BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Menurut Lauster (2012) kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau keyakinan atas kemampuan diri sendiri, sehingga dalam tindakan-tindakannya tidak terlalu cemas, merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai keinginan dan tanggung jawab atas perbuatannya, sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, memiliki dorongan prestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Kepercayaan diri adalah suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya Hakim , (2000). Hal ini bukan berarti bahwa individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri. Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut dimana ia merasa memiliki kompetensi, yakni mampu dan percaya bahwa dia bisa karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri. Thantaway dalam Kamus istilah Bimbingan dan Konseling (2005), percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis diri seseorang yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau melakukan sesuatu tindakan.
Orang yang tidak percaya diri memiliki konsep diri negatif, kurang percaya pada kemampuannya, karena itu sering menutup diri. Branden dkk (dalam Walgito, 2000) mengatakan bahwa kepercayaan diri adalah kepercayaan seseorang yang ada dalam dirinya. Individu yang mempunyai kepercayaan diri dalam melakukan suatu kegiatan tanpa bertanya pada orang lain apakah yang dikerjakan itu perlu atau tidak ia akan melakukan kegiatan itu, jika seseorang mempunyai keyakinan bahwa apa yang akan dikerjakan itu sesuai dengan apa yang ada dalam dirinya maka hal tersebut bakan dikerjkan tanpa mempertimbangkan pihak lain. Kepercayaan diri adalah keyakinan akan kemampuan diri sendiri sehingga seseorang tidak mudah terpengaruh orang lain. Hal ini diungkapkan oleh Lauster (dalam Ismayanti 2003). Didukung oleh hakim (2002), pengertian rasa percaya diri secara sederhana dapat dikatakan sebagai suatu keyakinan
seseorang
terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya
merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan dalam
hidupnya. Penelitian Angelis (2003) mengenai percaya diri berawal dari tekad pada diri sendiri, untuk melakukan segalanya yang kita inginkan dan kebutuhan dalam hidup. Percaya diri terbina dari keyakinan diri sendiri, sehingga kita mampu menghadapi tantangan hidup apapun dengan berbuat sesuatu. Menurut Jacinta. F. Rini (2005) dari team e-psikologi, pengertian kepercayaan diri adalah: “Sikap
positif
seorang
individu
yang
memampukan
dirinya
untuk
mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan/situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti bahwa individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri, alias “sakti”. Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut dimana ia merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa – karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri.” Berdasarkan pengertian tentang kepercayaan diri yang ada di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri adalah suatu sikap atau perasaan yakin pada kemampuan diri sendiri yang timbul karena adanya sikap-sikap positif terhadap kemampuannya sehingga tidak perlu membandingkan dirinya dengan orang lain guna mencapai tujuan hidupnya tanpa mudah terpengaruh oleh orang lain. 2.1.2 Ciri-ciri Kepercayaan Diri Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disebutkan ciriciri orang yang memiliki percaya diri yaitu orang-orang yang mandiri, optimis, aktif, yakin akan kemampuan diri, tidak perlu membandingkan dirinya dengan orang lain, mampu melaksanakan tugas dengan baik dan bekerja secara efektif, berani bertindak dan mengambil setiap kesempatan yang dihadapi, mempunyai pegangan hidup yang kuat, punya rencana terhadap masa depannya, mampu mengembangkan motivasinya,mudah menyesuaikan diri terhadap lingkungannya yang baru dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukannya.
