6
BAB II LANDASAN TEORI
A.
Revenue Sharing 1.
Pengertian Revenue Sharing Menurut Slamet Wiyono (2005 : 57) Revenue Sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu revenue yang berarti : hasil, penghasilan, pendapatan. Sharing adalah bentuk kerja dari share yang berarti bagi atau bagian. Revenue Sharing berarti pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan. Menurut Taufan Maulamin (2012 : 34) Revenue Sharing adalah perhitungan bagi hasil yang mendasarkan pada revenue (pendapatan) dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha sebelum dikurangi dengan beban usaha untuk mendapatkan pendapatan usaha tersebut. Revenue (pendapatan) adalah semua penerimaan, baik maupun bukan tunai yang merupakan hasil dari penjualan barang atau jasa dalam jangka tertentu atau penerimaan dana sebagai hasil dari suatu investasi. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa arti revenue pada prinsip ekonomi dapat diartikan sebagai total penerimaan dari hasil usaha dalam kegiatan produksi, yang merupakan jumlah dari total pengeluaran atas barang ataupun biasa dikalikan dengan harga tersebut. Unsur yang
7
terdapat didalam revenue meliputi total harga pokok penjualan ditambah dengan total selisih dari hasil pendapatan penjualan tersebut. Perbankan syariah memperkenalkan bagi hasil revenue sharing, yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan dana. Revenue Sharing dalam arti perbankan adalah perhitungan bagi hasil yang mendasarkan pada revenue (pendapatan) dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha sebelum dikurangi dengan beban usaha untuk mendapatkan pendapatan usaha tersebut.
2.
Alasan Penerapan Revenue Sharing Secara umum di dalam perbankan syariah landasan sistem yang ideal yang digunakan dalam sistem operasinya adalah sistem profit and loss sharing, sistem ini yang dapat dijadikan ciri khusus bank syariah yang membedakan dengan sistem bank konvensional. Mekanisme bagi hasil menjadi salah satu ciri atau karakteristik perbankan syariah, dimana dengan bagi hasil ini menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat bisnis., khususnya masyarakat perbankan untuk terhindar dari bunga atau riba.Hal ini sesuai dengan apa yang diterangkan dalam Al qur’an Surat Al Baqarah ayat 275, dimana Allah SWT hanya bisa
mendatangkan
keburukan,
sehingga
sedini
mungkin
harus
dihindarkan mengharamkan segala bentuk transaksi yang mengandung
8
unsur-unsur
ribawi,
karena
unsur
tersebut
tidak
mendatangkan
kemaslahatan bahkan dalam dunia perbankan syariah mungkin sering didengar istilah bagi hasil atau yang sering dikenal Revenue Sharing. Dalam perbankan syariah pendapatan baggi hasilini berlaku pada produkproduk penyertaan, baik penyertaan menyeluruh, sebagian ataupun dalam bentuk koorporasi lainnya. Dan prinsip bagi hasil ini akan berfungsi sebagai mitra penabung, demikian juga pengusaha peminjam dana. Jadi prinsip bagi hasil ini merupakan landasan utama beroperasinya perbankan syariah. Pemberlakuan revenue sharing (Muhammad, 2005 : 243) didasarkan kepada kenyataan bahwa : 1. Perhitungan pendapatan dibagi dengan pendekatan ini lebih mudah, khusus untuk produk pembiayaan bagi hasil, cara ini akan sangat membantu bank, dimana bank tidak memerlukan petugas yang memiliki spesifikasi khusus tentang bisnis tertentu untuk dapat melakukan kontrol terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan nasabah. 2. Diasumsikan bahwa para nasabah belum terbiasa menerima kondisi berbagi hasil dan berbagi resiko. Dimana bila bank mengalami kerugian nasbah akan menanggung resiko kerugian tersebut berarti berkurangnya dana mereka yang ditabung atau disimpan pada bank.
