BAB II PAUL KURTZ: BIOGRAFI, KARYA, DAN PENGARUHNYA
A. Biografi Paul Kurtz Nama lengkap Kurtz adalah Paul Winter Kurtz.1Dilahirkan pada tanggal 21
Desember
1925
di
Newark,
New
Jersey,
Amerika
Serikat
dan
tutupusiapadaumur 87 tahuntepatnyapadatanggal20 Oktober 2012 di Amrherst, New York, Amerika Serikat. Lahir dalam sebuah keluarga Yahudi, putra dari Sara Lasser dan Martin Kurtz, menerima gelar sarjananya (BA) pada Universitas New York tahun 1948. Gelar master (MA) diperolehnya pada tahun 1949 di Universitas Columbia, begitu pula gelar Doktor Filsafatnya diperoleh di almamater yang sama dengan disertasi berjudul “The Problems of Value Theory” tahun 1952. Menurutnya, hal yang menjadikan ia bertahan pada tentara Amerika Serikat pada Perang Dunia II, dikarenakan mereka telah mengajarinya akan bahaya ideologi. Hal inilah agaknya yang kemudian mendorong ketertarikan Kurtz untuk mengkaji lebih jauh mengenai teori nilai sebagaimana disertasinya, yang tentu saja berkaitan dengan persoalan ideologi.2
1
Penulisannama yang demikianjugadilakukan Kurtz ketikamenulis suratberisikansanggahanterhadapisutentang “The Dog Regulation Act 225” yang ditujukan kepada pimpinan Independent Regulatory Review Commission (IRRC) pada 26 Januari 2007, dan diterima pada tanggal 30 Januari 2007 oleh IRRC. Terdapat dihttp://www.irrc.state.pa.us/. Internet; diakses pada tanggal 31 Desember 2014. 2
Artikel, “Biography of Paul Kurtz”, Loc. Cit. LihatjugapadaBarta_Kurtz_ppr_GJCT_Vol 10 No 3.“Bound to Earth: The Secular Humanism of Paul Kurtz.”oleh James Barta. Terdapat dihttp://www.phc.edu. Internet; diaksespadatanggal 31 Desember 2014, hlm.1.
16
Kurtz merupakan seorang penerbit, filosof, edukator, dan penulis terkenal karena promosinya mengenai humanisme sekuler;sebuah sistem pemikiran yang meliputi metode penyelidikan, sebuah pandangan kosmis, sikap hidup, dan regulasi nilai-nilai sosial. Disamping itu, ia menggambarkan kehidupan pribadinya sebagai dominasi dari sebuah komitmen untuk intelegensi kritis dan sebuah kepercayaan penting tentang keberanian manusia, terutama alasan dalam membela masyarakat dan usaha untuk merekonstruksi nilai-nilai etika sehingga menjadikan mereka lebih demokratis dan manusiawi.3 Sebagai yang telah dipaparkan sebelumnya, Kurtz merupakan salah seorang tokoh sekuler humanis yang memiliki latar belakang dalam bidang pendidikan kefilsafatan. Apa yang disebutkan ini juga tertera secara singkat dalam beberapa keterangan pada bukunya “Living Without Religion: Eupraxophy” ditulis pada tahun 1989, dan baru kemudian diterbitkan oleh Prometheus Books tahun 1994. Perlu diketahui bahwa Kurtz tidak hanya sebatas tokoh sekuler humanisme terkemuka, tetapi ia juga mendapat julukan “Bapak Sekuler Humanisme”.4 Selain mengikuti berbagai organisasi yang berbasis sekuler humanis, Kurtz juga mendedikasikan dirinya sebagai seorang Professor filsafat pada Universitas New York di Buffalo dari tahun 1961 sampai dengan 1965, setelah sebelumnya juga mengajar di Vassar,Trinitas College, dan Union Colleges, serta
3
James Barta, Barta_Kurtz_ppr_GJCT_vol 10 no 3. “Bound to Earth: the Secular Humanism of Paul Kurtz. Terdapat dihttp://www.phc.edu. Internet; diaksespadatanggal 31 Desember 2014, hlm. 1. 4
Artikel, “Biography of Paul Kurtz”, Loc. Cit.