Seperti telah dikemukakan diatas bahwa didalam uraian ini selain dikemukakan ciri-ciri orang yang memiliki kepercayaan diri yang baik maka akan dikemukakan pula tentang ciri-ciri orang yang kurang memiliki kepercayaan diri sebagai perbandingan. Lauster (2012) menyatakan bahwa rendahnya kepercayaan diri pada seseorang menyebabkan orang menjadi ragu-ragu, pesimis dalam menghadapi rintangan, kurang tanggung jawab, dan cemas dalam mengungkapkan pendapat/gagasan. Menurut Hakim (2002), ciri-ciri individu yang tidak memiliki kepercayaan diri adalah: (1) mudah cemas dalam menghadapi persoalan dengan tingkat kesulitan tertentu; (2) memiliki kelemahan atau kekurangan dari segi mental, fisik sosial, atau ekonomi; (3) sulit menetralisasi ketegangan di dalam suatu situasi; (4) gugup dan kadang-kadang berbicara gagap; (5) memiliki latar belakang pendidikan keluarga kurang baik; (6) memiliki perkembangan yang kurang baik sejak masa kecil; (7) kurang memiliki kelebihan pada bidang tertentu dan tidak tahu bagaimana cara mengembangkan dirinya; (8) sering menyendiri dari kelompok yang dianggapnya lebih dari dirinya; (9) mudah putus asa; (10) cenderung tergantung pada orang lain dalam mengatasi masalah; (11) pernah mengalami trauma; (12) sering bereaksi negatif dalam menghadapi masalah. 2.1.3 Aspek-Aspek Kepercayaan Diri Menurut Lauster (Ghufron, 2010) ada beberapa aspek dari kepercayaan diri sebagai berikut: (1) Keyakinan akan kemampuan diri, yaitu sikap positif seseorang tentang dirinya bahwa dia bersungguh-sungguh akan apa yang
dilakukanya. (2) Optimis yaitu sikap positif seseorang yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal tentang diri, harapan dan kemauan.
(3)
Obyektif yaitu orang yang percaya diri memandang permasalahan atau segala sesuatu sesuai dengan kebenaran semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri. (4) Bertanggung jawab yaitu seseorang yang bersedia untuk menanggung segala sesuatu yang menjadi konsekuensinya. (5) Rasional dan realistis yaitu analisa tehadap suatu masalah, suatu hal, suatu kejadian dengan menggunakan pemikiran yang diterima oleh akal sesuai dengan kenyataan. Menurut Lauster (2003) ada 4 aspek kepercayaan diri yaitu (1) Cinta diri. Orang yang percaya diri, mencintai diri sendiri dan cinta diri ini bukanlah sesuatu yang dirahasiakannya bagi orang lain. Cinta diri sendiri merupakan perilaku seseorang untuk memelihara diri.(2) Pemahaman diri. Orang yang percaya diri tidak hanya merenungi memikirkan perasaan dan perilaku sendiri. Orang yang percaya diri selalu berusaha ingin tahu bagaimana pendapat orang lain tentang dirinya. (3) Tujuan hidup yang jelas. Orang yang percaya diri selalu tahu tujuan hidupnya, disebabkan punya pikiran yang jelas mengapa melakukan tindakan tertentu dan tahu hasil apa yang bisa diharapkannya. (4) orang yang percaya diri biasanya menyenangkan karena bisa melihat kehidupan dari sisi yang cerah serta mencari pengalaman dan hasil yang bagus. Menurut Thursan Hakim (2002) rasa percaya diri tidak muncul begitu saja pada diri seseorang ada proses tertentu didalam pribadinya sehingga terjadilah pembentukan rasa percaya diri.Terbentuknya rasa percaya diri yang kuat terjadi
