BAB II PENGATURAN PELANGGARAN PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA
Pemilihan umum (Pemilu) merupakan wadah menghasilkan wakil rakyat yang bersedia dan mampu untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam ajaran demokrasi dan sesuai dengan amanah konstitusi. Pemilu merupakan salah satu mekanisme demokrasi untuk menentukan pergantian pemerintahan dimana rakyat dapat terlibat dalam proses pemilihan wakil mereka di parlemen dan pemimpin nasional maupun daerah yang dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, dan aman. Prinsipprinsip ini sangatlah penting dalam proses pemilihan umum sebagai indikator kualitas demokrasi.63 Perwujudan konsep kedaulatan rakyat di dalam pelaksanaan Pemilu tidak lepas dari penerapan nilai-nilai Pancasila terkhusus Sila Keempat yakni “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaran perwakilan”. Hakikat sila keempat berisi keharusan/ tuntutan untuk bersesuaian dengan hakikat rakyat melalui permusyawaratan/perwakilan yang bijaksana dan berusaha untuk menjamin kepentingan dan kebahagiaan seluruh rakyat. Pelaksanaan Pemilu meliputi proses pendaftaran pemilih, pencalonan, kampanye, penyerahan suara, dan penghitungan suara. Pelaksanaan setiap tahapan dalam tersebut didasarkan pada asas-asas penyelenggaraan Pemilu yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, 63
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Prenamedia Group, 2014), hal. 22.
29 Universitas Sumatera Utara
41
DPD, DPRD. Rumusan asas seperti itu sudah atau dapat dipandang sempurna bila dilandaskan pada asumsi bahwa pemilih mempunyai kemandirian politik yang memadai dan pelaksanaan Pemilu berlangsung secara netral dalam artian bahwa pelaksanaan Pemilu mampu menjamin keberlakuan itu secara formal dan materiil. Pelaksanaan Pemilu sejauh ini memperlihatkan ketidakbenaran asumsi-asumsi yang melatari rumusan asas seperti itu. Maka asas itu menjadi tidak memadai dan hal itu berakibat pada lahirnya peluang dalam pelaksanaan Pemilu yang tidak memenuhi standar demokrasi.64 Dari tidak terpenuhinya standar demokrasi seperti yang diamanatkan oleh UU Pemilu melahirkan berbagai sengketa pemilu yang membutuhkan penanganan lebih lanjut. Sebagai negara hukum yang demokratis tentunya pemilu yang demokratis juga harus menyediakan mekanisme hukum untuk menyelesaikan kemungkinan adanya pelanggaran-pelanggaran pemilu dan perselisihan mengenai hasil pemilu agar tetap legitimate. Pelanggaran mungkin saja akan terjadi baik disengaja maupun tidak disengaja.65 Oleh karena itu, perlu mekanisme hukum dalam pelaksanaan pemilu untuk menyelesaikan pelanggaran pemilu dan perselihan hasil pemilu.
A.
Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum Tolok ukur utama dalam melakukan assessment kode etik, adalah bahwa
penyelenggara pemilu wajib bertindak transparan dan akuntabel. Selain itu, proses ini juga sekaligus mengukur konsistensi pelaksanaan dan efektivitas keberadaan 64
Arbisanit, Partai, Pemilu, dan Demokrasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hal.
200. 65
Sodikin, Op. Cit., hal. 217.
