8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Penjelasan Proyek
Suatu penerangan ruang diperlukan oleh manusia untuk mengenali objek
secara visual. Penerangan mempunyai pengaruh terhadap fungsi sebuah
ruangan. Oleh karena itu diperlukan lampu sebagai sumber penerangan utama
yang dapat menunjang fungsi ruangan. Umumnya untuk pengaturan penerangan ruangan digunakan prinsip on-off. Pengaturan penerangan dengan prinsip on-off hanya berdasarkan pada kondisi gelap terang ruangan, tanpa menghiraukan kontribusi dari luar. Hal ini sering mengakibatkan ketidak nyamanan dan ketidak efisienan penggunaan energi listrik. Oleh karena itu diperlukan pengaturan penerangan yang dihasilkan lampu. Prinsip kendali yang digunakan adalah kendali PI. Sebagai pengendali utama pada sistem menggunakan miktokontroller ATmega8535 dengan input dari sensor cahaya (LDR). Sistem ini bekerja di dalam ruangan (indoor) menggunakan maket rumah kaca sebagai simulator pada greenhouse. Dalam pengujian perangkat keras dan lunak, diketahui bahwa sistem pengendalian penerangan ruangan ini dapat menghemat energi. Dari pengujian sensor cahaya diperoleh hubungan antara luminansi dan tegangan yang
mendekati
linier,
sehingga
pengendalian
ATmega8535 dapat bekerja dengan baik.
dengan
mikrokontroler
9
2.1.1
Pengertian Rumah Kaca Greenhouse atau rumah kaca merupakan sebuah media yang digunakan
untuk mengendalikan dan menjaga keadaan iklim serta lingkungan di dalam suatu
ruangan. Sehingga besarnya suhu, tingkat kelembaban, dan kadar asam dalam
tanah di dalam rumah kaca tersebut akan berbeda dengan kondisi suhu,
kelembaban, dan tanah diluarnya. Ada beberapa parameter yang diperhatikan
didalam rumah kaca, diantaranya adalah suhu ruangan, suhu tanah, kelembaban udara, pengairan, kadar cahaya, dan pergerakan sirkulasi udara (ventilasi). 2.1.2 Penempatan Rumah Kaca Rumah kaca harus ditempatkan dimana terdapat cahaya matahari penuh. Pilihan utama untuk lokasi rumah kaca adalah sebelah selatan atau tenggara dari bangunan lain atau bayangan pohon besar, karena cahaya tersebut dapat menyebabkan tanaman untuk melakukan proses fotosintesis makanan lebih awal, dan pertumbuhannya akan lebih maksimal. Pilihan untuk penempatan rumah kaca yang kedua adalah pada sisi barat daya atau barat dari bangunan utama, dimana tanaman dapat memperoleh cahaya matahari setelah menjelang siang. Sebelah utara dari bangunan utama merupakan pilihan terakhir untuk penempatan rumah kaca dan hanya baik untuk tanaman yang membutuhkan sedikit cahaya. Sistem drainase merupakan kebutuhan lain dari rumah kaca ini. Lokasi tempat rumah kaca ini berada lebih baik apabila dibangun diatas tanah, karena proses pengairannya akan lebih baik untuk mendapatkan tumbuh yang baik. Dan listrik merupakan suatu kebutuhan inti dari sebuh sistem rumah kaca.
10
2.1.3 Struktur Material
Pilihan yang baik untuk membingkai dan material penyusunan pada rumah
kaca komersial sangatlah mungkin, yaitu bingkai yang dibuat dari kayu,
menggalvanisir baja, atau aluminum. Rumah kaca yang akan dibuat sendiri dapat
direncanakan pada umumnya untuk struktur dengan kayu atau bingkai pipa metal.
Material plastik pipa penyalur biasanya tidak cukup untuk menangani kebutuhan
akan kondisi udara. Bingkai dapat ditutup dengan gelas/kaca, kaca serat yang kaku, plastik double-wall yang kaku, atau plastik film. Semua jenis bahan mempunyai kerugian dan keuntungannya sendiri. Masing-masing dari pemakaian material ini harus benar-benar dipertimbangkan. 1) Lapisan Luar/Cover Terdapat beberapa macam lapisan luar atau cover yang sering dipakai dalam rumah rumah kaca termasuk kaca biasa, kaca fiber, plastik kaku bersisi ganda (double-wall plastic) dengan daya tahan dalam rentang 1 – 3 tahun. a. Kaca Kaca adalah tipe cover tradisional yang mempunyai penampilan yang menarik, biaya pemeliharaan yang tidak mahal, dan tingkat kepermanenan yang tinggi. bingkai alumunium dengan lapisan kaca mengakibatkan struktur cuaca yang ketat sehingga memperkecil kadar panas dan menjaga kelembaban. Kaca juga tersedia dalam berbagai macam bentuk sehingga dapat cocok dengan bermacam gaya arsitektur rumah kaca.
11
Kerugian lapisan dengan kaca adalah mudah rusak, biaya pembangunan
awal tinggi, dan memerlukan konstruksi bingkai yang lebih baik dibanding
dengan fiberglass atau plastik. Pondasi yang baik diperlukan dan bingkai harus
kuat dan pas untuk dapat menahan berat kaca.
b. Fiberglass
Fiberglass mempunyai berat yang ringan, kuat, dan tahan terhadap jatuhan
kerikil-kerikil. Fiberglass yang digunakan harus yang berkualitas baik. Karena fiberglass dengan kualitas yang kurang akan menghambat penetrasi cahaya. Gunakan hanya fiberglass yang cerah, transparan, dan tembus cahaya untuk lapisan rumah kaca. c. Double-wall Plastic Plastik kaku dengan dua lapisan dari acrylic atau polycarbonate adalah bahan yang dapat digunakan untuk jangka waktu yang lama dan dapat menyimpan panas. Lapisan plastik ganda ini menahan panas yang berlebih. Acrylic adalah bahan yang tahan lama dan material yang tidak menguning. Polycarbonate biasanya menguning lebih cepat tetapi lapisan yang melindungi permukaan yang menghadap langsung ke cahaya matahari dari sinar ultra violet. Kedua material ini tahan lama sampai 10 tahun untuk kualitas transmisi cahayanya. Keduanya juga dapat digunakan pada permukaan yang melengkung (curved). Pada umumnya masing-masing lapisan mengurangi cahaya sekitar 10 persen. Jadi sekitar 80 persen dari filter cahaya yang melalui double-layer plastic, berbeda 10 persen dari 90 persen yang melewati kaca.
