BAB II SIKAP SOSIAL DAN LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL 1. Sikap Sosial 1. Pengertian Sikap Sosial Sebelum lebih jauh membahas tentang sikap sosial, terlebih dahulu perlu diketahui apa sebenarnya yang dimaksud dengan sikap itu. Sikap dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan untuk memberi respon baik positif atau negatif, terhadap orang-orang, benda-benda atau situasi tertentu”.1 Feisbin dan Ajzen, seperti yang dikutip oleh Robert S. Fieldman, mengatakan bahwa : An attitude is a learned predispasition to respond in consistenly favorable or unfavorable manner with respect to given objects.2 Artinya, sikap adalah suatu kecenderungan yang dipelajari untuk merespon dengan cara menyenangi atau tidak menyenangi obyek yang diterima (yang berlangsung) secara konsisten. Musthafa Fahmi berpendapat bahwa : 3
Artinya, sikap sesungguhnya adalah suatu keadaan yang bersifat aqliyah yang cenderung menerima respon individu. Dalam Islam, sikap lebih dikenal dengan “akhlak”. Sejalan dengan itu Imam al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai berikut:
1
Kartini Kartono dan Dali Gulo, Kamus Psikologi, (Jakarta : Pionir Jaya, 1985, hlm. 35.
2
Robert S. Fieldman, Social Psychology, (New York : Mc. Graw Hill Book Company Inc, 1985), hlm. 120. 3
Musthafa Fahmi, Syikuljiyat at-Ta’alumi, (Mesir : Maktabah Mesir, t.th.), hlm. 163.
() * + $,- (." / $ 0 . 1 !" #$%" & ' 23$3 4 5 6 78 !9 )23 Artinya, Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dari padanya muncul tingkah laku secara mudah yang tidak memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.”4 Sedangkan menurut W.S. Winkel sikap adalah kecenderungan menerima atau menolak terhadap suatu obyek.5 Jadi sikap adalah suatu kecenderungan atau kesiapan atau kesediaan seseorang untuk merespon atau bertindak baik secara positif maupun negatif terhadap obyek-obyek tertentu. Respon positif berkaitan dengan kecenderungan untuk menyenangi atau mendekati obyek. Sedangkan respon negatif berarti kecenderungan untuk menjauhi atau menghindari obyek. Dari uraian beberapa pendapat para ahli di atas, dapat menyimpulkan sebagai berikut: a. Sikap adalah tendensi seseorang bersifat positif atau negatif. b. Sikap memungkinkan timbulnya tindakan atau reaksi atas tingkah laku. c. Sikap selalu tertuju kepada obyek tertentu. d. Sikap merupakan proses langsung secara sadar.
2. Ciri-ciri Sikap Menurut Sarlito Wirawan Sarwono ada beberapa ciri sikap yang membedakannya dengan aspek psikis lainnya, yaitu:6 4
Imam Abi Hamid Muhammad bin al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin Juz III, (Beirut : Dar alFikr, t.th.), hlm. 58. 5
hlm. 30.
WS. Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, (Jakarta : Gramedia, 1983),
a. Dalam sikap selalu terdapat hubungan subyek-obyek, tidak ada sikap yang tanpa obyek. Obyek ini bisa berupa benda, orang kelompok orang, nilai-nilai sosial, pandangan hidup, hukum, lembaga masyarakat dan sebagainya. b. Sikap tidak di bawa sejak lahir, melainkan dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman-pengalaman. c. Karena sikap dipalajari, maka sikap bisa berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan di sekitar individu yang bersangkutan pada saatsaat yang berbeda-beda. d. Dalam sikap tersangkut juga faktor motivasi dan perasaan. Inilah yang membedakannya dengan, misalnya, pengetahuan. e. Sikap tidak menghilangkan walaupun kebutuhan sudah dipenuhi, jadi berbeda dengan refleks atau dorongan misalnya, seorang yang gemar nasi goreng, akan tetapp mempertahankan kegemarannya itu, sekalipun ia baru saja makan nasi goreng sampai kenyang. f. Sikap tidak hanya satu macam saja, melainkan sangat bermacammacam sesuai dengan banyaknya obyek yang dapat menjadi perhatian orang yang bersangkutan. 3. Faktor yang mempengaruhi sikap Sikap sosial tidak ubahnya dengan sikap secara umum. Yang membedakan hanyalah terletak pada obyek atau stimulan yang dihadapi individu, terbentuknya sikap sosial atau sikap secara umum tidak terjadi dengan sendirinya, namun pembentukan sikap itu senantiasa berlangsung dalam interaksi sosial, baik dalam kelompok maupun luar kelompok. Dalam proses interaksi, satu sama lain adalah saling menerima dan memberi. Namun faktor selektifitas adalah sangat penting untuk menerima
6
hlm. 95.
Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta : Bulan Bintang, 1976),
atau menjauhi suatu stimulan sehingga seseorang dapat menentukan respon yang bagaimana yang diinginkan. Pada dasarnya faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap adalah: a.
Faktor eksternal Yang dimaksud faktor eksternal adalah hal atau keadaan yang ada di luar merupakan rangsangan stimulasi untuk membentuk atau mengubah sikap seseorang. Dalam hubungannya secara langsung ada komunikator sikap tertentu. Sedangkan yang tidak langsung yaitu dengan perantaraan alat-alat komunikasi. Di mana menciptakan situasi dengan baik sengaja yang memungkinkan dalam menimbulkan perubahan atau pembentukan suatu sikap yang dikehendaki.7 Sedangkan menurut Sarlito Wirawan Sarwono, pembentukan sikap sangat dipengaruhi oleh faktor luar: 1. “Obyek yang dijadikan sasaran sikap 2. Kewibawaan orang yang mengemukakan suatu sikap 3. Sifat orang-orang atau kelompok yang mendukung sikap tertentu 4. Media komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan sikap 5. Situasi pada saat sikap itu dibentuk”.8 Mengenai faktor ini, WA Gerungan mengutip pendapat M. Syarief bahwa sikap dapat dibentuk atau diubah melalui dua hal yaitu: a) Interaksi kelompok, yaitu adanya hubungan dua arah yang langsung antar manusia. b) Komunikasi yaitu terjadinya pengaruh (hubungan) langsung dari satu pihak saja.9
7
Bimo Walgito, Psikologi Sosial Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Andi Ofset, 1991), hlm.
8
Sarlito Wirawan Sarwono., loc., cit.
9
W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung : 1991), hlm. 156.
120.
b. Faktor Internal Adalah faktor-faktor yang terdapat pada diri
orang yang
bersangkutan sendiri, seperti selektifitas. Kita tidak dapat menangkap seluruh rangsang dari luar melalui perspektif kita. Oleh karena itu kita harus memilih rangsangan mana yang harus kita jauhi. Pilihan ini ditentukan oleh motif-motif dan kecenderungan-kecenderungan dalam diri kita. Karena harus memilih inilah kita menyusun sikap positif terhadap satu hal dan membentuk sikap negatif terhadap hal lainnya.10 Teori Nativisme mengatakan : “perkembangan individual itu semata-mata tergantung kepada faktor-faktor dasar”11 Menurut teori ini pembawa atau faktor dasar merupakan faktor pertama atau utama bagi pembentukan sikap seseorang. 4. Pengertian Interaksi Sosial Sebagaimana kita ketahui bahwa manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang selalu membutuhkan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri bahwa manusia harus selalu berhubungan dengan manusia lain. Hubungan manusia dengan lainnya inilah yang disebut dengan interaksi sosial. Sosial adalah hubungan seorang individu dengan yang lainnya dari jenis yang sama, atau pada senjumlah individu yang membentuk lebih banyak atau lebih sedikit kelompok-kelompok yang terorganisir, juga tentang
kecenderungan-kecenderungan
dan
impuls-impuls
yang
berhubungan dengan yang lainnya.12 Interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar individu dengan individu, antar 10
Sumadi Suryabrata, Psikologi Perkembangan II, (Yogyakarta : Fak. Psikologi UGM, 1980), hlm. 111. 11 12
Bimo Walgito, Psikologi Sosial Pengantar, op. cit., hlm. 120.
