BAB II LANDASAN TEORI II.1. Proses Permesinan EDM (Electric Discharge Machine) Pada era sekarang ini proses permesinan sudah amatlah maju dilengkapi dengan teknologi-teknologi yang canggih. Proses permesinan dibagi, 1. Proses konvensional, Proses pemotongan material menggunakan pahat, proses konvensional memang lebih murah tapi jika dihadapkan untuk pemotongan dengan material logam dengan kekuatan, kekasaran dan keuletan tinggi akan mengalami kesulitan. 2. Proses non-konvensional, dimana proses pemotongan material sudah tidak menggunakan pahat melainkan energi. Lahirnya proses non-konvensional didorong oleh kebutuhan proses permesinan yang tidak bisa dicapai dengan proses permesinan konvensional. Proses tersebut antara lain, 1. Pemotongan material dengan sifat-sifat, memiliki kekuatan tinggi, kekasaran tinggi, keuletan tinggi dan lain-lain. 2. Pemotongan dengan bentuk geometri yang ireguler atau komplek, misalnya pembuatan roda gigi dalam, pembuatan model radius-radius kecil dan lain sebagainya. 3. Menghindari cacat yang diakibatkan oleh pahat pada proses permesinan konvensional. Secara umum berdasarkan energi yang digunakan, proses non-konvensional dibagi menjadi empat jenis, mekanik, elektrik, kimia dan termal. EDM termasuk dalam proses non-konvensional memanfaatkan energi termal. Proses pengerjaan 6
material pada mesin EDM terjadi oleh sejumlah loncatn bunga api listrik pada celah diantara katoda (benda kerja) dengan anoda (elektroda). Proses permesinan EDM didasarkan pada melting temperatur bukan kekerasan sehingga mesin ini mampu memotong material yang keras sekalipun.
Drilling Sinking dengan EDM
Die sinking Slicing pahat piringan putar
Proses EDM
Cutting dengan EDM
Slicing pahat pita metal Wirecut
Gerinda dengan EDM
Surface Grinding Profile Grinding
Gambar 2.1 Diagram Permesinan EDM [1]
Secara garis besar proses permesinan EDM dapat dijelaskan dari diagram diatas. Dimana dari diagram diatas proses wirecut termasuk dalam klasifikasi EDM sebagai proses pemotongan. II.2. Wirecut (Wire EDM) Pada prinsipnya proses pengerjaan material pada mesin wirecut adalah menghubungkan catu daya pada pahat yang berupa kawat berdiameter tertentu dan benda kerja berada di dalam sebuah cairan dielektrikum. Pahat dan benda
7
kerja dihubungkan dengan katub saling berlawanan. Pahat (kawat) sebagai katub negatif dan benda kerja sebagai katub positif Lintasan Elektroda kawat dikontrol dengan CNC Bunga api listrik menyebabkan pengikisan benda kerja
Cairan dielektrik bertekanan
Elektroda kawat tidak pernah menyentuh benda kerja
Gambar 2.2 Lintasan Elektroda Kawat [2]
Pada proses wirecut elektroda kawat tidak pernah menyentuh benda kerja, proses pengerjaan material dilakukan oleh sejumlah loncatan bunga api listrik yang terjadi pada celah diantara katoda berupa pahat (elektroda kawat) dengan anoda berupa material (benda kerja). Bunga api listrik ini meloncat dari elektroda kawat menuju benda kerja dan mengikis material yang berada diantara elektroda kawat dengan benda kerja. Loncatan bunga api listrik tersebut tidak terjadi secara kontinyu melainkan secara periodik terhadap waktu. II.2.1. Proses Pengerjaan Material Proses pemotongan pada wirecut dapat diuraikan sebagai berikut, setiap loncatan bunga api listrik berenergi tinggi akan menumbuk benda kerja. Hal ini akan menyebabkan perubahan energi listrik menjadi energi panas, sehingga permukaan benda kerja dan elektroda kawat akan mengalami kenaikan suhu yang 8
tinggi kurang lebih 8000 0C-12000 0C. Panas tersebut cukup untuk membuat benda kerja maupun elektroda kawat meleleh dan mengakibatkan terjadinya penguapan. Penguapan tersebut akan menimbulakn gelembung udara yang akan terus menguap dan mengembang sesuai dengan kenaikan suhu yang terjadi. Pelelehan dan penguapan pada benda kerja jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan pelelehan maupun penguapan pada elektroda kawat. Setelah terjadi loncatan bunga api listrik, maka aliran listrik berhenti sesaat (OFF Time period), sehingga menyebabkan penurunan temperature secara signifikan yang disebabkan oleh cairan dielektrik. Hal ini menyebabkan lelehan material benda kerja maupun lelehan elektroda kawat membeku dengan cepat dan gelembung uap meledak, sehingga terpencar keluar dari permukaan dan meninggalkan bekas yang berupa kawah-kawah halus pada permukaan material. Hasil pembekuan tadi dibawa keluar oleh cairan dielektrik. Tegangan dan arus mengendalikan bunga api listrik yang timbul diantara elaktroda kawat dan benda kerja
Elektroda Kawat
Benda Kerja
Cairan elektrik yang telah dideionisasi memutari elektroda kawat dan benda kerja