12
d. Plastik Film
Pelapisan luar dengan plastik film tersedia dalam beberapa kelas kualitas
dan beberapa material yang berbeda. Biasanya, lapisan jenis ini lebih sering
diganti dibandingkan dengan lapisan jenis lainnya. Biaya yang dibutuhkan juga
murah karena bingkai yang digunakan dapat lebih ringan dan dan harga plastic
film tidak mahal. Transmisi cahaya dari plastik film ini tidak berbeda jauh dengan
kaca. Plastik film ini terbuat dari polyethylene (PE), polyvinyl chloride (PVC), copolymers, dan bahan-bahan lain. PE kelas utility hanya akan bertahan sekitar satu tahun tetapi mudah dicari. PE kelas commercial greenhouse mempuntyai inhibitor ultraviolet didalamnya untuk melindungi dari sinar ultraviolet yang bertahan sekitar 12 sampai 18 bulan.
Sedangkan copolymer dapat bertahan
sampai dengan 2 sampai 3 tahun. Bahan-bahan tambahan juga dapat digunakan dalam pembuatan plastik film untuk menahan radiasi panas seperti yang dapat dilakukan oleh kaca yang dapat membantu mengurangi kadar panas. PVC atau vinyl film berharga dua sampai lima kali lipat harga PE, tetapi dapat tahan sampai sekitar lima tahun tapi hanya tersedia dalam lembaran berukuran luas 4 sampai 6 kaki. PVC dapat menarik debu dari udara, sehingga harus sering dibersihkan. 2) Pondasi dan Lantai Pondasi permanen harus disediakan untuk rumah kaca dengan lapisan luar berbahan kaca, fiberglass, atau double layer rigid plastic. Pabrikan dari materialmaterial ini seharusnya menyediakan plan atau perencanaan konstruksi pondasi. Kebanyakan rumah kaca pada rumah-rumah memerlukan pondasi beton yang
13
dituangkan yang sama dengan rumahnya.
Pembuatan lantai secara permanen sangat tidak dianjurkan karena karena
akan menjadi basah dan licin. Tanah harus dilapisi dengan beberapa inchi kerikil
untuk saluran air berlebih. Air juga dapat di semprotkan pada lantai untuk
menjaga kelembaban pada rumah kaca. Sistem Lingkungan 2.1.4
Rumah kaca menyediakan tempat perlindungan untuk tanaman dengan lingkungan yang cocok untuk perawatan tanaman. Energi matahari memberikan panas dan cahaya matahari, tetapi kita harus menyediakan suatu sistem untuk mengatur lingkungan di dalam rumah kaca. Ini bisa dilakukan dengan menggunakan alat sensor cahaya, kipas, dan perlatan lainnya. 1) Sistem Sirkulasi Udara (Angin) Sirkulasi udara atau angin sangat dibutuhkan pada rumah kaca. Sirkulasi udara dapat menjaga temperatur, menghilangkan embun, dan mensuplai karbon dioksida dari luar. Sangat dianjurkan untuk memasang fan untuk sirkulasi udara pada rumah kaca. Tanpa fan atau kipas sirkulasi udara, ketika didalam rumah kaca dipanaskan pada musim dingin atau hujan udara panas akan naik ke bagian atas rumah kaca dan udara dingin akan turun ke sekitar tanaman dan lantai. Ventilasi yang terdapat pada rumah kaca juga berfungsi sebagai tempat bersirkulasinya udara. Lubang ventilasi pada rumah kaca ini juga tidak boleh terlalu besar, karena akan sulit untuk mengatur keadaan temperatur dan kelembaban di dalam rumah
14
kaca. Dan yang terpenting adalah kipas dijalankan agar tanaman dapat bergerak sehingga terjadi proses penyerbukan. Yang dimaksudkan dengan kecepatan angin
dalam hal ini adalah besarannya dan tidak bergantung pada arah. Angin
mempengaruhi laju transpirasi, laju evaporasi, dan ketersediaan karbon dioksida
di udara. Tanaman akan mengalami kemudahan dalam mengambil karbon dioksida di udara pada kecepatan udara antara 0,1 hingga 0,25 m/s. American Society of Agricultural Engineering merekomendasikan kecepatan angin dalam
budidaya tanaman tidak melebihi 1 m/s ([12]). Pengendalian kecepatan angin dapat dilakukan jika budidaya terjadi didalam greenhouse dengan ventilasi yang tidak terlalu terbuka serta dinding yang kedap udara. a. Laju Transpirasi Sebelum proses transpirasi, ada serangkaian proses untuk pabrik untuk menjalani. Setelah menyelesaikan semua proses, transpirasi terjadi. Berikut adalah langkah-langkah yang akan membantu Anda memahami proses lengkap. Tanaman mengambil air, nutrisi tanaman dan mineral esensial terlarut dari tanah dengan bantuan akar melalui proses osmosis. Karena tekanan air rendah di atas daun dan bagian tanaman, air perjalanan dari akar ke bagian atas melalui xilem. Air dan mineral lain mendapatkan dicampur dengan CO2 dan klorofil dalam daun dan menyiapkan makanan dengan bantuan sinar matahari. Di sini, proses Transpirasi dimulai. Ketika air mencapai daun, itu dibawa ke permukaan daun dengan bantuan stomata. Stomata membantu dalam pertukaran gas, yaitu, mereka mengambil CO2 dan memberikan O2 di atmosfer.
15
Peran stomata dalam proses ini adalah memainkan peran utama dalam
melakukan proses transpirasi. Stomata memiliki dua sel penjaga yang
bertanggung jawab untuk membuka dan menutup mereka. Laju transpirasi
berbanding lurus dengan pembukaan dan jumlah stomata. Pada siang hari, stomata
terbuka. Saat matahari tidak hadir pada malam hari, sel-sel tetap dekat pada saat itu bagian dari waktu. Rilis stomata air di atmosfer, yang kemudian dipecah menjadi oksigen dan hidrogen. Sebagai imbalannya, atmosfer memberikan
karbon-dioksida ke pabrik untuk menyelesaikan prosesnya fotosintesis. b. Laju Evaporasi Evaporasi secara umum dapat didefinisikan dalam dua kondisi, yaitu proses penguapan yang terjadi secara alami, atau proses penguapan yang timbul akibat diberikan uap panas (steam) dalam suatu peralatan. Evaporasi dapat diartikan sebagai proses penguapan daripada liquid (cairan) dengan penambahan panas (Robert B. Long, 1995). Panas dapat disuplai dengan berbagai cara, diantaranya secara alami dan penambahan steam. Evaporasi diadasarkan pada proses pendidihan secara intensif yaitu pemberian panas ke dalam cairan, pembentukan gelembung-gelembung akibat uap, pemisahan uap dari cairan, dan mengkondensasikan uapnya. Evaporasi atau penguapan juga dapat didefinisikan sebagai perpindahan kalor ke dalam zat cair mendidih (Warren L. Mc Cabe, 1999). Evaporasi tidak sama dengan pengeringan, dalam evaporasi sisa penguapan adalah zat cair kadang-kadang zat cair yang sangat vuskos dan bukan zat padat. Perbedaan
16
lainnya adalah, pada evaporasi cairan yang diuapkan dalam kuantitas relatif banyak, sedangkan pada pengeringan sedikit.