G. Karta Sapoetra, Hartini, Kamus Sosiologi dan Kependudukan, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), hlm. 382.
kelompok dengan kelompok lain, ataupun antara individu dengan kelompok.13 Jadi interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena interakasi sosial tak akan mungkin ada kehidupan bersama, bertemunya orang perorangan secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelopok sosial. Pergaulan hidup dalam suatu kelopok sosial, pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang-orang atau kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara, dan seterusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama mengadakan persaingan, penelitian dan lain sebagainya. Kehidupan sosial itu sendiri tercermin dalam bentuk hubungan sosial yang didasari oleh rasa kasih sayang, tolong-menolong, hormat-menghormati, tenggang rasa dan sebagainya, yang semua itu merupakan hal-hal penting dalam ukhuwah. Ini berlaku baik antar umat Islam khususnya, maupun antar individuibdividu manusia pada umumnya. Karena itu, Hammudah Abdallati, dalam bukunya Islam In Focus juga menyatakan suatu bentuk struktur kehidupan sosial secara lebih jelas sebagai berikut : The structure of social life in Islam is very lofty, sound and comprehensive. Among the substantial elements of this structure are sincere love for one’s fellow human beings, mercy for young, respect for elders, visiting the sick, relieving the grieved-genuine feelings of brotherhood and social solidarity, respect for the rights of other people to life, property, and honor, mutual responsibility between the individual and society.14 Artinya : Struktur kebudayaan sosial dalam Islam sangatlah (diatur) dengan baik, tegas dan komprehensif, di antara unsur-unsur utama dari struktur ini adalah rasa saling cinta antar umat manusia, menyayangi yang lebih muda, menghormati yang lebih tua. Seiring sejalan dan menghibur orang yang sedang mendapat musibah, 13
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1990), hlm. 57. 14
hlm. 121.
Hammudah Abdallati, Islam In Focus, (USA : American Trust Publications, 1975),
menjenguk orang yang sedang sakit, meringankan beban orang yang sedang kesulitan, menciptakan rasa persaudaraan dan solidaritas sosial, menghormati hak-hak orang lain untuk memperoleh penghidupan yang layak, mencari kekayaan dan menjadi terhormat, serta melaksanakan tanggung jawab pribadi dan masyarakat. Jelasnya kehidupan sosial yang ideal yang syarat dengan nilai dan norma sosial yang mengarah kepada menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang serasi, yang dilandasi dengan rasa setia kawan, kerja sama, interdependen dan seimbang. Nilai-nilai tersebut merupakan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam. Oleh karena itu dapat dijadikan sebagai kerangka kehidupan sosial, agar tercipta suatu tatanan kehidupan sosial yang harmonis, dinamis dan sesuai dengan ajaran Islam. Maka kesimpulannya adalah bahwa manusia selalu hidup bersama atau kelompok pergaulan hidup yang berjiwa kekeluargaan dianggapnya sebagai kodrat Tuhan yang menciptakan manusia sebagai isi alam semesta yang hidupnya selalu bersama. 5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Interaksi Sosial. Berlangsungnya suatu proses interaksi sosial dipengaruhi oleh banyak faktor tertentu. Faktor tersebut terdiri dari faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. a. Imitasi Imitasi sering disebut dengan meniru sesuatu. Faktor imitasi merupakan faktor yang penting dalam proses interaksi sosial. dalam fase dini dalam kehidupannya, manusia banyak belajar tentang berbagai kebiasaan dan tingkah laku kedua orang tua dan saudarasaudaranya.15 Imitasi tersebut dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Apabila yang 15
M. Utsman Najati, Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, (Bandung : Pustaka, 1985), hlm. 175.
ditiru adalah tindakan-tindakan positif, maka akan mengakibatkan halhal yang positif pula. Sebaliknya apabila yang ditiru adalah tindakantindakan yang negatif, maka akan mengakibatkan hal-hal yang negatif pula. Disamping itu, imitasi juga dapat melemahkan atau bahkan mematikan pengembangan daya kreasi seseorang. b. Sugesti Sugesti dalam ilmu jiwa sosial dapat dirumuskan sebagai suatu proses di mana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritrik lebih dahulu.16 Faktor sugesti ini hampir sama dengan imitasi, tetapi titik tolaknya berbeda : Sugesti dapat terjadi, apabila seseorang memberikan suatu pandangan atau sikap yang berasal dari dalam dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain. Kemudian pihak lain yang menerimanya itu sedang dilanda emosi berlebih sehingga daya fikirnya secara rasional terhambat. Oleh karena itu dia menjadi menerima
begitu
saja
pandangan
atau
sikap
tersebut
tanpa
pertimbangan-pertimbangan yang bersifat rasional. Sugesti ini juga dapat terjadi apabila orang yang memberikan pandangan atau sikap itu adalah orang yang berwibawa atau mungkin sifatnya yang otoriter. Dengan demikian, seseorang mau tidak mau harus menerima apa yang diberikan oleh orang tersebut. Selain itu, sugesti juga dapat terjadi, apabila yang memberikan pandangan atau sikap tersebut adalah kelompok mayoritas dari suatu masyarakat. Oleh karena itu bagian lain yang minoritas harus menerimanya. c. Identifikasi
16
W.A. Gerungan, Dip. L. PSYCH, Psikologi Sosial, (Bandung : Penerbit PT. Eresco, 1991), hlm. 61.
Identifikasi adalah sebuah istilah dari psikologi Sigmund Freud dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan seorang lain.17 Identifikasi merupakan kecenderungan-kecenderungan atau keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan orang atau fihak lain. Identifikasi ini bersifat lebih mendalam dari pada imitasi. Dengan identifikasi, kepribadian seseorang dapat terbentuk. Perasaan identifikasi kelas sosial cukup penting, sebab orang cenderung meniru norma-norma perilaku kelas sosial yang dianggap sebagai kelas sosial lainnya.18 Proses identifikasi dapat berlangsung secara sengaja (sadar) atau tidak sengaja (tidak sadar). Dalam proses tersebut, diperlukan adanya tipe-tipe ideal tertentu pada pihak yang dijadikan sebagai obyek identifikasi. Proses identifikasi bberlangsung dalam suatu keadaan, dimana seseorang yang beridentifikasi benar-benar mengenal pihak lain, sehingga pandangan, sikap ataupun kaidah-kaidah yang ada pada pihak lain tersebut dapat melembaga dalam dirinya dan dia benarbenar dapat menjiwainya. Identifikasi mengakibatkan terjadinyaq pengaruh-pengaruh yang lebih mendalam dari pada proses imitasi dan sugesti. d. Simpati Simpati adalah suatu proses di mana seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam proses ini, yang memegang peranan adalah perasaan. Dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk belajar dari pihak lain yang lebih tinggi kedudukannya dan lebih dihormati. Hal ini mungkin karena oleh adanya kelebihan-kelebihan tertentu yang dimilikinya yang patut dijadikan contoh. Simpati ini hanya dapat
17 18
Ibid., hlm. 67.
Poul B. Horton. Chester L. Hunt, Alih bahasa, Drs. Aminuddin Ram, M.Ed., Sosiologi, (Jakarta : Erlangga, 1999), hlm. 12 .
berkembang dalam suatu relasi kerja sama antara dua orang atau lebih, yang menjamin terdapatnya rasa saling mengerti.19 Dengan
demikian,
pembentukan
sikap
sosial
kalau
dihubungkan dengan sistem pendidikan sosial adalah menjadi tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah dan masyarakat. 6. Proses Individu Dengan Lingkungan Menurut
Hubert
Bonner
yang
dikutip
oleh
HM
Arifin,
mendefinisikan interaksi sosial sebagai: “Sosial interation is a tupe of relationship two or more persons in which the of the other. Trough interpersonal stimulation and respond the hiologial individual is slowly changed into a human being or personality….” Artinya: Interpretasi sosial adalah sebagai suatu bentuk hubungan antara dua orang atau lebih di mana tingkah laku yang lain, melalui dorongan diubah oleh tingkah laku yang lain, melalui dorongan antara pribadi dan respon antar pribadi tersebut seseorang yang bersifat biologis lambat laun berubah menjadi makhluk hidup atau pribadi….”20 Manusia di samping sebagai makhluk pribadi juga merupakan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia akan mengadakan interaksi dengan manusia lainnya. interaksi sebagai pribadi maupun dalam konteks sosial budaya, ekonomi, sosial, politik, atau yang lainnya, proses interaksi dalam masyarakat itu pasti, sebab interaksi merupakan kunci dari semua kehidupan sosial.21 Di samping itu, proses interaksi juga merupakan perwujudan manusia sebagai makhluk sosial. Sehingga dalam konteks ini, manusia akan menjalin komunikasi dengan bentuk kerja sama, tukar
hlm. 54.
19
Soerjono Soekanto, op., cit., hlm. 69-70.