melalui proses: Pertama terbentuknya kepribadian yang baik sesuai dengan proses perkembangan yang melahirkan kelebihan-kelebihan tertentu. Kedua pemahaman seseorang terhadap kelebihan-kelebihan yang dimilikinya dan melahirkan keyakinan kuat untuk bisa berbuat segala sesuatu dengan memanfaatkan kelebihan kelebihannya. Ketiga pemahaman dan reaksi positif seseorang terhadap kelemahan-kelemahan yang dimilikinya agar tidak menimbulkan rasa rendah diri atau rasa sulit menyesuaikan diri. Keempat pengalaman didalam menjalani berbagai aspek kehidupan dengan menggunakan segala kelebihan yang ada pada dirinya. Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa aspek-aspek dari rasa percaya diri yaitu kemampuan yang dimiliki individu untuk mengembangkan diri, berpikir realistis , tidak mudah putus asa, bertindak dengan tegas,selalu berpikiran positif. 2.1.4 Karateristik Kepercayaan Diri Berbagai karakteristik individu yang memiliki kepercayaan diri telah banyak diungkapkan oleh beberapa ahli. Menurut Lauster (2002) terdapat beberapa karakteristik untuk menilai kepercayaan diri individu, diantaranya: (1)Percaya kepada kemampuan sendiri, yaitu suatu keyakinan atas diri sendiri terhadap segala fenomena yang terjadi yang berhubungan dengan kemampuan individu untuk mengevaluasi serta mengatasi fenomena yang terjadi tersebut. (2) Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, yaitu dapat bertindak dalam mengambil keputusan terhadap apa yang dilakukan secara mandiri tanpa adanya keterlibatan orang lain. Selain itu, mempunyai kemampuan untuk meyakini tindakan yang diambilnya tersebut. (3)Memiliki konsep diri yang positif, yaitu adanya penilaian yang baik dari dalam diri sendiri, baik dari pandangan maupun tindakan yang dilakukan yang menimbulkan rasa positif terhadap diri sendiri. (4) Berani mengungkapkan pendapat, yaitu adanya suatu sikap untuk mampu mengutarakan sesuatu dalam diri yang ingin diungkapkan kepada orang lain tanpa adanya paksaan atau hal yang dapat menghambat pengungkapan perasaan tersebut.
Dari uraian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa karateristik anak yang memiliki kepercayaan diri yaitu percaya pada kemampuanya sendiri,
bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki konsep diri yang positif dan berani mengungkapkan segala pendapatnya. Guilford (Endang, 2000) mengemukakan karakteristik kepercayaan diri yaitu, Pertama bila seseorang merasa adekuat yaitu bahwa ia dapat melakukan segala sesuatu. Kedua bila seseorang merasa dapat diterima oleh kelompoknya. Ketiga bila seseorang percaya sekali pada dirinya sendiri serta memiliki ketenangan sikap, yaitu tidak gugup bila ia melakukan atau mengatakan sesuatu secara tidak sengaja, dan ternyata hal itu salah. Dari beberapa karateristik kepercayaan diri yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa orang yang percaya diri selalu bersikap tenang dalam mengerjakan segala sesuatu karena memiliki potensi dan kemampuan yang memadahi serta mampu menetralisir ketegangan yang muncul dan mapu menyesuaikan diri dan berkomunikasi diberbagai situasi. Selanjutnya, orang yang percaya diri juga didukung oleh latar belakang pendidikan keluarga yang baik, memiliki pengalaman hidup serta selalu bereaksi positif didalam menghadapi berbagai masalah, misalnya dengan tetap tegar, sabar, tabah dalam menghadapi persoalan hidup. Dengan sikap ini, adanya masalah yang berat justru akan semakin memperkuat rasa percaya diri seseorang. 2.1.5 Faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri Faktor yang mempengaruhi rasa percaya diri pada seseorang menurut Hakim (2002) sebagai berikut: 1). Lingkungan keluarga Keadaan lingkungan sangat mempengaruhi pembentukan awal rasa percaya diri pada seseorang. Rasa percaya diri merupakan suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang ada pada dirinya dan diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari. Didalam keluarga juga ada ibu dengan anak maka disitulah proses komunikasi orang tua anak dapat terjalin.