2) Sistem Penerangan (Cahaya)
Sistem pencahayaan pada rumah kaca sangat berperan penting bagi pertumbuhan tanaman itu sendiri sebab dalam menguraikan makanannya tanaman memerlukan oksigen, air dan cahaya matahari yang peristiwa ini biasa disebut
sebagai proses fotosintesis. Fotosintesis berasal dari kata foton yang berarti cahaya, dan sintesis yang berarti menyusun. Jadi fotosintesis dapat diartikan sebagai suatu penyusunan senyawa kimia kompleks yang memerlukan energi cahaya. Sumber energi cahaya alami adalah matahari, cahaya matahari terdiri atas beberapa spektrum, masin-masing spektrum mempunyai panjang gelombang berbeda, sehingga pengaruhnya terhadap proses fotosintesis juga berbeda (Salisbury, 1995). Fotosintesis merupakan suatu proses biologi yang kompleks, proses ini menggunakan energi dan cahaya matahari yang dimanfaatkan oleh klorofil yang terdapat dalam kloroplas. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain air (H2O), konsentrasi CO2, suhu, umur daun, translokasi karbohidrat, dan cahaya, namun yang menjadi faktor utama fotosintesis agar dapat berlangsung adalah cahaya, air, dan karbondioksida (Kimball, 1992). Fotosintesis sering didefinisikan sebagai suatu proses pembentukan karbohidrat dan karbondioksida serta air yang dilakukan sel-sel yang berklorofil dengan adanya cahaya matahari yang disebabkan oleh oksigen (O2). Ada juga
17
yang mengartikan suatu peristiwa pengolahan atau pemasakan makanan yang terjadi pada daun dengan bantuan cahaya matahari (Kimball, 1992). Makin tinggi
intensitas cahaya makin banyak energi yang terbentuk, sehingga mempercepat
fotosintesis. Namun bila intensitas terlalu tinggi akan merusak klorofil dan
mengurangi kecepatan fotosintesis.
Cahaya, terutama sekali panjang gelombang, kerapatan flux, dan
fotoperiodesitas sangat penting artinya bagi pertumbuhan dan morfogenesis tanaman pada kultur in vitro. Laju fotosintesis pada kebanyakan bahan tanaman yang dikulturkan secara in vitro relatif rendah karena kultur tersebut sangat tergantung pada suplai sukrosa dari luar ([9], hal 134). Mekanisme bagaimana cahaya mempengaruhi pertumbuhan kultur belum sepenuhnya dipahami (Read, 1992). Diduga, cahaya yang diterima oleh pigmen fitokrom ditranslasikan ke dalam metabolisme hormon. Riboflavin, yaitu pigmen penerima cahaya biru, memiliki kepekaan terhadap fotooksidasi IAA. Hal itu telah dibuktikan pada pembentukan akar stek mikro Eucalyptus ficiofila (Gorst et al., 1983) dan apel (van der Kricken et al., 1992). a. Pengaruh panjang gelombang Pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan kultur bervariasi berdasarkan spesies tanaman dan tipe jaringan yang dikulturkan. Menurut Pierik (1997), cahaya putih biasanya menghambat pembentukan pucuk adventif, tetapi merangsang pembentukan akar adventif. Selanjutnya, Lercari et al. (1986) menyatakan bahwa regenerasi tunas terbaik dari eksplan kotiledon Lycopersicon
18
esculentum adalah dibawah pengaruh cahaya merah dan putih, namun mengalami hambatan di bawah pengaruh cahaya UV-A dan keadaan gelap. Sebaliknya,
regenerasi tunas terbaik dari eksplan daun Saintpaulia ionantha adalah di bawah
pengaruh cahaya biru, putih, dan keadaan gelap, namun dihambat oleh cahaya
merah dan inframerah. Pada tanaman Pelargonium, Appelgren (1991) menemukan bahwa cahaya merah secara nyata meningkatkan pemanjangan batang, sedangkan cahaya biru sangat menghambat pemanjangan batang. Akan
tetapi, pada tanaman Armoracia rusticana, baik cahaya biru, merah, dan cahaya mendekati UV merupakan cahaya yang paling efektif dalam menginduksi pembentukan tunas adventif (Saitou et al., 1993). Selanjutnya, Herrington dan McPherson (1993) menyatakan bahwa pertumbuhan eksplan Spirea nipponica lebih ekstensif di bawah pengaruh cahaya merah daripada cahaya putih. Aktifitas fenyl aminonilyase, yaitu enzim penting pada lintasan pembentukan senyawa fenol, dipengaruhi oleh panjang gelombang cahaya. Senyawa-senyawa monofenol merupakan kofaktor pada oksidasi IAA, sedangkan senyawa-senyawa polifenol adalah penghambat oksidasi IAA (Schneider dan Wightman, 1974). Selain itu, metabolisme dan transpor hormon pun dipengaruhi oleh kondisi cahaya sebagaimana yang dikemukakan sebelumnya. Oleh karena itu, keterlibatan cahaya didalam kultur jaringan tanaman harus menjadi pertimbangan yang matang.
19
b. Pengaruh kerapatan flux
Tingginya kerapatan flux (flux density) dapat meningkatkan pertumbuhan
dan perkembangan pada planlet Fragaria dan Asparagus officinalis (Laforge et
al., 1991). Hasil yang sama pun dinyatakan oleh Kozai et al. (1991) utuk
pertumbuhan dan perkembangan planlet Brassica compestris dan oleh Figuera et
al. (1991) pada eksplan potongan nodus Theobroma cacao. Namun, kerapatan
flux tidak mempengaruhi pembentukan akar pada stek mikro Carica papaya (Teo dan Chan, 1994). c. Pengaruh fotoperiodesitas Fotoperiodisme adalah respon tumbuhan terhadap intensitas cahaya dan panjang penyinaran. Tidak mungkin untuk memisahkan pengaruh fotoperiodesitas dari komponen-komponen cahaya sebagaimana yang dikemukakan sebelumnya. Jelas bahwa fotoperiodesitas yang dikehendaki kultur in vitro merupakan manifestasi dari kultur in vivo. Tanaman-tanaman yang pada pertumbuhan normalnya responsif terhadap fotoperiodesitas memperlihatkan pula respons terhadap fotoperiodesitas ketika dikulturkan secara in vitro (Murashige, 1974). Pada umumnya, fotoperiodesitas yang dibutuhkan pada kultur in vitro berkisar 14-16 jam per hari. Meskipun demikian, sejumlah tanaman tertentu bersifat responsif terhadap fotoperiodesitas 10 jam per hari, misalnya pada tanaman anggur (Chee dan Pool, 1983). Sedangkan tanaman lain menghendaki periode cahaya ataupun periode gelap yang terus-menerus untuk menghasilkan suatu respons tertentu (Gunawan, 1987). Dengan memerhatikan sifat-sifat respons
20
fotomorfogenik tanaman lengkap, dapat diperkirakan bahwa spesies-spesies hari pendek, seperti Chrysanthemum akan lebih siap dikulturkan pada fase vegetatif di
bawah fotoperiodesitas yang panjang (Read, 1990).