17
New School for Social Research.5 Kurtz juga mendirikan sebuah penerbitan dengan nama Prometheus Books, yang merupakan penerbit buku-buku pemikiran bebas pada tahun 1969 di Amherst, New York. Ia juga seorang editor majalah Free Inquiry, Ketua pendiri Committee for the Scientific Investigation of Claims of the Paranormal (CSICOP) dan Co President International Humanists and Union Ethic’s. Kurtz juga pendiri The Council for Secular Humanism and Centre of Inquiry tahun 1980, juga sebagai dewan untuk humanisme demokratis dan sekuler.6 Selain yang telahdisebutkan di atas, Kurtz juga merupakan rekan dari Asosiasi Amerika untuk kemajuan sains, nobel humanis, Presiden Akademi Internasional Humanisme dan Asosiasi Dewan Kehormatan Rasionalisme Internasional. Sebagai anggota Asosiasi Humanisme, dia memberikan kontribusi dalam
penulisan
“Humanist
Manifesto
II”
dan
juga
editorial
“The
HumanistMagazine” dari tahun 1967 sampai dengan 1978. Kurtz dianggap bertanggung jawab besar atas sekularisasi humanisme.7 Sebelum Kurtz memegang istilah “Humanisme Sekuler”, yang telah menerima publisitas luas mengenai Kristen fundamentalis tahun 1980, humanisme telah dirasakan luas sebagai
5
American Humanist Association (AHA News), “Humanists Mourn Death of Paul Kurtz, Humanist Philosopher and Advocate” oleh Brian Magee. Terdapat dihttp://americanhumanist.org. Internet; diakses pada tanggal 25 Januari 2015. 6
Hayden Wood (ed.),The Open Society. “Journal of The New Zealand Association of Rasionalist and Humanist”. pdf Volume 81,Number 4, Summer 2008”.Terdapatdihttp://www.reason.org.Internet; diaksespada 31 Desember 2014, hlm. 20. Lihat juga pada “Brief Biografi”tentang Paul Kurtz. Terdapat dihttp://paulkurtz.net/biography.htm. Internet; diakses pada tanggal 25 Januari 2015. 7
Artikel, “Biography of Paul Kurtz”, Loc. Cit.
18
sebuah “agama” (atau sebuah pseudo agama) yang tidak berbasis pada aspek supranatural.8 Kurtz menggunakan publisitas yang dihasilkan oleh para orator fundamentalis untuk menumbuhkan keanggotaan The Council of Secular Humanism, serta mengupas aspek religius yang ditemukan dalam gerakan humanisme sebelumnya. Pada tahun 1999 Kurtz diberi penghargaan Humanis Internasional oleh International Humanists and Union Ethic’s (IHEU), dan telah menjadi anggota dewan dari IHEU antara tahun 1969 dan 1994.9 Kurtz digambarkan sebagai seseorang yang memiliki komitmen kuat bagi humanisme internasional, sebuah komitmen untuk lebih jauh melangkahkan humanisme keluar Amerika, dan tidak pernah terlihat sesuai dengan orang-orang Amerika lainnya. Selanjutnya, pada tahun 2000, Kurtz menerima penghargaan Rasionalis Internasional dari International of Rasionalists. Tahun 2001, dia diperdebatkan denganWilliam Lane Craig(seorang filosof Kristen), mengenai alam moralitas. Kurtz percaya bahwa orang-orang non agamis dari masyarakat harus mengambil pandangan positif dari kehidupan. Skeptisme agama, menurut Kurtz, hanya satu aspek dari pandangan humanistik sekuler.10 Apa yang disebutkan terakhir adalah benar, sebab, Kurtz memandang bahwa humanisme selain sebuah ideologi, juga merupakan sebuah etika, sains, dan pandangan filsafat lebih jauh yang akan
8
Ibid.
9
Ibid.
10
Ibid.
