BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sektor properti merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, khususnya subsektor perumahan (hunian atau tempat tinggal). Tempat tinggal mempunyai peran strategis dalam pembentukan watak dan kepribadian bangsa serta sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif. Selain itu tempat tinggal juga merupakan hak asasi setiap orang yang dijamin dalam konstitusi Negara Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Permintaan akan kebutuhan perumahan atau tempat tinggal di Indonesia setiap tahun semakin meningkat dan tentunya akan membawa dampak yang menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi secara nasional, akan tetapi hal tersebut mungkin hanya berlaku bagi penyediaan rumah untuk kalangan menengah ke atas, karena pada faktanya masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak memiliki tempat tinggal karena keterbatasan kemampuan untuk mencukupi biaya pengadaan perumahan khususnya bagi mereka kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di wilayah perkotaan, sehingga mengakibatkan timbulnya kawasan-kawasan kumuh. 1
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012 mengenai angka kebutuhan akan perumahan (backlog perumahan) sebanyak 13,6 juta terus menjadi acuan. Angka ini bertambah 800 ribu unit per tahunnya, dan akan terus bertambah apabila pemerintah terutama Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) tidak segera menemukan solusinya. Kemenpera sendiri menyadari kondisi ini dan merancang beragam program rumah murah untuk masyarakat, khususnya yang berpenghasilan rendah. Beberapa program yang menjadi sorotan utama adalah rumah murah bersubsidi dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), rumah murah seharga Rp 25 juta direktif Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, serta program 1.000 tower rumah sejahtera susun atau rusunami1. Pemenuhan akan kebutuhan perumahan tersebut salah satunya dapat dilakukan melalui pembangunan rumah susun. Kebijakan pembangunan rumah susun menjadi salah satu pilihan yang menarik untuk dilakukan, baik oleh pemerintah maupun pengusaha properti sebagai bagian dari pembangunan perumahan khususnya di wilayah perkotaan mengingat semakin mahal dan terbatasnya ketersediaan lahan. Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternative pemecahan masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang jumlah penduduknya terus meningkat, karena pembangunan rumah susun dapat dapat mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota 1
Natalia Ririh, "Backlog" Perumahan, antara Keprihatinan dan Peluang, properti.kompas.com/read/2012/05/11/19065945/.Backlog.Perumahan.antara.Keprihatinan.dan.Pe luang., diakses pada tanggal 5 Juli 2013 pukul 01.02 WIB.
2
yang lebih lega dan dapat digunakan sebagai suatu cara untuk peremajaan kota bagi daerah yang kumuh. Pemerintah menganggap perlu untuk mengembangkan konsep pembangunan perumahan yang dapat dihuni bersama di dalam suatu gedung bertingkat, dimana satuan-satuannya dapat dimiliki secara terpisah yang dibangun baik secara horizontal maupun secara vertikal. Pembangunan rumah yang demikian itu sesuai dengan kebutuhan masyarakat kita dewasa ini, terutama masyarakat perkotaan.2 Secara fisik rumah susun merupakan bentuk hunian pada bangunan gedung bertingkat dimana ada bagian yang secara struktural dapat dimanfaatkan secara perorangan dan terpisah yang dilengkapi dengan bagian/benda yang sifatnya digunakan bersama.3 Menurut Arie. S Hutagalung tujuan lain dari pembangunan rumah susun adalah:4 1. Untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dan sehat; 2. Mewujudkan pemukiman yang serasi, selaras, dan seimbang; 3. Meremajakan daerah-daerah kumuh; 4. Mengoptimalkan sumber daya perkotaan; 5. Mendorong pemukiman yang berkepadatan tinggi.
2
Arie S. Hutagalung, 2005, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, Jakarta, hlm.281. 3
Arie S. Hutagalung, 2002, Serba Aneka Masalah Tanah Dalam Kegiatan Ekonomi (Suatu Kumpulan Karangan), Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia Kampus UI, Depok, hlm.156. 4
Ibid.