EDM Power Supply
Gambar 2.3 Pembangkitan tegangan dan ArusListrik [2]
9
Cairan dielektrik berperan sebagai penghambat tegangan hingga tegangan yang dibutuhkan cukup. Kemudian cairan terionisasi dan terjadi bunga api listrik. Bunga api listrik secara cepat melelehkan dan menguapkan bahan benda kerja
Elektroda Kawat
Cairan Dielektrik
Benda Kerja
Gambar 2.4 Pengikisan Benda kerja pada saaat ON-Time [2]
Elektroda Kawat
Cairan Dielektrik
Sesaat setelah proses pelecutan bunga api terjadi, benda kerja didinginkan oleh cairan dielektrik bertekanan dan partikel hasil pengikisan terbilas keluar
Benda Kerja
Gambar 2.5 Pembersihan partikel ketika kondisi OFF-Time [2]
Elektroda Kawat
Benda kerja yang meleleh membentuk geram. Sebuah saringan membersihkan geram dan cairan dielektrik bisa dipakai kembali
Benda Kerja
Gambar 2.6 Pembuangan Geram saat Pengulangan Siklus [2]
10
II.2.2. Variabel Proses pada Wirecut. Variabel pada mesin wirecut adalah, 1. ON time dan OFF time. Loncatan bunga api harus terjadi (ON-Time) dan berhenti (OFF-Time) selama proses pemotongan pada mesin Wirecut. Pada saat ON-Time terjadi maka timbul tegangan listrik pada celah antara elektroda kawat dan benda kerja begitu pula sebaliknya pada saat OFF-Time teganggan listrk pada elektroda kawat tidak timbul. Maka dari itu prroses pemeotongan pada mesin Wirecut hanya terjadi pada saat ON-Time. Untuk mendapatkan waktu ON-Time yang lama, dapat diperoleh dengan menetapkan waktu ON-Time lebih lama, dengan cara setting pada EPacknya. Akan tetapi kondisi seperti ini bisa menyebabkan hubungan pendek terjadi dan mengakibatkan putusnya elektroda kawat. Dengan putusnya elektroda bisa menyebabkan munculnya skret/step pada permukaan benda kerja. Hal ini sangat berpengaruh pada nilai kekasaran permukaan. Untuk mendapatkan permukaan yang rata/halus maka kondisi ON-Time harus lebih panjang. 2. ON-Time dan loncatan bunga api listrik. Proses pemotongan dimulai ketika elektroda kawat mempunyai jarak yang tepat antara benda kerja dengan celah pemotongan pada saat ON-Time dan loncatan bunga api listrik terjadi. 3. Gap (Celah) Prinsip pengaturan gap pada proses pemotongan adalah dengan menentukan besarnya tegangan referensi. Servo motor selalu menjaga dan mengatur jarak antara katoda (benda kerja) dengan anoda (elektroda kawat) sesuai dengan besarnya tegangan referensi yang ditentukan. Nilai teganggan referensi 11
yang kecil mengakibatkan jarak antara benda kerja dengan elektroda kawat terlalu dekat dan hubungan pendek bisa terjadi sehingga menyebabkan putusnya elektroda kawat. 4. Servo Speed. Merupakan besarnya kecepatan meja kerja untuk menyesuaikan kecepatan pemotongan antara elektroda kawat dengan benda kerja. 5. Cairan Dielektrik. Loncatan bunga api listrik yang terjadi di udara tidaklah stabil dan tidak bisa digunakan untuk pemotongan. Untuk mendapatkan loncatan bunga api listrik yang stabil maka diperlukan cairan dielektrik. Dengan cairan dielektrik maka loncatan bunga api listrik bisa stabil dan pendinginan dapat dilakukan serta pembuangan geram bisa efisien. Variabel diatas merupakan sejumlah variabel yang umum dan mendasar pada mesin wirecut, sedangkan pada proses permesinan aktual masih banyak variable yang perlu diperhatikan agar didapatkan loncatan bunga api listrik stabil dan hasil permesinan memuaskan. II.2.3. Pembilasan Geram (Flushing) Aliran cairan dielektrik yang mengalir pada celah antara benda kerja dengan elektroda kawat berfungsi untuk membawa geram saat pemotongan dengan wirecut proses ini disebut flushing. Flushing yang tidak sempurna akan menyebabkan penimbunan partikel-partikel (geram) hasil proses pemotongan pada celah hasil pengerjaan.
12
Penimbunan geram pada celah antara elektroda kawat dengan benda kerja dapat menyebabkan, 1. Loncatan bunga api yang terjadi menjadi tidak teratur. 2. Terjadi hubungan singkat antara elektroda kawat dengan benda kerja sehingga menyebabkan elaktroda kawat putus. 3. Terjadi busur api listrik yang dapat menimbulkan skret pada permukaan benda kerja. Untuk mendapatkan hasil proses permesinan yang memiliki kpresisian dan permukaan hasil potongan halus metode flushing dengan pemberian jarak antara permukaan benda kerja dengan nozzle amat diperhatikan. Dengan pemberian jarak dimungkinkan pergerakan geram lebih mudah. Pada umumnya flushing yang terjadi sering tidak sempurna, hal ini disebabkan peletkan benda kerja serta bentuk benda kerja yang beranekaragam. Agar proses Flushing bisa terjadi sempurna proses pengerjaan wirecut harus memenuhi jarak minimal benda kerja dari nozzle sebesar ± 0.5 cm.