Lingkungan kultur in vitro salah satunya dipengaruhi oleh intensitas
cahaya, tanaman yang dihasilkan dengan kultur in vitro beradaptasi pada kondisi
tersebut. Sinar dengan intensitas rendah mengakibatkan jumlah klorofil
berkurang. Tunas-tunas yang ditanam dalam media in vitro disimpan di ruang steril yang disimpan pada rak kultur yang diberi cahaya lampu TL dengan intensitas cahaya 1000-4000 lux. Lampu TL diatur 16 jam menyala dan 8 jam padam agar seperti keadaan siang dan malam. Agroklimat mikro dikawasan yang dingin dan basah juga bisa diciptakan menjadi berudara panas dan kering. Kondisi seperti ini hanya bisa diciptakan dalam rumah kaca tujuannya supaya air hujan tidak menimpa tanaman secara langsung. Air hujan akan mengundang cendawan atau bakteri patogen. Penciptaan agroklimat mikro dengan penambahan sinar buatan untuk memperpanjang hari, biasanya hanya dilakukan pada tanaman hias atau pada buah naga, seperti yang dilakukan di Taiwan. Habitat asli buah naga merupakan kawasan gurun, yang mataharinya bersinar selama 14-15 jam per hari sepanjang tahun sehingga jika ditanam di daerah tropis membutuhkan penyinaran tambahan. Di Indonesia, beberapa kebun buah naga tidak diberi lampu, akibatnya ada yang tidak berbuah, atau kalaupun berbuah, hasilnya tidak optimal. Lampu khusus penambah panjang hari, harganya memang sangat mahal. Karenanya, perkebunan sering kali
21
menggunakan lampu TL dikombinasikan dengan lampu bohlam biasa yang dipasang dengan jarak sekitar 1 m dari ujung atas tanaman.
Cahaya yang paling penting bagi tanaman adalah cahaya tampak, yang
memiliki panjang gelombang antara 390-700 nm. Mengendalikan intensitas
cahaya agar optimum bagi tanaman merupakan hal yang sulit. Rekayasa
lingkungan untuk mendapatkan kondisi cahaya yang sesuai dapat dilakukan
dengan sistem perlampuan. Hal ini umum dilakukan jika intensitas cahaya alami yang tersedia kurang atau tidak ada. Untuk itu lampu adalah komponen terpenting sebagai pembantu atau pengganti cahaya matahari saat intensitasnya kurang saat malam hari ataupun akibat cuaca mendung dan hujan pada siang hari, dimana terdeteksi oleh sensor LDR sehingga bila tidak diatasi maka akan memperlambat proses fotosintesis tersebut dan akibatnya pertumbuhan tanaman kembali lambat. 2.2
Pencahayaan
2.2.1
Sifat Gelombang Cahaya Sumber cahaya memancarkan energi dalam bentuk gelombang yang
merupakan bagian dari kelompok gelombang elektromagnetik. Gambar 2.1 menunjukkan sumber cahaya alam dari matahari yang terdiri dari cahaya tidak tampak dan cahaya tampak.
22
Gambar 2.1 Kelompok Gelombang Elektromagnetik
Dari hasil percobaan Isaac Newton, cahaya putih dari matahari dapat diuraikan dengan prisma kaca dan terdiri dari campuran spektrum dari semua cahaya pelangi.
Gambar 2.2 Warna-warna Spektrum
Pada gambar 2.2 dapat dilihat bahwa sinar-sinar cahaya yang meninggalkan prisma dibelokkan dari warna merah hingga ungu. Warna cahaya ditentukan oleh panjang gelombangnya. Kecepatan rambat V gelombang elektromagnetik di ruang bebas = 3.105 km/det. Jika frekuensi energinya = f dan panjang gelombangnya λ (lambda), maka berlaku : λ = V/f Panjang gelombang tampak berukuran antara 380mμ sampai dengan 780mμ seperti pada tabel berikut ini.
23
Tabel 2.1 Panjang Gelombang
2.2.2
Satuan-satuan Teknik Pencahayaan
1) Steradian Radian adalah sudut pada titik tengah lingkaran antara dua jari-jari dimana kedua ujung busurnya jaraknya sama dengan jari-jari tersebut (misal R = 1m). oleh karena keliling lingkaran = 2πR, maka :
Sedangkan steradian adalah sudut ruang pada titik tengah bola antara jari-jari terhadap batas luar permukaan bola sebesar kuadrat jari-jarinya.
Gambar 2.3 Steradian
Karena luas permukaan bola = 4πR2, maka di sekitar titik tengah bola
24
terdapat π sudut ruang yang masing-masing = 1 steradian. Jumlah steradian suatu sudut ruang dinyatakan dengan lambang ω (omega)
2) Intensitas Cahaya (Luminous Intensity)
Menurut sejarah, sumber cahaya buatan adalah lilin (candela). Candela dengan singkatan Cd ini merupakan satuan Intensitas Cahaya (I) dari sebuah sumber yang memancarkan energi cahaya ke segala arah.
Gambar 2.4 Lilin yang menyinari buku
Keterangan : I = Intensitas Cahaya (cd) F = Fluks cahaya (lumen)
ω = Sudut ruang (steradian)
25
3) Fluks Cahaya
Adalah jumlah cahaya yang dipancarkan oleh sumber cahaya. Lambang
fluks cahaya adalah F atau Ø dan satuannya dalam lumen (lm). Satu lumen adalah
fluks cahaya yang dipancarkan dalam 1 steradian dari sebuah sumber cahaya 1 cd
pada pemukaan bola dengan jari-jari R = 1m.
Gambar 2.5 Fluks Cahaya
Jika fluks cahaya dikaitkan dengan daya listrik maka satu watt cahaya dengan panjang gelombang 555mμ sama nilainya dengan 680 lumen. Jadi dengan λ = 555mμ, maka 1 watt cahaya = 680 lumen. 4) Luminasi (Luminance) Adalah suatu ukuran terangnya suatu benda baik pada sumber cahaya maupun pada suatu permukaan. Luminasi yang terlalu besar akan menyilaukan mata (contoh lampu pijar tanpa amatur). Luminasi suatu sumber cahaya dan suatu permukaan yang memantulkan cahayanya adalah intensitasnya dibagi dengan luas semua permukaan. Sedangkan luas semua permukaan adalah luas proyeksi sumber cahaya pada suatu bidang rata yang tegak lurus pada arah pandang, jadi
26
bukan permukaan seluruhnya.
Keterangan :
L = Luminasi (cd/m2)
As = Luas semua permukaan (m2)
I = Intensitas (cd)
5) Iluminasi (Iluminance) Iluminasi sering di sebut juga intensitas penerangan atau kekuatan penerangan atau dalam BSN di sebut Tingkat Pencahayaan pada suatu bidang adalah fluks cahaya yang menyinari permukaan suatu bidang. Lambang iluminasi adalah E dengan satuan lux (lx).