3
Adanya rumah susun merupakan salah satu pembaharuan bagi penduduk kota metropolitan dengan masalah jumlah penduduk yang bertambah cepat sementara jumlah perumahan yang bergerak lambat. Seperti di Negara-negara lain yang padat penduduknya, penduduk Indonesia khususnya Jakarta, akhirnya tentu akan terbiasa menerima kehadiran rumah susun.5 Ketentuan mengenai rumah susun selama ini diatur dengan UndangUndang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun, tetapi dalam perkembangannya,
undang-undang
tersebut
sudah
tidak
sesuai
dengan
perkembangan hukum, kebutuhan setiap orang dalam penghunian, kepemilikan, dan pemanfaatan rumah susun. Di samping itu, pengaruh gobalisasi, budaya, dan kehidupan masyarakat serta dinamika masyarakat menjadikan undang-undang tersebut tidak memadai lagi sebagai pedoman dalam pengaturan penyelenggaraan rumah susun, sehingga hingga akhirnya pemerintah merancang, membentuk dan mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun (UURS) sebagai pengganti Undang-Undang Rumah Susun yang lama. UURS Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan rumah susun adalah gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk 5
Arie S. Hutagalung, 2005, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, Op. Cit, hlm.
282.
4
tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Pada umumnya pembangunan rumah susun sering kali menimbulkan polemik, dimana kerap kali sering terjadi permasalahan yang berujung sengketa antara pengembang (developer) selaku penjual atau penyelenggara pembangunan dengan konsumen selaku pembeli unit satuan rumah susun sehubungan dengan proses pelaksanaan jual beli unit satuan rumah susun. Akhir-akhir ini banyak penawaran-penawaran yang dilakukan pemasar atau agen properti hunian rumah susun yang menawarkan penjualan unit hunian dengan pola atau strategi penjualan pre project selling, yakni penjualan yang dilakukan sebelum proyek pembangunan properti dimulai. Pengembang biasanya menawarkan unit-unit hunian rumah susun lewat berbagai ajang pameran properti, baik secara sendiri maupun bersama kepada konsumen, sementara bangunan fisik yang ditawarkan pengembang biasanya masih dalam bentuk gambaran market gedung maupun brosur.6 Pemasaran suatu rumah susun pada umumnya menggunakan iklan baik media cetak maupun media elektronik dengan tujuan untuk mempromosikan produk tersebut kepada konsumen. Namun pada faktanya tidak jarang iklan/brosur yang disampaikan oleh pengembang ternyata menyesatkan atau tidak sesuai, bahkan banyak pengembang yang melakukan pemasaran sebelum rumah susun itu berdiri, masih dalam tahap pembangunan maupun perencanaan. 6
Erwin Kallo, 2009, Panduan hukum untuk Pemilik/Penghuni Rumah Susun (Kondominium, Apartemen, dan Rusunami), Minerva Athena Pressindo, Jakarta, hlm. 24.
5
Pemasaran
rumah
susun
yang
belum
selesai
dibangun
kerap
menimbulkan permasalahan yang sering kali terjadi oleh pembeli selaku konsumen rumah susun itu sendiri. Tidak jarang harga jual yang telah disepakati tidak diikuti dengan pelayanan yang baik kepada konsumen, misalnya kualitas bangunan atau pelayanan purna jual. Dasar penyelesaian permasalahan konsumen berupa perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) yang ditandatangani developer dan konsumen juga tidak memberikan perlindungan hukum bagi konsumen. Hal ini sering membuat konsumen kecewa dan mengalami kerugian, penyelesaian masalah yang diberikan oleh developer juga dirasa belum cukup memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen/pembeli rumah susun.7 Salah satu masalah yang penting adalah perlindungan terhadap para konsumen pembeli rumah susun. Selama ini para developer cenderung tidak memberikan informasi yang menyangkut hak konsumen.8 Mengenai hal tersebut harus diambil suatu kejelasan siapa yang bertanggung jawab untuk perlindungan para konsumen yang telah terikat suatu perjanjian dalam transaksi jual beli. Tidak sedikit konsumen di Indonesia yang kurang mengerti hukum, oleh karena itu apabila ada konsumen yang dirugikan belum ada keberanian dari para konsumen untuk mengambil langkah lebih lanjut. Hal inilah yang mengakibatkan para pengembang yang curang dan tidak bertanggung jawab merasa diuntungkan. Rumah susun biasanya dipasarkan pengembang dengan cara penjualan berdasarkan pemesanan. Dalam transaksi jual beli unit satuan rumah susun, surat 7
Yusuf Shofie, 2009, Perlindungan Konsumen Dan Instrumen‐Instrumen Hukumnya, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 97. 8
Arie S. Hutagalung, Op.Cit., hlm.173.
