1
BAB II PENDAHULUANN
1.1 Latar Belakangg Humann Immunodeficiencyy Viruss (HIV) / Acquired Immuno Deficiency Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di dunia, dimana jumlah kasus HIV/AIDS yang ditemukan secara global sekitar 34 juta, 2,55 juta diantaranya merupakan infeksi baruu dan 1,7 juta kasus kematian yang terjadi di tahun 2012. Periode 10 tahun terakhir, infeksi baru dan kematian HIV cenderung menurun di sebagian besar negara, terutama di Negara Bagian Sub-Sahara Afrika, namun epidemi dilaporkan meningkat di Bangladesh, Indonesia, Filipina dan Srilanka (UNAIDS, 2012). Indonesia merupakann salah satu negara di Asia yang mengalamii peningkatan kasus AIDS cukup signifikan dengan jumlah kasus sebanyak 380.000 pada tahun 2012 dan menduduki peringkat ketiga tertinggi di Asia setelah Tiongkok dan Thailand (UNAIDS, 2012). Berdasarkan laporan Kemenkes RI perkembangan HIV-AIDS sampai dengan Juni 2014 dilaporkan kumulatif kasus HIV di Indonesia sebanyak 142.961 dan kasus AIDS sebanyak 55.623. Namun angka kematian AIDS mengalami penurunan dari 3,79% pada tahun 2012 turun menjadi 0,04% pada Juni 2014. Provinsi Bali menduduki urutan kelima dengan kasus HIV sebanyak 9.051 dan urutan keempat kasus AIDS tertinggi dengan jumlah kasus 4.261 (Kemenkes RI, 2014).Berdasarkan laporan perawatan HIV dan terapi antiretroviral sampai dengan Juni 2014 odha yang menggunakan
1
2
regimen lini pertama sejumlah 32.728 (74,93%) dan yang mengalami substitusi sebanyak 9.666 (22,13%). Berdasarkan pengunaan regimen awal ARV untuk lini pertama sejumlah 74.9%, penggunaan lini dua sejumlah 2.9% dan jumlah substitusi yaitu 22% (Kemenkes RI, 2014). Kabupaten Badung merupakan kabupaten ketiga dengan jumlah pasien HIV/AIDS tertinggi setelah Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng. RSUD Badung memiliki cakupan layanan yang luas untuk wilayah Bali Selatan khususnya Kabupaten Badung dengan dua satelit yaitu Klinik Bali Medika yang fokus pada layanan untuk kelompok LSL (lelaki seks lelaki) dan RSUD Negara. Data pasien juga tercatat dengan lengkap pada rekam medis yang tersimpan tersendiri di Layanan VCT sehingga lebih mudah untuk memperoleh data. Jumlah kumulatif odha sampai periode Juli 2014 yang menggunakan ARV 644 orang dimana 322 orang yang mendapatkan regimen awal zidovudin. Kejadian substitusi dengan awal pemakaian zidovudin sejumlah 77 (24.5%), substitusi
stavudin
(10%), dan tenofofir (0,5%) dimana substitusi zidovudin merupakan substitusi tertinggi diantara regimen lainnya yang disebabkan oleh karena efek samping obat. Pemberian obat antiretroviral (ARV) merupakan langkah yang efektif dalam perawatan orang dengan HIV/AIDS. Terapi ARV mampu menghentikan progresif virus HIV dengan menekan viral load (replikasi virus HIV), mengurangi terjadinya infeksi oportunistik dan meningkatkan kualitas hidup odha. Walaupun ARV belum dapat membunuh virus dan menambah tantangan dalam hal terjadinya efek samping serta resisten terhadap obat, pemberian ARV dapat
3
menurunkan angka kesakitan dan kematian pada odha (Depkes RI, 2006). Pemberian ARV di Indonesia berdasarkan anjuran Kemenkes RI dibagi menjadi dua yaitu pemberian pada lini pertama dan kedua, pada lini pertama ARV diberikan kombinasi tiga jenis obat. Untuk Jumlah CD4 berdasarkan pedoman ARV sebelum tahun 2011 pemberian ARV diberikan dengan CD4 < 200 sel/mm3 kemudian berkembang setelah tahun 2011 pemberian ARV mulai diberika npada CD4 < 350 sel/mm3 terlepas dari ada tidaknya gejala klinis.Tentu hal ini dapat berdampak pada kejadian substitusi zidovudin.(Kemenkes. RI, 2011) Zidovudin merupakan obat pertama yang digunakan secara klinis dalam pengobatan AIDS. Zidovudin sekarang ini masih merupakan komponen regimen HAART (Highly Active Antiretroviral Therapy). Di Indonesia obat ini di awal sering digunakan dimana obat ini aman digunakan pada ibu hamil dan anak yang positif-HIV (Kemenkes, 2011), dengan kombinasi regimen lini pertama yang digunakan adalah 2 NRTI + 1 NNRTI ( zidovudin atau stavudin + lamivudin + nevirapin atau efaviren). Terkait kebijakan pemberian regimen di RSUD Badung zidovudin pada awal tahun 2006 sudah diberikan dalam bentuk kombinasi,untuk tenofofir tahun 2009 sudah tersedia namun terbatas dan mulai banyak diberikan pada tahun 2011 diserta dilanjutkan dengan pemberian FDC tahun 2013. Efekk samping merupakannsalah satu aspek yang perluu diperhatikan dalam pemberian ARV.
Efek samping menjadi alasan medis untuk mengganti
(substitusi) dan menghentikan pengobatan. Bila efek samping obat tidak ditangani secara dini maka efek samping dapat bertambah beratt dan menimbulkan resistensi obat yang berakibat pada menurunnya kualitas
4
pengobatan. Efek samping yang sering timbul pada awal pengobatan zidovudin adalah anemia (Kemenkes RI, 2011). Beberapa hasil penelitian yang dilakukan di beberapa negara terkait prediktor yang berhubungan dengan substitusi zidovudin pada pasien dengan HIV / AIDS yaitu : jenis kelamin dimana penggunaan zidovudin dengan efek samping anemia tertinggi lebih rentan dialami oleh wanita (Phe et al., 2013), Jumlah CD4 saat memulai terapi, berhubungan dengan substitusi penggunaan AZT dengan CD4+ Tcell awal perhitungan < 50 cell/ul (Boulle et al., 2007; Wisaksana et al., 2011; Taisheng et al., 2014;), berdasarkan risiko penularan didapatkan adanya peningkatan substitusi ARV pada kelompok pengguna narkoba suntik (Jarrett et al., 2013), variabel umur menyatakan bahwa umur lebih tua berhubungan dengan terjadinya substitusi (Ridana,et al, 2010; Boulle et al., 2007; Taisheng et al., 2014), untuk kadar hemoglobin yang rendah yang dibawah 10 gr% lebih berisiko untuk pemberhentian terapi AZT (Ridana et al, 2010; Wisaksana et al., 2011; Taisheng et all., 2014; Phe et al., 2013; Taisheng et al., 2014). Penelitian mengenai status TB menyatakan bahwa pengobatan TB berhubungan dengan kejadian Anemia pada odha didapatkan nilai p < 0,001 (Wisaksana et al., 2011). Namun ada penelitian mengenai prediktor berat badan yang menunjukkan hasil yang tidak konsisten (Willig et.al, 2010 ; Phe et al., 2013). Hasil penelitian yang membahas tentang substitusi zidovudin di Indonesia belum terlalu mendalam, beberapa penelitian terkait yang pernah dilakukan di Indonesia sebagian besar dengan studi cross-sectional serta masih terbatasnya penelitian yang membahas mengenai waktu terjadinya substitusi zidovudin.
5
Penelitian terdahulu juga belum ada yang membahas mengenai variabel status TB, kepatuhan minum obat, tempat pelayanan ARV dan kombinasi regimen dimana variabel ini secara tidak langsung berhubungan dengan substitusi zidovudin. Penelitian ini dilakukan dengan studi longitudinal menggunakan data kohort retospektif
dengan analisis survival, sehingga dapat diketahui waktu
kritis
terhadap terjadinya penggantian obat ARV yang telah berlangsung, khususnya yang berhubungan dengan substitusi zidovudin yang tidak hanya terbatas pada pada populasi umum namun juga pada populasi berisiko terutama LSL. Penelitian mengenai substitusi zidovudin juga belum pernah dilakukan di RSUD Badung. Mengingat cukup tingginya kejadian substitusi serta efek samping yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup dan kualitas hidup odha, sehingga penting dilakukan penelitian lebih lanjut yang membahas tentang prediktor substitusi zidovudin serta lamanya waktu untuk terjadinya substitusi zidovudin pada odha di Indonesia dan khususnya di RSUD Badung.
1.2 Rumusan Masalahh Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitiann ini yaitu 1.2.1
Berapakah median time untuk terjadinya substitusi zidovudin ?
1.2.2
Berapakah insiden rate untuk terjadinya substitusi zidovudin ?
1.2.3
Bagaimana karakteristik demografi, karakteristik klinis, risiko penularan dan tempat pelayanan ART dengan substitusi AZT ?
6
1.2.4
Bagaimana kondisi klinis pasien pada akhir pengamatan dengan substitusi zidovudin ?
1.2.5
Adakah hubungan antara karakteristik demografi pasien meliputi umur dan jenis kelamin terhadap kejadian substitusi zidovudin ?
1.2.6
Adakah hubungan antara karakteristik klinis pasien saat mulai terapi yang meliputi berat badan, kadar hemoglobin, Jumlah CD4, stadium klinis, status tuberkulosis, kombinasi regimen NNRTI (NEV dan EFV) dengan substitusi zidovudin ?
1.2.7
Adakah hubungan antara karakteristik risiko penularan dan tempat pelayanan ARV dengan substitusi zidovudin ?
1.2.8
Adakah hubungan antara kebijakan CD4 sebelum tahun 2011 dan setelah tahun 2011 dengan substitusi zidovudin ?
1.3 Tujuan Penelitiann 1.3.1 Tujuan umumm Mengetahui prediktor substitusi Zidovudin pada pasien HIV/AIDS yang berkunjung di layanan VCT Sekar Jepun RSUD Badung tahun 2006-2014. 1.3.2
Tujuan khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Median time terjadinya substitusi zidovudin 2. Insiden rate terjadinya substitusi zidovudin 3. Karakteristik demographi, karakteristik klinis, dan karakteristik sosial pada pasien ARV ?
7
4. Kondisi klinis pasien pada akhir pengamatan terhadap substitusi zidovudin ? 5. Hubungan antara karakteristik demografi pasien meliputi umur dan jenis kelamin dengan substitusi zidovudin ? 6. Hubungan antara karakteristik klinis pasien saat mulai terapi yang meliputi berat badan, kadar hemoglobin, Jumlah CD4, stadium klinis, status tuberkulosis, kombinasi regimen NNRTI (NEV dan EFV) dengan substitusi zidovudin ? 7. Hubungan antara karakteristik sosial pasien yang meliputi faktor risiko penularan dan tempat pelayanan ARV dengan substitusi zidovudin ? 8. Hubungan antara pedoman kebijakan ARV sebelum tahun 2011 dan setelah 2011 dengan substitusi zidovudin ?