Universitas Sumatera Utara
42
kode etik itu sendiri, khususnya dalam menjaga netralitas, indepedensi, dan profesionalitas penyelenggara pemilu.66 Pelaksanaan kode etik dalam penyelenggaraan pemilu berkaitan dengan netralitas dan independensi serta pelaksanaan transparansi dan akuntabilitas penyelenggara pemilu. Penyelenggara Pemilu yang dimaksud dalam hal ini ialah Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Pasal 1 angka 6 Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 2012, Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum menyatakan kode etik penyelenggara Pemilu selanjutnya disebut kode etik adalah “Satu kesatuan landasan norma moral, etis dan filosofis yang menjadi pedoman bagi perilaku penyelenggara pemilihan umum yang diwajibkan, dilarang, patut atau tidak patut dilakukan dalam semua tindakan dan ucapan”. Pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu adalah pelanggaran terhadap etika penyelenggara Pemilu yang berpedomankan sumpah dan/atau janji sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara Pemilu.67 Adapun yang menjadi prinsip dasar etika dan perilaku dari penyelenggara Pemilu berdasarkan asas mandiri dan adil, ialah68: 66 Boedhi Wijardjo, Wahyudi Djafar, Yulianto, “Assessment Transparansi dan Akuntabilitas KPU pada Pelaksanaan Pemilu 2004: Sebuah Refleksi untuk Perbaikan Penyelenggaraan Pemilu”, http://reformasihukum.org/ID/file/buku/Assessment%20Transparansi%20dan%20Akuntabilitas%2 0KPU%20Pada%20Pelaksanaan%20Pemilu%202004.pdf (akses 18 Oktober 2015) 67 Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Pasal 251 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 117; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5316) Pasal 251 68 Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 2012, Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum Pasal 5 ( ) menyatakan pelaksanaan kode etik Pemilu oleh penyelenggara Pemilu berpedoman pada asas mandiri, jujur,
Universitas Sumatera Utara
43
a. Bertindak netral dan tidak memihak terhadap partai politik tertentu, calon peserta pemilu,dan media massa tertentu; b. Memperlakukan secara sama setiap calon, peserta Pemilu, calon pemilih, dan pihak lain yang terlibat dalam proses Pemilu; c. Menolak segala sesuatu yang dapat menimbulkan pengaruh buruk terhadap pelaksanaan tugas dan menghindari dari intervensi pihak lain; d. Tidak mengeluarkan pendapat atau pernyataan yang bersifat partisan atas masalah atau isu yang sedang terjadi dalam proses Pemilu; e. Tidak mempengaruhi atau melakukan komunikasi yang bersifat partisan dengan pemilih; f. Tidak memakai, membawa, atau mengenakan simbol, lambang atau atribut yang secara jelas menunjukkan sikap partisan pada partai politik atau peserta Pemilu tertentu; g. Tidak memberitahukan pilihan politiknya secara terbuka dan tidak menanyakan pilihan politik kepada orang lain; h. Memberitahukan kepada seseorang atau peserta Pemilu selengkap dan secermat mungkin akan dugaan yang diajukan atau keputusan yang dikenakannya; i. Menjamin kesempatan yang sama kepada setiap peserta Pemilu yang dituduh untuk menyampaikan pendapat tentang kasus yang dihadapinya atau keputusan yang dikenakannya; j. Mendengarkan semua pihak yang berkepentingan dengan kasus yang terjadi dan mempertimbangkan semua alasan yang diajukan secara adil; k. Tidak menerima hadiah dalam bentuk apapun dari peserta Pemilu, calon peserta Pemilu, perusahaan atau individu yang dapat menimbulkan keuntungan dari keputusan lembaga penyelenggara Pemilu;69
Prinsip dan dasar perilaku berdasarkan asas kepastian hukum, penyelenggara Pemilu berkewajiban: a. Melakukan tindakan dalam rangka penyelenggaraan Pemilu yang secara tegas diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan; b. Melakukan tindakan dalam rangka penyelenggaraan Pemilu yang sesuai dengan yurisdiksinya; c. Melakukan tindakan dalam rangka penyelenggaraan Pemilu,menaatiprosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundangundangan; dan d. Menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Pemilu sepenuhnya diterapkan secara tidak berpihak dan adil.70 adil, kepastian hukum, tertib, kepentingan hukum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas. 69 Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 2012, Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum Pasal 10
Universitas Sumatera Utara
44