9
3. Pada sistem ini kemungkinan tingkat perhitungan bagi hasil yang diterima pemilik dana akan lebih besar dibandingkan tingkat suku bunga pasar yang berlaku. Kondisi ini akan mempengaruhi para pemilik dana untuk mengarahkan investasinya kepada bank syariah yang nyatanya justru mampu memberikan hasil yang optimal. 4. Penyaluran dana kepada sektor usaha menunjukkan adanya berbagai macam usaha yang mempunyai karakteristik biaya yang berbeda. Bank sebagai Shahibul Maal kedua atau pemegang amanah Shahibul Maal pertama menghadapi kesulitan
untuk
mengakui
biaya-biaya
usaha
yang
dikeluarkan para nasabah pengusaha sebagai Mudharib. Padahal biaya-biaya yang sulit diverifikasi inilah yang kemudian menjadi pengurang seluruh pendapatan yang akan dibagi hasilkan.
B.
Bagi Hasil Mudharabah 1.
Pengertian Mudharabah Istilah “Mudarabah” secara etimologi berasal dari kata Arab “ adhdharbu fil ardhi” yang berarti berpergian dengan urusan dagang, maka ia berhak mendapatkan keuntungan karena usaha dan kerjanya.
10
Secara bahasa Mudharabah berasal dari kata Dharb yang artinya melakukan perjalanan yang umumnya untuk berniaga. Istilah Dharb populer digunakan oleh penduduk irak. Untuk maksud yang sama, penduduk Hijaz menggunakan istilah muqharadah atau qiradh yang berarti memotong. Dalam pengertian ini, makna qiradh adalah pemilik modal memotong sebagian sebagian hartanya untuk diserahkan kepada pengelola modal, dan ia juga akan memotong keuntungan usahanya. Menurut Rizal Yaya (2009 : 122). Akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (Shahibul Maal) menyediakan seluruh modal (100%), sedangkan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara Mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara Shahibul Maal (Pemilik dana) dan Mudharib (pengelolan dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakan dimuka, jika usaha mengalami kerugian maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik dana, kecuali jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana, seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan dana.
11
Adapun karakteristik Mudharabah adalah: a. Bank sebagai agen investasi (chanelling) dalam mudharabah Muqayyadah dibahas dalam laporan perubahan investasi di off balance sheet, sedangkan bank sebagai pihak yang ikut menanggung resiko dalam mudharabah muqayyadah dibahas dalam pos kewajiban terikat. b. Pembiayaan mudharabah dapat diberikan dalam bentuk kas dan atau non kas yang dilakukan secara bertahap atau sekaligus. c. Pengendalian
pembiayaan
mudharabah
dapat
dilakukan
bersamaan dengan distribusi bagi hasil atau pada saat diakhirinya akad mudharabah. d. Bagi hasil Mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu bagi laba (profit sharing) dan pendapatan (revenue sharing) e. Pada
prinsipnya
dalam
pembiayaan
mudharabah
tidak
dipersyaratkan adanya jaminan, namun agar tidak terjadi moral hazard berupa penyimpangan oleh pengelola dana, pemilik dana dapat meminta jaminan dari pengelola dana, pemilik dana dapat meminta jaminan dari pengelola dana atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti
12
melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
2. Rukun dan ketentuan syariah akad mudharabah Rukun Mudharabah ada empat yaitu: 1. Transaktor/Pelaku atau orang yang berakad, terdiri atas: a. Pemilik modal/Shahibul Maal atau Rabbul Maal b. Pengelola dana/Mudharib 2. Objek Mudharabah berupa Modal/Maal dan usaha 3. Ijab kabul/serah terima 4. Nisbah keuntungan Ketentuan syariah adalah sebagai berikut: 1. Pelaku a. Pelaku harus cakap hukum dan baligh b. Pelaku akad mudharabah dapat dilakukan sesama atau dengan non muslim c. Pemilik
dana
tidak
boleh
ikut
campur
pengelolaan usaha tetapi ia boleh mengawasi.