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1
Manfaat Teoritiss
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan pengetahuan tentang prediktor yang berhubungan dengan substitusi regimen zidovudin pada odha yang pelayanan terapi ARV. 1.4.2
Manfaat Praktis
1. Sebagai bahan masukan dalam monitoring layanan VCT di RSUD Badung melalui indikator substitusi zidovudin dan penggunaan regimen dalam pengobatan ARV. 2. Memberi informasi bagi pemegang kebijakan dalam membuat kebijakan dalam pemberian ARV. 3. Menjadi acuan bagi peneliti berikutnya dalam hal yang berkenaan dengan substitusi regimen zidovudin.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKAA
2.1 Epidemiologi HIV/AIDS Secara global Indonesia menduduki peringkat ketiga dengan kasusa HIV tertinggi dia Asia sejumlah 380.000 kasus. Laporan UNAIDS , memperkirakan pada tahun 2012 sebanyak 2.3 juta orang baru terinfeksi HIV (newly infected). Angka ini 33% menurun dibandingkan tahun 2001 yaitu 3,4 juta orang. Diperkirakan jumlah odha diseluruh dunia sampai tahun 2012 sebanyak 35,3 juta, angka ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan odha berkaitan dengan menurunnya jumlah kematian akibat AIDS yang merupakan dampak dari terapi ARV pada beberapa tahun terakhir (UNAIDS, 2012). Berdasarkan laporan Kemenkes RI sampai dengan Juni 2014 kumulatif kasus HIV di Indonesia sebanyak 142.961 dan kasus AIDS sebanyak 55.623 orang. Untuk faktor risiko penularan terbanyak melalui heteroseksual (61,5%), penasun (15,2%), diikuti penularan pada perinatal (2,7%) dan homoseksual (2,4%). Provinsi Bali menduduki peringkat kelima untuk kasus HIV dengan jumlah 9.051 orang dan urutan keempat untuk kasus AIDS dengan 4.261 kasus. 2.2 Terapi Antiretroviral (ARV) 2.2.1 Tujuan Terapi ARV Penemuan obat antiretroviral (ARV) tahun 1996 mendorong suatu revolusi dalam perawatan odhaa di negara maju. Terapi ARV dapat membantu dalam menekan replikasi HIV, dimana obat bekerja dalam viral load sampai ke tingkat
8
9
yang tidak terdeteksi (<50 cell/ml), mengembalikan dan memelihara kekebalan tubuh untuk meningkatkan kualitas hidup serta mengurangi morbiditas dan mortalitas terkait HIV.
Pemberian terapi ARV diberikan pada semua klien
dengan Jumlah CD4 < 350 sel/mm3 tanpa memandang stadium klinisnya dan pemberian ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif, ibu hamil dan koinfeksi Hepatitis B tanpa memandang Jumlah CD4 (Kemenkes RI, 2011). 2.2.2 Penggunaan Zidovudin Zidovuin adalah obat pertama yang disetujui untuk mengobati HIV. Obat ini termasuk golongan analog nukleosida atau nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI). Obat golongan ini menghambat enzim reverse transcriptase. Enzim ini mengubah bahan genetik (RNA) HIV menjadikannya bentuk DNA. Ini harus terjadi sebelum kode genetik HIV dapat dimasukkan ke kode genetik sel yang terinfeksi HIV (Spiritia, 2014). Zidovudin digunakan dalam kombinasi dengan beberapa obat anti-HIV lain, biasanya termasuk obat dari kelas yang berbeda, seperti protease inhibitor dan / atau non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Kombinasi seperti hal ini disebut terapi antiretroviral atau ART. Efek samping yang paling berat akibat zidovudin adalah anemia, neutropenia dan miopati. Namun efek samping ini terjadi tergantung dari kondisi klinis pasien saat mulai terapi. Zidovudin secara umum merupakan obat pertama yang digunakan secara klinis dalam pengobatan AIDS. Zidovudin sekarang ini masih merupakan komponen regimen HAART (Highly Active
Antiretroviral Therapy). Di
Indonesia obat ini di awal sering digunakan dimana obat ini aman digunakan pada
10
ibu hamil dan anak yang positif-HIV (Kemenkes, 2011). Zidovudin diberikan dalam bentuk kombinasi regimen lini pertama yang digunakan adalah 2 NRTI + 1 NNRTI ( zidovudin atau stavudin + lamktiivudin + nevirapin atau efaviren), Zidovudin disetujui pada 1987 sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk orang dengan infeksi HIV. Takaran disetujui untuk anak di atas usia enam minggu serta untuk bayi yang baru lahir dari ibu HIV-positif, untuk mencegah penularan HIV. Zidovudin mengurangi penularan HIV dari ibu-ke-bayi secara bermakna. Pada pedoman yang sebelumnya, obat ini diberikan kepada perempuan hamil dari bulan empat kehamilan. Namun sekarang pedoman di Indonesia mengusulkan agar semua ibu hamil terinfeksi HIV mulai ART penuh paling lambat pada semester kedua kehamilan. Berdasarkan pedoman ini, zidovudin diberi pada bayi terlahir dari ibu terinfeksi HIV untuk 4-6 minggu pertama kehidupan (Spiritia, 2014). Produksi zidovudin dapat dibuat di Indonesia oleh kimia farma dan dibiayaai oleh APBN, sehingga zidovudin merupakan salah satu regimen yang memiliki efektivitas yang tinggi. 2.2.3 Subsitusi Zidovudin (AZT) Pemberian ARV pada odha merupakan salah satu upaya memperpanjang harapan hidup odha. ARV bekerja dengan menekan progresifitas virus HIV, menekan replikasi virus, sehingga mampu menurunkan viral load dan meningkatkan Jumlah CD4. Meskipun ARV belum mampu menyembuhkan penyakit atau membunuh virus, namun terapi ARV telah mampu memulihkan sistem imun pasien. Hal ini mengakibatkan infeksi oportunistik menjadi jarang,
11
menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat HIV/AIDS, sehingga mampu untuk meningkatkan kualitas hidup odha (Depkes RI, 2006.) Pemberian ARV secara umum diberikan dalam bentuk kombinasi, yang diberikan seumur hidup. Substitusi akibat efek samping merupakan salah satu aspek yang penting diperhatikan dalam pemberian ARV. Pada dasarnya substitusi atau penggantian dari salah satu obat ARV karena adanya efek samping atau toksisitas diambil dari lini yang sama. Bila toksisitas yang mengancam muncul, semua obat ARV harus dihentikan segera, sehingga secara klinis sembuh, diganti dengan panduan ARV yang lainnya yaitu pemberian lini ke-2 (Kemenkes, 2011). Adapun beberapa penelitian terkait yang membahas tentang substitusi zidovudin yaitu penelitian yang dilakukan oleh (Boulle et al., 2007) mengenai substitusi antiretroviral dengan median follow up yaitu pada bulan ke- 11,1 (IQR : 6,9-18,6). Penelitian yang dilakukan oleh (Velen et al., 2013) untuk median substitusi zidovudin dalam 6 bulan pertama pada analisis multivariat didapatkan dengan nilai HR 5,2 (95% CI 1.1,23). Untuk alasan substitusi dikarenakan oleh penggunaan Zidovudin dengan proporsi substitusi pengobatan dalam 3 tahun didapatkan (n = 47,7,8%(95% CI ; 5,9-10,3), efek samping substitusi tertinggi yaitu anemia atau neutropenia yang terjadi pada bulan pertama pengobatan, serta didadaptkan 21% individu yang menggunakan zidovudin (AZT) menghentikan pengobatan sebelum 3 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh (Velen et al., 2013) menyatakan bahwa selama enam bulan awal pengobatan ART, nilai HR untuk substitusi tunggal obat zidovudin adalah HR 5,2 (95% CI ; 1.1,23) dan tingkat substitusi obat tunggal pada enam bulan pertama ART adalah (8,7 PYRs, 95% CI:
12
5,2-14,7). Serta penelitian yang dilakukan oleh Phe et al.,(2013) menyatakan median waktu untuk terjadi substitusi zidovudin dalam 1,4 tahun (IQR 1.0- 2.0) dimana dalam satu tahun follow-up 139 pasien (11,8%) menghentikan pemakaian zidovudin karena adanya anemia.
2.3 Prediktor Substitusi Zidovudin pada Pasien HIV/AIDS Adapun beberapa penelitian terkait yang mempengaruhi terjadinya subsitusi zidovudin yang dilakukan di luar negeri, namun masih terbatasnya penelitian terkait yang ditemukan di Indonesia. Adapun prediktor yang ditemukan oleh peneliti yang berkaitan dengan kejadian substitusi Zidovudin dan ada penelitian yang menemukan hasil yang berbeda. Berikut hasil peneliti yang terkait dengan substitusi zidovudin 2.3.1
Umur Penelitian yang berkaitan dengan umur diperoleh bahwa peningkatan usia
per-10 tahun dihubungkan dengan substitusi penggunaan zidovudin diperoleh data bahwa usia lebih tua berhubungan dengan terjadinya substitusi (HR : 1,3 95% CI ; 1,0-3,4) (Boulle et al., 2007). Penelitian lain yang dilakukan oleh (Phe et al., 2013) menyatakan adanya hubungan antara usia yang lebih tua dengan kejadian substitusi zidovudin (HR 1.2; 95% CI 1.0β1.4). Hal ini disebabkan karena sistem imun akan menjadi matang di usia dewasa dan akan menurun kembali pada usia lanjut (Sielma, 2012). Hal ini berarti apabila mulai ART di usia yang lebih tua maka memiliki resiko lebih besar untuk terjadinya substitusi.
13
2.3.2
Jenis Kelamin Dikaitkan dengan jenis kelamin dimana penggunaan zidovudin dengan
efek samping anemia tertinggi lebih rentan dialami oleh wanita, karena selama siklus kehidupan wanita mengalami menstruasi, kehamilan dan melahirkan dimana memerlukan cakupan darah yang cukup. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Phe et al., (2013) diperoleh data sebagian besar 1.180 (60,5%) adalah wanita, dengan Kadar hemoglobin awal rata-rata 12,7 g% (IQR 11,7-13,9) dan median waktu sebelum terjadinya substitusi zidovudin 1,4 tahun (IQR 1.02.0). Penelitian oleh Sulivan PS, et al (1998) dalam studinya menyebutkan kejadian makrositosis disertai anemia dengan Kadar Hb < 10 g% terjadi pada perempuan sebanyak 43% dan pada laki-laki sebanyak 37%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Velen et al., (2013) dalam analisis multivariat pada single substitusi menyatakan jenis kelamin wanita berhubungan dengan substitusi ARV dengan nilai HR 2,5 (95% CI; 1,7-3,7). 2.3.3
Berat Badan Penelitian lain terkait berat badan yang dikaitkan dengan substitusi
regimen Lini-1 didapatkan bahwa berat badan < 60 kg berhubungan dengan tingginya risiko substitusi untuk kedua jenis NNRTI (HR : 2,6 untuk NVP) (Boulle et al., 2007). Penelitian yang dilakukan di Peru menyatakan penghentian penggunaan zidovudin karena toksisitas pada 120 hari pertama meningkat secara dramatis dengan baseline berat badan < 60 kg dan temuan ini akan sangat relevan untuk daerah Asia Timur dan Selatan dimana sebagian besar pasien dengan HIV memiliki berat badan dibawah 60 kg. Namun
penelitian lainya menyatakan
14
bahwa tidak ada hubungan independen dari berat badan dengan penghentian penggunaan zidovudin (Phe et al., 2013). 2.3.4
Kadar hemoglobin Kadar hemoglobin merupakan syarat dalam pemberian zidovudin,efek
samping substitusi zidovudin dikaitkan dengan kadar Hb yang rendah adalah terjadi anemia. Anemia adalah kekurangan sel darah merah akibat komplikasi pada sumsum tulang sehingga menyebabkan terjadinya substitusi.Penelitian sebelumnya pada analisa multivariat penghentian penggunaan zidovudin dihubungkan dengan Kadar Hb yang rendah didapatkan (aHR 6.5; 95% CI; 3.7β 11.4) untuk hemoglobin antara 10β12 dan kurang dari 10 g%. Pengukuran Kadar Hb dilakukan sebelum regimen diberikan, tiap bulan pada tiga bulan pertama dan tiap enam bulan. Pemberian zidovudin merupakan kontraindikasi pada pasien dengan Kadar Hb < 8 gr% (Taisheng et al., 2014). Penelitian yang dilakukan (Fisch MA, 1989) mendapatkan angka kejadian anemia sebesar 24% dengan Kadar Hb dibawah 7,5 g/% pada pasien yang mendapat zidovudin dibandingkan dengan 4% pada plasebo (p < 0,001). Sedangkan (Gallant JE, 2006) melaporkan kejadian anemia sebesar 6% pada pasien yang mendapatkan zidovudin dibandingkan dengan 1% pada pasien yang mendapat tenofovir (p < 0,001). Dari 6% pasien anemia median Kadar hemoglobin awalnya adalah 13,8 g% (95% CI;10,8-16,0) dimana turun sampai 6,9 g% (95% CI; 3,7 - 9,3) sebelum dihentikannya pemberian zidovudin.
