BAB II MESIN DIESEL DETROIT INLINE 6-71
Mesin diesel merupakan mesin pembakaran dalam (Internal Combustion Engine) yang menggunakan diesel sebagai bahan bakar dan dinyalakan oleh kompresi gas pada tekanan dan suhu yang tinggi. Mesin ini mempunyai tipe piston reciprocating. Dalam mesin diesel, udara dihisap dan di kompresi di dalam silinder kemudian setelah di kompresi disemburkan bahan bakar diesel ke dalam silinder dan terbakar oleh panas yang dikompresi. Ada 2 tipe mesin diesel yaitu mesin diesel 2 langkah dan 4 langkah. Mesin diesel Detroit Inline 6-71 merupakan mesin diesel dua langkah model inline (satu garis) yang mempunyai 6 silinder dan diproduksi oleh General Motor,Detroit.
1.1. Prinsip Kerja Mesin Diesel Mesin ini mempunyai 2 langkah torak/piston dalam 1 putaran. Mesin diesel bekerja dengan kompresi udara yang cukup tinggi sehingga pada mesin diesel perlu ditambahkan sejumlah udara yang lebih banyak, maka dibutuhkan blower pada intake manifold. Dalam proses pemasukan udara ke dalam silinder
7
8
dan keluarnya gas buangan dibantu oleh blower dan dilakukan dalam langkah kompresi (compression) dan kerja (power). Blower berfungsi untuk mendorong udara masuk kedalam silinder dan membantu mendorong keluar gasgas sisa pembakaran. Di dalam mesin terdapat dinding silinder yang berlubang di dua sisi (kanan & kiri) sebagai jalan masuknya udara. Prinsip kerjanya di bagi dalam 4 langkah yaitu (lihat gambar 2.1) : 1. Langkah Isap (Scavenging) Blower menghisap udara bersih masuk ke dalam silinder melalui lubanglubang jendela dinding silinder sisi kanan dan kiri, posisi ring torak/piston berada di bawah lubang-lubang tersebut dan katup buang (exhaust) terbuka. 2. Langkah kompresi (Compression) Katup buang tertutup dan torak/piston mendorong ke atas sehingga udara yang berada di dalam silinder di kompresi dan lubang-lubang jendela tertutup oleh torak. 3. Langkah kerja (Power) Sedikit sebelum piston mencapai Titik Mati Atas (TMA) udara yang di dalam silinder di kompresi tadi mencapai suhu yang tinggi, pada saat yang bersamaan disemprotkan bahan bakar ke dalam ruang bakar oleh sebuah fuel injector yang membuat torak bergerak ke bawah. 4. Langkah buang (Exhaust) Pada saat ring torak berada di bawah lubang jendela silinder, gas sisa pembakaran di dorong keluar oleh udara bersih yang di gerakan oleh blower
9
melalui katup buang kemudian torak bergerak ke atas setelah mencapai Titik Mati Bawah (TMB).
isap (scavenging)
kompresi (compression)
kerja (power)
buang (exhaust)
(sumber : Colin R. Ferguson,”Internal Combustion Engines” : 42)
Gambar 2.1 Prinsip kerja
Spesifikasi umum mesin detroit diesel adalah sebagai berikut : •
Tipe
: 2 langkah
•
Jumlah silinder
:6
•
Diameter
: 4,25 in
•
Panjang langkah
: 5 in
•
Rasio kompresi
: 17 ; 1
•
Volume
: 7 liter
•
Tenaga
: 165 HP
•
Jumlah bearing utama : 7
•
Arah putaran
: berlawanan jarum jam (1-4-2-6-3-5)
10
1.2. Komponen-komponen utama mesin Detroit diesel inline 6-71 Mesin detroit diesel inline 6-71 mempunyai komponen-komponen sebagai berikut : 2.2.1. Blok Silinder (Cyclinder Block) Blok silinder terbuat dari besi cetak yang kedua ujung mesin mempunyai bentuk yang sama sehingga dapat di gunakan untuk flywheel housing atau pun susunan timing gear. Di dalam dinding ini terdapat lubang untuk silinder, udara, oli pelumas dan pendingin air.
(sumber : Colin R. Ferguson,”Internal Combustion Engines” : 35)
Gambar 2.2 Blok silinder
2.2.2. Kepala Silinder (Cyclinder Head) Posisi kepala silinder berada di atas blok silinder, kepala silinder merupakan tempat katup buang, fuel injector, lubang pelumas oli dan pendingin air.
11
(sumber : Colin R. Ferguson,”Internal Combustion Engines” : 40)
Gambar 2.3 Kepala silinder
2.2.3. Poros Engkol (Crankshaft) Poros engkol (Crankshaft) merupakan baja yang di tempa dengan panas agar mempunyai kekuatan dan ketahan yang tinggi. Seluruh permukaan bearing dan connecting rod di lapisi baja yang halus dan harus balance (seimbang) secara statis dan dinamis. Di dalam poros engkol terdapat lubang pelumas oli untuk melumasi connecting rod, blok silinder dan poros engkol.
