BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian PER (Price Earning Ratio).
Menurut Sugianto (2008:73) Price Earning Ratio (PER) adalah rasio ini diperoleh dari harga pasar saham biasa dibagi dengan laba per saham (EPS), Maka semakin tinggi rasio ini akan mengindikasikan bahwa kinerja perusahaan juga semakin membaik, sebaliknya jika PER terlalu tinggi juga dapat mengindikasikan bahwa harga saham yang ditawarkan sudah sangat tinggi atau tidak rasional. Menurut Garrison dan Noreen, Penerjemah Hinduan dan Tanujaya (2007:594), Price Earning Ratio (PER) adalah hubungan antara harga pasar dan laba per saham. Selain itu, PER digunakan secara luas oleh investor sebagai panduan umum untuk mengukur nilai saham. PER yang tinggi berarti bahwa investor mau membayar lebih untuk saham perusahaan, kemungkinan karena perusahaan diharapkan mempunyai pertumbuhan yang lebih tinggi daripada rata – rata pertumbuhan laba yang akan mendatang, sebaliknya jika investor yakin prospek pertumbuhan laba yang akan datang tidak bagus PER akan relatif rendah. Sedangkan menurut Surisno (2005:240), PER adalah suatu rasio yang mengukur seberapa besar perbandingan antara harga saham perusahaan dengan keuntungan yang akan diperoleh oleh para pemegang saham.
4
Untuk dapat menghitung PER dapat digunakan rumus sebagai berikut :
PER = Harga Pasar Saham EPS
1. Pengertian dari EPS (Earning Per Share) Menurut Gitman (2006:68), EPS “ represent the dollar amount earned on behalf of each outstanding share of common stock- not the amount of earnings actually distributed
to stakeholders”, dengan kata lain EPS menggambarkan
jumlah rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa. Nilai EPS yang tinggi akan sangat menarik bagi calon investor karena semakin besar nilai EPS, semakin besar kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Menurut Tandelilin (2007:241) EPS suatu perusahaan menunjukan besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan bagi semua pihak pemegang saham perusahaan. Sedangkan menurut Kasmir (2010:115) menyatakan bahwa Earning Per Share (PER) merupakan rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham. Rasio yang rendah berarti manajemen belum berhasil untuk memuaskan pemegang saham
5
2. Pengaruh PER Terhadap Return Saham.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Price Earning Ratio (PER) merupakan alat untuk para investor untuk dapat melihat harga saham pada sebuah perusahaan apakah bagus atau tidak, naik atau turun. Jika nilai PER tinggi maka investor akan menanamkan investasinya dengan harapan bahwa nilai PER yang tinggi akan mempunyai tingkat pengembalian saham tinggi, tetapi lebih baiknya para investor melakukan pembelian saham PER pada ratio industri yang memiliki PER lebih rendah karena akan berpeluang nilai saham tersebut akan meningkat sehingga peluang untuk mendapatkan capital gain. Jadi PER bisa mempunyai nilai positif dan negatif tergantung dari kesehatan keuangan perusahaan itu sendiri.
B. Jenis – Jenis Rasio Keuangan. Jenis-jenis rasio keuangan menurut Susan Irawati dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Keuangan” (2006:25) adalah :
1. Ratio Likuiditas a. Current Ratio b. Quick Ratio Atau Acid Test Ratio
6
c. Cash Ratio d. Working Capital To Total Asset Ratio 2. Ratio Leverage a. Total Debt To Total Assets b. RatioTotal Debt To Total Equity c. RatioTime Interest Earned d. RatioFixed Charge Coverage e. Ratio Debt Service Coverage 3. Ratio Aktivitas a. Total Assets Turnover b. Receivable Turnover c. Receivable Collection Period d. Inventory Turnover e. Average Day’s Turnover 4. Ratio Profitabilitas a. Gross Profit Margin b. Operating Profit Margin c. Operating RatioNet Profit Margin
7
d. Return On Assets e. Return On Equity f. Return On Investment g. Earning Per Share 5. Ratio Penilaian a. Price Earning Ratio b. Market To Book Value Ratio.”