15
2.3.5
Jumlah CD4 Jumlah CD4 merupakan indikator keberhasianl pengobatan dan tolak ukur
status kesehatan odha. Pasien odha yang mengalami penurunan CD4 secara progresif tanpa ada penyakit atau kondisi medis lain selama terapi ARV merupakan deteksi awal terjadinya kegagalan terapi secara imunologis (Kemenkes, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Boulle et al., (2007) tentang substitusi yang dikaitkan dengan Jumlah CD4, didapatkan analisa multivariat dengan CD4+ awal perhitungan < 50 cell/ul berhubungan dengan substitusi penggunaan zidovudin (HR; 2,0 95% CI; 1,1-3,4). Semakin rendah CD4 maka angka substitusi bahkan kematian akan lebih tinggi dan mereka mereka yang mengalami perbaikan anemia memiliki median survival lebih singkat. 2.3.6
Kebijakan Pedoman ARV Berdasarkan
pedoman
antiretroviral
tahun
2007
merekomendasikan
pemberian ARV pada pasien yang tidak menunjukkan gejala (asymptomatis) dengan Jumlah CD4 < 200 sel/mm3. Kemudian kebijakan berkembang setelah tahun 2011 pemberian ARV mulai diberikan pada CD4 < 350 sel/mm3 terlepas dari ada tidaknya gejala klinis (Kemenkes. RI, 2011). Hasil penelitian menunjukan pada analisa multivariat untuk jumlah CD4 T-cell awal perhitungan < 50 cell/ul (HR;2,0 95% CI ; 1,1-3,7) berhubungan dengan substitusi penggunaan zidovudin (Boulle et al., 2007), penelitian lain juga menunjukan hasil bahwa jumlah CD4 rendah atau < 200 sel/mm3 pada awal penggunaan ARV berhubungan dengan terjadinya anemia (p< 0.001) (Wisaksana et al., 2011) .
16
2.3.7
Tempat pelayanan ARV Awal epidemi HIV/AIDS diketahui, penyakit ini lebih banyak
diidentifikasi pada laki-laki homoseksual, karena aktifitas seksual laki-laki homoseksual lebih bersisiko tertular HIV dibanding heteroseksual. Penelitian yang dilakukan oleh (Saprasetya A. dkk., 2010) menyatakan ada perbedaan yang bermakna dalam rata-rata jumlah partner seks antara kelompok laki-laki homoseksual dan heteroseksual (p=0,001). Dalam aktifitas seksual kelompok homoseksual sebagian besar melakukan seks anal (72%) dibanding kaum heteroseksual. Penelitian lain yang dilakukan oleh Hounton et al. (2005) menunjukkan bahwa partner seks yang banyak dan tidak memakai kondom dalam melakukan aktivitas seksual yang berisiko merupakan faktor risiko utama penularan HIV/AIDS (Prasetya et al., 2010). 2.3.8
Kepatuhan minum obat Kepatuhan minum obat mempengaruhi keberhasilan pengobatan ARV,
adapun faktor yang berkaitan dengan kepatuhan yaitu faktor individu mencakup keinginan untuk mengambil obat; jarak rumah; adanya penggunaan alkohol; perubahan dalam pola aktifitas sehari-hari; depresi atau adanya penyakit lain. Faktor obat diantaranya ; jumlah dan beban pil; kompleksitas regimen dosis dan pembatasan diet (WHO, 2013). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh (Golin et al.,2002) tentang kepatuhan menyatakan sikap positif minum obat akan memperkuat kepatuhan minum obat dengan nilai OR = 1,56 (95%; CI ;1,2 β 2,1). Tingkat dukungan sosial secara independen terkait dengan kepatuhan di mana beberapa dukungan sosial (p = 0.018) dan dukungan sosial yang baik (p = 0,039)
17
meningkatkan kepatuhan dibandingkan dengan dukungan sosial yang buruk (Weaver, 2014)). Hal ini sejalan dengan penelitian (Smith, Colette at al, 2004) yang menyatakan kepatuhan yang suboptimal menunjukan kebutuhan penting untuk pasien dalam penggunaan obat sehingga efek samping yang dapat menyebabkan substitusi obat dapat dihindari. 2.3.9
Status Tuberkulosis Pasien HIV dengan pengobatan TB akan memperburuk kondisi pasien
dimana akan meningkatkan beban virus dapat mempengaruhi menurunkan imunitas dan mempercepat progresi penyakit (Nasronudin, 2007a). Secara langsung belum ada penelitian yang menunjukan hubungan penggunaan zidovudin terhadap status TB,namun kejadian substitusi zidovudin dengan efek samping substitusi zidovudin tertinggi yaitu anemia memiliki hubungan signifikan terhadap pengobatan TB. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Wisaksana et al., 2011) menyatakan bahwa pengobatan TB berhubungan dengan kejadian Anemia pada odha didapatkan nilai p < 0,001. Tuberkulosis juga berhubungan dengan aktivasi imun, peningkatan replikasi HIV, dan mempercepat progresi penyakit sehingga terapi ARV harus segera diberikan pada awal terjadi TB (Nasronudin, 2007a). 2.3.10 Risiko Penularan HIV Penelitian menyatakan bahwa ketergantungan dengan obat-obatan dapat menghambat kemampuan odha untuk mematuhi jadwal pengobatan sehingga pengobatan tidak efektif dan dapat menyebabkan terjadinya substitusi ARV. Beberapa penelitian lain menyatakan adanya peningkatan substitusi bahkan
18
sampai risiko kematian di antara mereka yang tertular HIV melalui penggunaan narkoba suntikan (IDU) (HR=1,49; p =0,08) (Jarrett et al., 2013). Penelitian Zheng et al. menyebutkan bahwa penggunaan jarum suntik OR=1,65 (95% CI; 1,28-2,14) dan transfusi darah OR = 2,18 (95% CI; 1,18-3,99) secara signifikan memiliki tingkat substitusi dan kematian lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang terinfeksi melalui penularan heteroseksual (Zheng et al., 2014) 2.3.11 Kombinasi Regimen ARV Zidovudin merupakan obat pertama yang digunakan secara klinis dalam pengobatan AIDS. Zidovudin sekarang ini masih merupakan komponen regimen HAART (Highly Active Antiretroviral Therapy). Kombinasi regimen lini pertama yang digunakan adalah 2 NRTI + 1 NNRTI yaitu zidovudin atau stavudine + lamivudine + nevirapine atau efaviren. Pasien yang memiliki satu atau lebih obat dalam kombinasi substitusinya memiliki outcome yang lebih baik (Bekolo at al, 2013). Selain itu, penggunaan jenis regimen dasar dalam pengobatan juga berpengaruh terhadap besarnya kejadian substitusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi zidovudin dan efavirenz (EFV) memiliki efikasi dan kemampuan toleransi lebih superior dibandingkan dengan
nevirapine (NVP)
(Bock, Fatti, & Grimwood, 2013). Penelitian lain menyatakan bahwa regimen NNRTI berhubungan dengan hazard substitusi tunggal pada analisa multivariat (Taisheng et al., 2014) 2.3.12 Stadium klinis Odha Stadium klinis merupakan indikator penting dalam penilaian awal kondisi klinis pasien,dalam pemberian terapi antiretroviral bila tidak ada pemeriksaan
19
CD4, penentuan memulai terapi didasarkan pada penilaian klinisnya.(Kemenkes, 2011). Pasien yang terlambat memulai terapi dengan stadium klins lanjut (III&IV) akan memiliki kondisi yang lebih buruk dimana sudah terjadi infeksi sekunder sehingga akan meningkatkan risiko substitusi (Nasronudin, 2007a). Berdasarkan beberapa penelitian terkait stadium klinis pasien, penelitian yang dilakukan oleh (Boulle et al., 2007) menyatakan stadium klinis pasien pada stadium III dan IV memiliki risiko lebih tinggi terjadinya substitusi zidovudin dengan nilai HR 2,0 (95% CI; 1,1-3,4). Penelitian lain yang dilakukan oleh (Velen et al., 2013) dalam analisis multivariat menyatakan bahwa stadium klinis lanjut (III &IV ) berhubungan dengan substitusi ARV 2.4 Faktor Internal dan Eksternal yang Berhubungan dengan Substitusi Zidovudin Dukungan, perawatan dan pengobatan terhadap odha memiliki arti penting dalam upaya meningkatkan kualitas dan memperpanjang umur harapan hidup odha. Kualitas dan umur harapan hidup odha dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang berpengaruh adalah keadaan dalam tubuh odha (mencakup berat badan, umur, Jumlah CD4, Kadar hemoglobin dan stadium klinis), karakteristik demografiserta penerimaan terhadap penyakitnya. Faktor eksternal adalah dukungan psikologis dan psikososial dari tenaga medis, pasangan, keluarga, masyarakat dan tokoh masyarakat yang berpengaruh positif terhadap kualitas maupun umur harapan hidup odha (Nasronudin, 2007b). Adanya pengawas minum obat, risiko penularan HIV merupakan faktor eksternal yang juga terkait dengan kejadian substitusi dalam pengobatan ARV.
20
BAB IIII KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Berdasarkan kajian teori diatas maka kerangka berfikir dalam penelitian terkait substitusi zidovudin, yaitu : Substitusi akibat efek samping atau toksisitas dari pemakaian ARV merupakann salah satu aspek yang penting diperhatikan dalam pemberian ARVV. Tingginya angka substitusi pada pengobatan ARV dapt menyebabkan kegagalan pengobatan bahkan menimbulkan kematian. Zidovudin merupakan obat pertama yang digunakan secara klinis dalam pengobatan AIDS. Zidovudin sekarang ini masih merupakan komponen regimen HAART (Highly Active Antiretroviral Therapy). Di Indonesia obat ini sering digunakan pada awal pengobatan, evektif serta aman digunkan pada ibu hamil dan anak yang positif-HIV (Kemenkes, 2011). Kombinasi regimen lini pertama yang digunakan adalah 2 NRTI + 1 NNRTI ( zidovudin atau stavudine + lamivudine + nevirapine atau efaviren), selain itu efek samping dari penggunaan zidovudin juga perlu diperhatikan dimana pada pengobatan zidovudin dapat menyebabkan terjadinya substitusi akibat toksisitas atau efek samping pengobatan yaitu anemia. Zidovudin merupakan obat antiretroviral (ARV) yang pertama disetujui, obat ini telah lebih diteliti dibandingkan dengan obat lainnya.
20
21
Faktor internal dan eksternal mempengaruhi dalam keberhasilan pengobatan ARV, dimana pemberian ARV pada odha merupakan salah satu upaya memperpanjang harapan hidup odha. Pemberian ARV secara umum diberikan dalam bentuk kombinasi, yang diberikan seumur hidup pada odha. Adapun faktor internal diantaranya umur, jenis kelamin, kelompok risiko penularan HIV, berat badan awal, Kadar hemoglobin awal, Jumlah CD4 awal, dan stadium klinis odha merupakan prediktor mempengaruhi dalam kejadian substitusi zidovudin. Pemberian terapi ARV pada odha dengan berat badan awal yang lebih tinggi dan Kadar hemoglobin yang normal, dan Jumlah CD4 yang normal akan memperoleh keadaan yang lebih baik dalam pengobatannya. Dimana odha dengan kondisi awal yang lebih baik di dalam pengobatan ARV akan lebih dapat mempertahankan
pengobatan, merasakan manfaat dan
mencegah terjadinya
substitusi dalam pengobatan. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar juga mempengaruhi dalam substitusi penggunaan ARV terutama penggunaan regimen zidovudin. Faktor eksternal seperti risiko penularan, dimana odha dengan riwayat pengguna narkoba suntik dapat meningkatkan kejadian substitusi. Odha yang memiliki faktor eksternal yang baik dimana kondisi psikologi yang baik (adanya dukungan sosial dari keluarga maupun masyarakat) akan mempengaruhi dalam efektivitas pengobatan ARV.