(sumber : John B. Heywood,”Internal Combustion Engine Fundamental” : 13)
Gambar 2.4 Poros engkol
12
2.2.4. Sistem Bahan Bakar (Fuel System) Komponen-komponen sistem bahan bakar adalah fuel injector, saringan, strainer, pompa, manifold (terdapat pada kepala silinder), jalur-jalur bahan bakar, tangki. Bahan bakar mengalir dari tangki bahan bakar ke strainer dan masuk ke dalam pompa. Setelah itu bahan bakar di pompa sehingga menghasilkan tekanan sehingga mendorong bahan bakar ke saringan dan masuk ke dalam manifold kemudian ke pipa-pipa dan masuk ke dalam injector. Kelebihan bahan bakar yang tidak terpakai kembali ke tangki. Sebuah katup satu arah (check valve) dipasang di bagian suplai antara tangki dan strainer agar bahan bakar tidak kembali lagi ke dalam tangki pada saat mesin mati karena bahan bakar dapat kembali ke tangki karena gravitasi.
(sumber : R. Ferguson,”Internal Combustion Engines” : 47)
Gambar 2.5 Sistem bahan bakar
13
2.2.5. Sistem Udara (Air System) Masuknya udara ke dalam ruang bakar dan keluarnya gas buang di lakukan oleh blower yang mendorong udara bersih ke dalam silinder dan katup buangan. Udara tersebut juga di gunakan untuk mendingginkan komponen mesinmesin yang terdapat di dalam. Untuk menyaring udara yang masuk digunakan tipe saringan dengan kasa kawat dan oli (oil bath filter). Saringan ini terdiri dari kasakasa kawat dan oli dimana udara masuk lubang filter dan melewati permukaan oli sehingga kotoran udara menempel pada oli kemudian udara melewati kasa-kasa kawat dan masuk ke dalam blower.
(sumber : John B. Heywood,”Internal Combustion Engine Fundamental” : 238)
Gambar 2.6 Sistem udara
2.2.6. Sistem Pelumasan (Lubrication System) Pelumas oli digunakan untuk mengurangi gesekan-gesekan di dalam mesin sekaligus untuk mendinginkannya. Komponen-komponen yang digunakan adalah tangki, strainer, pompa, saringan, pendinggin (cooler), katup bypass, saringan,
14
katup pembatas tekanan. Oli pelumas di sirkulasi oleh pompa dengan tipe pompa gear. Oli di pompa ke saringan dan pendingin oli, kemudian masuk ke dalam lubang oli di blok silinder yang didistribusikan ke semua bearing dan kepala silinder. Kemudian oli terbuang ke dalam tempat oli dibawah mesin. Pada pompa terdapat katup pembatas tekanan yang berfungsi sebagai katup bypass oli dari lubang keluaran oli ke lubang masukan oli apabila tekanan oli pada saluransaluran oli melebihi 105 psi. Sebelum saringan oli terdapat juga katup bypass yang berfungsi sebagai tempat lewat oli langsung ke lubang-lubang blok silinder apabila saringan tersumbat. Pendingin oli juga mempunyai katup bypass yang berfungsi sebagai pengaman jalurnya oli apabila pendingin oli tersumbat.
(sumber : John B. Heywood,”Internal Combustion Engine Fundamental” : 741)
Gambar 2.7 Sistem pelumasan
15
2.2.7. Sistem Pendingin (Cooling System) Sistem pendingin mesin diesel mempunyai 3 tipe umum yaitu radiator dan kipas, heat exchanger, raw water pump atau keel cooling. Pada mesin ini menggunakan radiator dan kipas sebagai pendinggin serta menggunakan pompa air untuk mengsirkulasikan air pendingin. Pompa air yang digunakan bertipe sentrifugal. Pompa tersebut memompa air ke silinder blok untuk mendinginkan blok silinder kemudian mengalir ke kepala silinder melewati dinding katup buangan dan fuel injector lalu mengalir ke manifold air melewati thermostat dan masuk ke dalam radiator. Di dalam radiator, air pendingin didinginkan temperaturnya oleh hembusan angin dari kipas yang digerakkan oleh putaran sabuk (belt) yang diputar oleh poros engkol. Setelah itu air pendingin mengalir ke pendingin oli (oil cooler) untuk mendinginkan oli. Di dalam manifold air terdapat thermostat. Ketika mesin hidup dan berada pada temperatur dibawah pengoperasian maka thermostat tertutup dan air pendingin langsung mengalir dari manifold air ke pompa tanpa melewati radiator. Air pendingin terus bersirkulasi sehingga mesin mencapai temperatur yang cukup panas maka katup thermostat terbuka dan mengalir ke radiator. Air yang melewati radiator didinginkan oleh tiupan angin yang ditiup oleh kipas.
16
(sumber : Colin R. Ferguson,”Internal Combustion Engines” : 59) Gambar 2.8 Sistem pendingin 2.2.8. Sistem Buangan (Exhaust system) Gas-gas sisa pembakaran keluar dari ruang pembakaran ketika katup buangan (exhaust valve) pada kepala silinder terbuka, kemudian gas tersebut mengalir ke manifold buangan (exhaust manifold) dan gas tersebut di saring oleh knalpot (muffler).
