BAB II LANDASAN TEORI
I.1Prinsip Dasar Pengeringan Operasi pemisahan pada pengeringan adalah kegiatan mengubah suatu bahan umpan berbentuk padatan, semi-padatan atau cairan menjadi produk berbentuk penambahan panas. Pada kasus pengeringan beku, yang berlangsung di bawah titik tripel cairan yang akan di keluarkan, pengeringan terjadi dengan penyubliman fase padat langsung menjadi fase uap. Jadi, definisi ini tidak mencakup pengubahan suatu fase cairan menjadi fase cair terkonsentrasi (penguapan), operasi pengurangan air secara mekanis seperti penyaringan, sentrifugasi, sedimentasi, ekstraksi superkritik air dari jel untuk menghasilkan produk yang sangat berongga (ekstraksi) atau yang disebut sebagai pengeringan cairan dan gas dengan menggunakan saringan molekuler (adsorpsi). Perubahan fase dan pembentukan fase padat sebagai hasil akhir adalah ciri penting proses pengeringan. Pengeringan adalah operasi yang sangat penting dalam industri kimia, pertanian, bioteknologi, pangan, polimer, keramik, farmasi, kertas dan bubur kertas, pengolahan mineral, dan pengolahan kayu. Pengeringan mungkin merupakan satuan operasi teknik kimia yang paling tua, paling umum dan paling tersebar. Lebih dari 400 jenis pengering telah dilaporkan pada literature dan lebih dari seratus jenis telah tersedia di pasar umum. Besaing dengan penyulingan, pengeringan merupakan satuan operasi yang sangat intensif energi sebagai akibat dari panas laten penguapan yang tinggi dan ketidak efisienan penggunaan udara panas sebagai media pengering (yang paling umum). Berbagai kajian melaporkan bahwa konsumsi energi nasional untuk opersi pengeringan di industri berkisar dari 10-15%.
Universitas Sumatera Utara
Pengeringan berbagai bahan umpan diperlukan berdasarkan salah satu atau beberapa alasan berikut : kebutuhan untuk mempermudah panganan padat yang dapat mengalir bebas, pengawetan dan penyimpanan, pengurangan biaya transportasi, untuk mendapatkan mutu hasil yang diinginkan. Dalam beberapa proses, pengeringan yang tidak tepat dapat mengakibatkan kerusakan mutu hasil yang tidak mungkin diperbaiki sehingga tidak dapat dijual. Sebelum melanjutkan ke prinsip dasar, perlu dicatat ciri khas pengeringan berikut : 1. Ukuran produk dapat berkisar dari mikro hingga puluhan sentimeter (dalam ketebalan bahan atau kedalaman tumpukan) 2. Porositas produk dapat berkisar dari 0,25 detik (pengeringan kertas tissu) hingga lima bulan (untuk jenis kayu keras tertentu) 3. Kapasitas produk dapat berkisar dari 0,10 kg/jam hingga 100 ton/jam 4. Kecepatan produk berkisar dari nol (diam) hingga 2000 m/detik (kertas tissu) 5. Suhu pengeringan berkisar dari di bawah titik tripel hingga di atas titik kritis cairan yang bersangkutan 6. Tekanan operasi dapat berkisar dari di bawah satu milibar hingga 25 atmosfir 7. Panas dapat dipindahkan secara kontinyu atau intermiten dengan cara konveksi, konduksi, radiasi atau medan elektromaknetik
Dari keterangan diatas jelas bahwa tidak ada satu prosedur perancangan khusus yang mungkin diterapkan untuk seluruh atau beberapa jenis mesin pengering sekali pun. Karena itu, saat mencoba merancang mesin pengering atau menganalisa suatu mesin pegering yang telah ada, perlu mengacu kembali pada dasar-dasar pindah panas, massa dan momentum, dikaitkan dengan pengetahuan tentang sifat bahan
Universitas Sumatera Utara
(mutu). Secara matematis dapat dikatakan bahwa seluruh proses yang terlibat, meski pada mesin pengering yang paling sederhana pun, adalah sangat tidak linier dan karenanya pembesaran skala mesin pengering umunya sangat sulit. Percobaan di laboratorium dan bangsal percontohan, yang dirangkai dengan pengalaman lapangan dan pengetahuan sangat penting untuk pengembangan dan penerapan suatu pengering baru. Pedagang mesin pengering biasanya sudah terspesialisasi dan hanya menawarkan peralatan pengering dengan kisaran sempit. Karena itu, pembeli harus memiliki pengetahuan dasar yang memadai mengenai penggolongan mesin pengering dan, dengan pengecualian tertentu, mampu membuat ancang-ancang pilihan sebelum mendatangi pedagang. Secara umum, beberapa pengering berbeda mungkin dapat diterapkan untuk proses pengering tertentu.