20
H.M. Arifin, Psikologi Da’wah, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991), hlm. 68-69.
21
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : Rajawali, 1983), Cet. IV,
pikiran, mengadakan persaingan, pertikaian, dan sebagainya. Bahkan sangat mungkin yang satu dipengaruhi yang lainnya. Hal senada juga disampaikan oleh David A. Korp dan W.C. Yoels bahwasannya diri merupakan hasil bentuk ataupun ubahan lingkungan melalui interaksi dengan orang lain.22 Jadi lingkungan memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan ataupun pewarnaan seseorang, sehingga menciptakan lingkungan yang sangat baik muthlak diperlukan. Hal ini dimaksudkan, ketika terjadi proses interkasi sosial maka yang terserap oleh pribadipribadi pelaku interaksi adalah yang baik (positif). Apa lagi kalau pelakunya adalah anak-anak usia pubertas, yaitu anak yang masih berada pada tahapan pencarian aku, mencari pedoman hidup. Pada masa ini merupakan masa sosial anak sehingga pergaulan hidupnya tampil demikian kuatnya.23 Namun yang perlu dicermati adalah belum sempurnanya
pengetahuan
mereka
untuk
membedekan
ataupun
menyeleksi segala corak kehidupan dalam masyarakat. Agar lebih jelas persoalan interaksi ini maka penulis membagi penjelasan mengenal : a. Syarat-syarat terjadinya interaksi sosial Menurut Soejono Soekanto, syarat-syarat terjadinya interaksi sosial ada dua, yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi. 1) Kontak sosial a) Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu: Misalnya seorang anak belajar tentang hal-hal yang terjadi dalam keluarga dengan bapak atau ibunya. b) Antara orang perorang dengan suatu kelompok atau sebaliknya
22
Kamoto Sunarto (penyt), Pengantar Sosiologi, (Jakarta : Rajawali, 1983), Cet. 3, hlm.
23
B. Simandjutak, dan Pasaribu, Psikologi Perkembangan,, (Bandung : Tarsito, 1980),
54. hlm. 79.
Misalnya seorang persatu didik yang diharuskan mentaati peraturan atau tata tertib sekolah. Juga kelompok partai tertentu yang harus menyesuaikan dengan kebijaksanaan ketua partainya semacam partai komunis di China. c) Antara kelopok manusia yang satu dengan kelompok lainnya. Misalnya dua buah organisasi yang saling menjalin kerjasama tentang suatu program.24 2) Komunikasi Komunikasi didefinisikan oleh Onong Uchjana Efendi sebagai berikut: “Proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lesan, maupun tidak langsung melalui media”.25 Menurut definisi di atas, tujuan komunikasi adalah tidak sekedar memberitahu suatu informasi, akan tetapi mempunyai missi untuk mengubah sikap, pendapat maupun perilaku dan sukap orang lain. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa komunikasi mempunyai pengaruh yang besar terhadap perubahn individu, termasuk perubahan sikapnya. Dalam proses komunikasi harus mencakup dari beberapa hal yang merupakan syarat terjadinya komunikasi. Hal-hal tersebut adalah komunikasi (penyampaian pesan), media efek. a) Dampak kognisi Yaitu setelah menerima pesan dari komunikator, visi intelektualnya akan meningkat, semakin pandai atau semakin pintar atau semakin tahu 24
Soerjono Soekanto, op. cit., hal. 58-59.
25
Onong Uchjana, Dinamika Komunikasi, (Bandung : Rosdakarya, 1993), Cet. I, hlm. 5.
b) Dampak afeksi Dampak ini lebih tinggi dari pada dampak kognisi karena disini yang menjadikan tujuan bukan hanya untuk sekedar tahu tetapi sudah dikehendaki adanya perubahan dalam perasaan-perasaan hati. c) Dampak behavior Dampak behavior merupakan dampak yang tetinggi karena yang dikehendaki oleh komunikator adalah munculnya perubahan-perubahan perilaku atau tindakannya. Interaksi sosial dapat berupa kerja sama, pertikaian, persaingan, akomodasi.26 1) Kerjasama Kerjasama dapat terjadi dalam kehidupan apabila manusia memiliki kepentingan-kepentingan yang sama, tujuan yang sama ataupun ketagian yang sama. Kerja sama ini di samping sebagai perwujudan manusia pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagai manusia muslim juga memiliki nilai agamis yang tinggi, sebab Islam menekankan akan pentingnya kerja sama, bantu-membantu
dan
saling
tolong-menolong
dalam
kebaikan dan taqwa sebagaimana fiman Allah Swt. surat alMaidah ayat 2 :
:3 ; (< EH I J%2; K4.9 L :3 3 3, IA ; 26
hlm. 115.
:3 = > ? @ : .9A!2B (22 C % D 9A:3 ,>E :3 F,G MN K 6 O3 P$3 KQ$ !9 , )R !" KS3,N IA ; T I .?
Soleman B.Tanoko, SH., Struktur dan Proses Sosial, (Jakarta : Rajawali, 1984), Cet. I,
I 3, 3YX U " 3 :3V 3W U " 3 3 ] \#,>R[ Z ,2,? = I = 3 Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu melanggar syiar-syiar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan mengganggu binatang-binatang hadya dan binatangbinatang qalaid, dan jangan mengganggu orangorang yang mengunjungi Baitullah sedang meraka mencari karunia dan keridaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji maka bolehlah berburu dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorong berbuat aniaya kepada meraka dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolongmenolonglah dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya. (Q.S. al-Maidah: 2)27
Dalam
kehidupan
sosial
kerjasama
sangat
diperlukan sebab dalam usaha untuk mencapai tujuan tidak selama manusia mampu mencapainya sendiri. Banyak hal yang memerlukan orang lain dalam mencapai atau memecahkannya. 2) Pertikaian Pertikaian dapat terjadi karena salah penafsiran terhadap suatu aktifitas yang dilakukan oleh orang lain. pertikaian juga dapat terjadi akibat suasana kompotitif. Akibat kompetitif ini menyebabkan bangkitnya nafsu untuk menjatuhkan dan mengahancurkan persaingya. 27
Soenarjo, dkk., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang : Al-Waah, 1989), hlm. 157.
Apabila
pertikaian
ini
muncul
akibat
salah
penafsiran terhadap suatu aktifitas tertentu yang dilakukan oleh orang lain ataupun karena terjadinya salah dengar tentang suatu berita maka harus dicari kejelasan tentang hal tersebut sebagaimana firman Allah Swt.:
%- IA .% _%. & \ [ D 9, K
KS` I .9A!2B (2 ^2 9 U " a%- (b 9 T ]
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kamu orang fasik membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (Q.S. alHujarat : 6)28
3) Persaingan Persaingan dapat terjadi di semua bidang kehidupan manusia, misalnya perasaingan di bidang ekonomi, kebudayan, kedudukan dan jabatan politik, persaingan karena perbedaan ras, dan sebagainya. Bila persaingan tersebut terjadi dalam batas-batas kewajawan maka akan membawa dapmpak yang positif. Sebab akan membawa seseorang untuk berprestasi melebihi orang lain. misalnya terjadi kompetisi kejujuran, kompetisi meraih rangkaian satu di sekolah, dan sebagainya. Namun bila persaingan terjadi dalam ketidak wajaran, maka akan menimbulkan pertikaian karena menghalalkan segala cara. 28
Ibid., hlm. 846.
Tentang kompetisi ini Allah Swt. memerintahkan kepada kita sebagaimana firman-Nya:
4 9 !2A 7' % ( 9 ( 3 c4 3 # % [ 2,Td ? cS e" = I f = K4 2 ] \ Dan bagi tiap-tiap umat ada qiblatnya sendiri yang ia menghadap kepada-Nya. Maka berlombalombalah kamu dalam berbuat kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari Kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S. alBaqarah : 148).29
4) Akomodasi Akomodasi dapat diartikan dalam dua bentuk arti, pertama mengacu kepada keadaan.30 Sebagai sebuah proses, akomodasi mengacu kepada usaha mencapai penyelesaian pertikaian. Sedangkan sebagai suatu keadaan, ia
akan
mengacu
kepada
suatu
keadaan
setelah
menyelesaikan pertikaian. Dapat difahami akomodasi merupakan terminal dari pertikaian pada tahap ini. Pihak-pihak yang bertikai mencari pemecahan konflik, pencarian jalan keluar oleh kedua belah pihak dapat diserahkan kepada orang yang lebih tua/ dituakan yang memiliki potensi lebih tinggi
29
Soenarjo, dkk., op. cit., hlm. 38.