6
pesanan merupakan salah satu dokumen awal yang akan diterima konsumen yang telah berniat ingin membeli unit satuan rumah susun. Hal yang tidak boleh diabaikan oleh konsumen sebelum menandatangani surat pesanan ialah mencermati isi dari syarat dan ketentuan surat pesanan tersebut, karena setelah menandatangani surat tersebut konsumen harus membayar booking fee (biaya pemesanan), beserta uang muka (down payment).9 Erwin Kallo menyebutkan, bahwa isi dari surat pesanan menurut SK Menteri Negara Perumahan Rakyat RI No. 11/SKPTS/1988 tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun sekurang-kurangnya mencantumkan:10 a. b. c. d. e. f. g. h.
Nomor dan/atau nomor bangunan dan satuan rumah susun yang dipesan; Nomor lantai dan tipe satuan rumah susun; Luas satuan rumah susun; Harga jual satuan rumah susun; Ketentuan pembayaran uang muka; Spesifikasi bangunan; Tanggal selesainya pembangunan rumah susun; Ketentuan mengenai pernyataan dan persetujuan untuk menerima persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan serta menandatangani dokumen yang dipersiapkan oleh perusahaan perumahan (pengembang). Perlu disadari bahwa SK Menpera di atas hanya berisi pedoman yang
diharapkan untuk membantu para pihak yang akan melakukan transaksi, namun hanya general (umum), selebihnya adalah kewenangan para pihak untuk menyepakati dan mencantumkan hal-hal yang diatur dalam surat pesanan ataupun perjanjian pengikatan jual beli.11 9
Erwin Kallo, Op.Cit., hlm. 35.
10
Ibid., hlm. 35‐36.
11
Ibid.
7
Konsumen perumahan di Indonesia seolah tak berdaya menghadapi tingkah laku pengembang yang merugikannya. Buktinya, sudah ribuan orang yang menjadi korban kasus perumahan fiktif. Pada perumahan tidak fiktif pun, konsumen juga seringkali tidak berdaya. Konsumen dirugikan, misalnya karena penyerahan rumah yang tidak sesuai jadwal atau spesifikasi rumah yang tidak sesuai dengan janji.12 Padahal di Indonesia sudah ada produk hukum yang mengatur tentang perlindugan konsumen sebagaimana diatur dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf f UUPK secara tegas telah menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut. Namun dalam praktek jual beli unit satuan rumah susun, pasal tersebut seolah dibuat tidak memiliki kekuatan hukum, dan biasanya pengembang telah mengatur hal tersebut sedemikian rupa yang kemudian dituangkan dalam bentuk klausulaklausula baku dalam perjanjian jual beli unit satuan rumah susun, sehingga membuat posisi hukum konsumen menjadi lemah. Oleh karena itu, konsumen sebagai pihak yang dipandang lebih lemah perlu mendapatkan perlindungan guna penegakkan hak-hak konsumen, serta sekaligus sebagai bentuk upaya untuk
12
Erwin Kallo, 2009, Perspektif Hukum Dalam Dunia Properti, Minerva Athena Pressindo, Jakarta, hlm. 47.
8
menuntut ganti kerugian sebagai akibat wanprestasi yang dilakukan oleh pengembang. Berdasarkan uraian tersebut di atas, untuk menjawab ataupun menyikapi permasalahan tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk lebih memahami mengenai permasalahan yang timbul terkait perjanjian jual beli unit satuan rumah susun mengenai bentuk-bentuk wanprestasi pengembang dalam perjanjian jual beli unit satuan rumah susun” (Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 0286/pdt.g/2012/PN.Jkt.Sel).
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut di atas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apasajakah
bentuk-bentuk
wanprestasi
pelaku
pembangunan
dalam
perjanjian jual beli satuan unit rumah susun dan faktor penyebabnya? 2. Apasajakah upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pembeli satuan unit rumah susun untuk menuntut kerugian sebagai akibat wanprestasi pelaku pembangunan?
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui apasajakah bentuk-bentuk wanprestasi pengembang dalam perjanjian jual beli satuan unit rumah susun dan faktor penyebabnya.
9
2. Untuk mengetahui apasajakah upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pembeli satuan unit rumah susun untuk menuntut kerugian sebagai akibat wanprestasi.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah: 1. Teoritis Bagi penulis untuk mengembangkan ilmu pengetahuan hukum: a. Untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan penulis serta memberikan manfaat bagi pembaca, khususnya dalam masalah hukum perjanjian/kontrak, hukum rumah susun dan hukum perlindungan konsumen. b. Memberikan sumbangan dan kontribusi pemikiran untuk perkembangan ilmu hukum terutama kontribusi penelitian akademis di bidang hukum perjanjian/kontrak, hukum rumah susun dan hukum perlindungan konsumen.
