BAB II PENDIDIKAN KARAKTER DAN NOVEL
A. Pendidikan Karakter 1. Pengertian Nilai Nilai dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah sifat-sifat atau hal-hal yang penting, berguna bagi kemanusiaan dan tidak ada ukuran yang pasti untuk menentukan.1 Jadi nilai tidak lain adalah suatusikap yang menurut sekelompok orang dianggap berharga.2 Menurut Abdul Mujid, nilai disebut dengan value atau qi͂ mah. Nilai sangat erat pengertiannya dengan aktivitas manusia yang komplek sehingga sulit ditentukan batasnya. Menurut Muhaimin, bahwa nilai adalah suatu penepatan atau suatu kualitas objek yang menyangkut suatu jenis apresiasi atau minat.3 Nilai bersifat ideal, abstrak dan tidak dapat disentuh oleh pancaindra, sedangkan yang dapat ditangkap hanya barang atau tingkah laku yang mengandung nilai tersebut. Nilai juga bukan fakta yang berbentuk kenyataan dan konkret. Oleh karena itu, masalah nilai bukan soal benar atau salah tetapi soal dikehendaki atau tidak, disenangi atau
1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hlm. 783. 2 Muhammad Zein, Pendidikan Islam Tinjauan Filosofis, (Yogyakarta: Tim Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga, 1987), hlm. 68. 3 Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosof dan Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm. 109.
15
16
tidak sehingga bersifat subyektif. Nilai tidak mungkin diuji dan ukurannya terletak pada diri yang menilai.4 2. Pengertian Pendidikan Karakter Pendidik berasal dari kata dasar “didik” mendapat awalan pe- dan akhiran -an yang berarti proses perubahan sikap seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses, pembuatan dan cara mendidik.5 Menurut W.J.S Poerwadarminta, istilah pendidikan semula berasal dari bahasa Yunani yaitu paedagogie yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan education yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan dengan tarbiyah yang berarti pendidikan.6 Menurut Sudirman, istilah pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan segaja kepada anak didik oleh seorang dewasa agar ia menjadi dewasa. Dalam perkembangan selanjutnya, berarti usaha yang dijalankan oleh seorang atau kelompok orang untuk memengaruhi seseorang atau kelompok agar menjadi dewasa agar mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.7 Menurut undang-undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk 4
Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam: Landasan Teori dan Praktis, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2007), hlm.35-36. 5 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), hlm. 701. 6 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), hlm. 250. 7 Sudirman, Ilmu Pendidikan, (Bandung:CV. Remaja Rosdakarya, 1987), hlm.4.
17
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang. Karakter berasal dari nilai tentang sesuatu. Sesuatu nilai yang diwujudkan dalam bentuk perilaku anak itulah yang disebut karakter. Karakter dapat didefinisikan sebagai kecenderungan tingkah laku yang konsisten secara lahiriah dan batiniah. Karakter adalah hasil kegiatan yang sangat mendalam dan kekal yang nantinya akan membawa ke arah pertumbuahan sosial.8 Menurut Arismantoro, karakter diartikan sebagai gambaran tingkah laku yang menonjolkan nilai benar-salah, baik-buruk, baik secara implisit maupun eksplisit. Karakter berbeda dengan kepribadian karena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai. Meskipun demikian, baik kepribadian maupun karakter berwujud tingkah laku yang ditunjukan ke lingkungan sosial, keduanya relatif permanen serta monoton, mengarahkan dan mengorganisasikan aktivitas individu.9 Pendidikan karakter sering disamakan dengan pendidikan budi pekerti. Seseorang dapat dikatakan berkarakter atau berwatak jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagi kekuatan moral dalam hidupnya10 sedangkan pendidikan karakter adalah untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata
8
Djaali, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 48-49. Arismantoro, Tinjauan Berbagai Aspek Character Building, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), hlm. 27-28. 10 Nurul Zuhriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 19. 9
18
seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain dan kerja keras. Pendidikan karakter juga dapat didefinisikan sebagai pendidikan yang mengembangkan karakter yang mulia dari peserta didik dengan mempraktikkan dan mengajarkan nilai-nilai moral dan pengambilan keputusan yang beradab yang berhubungan dengan tuhannya.11 Jadi, pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusian seutuhnya yang berkarakter.12 3. Tujuan Pendidikan Karakter Pendidikan karakter dilakukan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan
karakter
bertujuan
untuk
meningkatkan
mutu
penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter atau akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan
dan
menggunakan
pengetahuannya,
mengkaji
dan
menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
11
Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 44. 12 Ibid., hlm. 46
19
Pendidikan karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas. Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. 4. Nilai-nilai Pendidikan Karakter Pendidikan karakter dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebijakan yang menjadi nilai dasar karakter bangsa.kebajikan yang menjadi atribut karakter pada dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu, pendidikan karakter pada dasarnya adalah mengembangkan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, budaya, agama dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional.13 Ada 18 nilai-nilai dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa yang dibuat oleh Diknas,14 yaitu:
13
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), hlm. 73-
74 14
Endah Sulistyowati, Implementasi Kurikulum Pendidikan Karakter, (Yogyakarta: PT. Citra Aji Parama, 2012), hlm. 30-32
20
a.
Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
b.
Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
c.
Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
d.
Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
e.
Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi
berbagai
hambatan
belajar
dan
tugas,
serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. f.
Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
21
g.
Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
h.
Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
i.
Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
j.
Semangat Kebangsaan Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
k.
Cinta Tanah Air Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
l.
Menghargai Prestasi Sikap
dan
tindakan
yang
mendorong
dirinya
untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
22
m.
Bersahabat/Komunikatif Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
n.
Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
o.
Gemar Membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
p.
Peduli Lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
q.
Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
r.
Tanggung Jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, Tanggung Jawab masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
23
B. Novel 1. Pengertian Novel Istilah prosa fiksi disebut karya fiksi, biasa juga diistilahkan dengan prosa cerita, prosa narasi atau cerita berplot. Pengertian prosa fiksi adalah kisah atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar, tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin sebuah cerita. Karya fiksi masih dapat dibedakan dalam berbagai macam bentuk, baik itu roman, novel, novellet dan cerpen. Menurut M Atar Semi, novel merupakan karya fiksi yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus.15 Kata novel berasal dari bahasa Italia novella. Secara harafiah, novella berarti sebuah “barang baru yang kecil” dan kemudian diartikan sebagai “cerita pendek dalam bentuk prosa”. Dewasa ini, novella mengandung pengertian yang sama dengan istilah novelette dalam bahasa Inggris, yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun tidak terlalu pendek.16 Menurut Sudjiman, bahwa novel adalah prosa rekaan yang panjang, menyuguhkan tokohtokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa atau latar secara tersusun.17 Menurut Umar Yunus definisi novel adalah meniru “dunia kemungkinan”. Semua yang diuraikan di dalamnya bukanlah dunia sesungguhnya, tetapi kemungkinan-kemungkinan yang secara imajinasi 15
M. Atar Semi, Anatomi Sastra, (Padang: Angkasa Raya, 1998), hlm. 32. Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2005), hlm. 9. 17 Panuti Sudjiman, Memahami Cerita Rekaan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), hlm. 55. 16
24
dapat diwujudkan. Tidak semua hasil karya sastra harus ada dalam dunia nyata, namun harus dapat juga diterima nalar. Dalam sebuah novel si pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk mengarahkan pembaca kepada gambaran realita kehidupan melalui cerita yang terkadung dalam novel.18 Novel dalam arti luas adalah cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang luas. Ukuran yang luas disini dapat berarti cerita dengan plot (alur) yang komplek, suasana cerita yang beragam dan setting cerita yang beragam pula.19 Novel adalah suatu cerita dengan alur yang cukup panjang mengisi satu buku atau lebih yang menggarap kehidupan pria dan wanita yang bersifat imajinatif. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa novel adalah sebuah karya fiksi berbentuk prosa yang menceritakan kehidupan para tokoh dalam sebuah alur atau peristiwa yang panjang dan tidak terlalu pendek, setidaknya terdiri dari 100 halaman. 2. Ciri-ciri Novel Untuk mengenal sebuah novel maka perlu mengetahui ciri-ciri dari novel. Adapun ciri-ciri novel sebagai berikut: a.
Sajian cerita lebih panjang dari cerpen dan lebih pendek daripada roman.
b.
Bahan cerita diangkat dari keadaan yang ada dalam masyarakat dengan ramuan dari fiksi pengarang.
18
Umar Yunus, Stilistik: Pendekatan, Teori, metode, Teknik dan Kiat, (Yogjakarta: Unit Penerbitan Sastra Teori Asia Barat, 1989), hlm. 91. 19 Jakob Sumardjo, Kumpulan Cerpen Indonesia Mutakhir, (Bandung: Nur Cahaya, 1994), hlm. 29.
25
c.
Penyajian cerita berlandas pada alur pokok atau alur utama yang menjadi batang tubuh cerita dan dirangkai dengan beberapa alur penunjang bersifat otonom (mempunyai latar tersendiri).
d.