30
Soejono Soekanto, op., cit., hm. 68.
seperti kepala suku, alim ulama, dan sebagainya, bisa juga diserahkan kepada lembaga pengadilan, akan tetapi akan lebih baik apabila persoalan-persoalan mereka diselesaikan dengan
jalan
musyawarah
untuk
mufakat.
Dengan
musyawarah semua akan terlibat dalam penyelesaian persoalan sehingga dapat dicapai kesepakatan. Konsep musyawarah ini sudah tercantum dalam sila keempat dalam pancasila sekaligus pilihan tepat sebagai mana yang termaktub dalam al-Qur’an:
V$ ? K 9A3 # - 9TA3 KQ A !2B 3 ] \V$ < [ I .2K(.Tg$ h3K(. Dan bagi orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan sholat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. (Q.S. As-Syura : 38).31 7. Masyarakat dan Permasalahannya. Apabila
dicermati
maka
dapat
disaksikan
bahwasanya
masyarakat sedang menghadapi masalah hidup. Masalah-masalah tersebut bila diiventarisir maka terdapat jumlah yang sangat banyak dan komplek. Pada skripsi ini tidak semuanya akan terulas, namun haqnya beberaqpa saja yang menurut hemat penulis sangat penting dan mendesak untuk dicarikan solusi. Masalah-masalah tersebut antara lain: a. Moralitas
31
Soenarjo Soekanto, dkk., op., cit., hlm. 789.
Moralitas merupakan masalah yang sangat menentukan dalam kehidupan manusia. Apabila dikaitkan dengan derajat kemanusiaan maka moral akan dapat mempengaruhi tinggi dan rendahnya martabat manusia. Dalam perkembangan zaman ini, banyak manusia yang tidak lagi memperhatikan masalah moral ini. Meraka tidak lagi memilki rasa malu. Secara terbuka maupun sembunyi banyak manusia yang melanggar norma-norma agama dan masyarakat. Hal ini berakibatnya pada banyaknya korupsi, kolusi, manipulasi, perzinaan, pemerkosaan, gambar-gambar porno dan sebagainya. Dalam konteks kenegaraan, moral ini harus diunjung tinggi oleh para pemimpin bangsa. Apabila moral telah dilupakan oleh para pejabat negara dan pelaku politik, yang seharusnya menjadi teladan dan mengayomi rakyatnya, yaitu dengan memberikan katabelece, order, modal, kemudahan fasilitas dan kebijakan ekonomi yang menguntungkan bagi keluarga, sahabat dan orang-orang yang dekatnya. Padahal setiap tanggal 17 disetiap bulannya mereka fasih menghafalkan sapta prasetya korpri yang diantaranya berbunyi : Mendahulukan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. Janji tinggi janji bulan madu hanya eksploitasi terhadap sumber daya alam dan manusia (buruh) dengan gaji yang rendah dan perlakuan yang kurang manusiawi, dan ini jelas-jelas merupakan pengkhianatan terhadap konsesus nasional yang tertuang dalan UUD 1945. Sudah pasti yang terjadi dalam kehidupan ketatanegaraan adalah kebobrokan di sana sini yang akan mengakibatkan pada rapuhnya sendi-sendi kedaulatan. Sebagaimana yang telah penulis kemukakan dalam sub bab terdahulu bahwasanya kepribadian manusia dilihat dari rendahnya moral atau akhlaknya. Oleh karena itu, supaya identitas pribai atau personal identity tetap terjaga manusia harus bertakwa, yaitu pengalaman seluruh nilai-niali positif serta menghindarkan segala
nilai-nilai buruk. Untuk mencapai moral yaqng tinggi masih ada jalan lain yaitu ihsan. Pengertiannya adalah segala yang berhubungan ketundukan yang ikhlas kepada Allah Swt. Dalam pandangan kami, takwa memilki korelasi langsung dengan akhlak. Maksudnya adalah orang yang memilki derajat takwa yang tinggi akan memilki moral (akhlak) yang tinggi pula. Sebaliknya, orang-orang yang derajat takwanya rendah maka dipastikan memilki akhlak yang rendah pula. b. Pendidikan Pada bab XIII pasal 31 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 dikatakan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”, dan pasal (2) “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Hal ini berarti seharusnya anak-anak yang masih berada pada usia sekolah berhak mendapatkan pengajaran sekolah. Namun pada era reformasi sekarang belum sempat dapat mengenyam pendidikan di sekolah. Banyak kendala yang melatarbelakangi masih banyaknya anak-anak yang tidak sempat mengenyam pendidikan, tetapi kesemuanya bermuara pada minimnya dana yang tersedia sementara setiap lembaga pendidikan baik yang swasta maupun negeri menerapkan “tarip” uang sekolah yang demikian mahal. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.32
32
UUSPN, (Jakarta : Sinar Grafika, 2003), hlm. 5-6.
Kebijakan pemerintah menghapuskan biaya SPP untuk Sekolah Dasar dan sekolah Lanjutan Pertama itu didengangdengungkan saja pada pemilu tapi kenyataannya omong kosong belaka. Sebab ternyata masih saja tuntutan belum masuk (belum diterima) saja sudah diminta uang. Lebih-lebih kalau sudah diterima dituntut untuk bayar hal-hal lain termasuk buku-buku pelajaran. Tingginya uang sekolah dan minimnya dana yang tersedia pada masyarakat membuat masih banyaknya anak-anak usia sekolah yang tidak masuk pada lembaga pendidikan, walaupun pendidikan dasar. Agar suatu cita-cita yang tertuang dalam UUD 1945 tercapai, pemerintah yang merupakan penyelenggara pendidikan yang utama harus lebih banyak lagi mensubsidi segala keperluan pendidikan dan harus betul-betul dilaksanakan dan bukan dikorup. Kebutuhan yang sangat vital yaitu laboratorium dan perpustakaan harus dinomorsatukan. Apabila kebutuhan buku bisa dipenuhi oleh perpustakaan, maka peserta didik yang tidak mampu akan dapat memanfaatkan. Dengan terpenuhinya berbagai kebutuhan sekolah dari subsidi pemerintah maka diharapkan lemabaga pendidikan tidak menarik uang macam-macam dari peserta didik. Lembaga pendidikan yang dikelola oleh swasta dalam hal pembiyaan pendidikan terdapat jalan alternatif, pertama adalah tanah wakaf. Hal ini sangat tergantung pada para dermawan. Apabila ada wakaf maka lembaga pendidikan harus mampu mengelola memanfaatkan sebaik mungkin. Kedua adalah bank, seberapapun kecilnya yang yang ada, baik uang yang dari peserta didik maupun yang lain harus didepositokan untuk diambil keuntungannya. Ketiga adalah memanfaatkan uang pangkal dan uang sekolah. Dengan cara-cara di atas sangat membantu kaum papa supaya dididik sangatlah sedikit. Oleh karena itu setiap
lembaga pendidikan harus memiliki bidang usaha-usaha berupa tanah persawahan, perkebunan, perikanan dan sebagainya. Individu manusia lahir tanpa memiliki pengetahuan apapun, tetapi ia telah dilengkapi dengan fitrah yang memungkinkannya untuk menguasai berbagai pengetahuan dan beradaban. Dengan memfungsikan fitrah itulah ia belajar dari lingkungan dan masyarakat orang dewasa yang mendirikan institusi pendidikan. Masyarakat primitifpun memiliki kondisi yang serupa dengan individu manusia yang baru lahir. Mereka pada mulanya tidak berperadaban. Namun melalui proses belajar dengan mengikuti pola-pola dan norma-norma sosial, mengikuti diri pada ideologi dan sistem nilai, serta terlibat dalam aktivitas saling menukar pengetahuan
dan
pengalaman
mereka
kemudian
menjadi
masyarakat yang berperadaban dan beradab. Pendidikan merupakan persoalan penting bagi semua umat. Pendidikan
selalu
menjadi
tumpuhan
harapan
untuk
mengembangkan individu-individu dan masyarakat. Memang pendidikan
merupakan
alat
untuk
memajukan
peradaban,
pengembangan masyarakat dan membuat generasi mampu berbuat banyak bagi kepentingan mereka. Pendidikan Islam dengan sendirinya adalah suatu sistem pendidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba-hamba Allah, oleh karena itu Islam mempedomani seluruh aspek kehidupan manusia muslim baik di dunia maupun di akhirat. Bilamana pendidikan kita artikan sebagai latihan mental, moral dan fisik yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat, maka pendidikan berarti menumbuhkan personalitas serta menanamkan rasa tanggung jawab. Usaha kependidikan bagi
manusia menyerupai makanan yang berfungsi memberikan vitamin bagi pertumbuhan manusia.33 8. Tanggung jawab sosial terhadap kaum dlu’afa Dan apabila kita membuka lembar sejarah, khususnya sejarah umat Islam, niscaya kita dapatkan bahwa sejarah umat Islam mengharuskan kita kembali kepada Islam. Kelahiran Islam merupakan tuntutan sejarah yang memang sudah ditunggu umat seluruh dunia, karena hal tersebut dikaitkan dengan kondisi sosial saat itu. karena di mana nilai-nilai kemanusiaan, keadilanlah yang terjajah oleh kejahiliyahan. Manusia tidak lagi bebas merdeka melakukan aktivitasnya, padahal pada saat yang sama, di gubukgubuk reyot, gelandangan merintih. Di tempat lain, banyak orang Islam tidak bisa melanjutkan sekolah karena tidak punya biaya. Sementara, tak sedikit juga wanita yang terpaksan mengorbankan kehormatannya untuk memelihara selembar nyawa yang dimilikinya. Dalam hubungan inilah kita berbicara tentang tugas pembebasan dlu’afa. Kata Sayid Sabiq inilah hak orang-orang yang memerlukan pada harta orang-orang kaya, yang ukurannya sejumlah apa yang memenuhi kebutuhan pokok mereka berupa sandang, pangan dan papan serta kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya yang amat diperlukan oleh manusia supaya ia hidup layak sebagaimana manusia.34 Dalam firman Allah surat al-Isra ayat 24 menyebutkan :
i $ jS j(k $ Z $ cT3 k
!9 *B l . jG m n 3 ] \` X [ 7JN
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah : wahai Tuhanku, kasihilah mereka
33
Nur Uhbiyati, Ilmu Pebndidikan Islam, (Bandung : CV. Pustaka Bandung, 1997), hlm.