C. Pengertian DER ( Debt to Equity Ratio) Debt to Equity Ratio menurut Kasmir (2008:157) adalah sebagai berikut : Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai uang dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara membandingkan antara seluruh utang, termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan. Dengan kata lain, rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang. Bagi bank (kreditor) semakin besar rasio ini, akan semakin tidak menguntungkan karena akan semakin besar resiko yang akan ditanggung atas kegagalan yang mungkin terjadi di perusahaan, Namun bagi perusahaan justru semakin besar rasio akan semakin baik, Sebaliknya dengan rasio yang rendah, semakin tinggi tingkat pendanaan yang disediakan pemilik dan semakin besar
8
batas pengamanan bagi peminjam jika terjadi kerugian atau penyusutan terhadap nilai aktiva. Debt to Equity Ratio untuk setiap perusahaan tentu berbeda – beda, tergantung karakteristik bisnis dan keberagaman arus kasnya. Perusahaan dengan arus kas yang stabil biasanya memiliki rasio yang lebih tinggi dari rasio kas yang kurang stabil. Rumus untuk mencari debt to equity ratio dapat digunakan perbandingan antara total utang dengan total ekuitas sebagai berikut.
Debt to Equity Ratio = Total Utang ( Debt) Ekuitas (Equity)
Contoh: Komponen Laporan Keuangan
2005
2006
Total Utang (Debt)
2.050
1.900
Total Ekuitas (Equity)
2.250
2.100
Untuk tahun 2005 : Debt to Equity Ratio
Rp. 2.050 Rp. 2.250
= 0.911 % (91%)
9
Untuk tahun 2006 : Debt to Equity Ratio
Rp. 1.900 Rp. 2.100
= 0.904% (91%)
Rasio ini menunjukan bahwa kreditor menyediakan Rp. 91,00 tahun 2005 untuk setiap Rp. 100,00 yang disediakan pemegang saham. Atau perusahaan dibiayai oleh utang sebanyak 91%. Demikian pula untuk tahun 2006 tidak jauh berbeda dengan tahun 2005, yaitu sebesar 90,4% mendekati 91%. Jika rasio rata – rata indistri untuk debt to equity ratio sebesar 80%, perusahaan masih anggap kurang baik karena berada di atas rata – rata industri. Demikian pula untuk tahun 2006 kurang baik dan tidak jauh berbeda dengan tahun 2005. Sedangkan menurut Sutrisno ( 2009:217) menyatakan bahwa Rasio hutang dengan modal sendiri ( Debt to Equity Ratio) merupakan imbangan antara hutang yang dimiliki perusahaan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini berarti modal sendiri semakin sedikit dibanding dengan hutangnya bagi perusahaan, sebaiknya besarnya hutang tidak boleh melebihi modal sendiri agar beban tetapnya tidak terlalu tinggi. Dari Analisis diatas dapat disimpulkan bahwa jika perusahaan mempunyai nilai hutang yang besar terhadap kreditor, maka bagi pihak kreditor akan menjadi kerugian yang cukup signifikan karena ketakutan akan tidak bisanya perusahaan untuk mengembalikan hutangnya, sebaliknya bagi pihak perusahaan akan
10
menguntungkan karena akan dengan modal tersebut dapat meningkatkan nilai saham perusahaan. 1. Pengaruh Debt to Equity (DER) Terhadap Return saham. Dalam penelitian yang dilakukan Yadnya (2005), menyatakan bahwa Debt to Equity Ratio (DER) yang tinggi menunjukan resiko perusahaan juga relatif tinggi, karena perusahaan membutuhkan modal pinjaman untuk membiayai operasional perusahaan. Apabila perusahaan masih membutuhkan modal pinjaman keuangan yang dihasilkan perusahaan difokuskan untuk mengembalikan modal, Ketika terdapat penambahan jumlah hutang secara absolut maka akan memnurunkan tingkat solvabilitas perusahaan, bahkan akan menimbulkan resiko yang juga besar yang selanjutnya akan berdampak dengan menurunnya return saham perusahaan. Debt to Equity Ratio (DER) yang rendah disukai kreditor jangka panjang, karena menunjukan bahwa semakin besar jumlah aktiva yang didanai oleh pemiliki perusahaan, dan semakin besar penyangga risiko kreditor yang secara tidak langsung akan meningkatkan return bagi pemilik modal. Dari penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang memliki hutang yang besar terhadap kreditor tetapi memiliki nilai saham yang tinggi maka bagi pihak investor akan lebih menguntungkan tingkat pengembalian sahamnya (return saham), sebaliknya bagi pihak kreditor semakin tinggi tingkat hutang maka semakin rendah pengembalian modal kreditor. Tetapi jika Debt to Equity Ratio (DER) Rendah lebih akan dimintai oleh kreditor, karena dengan rendahnya