22
3.2 Konsep Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka bagan konsep penelitian adalah seperti dibawah ini
Independent Variabel Status Demografi - Jenis kelamin - Umur Status Klinis - Stadium klinis - Berat badan - Kadar hemoglobin - Jumlah CD4 awal - Status tuberkulosis - Kombinasi regimen (NNRTI)
Efek samping pemberian AZT Dependent Variable Substitusi zidovudin pada pasien HIV/AIDS
Faktor Sosial - Tempat pelayanan ARV - Tahun pemberian ARV - Risiko penularan
Keterangan: = Diteliti = Tidak diteliti
23
3.3 Hipotesiss Penelitiann Dari kerangka konsep diatas, hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut : 3.3.1
Ada hubungan antara karakteristik demografi pasien pada awal pengobatan meliputi umur dan jenis kelamin terhadap kejadian substitusi zidovudin
3.3.2
Ada hubungan antara karakteristik klinis pasien saat mulai terapi yang meliputi berat badan, kadar hemoglobin, Jumlah CD4, stadium klinis, status tuberkulosis, kombinasi regimen NNRTI (NEV dan EFV) terhadap substitusi zidovudin
3.3.3
Ada hubungan faktor sosial antara karakteristik risiko penularan dan tempat pelayanan ART dan tahun kebijakan pemberian ART sebelum dan sesudah tahun 2011 terhadap substitusi zidovudin
24
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1
Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian logitudinal dengan melakukan analisis
data sekunder secara retrospektif pada kohor pasien HIV/AIDS yang mendapat terapi ARV di Klinik VCT Sekar Jepun RSUD Badung tahun 2006 sampai dengan 2014. Untuk baseline adalah pasien yang pertama kali menggunakan terapi zidovudin, kemudian diamati sampai terjadinya event yaitu pasien yang mengalami substitusi zidovudin, dimana waktu untuk terjadinya event berbedabeda tiap pasien.
4.2
Lokasi dan Waktu Penelitiann Penelitian telah dilaksanakan di Klinik VCT Sekar Jepun RSUD Badung
mulai Desember 2014 - April 2015. Dipilihnya Klinik VCT Sekar Jepun sebagai lokasi penelitian karena di klinik ini memberikan pelayanan VCT tidak hanya terbatas pada kelompok berisiko namun juga pada masyarakat umum, klinik ini juga sebagai satelit rujukan dari RSUD Negara dan Klinik Bali Medika yang fokus pada kelompok lelaki seks lelaki (LSL). Selain cakupannya yang luas untuk wilayah Bali selatan, klinik ini juga memiki pencatatan rekam medis yang lengkap dan disimpan pada ruang tersendiri. .
24
25
4.3
Penentuan Sumber Dataa
4.3.1 Populasi Penelitian Populasi penelitian ini adalahhseluruh odha yang pelayanan terapi zidovudin di Klinik VCT Sekar Jepun RSUD Badung pada periode tahun 2006 sampai dengan 2014. 4.3.2
Kriteria Inklusi dan Ekslusin
a. Kriteria Inklusi 1. Pasien dewasa dengan umur > 14 tahun. b. Kriteria ekslusi 1. Pasien yang hanya memiliki satu kali kunjungan 4.3.3 Besar Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh odha yang pelayanan terapi Zidovudin di Klinik VCT Sekar Jepun RSUD Badung periode Januari 2006 Agustus 2014
yang memenuhi kriteria inklusi. Jumlah sampel penelitan ini
adalah 260 orang dengan 77 orang yang mengalami substitusi zidovudin. Jumlah pasien yang menggunakan zidovudin meningkat tiap tahunnya, dimana sebagian besar pasien menggunakan zidovudin (58%) terjadi di tiga tahun terakhir pengamatan. Perhitungan besar sampel minimal dalam penelitian ini akan menggunakan uji hipotesis terhadap 2 insiden rate (uji proporsi pada dua kelompok). Perhitungan besar sampel diuraikan sebagai berikut :
π=
(π1βπΌ
2
1 + π β·β2 + π1βπ½ πβ·12 +β·22 )Β² k(β·1 β β·2 )Β²
26
Keterangan : ZΞ± = derivate baku alfa (5%= 1,96) ZΞ²= derivate baku beta (10% = 1,28) Ξ» 2 = proporsi substitusi pada kelompok yang sudah diketahui (kelompok kontrol) Ξ» 1 = proporsi substitusi pada kelompok yang akan diuji k = rasio kelompok tidak substitusi dengan kelompok yang mengalami substitusi di populasi Berdasarkan angka tersebut maka jumlah sampel minimal yang diperoleh dari HR penelitian terdahulu yaitu Tabel 4.1 Perhitungan Sampel Penelitian Nama peneliti dan variabel Velen et al., 2013 Jenis kelamin Boulle et al., 2007 Stadium Klinis odha Boulle et al., 2007 Jumlah CD4
Outcome
HR
Ξ»2
Ξ»1
n1=n2
2n
Substitusi zidovudin Substitusi zidovudin Substitusi zidovudin
2,2
0,22
0,48
51
102
1,9
0,22
0,42
70
140
2,0
0,22
0,44
62
124
Berdasarkan perhitungan besar sampel dari beberapa variabel ditemukan 70 untuk kelompok yang mengalami substitusi dan 70 pada kelompok yang tidak mengalami substitusi sehingga jumlah sampel minimal adalah 140. Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh pasien di Klinik VCT Sekar Jepun yang menggunakan regimen awal zidovudin serta memenuhi kriteria inklusi. Seluruh sampel yang digunakan terkait dengan pertimbangan penggunaan
27
data sekunder menghindari ketidak lengkapan data yang tersedia sehingga perlu dipertimbangkan penggunaan sampel yang lebih besar. 4.4 Variabel Penelitiann 4.4.1
Variabel Bebas (independent variable) Variabel independen dalam penelitian ini adalah : Umur, Jenis kelamin,
berat badan, Kadar hemoglobin awal, Jumlah CD4 awal, status TB, risiko penularan, kepatuhan minum obat dan stadium klinis WHO. 4.4.2
Variabel terikatt (dependent variabel) Variabel dependen dalam penelitian ini adalah substitusi zidovudin.
4.4.3
Definisi Operasional Variabel Tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel
Variabel 1 Independen Variabel
Definisi Operasional 2
Alat Ukur 3
Skala Ukur 4
Analisis Data 5
Umur
Umur (dalam tahun) odha Form saat mulai terapi yang pengump tercatat di dalam rekam ulan data medis dan register ARV
Interval
Numerik (Bekolo et al. 2013)
Jenis Kelamin
Jenis kelamin odha yang tercatat dalam rekam medis
Nominal
Kategorik 0 = perempuan 1 = laki-laki (Phe et al., 2013)
Berat Badan
Berat badan saat pertama kali pelayanan ARV yang tercatat di dalam rekam medis
Interval
Numerik (Phe et al., 2013)
28
Variabel
Definisi Operasional
Alat ukur
1 Stadium Klinis WHO
2 Stadium klinis sesuai standar WHO saat pertama kali menggunakan ARV yang tercantum dalam rekam medis
3
Skala Ukur
Analisis Data
4 Nominal
5 0 = stadium I &II 1 = stadium III &IV 9 = missing (Boulle et al., 2007)
Jumlah CD4 Jumlah CD4 pertama kali awal memulai ARV yang tercatat dalam rekam medis
Interval
Numerik
Kadar haemoglobin
Kadar hemoglobin pertama kali menggunakan ARV yang tercatat dalam rekam medis
Ordinal
Katagorik 0 = > 12 gr% 1 = 10 β 12 gr/ dl 2 = < 10 gr/ dl
Risiko penularan HIV
Cara penularan virus HIV kepada pasien saat pertama kali yang tercatat di rekam medik.
Status Tuberkulosis
Status tuberculosis pasien HIV/AIDS saat mulai terapi ARV yang tercatat di rekam medis
Kepatuhan minum obat
Tahun kebijakan ARV
Jumlah obat yang dikonsumsi pasien dalam satu tahun pengamatan yang tercatat dalam rekam medis
Kebijakan berdasarkan tahun sebelum 2011 (CD4 < 200 sel/mm3) dan kebijakan berdasarkan tahun setelah
Nominal
Nominal
Ordinal
Nominal
0 =Heterosexsual 1 =Homosexsual 2 = IDU 3 = lain-lain 9 = missing ( Wicaksana et al , 2009) 0 = TB Negatif 1 = Suspek TB 2 = Pengobatan TB 9 = missing 0 = (> 95% ) 1 = (80-95%) 2 = (< 80%) 3 = lain-lain 9 = missing 0 = Sebelum tahun 2012 1 = Setelah tahun 2012
29
1
2 2011 (CD4 < 350 sel/mm3 ) terhadap substitusi zidovudin. Namu pelaksanaan baru bisa diterapkan pada tahun 2012
Tempat pelayanan ARV
Variabel Dependen Substitusi Zidovudin
Tempat awal memperoleh ARV yang terdiri dari RS Utama dan Klinik Bali Medika.
Penggantian obat pertama pada individu yang menggunakan zidovudin karena adanya toksisitas atau intoleransi, diambil pada kelas yang sama. - Start point nya adalah tanggal saat pertama kali memulai terapi zidovudin dan end point adalah tanggal terjadinya substitusi zidovudin. - Sensor adalah odha yang telah meninggal atau pindah,mengalami loss to follow up dan yang tidak mengalami substitusi sampai akhir pengamatan.
3
4
5 9 = missing
Nominal
0= RS Badung 1= Klinik Bali Medika
Nominal
Tanggal substitusi zidovudin
4.5 Instrumen Penelitiann Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data yaitu formulir pengumpulan data yang sudah diuji coba untuk mengumpulkan data rekam medik yang dibutuhkan. Formulir tersebut berisi data dasar berupa kondisi medis awal dan faktor eksternal pasien yang diteliti termasuk tanggal mulai terapi dan tanggal saat terjadinya substitusi zidovudin.
30
4.6 Prosedur Pengumpulan Data 4.6.1
Jenis Data yang dikumpulkan Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data sekunder,
yaitu data dari kohort odha yang pelayanan terapi ARV di Klinik VCT Sekar Jepun RSUD Badung pada tahun 2006 sampai dengan 2014. Data yang dikumpulkan adalah seperti jenis kelamin, umur, berat badan, pendidikan, Jumlah CD4, Kadar hemoglobin, stadium klinis WHO,kepatuhan minum obat, kombinasi regimen (NNRTI) status TB, Risiko penularan HIV dan tempat pelayanan ARV . Data kelanjuta terapi ARV yaitu terjadinya substitusi dan tidak substitusi termasuk tanggal pertama kali memulai terapi ARV dan tanggal kunjungan terakhir. 4.6.2 Cara Pengumpulan Data Diawali dengan permohonan ijin kepada direktur RSUD Badung untuk melakukan penelitian dan mengambil data di Klinik VCT Sekar Jepun.. Kemudian data akan dikumpulkan dengan ekstraksi rekam medis masing-masing odha yang menggunakan ARV di Klinik VCT Sekar Jepun RSUD Badung pada tahun 2006 sampai dengan 2014 yang memenuhi kriteria inklusi ke dalam formulir pengumpulan data yang telah dipersiapkan. Selanjutnya data pada formulir pengumpulan data yang masih dalam bentuk hard copy akan dibuat ke dalam bentuk soft copy (dalam bentuk microsoft excel) untuk memudahkan analisis. Untuk menjaga kerahasiaan data odha sebagai sampel maka dalam proses ekstraksi data akan dilaksanakan oleh peneliti dengan mencantumkan nomor
31
identitas tanpa mencantumkan nama odha yang akan disimpan dalam file khusus yang bersifat rahasia. 4.6.3 Pengolahan Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan diolah dengan langkah langkah sebagai berikut : a.
Editing Data pasien dari rekam medik yang telah disalin ke formulir pengumpulan
data dipindahkan ke computer (Microsoft Excel). Pada saat pemindahan data ini akan dilakukan juga pemeriksaan data yaitu apabila data yang ditemukan tidak jelas atau kurang lengkap maka akan dilakukan pengecekan lagi pada rekam medis. b.
Cleaning Data yang telah dimasukkan ke komputer dicek untuk dilakukan pembersihan
data yaitu untuk mengeluarkan pasien yang tidak memenuhi kriteria inklusi penelitian. c.
Coding Data pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi akan dikategorikan untuk
memudahkan analisis. d.
Entering Data yang telah dikategorikan dalam Microsoft Excel, kemudian dibuatkan
ke dalam format STATA.
32
e.