34
Sayid Sabiq, Islamuna, Beirut, (Beirut : Dar al-Kutub al-A’rabi, t.th.), hlm. 251.
13.
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.35 (QS . al-Isra : 24) Lalu datanglah Islam menjadikan sesuatu yang baru dari umat tersebut.
Islam
datang
mempersatukan
perpecahan-perpecahan,
menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati akal pikiran dan hatinya,
mengajarkan
ilmunya
yang
semula
tidak
dimilikinya,
membimbing mereka keluar dari kesesatan. Mereka yang semula lemah menjadikan umat yang kuat. Islam mengajarkan sistem yang tadinya tidak mereka miliki dan mengajarkan kesucian kepada mereka yang sebelumnya menghalalkan segala cara. Islam mengajarkan kelurusan sesudah menyimpang kebenaran, mengajarkan tauhid sesudah berhalaisme, menjadi umat terpelajar dan terdidik yang sebelumnya adalah umat yang buta huruf, para kaum miskin yang lemah mendapatkan perlindungan dan santunan. Kelahiran Islam dengan Nabi Muhammad SAW sebagai penyampai wahyu dari Allah SWT, mengantarkan kepada tatanan dunia baru yang aman, tenteram, damai dan penuh rahmat sebagaimana firman Allah Swt.;
]
\` %+ [ D j
k $ : o . $A 93
Dan tidaklah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.36 (Q.S. al-Anbiya: 107) Kepedulian terhadap nasib orang lain telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. oleh kaum Ansor dengan kaum Muhajirin dari Mekkah. Mereka tidak saja menjalin keakraban secara fisik, melainkan keakraban hati sebagai saudara sesama muslim. Pengibaratan keakraban ini adalah bagaikan satu tubuh, sehingga derita yang dialami kaum muhajirin harus terasakan pula oleh kaum ansor. Dan juga sebaliknya, kenikmatan dan
35
Soenarjo, dkk., op. cit., hlm. 428.
36
Ibid., hlm. 508.
rahmat yang dilimpahkan oleh Allah Swt. kepada kaum Ansor harus terasakan pula oleh kaum Muhajirin yang tidak membawa apa-apa ketika hijrah keculai rasa cintanya yang begitu besar terhadap Allah Swt. dan Rasulnya. Kepedulian yang ditujukan kaum Ansor semakin kokohnya persaudaraan antara suku dan bangsa, pada tahapan selanjutnya mampu mengangkat harkat dan martabat Islam yang dibawa oleh Nabi Saw. Kepribadian seseorang yang berhubung langsung kepada Allah Swt. seharusnya manusia memanifestasikan hubungan Allah Swt. ini dalam hubungan dengan sesama manusia, sosial. Kedua bentuk hubungan antara manusia dengan Allah Swt. telah tergambarkan dengan jelas yaitu sholat. Ketika seseorang sholat dan memulai dengan takbiratul ikhram, sekaligus manusia memulai berhubungan dengan Sang Khaliq, dan ketika sholat itu diakhiri dengan salam yaitu dengan menengok kekanan dan kekiki itu berarti manusia telah mencoba membuka kesadaran diri tentang dimensi sosial dan kemanusiaan. Tugas
kita
sebagai
orang
mukmin
adalah
mengentaskan
kemiskinan tidak bisa hanya dilakukan sekali, tetapi diperlukan penyelesaian yang terus menerus tanpa kenal berhenti. Sebabnya adalah kemiskinan yang ada diseluruh dunia ini tidak bisa dihilangkan akan tetapi hanya bisa diminimalkan-seminimalkan mungkin, selagi ada kehidupan maka kemiskinan juga ada. Sebagainya kita ketahui bahwa misi kerasulan Muhammad adalah “rahmatan lil al-alamin”, yaitu kekuatan pembebas. Islam harus mempu membebaskan orang-orang dari kemiskinan, ketertindasan, ketidakadilan, kebodohan, dan sebagainya, dan apabila para pemeluk Islam belum mampu melaksanakannya berarti misi rahmah lil alamin telah gagal. Orang-orang kuat (kaya dan berkedudukan) dia harus mau mengarahkan pandangannya kepada orang yang lemah. Dalam kontek ini umat Islam jangan sampai bersunnah Sayyiah (berkebiasaan jelek). Maksudnya adalah memandang kemiskinan sebagai persoalan individu yang ditanggung dan diselesaikan sendiri.
Dan kita semua harus bisa seperti Rasul bagaimana membebaskan masyarakat yang tertindas ini? Nabi Muhammad Saw. melanjutkan risalah nabi-nabi terdahulu-risalah Nabi Musa a.s. yang menyelamatkan kaum yang tertindas dari cengkraman Fir’aun, dan risalah Isa a.s. yang menggembirakan kaum fuqaha dan masakin. Mari kita lihat apa yang dilakukan Rasulullah Saw. Untuk membela kelompok masyarakat yang tertindas, yaitu membangkitkan harga diri rakyat kecil dan dlu’afa’, membangkitkan harga diri fuqaha dan masakin, sebab mereka adalah kelompok masyarakat yang sering direndahkan, di caci, dan dimaki. Untuk menumbuhkan harga diri kaum muslimin ini Rasulullah Saw. memilih hidup di tengah para hamba sahaya dan orang miskin. Sebagai pemimpin orang kecil, sebagai pembebas kaum dlu’afa’, Rasulullah Saw. memilih hidup seperti mereka, ia hidup sederhana, karena ia tahu sebagian besar sahabatnya masih menderita. Ditahannya lapar berhari-hari, karena ia mengerti bahwa sebagian sahabatnya juga sering mengalami kelaparan “Aku duduk sebagaimana duduknya budak belian”, kata Rasulullah Saw. “dan aku makan sebagaimana makannya budak belian” ia tidur di atas tikar kasar yang dianyamnya dengan tangan sendiri, dan sering tampak pada pipinya bekas-bekas tikar itu. Umar pernah meneteskan air mata karena terharu melihat rumah Rasulullah Saw.
hanya diperlengkapi
dengan ghariba (wadah air dari kulit) dan roti yang sudah mengitam. Ia memilih hidup sederhana, bukan karena ia mengharamkan yang halal, melainkan ingin merasa dekat dengan mereka yang paling miskin. Dia sebagai pemimpin, tak ingin membuat jarak dengan mereka. Dengan cara inilah, Rasulullah Saw. mengangkat derajat orang miskin, orang lemah, dan orang tertindas. Dengan cara inilah Rasulullah Saw. ingin mengajarkan kita, bahwa untuk membela mereka yang lemah, miskin, dan tertindas, kita harus membangkitkan dulu harga diri mereka sebagai manusia, para ahli sosiolog bahwa dalam suatu masyarakat yang tertindas terjadi prose dehumanisasi kaum lemah.