2. Objek Mudharabah (Modal dan kerja)
dalam
13
Objek mudharabah merupakan konsekuensi logis dengan dilakukan akad mudharabah a. Modal 1. Modal yang diserahkan dapat berbentuk uang atau aset lainnya (dinilai sebesar nilai wajar), harus jelas jumlah dan jenisnya. 2. Modal harus tunai dan tidak utang. Tanpa adanya setoran modal, berarti pemilik dana tidak memberikan kontribusi apapun padahal dana harus bekerja. 3. Modal harus diketahui dengan jelas jumlahnya sehingga dapat dibedakan dari keuntungan 4. Pengelola dana tidak diperkenankan untuk meminjamkan modal kepada orang lain apabila terjadi maka dianggap terjadi pelanggaran kecuali atas seizin pemilik dana. 5. Pengelola dana memiliki kebebasan untuk mengatur modal menurut kebijaksanaan dan pemikirannya sendiri, selama tidak dilarang syariah
14
b. Kerja 1. Kontribusi pengelola dana dapat berbentuk keahlian,
keterampilan,
selling
skill,
management skill, dan lain-lain. 2. Kerja adalah hak pengelola dana dan tidak boleh diintervensi oleh pemilik. 3. Pengelola dana harus menjalankan usaha sesaui dengan syariah 4. Pengelola dan harus mematuhi semua ketetapan yang ada dalam kontrak 5. Dalam hal ini pemilik dana tidak melakukan kewajiban
atau
melakukan
pelanggaran
terhadap kesepakatan, pengelola dana sudah menerima modal dan usaha menerima modal dan sudah bekerja maka pengelola dan berhak mendapatkan imbalan/ganti rugi/upah
c. Ijab Kabul Adalah pernyataan dan ekspresi saling rela di antara pihak-pihak pelaku akad yang di lakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi
15
atau
menggunakan
cara-cara
komunikasi
modern.
d. Nisbah Keuntungan 1. Nisbah adalah besaran yang digunakan untuk pembagian keuntungan, mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua pihak yang bermudharabah atas keuntungan yang diperoleh. Pengelola dana mendapatkan imbalan atas penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan harus diketahui dengan jelas oleh kedua belah pihak, inilah
yang
akan
mencegah
terjadinya
perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian keuntungan. Jika memang dalam akad tersebut tidak dijelaskan masingmasing porsi, maka pembagiannya menjadi 50% dan 50%. 2. Perubahan
nisbah
harus
berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak 3. Shahibul maal tidak boleh meminta pembagian keuntungan dengan menyatakan nilai nominal tertentu karena dapat menimbulkan riba.
16
3. Jenis-jenis Mudharabah Menurut Rizal Yaya (2009 : 122) mudharabah terbagi menjadi dua jenis yatiu: a. Mudarabah Muqayyadah Mudharabah Muqayyadah (terikat) adalah bentuk kerja sama antara pemilik dana dan pengelola, dengan kondisi pengelola dikenakan pembatasan oleh pemilik dana dalam hal tempat,cara dan/atau objek investasi. Mudharabah Muqayyadah terdiri atas dua jenis, yaitu Mudharabah Muqayyadah executing dan mudharabah muqayyadah channeling. Pada Mudarabah Muqayyadah executing, bank syariah sebagai pengelola menerima dana dari pemilik dana dengan pembatasan dalam hal tempat, cara, dan/objek investasi akan tetapi, bank syariah memiliki kebebasan dalam melakukan seleksi terhadap calon mudharib yang layak mengelola dana tersebut. Sementara itu, pada Mudharabah Muqayyadah Channeling, bank syraiah tidak memiliki kewenangan dalam menyeleksi calon mudharib yang akan mengelola dana tersebut.
b. Mudharabah Muthlaqah Mudharabah Mutlhlaqah adalah bentuk kerjasama antara pemilik dana dan pengelola tanpa adanya pembatasan oleh pemilik dana dalam hal tempat, cara, maupun objek investasi. Dalam hal ini
17
pemilik dana memberikan kewenangan yang sangat luas kepada mudharib untuk menggunakan dana yang diinvestasikan. Kontrak Mudharabah Muthlaqah dalam perbankan syariah digunakan untuk tabungan maupun pembiayaan. Pada tabungan Mudharabah, penabung berperan sebagai pemilik dana, sedang bank berperan sebagai pengelola yang mengontribusikan keahliannya dalam mengelola dana penabung. Adapun pada investasi Mudharabah bank berperan sebagai pemilik dana yang menginvestasikan dana yang ada padanya kepada pihak lain yang memerlukan dana untuk keperluan usahanya. Pihak lain yang memerlukan dan mengelola dana tersebut biasa disebut dengan nasabah pembiayaan.
c. Mudharabah Musytarakah Mudaharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi. Akad musytarakah ini merupakan solusi sekiranya dalam perjalanan usaha, pengelola dana memiliki modal yang dapat dikontribusikan dalam investasi, sedang disisi lain adanya penambahan modal ini akan dapat meningkatkan kemajuan invesatasi. Akad Musytarakah merupakan perpaduan antara akad mudharabah
dan
akad
musytarakah.