(sumber : “Detroit Diesel Inline-71 Service Manual” : 60) Gambar 2.9 Manifold buangan (exhaust manifold)
17
2.2.9. Stater angin Mesin ini menggunakan sistem penghidup dengan menggunakan penggerak angin. Stater angin berputar karena adanya angin yang masuk ke dalam stator sehingga memutar flywheeel untuk memulai siklus pembakaran di dalam silinder.
(sumber : Detroit Diesel Inline-71 Service Manual” : 138) 2.10 Stater angin 1.3. Keuntungan dan Kerugian Mesin Diesel Mesin diesel mempunyai keuntungan sebagai berikut : a. Mempunyai ketahan yang baik karena kontruksinya yang besar agar dapat bertahan pada tekanan tinggi dalam pembakaran. b. Bahan bakar yang mudah di dapat dimana-mana. c. Efisiesi bahan bakar dalam pembakaran. Mesin diesel juga mempunyai kerugian antara lain : a. Sangat berat. b. Sulit dihidupkan dalam kondisi yang dingin.
18
1.4. Sistem perawatan Agar mesin mempunyai performa yang baik dan terhindar dari kerusakan serta kerugian yang tidak diinginkan, maka dilakukan suatu tindakan perawatan terhadap komponen-komponen mesin. Teknik perawatan dilakukan untuk menjaga, memelihara, mengembangkan dan memaksimalkan dari suatu mesin sehingga berdaya guna tinggi secara ekonomis. Teknik perawatan yang digunakan adalah sebagai berikut : 2.4.1. Perawatan Rutin Perawatan rutin adalah kegiatan yang harus dilakukan setiap hari dan sifatnya terus menerus dan sistematis. Perawatan ini meliputi pemeriksaan kondisi oli mesin, level bahan bakar, air radiator dan kondisi penggerak V-belt. Pemeriksaan tersebut dilakukan sebelum dan sesudah mesin digunakan. 2.4.2. Perawatan Periodik Perawatan periodik adalah kegiatan perawatan yang dilakukan pada jarak waktu tertentu dan harus dilakukan rutin dan sistematis pula. Perawatan dilakukan berdasarkan waktu kalender (180 hari) atau 250 jam kerja mesin. Perawatan periodik dalam PT Dowell Anadrill Schlumberger dikenal dengan sebutan Standart Equipment Maintenance II (STEM II) dimana waktu kalender (180 hari) atau jam kerja mesin (250 jam mesin) yang lebih terlebih dahulu tercapai. Tindakan yang diambil meliputi : Ganti oli mesin dan saringan Ganti saringan bahan bakar Ganti oli pembersih udara
19
Ganti penggerak V-belt Periksa kondisi semua selang (hose) dan koneksinya Periksa air radiator dan levelnya Periksa pompa air dan kebocorannya Periksa stater angin mesin Periksa kebersihan mesin Periksa kondisi pipa dan karat-karat yang terjadi 2.4.3. Perawatan Pencegahan Perawatan pencegahan adalah kegiatan perawatan yang dilakukan sebelum mesin mengalami kerusakan sehingga perawatan mesin ini telah direncanakan sebelumnya. Perawatan ini dilakukan setelah melakukan STEM II dan menemukan kemungkinan kerusakan-kerusakan yang akan terjadi. 2.4.4. Tindakan Perbaikan Tindakan perbaikan adalah tindakan yang dilakukan setelah mesin mengalami kerusakan. Tindakan ini biasanya dilakukan apabila ada kerusakan berdasarkan laporan dari operator yang menggunakan mesin. 2.4.5. Overhaul Overhaul adalah tindakan perbaikan besar dalam rangka mengembalikan kondisi mesin yang mengalami kerusakan ke kondisi standartnya. Tindakan ini dilakukan berdasarkan performance mesin yang sudah kurang baik. 1.5. Permasalahan Mesin Diesel Sebelum terjadinya kerusakan, biasanya muncul gejala-gejala awal permasalahan yang terjadi seperti :
20
•
Asap yang berwarna hitam , putih dan biru
•
Sulit dalam menghidupkan (hard starting)
•
Oli mesin yang bertambah
•
Tekanan oli mesin rendah
•
Temperatur mesin tidak normal
•
Kebocoran-kebocoran
2.6 FMEA FMEA sudah ada sejak dulu sebelum adanya dokumen-dokumennya seperti saat ini. Belajar dari setiap kegagalan sangatlah mahal dan memakan waktu sehingga digunakanlah FMEA sebagai metode yang lebih sistematis untuk mempelajari kegagalan. Dengan demikian FMEA dianggap lebih baik untuk pertama kali dalam melakukan beberapa eksperimen/percobaan. Seorang desainer/engineer akan mengantipasi temuan produknya dari suatu kegagalan dengan cara mencobanya terlebih dahulu sebelum dikembangkan dan dipasarkan. FMEA resmi diperkenalkan untuk penggunaan militer pada akhir tahun 1940 oleh Angkatan Bersenjata Amerika Serikat. Kemudian FMEA digunakan oleh kedirgantaraan yang dipakai untuk menganalisa teknologi roket sehingga menghindari kegagalan atau kesalahan, contohnya adalah Apollo Space Program dan digunakan pula pada industri makanan secara umum. Perusahaan Ford memperkenalkan FMEA untuk otomotif pada tahun 1970 untuk peraturan keselamatan dalam berkendaraan dan untuk meningkatkan produksi serta pengembangan desain. Meskipun pada awalnya dikembangkan
21