Inilah kepemimpinan Rasulullah Saw. beliau tidak hanya memilih menjadi pemimpin yang membebaskan manusia dari pembudakan kepada berhala menuju
pengambaan kepada Allah Swt, melainkan juga
membebaskan manusia menuju tauhidul ummah, menuju kesatuan umat yang berdasarkan keadilan dan persamaan. Saat ini, ketika kita sering terpakau oleh kemewahan dunia, tatkala orang miskin berteriak menunggu pembelanya, kita membutuhkan pemimpin semacam Rasulullah Saw. Pemimpin Islam ialah pemimpin yang memihak rakyat kecil, bukan pemimpin yang elitis, pemimpin umat Islam ialah mereka yang memilih hidup sederhana, karena tahu bahwa sebagaimana umat Islam yang lain masih hidup dalam kepapaan. Gerakan kebangkitan Islam seharusnya tak hanya menyemarakkan masjid, melaikan juga menggebirakan orang-orang yang tertindas. 9. Perubahan sikap sosial Setiap masyarakat manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan-perubahan. Perubahan mana dapat berupaa perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang mencolok. Ada pula perubahanperubahan yang pengaruhnya terbatas maupun yang luas, serta ada pula perubahan-perubahan yang lambat sekali, dan juga yang berjalan dengan cepat. Perubahan-perubahan hanya akan dapat ditemukan oleh seorang yang sempat memiliki susunan dan kehidupan ssuatu masyarakat pada suatu waktu dan membandingkannya dengan susunan dan kehidupan masyarakat tersebut pada waktu yang lampau. Seseorang yang tidak sempat menelaah susunan dan kehidupan masyarakat desa dikehidupan masyarakat desa di Indonesia misalnya, akan berpendapat bahwa masyarakat tersebut statis, tidak mau dan tidak berubah. Pernyataan demikian didasarkan pada pandangan sepintas yang tentu saja kurang mendalam dan teliti. Karena tidak ada suatu masyarakatpun yang berhenti pada suatu titik tertentu sepanjang masa. Orang-orang desa sudah
mengenal berdagang alat-alat transport modern, bahkan dapat mengikuti berita-berita mengenai daerah lain melalui video, televisi dan sebagainya. Jadi apabila Al Vin L. Bertrad berpendapat bahwa awal dari perubahan itu adalah komunikasi, yaitu proses dengan mana informasi disampaikan dari individu yang lain. maka yang dikomunikasikan itu tidak lain adalah gagasan-gagasan, ide-ide atau keyakinan-keyakinan maupun hasil budaya yang berupa fisik itu.37 Perubahan yang terjadi pada masyarakat dunia dewasa ini merupakan gejala yang normal pengaruhnya bisa menjalar dengan cepat ke bagian-bagian dunia lain berkat adanya komunikasi modern, penemuan baru di bidang teknologi yang terjadi di suatu tempat, dengan cepat dapat diketahui oleh masyarakat lain yang berada jauh dari tempat tersebut. Perubahan dalam masyarakat memang telah ada sejak zaman dahulu, namun dewasa ini perubahan-perubahan terebut berjalan dengan sangat cepatnya, sehingga membingungkan manusia yang menghadapinya. Perubahan-perubahan sering berjalan secara konstan, ia tersebut memang terikat oleh waktu dan tempat. Akan tetapi karena sifatnya berantai, maka perubahan terlihat berlangsung terus, walau diselingi keadan dimana masyarakat mengadakan berorganisasi unsur-unsur struktur masyarakat yang terkena perubahan. Perubahan-perubahan itu merupakan fungsi dari berbagai faktor perubah, antara lain ; 1. Karakteristik sosial dan budaya masyarakat target (klien) seperti jumlahdan perbandingan tenaga kerja wanita dan pria. Tingkat solideritas antara anggota masyarakat, keterkaitan dengan adat-istiadat, tingkat pendapatan, letak suatu pedesaan dari pusat kegiatan ekonomi pasar, tingkat pendidikan, dan lain-lain.
37
Salman B. Taneko, Struktur dan Proses Sosial Suatu Pengantar Sosiologi Pembangunan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 136.
2. Karakteristik teknologi yang diperkenankan pada masyarakat sasaran. Bentuk dan kualitas, kemudahan mengoperasikan, harga, teknologi yang diperkenalkan itu mempengaruhi tingkat adopsi. Tingkat adopsi ini, betapapun, akan mempengaruhi perilaku proses sosial, perubahan sosial kita. 3. Karakteristik mereka yang memperkenalkan teknologi tersebut. siapa mereka, bagaimana pengetahuan mereka tentang kelompok sasaran, jarak sosial antara mereka dan klien, pengetahuan dan peguasaan mereka terhadap teknologi yang mereka perkenalkan. 4. Model (pendekatan) yang mereka pahami dalam memperkenalkan teknologi tersebut kedalam masyarakat ssasaran. Edukatif, paksaan, sekunder, persuasif atau cara tertentu lainnya. Masing-masing cara tersebut akan menghasilkan tingkat adopsi yang berbeda-beda.38 2. Lingkungan Tempat Tinggal 1. Pengertian Lingkungan Tempat Tinggal Pedesaan dan Perkotaan. Secara etimologi, lingkungan diartikan sebagai “Semua yang mepengaruhi pertumbuhan manusia dan hewan”.39 Sedangkan secara terminologi oleh Abdul Aziz el-Quussiy, lingkungan didefinisikan sebagai “Semua
faktor
yang
mempengaruhi
seseorang
sejak
permulaan
pertumbuhannya”.40 Definisi tersebut sangat umum, tentunya mencakup aspek fisik dan aspek psikis, jadi lingkungan tidak hanya merupakan lingkungan fisik, melainkan ada pula lingkungan yang berbentuk psikis. Pendapat di atas dapat dilihat dengan jelas pada pengertian yang dikemukakan oleh Prof. F. Patty, MA., : yaitu “segala sesuatu yang 38
Bahrein T. Sugihen, Sosiologi Pedesaan (Suatu Pengantar), Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 5-59. 39
Tim Penyusun Kamus P3B, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1990), hlm. 526. 40
Abdul Aziz el-Qussiy, Pokok-pokok Kesehatan Mental/Jiwa, (Jakarta : Bulan Bintang, t.th.), hlm. 49.
mengelilingi di dalam hidupnya, baik dalam bentuk lingkungan fisik, seperti orang tuanya, rumahnya, kawan-kawannya, masyarakat sekitarnya maupun dalam bentuk lingkungan psikis, seperti misalnya perasaan yang dialaminya, cita-citanya, persoalan-persoalan yang dihadapinya, dan sebagainya”.41 Adapun tempat tinggal, sesuai dengan pengertian yang diambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “rumah tempat orang tinggal”.42 Jadi yang dimaksud dengan lingkungan tempat tinggal adalah lingkungan dimana seseorang atau sekelopok orang bermukim atau bertempat tinggal yang meliputi keluarga, rumah tempat tinggal, cita-cita hidup, kawan-kawan bermain, masyarakat, pengalaman batin, problem yang dihadapi, dan sebagainya. Adapun yang dimaksud tempat tinggal pedesaan adalah lingkungan di mana seseorang atau sekelompok orang bermukim atau bertempat tinggal di daerah tertentu yang memiliki karakteristik dan ciri-ciri tertentu. Sedangkan lingkungan tempat tinggal perkotaan adalah lingkungan di mana seseorang atau sekelompok orang bermukim atau bertempat tinggal dalam satu wilayah yang merupakan pusat kegiatan ekonomi, pemerintahan, kesenian dan ilmu pengetahuan. 2. Bentuk dan Macam-macam Lingkungan Apabila mencermati pengertian yang dikemukakan oleh F. Patty, maka kita akan temukan pengelompokkan yang terdiri dari lingkungan fisik dan lingkungan psikis. Lingkungan fisik meliputi keluarga, rumah, masyarakat, kawan bermain, dan sebagainya, sedangkan lingkungan psikis meliputi perasaan-perasaan yang dialami, cita-cita hidup dan persoalanpersoalan yang dihadapi.
41
F. Patty, Pengantar Psikologi Umum, (Surabaya : Usaha Nasional, 1982), hlm. 58.
42
Tim Penyusun Kamus P3B, op. cit., hlm. 923.