Dalam
mudharabah
musytarakah, pengelola dana berdasarkan akad (mudharabah)
18
menyertakan juga dananya dalam investasi bersama (berdasarkan akad musytarakah). Setelah penambahan dana oleh pengelola, pembagian hasil usaha antara pengelola dana dan pemilik dana dalam mudharabah adalah sebesar hasil usaha musytarakah setelah dikurangi porsi pemilik dana sebagai pemilik dana musytrakah.
4. Pembiayaan Mudharabah a. Pengertian Pembiayaan Mudharabah Pembiayaan atau financing, adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pelaku sendiri maupun kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan. Menurut Syafi’i (2001 : 160) pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut: “Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak merupakan defisit unit”. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pembiayaan merupakan suatu pinjaman dana yang diberikan bank Islam kepada
19
masyarakat atau lembaga yang membutuhkan untuk keperluan investasi yang telah direncanakan.
b. Pembiayaan Mudharabah Hilang Apabila sebagian pembiayaan mudharabah hilang sebelum dimulainya usaha, karena adanya kerusakan atau sebab lainnya tanpa adanya kelalaian pihak mudharib maka kerugian tersebut mengurangi pembiayaan mudharabah dan diakui sebagai kerugian bank. Apabila sebagian pembiayaan mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana maka kerugian tersebut diperhitungkan pada saat bagi hasil.
c. Permasalahan-permasalahan Dalam pembiayaan Mudharabah Berdasarkan teori perbankan syariah kontemporer, Prinsip mudharabah dijadikan sebagai alternative penerapan sistem bagi hasil. Dalam praktiknya, ternyata signifikan bagi hasil dalam memainkan operasional investasi dana bank perannya sangat lemah. Menurut beberapa pengamat perbankan syariah hal ini terjadi karena beberapa masalah, diantaranya:
20
1. Standar Moral Terdapat anggapan bahwa standar moral yang berkembang kebanyakan komunitas muslim tidak memberikan kebebasan pengguna bagi hasil sebagai mekanisme investasi. Hal ini berdasarkan argumen yang mendorong bank untuk mengadakan pemantauan lebih intensif terhadap setiap investasi yang diberikan. Demikian itu membuat operasional perbankan berjalan tidak ekonomis dan efisien. Berdasarkan
hal-hal
ini
bank
syariah
menggunakan
pembiayaan bagi hasil yang diberikan setelah melakukan pemantauan yang mendalam terhadap bisnis yang dijalankannya, dan hanya akan diberikan kepada rekanan yang kompeten dalam mengelola bisnis, jujur dalam melakukan transaksi, proyek usaha yang dijalankan adalah profitable, serta pembiayaan usaha tersebut umumnya jangka pendek.
2. Ketidakefektifan modal pembiayaan bagi hasil Pembiayaan bagi hasil mudharabah tidak menyediakan berbagai
macam
kontemporer.
kebutuhan
Walau
pembiayaan
demikian
dari
pembiayaan
ekonomi
bagi
hasil
yangditerapkan dalam bentuk mudharabah merupakan alat yang
21
terbaik untuk menghapus bunga dalam berbagai macam transaksi dan pembiayaan jangka pendek.
3. Berkaitan dengan pengusaha Sistem bagi hasil untuk membantu perkembangan usaha lebih banyak melibatkan pengusaha secara langsung dari pada sistem lainnya di bank konvensional. Bank syariah memerlukan informasi yang lebih rinci tentang aktivitas bisnis yang dibiayai dan besar kemungkinan pihak bank turut mempengaruhi setiap pengambilan
keputusan
bisnis
mitranya,
pada
sisi
lain,
keterlibatan yang tinggi ini akan mengecilkan naluri pengusaha yang sebenarnya lebih menuntut kebebasan yang luas dari pada campur tangan dalam penggunaan dana yang dipinjamkan.
4. Segi Biaya Pemberian
pembiayaan
sistem
bagi
hasil
memerlukan
kewaspadaan yang lebih tinggi dari pihak lain. Bank syariah kemungkinan besar meningkatkan kualitas pegawainya dengan cara mempekerjakan para teknisi dan ahli manajemen untuk mengevaluasi proyek usaha yang dipinjam untuk mencermati lebih teliti dari pada teknis peminjaman pada bank konvensional.
