BAB II LANDASAN TEORI 2.1
Supply Chain Management (Manajemmen Rantai Pasok) Supply chain management
berawal dari kegiatan Supply chain
management militer yang memiliki peranan yang besar dalam menentukan kemenangan perang, khususnya pada Perang Dunia II. Supply chain management ini dimanfaatkan untuk membantu proses pengiriman barang dalam Perang Dunia II. Saat ini, di era globalisasi mulai banyak perusahaan yang mencari bagaimana cara menurunkan biaya produksi. Salah satunya dengan cara memindahkan pabrik mereka ke daerah yang upah buruhnya terbilang kecil. Contohnya di Indonesia. Dari hal tersebut, supply chain management memegang peranan yang lebih penting bagi perusahaan. 2.1.1 Pengertian Supply Chain Menurut Indrajit dan Djokopranoto dalam T.n (2003), supply chain adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai ini merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang saling berhubungan yang mempunyai tujuan sama. Sedangkan menurut Schroeder dalam T.n (2010), supply chain adalah rangkaian dari proses binsis dan informasi yang menyediakan produk atau jasa daru supplier ke manufaktur, dan mendistribusikannya ke konsumen.
9
Jadi, supply chain adalah susatu sistem jaringan di perusahaan yang terhubung, terangkai saling bergantung dan saling menguntungkan dalam organisasi
yang
bekerja
sama
untuk
mengendalikan,
mengatur,
dan
mengembangkan arus material, produk, jasa dan informais dari supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel serta perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik hingga pelanggan sebagai end user. 2.1.2 Pengertian Supply Chain Management (SCM) Menurut Chopra & Meindl dalam Doli (2013), supply chain management (SCM) dipandang sebagai manajemen dari semua aliran-aliran dari informasi, produk, atau keuangan yang menghasilkan biaya-biaya di dalam supply chain. Manajemen suppply chain melibatkan manajemen dari aliran-aliran di antara dan di setiap tahap-tahap dalam sebuah supply chain untuk memaksimalkan keuntungan total dari supply chain. Menurut Chan dalam Doli (2013), supply chain management adalah proses manajemen dan sinkronisasi dari entitas, proses, dan aktifitas untuk memproduksi barang-barang dan jasa untuk para pelanggan. Secara spesifik tereverse logisticsihat pada rantai kegiatan yang tereverse logisticsibat dalam pembuatan dan pengiriman barang dan jasa, dan proses ini menggabungkan pemenuhan pesanan pelanggan. Jadi, supply chain management merupakan pengelolaan berbagai kegiatan dalam rangka memperoleh bahan mentah, dilanjutkan kegiatan transformasi
10
sehingga menjadi produk setengah jadi, kemudian menjadi produk jadi dan diteruskan dengan pengiriman ke konsumen melalui distribusi. Adapun tujuan dari supply chain management ini adalah untuk memaksimalkan hubungan potensial antara setiap bagian di dalam rantai supply chain dengan maksud untuk memberikan hasil atau produk yang terbaik kepada konsumen dan mengurangi biaya-biaya pada produk akhir. Pada akhirnya, tujuan yang hendak dicapai dari setiap rantai suplai adalah untuk memaksimalkan nilai yang dihasilkan secara keseluruhan. 2.2
Pengertian Manajemen Logistik Proses logistik berhubungan erat dengan aktivitas kehidupan sehari-hari
baik secara langsung maupun tidak langsung. Proses ini tidak hanya berputar di sekitar aktivitas pabrik, tapi juga mempunyai peran penting dalam kehidupan bermasyarakat. Konsumen baru dapat merasakan proses logistik ini jika mereka mengalami beberapa hal seperti ketereverse logisticsambatan dalam pengiriman barang, kesalahan produk dalam pengantaran barang ataupun juga jika mereka kesulitan mendapatkan produk yang mereka lihat di majalah/tabloid. Masalah di atas ini berhubungan dengan Supply chain management. Pengertian logistik menurut Wikipedia Indonesia adalah sebagai berikut: “Logistik merupakan seni dan ilmu, barang, energi, informasi, dan sumber daya lainnya, seperti produk, jasa, dan manusia, dari sumber produksi kepasar dengan tujuan mengoptimalkan penggunaan modal . Manufaktur dan marketing akan sulit dilakukan tanpa dukungan logistik. Logistik juga mencakup integrasi informasi, transportasi, inventori, pergudangan, reverse logistics dan pemaketan.”