Tabulating Data dianalisis menggunakan STATA dan disajikan dalam bentuk tabel
distribusi, grafik dan diinterpretasikan. 4.7 Analisis Data Analisis data dilakukan dengan program STATA, meliputi analisis univariat, bivariat, dan multivariat. 4.7.1 Analisis Univariat Analisa univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik dan variabel yang akan dianalisa dengan memasukan semua variabel yang diteliti, sehingga dapat diketahui median time substitusi zidovudin, insiden substitusi zidovudin, dan karakteristik masing-masing variabel prediktor. Penyajian hasil analisis univariat untuk variabel berskala nominal yaitu dengan tabel distribusi frekuensi yang berisi frekuensi dan proporsi. Sedangkan untuk data interval akan dilakukan penyajian terkait nilai mean dan standar deviasi (SD). Untuk median time substitusi akan ditampilkan dengan nilai median dan inter quartile range (IQR) yang menampilkan persentil ke 25% sampai persentil ke 75% dari waktu terjadinya subtitusi zidovudin. 4.8.2 Analisis Bivariat Pada analisa ini, dilakukan tabulasi silang antara variabel independen (umur, jenis kelamian, berat badan, risiko penularan, status TB, tempat pelayanan ARV, kombinasi regimen NNRTI, kepatuhan, stadium klinis odha, Jumlah CD4 awal, kadar hemoglobin awal dan kebijakan pedoman ARV dan variabel dependen (substitusi zidovudin).
33
Analisi berdasarkan waktu terjadinya substitusi diperhitungkan dengan menggunakan analisa survival, dimana akan diperoleh nilai rate substitusi zidovudin per 100 person years akan diperoleh dari analisa ini. Analisis bivariat yang akan dilakukan yaitu metode Kaplan Meier untuk membandingkan probabilitas masing-masing variable bebas terhadap variable terikat. Hasil analisis akan disajikan dalam bentuk kurva Kaplan-Meier. Sedangkan uji kemaknaan akan dilakukan dengan metode Log Rank Test pada tingkat kepercayaan 95% dan Ξ± = 5%. Pada penyajian hasil bivariat akan disajikan frekuensi, waktu survival, dan nilai p. Analisis dengan menggunakan Cox Proportional Hazard Model akan digunakan untuk memperoleh hazard ratio (HR) dari substitusi odha yang pelayanan terapi ARV di Klinik VCT Sekar Jepun RSUD Badung periode Januari 2006 sampai dengan Juni 2014, dengan memasukkan variabel dependent dengan masing-masing variabel independen. Pada analisis ini, akan diperoleh nilai HR, nilai p spesifik, dan nilai p untuk crude HR (pada variabel dengan lebih dari 2 kategori) dengan tingkat kepercayaan 95%. Pengaruh antara variabel dependen dengan variabel independen dapat dilihat dari nilai p (dimana dikatakan signifikan jika nilai p < 0,05), nilai HR dan 95% CI dari HR. Ho ditolak bila p < 0,05 dan nilai HR β 1 dengan 95% CI dari HR, dimana 1 berada di luar CI. HR < 1 berarti variabel tersebut dapat menurunkan risiko untuk substitusi, HR > 1 menunjukkan bahwa variabel tersebut dapat meningkatkan substitusi, sedangkan HR = 1 berarti variabel tersebut tidak mempengaruhi terjadinya substitusi.
34
4.8.3 Analisis Multivariat Analisis ini dilakukan untuk melihat hubungan paling kuat terhadap substitusi zidovudin dengan faktor-faktor yang mempengaruhi secara bersama-sama (untuk menghilangkan efek variabel confounding). Pada analisa ini kembali dilakukan dengan melakukan analisis menggunakan Cox Proportional Hazard Regression. Variabel dependent akan dimasukkan bersama-sama dengan variabel independent yang akan dimasukkan ke dalam model adalah variabel yang pada analisis bivarat memiliki nilai p < 0,25. Pada analisis ini juga akan diperoleh nilai Hazard Ratio HR, nilai p spesifik, dan nilai p dari crude HR dengan tingkat kepercayaan 95%. Pada variabel dengan lebih dari 2 kategori, nilai p dari crude HR dihitung dengan testparm (untuk data kategorikal) dan test trend (untuk data interval). Pengaruh antara variabel dependent dengan variabel independen dapat dilihat dari nilai p (dimana dikatakan signifikan jika nilai p < 0,05), nilai HR dan 95% CI dari HR. Ho ditolak bila p < 0,05 dan nilai HR β 1 dengan 95% CI dari HR, dimana 1 berada di luar CI. HR < 1 berarti variabel tersebut dapat menurunkan risiko untuk substitusi zidovudin, HR > 1 menunjukkan bahwa variabel
tersebut dapat
meningkatkan risiko substitusi zidovudin, sedangkan HR = 1 berarti variabel tersebut tidak berhubungan dengan terjadinya substitusi zidovudin.
35
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Sampel Jumlah sampel yang tercatat menerima ARV 671 orang, yang menggunakan regimen zidovudin sejumlah 284 orang. Dikeluarkan 11 orang karena hanya memiliki satu kali kunjungan dan 13 orang karena berusia kurang dari 15 tahun, sehingga jumlah sampel 260 orang. Dari jumlah tersebut 77 mengalami substitusi AZT dan 183 tidak substitusi AZT. Dari 260 pasien yang dianalisis, pasien yang meninggal 5,7%, lost to follow up 2,6%, rujuk 4,3% dan masih melakukan terapi 87,4%. Berdasarka karakteristik demografi pada tabel 5.1 dari 260 sampel pada kelompok substitusi zidovudin didapatkan wanita (40%) lebih besar untuk substitusi zidovudin. Pada risiko penularan kelompok IDU (38,5%) dan heteroseksual (33,3%) memiliki risiko yang sama besar untuk terjadi substitusi zidovudin. Median umur terjadi substitusi zidovudin adalah 34 tahun (29,0-40,0). Untuk tempat layanan memperoleh ARV dominan berasal berasal dari RS Badung yang mengalami substitusi zidovudin (32,1%) dengan pemberian kombinasi regimen NNRTI yaitu efaviren (EFV) (34.2%) yang lebih besar untuk substitusi zidovudin. Alasan substitusi zidovudin dominan karena toksisitas obat (50,6%) dan adanya anemia (44,2%). Berdasarkan kebijakan ARV pada kelompok substitusi 30,4% pemberian ARV berdasarkan kebijakan setelah tahun 2011 lebih
35
36
berisiko substitusi zidovudin. Untuk kepatuhan dominan > 95% untuk terjadi substitusi zidovudin (30,1%) Tabel 5.1
Karakteristik Sosio Demografi Pasien yang menggunakan AZT di Klinik Sekar Jepun RSUD Badung tahun 2006 β 2014 Karakteristik
Substitusi n(%)
Tidak Substitusi n(%)
Total n(%)
Total (% total)
77 (29,6)
183 (70,8)
260 (100)
Jenis kelamin Wanita Laki-laki
28 (40) 49 (25,8)
42 (60) 141 (74,2)
70 (100) 190 (100)
Risiko penularan Heteroseksual Homo/Biseksual IDU
67 (33,3) 5 (10,9) 5 (38,5)
134 (66,7) 41 (89,1) 8 (61,5)
201 (100) 46 (100) 13 (100)
Umur (tahun) * (Median, IQR)
34 (29,0-40,0)
31 (26,0-38,0)
32 (26,0-38,0)
Tempat Pelayanan ARV RS Badung Klinik Bali Medika
72 (32,1) 5 (13,8,)
152 (67,8) 31 (86,1)
224 (100) 36 (100)
Kombinasi regimen NNRTI EFV NEV
14 (34,2) 63 (28,7)
27 (65,9) 156 (71,2)
41 (100) 219 (100)
Tahun pemberian ARV Setelah Tahun 2011 Sebelum Tahun 2011
45 (30,4) 32 (28,6)
103 (69,6) 80 (71,4)
148 (100) 112 (100)
Alasan Substitusi** Efek samping obat Anemia Ruam
40 (51,9) 34 (44,2) 3 (3,89)
-
-
Kepatuhan 209 (100) > 95% 63 (30,1) 146 (69,8) 6 (100) 80-95% 1 (16,7) 5(83,3) 4 (100) < 80% 1 (25) 3 (75) 41 (100) Missing 12 (29,3) 29 (70,7) *Data tidak berdistribusi normal,sehingga dicari nilai Median ** Data dikelompokkan dalam satu pengamatan (kelompok yang mengalami substitusi)
37
Tabel 5.2 Karakteristik Kondisi Klinis Pasien pada Awal dan Akhir pada Dua Kelompok Substitusi di Klinik Sekar Jepun RSUD Badung tahun 2006 β Agustus 2014 Karakteristik klinis
Klinis Awal n (%) Substitusi
Total n (%)
Non Substitusi 183 (70,4)
Klinis Akhir n (%) Substitusi
Total n (%)
77 (29,6)
Non Substitusi 183 (70,4)
130 (50,8) 116 (45,3) 10 (3,9) -
29 (37.6) 16 (20,8) 9 (11,7) 23 (29,8)
99 (54,1) 17 (9,3) 4 (2,2) 63 (34,4)
128 (49,2) 33 (12,7) 13 (5,0) 86 (33,1)
228 (100) 18 (100) 14 (100)
77 (100) 0 (0) 0 (0)
179 (97,8) 3 (1,6) 1 (1,0)
256(98,5) 3 (1,2) 1 (0,4)
95 (51,9) 88 (48,1)
114 (43,8) 146 (56,2)
19 (24,7) 58 (75,3)
87 (47,5) 96 (52,5)
106 (40,7) 154 (59,2)
55 (47-62)
53 (46-60)
54 (48,0-61,0)
58 (50-66)
57 (50-65)
Total (% total)
77 (29,6)
Hemoglobin awal Hb > 12 gr% 10 - 12 gr% < 10 gr% missing
29 (37,6) 42 (54,4) 6 (7,8) -
Status TB TB Negatif Suspect TB Pengobatan TB
68 (88,3) 5 (6,5) 4 (5,2)
Stadium klinis Odha Stadium I &II Stadium III & IV
19 (24,7) 58 (75,3)
Berat badan (kg), n=260 (Median, IQR)*
49 (45,0-56,0)
Jumlah CD4 (cell/mm3), n=257 (Median, IQR)*
40 (13,0-107,0) 89 (18-246) 66 (17-228) 162 (56,0-292,0) 254 (91-389) 227 (69-372)
101 (56,4) 74 (41,3) 4 (2,2) 160 (87,4) 13 (7,1) 10 (5,5)
*Data tidak berdistribusi normal,sehingga dicari nilai Median
Pada Tabel 5.2 menunjukkan karakteristik klinis pasien pada awal dan akhir pada kelompok substitusi zidovudin, dari 260 sampel diperoleh hasil pada kelompok hemoglobin pada kondisi klinis awal sebagian besar dengan Hb 10-12 gr% (54,4%) dan meningkat pada stadium klinis akhir dengan Hb > 12gr% (37,6%). Untuk status TB pada kelompok substitusi zidovudin baik pada stadium klinis awal maupun akhir dominan dengan TB Negatif (awal 88,3% dan akhir 100%). Berdasarkan stadium klinis pada kelompok yang mengalami substitusi zidovudin dominan dengan stadium klinis III dan IV (awal 75,3% dan akhir 75,3%). Untuk berat badan pada awal terapi median berat badan 49 kg (IQR : 45,0-56,0) kemudian meningkat pada menjadi 54 kg di akhir pengamatan (IQR :
38
48,0-61,0). Untuk median CD4 pasien yang mengalami substitusi zidovudin pada kondisi klinis awal 40 sel/mm3 (IQR : 13-107) meningkat menjadi 162 sel/mm3 (IQR : 56-292) pada akhir pengamatan. Berdasarkan insiden rate untuk substitusi zidovudin di Klinik Sekar Jepun adalah 19 per 100 person years, sedangkan median time untuk terjadinya substitusi zidovudin adalah 0,19 tahun atau 69 hari (IQR= 25-178). Kurva substitusi zidovudin digambarkan pada Kurva Kaplan-Meir sebagai berikut.