22
Hal ini akan meningkatkan biaya yang dikeluarkan oleh para banker dalam menjaga efisiensi kinerja perbankannya yang secara langsung akan berimbas terhadap pengembalian dana pinjaman dan akan menimbulkan beban yang lebih besar terhadap pemakaian dana tersebut. Tambahan biaya yang dikeluarkan oleh para banker yang digunakan untuk menjaga efektifitas operasional perbankan syariah kemungkinan akan menghasilkan biaya ekstra yang ditanggung oleh mitra ketika mengembalikan dana pinjaman bagi hasil.
5. Segi teknis Problem teknis menyangkut penggunaan sistem bagi hasil tampaknya
berkaitan
dengan
pihak
bank,
nasabah,
dan
perhitungan keuntungan. Bank membutuhkan pengetahuan yang luas mengenai perilaku aktivitas ekonomi yang berguna untuk memprediksi keuntungan yang akan diperoleh pada tiap-tiap jaringan serta mengetahui secara menyeluruh tentang keadaaan keuangan investor dan komitmen dalam sistem bagi hasil juga mengalami kesulitan untuk diterapkan, karena perhitungan sistem bagi hasil harus mengikuti apa yang terjadi secara aktual dalam bisnis.
23
6. Kurang menariknya sistem bagi hasil dalam aktifitas Dalam dunia bisnis dan industri, biaya yang dikeluarkan dari dana-dana yang diperoleh berdasarkan sistem bagi hasil tidak diakui secara jelas dan pasti. Hal ini akan menimbulkan terbongkarnya rahasia pengusaha oleh pihak bank terhadap urusan manajemen pengusaha. Keadaan ini sangat berbeda dengan sistem pembiayaan berdasarkan bunga, dimana modalnya aman terjaga.
7. Permasalahan efisiensi Kesanggupan para pemberi pinjaman untuk turut mananggung resiko kemungkinan akan mendorong investasi lebih berisiko. Meskipun kesanggupan ini akan mengurangi penekanan biayabiaya yang berguna untuk efisiensi kelangsungan bisnis pada tingkat kepentingan tertentu akan cukup mengesankan.
d.
Sebab berakhirnya Mudharabah Apabila akad mudharabah berakhir sebelum jatuh tempo dan pembiayaan
mudharabah
tidak
langsung dibayarkan
oleh
pengelola dana maka pembiayaan mudharabah diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada mudharib.
24
5.
Pengakuan,
Pengukuran,
penyajian
dan
Pengungkapan
Pembiayaan Mudharabah berdasarkan PSAK No.105 a. Pengakuan dan pengukuran pembiayaan mudharabah berdasarkan PSAK No. 105 IAI (2009 : 22) adalah sebagai berikut: Pengakuan penghasilan mudharabah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan usaha dari pengelola dana, tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha. Pengukuran investasi mudharabah diatur dalam PSAK No. 105 (2009 : 13) adalah sebagai berikut: 1)
Investasi Mudaharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan.
2)
Investasi Mudharabah dalam bentuk aset non kas diukur sebesar nilai wajar pada saat penyerahan: a. Jika nilai wajar lebih tinggi dari pada nilai tercatatnya diakui, maka selisihnya diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu mudharabah. b. Jika nilai wajar lebih rendah dari pada nilai tercatatnya, kerugian.
maka
selisihnya
diakui
sebagai
25
B. Penyajian Penyajian pembiayaan mudharabah diatur dalam PSAK No.105 (2009: 36) yaitu Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dlm laporan keuangan sebesar nilai tercatat. Sedangkan dalam PSAK No.105 (2009:37) Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam laporan keuangan: a. Dana syirkah temporer dari pemilik dana disajikan sebesar nilai tercatatnya untuk setiap jenis mudharabah b. Bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi belum diserahkan kepada pemilikdana disajikan sebagai pos bagi hasil yang belum dibagikan dikewajiban.