19
“merubah” dunia. Jelasnya, perubahan sesuatu yang dihasilkan adalah melalui perubahan cara pandang dan revolusi pemikiran. Argumen yang menganggap Kurtz sebagai filosofsekuler humanisme terkemuka abad 20, juga pernah diungkapkan oleh Floris van den Berg dalam “The Open Society: Journal of the New Zealand Association of Rationalists and Humanists”yang terbit pada tahun 2008,dimana Berg mengatakan, Philosophy is bankrupt in the twentieth century. It has a distemper. There is something terribly irrelevant of philosophy. I consider myself a scientific philosopher. You have to go beyond philosophy.11 Pernyataan Berg di atas mengisyaratkan bahwasannya tidak menjadi sebuah kemustahilan bila sosok filosof besar akan muncul ke permukaan di setiap masa, termasuk para humanis. Hal terakhir ditambahkan Berg dalam tulisannya berjudul “Philosophie in Buffalo: Interview with Paul Kurtz” yang termuat dalam “The Open Society: Journal of the New Zealand Association of Rationalists and Humanists”; “Sekalipun Kurtz merupakan penyambung lidah dari parahumanis sebelumnya, namun kelebihan yang dimiliki adalah bahwa dengan menggali sejarah pemikiran ia telah mampu menempatkan banyak elemen harmonis secara bersamaan untuk menciptakan suatu pandangan dunia koheren”. Hal demikian tentunyatidak dimiliki oleh semua filosof humanisme.12 Apa yang disebutkan di atas senada dengan pernyataan Robert B. Tapp13 dalam artikelnya “Honoring Paul Kurtz (1925-2012)”, dengan mengatakan,
11
Hayden Wood (ed.), Op. Cit, hlm. 22.
12
Ibid.
13
Robert B. Tapp adalah seorang Professor Humaniora dan studi agama pada Universitas Minnesota, Minneapolis, MN.
20
Were I to choose two words to describe Paul, they would be Creative and Prolific. Paul had a breadth of vision that few of us could match. He knew our history well and yet he was continually developing new directions. He was a key founder of organized skepticism. He brought the best of academy philosophy back in the everyday world. He pioneered online conferences and podcasts. He established centers around the world, even in totalitarian societies, so we could both share our Humanism and learn new things from differing cultures. While a resurgent Religious Right has predictably produced a New Atheism (many of whose themes and promoters emerged from Kurtz nourishing). Paul keep insisting that our major task is to articulate and promulgate critical thinking based on serious historical knowledge via serious education. Paul, we still need you-and your large legacy now lives in us.14
Ungkapan Robert B. Tapp di atas, jugaditorehkan oleh R. Joseph Hoffman. Dalam jurnalnya yang berjudul “The New Oxonian: Religion and Culture for the Intelectually Impatient”dengan tema “Tag Archieves: Paul Kurtz (Paul Kurtz: December 21, 1925 October 20, 2012)” diterbitkan pada tanggal 21 Oktober 2012, tepatnya satu hari setelah kematian Kurtz. Hoffman menuliskan beberapa kenangan mengenai Kurtz, diantaranya dengan mengatakan, With death, wars end, hatchets are buried and clouds resolve into clear images of the future. I personally hope that this will happen at the CFI. One thing that can be said without contradiction about Paul: he lived for the future, and lived passionately with the optimistic and “exuberant” belief that the world can be made a better place through human effort. His entire humanist vision was rooted in that belief. When he underwent valve replacement surgery at Cleveland Hospital in 2007, he confidently looked forward to another decade of engagement with the causes and challenges that most engaged him. When he wasn’t campaigning for reason and science, he liked hearing jokes, telling jokes, and chuckling over
14
Robert B. Tapp, Humanist Resources, In Memoriam Paul Kurtz: Honoring Paul Kurtz (1925-2012). Terdapat dihttp://www.rbtapp.com. Internet; diakses pada tanggal 26 Januari 2015. Lihat juga pada Herb Silverman, “Remembering Paul Kurtz”.Terdapat dihttp://www.faithstreet.com.Internet; diaksespadatanggal 12 Februari 2015, hlm. 1.