II.2 Dasar Dan Terminologi Pengeringan Pengeringan adalah operasi yang rumit yang meliputi perpindahan panas dan massa secara transien serta beberapa laju proses, seperti transformasi fisik atau kimia, yang pada gilirannya dapat menyebabkan perubahan mutu hasil maupun mekanisme perpindahan panas dan massa. perubahan fisik yang mungkin terjadi meliputi : pengkerutan, penggumpulan, kristalisasi, transisi gelas. pada beberapa kasus, dapat terjadi reaksi kimia atau biokimia yang diinginkan atau tidak diinginkan, yang menyebabkan perubahan warna, tekstur,
aroma atau sifat lain padatan yang
dihasilkan. Sebagai contoh, pada pembuatan katalis, kondisi pengeringan dapat menyebabkan perbedaan nyata dalam aktivitas katalis tersebut melalui perubahan luas permukaan internalnya. Pengeringan terjadi melalui penguapan cairan dengan pemberian panas ke bahan umpan basah. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, panas dapat disediakan melalui
Universitas Sumatera Utara
konveksi (pengering langsung), konduksi (pengering sentuh atau tak langsung), radiasi atau secara volumetrik dengan menempatkan bahan basah tersebut dalam medan elektromaknetik gelombang mikro atau frekuensi radio. Lebih dari 85 % mesin pengering industrial adalah jenis konvektif dengan udara panas atau gas-gas pembakaran langsung sebagai media pengering. Lebih dari 99% kecuali dielektrik (gelombang mikro atau frekuensi radio), menyediakan panas pada batas objek yang dikeringkan sehingga panas harus berdifusi ke dalam padatan dengan cara konduksi. Cairan harus bergerak ke batas bahan sebelum diangkut ke luar oleh gas pembawa (atau dengan penerapan vakum pada pengering nonkonvektif). Pergerakan air dalam padatan dapat terjadi melalui salah satu atau lebih dari mekanisme pindah massa berikut : •
Difusi cairan, jika padatan basah berada pada suhu di bawah titik didih cairan tersebut.
•
Difusi uap, jika cairan tersebut menguap dalam bahan.
•
Difusi knudsen, jika pengeringan berlangsung pada suhu dan tekanan sangat rendah, misal, pada pengeringan beku.
•
Difusi permukaan (mungkin terjadi, meskipun belum terbukti).
•
Beda tekanan hidrostastik, jika laju penguapan internal melampaui laju pergerakan uap melalui padatan ke lingkungan sekitar.
•
Kombinasi dari mekanisme di atas.
Perlu di catatat bahwa karena struktur fisik padatan yang dikeringkan dapat berubah selama pengeringan, perpindahan air dapat juga berubah dengan bertambahnya waktu pengeringan.