oleh militer, metode FMEA banyak digunakan dalam berbagai industri termasuk katering, plastik, software dan pelayanan kesehatan dimana semuanya diintegrasikan ke dalam Automotive Industry Action Group (AIAG). Kemajuan FMEA muncul dari dunia otomotif yang diintegrasikan ke dalam Advanced Product Quality Planning (APQP) sehingga mengharuskan adanya FMEA untuk semua desain dan proses suatu produk agar terhindar dari masalah-masalah seperti Toyota yang bekerja sama dengan Design Review Based on Failure Mode (DRBFM). 1.6.1. Perkembangan FMEA Didalam FMEA, kegagalan diprioritaskan sesuai dengan tingkat dari dampak dan seberapa sering terjadinya kegagalan tersebut serta bagaimana mendeteksinya. FMEA juga mendokumentasikan pengetahuan dan tindakan dari setiap resiko kegagalan yang selanjutnya dapat diperbaiki. Hasil dari perkembangan FMEA adalah tindakan mengidentifikasi kegagalan yang mungkin terjadi dan memberikan skala prioritas dari setiap jenis kegagalan serta melakukan tindakan perbaikan yang akhirnya dapat mencegah terjadi kegagalan. Filosofi dasar dari FMEA adalah “CEGAH SEBELUM TERJADI”. FMEA sering di haruskan untuk memenuhi persyaratan keselamatan dan kualitas seperti standar ISO/TS-16949 (standar sistem manajemen mutu untuk industri otomotif), QS-9000, Six Sigma, FDA Good Manufacturing Practices (GMPs), Proses Manajemen Keselamatan Act (PSM).
22
2.6.2. Pengertian FMEA FMEA
(Failure
Mode
and
Effect
Analysis)
digunakan
untuk
mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab dari suatu masalah. FMEA adalah suatu metode yang berfungsi untuk menunjukkan masalah (failure mode) yang mungkin timbul pada suatu produk/proses yang dapat menyebabkan produk/proses tersebut tidak mampu menghasilkan output yang diinginkan dan kemudian menetapkan tindakan penanggulangannya sebelum masalah itu terjadi. Dengan demikian masalah-masalah pada suatu produk yang mempengaruhi kualitas produk dapat dikurangi dan akhirnya dieliminasi. Setiap penyebab harus dipertimbangkan efeknya pada suatu produk/proses dan berdasarkan resiko yang terjadi maka diambil suatu tindakan untuk ditinjau kembali resikonya. Hal ini dimaksudkan untuk menjadi sebuah proses tindakan pencegahan sebelum menerapkan perubahan baru dalam suatu produk/proses. Suatu mode kegagalan merupakan apa saja yang termasuk dalam kecacatan, kondisi diluar spesifikasi yang ditetapkan atau perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari suatu produk. Mode kegagalan berarti cara atau mode dimana suatu produk dapat gagal. Kegagalan adalah setiap kesalahan atau cacat terutama yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Pada dasarnya dengan FMEA dapat diketahui 3 hal yaitu penyebab kegagalan yang berpotensi dari suatu produk selama siklus hidupnya, efek dari kegagalan tersebut dan tingkat kekritisan efek kegagalan terhadap fungsi produk. Tujuan dari FMEA adalah tindakan untuk mencegah atau mengurangi tingkat keparahan atau kegagalan dimulai dengan prioritas yang tertinggi. FMEA dapat
23
membantu perancang/desainer untuk meningkatkan keselamatan dan kehandalan produk serta mengurangi waktu desain dan biaya.
2.6.3. Tipe FMEA Ada 2 jenis FMEA yaitu : 1.6.1. DFMEA DFMEA (Design FMEA) adalah FMEA yang menganalisa kegagalan produk yang disebabkan oleh kekurangan desain sebelum dirilis ke pasar. FMEA ini bertujuan untuk menghindari kegagalan di masa depan dan biasanya dilakukan pada tiga tingkatan yaitu sistem, subsistem dan tingkat komponen. 1.6.2. PFMEA PFMEA (Process FMEA) adalah FMEA yang menganalisa jenis kegagalan proses produksi dan akibatnya yang disebabkan oleh kekurangan proses produksi atau perakitan. Idealnya FMEA dimulai pada tahap awal desain dan berlanjut ke proses pembuatan dan pemakaian produk tersebut. FMEA dapat digambarkan dalam suatu siklus sebagai berikut :
24
(sumber : “Potential Failure and Effect Analysis” Automotive Industry Action Group,AIAG : 120) Gambar 2.11 Siklus FMEA Siklus di atas dilakukan dalam beberapa langkah-langkah sebagai berikut : 1. Menentukan komponen dari sistem/alat yang akan dianalisis. 2. Mengindentifikasi potensial mode kegagalan dari proses yang diamati. Jenis mode kegagalan yang sering terjadi antara lain : − retak (cracked) − cacat (deformed) − keboran (leaking) − teroksidasi (oxidized) − hubungan singkat elektrik (short circuit)
25
− patah (fracrured) 3. Mengidentifikasikan akibat (potential effect) yang ditimbulkan potensial failure mode yang dapat berakibat menjadi kerusakan yang lebih parah jika tidak adanya tindakan yang sesegera mungkin untuk menaggulanginya. Jenis-jenis kerusakan akibat mode kegagalan yang sering terjadi antara lain : − bising (noise) − operasi yang tidak menentu (erratic operation) − ketidakstabilan (unstable) − kasar (rough) 4. Tentukan nilai keparahan (severity). 5. Mengidentifikasi penyebab (potential cause) dari mode kerusakan yang terjadi pada proses yang berlangsung. 6. Tentukan nilai kejadian (occurance). 7. Mengidentifikasi pengendalian proses detection dan prevention/current proses control. 8. Menetapkan nilai deteksi (detection). 9. Hitung nilai RPN yang menunjukkan keseriusan dari mode kegagalan. Semakin tinggi nilai RPN maka menunjukkan semakin bermasalah sehingga harus segera dilakukan perbaikan terhadap penyebab kerusakan. 10. Tentukan action yang harus diambil. 11. Hitung nilai occurance, detection dan RPN yang baru.