2). Pendidikan Formal
Sekolah bisa dikatakan sebagai lingkungan kedua bagi anak, dimana sekolah merupakan lingkungan yang paling berperan bagi anak setelah lingkungan keluarga dirumah. Sekolah memberikan ruang pada anak untuk mengekspresikan rasa percaya dirinya terhadap teman-teman sebayanya. 3). Pendidikan non formal Salah satu modal utama untuk bisa menjadi seseorang dengan kepribadian yang penuh rasa percaya diri adalah memiliki kelebihan tertentu yang berarti bagi diri sendiri dan orang lain. Rasa percaya diri akan menjadi lebih mantap jika seseorang memiliki suatu kelebihan yang membuat orang lain merasa kagum. Kemampuan atau keterampilan dalam bidang tertentu bisa didapatkan melalui pendidikan non formal. Secara formal dapat digambarkan bahwa rasa percaya diri merupakan gabungan dari pandangan positif diri sendiri dan rasa aman.
Dari uraian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri terdapat 3 faktor diantaranya lingkungan keluarga, pendidikan formal dan pendidikan non formal Menurut Loekmono (1983) rasa percaya diri tidak terbentuk dengan sendirinya melainkan berkaitan dengan seluruh kepribadian seseorang secara keseluruhan. Kepercayaan diri juga membutuhkan hubungan dengan orang lain di sekitar lingkunganya dan semuanya itu mempengaruhi pertumbuhan rasa percaya diri. Dalam hal ini dapat dikatakan kepercayaan diri muncul dari individu sendiri karena adanya rasa aman, penerimaan akan keadaan diri dan adanya hubungan dengan orang lain serta lingkungan yang mampu memberikan penilaian dan dukungan, sehingga mempengaruhi pertumbuhan rasa percaya diri. Dukungan yang ada serta penerimaan dari keluarga dapat pula mempengaruhi rasa percaya diri dalam hal ini adalah remaja sebagai anggota keluarga. Orangtua mampu memberikan nasehat, pengarahan, informasi kepada remaja dalam kaitannya dengan rasa percaya diri.
2.2 Komunikasi Orang Tua Dan Anak 2.2.1
Pengertian Komunikasi Menurut Raymond S.Ross (1974 dalam Rakhmat J., 2012) komunikasi
diartikan sebagai “ A transactional process involving cognitive sorting, selecting,and sharing of symbol in such a way as to help another elicit from his own experiences a mening or responses similar to that intended by the source Proses transaksional yang meliputi pemisahan dan pemilihan bersama lambang secara kognitif, begitu rupa sehingga membantu orang lain untuk mengeluarkan dari pengalamannya sendiri arti atau respons yang sama dengan yang dimaksud oleh sumber. 2.2.2 Komunikasi Orang Tua dan Anak Dalam kehidupan seorang manusia tinggal dengan keluarga dan bermasyarakat, mereka perlu memiliki keterampilan berkomunikasi agar dapat terjalin hubungan secara lancar dengan orang lain, lebih-lebih orang tua dengan remaja (Fadhillah, 2001). Dalam melaksanakan hubungan antar manusia ini sudah jelas diperlukan adanya komunikasi agar dapat saling tukar menukar informasi. Selanjutnya Fadhilah (2001), juga mengungkap bahwa komunikasi merupakan salah satu penentu harmonis tidaknya hubungan antara orang tua dengan anak atau remaja akan mempengaruhinya kemudian. Melalui komunikasi, remaja remaja dapat menemukan dirinya sendiri, mengembangkan konsep diri dan dapat menetapkan hubungan. Hubungan orang tua dengan anaknya akan menetukan kualitas dan intelektual orang tersebut.