Universitas Sumatera Utara
II.2.1 Sifat Termodinamik Udara-Air II.2.1.1 Psikrometri Sebagaimana disebutkan sebelumnya, kebanyakan mesin pengering adalah jenis langsung (atau konvektif). Dengan kata lain, udara panas digunakan baik sebagai penyedia panas untuk penguapan maupun sebagai pembawa air yang diuapkan keluar dari produk. Pengeculian penting terdapat pada mesin pengering beku dan vakum, yang digunakan hampir secara ekslusif untuk pengeringan sensitif terhadap panas karena cenderung jauh lebih mahal daripada pengering yang beroperasi disekitar tekanan atmosfir. Pengecualian lain terdapat pada teknologi pengeringan yang sedang berkembang, yaitu pengering dengan uap super panas (Mujumdar, 1995). Pada kasus tertentu, seperti pada pengeringan bahan pangan kental dengan pengering jenis drum, sebagian atau seluruh panas disediakan secara tak langsung dengan konduksi. Pengeringan dengan udara panas berarti pelembaban dan pendingin udara dalam pengering yang terinsulasi dengan baik (adiabatik). Jadi, sifat higrotermal udara lembab diperlukan untuk perhitungan rancangan pengering jenis ini. Gambar 2.1 adalah adalah bagan psikrometrik untuk system udara-air. Gambar tersebut menunjukkan hubungan antara suhu (sumbu datar) dan kelembaban mutlak (sumbu tegak, dalam kg air per kg udara kering) Udara lembab pada tekanan mutlak dan kejenuhan adiabatik digambar sesuai dengan defenisi termodinamik terminolog tersebut. Perbandingan (h/MairKy) , rasio psikrometrik, terletak pada nilai 0,96-1,005 untuk campuran udara-uap air. Jadi hampir sama dengan nilai panas kelembaban Cs jika pengaruh kelembaban diabaikan, suhu kejenuhan adiabatic dan suhu bola basah (masing-masing Tas dan Twb) hampir sama unuk system udara-air. Tetapi, perlu dicatat bahwa Tas dan Twb sangat berbeda secara konseptual. Suhu jenuh adiabatic
Universitas Sumatera Utara
adalah suhu gas dan suatu entitas termodinamik, sementara suhu bola basah adalah entitas yang didasarkan pada laju pindah panas dan massa dan merujuk pada suhu fase cair. Pada kondisi pengeringan yang tetap, permukaan bahan yang dikeringkan menacapi bola basah jika pindah panas berlangsung dengan konveksi murni.Suhu bola basah tidak tergantung pada gometri permukaan sebagai hasi dari analogi antara pindah panas dan massa Gambar 2.1 di bawah ini dapat di lihat Bagan psikrometri untuk system udara-air
Gambar 2.1 Bagan psikrometri untuk system udara-air
II.2.1.2 Kadar Air Kesetimbangan Kadar air suatu padatan basah yang berada dalam kesetimbangan dengan udara pada suhu dan kelembaban tertentu disebut sebagai kadar air kesetimbangan (equilibrium moisture content, EMC). Suatu teraan EMC pada suhu tertentu terhadap kelembaban nisbi disebut sebagai isotermisorpsi. Isotermi yang diperoleh dengan memaparkan padatan pada udara yang kelembabannya meningkat dikenal dengan isotermi absorpsi. Sedangkan, isotermi yang diperoleh dengan memaparkan padatan
Universitas Sumatera Utara
pada udara yang kelembabannya menurun dikenal dengan isotermi desorpsi. Jelas bahwa isotermi desorpsi merupakan perhatian utama pengeringan karena kadar air padatan menurun secara progresif. Kebanyakan bahan yang dikeringkan menunjukkan “histeresis” dimana kedua isotermi tersebut tidak sama sebangun. Gambar 2.2 menunjukkan bentuk umum isothermis tipikal. Bentuk tersebut dicirikan oleh tiga wilayah secara tegas, A, B dan C, yang merupakan pertanda mekanisme pengikatan air yang berbeda pada tempat-tempat yang terpisah pada matrik padatan. Pada wilayah A, air terikat kuat pada tempat tersebut dan tidak dapat digunakan untuk reaksi. Pada wilayah ini, terutama terdapat adsorpsi lapis-tunggal uap air dan tidak tampak perbedaan tegas antara isotermi adsorpsi dan desorpsi. Pada wilayah B, air terikat lebih longgar. Penurunan tekanan uap air hingga dibawah tekanan keseimbangan uap air pada suhu yang sama adalah karena air tersebut terkurung dalam kapiler yang lebih kecil. Air dalam wilayah C bahkan terikat lebih longgar dalam kapiler yang lebih besar. Air ini dapat digunakan untuk reaksi dan sebagai pelarut. Pada gambar 2.2 dibawah ini dapat dilihat gambar isotermi sorpsi tipikal.