Gambar 2.7 Flushing [3]
13
II.2.4. Elektroda Kawat Saat ini banyak elektroda kawat dengan karakteristik spesifik yang dianjurkan untuk digunakan dalam proses pemotongan tertentu. 1. Elektoda kawat tembaga, Elektroda ini mempunyai banyak kekurangan diantaranya mempunyai flushability rendah, mempunyai kekuatan tarik rendah serta cepat panas saat terjadi proses pemotongan. 2. Elektroda kawat kuningan, Elektroda yang sering dipakai, dibandingkan dengan elektroda kawat tembaga, elektroda ini memiliki kekuatan tarik lebih besar dan nilai penguapan lebih rendah. 3. Elektroda kawat khusus dan berlapisan, Dipakai untuk proses pemotongan dengan material benda kerja yang memiliki karakteristik tertentu. Beberapa elektroda kawat tersebut antara lain, a. Coated copper core wire, kawat ini sangat cocok untuk pengerjaan dengan kecepatan tinggi dan benda kerja tebal namun hasil pengerjaannya kasar. b. Coated brass core wire, carbaide sangat cocok dikerjakan dengan kawat ini. c. Molybdenum wire, kawat dengan diameter kecil sehingga memiliki tingkat kepresisian tinggi namun sangat mahal harganya. d. Coated Molybdenum wire, memiliki kecepatan potong yang rendah untuk memperbaiki karakteristiknya biasanya dilapisi lagi dengan graphite. 14
e. Coated steel core wire, kawat dengan karakteristik khas, dengan inti baja (untuk kekuatan bahan tinggi) dilapisi tembaga (untuk konduktifitas) dan juga kuningan (untuk kualitas hasil pemotongan). II.3. Proses Permesinan dengan Adptive Control Penerapan Adaptive control adalah Teknik selanjutnya setelah teknologi adaptive control dipelajari secara menyeluruh dan jelas, merupakan gabungan dari proses-proses dilakukan secara maksimal pada berbagai proses permesinan. Proses permesinan sendiri memiliki banyak pola seperti pengerjaan pada permukaan rumit (bentuk profil), proses pemisahan nozzle serta pembentukan sudut permesinan. Yang termasuk dalam Adaptive control antara lain, 1. PM control, berfungsi mencegah Elektroda kawat putus dan mengontrol energi mesin sejak proses pemotongan. 2. CM control, berfungsi mencegah pelengkungan sudut (corner sagging) dan pengerukan (gouging) yang terjadi pada bagian sudut. 3. EM Control, berfungsi memperkecil rongga-rongga yang extrim pada suatu titik akibat proses permesinan. 4. OM control, berfungsi mengurangi kesalahan dimensi permukaan pada bagian lengkung maupun lurus. 5. BM control, berfungsi mencegah retakan dan hancur ketika material yang di kerjakan berupa CBN atau PCD.
15
II.3.1. PM control Proses PM control meliputi, a. Setting otomatis pada mesin. Kondisi permesinan dimulai dengan mengatur diameter dan material elektroda kawat yang akan dipakai, material benda kerja dan pemilihan PM-Mode. Operator mesin juga menentukan kondisi E-pack untuk setiap ketebalan. b. Setting bagian yang berpasangan sesuai pola permesinan. Seperti pembebasan jarak nozzle agar tidak menabrak benda kerja, dengan cara mendekatkan nozzle ke benda kerja, Untuk nozzle bagian atas dikasih jarak sebesar plat tipis diatas benda kerja. c. Mendeteksi otomatis ketebalan benda kerja. Ketebalan benda kerja dideteksi otomatis oleh mesin,untuk beberapa material memerlukan energi mesin yang maksimal. Pemrograman yang rumit juga bisa mengubah kondisi mesin sehingga berpengaruh pada ketebalan benda kerja. d. Mencegah putusnya elektroda kawat. Putusnya elektroda kawat harus dihindari untuk setiap proses permesinan karena dengan putusnya elektroda kita membutuhkan energi cukup besar untuk mengembalikan ke posisi ready. II.3.2. Pengaturan PM control PM control adalah pengaturan kondisi mesin yang dipengaruhi oleh kondisi benda kerja. Pengaturan PM control dilakukan pada mode ESPER pada
16
monitor mesin. Di sini kita bisa mengatur PM control sesuai dengan keinginan kita. PM control dibagi empat mode dalam pengaturanya yaitu, 1. Varying, memiliki wire speed dan IP (loncatan bunga api listrik) tinggi. 2. Optimum, kecepatan wire dan loncatan bunga api optimum biasa dipakai untuk material yang tebal. 3. OFF, PM control dimatikan sehingga kita bisa mengatur besarnya teganggan, kecepatan wire secara manual pada saat proses pemotongan dilakukan, tapi kelemahannya jika kita mengerjakan benda kerja berbentuk profil elektroda kawat akan mudah putus. 4. Thin, dipakai untuk benda kerja memiliki ketebalan kecil atau plat tipis. OFF
Gambar 2.8 PM Control saat mode OFF
17
PM control dapat dipakai pada, 1. Tipe Elektroda kawat dan Benda kerja, Tipe elektroda kawat : BS wire (Ø 0.2 sampai Ø 0.3) Jenis benda kerja : Steel, Tungsten Cabide (WC-Co), Cooper (Cu), Alumunium (Al). 2. Spesifikasi pada Ketebalan benda kerja dan sudut kemirirngan nozzle, 3. PM control dengan lebar sudut kemiringan khusus, Ketika menggunakan PM control dengan lebar sudut kemiringan khusus pada nozzle, tekanan fluida yang diberikan diantara nozzle akan mengalami penurunan bila dibandingkan dengan kondisi nozzle biasa. Dengan demikian nozzle dan benda kerja tidak terjadi benturan karena pemberian tekanan tersebut, selanjutnya pembebasan nozzle untuk membentuk sudut kemiringan dapat terealisasi. 4. Pengaturan kecepatan. PM control bisa dipakai untuk mengatur kecepatan pemotongan. Jika pekerjaan menuntut cepat selesai kita bisa meningkatkan kecepatan akan tetapi hal ini juga mempengaruhi putusnya elektroda kawat. Namun jika elektroda sering putus maka kita juga bis amenurunkan kecepatan potongnya. Model pemakaian PM control pada berbagai letak nozzle terhadap benda kerja, 1. Model pembebasan nozzle, model ini dipakai jika benda kerja memiliki perbedaan ketebalan.