C. Pengungkapan Pengungkapan dalam PSAK No.105 paragraf 38 yang berisikan : Pemilik
Dana
mengungkapkan
hal-hal
terkait
transaksi
mudharabah, tetapi tidak terbatas: a) Isi kesepakatan utama usaha mudharabah seperti porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha mudharabah dan lain-lain; b) Rincian jenisnya;
jumlah
investasi
mudharabah
berdasarkan
26
c) Penyisihan kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan. Pengelola
Dana
mengungkapkan
hal-hal
terkait
transaksiMudharabah tetapi tidak terbatas pada: a) Isi kesepakatan utama usaha mudharabah seperti porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha mudharabah dan lain-lain; b) Rincian dana syirkah temporer yang diterima berdasarkan jenisnya; c) Penyaluran
dana
yang
berasal
dari
Mudharabah
Muqayadah
6. Manfaat dan resiko Mudharabah A. Manfaat mudharabah menurut adalah sebagai berikut: 1. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
27
2. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, kecuali disesuaikan dengan pendapatan atau hasil usaha bank 3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan arus kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah. 4. Bank akan lebih selektif dan hati-hati dalam mencari usaha yang benar-benar halal, aman dan mengutungkankarena keuntungan yang konkrit dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan 5. Prinsip bagi hasil mudharabah berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerimaan pembayaran (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
B. Risiko Mudharabah Menurut Slamet wiyono (2005 : 98) risiko yang terdapat dalam mudharabah terutama dalam penerapan pembiayaan, relative tinggi. Diantaranya:
28
1. Nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebutkan dalam kontrak 2. Lalai terdapat kesalahan yang disengaja 3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, bila nasabah tidak jujur.
7. Metode bagi hasil Mudharabah Pembagian
hasil
usaha
mudharabah
dapat
dilakukan
berdasarkan prinsip revenue sharing atau profit sharing. (PSAK 105 par 11) Dalam prinsip bagi hasil usaha revenue sharing, dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) bukan total pendapatan usaha (omset). Sedangkan dalam prinsip bagi hasil usaha profit sharing, dasar pembagian adalah laba bersih yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan modal mudharabah.
Menurut Syafi’i (2007 : 139) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi bagi hasil adalah: 1. Faktor langsung (direct factors) Diantara
faktor-faktor
perhitungan bagi hasil adalah:
langsung
yang
mempengaruhi
29
a. Investment rate merupakan persentase aktual dan yang diinvestasikan dari total
dana. Jika bank menentukan
investment rate sebesar 80%, hal ini berarti 20% dari total dana dialokasikan untuk memenuhi likuiditas b. Jumlah dana yang tersedia merupakan jumlah dana dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung dengan menggunakan metode: 1. Rata-rata saldo minimum bulanan 2. Rata-rata saldo harian Investment
rate
dikalikan
dengan
jumlah
dana
akan
menghasilkan dana aktual yang digunakan c. Nisbah bagi hasil (profit sharing ratio) 1. Salah satu ciri mudharabah adalah nisbah yang harus ditentukan dan disetujui pada awal perjanjian 2. Nisbah antara satu bank dan bank lainnya dapat berbeda 3. Nisbah juga dapat dari waktu ke waktu 4. Nisbah juga berbeda dari satu account dan account lainnya. 2. Faktor tidak langsung (indirect factors) Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah:
30
1. Bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan biaya. Pendapatan yang dibagi hasilkan merupakan pendapatan yang diterima dikurangi biaya-biaya. 2. Jika semua biaya ditanggung bank, hal ini disebut revenue sharing.
8.
Contoh kasus Mudharabah (Rizal Yaya 2009 : 129) Tanggal 1 Agustus 20XA Bank Murni Syariah (BMS) menyetujui pemberian fasilitas mudharabah muthlaqah PT. Haniya yang bergerak dibidang SPBU dengan kesepakatan sebagai berikut: Plafon
: Rp 1.450.000.000
Objek bagi hasil
: Pendapatan (Gross Profit Sharing)
Nisbah
: 70% PT. Haniya dan 30% BMS
Jangka waktu
: 10 bulan (jatuh tempo 10 Juni 20XB)
Pelunasan
: Pengembalian pokok di akhir periode
Keterangan
: Modal dari BMS diberikan secara tunai tanggal 10 Agustus 20XA pelaporan dan pembayaran bagi hasil oleh nasabah dilakukan setiap tanggal 10 mulai bulan september.