Gambar 2.2 Isothermis tipikal
Universitas Sumatera Utara
Sejumlah hipotesa telah diajukan untuk menjelaskan histeris tersebut. Dapat dilihat dibawah ini gambar 2.3 menunjukkan secara skematik bentuk kurva kadar air
Gambar 2.3 Kurva kadar air keseimbangan untuk berbagai jenis padatan
Dimana X
adalah kadar air keseimbangan basis kering, T adalah suhu,
parameter α berkisar dari 0,005 hingga 0,01 K. Korelasi ini dapat digunakan untuk menduga ketergantungan X terhadap suhu manakala data tidak tersedia. Untuk padatan higroskopik, entalbi air yang menempel lebih kecil dari enalpi cairan murni, sejumlah besaran yang sama dengan energi ikatan, yang juga disebut sebagai entalpi pembahasan, entalpi tersebut meliputi panas sorpsi, hidrasi dan larutan, dan dapat diduga. keseimbangan berbagai jenis padatan. Pada gambar 2.4 dibawah ini menunjukkan berbagai jenis air yang isotermi desorpsi juga tergantung pada tekanan eksternal.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Berbagai jenis kadar air Untuk kebanyakan bahan, energi ikatan air adalah positif, umumnya merupakan fungsi yang menurun secara monotonic, dengan nilai nol untuk air tak terikat. Tetapi, untuk bahan pangan hidrofobik (misalnya, minyak kacang, starch pada suhu rendah) energi ikatan tersebut dapat negatip. Umumnya, data sorpsi air harus ditentukan melalui percobaan. Sekitar 80 korelasi, mulai dari yang berdasarkan teori hingga yang murni emperik. Disamping suhu, struktur fisik serta komposisi bahan juga mempengaruhi sorpsi air. Struktur rongga dan ukuran serta transformasi fisik dan kimia yang terjadi selama pengeringan dapat menyebabkan perbedaan menyolok dalam kemampuan pengikatan air oleh padatan.
II.2.1.3 Aktivitas Air Dalam pengeringan beberapa bahan, yang membutuhkab perhatian higienis khusunya seperti bahan pangan, ketersediaan air untuk pertumbuhan mikro organisma, perkecambahan spora, dan penyertaan dalam beberapa reaksi kimia, menjadi wacana yang penting. Ketersediaan ini, yang tergantung pada tekanan nisbi,
Universitas Sumatera Utara
atau aktivitas air, aw didefenisikan sebagai perbandingan antara tekanan persial air, p, pada system padatan basah terhadap terhadap tekanan keseimbangan uap air, pw pada suhu yang sama. Jadi aw yang juga sama dengan kelembaban nisbi udara lembab sekeliling didefenisikan sebagai : aw=
p pw Terdapat berbagai bentuk kurva X terhadap aw yang berbeda, tergantung pada
jenis bahan (missal, padatan dengan daya higroskopis tinggi, menengah, dan rendah). Pada tabel 2.1 bawah ini dapat dilihat aktivitas air, aw minimum untuk pertumbuhan mikroba perkecambahan spora Mikroorganisma
Aktivitas Air
Organisma penghasil lender pada daging
0.98
Spora Pseudomanas, Bacillus cereus
0,97
Spora B subtilis, C, botulinun
0,95
C, botulinum, Salmonella
0,93
Bakteri pada umumnya
0,91
Ragi pada umumnya
0,88
Aspergillus niger
0,85
Jamur pada Umumnya
0,80
Bakteri halofilik
0,75
Tabel 2.1 Aktivitas Air, aw minimum untuk pertumbuhan mikroba dan perkecambahan spora Jika aw diturunkan menjadi di bawah nilai ini dengan cara pengeringan atau dengan menambahkan agen pengikat air seperti gula, gliserol, atu garam, maka
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan mikroba dapat dihambat. Akan tetapi, penambahan tersebtu seharusnya tidak sampai mempengaruhi aroma, rasa, atau criteria mutu lainya. Karena untuk penurunan nilai aw sebesar 0,1 pundiperlukan jumlah adiktif terlarut yang cukup besar, maka pengingan tampaknya mempunyai daya tarik khusus untuk bahan pangan berkadar air tinggi sebagai cara penurunan aw. Pada gambar 2.5 dibawah ini dapat dilihat kurva hubungan aktivitas air terhadap kadar air untuk jenis pangan berbeda
Gambar 2.5 Hubungan aktivitas air terhadap kadar air untuk jenis pangan berbeda
Kurva skematik di atas menunjukkan aktivitas air terhadap kadar air untuk jenis bahan pangan yang berbeda, memberi rangkuman luas terhadap aktivitas air dan penerapanya.