Berdasarkan asas jujur, keterbukaan, dan akuntabilitas, penyelenggara Pemilu berkewajiban: a. Menjelaskan keputusan yang diambil berdasarkan peraturan perundangundangan, tata tertib,dan prosedur yang ditetapkan; b. Membuka akses publik mengenai informasi dan data yang berkaitan dengan keputusan yang telah diambil sesuai peraturan perundangundangan; c. Menata akses publik secara efektif dan masuk akal serta efisien terhadap dokumen dan informasi yang relevan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; d. Menjelaskan kepada publik apabila terjadi penyimpangan dalam proses kerja lembaga penyelenggara Pemilu serta upaya perbaikannya; e. Menjelaskan alasan setiap penggunaan kewenangan publik; f. Memberikan penjelasan terhadap pertanyaan yang diajukan mengenai keputusan yang telah diambil terkait proses Pemilu;dan g. Memberikan respon secara arif dan bijaksana terhadap kritik dan pertanyaan publik.71 Dalam melaksanakan asas kepentingan umum, penyelenggara Pemilu berkewajiban: a. Memberikan informasi dan pendidikan pemilih yang mencerahkan pikiran dan kesadaran pemilih; b. Memastikan pemilih memahami secara tepat mengenai proses Pemilu; c. Membuka akses yang luas bagi pemilih dan media untuk berpartisipasi dalam proses penyelenggaraan Pemilu; d. Menciptakan kondisi yang kondusif bagi pemilih untuk menggunakan hak pilihnya atau memberikan suaranya; dan e. Memastikan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung bagi pemilih yang membutuhkan perlakuan khusus dalam menggunakan dan menyampaikan hak pilihnya.72
70
Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 2012, Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum Pasal 11 71 Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 2012, Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum Pasal 12 72 Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 2012, Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum Pasal 13
Universitas Sumatera Utara
45
Berdasarkan asas proporsionalitas penyelenggara Pemilu berkewajiban: a. Mengumumkan adanya hubungan atau keterkaitan pribadi yang dapat menimbulkan situasi konflik kepentingan dalam pelaksanaan tugas penyelenggara Pemilu; b. Menjamin tidak adanya penyelenggara Pemilu yang menjadi penentu keputusan yang menyangkut kepentingan sendiri secara langsung maupun tidak langsung;dan c. Tidak terlibat dalam setiap bentuk kegiatan resmi maupun tidak resmi yang dapat menimbulkan konflik kepentingan.73
Prinsip dan dasar perilaku penyelenggara Pemilu berdasarkan asas profesionalitas efisiensi, dan efektivitas ialah: a. Menjamin kualitas pelayanan kepada pemilih dan peserta sesuai dengan standar profesional administrasi penyelenggaraan Pemilu; b. Bertindak berdasarkan standar operasional prosedur dan substansi profesi administrasi Pemilu; c. Bertindak hati-hati dalam melakukan perencanaan dan penggunaan anggaran agar tidak berakibat pemborosan dan penyimpangan; d. Melaksanakan tugas sebagai penyelenggara Pemilu dengan komitmen tinggi; e. Menggunakan waktu secara efektif sesuai alokasi waktu yang ditetapkan oleh penyelenggara Pemilu; f. Tidak melalaikan pelaksanaan tugas yang diatur dalam organisasi penyelenggara Pemilu;dan g. Menggunakan keuangan yang bersumber dari APBN dan APBD atau yang diselenggarakan atas tanggung jawab Pemerintah dalam melaksanakan seluruh kegiatan penyelenggaraan Pemilu.74 Dalam melaksanakan asas tertib, maka penyelenggara Pemilu berkewajiban: a. Memastikan seluruh informasi yang disampaikan kepada publik berdasarkan data dan/atau fakta; b. Memastikan informasi yang dikumpulkan, disusun, dan disebarluaskan dengan cara sistematis, jelas, dan akurat; c. Memberikan informasi mengenai Pemilu kepada publik secara lengkap, periodik dan dapat dipertanggungjawabkan; dan 73
Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 2012, Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum Pasal 14 74 Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 2012, Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum Pasal 15
Universitas Sumatera Utara
46
d. Memberitahu kepada publik mengenai bagian tertentu dari informasi yang belum sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan berupa informasi sementara.75
Ketika terjadi penyimpangan dari kewajiban-kewajiban yang berkenaan dengan prinsip dan dasar etika oleh penyelenggara Pemilu sebelum hingga sesudah berjalannya Pemilu, maka penyelenggara Pemilu yang melanggar tersebut akan ditindak sesuai dengan aturan yang berlaku.
B.
Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum Pelanggaran administrasi Pemilu adalah pelanggaran yang meliputi tata
cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar tindak pidana Pemilu dan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu.76 Ketentuan mengenai prosedur dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaaan Pemilu dapat berupa persyaratan yang diatur baik di dalam undang-undang Pemilu maupun dalam keputusan-keputusan KPU yang bersifat mengatur sebagai aturan pelaksana dari undang-undang Pemilu. Pelaksanaan Pemilu terdiri dari tiga tahapan yang meliputi tahap persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian. Hal tersebut berlaku untuk pelaksanaan ketiga jenis pemilu di Indonesia,yakni:
75
Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 2012, Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum Pasal 16 76 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Pasal 253
Universitas Sumatera Utara
47
a. Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; b. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; dan c. Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Namun dalam hal ini pelanggaran administrasi yang disoroti ialah terhadap Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Adapun aturan administrasi terkait tata cara pengajuan bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/ kota menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Pasal 52 yakni, partai politik peserta Pemilu77 melakukan seleksi bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/ kota yang dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan/atau peraturan internal partai politik peserta Pemilu. Daftar bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/kota diajukan kepada: a. KPU untuk daftar bakal calon anggota DPR yang ditandatangani oleh ketua umum atau sebutan lain dan sekretaris jenderal atau sebutan lain; b. KPU Provinsi untuk daftar bakal calon anggota DPRD provinsi yang ditandatangani oleh ketua atau sebutan lain dan sekretaris atau sebutan lain; dan c. KPU Kabupaten/Kota untuk daftar bakal calon anggota DPRD kabupaten/kota yang ditandatangani oleh ketua atau sebutan lain dan sekretaris atau sebutan lain. 77
Dikatakan sebagai peserta Pemilu jika telah memenuhi ketentuan peraturan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 8
Universitas Sumatera Utara
48
Adapun tata cara pendaftaran bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Pasal 8 ayat (2) ialah: 1. Partai Politik Peserta Pemilu pada Pemilu terakhir yang memenuhi ambang batas perolehan suara dari jumlah suara sah secara nasional ditetapkan sebagai Partai Politik Peserta Pemilu pada Pemilu berikutnya. 2. Partai politik yang tidak memenuhi ambang batas perolehan suara pada Pemilu sebelumnya atau partai politik baru dapat menjadi Peserta Pemilu setelah memenuhi persyaratan: a. Berstatus badan hukum sesuai dengan Undang-Undang tentang Partai Politik; b. Memiliki kepengurusan di seluruh provinsi; c. Memiliki kepengurusan di 75% (tujuh puluh lima persen) jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan; d. Memiliki kepengurusan di 50% (lima puluh persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan; e. Memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang atau 1/1.000 (satu perseribu) dari jumlah Penduduk pada kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksud pada huruf c yang dibuktikan dengan kepemilikan kartu tanda anggota;
Universitas Sumatera Utara
49
f. Mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan pada tingkatan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir Pemilu; g. Mengajukan nama, lambang, dan tanda gambar partai politik kepada KPU; dan h. Menyerahkan nomor rekening dana Kampanye Pemilu atas nama partai politik kepada KPU. i. Menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat; Pengajuan daftar calon anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan 12 (dua belas) bulan sebelum hari pemungutan suara.78 Adapun tata cara pendaftaran bakal calon anggota DPD ialah sebagai berikut: 1) Perseorangan yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 dapat mendaftarkan diri sebagai bakal calon anggota DPD kepada KPU melalui KPU Provinsi. 2) Kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan: a. Kartu tanda penduduk Warga Negara Indonesia; b. Bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah, surat tanda tamat belajar (STTB), syahadah, sertifikat, atau surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh satuan pendidikan atau program pendidikan menengah; 78
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 57.