31
Saat penandatanganan akad Mudharabah Jurnal pada tanggal 1 Agustus atau saat akad mudharabah ditandatangani terdiri atas jurnal pembukuan rekening administratif komitmen pembiayaan PT. Haniya 01/08/XA Db. Kontra Komitmen
1.450.000.000
Administrasi pembiayaan
Kr. Kewajiban komitmen
1.450.000.000
Administrasi pembiayaan
Penyerahan investasi Mudharabah Pada
tanggal
10
Agustus
20XA,
BMS
mencairkan
pembiayaan sebesar Rp 1.450.000.000 untuk investasi mudharabah 05/10/XA Db. Pembiayaan mudharabah Kr. Kas/rekening nasabah
1.450.000.000 1.450.000.000
Penerimaan Bagi hasil Mudharabah Berikut ini adalah realisasi laba bruto PT. Haniya selama 10 bulan yang dilaporkan setiap tanggal 10 bulan berikutnya:
32
Tabel 2.1 Penerimaan Bagi Hasil Mudharabah
No. Bulan
Jumlah Laba Bruto
Porsi Bank 30%
(Rp)
(Rp)
Tanggal
Tanggal
pelaporan
Pembayaran
Bagi hasil
Bagi hasil
1
Ags XA
20.000.000
6.000.000
10 Sep
10 Sep
2
Sep XA
50.000.000
15.000.000
10 Okt
10 Okt
3
Okt XA
45.000.000
13.500.000
10 Nov
10 Nov
4
Nov XA
40.000.000
12.000.000
10 Des
10 Des
5
Des XA
60.000.000
18.000.000
10 Jan
10 Jan
6
Jan XA
50.000.000
15.000.000
10 Feb
10 Feb
7
Feb XA
40.000.000
12.000.000
10 Mar
10 Mar
8
Mar XA
50.000.000
15.000.000
10 Apr
10 Apr
9
Apr XA
55.000.000
16.500.000
10 Mei
10 Mei
10
Mei XA
60.000.000
18.000.000
10 Jun
10 Jun
(Sumber : Rizal yaya, 2009 : 131) Bentuk transaksinya yaitu: 10/09/XA
Db. Kas/Rekening nasabah Kr. Pendapatan bagi hasil Mudharabah
6.000.000 6.000.000
33
10/10/XA
Db. Kas/Rekening Nasabah Kr. Pendapatan bagi hasil Mudharabah
10/11/XA
Db. Kas/Rekening nasabah Kr. Pendapatan bagi hasil Mudharabah
10/12/XA
Db. Kas/Rekening Nasabah Kr. Pendapatan bagi hasil Mudharabah
10/01/XB
Db. Kas/Rekening nasabah Kr. Pendapatan bagi hasil Mudharabah
10/02/XB
Db. Kas/Rekening Nasabah Kr. Pendapatan bagi hasil Mudharabah
15.000.000 15.000.000
13.500.000 13.500.000
12.000.000 12.000.000
18.000.000 18.000.000
15.000.000 15.000.000
34
10/03/XB
Db. Kas/Rekening nasabah Kr. Pendapatan bagi hasil Mudharabah
10/04/XB
Db. Kas/Rekening Nasabah Kr. Pendapatan bagi hasil Mudharabah
10/05/XB
Db. Kas/Rekening nasabah Kr. Pendapatan bagi hasil Mudharabah
10/06/XB
Db. Kas/Rekening Nasabah Kr. Pendapatan bagi hasil Mudharabah
12.000.000 12.000.000
15.000.000 15.000.000
16.500.000 6.500.000
18.000.000 18.000.000
Saat akad berakhir Alternatif 1 modal mudharabah
: Nasabah pembiayaan mampu mengembalikan
35
Misalkan
: Pada tanggal 10 Juni 20XB, saat jatuh tempo PT. Haniya melunasi investasi mudharabah sebesar Rp 1.450.000.000 maka jurnal transaksi tersebut adalah sebagai berikut:
10/06/XB
Db. Kas/Rekening nasabah
1.450.000.000
Kr. Pembiayaan Mudharabah 1.450.000.000 Alternatif 2
: Nasabah pembiayaan tidak mampu mengembalikan modal mudharabah
Misalkan
: pada tanggal 10 Juni 20XB, saat jatuh tempo, PT. Haniya tidak mampu melunasi investasi mudharabah, maka jurnal pada saat jatuh tempo tersebut adalah sebagai berikut:
10/06/XB Db.Piutang mudharabah Kr. Pembiayaan mudharabah
1.450.000.000 1.450.000.000