Pendapat Fadhilah (2001) orang tua yang telah gagal dengan anak remajanya apabila semakin sering orang tua berkomunikasi dengan anak remajanya namun semakin jauh jaraknya dengan mereka, serta apabila orang tua selalu gagal untuk memotivasi anak remajanya untuk bertindak, atau dengan kata lain komunikasi antara 2 orang tidak efektif. Menyadari hal tersebut maka pentingnya komunikasi tersebut. Menurut De Vito (2011), komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia itu sendiri dimana sejak dilahirkan sudah berkomunikasi dengan lingkungannya. Dari beberapa defisini dapat disimpulkan bahwa komunikasi orang tua dengan anaknya adalah hubungan antar manusia untuk saling tukar menukar informasi sebagai salah satu penentu harmonis tidaknya hubungan antara orang tua dan anak remajanya. Sedangkan kualitas komunikasi orang tua anak dapat diartikan tingkat baik buruknya suatu proses penyampaian pesan oleh seseorang baik secara lisan maupun tulisan, secara langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk merubah tingkah laku orang lain. 2.2.3
Aspek-aspek Komunikasi Laswell (1999) menjabarkan aspek-aspek pokok dari komunikasi yaitu ada keterbukaan, kejujuran, kepercayaan, empati, dan kesediaan untuk mendengar. a. Keterbukaan Keterbukaan membantu mengetahui apa yang disukai dan tidak disukai, isi pikiran dan perasaan orang lain. Keterbukaan ini berarti mengungkapkan reaksi atau tanggapan situasi yang sedang dihadapi, serta memeberikan informasi tentang masa lalu yang berguna untuk memahami tanggapan tersebut. Perasaan tidak aman karena takut mengecewakan dan mendapat penolakan dari orang yang dicintai menjadi penghalang munculnya sikap terbuka. b. Kejujuran Kejujuran merupakan pengungkapan diri apa adanya atau sesuai dengan fakta yang terjadi. Kejujuran membantu menjelaskan perasaan, mencegah salah pengertian,
dan meredakan kemarahan dalam komunikasi. Namun untuk mendapatkan kesan yang baik, orang enggan mengungkapkan yang sebenarnya. c. Kepercayaan Menaruh kepercayaan tanpa menaruh kecurigaan akan membantu memperlancar tercapainya tujuan komunikasi. d. Empati Empati merupakan kemampuan untuk berfikir dan merasakan hal yang sesuai dengan apa yang dirasa orang lain. Empati berarti berusaha menempatkan diri pada keadaan orang lain baik secara intelektual dan emosi. e. Kesediaan untuk mendengar Mendengarkan merupakan suatu proses aktif yang membutuhkan konsep dan dilakukan pemahaman terhadap stimulus untuk memberi feedback (umpan balik), dengan demikian mendengarkan lawan bicara dan meresponnya maka dialog akan berjalan lurus.
Dari uraian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa aspek-aspek dalam komunikasi yaitu adanya keterbukaan antara orang tua dan anaknya, kejujuran, empati dan kesediaan untuk mendengarkan 2.2.4
Remaja Menurut Hurlock (1999) remaja adalah Adolescence berasal dari kata latin
adolescere yang berarti remaja, yang mengandung arti tumbuh memiliki arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Sedangkan pendapat ahli lain Chaplin (2002), masa remaja adalah periode antara pubertas dan kedewasaan. Usia remaja antara 12 sampai 21 tahun untuk anak gadis yang lebih cepat matang daripada anak laki-laki yang berusia 13 sampai 22 tahun untuk anak laki-laki. Menurut Havigurst (dalam Hurlock, 1999) seseorang remaja menghadapi tugas-tugas
perkembangan
(development
tasks).
