kepada siswa sehingga siswa mengetahui pertanyaan yang harus dijawab melalui data hasil eksperimen. 2. Menjelaskan prosedur eksperimen, bahan-bahan yang diperlukan, variabel yang perlu dikontrol, dan data yang perlu dicatat. 3. Membantu siswa dalam mengambil bahan kimia dan menggunakan alat yang tersedia. 4. Mendiskusikan hasil eksperimen. Dalam penyelenggaraan eksperimen di laboratorium Hansen berpendapat bahwa kegiatan eksperimen hendaknya bersifat aman, sederhana, murah, mudah disediakan, dan dapat memberikan penjelasan terhadap suatu konsep yang sedang dipelajari.(19)
17