18
2. Model sentuhan nozzle, dipakai untuk benda kerja yang memiliki ketebalan merata, biasanya nozzle atas dengan benda kerja diberi jarak dengan plat tipis supaya tidak terjadi gesekan atau benturan. 3. Model plat tipis, benda kerja yang dipakai ketebalannya < 5mm. II.4. Permukaan (Surface). Dalam ruang atau 3 dimensi permukaan di definisikan sebagai bata-batas dalam bentuk 2 dimensi yang dihubungkan dengan titik membentuk suatu bidang. Pada permukaan terdapat ketidakteraturan susunan dan condong membentuk pola berupa alur-alur tidak teratur. Permukaan merupakan bagian pertama yang dijadikan batas untuk memisahkan suatu benda dengan benda lainnya maupun dengan lingkungan sekitarnya. Untuk itu permukaan memiliki karakteristik – karakteristik tertentu. Karakteristik suatu permukaan memegang peranan penting dalam perancangan komponen mesin/peralatan. Banyak hal yang perlu dinyatakan dengan jelas tentang karakteristik permukaan misalnya dalam kaitannya dengan gesekan, keausan, pelumasan, tahanan kelelahan, perekatan dua atau lebih komponen-komponen mesin dan sebagainya. Dalam hal ini saya akan membahas salah satu karakteristik permukaan mengenai kekasaran permukaan/Raughness (Ra).
Gambar 2.9 Berbagai Bentuk Permukaan [4]
19
Kekasaran permukaan sangat penting bila dihubungkan dengan fungsi komponen. Pembuatan komponen tidak semata-mata harus semuanya dengan nilai kekasaran yang kecil atau halus, tetapi harus benar sesuai fungsi dan permintaan perancang (designer). Untuk mendapatkan karakteristik permukaan yang diinginkan, tidak terlepas dengan alat ukur dan cara atau metode pengukurannya serta pemotong permukaan dengan metoda dan teknik tertentu untuk mendapatkan karakteristik permukaan, terutama tentang kekasaran permukaan yang diinginkan dapat tercapai. II.4.1. Tekstur Permukaan (Surface Texture) Semua alur-alur kecil yang tidak teratur terbentuk pada permukaan dan condong membentuk suatu pola disebut sebagai tekstur permukaaan. Tekstur permukaan memiliki beberapa komponen antara lain, 1. Tekstur utama berupa Roughness, ketidakteraturan alur pada permukaan yang diakibatkan oleh penyayatan pada proses produksi awal, berupa bekas-bekas sayatan kecil.
Gambar 2.10 Roughness [4]
2. Tekstur
tambahan
berupa
waviness,
yaitu
komponen
tekstur
permukaaan karena saling tumpang tindihnya roughness. Waviness disebabkan karena factor mesin, getaran, kemelencengan mesin, chatter, heat treatment.
Gambar 2.11 Waviness [4]
20
Selain dua komponen diatas juga terdapat jarak dari pola permukaaan yang dominan pada ummumnya diakibatkan oleh proses permesinan disebut lay. Juga Form yang merupakan bentuk keseluruhan pada permukaan terdiri dari roughness dan waviness. Dari tekstur permukaan maka dapat dikategorikan suatu permukaan bisa disebut kasar dan halus. Perbedaan antara kasar dan halusnya permukaan dapat dilihat dengan menyentuh dan melihat penampilannya. Dalam menentukan hal tersebut sangatlah subjektif dimana perbedaan pendapat diantara dua pengamat dalam mengamati permukaan. Di mana satu pengamat bisa mengatakan sangat halus dan pengamat lain cuma mengatakan halus. Pada proses permesinan pun dengan proses bubut, grinding atau wire juga menyebabkan perbedaan tingkat kehalusan permukaan. Di lapangan angka kakasaran dan kehalusan permukaan sangat penting dan berpengaruh pada ongkos produksi. Waviness Lay
Roughness
Gambar 2.12 Tekstur Permukaan
II.4.2. Kekasaran Permukaan. Hasil penyayatan benda kerja yang dihasilkan setelah mengalami perlakuan pada mesin potong meliputi pengurangan ukuran- ukuran karena pemakanan dilakukan oleh pahat/elektroda. Hasil penyayatan dapat dikatakan 21
baik atau buruk didasarkan pada dua faktor, yaitu ketepatan pada ukuranukurannya (kepresisian) dan tingkat kualitas permukaan yang dihasilkan. Melihat kedua faktor tersebut maka hasil penyayatan dapat dikatakan baik apabila benda yang dihasilkan sesuai dengan ukuran yang dikehendaki dan permukaan benda kerja mempunyai tingkat kekasaran yang halus. Benda kerja yang dikerjakan dengan mesin dan dilakukan penyayatan pada permukaannya tidak dapat rata atau halus sama sekali, tetapi akan meninggalkan
bekas
berupa lembah dan puncak yang disebut kekasaran permukaan. Kriteria mengenai
kasar
dan
halus
masih
ditentukan
melalui pengukuran dari
permukaan setelah perlakuan. Kekasaran permukaan didefinisikan sebagai ketidakaturan konfigurasi permukaan pada suatu benda atau bidang. Dalam hal ini konfigurasi permukaan yang dihasilkan dari proses permesinan terutama wire cutting adalah konfigurasi tingkat ketiga yaitu berupa alur (grooves). Parameter-parameter pada kekasaran permukaan dapat dilihat pada gambar berikut,
Gambar 2.13 Parameter Keaksaran Permukaan [5]
22