21
collections of Woody Allen monologues. He loved music. He couldn’t sing.15
B. Karya-karya Paul Kurtz Sepanjang sejarah kehidupannya, kendati terlibat secara aktif dalam berbagai organisasi yang berbasiskan pada tonggak-tonggak humanisme sekuler, Kurtz merupakan sosok humanis produktif yang banyak menghasilkan karya tulis. Keterangan ini dapat dilihat pada adendum salah satu bukunya berjudul “Living Without Religion: Eupraxophy”, baik dalam kapasitasnya sebagai penulis aktif maupun ketika ia menjadi seorang editor atas beberapa karya tulis ilmiah. Herb Silverman,16memberikan statement senadamengenaihalinidenganmengatakan, Paul Kurtz’s greatest strengths were his ability to found and grow organizations. A true visionary, he gave meaning, substance, and a philosophical grounding to the importance of advancing ideas of reason and science over religion. He will be remembered as a significant, and perhaps the most significant, force in the second half ofthe 20th century in support of secular humanism and living a good life without religion.17 Dari beberapa sumber yang dapat penulis jumpai, Kurtz diyakini telah menghasilkan tidak kurang dari 48 buku dan lebih dari 850 buah karya tulisnya yang
berbentuk
artikel.18Hampir
15
R. Joseph Hoffman, Tag Archieves: Paul Kurtz (Paul Kurtz: December 21, 1925October 20, 2012). Terdapat dihttp://rjosephhoffman.wordpress.com/tag/paul-kurtz/. Internet; diakses pada tanggal 08 Februari 2015. 16
Herb Silverman merupakan pendiri dan Presiden Secular Coalition for America dan penulis buku yang berjudul “Candidate Without a Prayer: A Autobiography of a Jewish Atheist in the Bible Belt”. 17
Herb Silverman, ‘Remembering Paul Kurtz”, Terdapat dihttp://www.faithstreet.com. Internet; diaksespadatanggal 12 Februari 2015, hlm. 2. 18
James Barta, Loc. Cit.
22
darikeseluruhankaryatulisnyamemuatargumententangworldviewdan
gagasan-
gagasan lain tentang humanisme.Hal inisemakinmemberikan kejelasanbahwa Kurtz
memanglahseseorang
yang
kentaldenganatmosfirhumanisme.Sikap
produktif Kurtz dalam menghasilkan karya tulis membuatnya dikenal luas, terutama di seantero Eropa, sekalipun eksistensinya itu mengundang pro dan kontra dari berbagai pihak. Karena popularitasnya itulah kemudian banyak dari karyatulisnya telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 60 bahasa.19 Berikut ini merupakan karya-karya Kurtz dalam bentuk buku yang dapatdikemukakan, diantaranya adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
Living Without Religion: Eupraxophy Decission and the Condition Man Exuberance: The Philosophy of Happiness Forbidden Fruit: The Ethics of Humanism In Defense of Secular Humanism The Fullness of Life The New Skepticism Toward a New Enlightenment: The Philosophy of Paul Kurtz, edited byVern L. Bullough and Timothy J. Madigan Science and Ethics: Can Science Help Us Make Wish Moral Judgments? (editor) The Transcendental Temptation: A Critique of Religion and Paranormal American Philosophy in the Twentieth Century American Though Before 1900 The Behavioral Sciences: Essays in Honor of George Lundberg (coeditor) A Catholic Humanist Dialogue (coeditor) Challenges to the Enlightenment: In Defense of Reason and Science (coeditor) A Current Appraisal of the Behavioral Sciences (coauthor) The Humanist Alternative Language and Human Nature Moral Problems in Contemporary Society: Essays in Humanistic Ethics Sidney Hook dan Contemporary World Sidney Hook: Philosopher of Democracy Humanism A Skeptic’s Handbook of Parapsychology Tolerance and Revolution (coeditor) 19
Artikel, “Biography of Paul Kurtz”. Loc. Cit.
23
24. 25. 26. 27.