0.00
0.25
0.50
0.75
1.00
Kaplan-Meier survival estimate Kaplan-Meier AZT Substitution estimate
0
1000
2000
3000
14
1
days Number at risk 260
55
Gambar 5.1 Kurva Kaplan-Meir AZT Substitusi
5.3 Analisis Bivariat Prediktor yang berhubungan dengan Substitusi Zidovudin pada Odha Analisis bivariat dilakukan dengan mengelompokkan prediktor substitusi zidovudin menjadi variabel sosio-demografi dan variabel klinis . Pada tabel 5.3 dapat dilihat adapun variabel yang memiliki hubungan yang signifikan dengan substitusi zidovudin berdasarkan variabel
umur, untuk variabel klinis yaitu
stadium klinis odha, berat badan, dan jumlah CD4 serta pedoman kebijakan ARV. Prediktor ditentukan brdasarkan nilai p, nilai HR, dan 95% CI dari HR dengan menggunakan analisa Cox proportional hazard model. Hasil analisa disajikan pada tabel 5.3
39
Tabel 5.3 Hasil Analisis Bivariat Prediktor yang Berhubungan dengan Substitusi Zidovudin pada Pasien di Klinik Sekar Jepun RSUD Badung tahun 2006 β Agustus 2014 Variabel
Rate per 100 PYRs Rate 3
Hazard Ratio (95% CI) (n=260) 5
49 28
16,4 26,4
1 (ref) 1,5 (0,98-2,50)
0,06
67 5 5
19,1 25,1 15,2
1 (ref) 0,58 (0,23-1,47) 0,96 (0,38-2,48)
0,52
72 5
18,5 31,7
1 (ref) 0,7 (0,31-1,92)
0,57
34 (29-40)
-
1,03 (1,01-1,06)
0,007
Kombinasi regimen NNRTI EFV NEV
14 63
20,7 18,7
1 (ref) 0,89 (0,50-1,59)
0,704
Tahun kebijakan ART Sebelum Thn. 2011 Setelah Thn. 2011
32 45
10,7 42,6
1 (ref) 1,95 (1,18-3,23)
0,009
49 (45-56)
-
0,96 (0,94-0,99)
0,006
40 (13-107)
-
0,97 (0,95-0,99)
0,023
29 42 6
14,6 23,6 23,6
1 (ref) 1,84 (1,14-2,96) 2,12 (0,87-5,17)
0,012 0,098
19 58
12,0 23,5
1 (ref) 2,25 (1,34-3,79)
0,002
68 5 4
18,5 26,9 22,6
1 (ref) 1,07 (0,43-2,67) 0,89 (0,32-2,45)
0,88 0,83
Substitusi 2
1 Jenis kelamin Laki-laki Wanita Risiko penularan Heteroseksual Homo/Biseksual IDU Tempat Pelayanan ARV RS Badung Klinik Bali Medika Umur (tahun) (Median, IQR)
Berat badan (kg) (Median, IQR) Jumlah CD4(cell/mm (Median, IQR) Hemoglobin awal Hb > 12 gr% 10 - 12 gr% < 10 gr% Stadium klinis Stadium I & II Stadium III & IV Status TB TB Negatif Suspek TB Pengobatan TB
P>|z|
6
P>|z| Grup 7
3)
0,009
0,96
40
Tabel 5.3 menunjukan bahwa dari 11 variabel yang dianalisis bivariat, didapatkan tujuh variabel yang berhubungan signifikan dengan substitusi zidovudin. Wanita hampir dua kali lebih besar untuk terjadi substitusi zidovudin (HR : 1,6; 95% CI: 0,98-2,50). Hemoglobin (Hb) awal < 10 gr% dua kali lebih besar untuk terjadi substitusi zidovudin dibandingkan Hb > 12 gr% HR 2,1 (95% CI: 0,87- 5,17). Stadium Klinis lanjut (III&IV) dua kali lebih besar untuk terjadi substitusi zidovudin dibanding stadium awal I & II (HR : 2,25; 95% CI: 1.343.79). Untuk variabel CD4 dimana tiap peningkatan CD4 10 cell/mm3 menurunkan risiko substitusi zidovudin hampir 0,97 kali (HR 0,97; 95% CI: 0,950,99), setiap peningkatan satu kilogram berat badan akan menurunkan risiko substitusi zidovudin sebesar 0,96 (HR: 0,96; 95% CI: 0,94- 0,99) dan setiap kenaikan umur satu tahun meningkatkan risiko substitusi zidovudin sebesar 1,03 kali (HR 1,03; 95% CI: 1,01-1,06). Untuk tahun kebijakan ARV setelah tahun 2011 hampir dua kali meningkatkan risiko substitusi dibanding tahun kebijakan sebelum tahun 2011 (HR: 1,95; 95% CI : 1,18 β 3,23). 5.4 Analisis Multivariat Prediktor yang Berhubungan dengan Substitusi Zidovudin pada Odha Analisis multivariat dilakukan secara bersama-sama pada variabel dengan nilai p < 0.25 pada analisis bivariat, dengan tujuan untuk mengetahui variabel yang berhubungan dengan terjadinya substitusi zidovudin pada odha. Variabel yang dilakukan analisis multivariat yaitu : jenis kelamin, hemoglobin awal, stadium klinis odha, berat badan, jumlah CD4 dan tahun kebijakan pemberian ARV.
41
Tabel 5.4 Analisis Multivariat Prediktor Substitusi Zidovudin pada Pasien di Klinik Sekar Jepun RSUD Badung tahun 2006 β Agustus 2014 Variabel
Ajusted Hazard Ratio (95% CI) *
P>|z|
P>|z| Group
Jenis kelamin Laki-laki 0,021 1 (ref) Wanita 1,79 (1,09 β 2,94) Hemoglobin awal Hb > 12 g%l 1 (ref) 10 - 12 gr% 2,21 (1,34-3,66) 0,002 0,002 < 10 gr% 2,72 (1,02-7,21) 0,044 Stadium klinis Odha Stadium I & II < 0,001 1 (ref) Stadium III & IV 3,53 (1,26 - 6,19) Tahun Kebijakan ARV Sebelum Thn. 2011 < 0,001 1 (ref) Setelah Thn. 2011 3,83 (2,19 - 6,70) *Analisa multivariat dilakukan dengan metode backward dengan cara mengeluarkan variabel secara bertahap yaitu langkah 1; CD4 awal, langkah 2; berat badan, dan langkah 3; umur
Analisis multivariat prediktor yang terbukti berhubungan dengan substitusi zidovudin yaitu pasien dengan jenis kelamin wanita 1,79 kali lebih besar untuk terjadi substitusi zidovudin dibandingkan laki-laki (HR: 1,79; 95% CI: 1,09-2,94; p: 0,021), pasien dengan hemoglobin awal <10 gr% 2,72 kali lebih besar untuk
terjadi substitusi zidovudin dibandingkan hemoglobin > 12 gr% (HR: 2,72; 95% CI: 1,02-7,21; p:0,002). Untuk stadium klinis III dan IV lebh besar 3,5 kali untuk terjadinya substitusi zidovudin dibandingkan stadium klinis I dan II (HR: 3,53; 95% CI :1,26-6,19; p: <0,001). Berdasarkan tahun kebijakan ARV, didapatkan tahun kebijakan setelah tahun 2011 hampir empat kali lebih besar untuk terjadinya substitusi zidovudin dibandingkan kebijakan sebelum tahun 2011 (HR : 3,83; 95% CI : 2,19 - 6,70; p : < 0,001)
42
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Besaran Masalah Substitusi Zidovudin pada Pasien HIV/AIDS Selama delapan tahun pengamatan pada kohort pasien HIV/AIDS Klinik Sekar Tunjung menunjukkan 29.6% pasien mengalami substitusi zidovudin, jika dikaitkan dengan angka nasional laporan perawatan HIV Kementrian Kesehatan RI tahun 2014 dalam 10 tahun pengamatan diperoleh kejadian substitusi secara umum 22,13%, selain itu hasil studi ini juga dilihat berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan di Kamboja dengan persentase substitusi zidovudin 11,8% (Phe et al., 2013). Ini menandakan persentase substitusi zidovudin di Klinik VCT Sekar Jepun Badung relatif lebih tinggi. Median time substitusi zidovudin pada penelitian ini sebesar 69 hari (IQR; 25-178), artinya sebanyak 50% pasien di klinik Sekar Jepun dapat bertahan pada hari ke-69 (dua bulan) sebelum mengalami substitusi zidovudin. Hasil ini relatif lebih cepat dibandingkan dengan beberapa penelitian yang dilakukan di Kamboja oleh Phe et al., 2013 dengan median time substitusi zidovudin sebesar 94 hari (IQR 63-155) dan penelitian oleh Velen et al., (2013) untuk median substitusi zidovudin 180 hari pertama dengan HR 5,2 kali (95% CI;11-23). Semua studi tersebut menunjukkan bahwa rata-rata pasien berisiko mengalami substitusi zidovudin pada tahun pertama pengobatan. Angka insiden rate substitusi zidovudin di Klinik Sekar Jepun sebesar 19 per 100 person years, bila dibandingkan dengan penelitian (Velen et al., 2013)
42
43
yang menyatakan selama enam bulan penggunaan AZT, insiden rate untuk substitusi zidovudin sebesar 8,7 per 100 PYRs (95% CI; 5,2-14,7) dan penelitian yang dilakukan Phe et al., (2013) untuk insiden rate substitusi zidovudin 13,8 per 100 PYRs. Ini menunjukan bahwa insiden rate substitusi zidovudin di Klinik Sekar Jepun relatif lebih tinggi dibanding penelitian di negara lain. Perbedaan hasil ini dapat disebabkan oleh karena perbedaan kondisi klinis pasien di Indonesia dengan negara lain dimana pasien yang memulai terapi di Klinik Sekar Jepun dengan kondisi klinis awal yang lebih buruk. Hal ini dapat dilihat dari median awal CD4 40 sel/mmΒ³ (IQR : 13 -107), median berat badan 49 kg (IQR : 45-56) dan median hemoglobin 11,6 gr% (IQR : 11-13,1). Kondisi ini bila dibandingkan dengan penelitian luar yang dilakukan di kamboja oleh Phe et al., (2013) yang memulai dengan kondisi medis yang lebih baik, median awal CD4 288 sel/ mmΒ³ (IQR : 186-413), berat badan 51 kg (IQR: 45-58) dan median hemoglobin 12,7 gr% (IQR : 11,7-13,9). Buruknya kondisi klinis pasien saat memulai terapi dapat disebabkan oleh karena keterlambatan dalam mendiagnosa status HIV yang berdampak pada terlambatnya memulai terapi. Kondisi klinis diatas berbeda dengan hasil penelitian berdasarkan tahun kebijakan, dimana didapatkan untuk variabel tahun pemberian AZT setelah 2011 (CD4 < 350 sel/ mm3) 3,8 kali lebih besar untuk terjadi substitusi dibandingkan tahun sebelum 2011 (CD4 < 200 sel/ mm3), dimana seolah-olah orang yang memulai terapi setelah tahun 2011 lebih berisiko untuk terjadi substitusi AZT. Dikaitkan dengan penelitian terdahulu menunjukan hasil yang tidak konsisten, dimana pada penelitian yang dilakukan di Afrika Selatan oleh Boulle et al., (2007)
44
ditemukan pada analisa multivariat CD4 awal 50 sel/mm3 berhubungan dengan substitusi AZT (HR: 2,0 95% CI; 1,1-3,7) ini berarti CD4 yang rendah pada awal terapi menandakan pasien memulai dengan kondisi klinis yang lebih buruk lebih berisiko untuk terjadi substitusi AZT. Namun hasil penelitian tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan di Indonesia oleh Rahmat S.,dkk (2009) yang menyatakan tidak ada hubungan signifikan antara CD4 dengan pemberian AZT. Penelitian ini juga menemukan pada analisis multivariat tidak ada hubungan signifikan antara CD4 awal dengan Substitusi AZT (p= 0,62), sehingga CD4 bukan merupakan persyaratan mutlak terkait dalam penggunaan regimen AZT (Kemenkes, 2011). Berdasarkan analisis lanjut untuk tahun kebijakan pemberian ART setelah 2011 (CD4 < 350 sel/mmΒ³) baru dapat dilaksanakan tahun 2012, sehingga memiliki waktu pengamatan yang lebih singkat yaitu satu setengah tahun dibandingkan sebelum tahun 2011 dengan waktu pengamatan yang lebih panjang yaitu lima tahun. Untuk grafik kaplan-Meir (terlampir) pada awal pengamatan didapatkan survival rate pada kedua kelompok pada awal pengamatan hampir sama kemudian pada dua bulan pengamatan survival rate substitusi AZT sebelum tahun 2011 lebih rendah dibandingkan setelah tahun 2011, namun pengamatan setelah tahun 2011 terputus setelah dua tahun pengamatan (di tahun 2014). Belum bisa disimpulkan apakah tahun kebijakan ART setelah tahun 2011 memiliki perbedaan ataukah sama terhadap tahun kebijakan sebelum tahun 2011 untuk substitusi AZT, sehingga penting dilakukan penelitian lebih lanjut guna mendapatkan hasil yang lebih spesifik.