26
1.7. Severity, Occurrance, Detection dan RPN 2.7.1. Severity Severity (keparahan) merupakan suatu penilaian tingkat keseriusan suatu efek atau akibat dari potensi kegagalan pada suatu komponen yang berpengaruh pada suatu hasil kerja mesin yang dianalisa/diperiksa. Severity merupakan tingkat bahaya atau kerugian yang timbul pada skala 1 sampai 10. Skala tinggi bila bahaya tinggi atau kerugian besar. Penentuan semua mode kegagalan berdasarkan persyaratan fungsi dan efeknya. Contoh mode kegagalan adalah hubungan pendek arus listrik, korosi, deformasi. Mode kegagalan suatu komponen dapat menyebabkan mode kegagalan pada komponen lain sehingga setiap mode kegagalan harus ditulis dalam istilah teknik dan efek dari setiap kegagalan perlu dipertimbangkan. Contoh efek kegagalan adalah penurunan kinerja, kebisingan dan kerugian. Setiap efek mempunyai nomor keparahan (severity) dari skala 1 (tidak berbahaya) sampai 10 (sangat berbahaya). Angka-angka ini membantu seorang enggineer/desainer untuk memprioritaskan mode kegagalan dan efeknya. Jika tingkat keparahan efeknya memiliki nomor 9 atau 10 maka untuk menghilangkan mode kegagalan dilakukan dengan mengganti desain sehingga dapat melindungi pengguna produk/proses. Contoh penilaian severity (tingkat bahaya) adalah sebagai berikut :
27
Tabel 2.1 Tabel severity Akibat
Kriteria : Tingkat Bahaya Akibat Kegagalan
Nilai
Berbahaya tanpa ada tanda-tanda sebelumnya
Kegagalan mempengaruhi keselamatan pengoperasian atau melanggar peraturan pemerintah. Kegagalan terjadi tanpa peringatan. Dapat membahayakan operator tanpa peringatan.
10
Berbahaya tetapi ada tanda-tanda sebelumnya
Kegagalan mempengaruhi keselamatan pengoperasian dan/atau melanggar peraturan pemerintah. Kegagalan terjadi dengan peringatan. Dapat membahayakan operator meskipun ada peringatan
9
Sangat tinggi
Produk/mesin tidak dapat beroperasi dengan optimal karena ada gangguan mayor sehingga hasil kerja yang dihasilkan tidak memuaskan (kehilangan fungsi utama)
8
Tinggi
Produk/mesin dapat beroperasi tetapi pada performa yang tidak maksimal karena adanya gangguan minor. Pelanggan sangat tidak puas.
7
Sedang
Produk/mesin dapat beroperasi, tetapi beberapa fungsi alat tidak dapat beroperasi. Pelanggan merasa tidak puas.
6
Rendah
Produk/mesin dapat beroperasi pada penurunan tingkat performa sehingga hasil kerja mesin tidak memuaskan.
5
Sangat rendah
Mesin dapat beroperasi dengan baik namun masih ada terdapat kerusakan minor pada produk/mesin. Adanya kesalahan dalam penyetelan-penyetelan kecil.
4
Kecil
Mesin dapat beroperasi dengan baik namun masih ada terdapat kerusakan minor pada produk/mesin yang dapat di perbaiki. Adanya kesalahan dalam penyetelanpenyetelan kecil.
3
Sangat kecil
Mesin dapat beroperasi walaupun terdapat gangguan yang kecil pada komponen.