Tema sebuah novel terdiri atas tema pokok (tema utama) dan tematema bawahan yang berfungsi mendukung tema pokok tersebut.
e.
Karakter para tokoh bermacam-macam karena beberapa tokoh utama mempunyai karakter yang berbeda, demikian juga para pelaku lainnya. Selain itu, dalam novel dijumpai pula tokoh statis dan tokoh dinamis. Tokoh statis ialah tokoh yang digambarkan terus menerus jahat. Tokoh dinamis sebaliknya, suatu ketika ia berwatak jahat, pada waktu lain ia berwatak baik.20
3. Jenis-jenis Novel Ada beberapa jenis novel dalam karya sastra, Suharianto membedakan novel tujuh jenis yaitu: a.
Novel bertendensi Novel bertendensi adalah novel yang mempunyai tujuan tertentu,
misalnya
bertujuan
untuk
mendidik
atau
untuk
membukakan mata masyarakat akan kepincangan-kepincangan dalam kehidupan. b.
Novel sejarah Novel sejarah adalah novel yang mengisahkan peristiwa sejarah walaupun mengandung unsur kesejahteraan, namun novel ini juga diwarnai dengan pendapat dan pemikiran pengarang.
20
Zaidan Hendy, Kesusatraan Indonesia (Warisan yang Perlu Diwariskan), (Bandung: Remaja Angkasa, 1993), hlm. 225.
26
c.
Novel adat Novel adat adalah novel yang bertujuan menginformasikan adat istiadat suatu daerah tempat cerita itu terjadi. Pengarang lebih memperhatikan adat sehingga ceritanya diwarnai masalah adat daerah tempat cerita.
d.
Novel anak-anak Novel anak-anak adalah novel yang menceritakan kehidupan anak-anak, baik persoalan maupun pengungkapan dengan daya pikir anak-anak.
e.
Novel politik Novel politik adalah novel yang berlatar belakang masalah politik di dalam isinya. Pengarang bermaksud memperjuangkan gagasan politik guna untuk mencapai cita-cita politiknya.
f.
Novel psikologis Novel psikologis adalah novel yang lebih menekankan pada aspek
perkembangan
jiwa
tokohnya.
Pengarang
bermaksud
menginformasikan pengetahuan mengenai sifat dan watak manusia pada umumnya, pergolakan-pergolakan pikiran dan hubungan antara perbuatan manusia dengan watak-watak dasar. g.
Novel percintaan Novel percintaan adalah novel yang lebih membicarakan masalah hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam pergaulan hidup sehari-hari.21
21
Suharianto, Dasar-dasar Teori Sastra, (Surakarta: Widya Duta, 1982 ), hlm. 43
27
4. Unsur-unsur dalam Novel Sebuah novel mempunyai bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan antara satu sama lain. Unsur-unsur tersebut dibagi kedalam beberapa bagian antar lain adalah sebagai berikut:22 a. Unsur Intrinsik Unsur Instinsik adalah unsur-unsur yang membangun sebuah karya sastra. Unsur intrinsik dalam sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut membangun cerita. Unsur-unsur tersebut adalah penokohan, sudut pandang, tema, latar dan alur. Berikut ini adalah penjelasan mengenai beberapa unsur intrinsik yang terdapat dalam sebuah novel. 1) Tema Tema adalah pandangan hidup tertentu, perasaan tertentu mengenai
kehidupan,
rangkaian
nilai-nilai
tertentu
yang
membentuk, membangun dasar dan gagasan utama dalam suatu karya sastra. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tema adalah sebuah ide atau gagasan pokok yang dikembangkan menjadi sebuah cerita. 2) Alur Alur atau plot adalah struktur gerak yang terdapat dalam sebuah karya fiksi. Struktur gerak ini bergerak dari suatu permulaan (beginning) melalui suatu pertengahan (middle) dan
22
Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 1986),
hlm.160.
28
menuju kepada suatu akhir (ending) yang biasanya lebih dikenal dengan istilah eksposisi, komplikasi dan resolusi. 3) Penokohan Tokoh-tokoh yang berada dalam sebuah novel biasanya ditampilkan secara lebih lengkap, misalnya seorang tokoh ditampilkan dengan ciri-ciri fisik, keadaan sosial, tingkah laku, sifat dan kebiasaan. 4) Latar Latar adalah latar belakang fisik, unsur tempat dan ruang dalam sebuah cerita. Latar atau setting disebut juga sebagai landas, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu
dan
lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar dalam sebuah karya fiksi tidak hanya terbatas pada penempatan lokasi-lokasi tertentu atau sesuatu yang bersifat fisik saja. Latar juga dapat berupa tata cara, adat istiadat, kepercayaan dan nilai-nilai yang berlaku sebuah tempat. 5) Sudut pandang Sudut pandang yaitu suatu metode narasi yang menentukan posisi atau sudut pandang dari mana cerita disampaikan. Secara umum, terdapat empat sudut pandang yaitu, sudut pandang personal ketiga (dia-an), sudut pandang persona pertama (aku-an), sudut pandang campuran dan sudut pandang dramatik.