45
6.2 Prediktor yang berhubungan dengan Substitusi Zidovudin Hasil penelitian yang menunjukan variabel yang berhubungan secara statistik dengan substitusi zidovudin berdasarkan variabel demografi yaitu jenis kelamin dan variabel klinis yaitu kadar hemoglobin, stadium klinis odha dan kebijakan CD4. Dikaitkan dengan jenis kelamin, zubstitusi zidovudin dua kali lebih besar terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki. Dikaitkan dengan penelitian yg dilakukan oleh Sulivan PS, et al.,(1998). dalam studinya menyebutkan kejadian anemia karena penggunaan zidovudin dengan Kadar Hb < 10 g% dominan terjadi pada wanita (40%) dibanding laki-laki (25,8%). Penelitian lain dalam analisis multivariat pada substitusi AZT menyatakan jenis kelamin wanita berhubungan dengan substitusi zidovudin (Velen et al., 2013; Wicaksana R.dkk, 2010). Berdasarkan data Riskesdas Tahun 2013 terkait kadar hemoglobin, diperoleh prevalensi anemia pada wanita (22,7%) lebih tinggi dibandingkan lakilaki (16,6%) (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Hal ini dapat disebabkan wanita selama siklus kehidupan rentan menjadi anemia karena mengalami menstruasi, kehamilan dan melahirkan dimana terjadi kehilangan darah yang cukup banyak sehingga wanita lebih berisiko untuk terjadi substitusi zidovudin. Dikaitkan dengan variabel kadar hemoglobin pada penelitian ini memiliki hubungan signifikan terhadap substitusi zidovudin, dimana Hb awal <10 gr% hampir tiga kali lebih besar untuk terjadi substitusi zidovudin dibanding Hb >12 gr%. Berdasarkan penelitian sebelumnya didapatkan adanya penurunan rerata kadar Hb awal setelah penggunaan AZT dari 12,3 gr% menjadi 11,4 gr% sehingga meningkatkan risiko substitusi AZT (Ridana W.,dkk 2010). Penelitian lain di
46
Kamboja dalam analisis multivariat penghentian penggunaan AZT dihubungkan dengan Kadar Hb awal < 10 gr% (aHR 6,5; 95% CI: 3,7β11,4) (Phe et al., 2013). Alasan terjadinya substitusi zidovudin dikaitkan dengan rendahnya kadar hemoglobin berhubungan dengan adanya anemia (44,2%). Anemia merupakan kekurangan sel darah merah akibat kerusakan sumsum tulang dimana efek sampinh ini dtunjukan pada oarang yang menggunanakan AZT, sehingga kadar hemoglobin awal normal merupakan syarat dalam pemberian zidovudin ( > 10,5 gr%). Berdasarkan analisis lebih lanjut dikaitkan antara hemoglobin dan jenis kelamin pada penelitian ini diperoleh wanita dengan Hb < 10 gr% memiliki proporsi lebih besar (7,35%) untuk terjadi substitusi AZT deibandingkan laki-laki (2,66%), sehingga wanita dengan kadar Hemoglobin yang rendah lebih berisiko untuk substitusi AZT dibandingkan laki-laki. Substituisi zidovudin tiga kali lebih besar terjadi pada pasien dengan stadium klinis III dan IV dibandingkan stadium klinis I dan II. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Boulle et al., (2007) menyatakan pasien pada stadium klinis III dan IV memiliki risiko lebih tinggi terjadinya substitusi zidovudin dengan nilai (HR 2,0; 95% CI:1,1-3,4). Pada penelitian ini stadium klinis odha yang mengalami substitusi zidovudin dominan dengan stadium klinis III dan IV (39,7%) dibandingkan stadium klinis I dan II (16,7%). Berdasarkan kondisi klinis ini menandakan pasien yang mulai terapi ARV pada stadium klinis lanjut III dan IV saat mulai terapi mencerminkan kondisi yang buruk dimana
47
sudah terjadi infeksi sekunder sehingga meningkatkan risiko substitusi (Nasronudin, 2007b).
6.3 Prediktor yang tidak berhubungan dengan Substitusi Zidovudin Adapun variabel yang tidak berhubungan signifikan dengan substitusi berdasarkan karakteristik demografi yaitu umur, berdasarkan karakteristik klinis yaitu berat badan, jumlah CD4, status TB, dan kombinasi regimen NNRTI. Serta untuk karakteristik sosial yaitu risiko penularan. Untuk variabel berat badan, dimana penelitian ini menunjukan pada analisis multivariat tidak ada hubungan signifikan antara berat badan dan substitusi zidovudin. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan tidak ada hubungan antara berat badan dengan kejadian substitusi zidovudin (Boulle et al., 2007; Phe et al., 2013). Namun hasil ini bertentangan dengan penelitian dilakukan di Peru menyatakan penghentian penggunaan zidovudin karena toksisitas pada 120 hari pertama meningkat secara dramatis dengan baseline berat badan < 60 kg. Dimana pada penelitian ini berat badan tidak memiliki pengaruh besar terhadap substitusi zidovudin, sehingga berat badan bukan merupakan variabel yang signifikan berpengaruh terhadap substitusi zidovudin. Hal serupa juga terjadi pada variabel umur, dimana pada analisis bivariat didapatkan setiap peningkatan umur satu tahun, maka risiko substitusi zidovudin meningkat 1,03 kali, namun menjadi tidak signifikan pada analisis multivariat dimana tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara umur dengan kejadian substitusi zidovudin, hasil ini berbeda dengan hasil penelitian di Kamboja yang
48
menyatakan bahwa umur yang lebih tua berhubungan dengan substitusi zidovudin (Phe et al., 2013). Hal ini dapat disebabkan karenapada penelitian ini sebagian besar 78% berada pada usia dewasa muda (< 40 tahun). Namun penelitian lain yang menyatakan tidak ada hubungan bermakna antara umur dengan substitusi zidovudin (Boulle et al., 2007). Sehingga umur bukan merupakan idependent variabel yang berhubungan dengan substitusi zidovudin. Dikaitkan dengan jumlah CD4 pada penelitian ini menemukan hasil statistik yang signifikan pada analisa bivariat, dimana jumlah CD4 berhubungan dengan substitusi zidovudin, namun menjadi tidak signifikan pada analisis multivariat. Hal ini sesuai dengan penelitian Phe et al.,(2013) dimana yang menyatakan CD4 tidak berhubungan signifikan dengan substitusi zidovudin pada analisis multivariat. Namun hasil ini berbeda dengan penelitian lainnya yang menyatakan pada analisa multivariat dengan CD4+ awal yang lebih rendah < 50 cell/ul berhubungan dengan substitusi penggunaan zidovudin (Boulle et al., 2007). Variabel ini menjadi tidak signifikan bukan karena pengaruh murni karena ketidakberhasilan program ART, namun bisa karena adanya hubungan antara variabel yang diteliti maupun pengaruh lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini, dimana pada penelitian ini untuk jumlah CD4 tidak memiliki pengaruh besar terhadap substitusi zidovudin, sehingga CD4 bukan merupakan faktor independen yang berhubungan terhadap substitusi zidovudin. Variabel risiko penularan dalam penelitian ini tidak menunjukan hasil yang signifikan, baik dalam analisa bivariat maupun multivariat terhadap substitusi zidovudin. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian terdahulu yang
49
menyatakan bahwa penggunaan jarum suntik (OR=1,65; 95%CI=1,28-2,14) secara signifikan memiliki tingkat substitusi bahkan kematian lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang terinfeksi melalui penularan heteroseksual (Zheng et al., 2014). Asumsi peneliti variabel tidak signifikan karena jumlah IDU pada penelitian ini kecil yaitu 13 orang (5%), sehingga tidak terlalu memberi pengaruh pada analisis terkait substitusi zidovudin. Status TB pada analisis multivariat tidak berhubungan signifikan terhadap substitusi zidovudin, dimana pada penelitian sebelumnya belum ditemukan ada penelitian tentang hubungan langsung antara status TB dengan substitusi zidovudin, namun ada penelitian yang menunjukan hubungan antara status TB terhadap kejadian anemia pada odha, dimana anemia merupakan efek samping yang sering terjadi pada pengguna zidovudin. Penelitian tersebut menyatakan bahwa pengobatan TB berhubungan dengan kejadian anemia pada odha nilai p < 0,001 (Wisaksana et al., 2011). Namun pada penelitian ini ditemukan hasil yang sebaliknya dimana pasien dengan pengobatan TB menurunkan risiko substitusi zidovudin, sehingga status TB bukan merupakan variabel independent yang berpengaruh terhadap substitusi zidovudin. Untuk kombinasi regimen NNRTI pada analisis multivariat tidak memiliki hubungan signifikan dengan substitusi zidovudin. Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pasien yang memiliki kombinasi NNRTI dalam pengobatan memiliki outcome yang lebih baik (Bekolo at al, 2013). Hal yang sama juga diperoleh berdasarkan tempat layanan memperoleh ART, dimana tidak ada hubungan signifikan dengan substitusi zidovudin untuk tempat memperoleh ARV baik melalui Rumah Sakit maupun Klinik Satelit, asumsi
50
peneliti hal ini dikarenakan jumlah sampel yang mengalami substitusi lebih sedikit di klinik satelit (2,8 %), sehingga tidak memiliki pengaruh besar terhadap substitusi zidovudin.
6.2 Keterbatasan Penelitian Penelitian yang dilakukan di Klinik Sekar Jepun RSUD Badung ini menggunakan data sekunder yang tercatat di rekam medis pasien secara retrospektif sehingga memungkinkan untuk terjadi kesalahan dalam pencatatan data, selain tidak semua variabel klinis seperti viral load yang tersedia sehingga tidak dapat diteliti. Penelitian substitusi zidovudin erat kaitannya dengan kadar hemoglobin pasien, namun pada stadium klinis akhir tidak semua pasien melakukan pemeriksaan lab secara berkala, sehingga data tidak tercantum dalam rekam medis serta sulit dalam melakukan konfirmasi untuk data yang belum jelas. Penelitian ini juga hanya dilakukan di satu tempat yaitu RSUD Badung, sehingga hasil penelitian belum bisa digeneralisir ke dalam target populasi yang lebih luas.
51
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Penelitian tentang prediktor yang berhubungan dengan substitusi zidovudin (AZT) pada pasien yang menerima ARV di Klinik VCT Sekar Jepun Tahun 2006-2014 didapatkan median time terjadinya substitusi AZT terjadi pada hari ke-69 dengan insident rate 19 per 100 PYRs dimana insiden kejadian substitusi cukup tinggi dan risiko terjadi substitusi realtif berlangsung cepat. Analisis dari 11 variabel didapatkan empat variabel yang signifikan berhubungan dengan substitusi AZT. Berdasarkan karakteristik demografi wanita lebih berisiko terjadi substitusi AZT dibanding laki-laki. Berdasarkan kondisi klinis hemoglobin < 10 gr% lebih berisiko substitusi zidovudin dibanding kadar hemoglobin > 12 gr% dan stadium klinis III dan IV lebih berisiko terjadi substitusi AZT dibanding stadium klinis I dan II. Dikaitkan dengan tahun pemberian ARV diperoleh tahun setelah 2011 memiliki risiko lebih besar untuk terjadi substitusi zidovudin dibanding sebelum tahun 2011. Untuk variabel risiko penularan, umur, berat badan, jumlah CD4, kombinasi regimen serta tempat pelayanan ART tidak berhubungan signifikan dengan substitusi zidovudin.
7.2 Saran 1. Bagi pengembangan pengetahuan terkait pengobatan ARV, dilihat dari waktu terjadinya substitusi AZT yang terjadi relatif lebih cepat (hari ke-69), sehingga
51
52
intensif untuk dalam memantau kondisi klinis pasien terkait penggunaan AZT serta menambahkan pemeriksaan lab penunjang lainnya yang berhubungan dengan kadar hemoglobin. 2. Untuk pemegang kebijakan terkait pengobatan zidovudin, hasil ini dapat digunakan sebagai referensi tambahan terkait pemberian zidovudin untuk membedakan kadar hemoglobin awal pada laki-laki dan wanita, karena pada penelitian wanita ditemukan lebih berisiko untuk terjadi substitusi zidoudin. 3. Bagi peneliti selanjutnya dapat menggunakan desain prospektif, sehingga keterbatasan data dapat teratasi.