II.3 Kinetika Pengeringan Perhatikan pengeringan suatu padatan basah pada kondisi pengeringan tetap. Pada khusus yang paling umum, setelah tahap penyesuaian awal, kadar air basis kering, X menurun secara linier terhadap waktu, t, akibat mulainya penguapan. Hal ini diikuti dengan penurunan X terhadap t secara tak linier, setelah waktu yang sangat
Universitas Sumatera Utara
panjang, padatan tersebut mencapai kadar air keseimbanganya, X*dan pengerigan berhenti. Dalam bentuk kadar air bebas, didefenisikan sebagai: Xf = (x-x*) Laju pengeringan mencapai nol pada xf = 0 Berdasarkan kesepakatan, laju pengeringan, N, didefenisikan sebagai : N=
Msdx Adt
atau N =
MsdXf Adt
Pada kondisi pengeringa tetap. Disini N (kg m jm ) adalah laju penguapan air, A adalah luasan penguapan (bisa berbeda dari luasan pindah panas) dan Ms adalah massa kering padatan. Jika A tidak diketahui, maka laju pengeringan dapat dinyatakan dalam kg air yang diuapkan per jam. Teraan antara N terhadap X (atau Xf) disebut sebagai kurva laju pengeringan. Kurva ini harus selalu diambil pada kondisi pengeringan tetap. Perhatikan bahwa, pada mesin pengering nyata, bahan yang dikeringkan umumnya terpapar pada kondisi pengeringan yang berubah-ubah (misalkan laju nisbi gas padatan) berbeda, kelembaban dan suhu gas berbeda, orientasi aliran berbeda). Jadi, dikembangkan suatu meteorology untuk menginterplasi data laju pengeringan terbatas dalam suatu kisaran kondisi operasi. Pada gambar 2.6 dibawah ini dapat dilihat Kurva pengeringan tipikal “teksbook” pada kondisi pengeringan tetap
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 Kurva laju pengeringan tipikal “teksbook” pada kondisi pengeringan tetap
Yang menggambarkan prioda laju pengeringan tetap si awal , dimana N=Nc =tetap. Prioda laju tetap ditentukan sepenuhnya oleh laju pindah panas dan massa eksternal karena suatu lapisan tipis air bebas selalu tersedia pada permukaan penguapan. Prioda pengeringan ini hamper tidak tergantung pada bahan yang sedang dikeringkan. Tetapi, beberapa bahan dan hasil pertanian tidak menunjukkan prioda laju tetap sama sekali karena laju pindah panas dan massa internal yang menjadi penentu pada laju mana air dapat tersedia pada permukaan penguapan yang terpapar. Pada kadar air yang disebut dengan kadar air kritik ,Xc,N mulai turun dengan menurunya X karena air tidak dapat berpindah ke permukaan dengan laju Nc sebagai hambatan transport internal. Mekanisma yang mendasari fenomena ini tergantung pada bahan dan kondisi pengeringan. Awalnya permukaan pengeringan menjadi tak jenuh sebagian dan kemudian menjadi tak jenuh. Nilai pendekatan air kritik untuk beberapa bahan terpilih dapat dilihat pada tabel 2.2 di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
Bahan
Kadar air Kritik
Kristal garam, batu garam, pasir, wool
0,05-0,10
Bata bata, kaolin, pasir halus
0,10-0,20
Pigmen, kertas, tanah , kain wool rajutan
0,20-0,40
Beberapa bahan pangan, copper, carbonate, sludges
0,40-0,80
Kulit chrome, sayuran, daun-daun, buahan, jelatin, jel
>0,8
Tabel 2.2 Nilai Pendekatan kadar air kritik untuk berbagai bahan
Perlu dicatat bahwa suatu bahan dapat mempunyai lebih dari satu kadar air kritk, pada mana kurva laju pengeringan menunjukkan perubahan bentuk yang tajam. Hal ini umumnya berkaitan dengan perubahan mekanisma pengeringan yang mendasarinya akibat perubahan struktur ataupun kimiawi. Perlu juga dicatat bahwa Xc bukanlah semata-mata dipengaruhi oleh sifat bahan, tetapi juga tergantung pada laju pengringan. Nilai tersebut harus ditentukan melalui percobaan.