11
nilai hutang dan kreditor memberikan modal lebih besar maka pengembalian aktiva akan meningkat. D. Pengertian ROE (Return On Equity). Menurut Darsono dan Ashari ( 2005:57) Return On Equity adalah ratio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba berdasarkan modal saham tertentu. Sehingga ROE merupakan ratio yang digunakan oleh Investor untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat keuntungan pengembalian modal yang akan diperoleh pemiliki modal atau para investor. Rumus untuk menghitung Return on Equity dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : ROE = Laba Bersih x 100 % Total Ekuitas
Menurut Mardiyono ( 2009:196) ROE adalah rasio yang digunakan untuk mengukur keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan laba bagi para pemegang saham. ROE dianggap sebagai representasi dari kekayaan pemegang saham atau nilai perusahaan. Menurut Riyadi ( 2006:155) Return On Equity adalah perbandingan antara laba bersih dengan modal perusahaan. Rasio ini menunjukan tingkat persentase yang dapat dihasilkan. ROE sangat penting bagi para pemegang saham dan calon
12
investor, karena ROE yang tinggi berarti para pemegang saham akan memperoleh dividen yang tinggi pula dan kenaikan ROE akan menyebabkan kenaikan saham. Menurut Tambunan (2007:179) ROE digunakan untuk mengukur rate of return (tingkat timbal balik) ekuitas. Para analisis sekuritas dan pemegang saham umumnya sangat memperhatikan rasio ini, semakin tinggi ROE yang dihasilkan perusahaan, akan semakin tinggi harga sahamnya. Menurut Harahap ( 2007:156) ROE digunakan untuk mengukur besarnya pengembalian terhadap investasi para pemegang saham. Angka tersebut menunjukan seberapa baik manajemen memanfaatkan investasi para pemegang saham. ROE diukur dalam satuan persen. Tingkat ROE memiliki hubungan positif dengan harga saham, sehingga semakin besar ROE maka semakin besar pula harga pasar, karena besarnya ROE memberikan indikasi bahwa pengembalian yang akan diterima investor akan tinggi sehingga investor akan tertarik untuk membeli saham tersebut, dan dengan hal demikian harga pasar saham cenderung akan naik. Sedangkan Menurut Lestari dan Sugiharjo (2007:196) ROE adalah rasio yang digunakan untuk mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari pengelolaan modal yang diinvestasikan oleh pemilik perusahaan. ROE diukur dengan perbandingan antara laba bersih dengan total modal. Angka ROE yang semakin tinggi memberikan indikasi bagi para pemegang saham bahwa tingkat pengembalian investasi makin tinggi. Menurut lestari dan Sugiharjo angka ROE dapat dikatakan baik apabila > 12%.
13
1. Pengaruh Return On Equity (ROE) terhadap Return Saham Pengaruh ROE terhadap Return saham sangat signifikan karena para investor akan menggunakan ROE untuk melihat seberapa bagus pengembalian saham yang akan diterima oleh para investor, semakin tinggi nilai ROE maka akan semakin tinggi tingkat pengembalian sahamnya. Equity yang besar akan mengundang para investor untuk membeli saham perusahaan tersebut dengan harapan tingginya nilai Equity yang dimilki perusahaan maka tingkat pengembalian saham akan tinggi. Saham yang diperjual belikan di Bursa Efek Indonesia mempunyai nilai yang terus mengalami perubahan, saham tersebut bisa naik, tetap, atau turun. Dengan menggunakan ROE maka akan mempermudah investor untuk mengambil keputusan untuk menanamkan investasi pada sebuah perusahaan. Saham yang cenderung naik akan banyak mengundang investor untuk memiliki saham perusahaaan tersebut, tetapi investor harus melihat historis perusahaan tersebut apakah mempunyai hutang yang besar kepada kreditor dengan melihat laporan keuangan perusahaan tersebut. Jika Pendapatan perusahaan tersebut besar tetapi didapat sebagian besar dari pinjaman, maka investor harus berhati – hati dalam mengambil keputusan, karena jika investor membeli saham yang cenderung naik tetapi historis perusahaan tidak sehat, maka saham yang dibeli investor tadi hanya memliki kenaikan yang semu sehingga pada akhirnya investor akan mengalami kerugian.