Namun untuk mengupas lingkungan psikis sangat kesulitan karena kurangnya literatur. Oleh karena itu, pada bagian ini hanya akan dikupas lingkungan secara fisik. Menurut Ngalim Purwanto, M.P., lingkungan dibagi menjadi tiga bagian yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.43 a. Lingkungan Keluarga Keluarga adalah “Suatu kesatuan yang terkecil dalam masyarakat yang diikat tali perlkawinan yang sah”. Walaupun hanya merupakan lingkungan terkecil, namun keluarga mempunyai pengaruh yang luar biasa terhadap anak sejak ia masih kanak-kanak, bahkan ketika ia masih dalam kandungan. Kebiasaan-kebiasaan atau perilaku dan juga kondisi rumah yang dilihat, didengar atau dirasakan oleh anak akan terserap yang kemudian membentuk kepribadian anak. Keadaan rumah yang baik akan menjadikan anak yanmg berkepribadian yang baik, demikian pula sebaliknya keluarga yang rusak akan dapat membentuk pribadi anak yang rusak pula. Berkaitan dengan hal tersebut dapat dikemukakan suatu contoh: apabila anak menyaksikan ketidakcocokan antara ayah dan ibunya, dalam keluarga sering terjadi ketegangan atau salah pengertian, maka anak yang baru tumbuh itu akan mengalami keguncangan jiwa, karena sering merasa takut. Apabila anak yang dalam pertumbuhannya kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari keluarganya maka anak akan tumbuh dan berkembang dengan tanpa memilki rasa kasih sayang terhadap sesama. Suasana
beragama
dalam
keluarga
juga
akan
sangat
mempengaruhi sikap agama atau beragama dari anak. Kondisi keluarga yang agamis serta secara dini dan berkala menanamkan nilai 43
148.
M. Ngalim Purwanto, MP., Ilmu Pendidikan, (Bandung : Remaja Karya, 1988), hlm.
agama yang diajarkan. Semakin jauh dan keringnya suatu keluarga dari nilai-nilai agama, maka pribadi anakpun akan menjadi semakin kering dan jauh dari nilai-nilai agama. Hal ini sesuai dengan fungsi pendidikan dan fungsi agama keluarga.44 Fungsi pendidikan maksudnya, keluarga merupakan guru bagi anak sebelum anak dididik orang lain. Sedangkan fungsi agama maksudnya, bapak dan ibu bertindak sebagai pendidik dan mengajar nilai-nilai agama. Oleh karena itu, orang tua harus mampu menjalankan fungsi sebagaimana Luqman al-Hakim yang dikisahkan dalam al-Qur’an :
o < I q= o < : i%2 p 2 3 .X I j * T O 3 ] \I j [ Kp" Kp Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku, janganlah engkau menyekutukan Allah Swt. sesungguhnya mempersekutukan Allah Swt. adalah benar-benar kedzaliman yang besar. (Q.S Luqman.13)45 Sejak kecil setiap orang telah terbiasa bergaul dengan lingkungan dan mempunyai keterkaitan dengan lingkungan sosialnya. Keterkaitan manusia dengan lingkungan sosialnya oleh karena itu setiap individu melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam setiap tahap perkembangannya. Dalam kaitan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya setiap individu harus dapat melakukan komunikasi dengan berbagai macam tipe kepribadian yang dimiliki oleh berbagai macam individu. Peranan interaksi sosial untuk
44
hlm. 90. 45
Koestoer Partowiastro, Dinamika Psikologi Sosial, (Surabaya : Erlangga, 1983), Cet. 1, Soenarjo, dkk., op. cit., hlm. 654.
melakukan penyesuaian diri agar dapat diterima oleh masyarakatnya memainkan peranan penting dalam perjalanan hidup seseorang Anak akan mempunyai sikap sosial yang luhur apabila dalam kehidupan
sehari-harinya,
tolong-menolong,
membantu
yang
kekurangan dan lemah, sosialisasi dengan lingkungan sekitar, kepedulian sosial harus ditanamkan dan dibiasakan pada anak, sehingga pada saatnya nanti si anak akan memiliki sikap sosial yang luhur. Anak dibiasakan dengan sikap bekerjasama dengan orang lain yang nantinya sikap ini akan terimplementasi oleh anak yang kemudian terefleksikan kedalam bentuk sikap yang tidak egois. Dalam hal ini contoh suri tauladan dari orangtua sangat diperlukan oleh anak disamping ucapan-ucapan, sehingga anak mudah menerima hal-hal yang baik. Tanpa ini rasanya mustahil anak dapat dengan sendirinya mengerjakan yang baik. Hal ini pula yang dikerjakan Rasulullah Saw. saat hendak berdakwah dengan perincian 75 % melalui tauladan dan 25 % melalui ucapan.46 Orang tua harus memperhatikan pendidikan anaknya agar menjadi anak yang sholeh, muatan pendidikan yang diberikan kepada anak harus meliputi unsur aqidah, ibadah dan akhlak.47 Dengan demikian, dimensi insaniyah dan Ilahiyah dapat diterima oleh anak tanpa melupakan salah satunya b. Lingkungan Sekolah Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan untuk mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran.48 Pada lingkungan inilah individu mendapatkan pendidikan dan pengajaran untuk menghadapi alam sekitarnya. Lingkungan ini individu dapat mengadakan interaksi
46
158.
Umar Hasyim, Cara Mendidik Anak dalam Islam, (Surabaya : Bina Ilmu, t.th.), hlm.
47
Hasan Basri, Keluarga Sakinah, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,1995), Cet. I,hlm. 89.
48
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1993), Cet. IV, hlm. 796.
dengan teman sekolahnya, adik kelas, kakak kelas, guru serta karyawan sekolah. Istilah pendidikan ini yang dipakai dalam Undang-undang no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Dalam Undangundang tersebut pendidikan didefinisikan sebagai : “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”49 Sedangkan tujuan pendidikan nasional dirumuskan sebagai berikut; “Tujuan pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqawa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”50 Menurut tujuan di atas dapat diketahui bahwa yang ingin disampaikan
kepada
peserta
didik
tidak
hanya
pengetahuan
(knowledge) saja, melainkan juga nilai-nilai ketakwaan kepada Allah Swt. tidak hanya kesehatan fisik saja, akan tetapi kesehatan mental atau kita sebut rohani, tidak hanya berdimensi individual, tetapi juga mencakup dimensi sosial bahkan merupakan bagian yang paling penting. Oleh karena itu, lembaga-lembaga pendidikan dalam proses belajar mengajar semestinya tidak memberikan pengetahuan semata, akan tetapi muatan-muatan rohani juga harus diperhatikan, bahkan semestinya menjadi prioritas umat. Melatih peserta didik memilki rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan, jangan sampai dalam 49
UUSPN, op. cit., hlm. 2.
50
Ibid., hlm. 5-6.
proses interaksi peserta didik dengan warga lingkungan pendidikan lainnya dibiarkan terjadi kemunculan sifat egois atau individualis. Sebagaimana kita ketahui bahwasannya peserta didik memiliki latar belakang sosial, budaya dan ekonomi yang berbeda. Kebudayaan tersebut jangan sampai menyebabkan peserta didik merasa menjadi orang lain dan bukan menjadi bagian dari orang lain. Diakui oleh Emile Durkheim bahwa, lembaga pendidikan bukan merupakan lembaga tempat pelepasan emosi dan tempat berbagai kasih sayang sebagaimana dalam keluarga. Lembaga pendidikan harus dijadikan tempat melatih peserta didik dalam kehidupan kolektif.51 Sungguh sangat ironis sekali apabila lembaga pendidikan yang semestinya menjadi tempat pendidikan kehidupan kolektif, tatapi justru terbalik menjadi tempat pengembangan individualisme dan egoisme. Untuk mengatasi hal ini, lembaga pendidikan harus benarbenar menanamkan pentingnya pendidikan kolektif, tolong menolong dan sebagaimana. Pembiasaan menolong kepada yang lemah dan membutuhkan
pertolongan
mutlak
diperlukan.
Disamping
itu,
melibatkan peserta didik dalam organisasi OSIS, PMR, vocal Group, Club Olah Raga dan sebagainya juga sangat mendukung kepentingan tersebut. Jadi dalam konteks ini pendidikan yang paling tanggungjawab, tidak hanya mentransformasikan pengetahuannya kepada anak didik tapi juga mempunyai tugas untuk membentuk insan kamil. Guna menunjang tugas guru dalam membentuk insan kamil akan diperlukan kurikulum yang benar-benar sesuai yaitu yang memilki ciri-ciri keterpaduan antara aspek duniawi dan ukhrowi.