Universitas Sumatera Utara
50
c. Surat pernyataan di atas meterai bagi calon anggota DPD yang tidak pernah dipidana dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun atau lebih atau surat keterangan dari lembaga pemasyarakatan bagi calon yang pernah dijatuhi pidana; d. Surat keterangan sehat jasmani dan rohani; e. Surat tanda bukti telah terdaftar sebagai pemilih; f. Surat pernyataan tentang kesediaan untuk bekerja penuh waktu yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup; g. Surat pernyataan kesediaan untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat/pengacara, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPD yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup; h. Surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali sebagai kepala daerah, pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah, pengurus pada badan lain yang anggarannya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan i. Surat pernyataan tentang kesediaan hanya mencalonkan untuk 1 (satu) lembaga perwakilan yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup. 3) Pendaftaran calon anggota DPD dilaksanakan 12 (dua belas) bulan sebelum hari pemungutan suara.79
Untuk memudahkan pelaksanaan tiap-tiap tahapan Pemilu maka disusun jadwal secara rinci yang mengacu pada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pelaksanaan setiap Pemilu tersebut. Setiap tahapan Pemilu kemudian diatur lebih rinci secara teknis oleh KPU. Pengaturan setiap tahapan
79
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 68
Universitas Sumatera Utara
51
secara teknis dan rinci oleh KPU inilah yang disebut electoral regulation.80 Setiap Partai Politik Peserta Pemilu diwajibkan menyusun visi, misi, dan program partai untuk disampaikan kepada pemilih pada masa kampanye; apa saja bentuk dan media yang dapat digunakan Partai untuk menyampaikan visi, misi, dan program Partai tersebut; siapa saja yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan kampanye Pemilu, merupakan sejumlah isu yang diatur secara teknis oleh KPU.81 Beberapa contoh pelanggaran administrasi pemilu adalah sebagai berikut: pemasangan alat peraga peserta kampanye, seperti poster, bendera, umbulumbul,spanduk, dan lain-lain dipasang sembarangan. Undang-Undang melarang pemasangan alat peraga di tempat ibadah, tempat pendidikan, lingkungan kantor pemerintahan; Peraturan KPU melarang penempatan alat peraga kampanye di jalan-jalan utama atau protokol dan jalan bebas hambatan atau jalan tol. Arakarakan atau konvoi menuju dan meninggalkan lokasi kampanye rapat umum dan pertemuan terbatas tidak diberitahukan sebelumnya kepada polisi sehingga tidak memiliki kesempatan untuk mengatur perjalanan konvoi. Selain itu, peserta konvoi sering keluar dari jalur yang telah ditetapkan oleh panitia. Kampanye rapat 80
“Calon Independen dalam Pemilihan Kepala Daerah Ditinjau dari Undang-undang Pemerintahan Daerah”, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36038/3/Chapter%20I.pdf (akses 14 Januari 2016). Sebagai suatu sistem, sistem pemilu mempunyai bagian-bagian yang merupakan sistem sekunder (subsystems). Bagian-bagian tersebut adalah electoral regulation, electoral process, dan electoral law enforcement. Electoral regulation adalah segala ketentuan atau aturan mengenai pemilu yang berlaku, bersifat mengingat dan menjadi pedoman bagi penyelenggara, calon dan pemilih dalam menunaikan peran dan fungsi masing-masing. Electoral process dimaksudkan seluruh kegiatan yang terkait secara langsung dengan pemilu yang merujuk pada ketentuan perundang-undangan baik yang bersifat legal maupun bersifat teknikal. Electoral law enforcement yaitu penegakan hukum terhadap aturan-aturan pemilu baik politis, administratif, atau pidana. 81
Roejito dan Titik Ariyati Winahyu, “Putih Hitam Pengadilan Khusus,” Komisi Yudisial Republik Indonesia, edisi 1 (Juli, 2013), hal. 66.
Universitas Sumatera Utara
52
umum dilakukan melebihi waktu yang ditentukan. Kampanye melintasi batas daerah pemilihan. Perubahan jenis kampanye, dalam hal ini KPU dan peserta pemilu sudah menetapkan bahwa parpol tertentu melakukan kampanye terbatas di tempat tertentu, namun dalam pelaksanaannya kampanye terbatas tersebut berubah menjadi kampanye rapat umum yang pada akhirnya juga diikuti oleh arak- arakan.82 C.
Sengketa Pemilihan Umum Pasal 257 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyatakan pengertian dari sengketa pemilu adalah sengketa yang terjadi antarpeserta Pemilu dan sengketa Peserta Pemilu dengan penyelenggara Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota. Sengketa Pemilu ini timbul karena adanya: a. Perbedaan penafsiran atau suatu ketidakjelasan tertentu mengenai suatu masalah kegiatan dan/atau peristiwa yang berkaitan dengan pelaksanaan Pemilihan; b. Keadaaan dimana terdapat pengakuan yang berbeda dan/atau penolakan penghindaran antarpeserta Pemilihan atau antara peserta Pemilihan dengan penyelenggara Pemilihan; dan
82
Surbakti, Ramlan, Didik Supriyanto, Topo Santoso, Loc. Cit., hal. 17.
Universitas Sumatera Utara
53
c. Keputusan
KPU,
KPU/KIP
Provinsi,
dan
KPU/KIP
Kabupaten/Kota.83 Permohonan sengketa pemilihan dapat diajukan oleh: a. Partai politik calon peserta Pemilu; b. Partai politik peserta Pemilu; dan c. Calon anggota DPR, DPD, dan DPRD yang tercantum di dalam daftar calon sementara dan/atau daftar calon tetap.84 Pihak termohon dapat diantaranya: a. KPU, KPU/KIP Provinsi, dan KPU/KIP Kabupaten/Kota; b. Partai politik peserta Pemilu; atau c. Calon anggota DPR, DPD, dan DPRD.85
D.