Keterangan gambar 2.13 Parameter kekasaran permukaan, 1. Profil Geometrik Ideal, Profil ini merupakan profil permukaan benda kerja sempurna dapat berupa garis lurus, lengkung, ataupun busur tergantung pada bentuk bidangnya. 2. Profil Terukur, Suatu profil yang terukur oleh alat ukur. 3. Profil Referensi/Acuan/Puncak, Profil
yang
digunakan
sebagai
acuan
untuk
menganalisis
ketidakteraturan konfigurasi permukaan. Profil ini dapat berupa garis lurus atau garis dengan bentuk sesuai profil geometri ideal serta menyinggung permukaan tertinggi dari profil terukur dalam suatu panjang sampel. 4. Profil Tengah, Yaitu salah satu profil referensi, dimana profil referensi yang digeserkan kebawah (arah tegak lurus terhadap profil geometri ideal pada suatu panjang sampel) sedemikian rupa sehingga jumlah luas bagi daerah-daerah di atas profil tengah sampai ke profil terukur adalah sama dengan jumlah dari daerah-daerah di bawah profil tengah sampai ke profil terukur. 5. Profil Dasar, Merupakan profil referensi yang digeser ke arah tegak lurus profil geometri ideal menyinggung titik terendah dari profil terukur pada permukaan benda kerja.. 23
Parameter permukaan dapat didefinisikan dengan dimensi pada arah tengah, arah mendatar, dan arah tegak. Untuk dimensi tegak dikenal beberapa parameter yaitu, 1. Kekasaran Total (Rt/Rmax), Merupakan jarak rata-rata antara profil referensi dan profil dasar dengan satuan micron meter. 2. Kekasaran perataan, Merupakan jarak rata-rata antara profil referensi dengan profil terukur. Persamaan matematik untuk mendapatkan kekasaran perataan adalah sebagai berikut, Rρ =
dx
(µm)…2.1
3. Kekasaran rata-rata aritmatis (Ra) Kekasaran rata-rata aritmatis merupakan harga rata-rata aritmatis dari nilai absolut jarak antara profil terukur dengan profil tengah. Secara matematis dapat dirumuskan, Ra =
h1 | dx
(µm)…2.2
4. Kekasaran rata-rata kuadratik (Rg) Adalah akar bagi jarak kuadrat rata-rata antara profil terukur dengan profil tengah. Persamaanya adalah sebagai berikut,
Rg =
dx
24
(µm)…2.3
5. Kekasaran total rata-rata (Rz) Merupakan jarak rata-rata profil alas ke profil terukur pada lima puncak tertinggi dikurangi jarak rata-rata profil alas ke profil terukur pada lima lembah terendah. Kekasaran total dapat dicari dengan persamaan, Rz = Σ [ R1 + R2 + …+ R5 – R6 – R7 - … - R10 ]/5
(µm)…2.4
Dari parameter di atas Kekasaran aritmatis (Ra) lebih sering dipakai dalam mengidentifikasi permukaan daripada parameter kekasaran yang lain. Sebenarnya kekasaran aritmatis tidak mempunyai dasar yang kuat dalam mengidentifikasi ketidakteraturan konfigurasi permukaan, karena beberapa bentuk profil dapat mempunya nilai Ra hampir sama. Namun, parameter Ra sangat cocok apabila digunakan untuk memeriksa kualitas permukaan hasil permesinan tertentu dengan jumlah yang banyak. Dibandingkan parameter lain Ra mempunyai kepekaan lebih terhadap penyimpangan/perubahan mungkin terjadi pada proses permesinan. Dengan demikian, jika permukaan produk dimonitor dengan mengukur Ra tindakan pencegahan dapat langsung cepat dilakukan jika tanda-tanda bahwa ada peningkatan angka kekasaran produk. Sehingga antisipasi lebih dini dapat diterapkan untuk mencegah kegagalan pada suatu produk.
25
Mengenai Kekasaran aritmatis (Ra) ini ISO dapat mengklasifikasikan menjadi 12 angka kekasaran. Tabel 2.1 Angka kekasaran ISO Roughness Number [6]
Harga Kekasaran (Ra)
Angka Kelas Kekasaran
µm 50
N12
25
N11
12,5
N10
6,3
N9
3,2
N8
1,6
N7
0,8
N6
0,4
N5
0,2
N4
0,1
N3
0,05
N2
0,025
N1
Angka kekasaran ini dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan kesalahan interpretasi atas satuan harga kekasaran. Karena harga suatu parameter permukaan dapat berubah jika digunakan panjang sampel yang berlainan. Oleh karena itu,dianjurkan untuk menggunakan panjang sampel tertentu sesuai dengan tingkat kekasaran Ra sebagaimana ditunjukkan tabel 2.1. II.4.3. Pentingnya Kehalusan Permukaan Kehalusan benda kerja atau komponen hasil pengerjaan mesin selalu diperhatikan oleh kepala bengkel, teknisi, maupun ahli mesin, karena itu 26
disamping mempunyai standar kehalusan komponen juga merupakan syarat dan tuntutan dari konsumen yang menginginkan servis memuaskan. Pertimbangan penting untuk mendapatkan permukaan halus ini terutama pada bagian yang saling berhubungan. Apabila permukaan yang saling berhubungan tersebut kasar, maka akan menjadi cepat rusak sebelum operasinya dapat maksimal. Permukaan yang kasar dari komponen juga akan mengurangi efesiensi kerja karena harus diproses selanjutnya agar diperoleh permukaan yang halus. Setiap pembuatan
komponen
mesin
pasti disyaratkan
tentang kehalusan
atau
toleransi kekasarannya dan biasanya dicantumkan dalam gambar kerja komponen yang akan dibuat.