14
E. Return Saham Return Saham dapat dibedakan menjasi dua jenis yaitu return realisasi dan return ekspektasi (Hartono 2008). Return realisasi merupakan return yang telah terjadi, Return realisasi dihitung menggunakan data historis. Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja perusahaan. Return realisasi ini juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi dan risiko dimasa yang akan datang. Return ekspektasi adalah return yang diharapkan akan memperoleh investor dimasa yang akan datang. Berbeda dengan return realisasi yang sifatnya sudah terjadi, return ekspektasi sifatnya belum terjadi. Menurut (Hartono 2008) return saham adalah tingkat pengembalian saham atas investasi yang akan dilakukan oleh investor. Dalam penelitian ini return saham yang digunakan adalah Capital gain (loss). Capital gain adalah selisih laba/rugi dari harga investasi sekarang relatif dengan harga periode yang masa lalu. Jika harga investasi mengalami kenaikan atau lebih tinggi dari harga investasi periode dimasa lalu maka akan mengalami keuntungan modal (Capital gain), tetapi jika harga investasi sekarang lebih rendah dari harga investasi periode yang lalu maka terjadi kerugian modal ( Capital Loss). Sedangkan menurut Samsul (2006:291) Return saham adalah pendapatan yang dinyatakan dalam persentase dari modal awal investasi. Pendapatan investasi dalam saham ini meliputi keuntungan jual beli saham, dimana jika untuk disebut capital gain dan jika rugi disebut capital loss.
15
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa return saham adalah kemampuan investor untuk dapat menanamkan investasinya pada perusahaan dengan harapan akan mendapatkan tingkat pengembalian saham yang tinggi. Sedangkan menurut Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin (2008:6) menerangkan pengertian saham, menurut mereka saham (stock atau share)n dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas adalah pemilik perusahan yang menerbitkan surat berharga tersebut. 1. Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi Return Saham. Menurut Bramantyo (2006:2) menyatakan terdapat 2 (dua) macam analisis untuk menentukan return saham, yaitu informasi fundamental dan informasi teknikal. Informasi fundamental diperoleh dari intern perusahaan meliputi deviden dan tingkat pertumbuhan penjualan perusahaan, sedangkan informasi teknikal diperoleh diluar perusahaan seperti ekonomi, politik, dan finansial. Informasi yang diperoleh dari intern perusahaan dapat dilihat dari laporan keuangan perusahaan, yang dapat digunakan olrh pihak investor untuk pengambilan keputusan untuk melakukan investasi, Jika laporan keuangan perusahaan tersebut sehat dan memiliki propek yang bagus maka return saham perusahaan tersebut dapat meningkat.
16
Informasi laporan keuangan yang dapat mempengaruhi return saham dapat berasal dari kinerja perusahaan modal saham dan Ekuitas. Menurut Waluyo (2009:160) meyatakan bahwa Modal saham merupakan bagian dari ekuitas. Ekuitas dalam PSAK No. 21 tahun 2007 diartikan sebagai hak pemilik dalam perusahaan yaitu selisih antara set dan kewajiban yang ada, dan dengan demikian tidak merupakan ukuran nilai jual perusahaan tersebut. Tentu ekuitas berasal dari investasi pemilik dan hasil usaha perusahaan yang dapat berubah karena adanya penarikan kembali penyertaan, pembagian laba, atau rugi. Dengan demikian kriteria ekuitas terdiri atas :
Modal atau simpanan pokok anggota untuk koperasi
Saldo laba, dan
Unsur lain, misalnya tambahan setoran modal. Menurut Gunadi (2009:122) Menyatakan modal saham merupakan bagian
dari ekuitas suatu perseroan terbatas yang dikontribusikan pemilik. Perseroan terbatas ada yang (sahamnya) dimiliki oleh negara (BUMN dan BUMD) atau swasta, terbuka (sahamnya dijual kepada masyarakat) atau tertutup, domestik (didirikan di indonesia) atau asing. Ekuitas (equity) merupakan bagian hak dari pemilik perusahaan sebesar selisih antara aktiva dan kewajiban yang ada (bukan merupakan ukuran nilai jual perusahaan) yang terdiri dari setoran pemilik (modal atau simpanan pokok anggota koperasi), saldo laba, selisih penilaian kembali aktiva, sumbangan, dan unsur lainnya.