Humanist Manifesto I and II Humanist Manifesto 2000: A Call for a New Planetary Humanism “An Overview of the Issues,” in Science and Religion (editor) “Is Religion Compatible with Science and Ethics? A Critique of Stephen Jay Gould’s Two Magisteria,” in Science and Ethics (editor) 28. Affirmations: Joyful and Creative Exuberance 29. The complete Marquis Who’s Who Biographies Adapun yang berbentuk artikel sebagaimana berikut; 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Is America a Post-Democratic Society? A Secular Humanist Declaration, The Affirmation of Humanism: A Statement of Principles The New Paranatural Paradigm: Claims of Communicating with the Dead Why I am a Skeptic about Religious Claims Humanlight Celebration Features Noted Humanist
C. Pengaruh Pemikiran Paul Kurtz Mengenai pengaruh dari gagasan dan ide-ide yang telah dituangkan Kurtz dalam berbagai kesempatan, baik melalui tulisan yang telah dipublikasikan maupun berbagai dialog dan pertemuan lainnya, dominasipemikiran Kurtz telah dirasakan meluas di dunia Barat, bahkan telah merambah hampir ke seluruh daratan Eropa, sebagaimana penjelasan Herb di atas.20 Indikasi ini sebenarnya telah diberitakan oleh
Robert B. Tapp jauh-jauh hari, bahwa Kurtz telah
mendirikan pusat-pusat yang menjadi promotor bagi pergerakan sekuler humanisme di seluruh dunia. Robert mensyinyalir adanya kesadaran dan bangkitnya hak beragama (kemunculan tema dan promotor yang banyak tentang pola atheisme baru), dilahirkan dari pengaruh gagasan dan ide-ide Kurtz.21
20
Herb Silverman, Op. Cit, hlm. 2.
21
Robert B. Tapp, Humanist Resources, In Memoriam Paul Kurtz: Honoring Paul Kurtz (1925-2012), Loc. Cit.
24
Jika ditelusuri lebih jauh, humanisme secara umummerupakan pola manuver dari penolakan kaum pemikir di Barat terhadap ke-irasional-an dogma Gereja, sebagaimana termuat dalam latar belakang masalah di atas. Humanisme merupakan
anti-tesa
mempergunakan
sekaligus
akal
sehatnya
tawaran
bagi
manusia
gunamelepaskandiridari
yang
hendak
belenggu
dan
“kebengisan” Gereja. Dengan demikian, telah jelas bahwa pemikiran Kurtz bukanlah sesuatu yang asing bagi kalangan pemikir Barat khususnya, terutama dalam dinamika dan pergulatan pemikiran humanisme modern. Akan tetapi, jika dilihat dari signifikansinya terhadap dunia Islam, pemikiran Kurtz ini dirasa masih belum menyentuh, sekalipun ide-ide dan gagasan sebagaimana yang dikemukakan Kurtz dan selainnya, sudah cukup masif beredar di dunia Islam dan beberapa dari kalangan kaum muslimin. Mengenai sepak terjang humanisme, termasuk konsepsi eupraxophy Kurtz, yang dirasa telah menjadi sebuah pertimbangan serius bagi manusia modern di Barat, Huffington Post mengutip pernyataan Kurtz berikut,
While I certainly don't believe that we ought to abandon our criticism of religious fanaticism or allow religious doctrine to dictate public policy, the future of the secular humanist and scientific rationalist movements depends upon appealing to a wider base of support," continued Kurtz. Some 16 percent of the American population is not affiliated with any church, temple, or mosque-approximately 50 million Americans--whereas only 2 to 3 percent are estimated to be out-and-out atheists. Hence, Neo-Humanism wishes to address its message to a broader public who we believe should be sympathetic.22
22
The Huffington Post, “Secular Humanist Takes On New Atheism”, Edition: U.S. terdapat dihttp://www.huffingtonpost.com. Internet; diakses pada tanggal 12 Februari 2015.
25
Dari beberapa keterangan di atas, setidaknya telah tergambar bahwa pengaruh humanisme—termasuk ide-ide Kurtz—secara khusus telah dirasakan oleh masyarakat Amerika, dan umumnya dunia Barat. Hal ini juga dapat dibuktikan dengan pencapaian Kurtz dalam usaha “membumikan” humanisme di berbagai daratan Eropa. Akan tetapi, jika hal ini dikontekstualisasikan dengan dunia Islam, dapat dikatakan bahwa pemikiran Kurtz—secara khusus—belum dirasakan kehadirannya, sekalipun wacana humanisme itu sendiri sudah menuai beragam respon dari tokoh-tokoh Islam. Kendati demikian, mereduksi paradigma pemikiran dan gagasan seperti yang ditawarkan Kurtz, untuk tidak masuk ke dalam dunia Islam,merupakansebuah usaha yang bijaksana.
26