Gambar 2.14 Simbol Kekasaran permukaan pada Gambar Teknik.[5]
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekasaran permukaan hasil dari proses permesinan antara lain, 1. Bahan, Bahan merupakan faktor yang ikut menentukan kualitas hasil permesinan. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh bahan itu sendiri, seperti sifat keras, lunak, liat dan lain-lain. Sifat paling dominan terdapat dalam suatu bahan adalah sifat keras, dimana tingkat kekasaran bahan sangat bervariasi dengan kandungan kadar karbon (C) dalam bahan tersebut.
27
Untuk tiap tingkat kekerasan bahan tersebut, apabila dikerjakan pada mesin-mesin
produksi
akan
memiliki
tingkat kualitas
permukaan yang
berbeda-beda pada masing-masing tingkat kekerasan bahan tersebut. Hal ini dapat terjadi karena sifat bahan tersebut akan berakibat pada bentuk cip yang dihasilkan pada proses tersebut. Ada tiga bentuk serpihan cip yang dihasilkan, yaitu, cip patah-patah (discontinue), kontinyu (countinue) dan kontinyu tetapi ada serpihan menempel pada ujung pahat (build up edge). Discontinue cip terjadi pada bahan keras dan mudah patah, seperti besi tuang, bentuk
serpihan
ini
menghasilkan permukaan yang cukup baik. Continue cip adalah bentuk yang paling ideal, cip ini terbentuk karena proses pemotongan bahan liat, permukaan yang lebih halus dapat dihasilkan pada pengerjaan ini. Build up edge terjadi pada bahan liat dengan koefesien gesek tinggi, permukaaan yang dihasilkan akibat serpihan ini lebih
kasar dibandingkan kedua bentuk serpihan yang
disebutkan sebelumnya. 2. Loncatan bunga api listrik, Loncatan bunga api harus terjadi (ON-Ttime) dan berhenti (OFF-Time) selama proses pemotongan pada mesin Wire cut. Pada saat ON-Time terjadi maka timbul tegangan listrik pada celah antara elektroda kawat dan benda kerja begitu pula sebaliknya pada saat OFF-Time teganggan listrk pada elektroda kawat tidak timbul. Maka dari itu prroses pemeotongan pada mesin Wire cut hanya terjadi pada saat ON-Time. Untuk mendapatkan waktu ON-Time yang lama, dapat diperoleh dengan menetapkan waktu ON-Time lebih lama, dengan cara setting pada E-Packnya. Akan tetapi kondisi seperti ini bisa menyebabkan hubungan pendek terjadi dan mengakibatkan putusnya elektroda kawat. Dengan putusnya 28
elektroda bisa menyebabkan munculnya skret/step pada permukaan benda kerja. Hal ini sangat berpengaruh pada nilai kekasaran permukaan. Untuk mendapatkan permukaan yang rata/halus maka kondisi ON-Time harus lebih panjang.
Gambar 2.15 ON-Time, OFF-Time dan Voltge. [3]
3.
Kecepatan potong,
Kecepatan gerak elektroda ketika melakukan pemotongan juga menjadi salah satu penyebab halus tidaknya permukaan. Pergerakan pemotongan oleh elektroda kawat pada mesin wire diatur oleh servo. Kecepatan potong pada mesin wirecut didefinisikan besarnya kecepatan pergerakan meja menyesuaikan jarak yang tepat antara katoda (benda kerja) dan anoda (elektroda kawat). Kecepatan potong juga disesuaikan dengan Feeding (ketebalan) benda kerja. Dengan kecepatan yang tinggi bisanya dipakai untuk ketebalan material yang tipis antara 1-10mm. Pergerakan elektroda kawat terlalu cepat tidak baik dalam proses pemotongan material yang tebal dikarenakan kawat bisa putus jika memiliki kecepatan tinggi dan ini bisa merusak permukaan karena munculnya skret akibat putusnya elektroda. Begitu pula jika kecepatan elektroda terlalu lambat maka efisiensi dan efektifitas kerja bisa melambung tinggi dikarenakan terlalu lamanya proses permesinan. Oleh karena itu operator harus pandai-pandai mengatur kecepatan yang tepat dalam setiap proses permesinan sehingga didapat nilai kekakasaran permukaan bagus dengan kinerja waktu optimal. 29
4. Cairan dielektrik, Loncatan bunga api listrik bisa terjadi di udara, tatapi tidak stabil dan tidak bisa dipakai dalam proses permesinan. Untuk mendapatkan loncatan bunga api stabil diperlukan cairan dielektrik. Dengan cairan dielektrik ini maka loncatan bunga api listrik bisa stabil dengan pendinginan serta pembuangan geram bisa efisien. Dengan bersihnya permukaan dari geram maka akan membuat permukaan menjadi lebih halus. Cairan dielektrik pada mesin Wirecut berupa air destilisa atau disebut juga air aquades. Dengan air jenis ini diharapkan memiliki nilai ion yang netral,ion positip dan ion negatip memiliki nilai sama. Dari penjelasan berbagai faktor yang mempengaruhi nilai kekasaran permukaan akibat proses pemotongan pada mesin Wirecut diharapkan para operator mesin bisa lebih dini mengantisipasi permukaan benda kerja sehingga bisa diperoleh hasil yang memuaskan. Dimana sesuai dengan kriteria desaigner/konsumen dengan efektifitas kerja bagus.