2
Tidak ada akibat
1
Tidak ada
(sumber : American society for quality control / Automotive industry action group,”Potential failure mode and effect analysis Reference manual”)
28
2.7.2. Occurance Occurrance (kejadian) menunjukan seberapa banyak/sering kegagalan terjadi karena penyebab kerusakan. Score tinggi bila sering/banyak kejadian. Pada tahap ini perlu dilihat penyebab mode kegagalan dan berapa kali terjadinya. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat produk sejenis dan dokumentasi mode kegagalan sebelumnya. Kegagalan dapat disebabkan karena faktor desain yang lemah. Semua penyebab mode kegagalan harus diidentifikasi dan didokumenkan. Contoh penyebabnya adalah tegangan yang berlebihan atau kondisi operasi yang tidak benar. Mode kegagalan akan diberikan tingkat terjadinya dari 1 sampai 10. Contoh penilaian occurrance (tingkat kejadian) : Tabel 2.2 Tabel occurrance
Peluang Kegagalan Sangat tinggi (Kegagalan selalu terjadi) Tinggi (Kegagalan sering terjadi) Sedang (Kegagalan jarang terjadi) Rendah (Kegagalan sangat jarang)
Kemungkinan Prosentase Ppk Kegagalan ≥ 100 per 1000 produk 10% < 0.55 50 per 1000 produk ≥ 0.55 5%
Nilai 10 9
20 per 1000 produk
2%
≥ 0.78
8
10 per 1000 produk
1%
≥ 0.86
7
5 per 1000 produk
0.5%
≥ 0.94
6
2 per 1000 produk
0.2%
≥1
5
1 per 1000 produk
0.1%
≥ 1.1
4
0.5 per 1000 produk
0.05%
≥ 1.2
3
0.1 per 1000 produk
0.01%
≥ 1.3
2
≤ 0.01 per 1000 produk Hampir tidak ada ≥ 1.67 1 0% (sumber : American society for quality control / Automotive industry action group,”Potential failure mode and effect analysis Reference manual”)
29
2.7.3. Detection Detection (deteksi) merupakan alat control yang digunakan untuk mendeteksi penyebab terjadinya kegagalan serta tindakan perbaikannya. Score tinggi bila kemampuan mendeteksi rendah. Ketika menentukan tindakan yang tepat terhadap mode kegagalan maka perlu di tes efisiensinya dan dipilih metode pemeriksaan yang tepat. Seorang enggineer/desainer harus tahu alat apa yang digunakan apabila mode kegagalan muncul atau mendeteksi kegagalan sejak dini sebelum kegagalan tersebut sampai kepada pelanggan sehingga kegagalan tersebut dapat diidentifikasi atau terdeteksi. Setiap mode kegagalan memiliki nilai deteksi yang diukur berdasarkan resiko kegagalan akan lolos terdeteksi. Nilai deteksi yang tinggi menunjukkan bahwa kemungkinan besar kegagalan akan muncul kembali. Contoh penilaian detection (deteksi) adalah sebagai berikut : Tabel 2.3 Tabel detection Deteksi
Kriteria : Kecenderungan Kontrol Desain
Peringkat
Kontrol desain tidak dapat mendeteksi potensi Ketidakpastian penyebab kerusakan berikutnya atau tidak adanya mutlak kontrol desain
10
Sangat jauh
Sangat jauh kemungkinannya kontrol desain akan menemukan potensi penyebab kerusakan mekanisme atau penyebab kegagalan berikutnya
9
Jauh
Sulit kemungkinannya kontrol desain akan menemukan potensi penyebab kerusakan mekanisme atau penyebab kegagalan berikutnya
8
Sangat rendah
Sangat rendah kemungkinannya kontrol desain akan menemukan potensi penyebab kerusakan mekanisme atau penyebab kegagalan berikutnya
7
30
Rendah
Rendah kemungkinannya kontrol desain akan menemukan potensi penyebab kerusakan mekanisme atau penyebab kegagalan berikutnya
6
Sedang
Sedang kemungkinannya kontrol desain akan menemukan potensi penyebab kerusakan mekanisme atau penyebab kegagalan berikutnya
5
Sangat rendah
Sangat sedang kemungkinannya kontrol desain akan menemukan potensi penyebab kerusakan mekanisme atau penyebab kegagalan berikutnya
4
Tinggi
Tinggi kemungkinannya kontrol desain akan menemukan potensi penyebab kerusakan mekanisme atau penyebab kegagalan berikutnya
3
Sangat tinggi
Sangat tinggi kemungkinannya kontrol desain akan menemukan potensi penyebab kerusakan mekanisme atau penyebab kegagalan berikutnya
2
Hampir pasti
Kontrol desain hampir pasti menemukan potensi penyebab kerusakan mekanisme atau penyebab kegagalan berikutnya
1
(sumber : American society for quality control / Automotive industry action group,”Potential failure mode and effect analysis Reference manual”
2.7.4. RPN Nilai RPN (Risk Potential Number) diperoleh dengan cara mengalikan nilai SOD (Severity, Occurrance, Detection). RPN tidak memegang peran penting dalam pengambilan tindakan terhadap mode kegagalan. Mode kegagalan yang memiliki RPN tertinggi harus diberikan prioritas tertinggi untuk tindakan perbaikannya. Ini berarti tidak selalu mode kegagalan dengan keparahan tertinggi yang harus ditangani terlebih dahulu, mungkin ada mode kegagalan yang tidak terlalu parah tapi sering terjadi dan kurang terdeteksi. Kapan pun suatu desain atau proses berubah maka FMEA pun harus diperbaharui.
31
2.8. APLIKASI dan MANFAAT FMEA Ada beberapa jenis FMEA yang digunakan antara lain adalah sebagai berikut : 1. Proses
: menganalisa proses manufaktur dan perakitan.