II.4 Pengaruh Aktivitas Air pada Reaksi Enzimatis Keanekaragaman dan besaranya tingkat reaksi, khsusnya yang merupakan ciri suatu enzim akan mewarnai pula kegiatan reaksinya dalam bahan pangan. Peran enzim dalam pengolahan bahan pangan dari tahun ke tahun berkembang secara pesat, walau sejak dulu secara naluri dan empiric peran enzim tersebut telah dipahami. Penggunaan enzim dalam
pengolahan pangan misalny a pada proses
pembuatan sayur asin, kecap, glikosa dan fluktosa dari pati, proses pengepukan daging, produksi jenis keju tertentu, dan lain-lain. Reaksi enzimatis lainya yang cukup penting adalah pencoklatan pada buah-buahan dan sayuran akibat kerja enzim
Universitas Sumatera Utara
fenoloksidase dan ketengikan pada tepung sebagai akibat kerja dari enzim lipase dan lipoksidase. Kegiatan enzimatis yang tidak menguntungkan dalam proses pengolahan pagan dapat di hambat atau dihentikan, misalnya dengan pemanasan atau pengeringan. Penurunan kadar air akan sangat besar pengaruhnya terhadap reaksi enziamtis, karena pada kondisi air bebas akan membantu difusi antara enzim dan substratnya. Hubungan antara reaksi enzimatis dan nilai Aw cukup kompleks dan ditemukan bahwa kurva sorpsi isotermis dapat digunkan untuk menentukan kapan reaksi enzimatis akan berlangsung. Umumnya reaksi enzimatis terjadi di atas bagian air lapis tinggal (monolayer) seperti terlihat pada gambar 2.7 di bawah ini.
Pada nilai Aw rendah kelarutan substrat dalam air sangat kecil jumlahnya, dan apabila substratnya telah habis dihidrolisis, maka reaksinya akan terhenti. Oleh karena itu peningkatan kadar air bebas akan melarutkan substratnya yang baru, dan akibatnya reaksi enzimatis akan terjadi lagi Jika substratnya adalah cairan yang dapat bergerak menuju enzim, dan bila hanya air berperan sebagai pereaksi saja, perubahan reaksi enzimatis dapat terjadi pada nilai Aw rendah. Jadi berat molekul dan penggerakan substrat merupakan factor penting dalam menduga tingkatan reaksi enzimatis. Ketergantungan reaksi enzimatis pada kadar air dalam bahan pangan kering telah diuji, dan ditemukan bahwa reaksi enzimatis bertanggung jawab atas pemecahan ATP dalam daging kering beku. Tingkat pemecahan ATP ditemukan menurun pada nilai Aw yang labih rendah. Di samping nilai Aw penyebaran substrat dalam urat daging juga merupakan factor yang penting
Universitas Sumatera Utara
Selain factor Aw yang dapat mempengaruhi stabilitas enzim dalam bahan pangan, juga suhu, pH, konsentrasi ion, kadar air, sifat alami bahan pangan, waktu penyimpanan dan tersedianya activator serta inhibitor. Walaupun demikian kerusakan daging kering karena reaksi enzimatis kurang penting kecuali bila suhu penyimpanan cukup tinggi. Dalam beberapa hal reaksi enzimatis dapat dihambat dengan blasing yang benar. Stabilitas enzim terkadang merupakan factor kritis dalam penentuan apakah perlu penambahan enzim dalam proses pengolahan bahan pangan, atau menambahkan suatu tahap dalam proses agar kerja enzim dapat dihambat, hingga diperoleh mutu yang diharapkan. Pada umumnya enzim dijual dalam bentuk siap pakai dalam pengolahan pangan dan apabila dalam bentuk cairan maka ditambahkan sodium klorida gliserol atau propilen glikol untuk mempertahankan kestabilannya. Bahanbahan ini berperan dalam menurunkan nilai Aw yang berarti menurunkan kadar air, dan akibatnya dapat meningkatkan stabilitas enzim tersebut. Aktivitas enzim pangan dapat dipertahankan untuk waktu yang cukup lama bila dipertahankan pada pH yang mendekati netral, suhu rendah atau sedang, dan kadar air cukup rendah. Kadar air yang rendah bukan saja menghambat kerusakan enzim, tetapi juga pertumbuhan mikroorganisme yang dapat melakukan kegiatan metabolisme pada enzim tersebut. Dalam banyak hal nilai Aw 0,30 atau lebih rendah dapat menghambat kerusakan tersebut. Enzim lecithinase dalam barley ditemukan dapat dipertahankan aktivitasnya pada suhu 30ºC sedikitnya 48 hari, bila system tersebut dipertahankan pada nilai Aw 0,35. Apabila ditambahkan air hingga nilai Aw mencapai 0,70 maka hidrolisis enzim akan terjadi sebanding dengan system control yang dipertahankan pada nilai Aw tinggi.