II.5. Material Baja Paduan Pemilihan material harus tepat sesuai dengan penggunannya untuk menghindari kemungkinan aus/pecah disaat berproduksi. Sehingga akan menghambat proses produksi Sebenarnya perbedaan mendasar dari baja karbon dengan baja paduan terletak pada dominasi atas unsur dalam suatu baja. Baja dikatakan padu jika kompesisi unsur-unsur paduannya secara khusus, bukan baja karbon biasa yang terdiri dari unsur silisium dan mangan. Baja paduan semakin banyak digunakan.Unsur yang paling banyak digunakan untuk baja paduan, yaitu: 30
Cr,Mn, Si, Ni, W, Mo, Ti, Al, Cu, Nb dan Zr. Penambahan unsur-unsur lain dalam baja karbon dapat dilakukan dengan satu atau lebih unsur, tergantung dari karakteristik atau sifat khusus yang dikehendaki. Baja ini memiliki lebih kekuatan, kekerasan, kekerasan panas, memakai perlawanan, kemampukerasan, atau ketangguhan dibandingkan dengan baja karbon. Jika yang mendominasi sifat fisik dan mekanik adalah prosentase atau kadar karbon maka dapat disebut sebagai baja karbon sedang bila yang mendominasi sifat fisik dan mekanik adalah paduan (selain unsur karbon) maka dapat disebut sebagai baja paduan. Baja paduan dapat diklasifikasikan menjadi a. Baja paduan rendah, Bila jumlah unsur tambahan selain karbon lebih kecil dari 8%, misalnya, suatu baja terdiri atas 1,35%C; 0,35%Si; 0,5%Mn; 0,03%P; 0,03%S; 0,75%Cr; 4,5%W. Baja paduan rendah dapat didinginkan dan disepuh supaya dapat mencapai kekuatan leleh sebesar 80 – 110 ksi (550 – 760 MPa). Kekuatan leleh biasanya didefinisikan sebagai tegangan pada regangan offset 0,2%, karena baja ini tidak menunjukan titik leleh yang jelas. Dengan prosedur yang tepat baja ini dapat dilas, dan biasanya tidak membutuhkan tambahan perlakuan panas setelah pengelasan dilakukan. Untuk beberapa keperluan khusus, kadangkala dibutuhkan pengendoran tegangan. b. Baja paduan tinggi, .Baja paduan tinggi, yaitu bila jumlah unsur tambahan selain karban lebih dari atau sama dengan 8%, misalnya, baja HSS (High Speed Steel) atau SKH 53 (JIS) atau M3-1 (AISI) mempunyai kandungan unsur, 1,25%C; 4,5%Cr; 6,2%Mo;
31
6,7%W; 3,3%V. Tujuan utama dari penambahan unsur paduan sebenarnya untuk memperbaiki sifat-sifatnya. DF 2 atau SKS3 merupakan material dengan logam paduan rendah, proses hardeningnya memakai oli dan memiliki tingkat deformasi rendah. Material jenis ini memiliki mutu stabil karena dibentuk dari degassing ruang hampa pada proses penyulingan, hardness/kekerasan tinggi, komposisi dari tungsten dan dan karbit krom yang didistribusikan secara seragam sehingga tahan terhadap keausan, Bagus untuk proses permesianan karena sturktur materialnya homogen. Material sering dipakai untuk pekarjaan baja dingin, shering, blanking, punching, coining.
Tabel 2.2 komposisi kimia DF2 [7]
ASSAB
C
Si
Mn
Cr
Mo
W
DF2
0.90
0.3
1.2
0.50
0.13
0.50
Tabel 2.3 Heat treatment DF2 [7]
Heat treatment (oC)
Forging o
C
1100-850
Anealing
Hardening
Hardness (oC)
Tempering
750-800
800-850
150-200
(slow
(oil
(air
cooling)
cooling)
cooling)
Annealing
Quenching
(HB)
(HRC)
≤ 217
≥ 61
II.6. Pengukuran Pengukuran adalah suatu proses mengukur atau menilai kualitas sesuatu yang belum diketahui dengan cara membandingkan, dengan acuan standar atau 32
menguji dengan suatu alat. Pada dasarnya ada dua metode pokok pengukuran yaitu pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung. Pengukuran langsung adalah pengukuran yang dilakukan secara langsung dengan membandingkan sesuatu atau benda dengan besaran atau ukuran standar. Pada pengukuran langsung hasil pengukurannya dapat dibaca langsung pada alat ukur yang digunakan, beberapa alat ukur tersebut adalah Talysurf, surface taster dan dial indikator. Pengukuran tidak langsung adalah pengukuran yang menggunakan sistem kalibrasi dimana tidak digunakan standar ukuran secara langsung namun melibatkan beberapa komponen pengukuran yang merupakan satu sistem pengukuran. Tingkat kekasaran rata-rata permukaan hasil pengerjaan masingmasing mesin perkakas tidak sama, tergantung proses pengerjaannya. Tabel 2.4 Tingkat kekasaran rata-rata berdasarakan proses pengerjaanya [6]
Proses pengerjaan
Selang (N)
Harga Ra
Flat and cylindrical lapping
N1-N4
0,025-0,2
Superfinishing diamond turning
N1-N6
0,025-0,8
Flat and cylindrical grinding
N1-N8
0,025-3,2
Finishing
N4-N8
0,1-3,2
Face and cylindrical turning, milling
N5-N12
0,4-50,0
Drilling
N7-N10
12,5-25,0
Shaping, planning, horizontal milling
N6-N12
0,8-50,0
Sandcasting and forging
N10-N11
12,5-25,0
Extruding, cold rolling, drawing
N6-N8
08-3,2
Die casting
N6-N7
0,8-1,6
and reaming
33
Dimana N1 sampai N12 adalah kelas kekasaran dari permukaan dan Ra adalah rata-rata harga kekasarannya. Secara khusus Amstead (1978) memberikan gambaran tentang kekasaran permukaan hasil berbagai cara produksi seperti dalam bentuk gambar berikut. Tabel di atas dan di bawah sebagai ilustrasi bahwa kekasaran permukaan yang dihasilkan masing-masing material mempunyai tingkat sendiri-sendiri.