Keterangan : F = fluks cahaya (lumen)
A = luas permukaan bidang (m2)
E = Iluminasi / Intensitas penerangan / tingkat pencahayaan (lux)
27
Gambar 2.6 Iluminansi
6) Efikasi Adalah rentang angka perbandingan antara fluks cahaya (lumen) dengan daya listrik suatu sumber cahaya (watt), dalam satuan lumen/watt. Efikasi juga disebut fluks cahaya spesifik. Tabel berikut ini menunjukkan efikasi dari macammacam lampu. Efikasi ini biasanya didapat pada data katalog dari suatu produk lampu Tabel 2.2 Daftar Efikasi Lampu
28
2.2.3
Perancangan Penerangan Buatan Bila penerangan alami tidak dapat memenuhi persyaratan bagi penerangan
ruang (dalam bangunan), maka penerangan buatan sangat diperlukan, hal ini
disebabkan oleh :
Ruangan yang luas
Lubang cahaya yang tidak efektif Cuaca diluar mendung / hujan Waktu malam hari, dan sebagainya
Perancangan penerangan buatan sebaiknya dilakukan sejak awal perancangan bangunan, untuk itu perlu diperhatikan : Apakah
penerangan
buatan
digunakan
tersendiri
atau
sebagai
penunjang/pelengkap penerangan alami. Berapa intensitas penerangan yang diperlukan. Distribusi dan variasi fluks cahaya yang diperlukan Arah cahaya yang diperlukan Warna-warna cahaya yang digunakan dalam gedung dan efek warna yang diinginkan Derajat kesilauan brightness dari keseluruhan lingkungan visual Intensitas penerangan yang direkomendasikan tidak boleh kurang dari intensitas penerangan dalam tabel 2.2 yang diukur pada bidang kerja.
29
Tabel 2.3 Tingkat Pencahayaan
Ada 3 tipe sistem penerangan buatan, yaitu : a) Sistem penerangan merata Memberikan intensitas penerangan yang seragam pada seluruh ruangan, penggunaannya pada ruang-ruang yang tidak memerlukan tempat untuk mengerjakan pekerjaan visual khusus. b) Sistem penerangan terarah Cahaya diarahkan kejurusan tertentu dalam ruangan, digunakan untuk menerangi suatu objek tertentu agar kelihatan menonjol, misal pada penggung atau pada ruangan untuk pameran. Pada sistem ini dapat menggunakan lampu dan reflektor yang diarahkan atau ”spotlight” dengan reflektor bersudut lebar.
30
c) Sistem penerangan setempat
Cahaya dikonsentrasikan pada tempat mengerjakan pekerjaan visual
khusus. Sistem ini digunakan untuk :
Pekerjaan visual yang presisi
Pengamatan bentuk / susunan benda dari arah tertentu.
Melengkapi penerangan umum yang mungkin terhalang.
Membantu menambah daya lihat. Menunjang pekerjaan visual yang mungkin pada awalnya tidak terencana pada suatu ruangan. 2.2.4
Metode Perancangan Penerangan Buatan Perancangan penerangan buatan secara kuantitas dapat dilakukan
perhitungan dengan 2 metode yaitu : 1) Metode Titik Demi Titik (point by point method) Metode ini hanya berlaku untuk cahaya langsung, tidak memperhitungkan cahaya pantulan, dan sumber cahaya dianggap satu titik, serta mempunyai syarat sebagai berikut : a) Dimensi sumber cahaya dibanding dengan jarak sumber cahaya ke bidang kerja tidak boleh lebih besar dari 1 dibanding 5.
31
Gambar 2.7 Sumber Cahaya diatas bidang kerja
Keterangan :
la = lebar armatur t = tinggi / jarak antara armatur ke bidang kerja b) Berdasarkan diagram pola intensitas cahaya. Panjang jari-jari dari 0 ke suatu titik dari grafik menyatakan intensitas cahaya kearah itu dalam suatu candela. Setiap gambar biasanya dilengkapi dengan data yang menunjukan nilai dalam lumen / cd. (misal 500 lumen / cd ; 1000 lumen / cd ; 2000 lumen /cd dan seterusnya). Diagram penyebaran intensitas cahaya ini ada yang berbentuk simetris dan tidak simetris. Untuk yang simetris biasanya hanya digambarkan setengahnya saja. Diagram yang menunjukan karakteristikkarakteristik lampu dan armatur ini, dapat diperoleh pada buku katalog dari pabrik yang memproduksinya.
Gambar 2.8 Diagram Polar Intensitas Cahaya Lampu Pijar
32
Intensitas cahaya sebuah lampu sebanding dengan fluks cahaya lain, nilai-
nilai yang diberikan dalam diagram masih harus dikalikan dengan jumlah lumen
lampu tersebut. Dalam gambar diatas intensitas cahayanya = 1000 lumen, jika
pada armaturnya diberi lampu 1.500 lumen, maka pada sudut 60o intensitas
cahayanya : 1.500/1.000 x 140 cd = 210 cd
c) Hanya ada satu sumber cahaya yang akan diperhitungkan pada saat itu.
d) Bidang kerja yang diberi penerangan harus berdimensi kecil. e) Daerah yang sumber cahaya dan bidang kerjanya bebas dari permukaan yang memantulkan cahaya (refleksi cahaya tidak diperhitungkan). Untuk setiap titik yang berjarak sama dari sumber cahaya (dengan arah cahaya pada sudut normal), maka besar intensitas penerangannya akan selalu sama dan membentuk diagram melingkar. Jika ada dua titik lampu dengan jarak sama ke suatu target, maka total intensitas penerangannya sekitar dua kalinya. 2) Metode Lumen Metode lumen adalah menghitung intensitas penerangan rata-rata pada bidang kerja. Fluks cahaya diukur pada bidang kerja, yang secara umum mempunyai tinggi antara 75 – 90 cm diatas lantai. Besarnya intensitas penerangan (E) bergantung dari jumlah fluks cahaya dari luas bidang kerja yang dinyatakan dalam lux (lx).
33
Keterangan :
E : Intensitas penerangan (lux)
F : Fluks cahaya (luman)
A : Luas bidang kerja (m2) Tidak semua cahaya dari lampu mencapai bidang kerja, karena ada yang di pantulkan (faktor refleksi = r), dan diserap (faktor absorpsi = a) oleh dinding, plafon dan lantai. Faktor refleksi dinding (rw) dan faktor refleksi plafon (rp) merupakan bagian cahaya yang dipantulkan oleh dinding dan langit-langit / plafon yang kemudian mencapai bidang kerja. Indeks ruang (K)
Keterangan : p = Panjang ruangan (m) l = lebar ruangan (m) tb = tinggi sumber cahaya diatas bidang kerja (m).