Sengketa Tata Usaha Negara Pemilihan Umum Sengketa tata usaha negara Pemilu adalah sengketa yang timbul dalam
bidang tata usaha negara Pemilu antara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, atau partai politik calon Peserta Pemilu dengan
83
Perbawaslu Nomor 15 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1109) Pasal 2 ayat (2). 84 Perbawaslu Nomor 15 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 9 ayat (1) 85 Perbawaslu Nomor 15 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 12
Universitas Sumatera Utara
54
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.86 Sengketa yang timbul di dalam sengketa tata usaha negara Pemilu adalah antara: 1.
KPU dan Partai Politik calon Peserta Pemilu yang tidak lolos verifikasi sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang penetapan Partai Politik Peserta Pemilu; Mengenai penetapan Partai Politik Peserta Pemilu, terdapat ketentuan yang diketahui sebagai berikut: a.
Penetapan partai politik peserta Pemilu pada Pemilu terakhir Partai politik peserta Pemilu pada Pemilu terakhir dapat ditetapkan menjadi peserta Pemilu berikutnya. Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyatakan bahwa partai politik peserta Pemilu pada pemilu terakhir yang memenuhi ambang batas perolehan suara dari jumlah suara sah secara nasional ditetapkan sebagai partai politik peserta Pemilu berikutnya. Dalam hal ini bukan berarti partai politik tersebut secara serta merta ditetapkan oleh KPU menjadi peserta Pemilu berikutnya, tetapi partai politik yang bersangkutan terlebih dahulu harus mendaftarkan kepada KPU dengan melampirkan dokumen-dokumen persyaratan
86
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 268.
Universitas Sumatera Utara
55
yang telah ditetapkan.87 Adapun dokumen-dokumen yang dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 ialah: - Berita Negara Republik Indonesia yang menyatakan bahwa partai politik tersebut terdaftar sebagai badan hukum; - Keputusan pengurus pusat partai politik tentang pengurus tingkat provinsi dan pengurus tingkat kabupaten/kota; - Surat keterangan dari pengurus pusat partai politik tentang kantor dan alamat tetap pengurus tingkat pusat, pengurus tingkat provinsi, dan pengurus tingkat kabupaten/kota; - Surat keterangan dari pengurus pusat partai politik tentang penyertaan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; - Surat keterangan tentang pendaftaran nama, lambang, dan/atau tanda gambar partai politik dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia; - Bukti keanggotaan partai politik paling sedikit 1.000 (seribu) orang atau 1/1.000 (satu perseribu) dari jumlah Penduduk pada setiap kabupaten/kota; - Bukti kepemilikan nomor rekening atas nama partai politik; dan - Salinan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Partai politik yang memenuhi persyaratan dengan kelengkapan dokumennya yang ditetapkan menjadi peserta Pemilu dengan suatu Keputusan KPU.88 b.
Penetapan partai politik baru Seperti yang telah disinggung sebelumnya dalam pelanggaran administrasi Pemilu, maka penetapan partai politik baru harus
87
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 14, menyatakan bahwa partai politik yang mengajukan pendaftaran untuk menjadi calon peserta Pemilu diajukan dengan surat yang ditandatangani oleh Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal (atau sebutan lain) pada kepengurusan pusat Partai Politik yang bersangkutan. 88 Roni Wiyanto, Penegakan Hukum Pemilu DPR, DPD, dan DPRD (Bandung:Mandar Maju, 2014), hal. 152.
Universitas Sumatera Utara
56
memenuhi ketentuan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 selain itu juga harus memenuhi ketetentuan yang terdapat dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 dalam melengkapi persyaratan dokumen sebagaimana disinggung sebelumnya dalam penetapan partai politik peserta Pemilu pada Pemilu terakhir. 2.