17
Dalam bukunya Gunadi menerangkan bahwa jenis saham meliputi saham dengan dan tanpa nilai nominal, biasa dan preferen. Namun, di indonesia berdasarkan ketentuan pasal 42 ayat (2) undang – undang perseroan 1995 pengeluaran saham tanpa nilai nominal tidak diperbolehkan. Dengan demikian semua saham yang dikeluarkan oleh badan indonesia harus mempunyai nilai nominal. Berbeda dengan saham biasa, saham preferen memberikan hak preferen kepada pemegang saham yang dapat berupa :
Pembagian aktiva lebih dahulu pada saat likuidasi.
Pembagian Dividen ( kumulatif non – kumulatif, partisipasi dan tanpa partisipasi dalam pembagian laba)
Convertible
Dapat ditebus kembali. Penjualan atau penempatan saham dilakukan berdasarkan harga pasar.
Selisih antara nilai nominal dan harga pasar (setoran dari para persero) merupakan agio (Kelebihan) atau disagio (kekurangan). Dalam kasus tertentu (misalnya kesulitan likuiditas) disagio saham (berdasarkan undang – undang) dapat diminta setor dari para pesero. Dalam praktik akuntansi konvensional, perkiraan agio dan disagio harus tetap dipertahankan selama saham yang bersangkutan masih ada dalam peredaran. Agio atau disagio harus dicatat terpisah untuk setiap jenis dan golongan saham. Namun dalam PSAK 21 terdapat kemungkinan untuk mengkonversi agio menjadi saham.
18
Menurut Meriewaty dan Setyani (2005:278) menyatakan bahwa kinerja perusahaan adalah pengukuran prestasi perusahaan yang ditimbulkan sebagai akibat dari proses pengambilan keputusan manajemen yang kompleks dan sulit, karena menyangkut efektivitas pemanfaatan modal, efisiensi, dan rentabilitas dari kegiatan perusahaan. Menurut Meriewaty dan Setyani (2005:278), terdapat 2 (dua) jenis kinerja perusahaan, yaitu : a. Kinerja Operasional Kinerka operasional merupakan kinerja yang diperoleh perusahaan dengan menggunakan modal tetap perusahaan tanpa adanya hutang. Hal ini ditujukan besar kecilnya laba opersional bersih setelah pajak atau net Operating Profit After Tax (NOPAT) yang diperoleh perusahaan. b. Kinerja Keuangan. Kinerja Keuangan merupakan kinerja yang diperoleh dari kinerja perusahaan dengan menggunakan hutang. Oleh karena itu, penggunaan hutang diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Jika hutang yang digunakan dapat meningkatkan kinerja perusahaan, maka penggunaan hutang memberikan manfaat bagi perusahaan.
Menurut Indonesian Stock Exchange (IDX) menyatakan bahwa Saham (stock) merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang paling popular. Menerbitkan saham merupakan salah satu pilihan perusahaan ketika memutuskan
19
untuk pendanaan perusahaan. Pada sisi yang lain, saham merupakan instrument investasi yang banyak dipilih para investor karena saham mampu memberikan tingkat keuntungan yang menarik.
Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan menyertakan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas asset perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Pada dasarnya, ada dua keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau memiliki saham
1. Dividen
Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal ingin mendapatkan dividen, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen.
Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai – artinya kepada setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham - atau dapat pula berupa dividen saham yang
20
berarti kepada setiap pemegang saham diberikan dividen sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut.
2. Capital Gain
Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Misalnya Investor membeli saham ABC dengan harga per saham Rp 3.000 kemudian menjualnya dengan harga Rp 3.500 per saham yang berarti pemodal tersebut mendapatkan capital gain sebesar Rp 500 untuk setiap saham yang dijualnya.
Sebagai instrument investasi, saham memiliki risiko, antara lain:
1. Capital Loss
Merupakan kebalikan dari Capital Gain, yaitu suatu kondisi dimana investor menjual saham lebih rendah dari harga beli. Misalnya saham PT. XYZ yang di beli dengan harga Rp 2.000,- per saham, kemudian harga saham tersebut terus mengalami penurunan hingga mencapai Rp 1.400,- per saham. Karena takut harga saham tersebut akan terus turun, investor menjual pada harga Rp 1.400,- tersebut sehingga mengalami kerugian sebesar Rp 600,- per saham.