34
Indeks ruang dihitung berdasarkan dimensi ruangan yang akan diberi
penerangan cahaya lampu. Nilai k hasil perhitungan digunakan untuk menentukan
nilai efisiensi penerangan lampu. Bila nilai k angkanya tidak ada (tidak tepat)
pada tabel, maka untuk menghitung efisiensi (kp) dengan interpolasi:
Bila nilai k lebih besar s, maka nilai kp yang diambil adalah K = s, sebab nilai K diatas s, nilai kp -nya hampir tak berubah lagi. Faktor penyusutan/faktor depresiasi (Kd) menentukan hasil perhitungan intensitas penerangan. Hal ini disebabkan karena umur lampu, kotoran/debu dinding yang sudah lama; adanya pengaruh akibat susut tegangan.
Untuk memperoleh efesiensi penerangan dalam keadaan dipakai, nilai yang didapat dari tabel, masih harus dikalikan dengan d. Faktor depresiensi ini dibagi menjadi tiga golongan utama yaitu : Pengotoran ringan (daerah yang hampir tidak berdebu) Pengotoran biasa Pengotoran berat (daerah banyak debu) Oleh karena pengaruh efesiensi lampu (Kp) dan pengaruh faktor depresiasi (Kd),
35
maka besarnya fluks cahaya yang sampai pada bidang kerja adalah
F’ = F . Kp . Kd
Maka besarnya intensitas penerangan menjadi :
Besarnya fluks (F) total merupakan perkalian antara jumlah armatur atau lampu dengan fluks cahaya tiap armatur atau lampu. Jadi, F = na . Fa
atau
F = nL . FL
Keterangan : F = Fluks cahaya total (lumen)
na = Jumlah armatur
Fa = Fluks cahaya tiap armatur
nL = Jumlah lampu
FL = Fluks cahaya tiap lampu Dengan demikian untuk menentukan jumlah armatur atau jumlah lampu dari suatu ruangan yang akan diberi penerangan buatan dapat dihitung dengan rumus :
36
Keterangan : p = Panjang ruangan (m)
Kd = faktor depresiasi
l = lebar ruangan (m)
na = jumlah armatur
Kp = Efisiensi Penerangan
nL = jumlah lampu
E = intensitas penerangan (luman /m2 atau lux)
Fa = Fluks cahaya tiap armatur (lumen) FL = Fluks cahaya tiap lampu (lumen)
2.3
Mikrokprocessor dan Komponen Pendukung
2.3.1 Mikrokontroler ATmega8535 1) Penjelasan Umum Mikrokontroller ATmega8535 merupakan mikrokontroller generasi AVR (Alf and Vegard's Risk processor). Mikrokontroller AVR memiliki arsitektur RISC (Reduced Instruction Set Computing) 8 bit, dimana semua instruksi dikemas dalam kode 16-bit (16-bits word) dan sebagian besar instruksi dieksekusi dalam 1 siklus clock. Berikut adalah gambar blok diagramnya:
37
Gambar 2.9 Diagram Blok Fungsional ATmega8535 (diambil dari data sheet)
Gambar 2.9 memperlihatkan bahwa ATmega8535 memiliki bagian sebagai berikut : Saluran I/O sebanyak 32 buah, yaitu Port A, Port B, Port C, dan Port D. ADC 10 bit sebanyak 8 saluran. Tiga buah Timer/Counter dengan kemampuan pembandingan. CPU yang terdiri atas 32 buah register. Watchdog Timer dengan osilator internal.
38
SRAM sebesar 512 byte.
Memori Flash sebesar 8 Kb dengan kemampuan Read While Write.
Unit interupsi internal dan eksternal.
Port antarmuka SPI.
EEPROM (Electrically Erasable Programmable Read Only Memory) sebesar 512 byte yang dapat diprogram saat operasi. Antarmuka komparator analog. Port USART untuk komunikasi serial dengan kecepatan maksimal 2,5 Mbps. Sistem mikroprosessor 8 bit berbasis RISC dengan kecepatan maksimal 16 MHz.
2) Konfigurasi Pin ATmega8535 Konfigurasi pin ATmega8535 dapat dilihat pada Gambar 2.10. Secara fungsional konfigurasi pin ATmega8535 sebagai berikut : VCC merupakan pin yang berfungsi sebagai pin masukan catu daya. GND merupakan pin ground. Port A (PA0..PA7) merupakan pin I/O dua arah dan pin masukan ADC.
39
Port B (PB0..PB7) merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi khusus
untuk Timer/Counter, Komparator analog, dan SPI. Port C (PC0..PC7) merupakan pin I/O dua arah dan pin khusus untuk
TWI, Komparator analog, dan Timer Oscilator.
Port D (PD0..PD7) merupakan pin I/O dua arah dan pin khusus
untuk Komparator analog, Interupsi eksternal, dan Komunikasi serial.
RESET merupakan pin yang digunakan untuk me-reset mikrokontroller. XTAL1 dan XTAL2 merupakan pin masukan clock eksternal. AVCC merupakan pin masukan tegangan untuk ADC. AREF merupakan pin masukan tegangan referensi ADC.
Gambar 2.10 Konfigurasi Pin ATmega8535 (diambil dari data sheet)
40
3) Peta Memori
ATmega8535 memiliki ruang pengalamatan memori data dan memori
program yang terpisah. Memori data terbagi menjadi 3 bagian, yaitu 32 buah
register umum, 64 buah register I/O, dan 512 byte SRAM Internal.
Register dengan fungsi umum menempati space data pada alamat
terbawah, yaitu $00 sampai $1F, register khusus untuk menangani I/O dan
kontrol mikrokontroller menempati 64 alamat $20 hingga $5F, sedangkan SRAM 512 byte pada alamat $60 sampai dengan $25F. Konfigurasi memori data ditunjukkan Gambar 2.11 berikut
Gambar 2.11 Konfigurasi Memori Data ATmega8535 (diambil dari data sheet)
Memori program yang terletak dalam Flash PEROM tersusun dalam word
41
karena setiap instruksi memiliki lebar 16-bit atau 32-bit. AVR ATmega8535 memiliki 4 Kbyte x 16-bit Flash PEROM dengan alamat mulai dari $000
sampai $FFF. AVR memiliki 12-bit Program Counter (PC) sehingga mampu
mengalamati isi Flash.
ATmega8535 juga memiliki memori data berupa EEPROM 8-bit
sebanyak 512 byte. Alamat EEPROM dimulai dari $000 sampai $1FF. 2.3.4.
Status Register (SREG). Status Register merupakan register berisi status yang dihasilkan pada setiap operasi yang dilakukan ketika suatu instruksi dieksekusi. SREG merupakan bagian dari inti CPU mikrokontroller.