29
b. Unsur Ekstrinsik Unsur ekstinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra. Meskipun demikian, unsur ekstrinsik tetap memiliki pengaruh terhadap isi atau sistem organisme dalam suatu karya sastra. Unsur ekstrinsik terdiri dari sejumlah unsur, yaitu biografi penulis, psikologi penulis dan keadaan masyarakat disekitar penulis. 1) Biografi Penulis Biografi penulis adalah sebuah media yang memuat berbagai informasi mengenai penulis atau pengarang sebuah karya sastra. Melalui biografi pembaca dapat mempelajari kehidupan, perkembangan moral, mental dan intelektual penulis. Selain mempelajari kehidupan penulis, biografi juga dapat digunakan untuk meneliti karya sastra, karena apa yang dialami dan apa yang dirasakan oleh penulis seringkali terekspresikan dalam karya yang ia ciptakan. 2) Psikologi Penulis Tidak jauh berbeda dengan biografi penulis, psikologi penulis terkadang mempengaruhi karya sastra yang ia ciptakan. Namun berbeda halnya dengan biografi penulis yang memuat berbagai informasi mengenai penulis, psikologi penulis adalah sebuah faktor dari psikologis yang terdapat didalam diri penulis. Untuk mengetahui pengaruh psikologis penulis terhadap sebuah karya sastra, peneliti harus menggunakan teori psikologi sebagai tinjauan pustaka.
30
3) Masyarakat Sebuah karya sastra juga mempunyai hubungan yang erat dengan suatu masyarakat, karena karya sastra juga merupakan cerminan dari sebuah masyarakat. Terkadang, pengarang dengan sengaja menjadikan kondisi masyarakat pada masa tertentu untuk memberikan sebuah gambaran tentang permasalahan atau fenomena yang terjadi dalam masyarakat. Untuk melihat pengaruh keadaan masyarakat pada sebuah karya sastra, peneliti harus memiliki bukti-bukti tentang kejadian-kejadian yang dialami masyarakat tersebut. 5. Novel sebagai Media Pendidikan Secara harfiah kata media memiliki arti “perantara” atau “pengantar”. Association for Education and Communication (AECT) mendefinisikan media yaitu segala bentuk yang dipergunakan untuk suatu proses penyaluran informasi.23 Segala sesuatu yang digunakan untuk mendidik harus yang mengandung nilai didik, termasuk dalam pemilihan media. Novel sebagai suatu karya sastra yang merupakan karya seni yang memerlukan pertimbangan dan penilaian tentang seninya. Secara etimologis, sastra juga berarti alat untuk mendidik, lebih jauh dikaitkan dengan pesan dan muatannya. Hampir secara keseluruhan karya sastra merupakan sarana-sarana etika, jadi antara pendidikan dan karya sastra (novel) adalah dua hal yang saling berkaitan.24 Salah satu
23
Asnawir dan Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Press, 2002),
hlm.11. 24
Nyoman Kutha Ratna, Stilistika Kajian Pustaka Bahasa, Sastra, dan Budaya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 447.
31
bentuk kritik sastra adalah seperti yang dilakukan guru-guru bahasa dan sastra di sekolah. Mereka membicarakan karya-karya di depan kelas dihadapan murid-muridnya. Biasanya ada dua pendekatan
yang
digunakan yaitu pendekatan normatif dan pendekatan pedagogis. Karyakarya sastra dibicarakan berdasarkan norma-norma yang sudah ada dan sewaktu dibicarakan tentang isi lebih banyak dibicarakan nilai-nilai susila ataupun nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalam karya sastra. Menurut Mursal Esten sebagaimana dikutip oleh Hasan Alwi dan Dendy Sugono, awal-awal pertumbuhan sastra Indonesia yang lebih cenderung berfungsi sebagai sastra yang mengemban misi tertentu, yakni misi mencerdaskan kehidupan bangsa. Sastra dijadikan sebagai media untuk menyampaikan ide-ide, pikiran, dan pandangan sehubungan misi yang diemban mendidik rakyat.25
25
Hasan Alwi dan Dendy Sugono, Telaah Bahasa dan Sastra, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002), hlm. 228.