Dalam
akhir
periode
perkembangan remaja, remaja dituntut untuk semakin matang dan dapat memenuhi tugas perkembangan tersebut pada umumnya, periode ini dialami oleh orang muda yang berada pada tingkat Sekolah Menengah Umum (SMA/SMK)
sederajat dan mahasiswa. Klarifikasi usia menurut Hurlock (1994) masa remaja awal mulai usia 13 sampai 17 tahun dimana pada usia itu merupakan masa yang penuh pertentangan dalam hubungan keluarga, dan pada saat inilah hubungan keluarga buruk merupakan bahaya psikologis pada setiap manusia, terlebih selama masa remaja karena pada saat ini anak laki-laki dan perempuan sangat tidak percaya pada diri sendiri dan bergantung pada keluarga untuk mendapatkan rasa aman. Lebih-lebih karena masa remaja berada pada posisi tengah atau peralihan yaitu setelah masa kanak-kanak dan sebelum masa dewasa. Dapat disimpulkan pengertian remaja adalah masa peralihan antara kanakkanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perkembangan fisik, seperti pertumbuhan organ-organ tubuh, perkembangan seksual, perkembangan sosial yang ditandai kurang interaksi dan komunikasi dengan orang tua yang menyebabkan seseorang remaja tidak bisa memiliki tingkat kepercayaan diri tinggi. 2.2.5
Pengaruh Komunikasi terhadap Kepercayaan diri Anak yang dimaksudkan disini adalah remaja. Menurut Hurlock (1994),
masa remaja awal merupakan masa yang penuh dengan pertentangan dalam hubungan dengan keluarga, dan pada saat itulah hubungan keluarga berada pada titik rendah. Hubungan keluarga yang buruk merupakan bahaya psikologis pada setiap manusia terlebih selama remaja karena pada saat ini anak laki-laki dan perempuan sangat tidak percaya diri sendiri dan bergantung pada keluarga untuk mendapatkan rasa aman terlebih pada anak perempuan cenderung lebih dekat pada ibunya daripada anak laki-laki. Hal ini didukung Loekmono (1983) yang
mengemukakan
bahwa
kebanyakan
unsur-unsur
yang
membentuk
atau
menhambat perkembangan rasa percaya diri seseorang dberasal dari dalam pribadi individu itu sendiri, tetapi ada juga berasal dari norma dan pengalaman keluarga. Melalui komunikasi remaja dapat menemukan dirinya sendiri dan dapat menetapkan hubungan remaja dengan lingkungan. Pengaruh orang tua dengan anak remajanya akan menetukan kualitas orang tersebuthal ini didukung oleh rakhmat (2002) bahwa komunikasi menentukan kualitas hidup kita karena komunikasi menyentuh segala aspek hidup kita. 2.3 Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan Hasil penelitian Siska, Sudardjo, dan Esti tahun 2006 (UGM), pada mahasiswa Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi (UKRIM) menghasilkan koefisien korelasi sebesar r = - 0,725 dengan P < 0,01 yang berarti ada hubungan yang
negative
signifikan
antara
kepercayaan
diri
dengan
komunikasi
interpersonal. Berarti semakin rendah kepercayaan diri, maka semakin tinggi komunikasi interpersonalnya dan juga sebaliknya. Hasil penelitian lain yang relevan adalah dengan hasil penelitian Hermadi Fajar arifin dengan judul penelitian pengaruh kepercayaan diridengan komunikasi interpersonal yaitu dengan koefisien regresi 0.572 , dengan p < 0.05 (2011). Penelitian yang dilakukan oleh Jawa Pos tahun 2001 tentang percaya diri, menunjukkan bahwa setengah dari responden yang berjumlah 420 siswa SMA / SMK dan Perguruan Tinggi mengaku pernah mengalami rasa rendah diri disebabkan kekurangan dalam hal tampilan fisiknya yaitu sekitar 33,9 % karena perbedaan cara berfikir, 24,3 % dan yang ketiga karena faktor lingkungan 23,5
2.4 Hipotesis Berdasarkan teori yang telah diuraikan maka, dapat diajukan suatu hipotesis atau dugaan sementara mengenai “Pengaruh Komunikasi Orang Tua – Anak Terhadap Kepercayaan Diri Siswa” yaitu : “ Ada pengaruh yang signifikan Antara Komunikasi Orang Tua-Anak terhapat kepercayaan diri Remaja.” Ho : r x y ≤ 0
: Artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara
Kualitas Komunikasi Orang tua-anak terhadap kepercayaan di Remaja. Hi : r x y ≥ 0
: Artinya ada pengaruh yang signifikan antara Kualitas
Komunikasi orang tua-anak terhadap kepercayaan diri remaja.