Gambar 2.12 Status Register ATmega8535 (diambil dari data sheet)
Bit 7 - I : Global Interrupt Enable Bit yang harus diset untuk meng-enable interupsi. Bit 6 - T : Bit Copy Storage Instruksi BLD dan BST menggunakan bit-T sebagai sumber atau tujuan dalam operasi bit. Suatu bit dalam sebuah register GPR dapat disalin ke bit
42
T menggunakan instruksi BST, dan sebaliknya bit-T dapat disalin kembali
ke suatu bit dalam register GPR menggunakan instruksi BLD.
Bit 5 - H : Half Carry Flag
Bit 4 - S : Sign Bit
Bit-S merupakan hasil operasi EOR antara flag-N (negative) dan flag-V (two's complement overflow). Bit 3 - V : Two's Complement Overflow Flag Bit yang berguna untuk mendukung operasi aritmatika. Bit 2 - N : Negative Flag Bit akan diset bila suatu operasi menghasilkan bilangan negatif. Bit 1 - Z : Zero Flag Bit akan diset bila hasil operasi yang diperoleh adalah nol. Bit 0 - C : Carry Flag Bit akan diset bila suatu operasi menghasilkan carry.
2.3.2 Sensor Cahaya (LDR) LDR (Light Dependent Resistant) merupakan suatu jenis tahanan yang sangat peka terhadap cahaya. Sifat dari tahanan LDR ini adalah nilai
43
tahanannya akan berubah apabila terkena sinar atau cahaya. Apabila tidak terkena cahaya nilai tahanannya akan besar dan sebaliknya apabila terkena
cahaya nilai tahanannya akan menjadi kecil. LDR terbuat dari bahan cadmium
selenoide atau cadmium sulfide. Film cadmium sulfide mempunyai tahanan yang
besar jika tidak terkena sinar dan apabila terkena sinar tahanan tersebut akan menurun.
LDR adalah suatu bentuk komponen yang mempunyai perubahan resistansi yang besarnya tergantung pada cahaya. Karakteristik LDR terdiri dari dua macam yaitu Laju Recovery dan Respon Spektral:
1) Laju Recovery
Bila sebuah LDR dibawa dari suatu ruangan dengan level kekuatan cahaya tertentu kedalam suatu ruangan yang gelap, maka bisa kita amati bahwa nilai resistansi dari LDR tidak akan segera berubah resistansinya pada keadaan ruangan gelap tersebut. Namun LDR tersebut hanya akan bisa mencapai harga di kegelapan setelah mengalami selang waktu tertentu. Laju recovery merupakan suatu ukuaran praktis dan suatu kenaikan nilai resistansi dalam waktu tertentu. Harga ini ditulis dalam K /detik, untuk LDR type arus harganya lebih besar dari 200 K /detik (selama 20 menit pertama mulai dari level cahaya 100 lux), kecepatan tersebut akan lebih tinggi pada arah sebaliknya, yaitu pindah dari tempat gelap ke tempat terang yang memerlukan waktu kurang dari 10 ms untuk mencapai resistansi yang sesuai dengan level cahaya 400 lux.
44
2) Respon Spektral
LDR tidak mempunyai sensitivitas yang sama untuk setiap panjang
gelombang cahaya yang jatuh padanya (yaitu warna). Bahan yang biasa digunakan
sebagai penghantar arus listrik yaitu tembaga, alumunium, baja, emas, dan perak.
Dari kelima bahan tersebut tembaga merupakan penghantar yang paling banyak
digunakan karena mempunyai daya hantar yang baik (TEDC, 1998).
LDR banyak digunakan karena mempunyai ukuran kecil, murah dan sensitivitas tinggi. Simbol LDR seperti ditunjukan pada Gambar 2.13a, dan Gambar 2.14 menunjukkan grafik hubungan antara resiatansi dan iluminasi.
Gambar 2.13a Simbol LDR (diambil dari data sheet LDR)
Gambar 2.13b LDR (diambil dari data sheet LDR)
45
Gambar 2.14 Grafik hubungan antara resistansi dan iluminasi (diambil dari data sheet LDR)
2.3.3
Relay Relay adalah saklar (switch) elektrik yang bekerja berdasarkan medan
magnet. Relay terdiri dari suatu lilitan dan switch mekanik. Switch mekanik akan bergerak jika ada arus listrik yang mengalir melalui lilitan.Susunan kontak pada relay adalah sebagai berikut : Normally Open
: Relay akan menutup bila dialiri arus listrik.
Normally Close
: Relay akan membuka bila dialiri arus listrik.
Changeover
: Relay ini memiliki kontak tengah yang akan
melepaskan diri dan membuat kontak lainnya berhubungan.
Gambar 2.15 Bentuk fisik relay (Sumber : www.google/reledc5pin.com)
46
2.3.4
Kipas Ventilasi Kipas merupakan alat yang dapat menghembuskan udara, sehingga
menghasilkan angin. Kipas digerakkan dengan motor listrik sederhana, yang
apabila diberi tegangan akan menginduksi belitan kemudian bergerak karena
adanya fluks medan magnet.
Angin pada greenhouse sangatlah penting bagi pertumbuhan tanaman,
sebab peristiwa penyerbukan akan terjadi saat serbuk sari yang ada di benang sari berjatuhan menuju putik akibat dari angin itu sendiri. Setelah itu akan terjadi pembentukan benih dan pemasakan benih yang akan menghasilkan biji dan buah.
Gambar 2.16 Kipas DC
2.3.5 Lampu Pijar Lampu pijar adalah sumber cahaya buatan yang dihasilkan melalui penyaluran arus listrik melalui filamen yang kemudian memanas dan menghasilkan cahaya. Kaca yang menyelubungi filamen panas tersebut menghalangi udara untuk berhubungan dengannya sehingga filamen tidak akan langsung rusak akibat teroksidasi. Pada greenhouse ini digunakan lampu pijar sebagai pencahayaan. Berikut gambar sebuah lampu pijar dan filamennya yang
47
sedang menyala.
Gambar 2.18 Konstruksi lampu pijar
(sumber: http://www.sayakasihtahu.com/2010/01/cara-kerja-lampu-pijar.html)
2.3.6
Transistor Transistor daya memiliki karakteristik control untuk menyala dan mati.
Taransistor digunakan sebagai elemen sakelar, dioperasikan dalam wilayah saturasi, menghasilkan dalam drop tegangan kondisi-ON yang rendah. Kecepatan pensakelaran transistor modern lebih tinggi daripada thyristor dan transistor tersebut sering dipakai dalam converter DC-DC dan DC-AC, dengan diode terhubung parallel terbalik unutk menghasilkan aliran arus dua arah. Meskipun begitu, tingkat tegangan dan arusnya lebih rendah daripada thyristor dan transistor secara normal digunakan dalam aplikasi daya rendah sampai menengah. Pada umumnya transistor berfungsi sebagai suatu switching (kontak on-off). Adapun kerja transistor yang berfungsi sebagai switching ini, selalu berada pada daerah jenuh (saturasi) dan daerah cut off.