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dengan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang dicoret dari daftar calon tetap sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang penetapan daftar calon tetap; Penetapan calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dilakukan setelah verifikasi kelengkapan administrasi dan verifikasi terhadap terpenuhinya jumlah sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan bakal calon oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan tingkatannya.89 Adapun syarat administrasi yang harus dipenuhi ialah: - Kartu tanda penduduk Warga Negara Indonesia - Bukti kelulusan pendidikan terakhir berupa fotokopi ijazah, surat tanda tamat belajar (STTB), syahadah, sertifikat kelulusan, atau surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh satuan pendidikan atau program pendidikan menengah; - Surat pernyataan di atas meterai bagi calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang tidak pernah dipidana dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun atau lebih atau surat keterangan dari lembaga pemasyarakatan bagi calon yang pernah dijatuhi pidana; - Surat keterangan sehat jasmani dan rohani;
89
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 58
Universitas Sumatera Utara
57
- Surat tanda bukti telah terdaftar sebagai pemilih; - Surat pernyataan tentang kesediaan untuk bekerja penuh waktu yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup; - Surat pernyataan kesediaan untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat/pengacara, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan/atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup; - Surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah, pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah serta pengurus pada badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara; - Kartu tanda anggota Partai Politik Peserta Pemilu; - Surat pernyataan tentang kesediaan untuk hanya dicalonkan oleh 1 (satu) partai politik untuk 1 (satu) lembaga perwakilan yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup; dan - Surat pernyataan tentang kesediaan hanya dicalonkan pada 1 (satu) daerah pemilihan yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup.90 Pelaksanaan verifikasi dilaksanakan paling lambat 15 bulan sebelum pemungutan suara, jika calon anggota DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota tidak memenuhi persyaratan verifikasi maka akan dikeluarkan keputusan KPU apakah calon yang dimaksud dicoret atau termasuk dalam calon anggota DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Sedangkan untuk penetapan calon anggota DPD, KPU akan melakukan verifikasi kelengkapan administrasi yang terdiri dari: - Kartu tanda penduduk Warga Negara Indonesia; 90 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 51 ayat (2)
Universitas Sumatera Utara
58
- Bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah, surat tanda tamat belajar (STTB), syahadah, sertifikat, atau surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh satuan pendidikan atau program pendidikan menengah; - Surat pernyataan di atas meterai bagi calon anggota DPD yang tidak pernah dipidana dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun atau lebih atau surat keterangan dari lembaga pemasyarakatan bagi calon yang pernah dijatuhi pidana; - Surat keterangan sehat jasmani dan rohani; - Surat tanda bukti telah terdaftar sebagai pemilih; - Surat pernyataan tentang kesediaan untuk bekerja penuh waktu yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup; - Surat pernyataan kesediaan untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat/pengacara, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPD yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup; - Surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali sebagai kepala daerah, pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah, pengurus pada badan lain yang anggarannya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan - Surat pernyataan tentang kesediaan hanya mencalonkan untuk 1 (satu) lembaga perwakilan yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup.91 Pendaftaran calon anggota DPD dilaksanakan 12 (dua belas) bulan sebelum hari pemungutan suara. Jika oleh KPU persyaratan administrasi tersebut tidak dipenuhi pada saat verifikasi calon anggota DPD, maka calon anggota DPD tersebut akan dicoret dalam Keputusan KPU tentang penetapan calon anggota DPD.
91 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 68 ayat (2)
Universitas Sumatera Utara
59
Berdasarkan ketentuan tersebut diatas dapat dikemukakan unsur-unsur sengketa tata usaha negara Pemilu sebagai berikut : 1.
Sengketa dalam bidang tata usaha negara Pemilu;
2.
Sengketa terjadi antara Calon Anggota DPR, DPD, DPRD Propinsi dan Kabupaten/Kota atau Partai Politik calon peserta Pemilu dengan KPU, KPU Propinsi, KPU Kabupaten/Kota; Adanya keputusan KPU, KPU Propinsi, KPU Kabupaten/Kota;92
3.
Adapun yang dapat menjadi penggugat dalam sengketa tata usaha negara Pemilu ialah: -
Partai politik calon peserta Pemilu yang tidak lolos verifikasi sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu;
-
Calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang dicoret dari daftar calon tetap sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang Penetapan Daftar Tetap;93
Calon
92
Yosran, “Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara Pemilu oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara,” http://pttun-medan.go.id/wp-content/uploads/2013/01/Lampirannya.pdf (20 Januari 2015). 93 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara Pemilu Pasal 1 angka 4.
Universitas Sumatera Utara