2. Desain
: menganalisa produk sebelum diproduksi.
3. Layanan : menganalisa proses jasa industri sebelum dipakai masyarakat. 4. Sistem
: menganalisa fungsi sistem secara global.
5. Peralatan : menganalisa desain mesin dan peralatan sebelum membeli. 6. Konsep : menganalisa system atau subsistem dalam tahap konsep desain awal. 7. Software : menganalisa fungsi perangkat lunak/software. FMEA dipakai dalam beberapa aplikasi yaitu : 1. Digunakan untuk mengevaluasi desain produk dan proses. 2. Memberikan kontribusi terhadap pengembangan prosedur perawatan yang efektif. Contohnya : Reliability Centered Maintenance (RCM) analisis dan MSG-3 analisis untuk industri pesawat terbang. 3. Terintegrasi dengan kehandalan pertumbuhan kebijakan manajemen. 4. Terintegrasi dengan control perencanaan, DVP & R dan terkait APQP proses. Digunakan untuk mengevaluasi rencana modifikasi proses yang ada. 5. Digunakan untuk menyelidiki keandalan sistem yang ada.
32
6. Menyediakan lokasi sentral untuk informasi keandalan yang terkait dengan sistem. 7. Menyediakan basis pengetahuan bagi upaya pemecahan masalah di masa depan. 8. Menyediakan alat pembelajaran bagi engineer baru. 9. Memberikan masukan untuk analisis sistem lainnya seperti Reliability Block Diagram (RBD), Markov, Fault Tree. 10. Memberikan kontribusi terhadap identifikasi persyaratan untuk built-in alat uji. FMEA dapat digunakan untuk membantu desainer meningkatkan kualitas dan kehandalan desain sehingga memberikan beberapa manfaat antara lain: 1. Meningkatkan kualitas dan keandalan (reliability) suatu produk /proses. 2. Membantu desainer untuk mengindentifikasi dan menghilangkan mode kegagalan yang berbahaya. 3. Meminimalkan kerusakan pada produk dan penggunanya. 4. Waktu desain akan berkurang karena identifikasi tepat waktu dan koreksi. 5. Dapat digunakan untuk menyusun prosedur pemeliharaan dan interval yang tepat. 6. Meningkatkan kepuasaan pelanggan. 7. Meningkatkan keamanan. 8. Mengutamakan dalam memperbaiki kekurangan suatu produk.
33
9. Memberikan fokus untuk peningkatan pengujian dan pengembangan. 10. Meminimalkan perubahan dan biaya-biaya yang akan datang. 11. Meningkatkan citra perusahaan dan daya saing. 12. Pengembangan sistem mengurangi waktu dan biaya. 13. Katalisator untuk kerjasama dan pertukaran gagasan antara fungsi. 14. Mengurangi potensi masalah garansi.
2.9. Penggunaan FMEA Pada umumnya dalam tahap perancangan, seorang enggineers sudah melakukan pekerjaannya dengan benar dalam mengevaluasi fungsi dan bentuk suatu produk dan proses. Didalam merancang mereka tidak selalu baik dalam segi kualitas dan kehandalan. Seringkali enggineers menggunakan faktor keselamatan sebagai cara untuk memastikan bahwa desain bagus dan melindungi si pemakai terhadap kegagalan suatu produk atau proses. Dengan adanya FMEA maka dapat membantu enggineers menciptakan suatu produk yang handal dan berkualitas. Mereka menggunakan FMEA untuk : 1. Mengembangkan persyaratan produk atau proses yang meminimalkan kemungkinan kegagalan tersebut. 2. Mengevaluasi kebutuhan yang diperoleh dari pelanggan atau peserta lain dalam proses desain untuk memastikan bahwa kebutuhan tersebut tidak memperkenalkan potensi kegagalan.
34
3. Mengidentifikasi karakteristik desain yang terkontribusi terhadap kegagalan sehingga desain mereka keluar dari sistem atau setidaknya meminimalkan efek yang dihasilkan. 4. Mengembangkan metode dan prosedur untuk mengembangkan dan menguji produk/proses
untuk
memastikan
bahwa
kegagalan
telah
berhasil
dieliminasi. 5. Pastikan bahwa setiap kegagalan yang bisa terjadi tidak akan melukai pelanggan.
2.10.