Tabel 2.5 Kekasaran Permukaan [6]
Roughness (Ra), µm Process
0.05
0.1
0.2
0.4
Superfinishing Lapping Polishing Honing Grinding Boring Turning Drilling Extruding Drawing Milling Shaping Planning
34
0.8
1.6
3.3
6.3
12.5 25
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur nilai kekasaran permukaan dalam penelitian ini yaitu Talysurf
Gambar 2.16 Talysurf
Alat ukur tersebut terdiri dari tracer head dan perangkat lunak. Rumah tracer head terbuat dari stylus intan yang mempunyai radius 0,013 mm dan gauge keduanya berfungsi untuk melakukan pengukuran permukaan untuk arah vertical maupun horizontal. Permukaan yang tidak teratur akan menyebabkan stylus bergerak. Pergerakan stylus ini akan digambarkan dalam bentuk fluktuasi gelombang elektronik oleh treacer head yang kemudian akan diperbesar oleh filter. Pada monitor bentuk kekasaran permukaan dapat dilihat dengan menggunakan mata. Pergerakan stylus ini juga dapat digambarkan di atas kertas pencatat sehingga kita dapat melihat bentuk kekasaran permukaan dengan mudah.
35
Gambar 2.17 Pengukuran Bidang Permukaan [8]
Pembacaan nilai kekasaran permukaan dapat dilakukan menggunakan rata-rata aritmatika (AA,Arithmatical Avarage) maupun menggunakan akar kuadrat rata-rata (RMS, Root Mean Square). Gambar di atas menunjukkan 11 tempat pengukuran yang mewakili permukaan benda kerja sepanjang AB. pengukuran diberi notasi huruf kecil A sampai K. Pengukuran dilakukan terhadap garis tengah CD (center line) baik untuk daerah di bawah maupun di atas garis tersebut. Apabila dihitung menggunakan rata-rata aritmatika maka semua nilai pengukuran dijumlahkan lalu dibagi dengan banyaknya tempat yang diukur. Maka persamaan matematiknya, RaAA = Σ [ RA2 + RB2 + …+ RK2 + RL ]/11
(µm)…2.5
Untuk perhitungan menggunakan RMS, maka semua nilai pengukuran dikuadratkan lebih dahulu lalu dijumlahkan kemudian diakar selanjutnya dibagi dengan banyaknya tempat yang diukur.
RaRMS
(µm)…2.6
36
Pengukuran kekasaran permukaan hasil proses permesinan menggunakan RMS akan mendapatkan hasil pengukuran yang lebih baik dibandingkan menggunakan AA . II.7. Metode - metode Pengukuran Kekasaran Pemeriksaan kekasaran dengan mata telanjang hanya memungkinkan untuk membandingkan permukaan yang satu lebih kasar dari permukaan yang lainnya dan mungkin hanya untuk perbedaan yang mencolok, untuk perbedaan kekasaran yang kecil sulit dideteksi dengan indera mata dan tidak dapat diketahui seberapa besar kekasarannya. Disamping pemeriksaan kekasaran dengan indera mata, juga dapat diperiksa dengan diraba dengan tangan. Namun cara inipun dipergunakan untuk membedakan tingkat kekasaran yang cukup jauh, sehingga tidak dapat ditentukan seberapa kasarnya. Pada saat ini teknologi pemeriksaan permukaan benda kerja/komponen mesin telah ditemukan beberapa cara untuk mengetahui tingkat kekasaran permukaan komponen. Beberapa metode pengukuran yang dapat digunakan adalah sebagai berikut, 1. Perbandingan dengan standar pengukuran, disini permukaan benda kerja dibandingkan dengan standar kakasaran permukaan yang mempunyai ukuran mikro inchi. 2. Pengukuran dengan proyektor, permukaan benda kerja disinari dan diperbesar kemudian baru dilaksanakan pemeriksaan. 3. Perantara mikroskop, disini digunakan cermin datar dan lampu satu warna, tinggi kekasaran diperiksa dengan refleksi cahaya lampu antara mikroskop obyektif dengan permukaan benda kerja. Metode 37
ini
digunakan dalam prosedur laboratorium dan jarang digunakan dalam bengkel. 4. Pemeriksaan profil permukaan, alat ini digunakan untuk mengetahui dan memeriksa bentuk profil kekasaran permukaan benda kerja. Bedasarkan empat macam metode pengukuran kekasaran permukaan di atas dalam penelitian ini menggunakan metode Pemeriksaan profil permukaan.
38