2. Praktis a. Hasil penelitian ini kiranya bermanfaat sebagai sumber kepustakaan berupa sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum, khususnya bagi yang berminat untuk meneliti lebih lanjut tentang hukum
10
perjanjian/kontrak, hukum rumah susun dan hukum perlindungan konsumen. b. Hasil penelitian ini mampu memberikan masukan dan umpan balik bagi para
pihak
yang
berkompeten
dalam
pengembangan
hukum
perjanjian/kontrak, hukum rumah susun dan hukum perlindungan konsumen. c. Dapat memberikan maasukan kepada para pihak yang berkepentingan dengan pelaksanaan jual beli unit satuan rumah susun.
E. Keaslian Penelitian Hasil penelusuran dan pengamatan kepustakaan yang dilakukan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, ditemukan beberapa tesis mengenai jual beli rumah susun yang terkait dengan judul tesis peneliti yaitu” “Bentuk-Bentuk Wanprestasi Pengembang Dalam Perjanjian Jual Beli Unit Satuan Rumah Susun” (Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 0286/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Sel), antara lain: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Retno Ima Astuti tahun 2010 yang berjudul “Perjanjian Pengikatan Jual Beli Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Rumah Susun”: Dalam penelitian ini, permasalahan yang diteliti adalah:13
13
Retno Ima Astuti, 2010, Perjanjian Pengikatan Jual Beli Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Rumah Susun, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
11
a. Bagaimanakah kedudukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli rumah susun menurut KUHPerdata? b. Apakah kalusula dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut telah mampu melindungi kepentingan pembeli satuan rumah susun? 2. Penelitian yang dilakukan oleh Fanny Van Sasongko tahun 2011 dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dadlam Transaksi Jual Beli Rumah Susun (Studi Kasus Pada Apartemen Prima 1 Dengan Pengembang PT Primaland Internusa Development Di Jakarta). Penelitian tersebut meneliti permasalahan sebagai berikut:14 a. Apakah hak-hak konsumen telah terlindungi dalam transaksi jual beli rumah susun apartemen Prima 1 dengan pengembang PT. Primaland Internusa Development berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen? b. Hambatan-hambatan
apasaja
yang
terjadi
dalam
pelaksanaan
perlindungan hukum terhadap konsumen dalam transaksi jual beli rumah susun apartemen Prima 1 dengan pengembang PT. Primaland Internusa Development? c. Upaya apasaja yang dapat ditempuh konsumen jika terjadi pelanggaran terhadap hak-haknya?
14
Fanny Van Sasongko, 2011, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi Jual Beli Rumah Susun (Studi Kasus Pada Apartemen Prima 1 dengan Pengembang PT Primaland Internusa Development Di Jakarta, Tesis Program Studi Magister Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
12
3. Penelitian yang dilakukan oleh Aneke Cyntia tahun 2012 dengan judul “Tanggung Jawab Developer Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen Dalam Pembelian Rumag Di Perumahan The Green Court (Studi kasus PT. Nuansa Hijau Lestari)”. Dalam penelitian tersebut, permasalahan yang diteliti adalah sebagai berikut:15 a. Apakah permasalahan hukum dalam proses pembelian rumah di perumahan The Green Court yang berstatus tanah HGB diatas HPL? b. Bagaimanakah bentuk tanggung jawab developer (PT. Nuansa Hijau Lestari) sebagai upaya perlindungan konsumen dikaitkan UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen?
Penelitian yang akan dilakukan peneliti berbeda dengan penelitian yang sudah dilakukan. Penelitian ini akan lebih memfokuskan mengenai bentukbentuk wanprestasi pelaku pembangunan dalam perjanjian jual beli satuan unit rumah susun dan faktor penyebabnya, serta apa sajakah upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pembeli satuan unit rumah susun untuk menuntut kerugian sebagai akibat wanprestasi pelaku pembangunan. Lokasi penelitian ini juga berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Peneliti memilih likasi penelitian di Jakarta, yakni di Apartemen The Belleza Permata Hijau. Oleh karena itu peneliti menyimpulkan bahwa permasalahan tersebut belum pernah diteliti. Apabila dikemudian hari terdapat tesis yanag sama atau 15
Aneke Cyntia, 2012, Tanggung Jawab Developer Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen Dalam Pembelian Rumah Di Perumahan The Green Court (Studi Kasus PT. Nuansa Hijau Lestari), Tesis Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
13
hampir sama maka diharapkan penelitian ini dapat menambah dan mendukung tesis yang telah ada.
14