48
Transistor daya adalah perangkat yang terdiri dari tiga lapis N-P-N atau P-N-P seperti ditunjukan pada gambar berikut :
Gambar 2.17a Transistor jenis N-P-N (a) Konstruksi, (b) Simbol dan arah arus
Gambar 2.17b Transistor jenis P-N-P (a) Konstruksi, (b) Simbol
Prinsip kerjanya arus kolektor Ic yang merupakan fungsi dan arus basis Ib, perubahan pada arus basis akan mengakibatkan perubahan yang telah dikuatkan pada arus kolektor pada tegangan kolektor-emiter yang dikenakan padanya. Perbandingan kedua arus tersebut antara 15 sampai 100. Simbol yang sesuai dengan gambar 2.6 (b), karakteristik transistornya ditunjukan pada gambar 2.9. Dengan memanfaatkan karakteristik transistor emiter bersama, pada
49
kondisi saturasi (jenuh) dan keadaaan cut-off (mati) maka transistor dapat dijadikan saskelar dengan pemutus dan penyambungan berupa (tegangan pada
basisnya).
Gambar 2.17c Rangkaian pengontrol beban
Persamaan transistor memberikan : Ic = β Ib β = pengutan transistor dari persamaan diatas, jika Ib =0 maka Ic = 0 (transistor tidak menghantarkan arus Ic, dengan kata lain posii cut-off atau mati). Dari rangkaian diatas diperoleh persamaan sebagai berikut :
IB =
Ic =
Rumus diatas disebut persamaan garis beban.
50
Sedangkan karakteristik keluaran transistor dan garis beban adalah sebagai berikut:
Gambar 2.17d Karakteristik transistor
Dari gambar diatas, pada kondisi saturasi (jenuh) menaikan Ib tidak dapat menaikan Ic. Selanjutnya, lihat Ib5; Ib6 menghasilkan Ic yang sama dengan Ic saturasi. Pada kodisi ini diperoleh : VCE = 0 (kecil)
IC =
Artinya arus besar, tegangan menuju nol (0). Dapat dikatakan hambatan pada CE, menuju nol (sebagai sakelar ON) jadi untuk membuat transistor berlaku sebagai sakelar yang ON, kita memberikan tegangan VB yang mengakibatkan transistor saturasi. Sedang jika VB = 0 maka Ib = 0, dan Ic = 0, lihat persamaan 1). Maka pada kondisi ini transistor tidak menghantarkan arus Ic sama dengan kondisi sakelar terbuka. Lihat gambar berikut :
51
Gambar 2.17e Analogi transistor sebagai sakelar posisi ON
Gambar 2.17f Analogi transistor sebagai sakelar posisi OFF
Gambar 2.17g Hubungan antara tegangan input-output dari rangkaian sakelar transistor
( Sumber : www.mekatoronika.com/transistor )
52
2.3.7
Silicon Controlled Rectifier ( SCR ) Silicon Controlled Rectifier ( SCR ) adalah salah satu komponen dalam
keluarga Thyristor. Istilah Thyristor berasal dari tabung Thyratron-Transistor,
dimana dengan perkembangan teknologi semikonduktor, maka tabung-tabung
elektron yang bentuknya relatip besar dapat digantikan oleh tabung-tabung
transistor yang berukuran jauh lebih kecil tanpa mengurangi kemampuan
operasionalnya. Bahan dasar thyristor ini adalah dari silicon dengan pertimbangan jauh lebih tahan panas dibandingkan dengan bahan germanium. Thyristor ini banyak digunakan sebagai alat pengendali tegangan atau daya yang tinggi dengan kemampuan yang tinggi. SCR dirancang untuk mengendalikan daya ac hingga 10 MW dengan rating arus sebesar 2000 ampere pada tegangan 1800 volt dan frekuensi kerjanya dapat mencapai 50 kHz. Tahanan konduk dinamis suatu SCR sekitar 0,01 sampai 0,1 ohm sedangkan tahanan reversenya sekitar 100.000 ohm atau lebih besar lagi.
Gambar 2.19 Konstruksi dasar dan simbolnya SCR
SCR mempunyai tiga buah elektroda, yaitu Anoda, Kathoda dan Gate dimana anoda berpolaritas positip dan kathoda berpolaritas negatip sebagai
53
layaknya sebuah dioda penyearah (rectifier). Kaki Gate juga berpolaritas positip. 1) Pengujian SCR
Kondisi SCR dapat diuji dengan menggunakan sebuah ohmmeter seperti layaknya dioda, namun dikarenakan konstruksinya pengujian SCR ini harus dibantu dengan penyulutan kaki gate dengan pulsa positip. Jadi dengan menghubung singkat kaki anoda dengan gate, kemudian diberikan sumber positip
dari meter secara bersama dan katoda diberi sumber negatipnya, maka akan tampak gerakan jarum ohmmeter yang menuju nilai rendah penunjukkan ohm dan kondisi ini menyatakan SCR masih layak digunakan. Sedangkan jika penunjukkan jarum menunjuk pada nilai resistansi yang tinggi, maka dikatakan kondisi SCR menyumbat atau rusak. 2) Penyulutan SCR SCR dapat dihidupkan dengan arus penyulut singkat melalui terminal Gate, dimana arus gate ini akan mengalir melalui junction antara gate dan kathoda dan keluar dari kathodanya. Arus gate ini harus positip besarnya sekitar 0,1 sampai 35 mA sedangkan tegangan antara gate dan kathodanya biasanya 0,7 volt. Jika arus anoda ke kathoda turun dibawah nilai minimum (Holding Current = IHO), maka SCR akan segera mati (Off). Untuk SCR yang berkemampuan daya sedang, besar IHO sekitar 10 mA. Tegangan maksimum arah maju (UBRF) akan terjadi jika gate dalam keadaan terbuka atau IGO = 0. Jika arus gate diperbesar dari IGO, misal IG1, maka tegangan majunya akan lebih
54
rendah lagi.
Gambar dibawah ini memperlihatkan salah satu cara penyulutan SCR
dengan sumber searah (dc), dimana SCR akan bekerja dengan indikasi
menyalanya lampu dengan syarat saklar PB1 dan PB2 di ON kan terlebih dahulu.
PB2 (NC)
Lampu 12 volt/2w
+ R
PB1 (NO)
12V DC
SCR
+
-
2V DC -
Triggering untuk penyulutan SCR dengan sumber dc ini tidak perlu dilakukan secara terus menerus, jika saklar PB1 dibuka, maka lampu akan tetap menyala atau dengan perkataan lain SCR tetap bekerja. Dibawah ini Memperlihatkan cara penyulutan SCR dengan sumber bolak-balik (ac).
Lampu
R1 SCR Us
R2 S
Dengan mengatur nilai R2 (potensiometer), maka kita seolah mengatur sudut penyalaan (firing delay) SCR. Untuk penyulutan SCR dengan sumber arus bolak-balik, harus dilakukan secara terus menerus, jadi saklar S jika dilepas, maka SCR akan kembali tidak bekerja.