Prosedur FMEA Proses untuk melakukan suatu FMEA sangatlah mudah dilakukan seperti
dijelaskan dibawah ini : 1. Jelaskan produk/proses dan fungsinya. Pemahaman tentang suatu produk atau proses sangatlah penting agar memiliki kejelasan didalam proses analisa sehingga membantu insiyur dalam mengindetifikasi mode kegagalan. 2. Buat diagram blok dari produk atau proses yang dapat dikembangkan. Diagram ini menunjukan komponen-komponen utama dan langkah-langkah proses yang berhubungan dengan komponen lain. 3. Isi dan lengkapi tabel FMEA dibawah ini :
35
Failure Mode and Effect Analysis
Process
:
Responsibility :
Number
:
Product
:
Prepared by
:
Created
:
Key Date
:
Modified :
Core team :
and
Effect
Analysis”
Automotive
Industry
Penanggung Jawab (Responsible)
Action
Target Date
Group,AIAG
Tindakan yang Diambil (Actions Taken)
:
126)
RPN
Failure
Aksi yang Disarankan (Reccommended Actions)
Detection Occurrance Severity
“Potential
RPN
:
Kontrol Pencegahan Deteksi (Current Control Detection)
Detection
(sumber
Potensi Penyebab Kegagalan (Potential Failure Cause)
Occurrance
Potensi Potensi Efek Kegagalan Kegagalan (Failure (Failure Mode) Effect)
Severity
Proses/ Deskripsi Produk/ Tujuan
36
4. Identifikasi mode kegagalan. Mode kegagalan didefinisikan apabila komponen, sistem, subsistem, proses berpotensi gagal sehingga tidak memenuhi tujuan desain. Contoh mode kegagalan adalah korosi, listrik korslet, cracking, deformasi, kelelahan. 5. Mode kegagalan atau potensi kegagalan pada salah satu komponen bisa menjadi penyebab mode kegagalan pada komponen lain. Setiap kegagalan harus tercantum dalam istilah-istilah teknik. Fungsi dari setiap komponen harus dicatat dalam mode kegagalan sehingga dapat diidentifikasi kemungkinan terjadinya kegagalan. Dapat juga dilakukan dengan melihat kegagalan pada produk lain yang sejenis. 6. Jelaskan potensi efek kegagalan sehingga dapat diidentifikasi oleh enggineers dan menentukan apa yang menjadi potensi efek dari mode kegagalan. Efek kegagalan merupakan hasil dari kegagalan terhadap suatu produk/proses yang dirasakan oleh pelanggan sehingga menjelaskan apa yang pelanggan lihat dan rasakan. Kita harus berpikir bahwa kita adalah pelanggan yang ada diluar sana. 7. Masukan nilai keparahan (severity) dari skala 1 (tidak berbahaya) sampai 10 (sangat berbahaya). 8. Identifikasi potensi penyebab kegagalan. Penyebab kegagalan dapat didefinisikan sebagai kekurangan desain sehingga menimbulkan kegagalan. Penyebab
dari
setiap
mode
kegagalan
harus
diidentifikasi
dan
didokumenkan. Penyebab harus dicantumkan ke dalam istilah teknik dan bukan gejalanya. Contoh penyebabnya antara lain kontaminasi, kondisi
37
operasi yang tidak sesuai, torsi yang tidak sesuai, beban dan tegangan yang berlebihan. 9. Masukan nilai peluang kejadian kegagalan dengan nilai skala 1 sampai 10 (dimana nilai 1 mewakili kejadian yang tidak mungkin dan 10 mewakili kejadian yang pasti terjadi). 10. Tentukan current control (bentuk pengendalian saat ini) yang akan digunakan untuk penanggulangan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada dengan cara mendesain atau merencanakan suatu perubahan atau tindakan perbaikan menuju hasil kerja yang lebih baik, sehingga kegagalan pada mesin tidak lagi timbul atau setidak-tidaknya mengurangi angka kejadian terjadinya kerusakan. Ada tiga jenis dari bentuk pengendalian yang dapat dipertimbangkan yaitu : -
Mencegah mekanisme penyebab atau sebab akibat kegagalan dari suatu kejadian kegagalan.
-
Menemukan penyebab mekanisme yang menimbulkan kerusakan dan ditindak lanjuti ketindakan perbaikan.
-
Menemukan sebab kegagalan.
Seorang enggineers harus dapat mendeteksi kegagalan dengan melakukan pengujian, analisa dan pengawasan terhadap produk/proses yang sejenis sehingga ditemukan alat untuk mengontrol mode kegagalan. Alat yang nantinya di pakai harus di tentukan sehingga cocok untuk mengontrol mode
kegagalan. Setelah produk/proses menggunakan alat kontrol tersebut dan tidak ditemukan mode kegagalan maka FMEA harus diperbaharui. 11. Masukan nilai deteksi (detection). Deteksi adalah penilaian bahwa alat kontrol dapat mendeteksi penyebab mode kegagalan sebelum sampai kepada konsumen. 12. Periksa nilai RPN (Risk Priority Number). RPN adalah angka perkalian keparahan (severity), kejadian (occurrance), deteksi (detection). RPN digunakan untuk menentukan nomor prioritas mode kegagalan dalam pengambilan tindakan. 13. Tentukan aksi yang disarankan untuk potensi kegagalan yang memiliki nilai RPN paling tinggi. Tindakan ini mencakup inspeksi pengujian, prosedurprosedur kualitas, pemilihan komponen atau bahan yang berbeda, mengganti desain untuk mencegah mode kegagalan, pemantauan secara mekanisme, melaksanakan perawatan secara terencana. 14. Tentukan siapa yang bertanggung jawab dan tanggal target penyelesaiannya agar dapat diselesaikan. 15. Indikasikan aksi apa yang akan diambil setelah itu masukan nilai severity, occurrance dan detection yang baru, kemudian masukan nilai RPN yang baru. 16. Perbaharui FMEA sesuai perubahan desain dan proses sehingga pergantian perubahan
dapat
menjadi
informasi
38
baru
yang
diketahui.