51
Emile Durkheim, Pendidikan Moral, (Jakarta : Erlangga, 1990), hlm. 171.
Menurut Al-Abrasyi, kurikulum pendidikan harus memuat prinsipprinsip sebagai berikut : 1) Harus ada materi yang mengarah pada pendidikan rohani, aqidah 2) Harus pula memuat tuntutan hidup, ilmu fiqih dan akhlak 3) Mengandung unsur ilmiah 4) Secara praktis harus bermanfaat 5) Mata pelajaran yang diajarkan harus memilki fungsi yang dapat digunakan untuk mempelajari ilmu lain.52 c. Lingkungan Masyarakat Masyarakat merupakan lingkungan yang terdiri atas kelompokkelompok manusia yang hidup secara akolektif dengan pengertianpengertian dan tanggapan-tanggapan yang kolektif pula. Dan hanya dengan kehidupan kolektif itulah yang dapat menerangkan gejalagejala
sosial. Pada lingkungan ini individu semakin menghadapi
norma-norma yang semakin kompleks, individu dituntut untuk dapat menyesuaikan diri keadaan lingkungan masyarakat tempat individu berada. Pada lingkungan ini individu berinteraksi semakin luas, yaitu dengan anak yang di umur di bawahnya, teman-teman sebaya, orang dewasa dan kepada orang tua termasuk tokoh masyarakat. Ia berbeda dengan lingkungan keluarga dan lingkungan pendidikan. Lingkungan masyarakat ini merupakan lingkungan yang tidak sempit bahkan bisa dikatakan tidak ada batasannya, lingkungan masyarakat ini di dalamnya mencakup keseluruhan aspek kehidupan, baik dari aspek ekonomi, sosial, budaya maupun politik. Banyak hal yang terdapat dalam masyarakat, mulai dari cara berpakaian, potongan rambut, bentuk rumah, gaya hidup, pola hidup bermasyarakat hingga sampai pada kebiasaan-kebiasaan dalam keseharian. 52
M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1970), hlm. 173-147.
Anak merupakan bagian dari masyarakat, ia berada ditengahtengah manusia lain. Selanjutnya anak tersebut akan melakukan interaksi dengan kawan bermain atau dengan manusia dewasa yang kesemuanya memilki kebiasaan dan perilaku fisik dan psikis. Interaksi antara manusia yang stu dengan yang lain adalah pasti dan jelas. Manusia sebagai makhluk soaial akan sangat mustahil apabila ia membiarkan dirinya sendirian tanpa orang lain, hal ini sesuai dengan penegrtian masyarakat yang dikemukakan oleh Koentjoroningrat: “Kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan yang terikat oleh para identitas bersama”53 Menurut penegrtian di atas, proses interaksi tidak hanya terjadi sekali waktu, akan tetapi akan terjadi secara kontinyu, secara logika selagi masih ada kehidupan berarti proses interaksi terus berlangsung proses interaksi juga tidak kenal tempat. Jadi dimanapun dan kapanpun akan tejadi interaksi dalam masyarakat. Keadaan-keadaan yang ada pada diri individu dalam masyarakat akan sangat berpengaruh pada warna dan bentuk sebuah lingkungan, misalnya pada masyarakat perkotaan yang banyak terdiri dari pribadipribadi individualis dan egois maka kondisi lingkungan yang tercipta akan bersifat individual. Sebaliknya pada masyarakat desa yang kondisi-kondisi pribadinya suka menolong dan peduli dengan orang lain maka lingkungan yang tercipta sangat jelas sikap sosialnya. Suatu masyarakat yang terdiri dari pribadi-pribadi yang agamis maka kondisi yang muncul adalah agamis pula. Keanekaragaman yang terdapat dalam masyarakat yang bauik maupun yang buruk, yang individual maupun yang sosial adalah sangat kongkrit. Oleh karena itu, hal tersebut oleh anak akan dilihat, didengar dan 53
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta : Rineka Cipta, Jakarta, 1990), Cet. 8, hlm. 146-147.
dirasakannya. Penginderaan anak terhadap aspek-aspek tersebut langsung secara kontinyu, maka sangat mungkin semua yang terjadi dalam masyarakat akan terimplementasikan oleh anak. Agar lebih jelas maka dalam skripsi ini akan dibedakan masyarakat kota dan masyarakat desa. Tidak disangsikan lagi, perkembangan kota memang membawa akibat-akibat
yang
positif
bagi
kehidupan
manusia,
hakekatnya,
perkembangan kota akan selalu berarti perkembangan peradapan manusia. Dan lebih konkrit lagi, perkkembangan kota akan berarti pula meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun demikian, disisi lain dari segi positif, perkembangan itu juga memberikan akibat-akibat negatif. Pelbagai masalah muncul akibat perkembanagan itu, sekularisasi, disorganisasi sosial, salah adaptasi, kenakalan remaja, kriminalitas, serta berbagai perpincangan sosial, disamping masalah-masdalah fisik seperti kecelakaan lalu lintas, populasi udara masalah perumahan dan sebagainya. 1) Masyarakat Kota Kota adalah “Suatu himpunan penduduk masal yang tidak agraris, yang bertempat tinggal didalam dan sekitar suatu pusat kegiatan ekonomi, pemerintah, kesenian dan ilmu pengetahuan”.54 Mereka memilki ciri-ciri sosial budaya : a) Terjadi hubungan yang bersifat impersonal b) Penduduk yang hiterogen c) Hubungan rakyat-penguasa adalah formal d) Longgarnya kontrol dan pengendalian sosial e) Lebih banyak memilki mobilitas f) Individualisme berkembang disini g) Lebih rasional.55 54
hlm. 133.
Soekandar Wiratmadja, Pokok-pokok Sosiologi Pedesaan, (Jakarta : Yasaguna, 1976),
2) Masyarakat Desa Pengertian atau pemahaman orang seoarang tentang konsep desa dan pedesaan itu kelihatannya amat berbeda dari satu kawasan ke kawasan lain dari satu ke negara lain. Dengan demikian, mungkin sekali juga, bahwa konsep sosiologi pedesaan berbeda dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Oleh karena itu, kita perlu memahami bener terlebih dahulu konsep pengertian pedesaan itu. Umumnya kita hampir semua mengetahui bahwa perkotaan itu mudah dipahami. Maka dapat dikatakan bahwa yang disebut masyarakat desa adalah sejumlah penduduk yang merupakan kesatuan masyarakat dan bertempat tinggal dalam suatu wilayah yang merupakan organisasi pemerintah terendah langsung dibawah Camat, yang berhak menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri dengan perkataan lain masyarakat desa adalah sejumlah penduduk yang tinggal di Desa. Dalam tulisan ini yang duimaksud Desa adalah “Suatu daerah hukum yang sejak beberapa keturunan dan mempunyai ikatan sosial yang hidup secara tinggal menetap disuatu daerah tertentu dengan adat istiadat yang dijadikan landasan hukum dan mempunyai seorang pimpinan formil yaitu kepala desa.”56 Masyarakat desa memilki ciri-ciri sosial budaya : a)
Memilki
jiwa
persatuan
serta
keeratan
hubungan
dalam
komunitasnya
hlm. 3.
55
Ibid., hlm. 85.
56
H. Siagian, Pokok-pokok Pembangunan Masyarakat Desa, (Bandung : Alumni, 1993),
b) Sistem kehidupan kelompok (kolektif) mereka didasarkan pada sistem kekeluargaan sehingga melahirkan homoginitas c)
Hubungan antara penguasa dan rakyat berjalan secara informal dan segala persoalan mereka diselesaikan dengan musyawarah.
d) Ketatnya kontrol dan pengendalian sosial terhadap perilaku warga sehingga melahirkan homoginitas perilaku dan pola pikir. e)
Mobilitas sosial horizontal maupun vertikal masih jarang
f)
Adanya semangat gotong royong yang bertindakan kesadaran bahwa hidup pasti memerlukan orang lain, saling bantu adalah suatu keniscayaan yang harus dikerjakan.
g) Ketatnya keterikatan pada adat kebiasaan. Hal ini disebabkan pesan golongan tua yang menonjol.57
57
P. Soedarno, Leonardo, Eddy Wiwoho, Bachtiar Simangunsong, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta : Gramedia, 1993), hlm. 83-84.