53
DAFTAR PUSTAKA
Bekolo, C. E., Webster, J., Batenganya, M., Sume, G. E., & Kollo, B. (2013). Trends in mortality and loss to follow-up in HIV care at the Nkongsamba Regional hospital , Cameroon. BMC Research Notes, 6(1), 1β16. doi:10.1186/1756-0500-6-512 Bock, P., Fatti, G., & Grimwood, A. (2013). Comparing the effectiveness of efavirenz and nevirapine for first-line antiretroviral therapy in a South African multicentre cohort. International Health, 5(2), 132β8. doi:10.1093/inthealth/iht002 Boulle, A., Orrell, C., Kaplan, R., Cutsem, G. Van, Mcnally, M., Town, C., & Africa, S. (2007). Substitutions due to antiretroviral toxicity or contraindication in the first 3 years of antiretroviral therapy in a large South African cohort, 753β760. Fisch MA, R. D. (1989). Causey DM. Prolonged zidovudine therapy in patients with AIDS and advanced AIDS-related complex. Jama, ;262(17):2405β10. Golin, C. E., Liu, H., Hays, R. D., Miller, L. G., Beck, C. K., Ickovics, J., β¦ Wenger, N. S. (n.d.). Combination Antiretroviral Medication. Jarrett, O. D., Wanke, C. A., Ruthazer, R., Bica, I., Isaac, R., & Knox, T. A. (2013). Metabolic syndrome predicts all-cause mortality in persons with human immunodeficiency virus. AIDS Patient Care and STDs, 27(5), 266β 71. doi:10.1089/apc.2012.0402 JE, G. (2006). Tenofovir DF, emtricitabine and efavirenz vs zidovudine, lamivudine and efavirenz for HIV. N Eng J Med, 354(3):251. Kemenkes. (2011). Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada orang Dewasa. Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013, 296. Ketut Ridana Wibawa, Tuti Parwati Merati, Agus Somia, S. U. (2010). FAKTORFAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MAKROSITOSIS PADA PASIEN HIV/AIDS YANG MENDAPAT ERAPI ZIDOVUDIN DI RUMAH SAKIT SANGLAH DENPASAR, 11. Nasronudin. (2007a). HIV & AIDS Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis, dan Sosial. (J. Barakbah, E. Suwandojo, & Suharto, Eds.). Surabaya: Airlangga University Press.
54
Nasronudin. (2007b). HIV & AIDS Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis, dan Sosial. Surabaya: Airlangga University Press. Phe, T., Thai, S., Veng, C., Sok, S., Lynen, L., & van Griensven, J. (2013). Risk factors of treatment-limiting anemia after substitution of zidovudine for stavudine in HIV-infected adult patients on antiretroviral treatment. PloS One, 8(3), e60206. doi:10.1371/journal.pone.0060206 Purwokerto, D. I., Saprasetya, A., Laksana, D., Woro, D., & Lestari, D. (2010). Faktor-faktor risiko penularan hiv/aids pada laki-laki dengan orientasi seks heteroseksual dan homoseksual di purwokerto, 4, 113β123. Rahmat Sumantri, Rudi Wicaksana, Agnes R Ariantana, Iman Supandiman, P. (2009). Anemia pada Penderita HIV-AIDS di Poliklinik Teratai RS Hassan Sadikin-Bandung, 10(September). RI, D. (n.d.). Situasi HIV / AIDS di Indonesia. Jakarta. RI, K. (2011). Pedoman Nasional Tatatlaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada Orang Dewasa. Jakarta. RI, K. (2014). Laporan Perkembangan HIV-AIDS Triwula II Tahun 2014 (p. 2). Sielma. (2012). Faktor yang Mempengaruhi Sistem Imun. Retrieved from http://www.scribd.com. Smith, Colette J, Caroline A. Sabin, Mike S. Youle, Sabine Kinloch-de Loes, et al. (2004). Factors Influencing Increases in CD4 Cell Counts of HIV-Positive Persons Receiving Long-Term Highly Active Antiretroviral Therapy, 190:, 1860β 1868. Spiritia, Y. (2014). AZT (Zidovudine). Retrieved from http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=411 Taisheng, L., Fuping, G., Yijia, L., Chengda, Z., Yang, H., Wei, L., β¦ Huanling, W. (2014). Original article, 127(2008), 59β65. doi:10.3760/cma.j.issn.03666999.20132557 Velen, K., Lewis, J. J., Charalambous, S., Grant, A. D., Churchyard, G. J., & Hoffmann, C. J. (2013). Comparison of tenofovir, zidovudine, or stavudine as part of first-line antiretroviral therapy in a resource-limited-setting: a cohort study. PloS One, 8(5), e64459. doi:10.1371/journal.pone.0064459 Weaver, E. R. N. et al. (2014). Factors that Influence Adherence to Antiretroviral Treatment in an Urban Population, Jakarta, Indonesia. Retrieved from
55
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=4168004&tool=p mcentrez&rendertype=abstract [Accessed October 8, 2014]. WHO. (2013). Consulidated Guidelines on The Use Of Antiretroviral Drugs For Treating And Preventing HIV Infection Recommendations For A Public Health Approach. Wisaksana, R., Sumantri, R., Indrati, A. R., Zwitser, A., Jusuf, H., Mast, Q. De, β¦ Ven, A. Van Der. (2011). Anemia and iron homeostasis in a cohort of HIV- infected patients in Indonesia. BMC Infectious Diseases, 11(1), 213. doi:10.1186/1471-2334-11-213 World, U., & Day, A. (2012). UNAIDS World AIDS Day Report | 2012. Zheng, H., Wang, L., Wang, Q., Huang, P., Guo, W., Peng, Z., β¦ Norris, J. (2014). Incidence and risk factors for AIDS-related mortality in HIV patients in China: a cross-sectional study. BMC Public Health, 14(1), 831. doi:10.1186/1471-2458-14-831
1
PREDIKTOR SUBSTITUSI ZIDOVUDINE (AZT) PADA PASIEN HIV/AIDS DI KLINIK VCT SEKAR JEPUN RSUD BADUNG PERIODE TAHUN 2006-2014
I. Keterangan Ringkas Penelitian ini berfokus pada lingkup kesehatan HIV/AIDS dengan tujuan penelitian untuk mengetahui prediktor substitusi Zidovudin pada pasien HIV/AIDS yang berkunjung di layanan VCT Sekar Jepun RSUD Badung periode tahun 2006-2014. Pengambilan data dilakukan dengan ekstraksi data sekunder yang diperoleh dari rekam medik pasien HIV/AIDS yang melakukan terapi ARV di klinik VCT RSUD Badung. Data dalam formulir ini bersifat rahasia dengan tetap mempertahankan prinsip konfidensialitas pasien (penjaminan kerahasiaan) dengan cara menuliskan kode inisial sebagai pengganti nama lengkap pasien.
II. Petunjuk Pengisian Ekstraksi Data 1. Jenis jawaban pertanyaan ada yang diberi lingkaran βOβ dan ada yang dituliskan 2. Beri tanda lingkar βOβ bila responden tidak termasuk dalam poin pertanyaan 3. Tuliskan βTidak adaβ bila tidak tersedia jawaban pada rekam medis
2
DAFTAR PENGECEKAN EKSTRAKSI DATA
1. Nama pengesktrak data 2. Tgl/bulan/tahun ekstrak data 3. Tanda tangan pengekstrak data
4. Nama pemeriksa 5. Tgl/ bulan/tahun diperiksa 6. Tanda tangan pemeriksa
Catatan:
3
INSTRUMENT PENGUMPULAN DATA PASIEN HIV/AIDS YANG PELAYANAN TERAPI ARV DI LAYANAN VCT SEKAR JEPUN RSUD BADUNG TAHUN 2006 -2014
BAGIAN 1 : DEMOGRAFI PASIEN K
VARIABEL
DATA
o d e
1
NamaPasien
(*Ditulis
.
dengan 3 digit pertama)
inisial
1 1
No RM
. 2 1
No Register Nasional (*7 digit
.
pertama adalah kode rumah
3
sakit)
1a. Umur pasien saat kunjungan . b. Tgl/bulan/tahun lahir 4 1
Jenis Kelamin
.
β¦β¦.. tahun Tgl : ............, Bln: ................, Thn: ................... 1. Laki-laki 2. Perempuan
5 1 .
Risiko atau Paparan (saat
1. Heteroseksual 2. Homoseksual
4
6
3. Biseksual
kunjungan pertama)
4. Perinatal 5. Transfusidarah 6. NAPZA suntik 7. Lain-lain, uraikan:β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦ BAGIAN 2 : STATUS HIV 2 . 1
Test Pertama HIV a. Tanggal Test
a. ........../....................../.............
b. Tempat Test
b. ........../....................../..............
c. Jenis Test
c. ........../....................../........ 2
Tanggal Terdiagnosis HIV
.
............/....................../.........
2 BAGIAN 3 : STATUS PEMERIKSAAN KLINIS 3
Saat Mulai ART
. a. Tanggal/bulan/tahun saat mulai ART 1 b. Stadium WHO c. Berat badan (dalam kg) d. Jumlah CD4
................................................. 1. Asimptomatik
3. Gejala Sedang
2. Gejala Ringan
4. AIDS
..................... kg .................. cells / mm3
e. Nama Regimen Original f. Tempat pelayanan ARV
1. Heteroseksual 2. Biseksual/homoseksual
g. Kepatuhan minum obat
1. > 95 % 2. 80-95%
5
3. < 80% h. Status TB
1. Tidak ada gejala 2. Suspek TB 3. Dalam terapi
i. Kadar Haemoglobin
........................ gr/%
BAGIAN 4: SUBSTITUSI ARV 4 . 1
Substitusi (*Diisitgl/bulan/tahunsubstitusi)
a. Alasan substitusi
1. β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..................................... 2. β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..................................... 3. β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.................................... 1. Toksisitas
2. Hamil
3. Risiko Hamil
4. TB Paru
5. Ada obat baru
6. Stok obat habis
7. Alasan lain (uraikan) .........................................
b. Nama Rejimen Baru
1. β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦ 2. β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦ 3. β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦ BAGIAN 6: FOLLOW UP MULAI START ARV (Tersedia dalam lembar lampiran 1) PERIKSALAH KEMBALI PASTIKAN DATA TERISI LENGKAP SESUAI DATA REKAM MEDIS
6 Lampiran 1: FOLLOW UP MULAI START ARV TglF. Rcn PemeriksaanFisik Up Tgl Keluhan` BB TD TB Suhu Knj
Status Fungsio nal
Stadi um
Hamil Jenis
IO Obat
Status TB
PPK
ARV Obat Dosis
Adher ence
EfekSam ping ART
TglH asil
CD 4
Hb
Hasil Lab SGOT Ure & um SGPT
Creat inin
Keterangan : 1. 2. 3. 4.
Pada kolom Status Fungsional: Tuliskan status fungsional pasien berdasar kode: 1. Kerja; 2. Ambulatori; 3. Baring Pada kolom stadium: Tulis stadium klinis WHO berdasarkode: 1. Asimptomatik; 2. GejalaRingan; 3. GejalaSedang; 4.AIDS) Pada kolom hamil: Diisi status kehamilanya Pada kolom infeksi oportunistik: Tuliskan IO selain TB, dengan kode IO meliputi Kandidiasis (K);Diare (D); Meningitis Cryptococal (Cr); Pneumonia Pneumocyctis (PCP); Cytomegalovirus (CMV);Penicilliosis (P); Herpes zoster (Z); Herpes simpleks (S); Toxoplasmosis(T); Hepatitis (H); Lain-lain uraikan. 5. Pada kolom status TB: Catat status TB dengankode: 1. Tidakadagejala TB; 2. SuspekT;, 3. Dalamterapi TB 6. Pada kolom adherence : Tulis tingkat adherence berdasarkankode: 1. >95%; 2. 80-95%; 3. < 80%) 7. Pad kolom efeksamping: Tuliskan efeksamping berdasarkan kode: Ruamkulit (R); Mual (Mua); Muntah (Mun); Diare (D); Neuropati (N); Ikterus (Ikt); Anemi (An); Lelah (Ll); Sakitkepala (SK); Demam (Dem); Hipersensitifitas (Hip); Depresi (Dep); Pankreatitis (P); Lipodistrofi (Lip); Mengantuk (Ngan); Lain-lain
VL test
7