21
2. Risiko Likuidasi
Perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan, atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini hak klaim dari pemegang saham mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan kekayaan perusahaan). Jika masih terdapat sisa dari hasil penjualan kekayaan perusahaan tersebut, maka sisa tersebut dibagi secara proporsional kepada seluruh pemegang saham.
Namun jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, maka pemegang saham tidak akan memperoleh hasil dari likuidasi tersebut. Kondisi ini merupakan risiko yang terberat dari pemegang saham. Untuk itu seorang pemegang saham dituntut untuk secara terus menerus mengikuti perkembangan perusahaan.
Di pasar sekunder atau dalam aktivitas perdagangan saham sehari-hari, harga-harga saham mengalami fluktuasi baik berupa kenaikan maupun penurunan. Pembentukan harga saham terjadi karena adanya permintaan dan penawaran atas saham tersebut. Dengan kata lain harga saham terbentuk oleh supply dan demand atas saham tersebut. Supply dan demand tersebut terjadi karena adanya banyak faktor, baik yang sifatnya spesifik atas saham tersebut (kinerja perusahaan dan industri dimana perusahaan tersebut bergerak) maupun faktor yang sifatnya makro seperti tingkat suku bunga, inflasi, nilai tukar dan faktor-faktor non ekonomi seperti kondisi sosial dan politik, dan faktor lainnya.
22
F. Penelitian Terdahulu.
Hasil dari beberapa peneliti terdahulu yang digunakan sebagai perbandingan, antara lain sebagai berikut :
Penelitian yang dilakukan oleh Ratnasari (2003) dengan menggunakan metode multiple regression ( analisis regresi berganda) dimana variabel yang diteliti adalah ROA, NPM, DER, PBV, volume perdagangan dan nilai kapasitas pasar. Penelitian ini dilakukan diperusahaan manufaktur dan perbankan di Bursa Efek Jakarta tahun 1998-2001. Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah 14 Perusahaan perbankan dan untuk menyamakan jumlah sampel maka dari perusahaan manufaktur diambil 14 Perusahaan yang aktif diperdagangkan pada Kurun waktu pengamatan. Hasil dari penelitian tersebut memperlihatkan bahwa ROA, NPM, DER, PBV, berpengaruh signifikan terhadap return saham pada perusahaan manufaktur dan perbankan.
Auliyah dan Hamzah (2006) meneliti tentang analisis karakteristik perusahaan, Industri dan ekonomi makro terhadap Return saham dan Beta saham syariah di Bursa efek Jakarta. Variabel yang digunakan adalah karakteristik perusahaan (EPS, dividen Payout, CR, ROI dan Cyclicality), Industri (jenis industri dan ukuran industri) dan makro ekonomi (kurs rupiah terhadap dollar dan PDB). Metode analisis yang digunakan adalah regresi. Hasil Penelitiannya menunjukan bahwa variabel karakteristik perusahaan (EPS, dividen payout, CR, ROI dan cyclicality) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham.
23
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu.
No. Permasalahan
Penulis
Judul
Metode
(tahun) 1.
DER Ratnasari
Pengaruh
Return (2003)
terhadap
Analisis
pengaruh
Fundamental dan resiko ekonomi terhadap
saham
faktor Regresi
return
saham
pada
perusahaan di Bursa Efek jakarta : Studi
kasus
pada
perusahaan
manufaktur dan perbankan 2
EPS, Auliyah dan Analisis
Pengaruh
Payout, Hamzah
dividen CR,
ROI
dan (2006)
Cyclicality
karakteristik
perusahaan, Regresi
Industri dan Ekonomi makro terhadap return dan Beta saham syariah dibursa efek Jakarta.
G. Kerangka pemikiran Teoritis.
Dari penjelasan tersebut diatas maka yang akan menjadi Variabel – variabel dalam penelitian ini adalah PER, ROE, DER sebagai Variabel Independen (Bebas) dan Return Saham sebagai Variabel Dependen (Variabel terkait). Sehingga kerangka pikir adalah sebagai berikut :
24
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
Price Earning Ratio (PER)
H1
Return on Equity (ROE)
H2
Return Saham
H3
Debt on Equity (DER)
25