Universitas Sumatera Utara
II.5. Sistem Kontrol Sistem kontrol adalah proses pengaturan ataupun pengendalian terhadap satu atau beberapa besaran (variabel, parameter) sehingga berada pada suatu harga atau dalam suatu rangkuman harga (range) tertentu. Di dalam dunia industri, dituntut suatu proses kerja yang aman dan berefisiensi tinggi untuk menghasilkan produk dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta dengan waktu yang telah ditentukan. Otomatisasi sangat membantu dalam hal kelancaran operasional, keamanan (investasi, lingkungan), ekonomi (biaya produksi), mutu produk dll. Set Poin
Operator
Katup
Proses
Control Gambar 2.7 Diagram kontrol
Ada banyak proses yang harus dilakukan untuk menghasilkan suatu produk sesuai standar, sehingga terdapat parameter yang harus dikontrol atau di kendalikan antara lain tekanan (pressure), aliran (flow), suhu (temperature), ketinggian (level), kerapatan (intensity), dll. Gabungan kerja dari berbagai alat-alat kontrol dalam proses produksi dinamakan sistem pengontrolan proses (process control
system).
Sedangkan
semua
peralatan
yang
membentuk
sistem
pengontrolan disebut pengontrolan instrumentasi proses (process control instrumentation). Dalam istilah ilmu kendali, kedua hal tersebut berhubungan erat,
Universitas Sumatera Utara
namun keduanya sangat berbeda hakikatnya. Pembahasan disiplin ilmu Process Control
Instrumentation
lebih
kepada
pemahaman
tentang
kerja
alat
instrumentasi, sedangkan disiplin ilmu Process Control System mengenai sistem kerja suatu proses produksi.
II.6. Temperatur Alat yang digunakan untuk mengukur dan menunjukkan “besaran” temperatur disebut sebagai Alat Ukur Temperatur.
Skala Temperatur Skala temperatur adalah besar dari satu unit ukuran yaitu satu energi termal rata-rata per molekul dinyatakan oleh satu unit dari skala tersebut. Skala temperatur absolut yaitu skala yang menetapkan temperatur nol suatu material yang tidak mempunyai energi termal (tidak ada getaran molekuler). Skala yang biasa digunakan dalam suatu temperatur yaitu: •
Skala Farenheit (0F)
0
•
Skala Celcius (0C)
0
•
Skala Kelvin (0K)
0
C + 273.15
•
Skala Rankine (0R)
0
F + 459.7
C +32 F – 32
Dibawah ini merupakan gambar dari skala temperatur relatif dengan pergeseran sumbu nol :
Gambar 2.8. Skala Temperatur Relatif
Universitas Sumatera Utara
II.6.1.Tujuan Pengukuran Temperatur Tujuan pengukuran temperatur pada proses adalah untuk : 1. Mencegah kerusakan pada equipment. 2. Mendapat mutu produksi/kondisi operasi yang diinginkan. 3. Pengontrolan jalannya proses. II.6.2. Metode Pengukuran Temperatur Metoda pengukuran temperatur ada dua yaitu : 1. Metode Pemuaian. Panas yang diukur menghasilkan pemuaian. Pemuaian dirubah kedalam bentuk gerak – gerak mekanik kemudian dikalibrasi kedalam skala angka-angka yang menunjukkan nilai panas (temperatur) yang diukur. Seperti pada gambar 2.6 berikut:
Panas
Memuai Gerak Mekanik
Kalibrasi Skala Angka Gambar 2.9. Metode Pemuaian
Universitas Sumatera Utara
2. Metode Elektris Panas diukur menghasilkan gaya gerak listrik (Emf). Gaya Gerak Lisrik kemudian dikalibrasi kedalam skala angka-angka yang menunjukan nilai panas (temperatur) yang diukur, seperti pada gambar 2.7 Panas
Arus Listrik
Kalibrasi Skala Angka
Gambar 2.10. Metoda Elektris
II.6.3. Jenis-Jenis Alat Ukur Temperatur Secara sederhana, alat ukur temperatur dapat dibagi kedalam dua kelompok besaran yaitu : •
Alat Ukur Temperatur dengan Metoda Pemuaian.
•
Alat Ukur Temperatur dengan metoda Elektris.
Alat Ukur Temperatur dengan metoda Pemuaian terdiri dari : 1. Termometer Tabung gelas 2. Termometer Bi-metal 3. Filled Thermal Thermometer Alat Ukur Temperatur dengan Metoda Elektris terdiri dari : 1. Thermocouple 2. Resistansi Termometer.
Universitas Sumatera Utara