11
Berdasarkan pengertian di atas, maka misi logistik adalah mendapatkan barang yang tepat, pada waktu yang tepat, dengan jumlah yang tepat, kondisi yang tepat, dengan biaya yang terjangkau, dengan tetap memberikan kontribusi profit bagi penyedia jasa logistik. Karenanya, logistik selalu berkutat dalam menemukan keseimbangan untuk dua hal yang amatlah sulit untuk disinergikan, yaitu menekan biaya serendah-rendahnya tetapi tetap menjaga tingkat kualitas jasa dan kepuasan konsumen. Dalam dunia bisnis yang selalu berubah, manajemen logistik yang baik merupakan sebuah keharusan. Menurut The Council of Logistics Management (CLM), organisasi pelopor logistik di Amerika Serikat, dalam Tunggal (2008;2), manajemen logistik mempunyai definisi sebagai berikut: “Manajemen logistik merupakan bagian dari proses Supply Chain yang berfungsi untuk merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan keefesienan dan keefektifan aliran dan penyimpanan barang, pelayanan dan informasi terkait dari titik permulaan (point-of-origin) hingga titik konsumsi (point-of-consumption) dalam tujuannya untuk memenuhi kebutuhan para pelanggan.” Maka dapat disimpulkan bahwa manajemen logistik merupakan bagian dari proses supply chain yang berfungsi untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan keefisienan dan keefektifan penyimpanan dan aliran barang, pelayanan dan informasi terkait dari titik permulaan (point of origin) hingga titik konsumsi (point of consumption) dalam tujuannya untuk memenuhi kebutuhan para pelanggan. Jadi terkait dengan semua hal yang ada di dalam suatu organisasi,
12
baik berupa aliran barang, pelayanan, dan informasi pada sector produk maupun jasa. 2.2.1 Cara Pengadaan Logistik Ada beberapa alternatif cara dalam pengadaan logistik. Beberapa cara pengadaan logistik tersebut adalah sebagai berikut: 1. Membeli Membeli merupakan cara pemenuhan kebutuhan logistik dengan jalan organisasi membayar sejumlah uang tertentu kepada penjual atau supplier untuk mendapatkan sejumlah logistik sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Setelah transaksi jual-beli ini selesai, barang/logistik yang telah dibeli menjadi hak milik oraganisasi. Pengadaan logistik dengan cara pembelian ini merupakan cara yang dominan dilakukan oleh organisasi. 2. Meminjam Meminjam merupakan cara pemenuhan kebutuhan logistik yang diperoleh dari pihak lain dengan tanpa memberikan kontra-prestasi (imbalan) dalam bentuk apapun. Pemenuhan kebutuhan dengan cara ini hendaknya dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan logistik yang sifatnya sementara dan harus mempertimbangkan citra baik suatu organisasi.
13
3. Menyewa Menyewa merupakam cara pemenuhan kebutuhan logistik yang diperoleh dari pihak lain dengan memberikan kontraprestasi (imbalan) sesuai kesepakatan dua belah pihak. Pemenuhan kebutuhan logistik dengan cara ini hendaknya dilakukan apabila kebutuhan logistik bersifat sementara atau temporer. 4. Membuat Sendiri Membuat sendiri merupakan cara pemenuhan kebutuhan logistik dengan cara membuat sediri yang dilakukan oleh pegawai atau suatu unit kerja tertentu. Pemilihan cara ini harus mempertimbangkan tingkat efektivitas dan efisiensinya apabila dibandingkan dengan cara pengadaan logistik yang lainnya. 5. Menukarkan Menukarkan merupakan cara pemenuhan kebutuhan logistik dengan jalan menukarkan logistik yang dimiliki dengan logistik yang dibutuhkan organisasi dari pihak lain. Pemilihan cara pengadaan logistik ini harus mempertimbangkan adanya saling menguntungkan di antara kedua belah pihak, dan logistik yang ditukarkan harus merupakan logistik yang sifatnya bereverse logisticsebihan atau logistik yang dipandang dan dinilai sudah tidak berdaya guna maupun bernilai guna lagi.
14
6. Subtitusi Subtitusi merupakan cara pemenuhan kebutuhan logistik dengan cara mengganti material lain yang memiliki fungsi sama untuk memenuhi suatu kebutuhan tertentu. 7. Pemberian/Hadiah Pemberian (hadiah) merupakan cara pemenuhan kebutuhan logistik dengan menggunakan logistik yang merupakan pemberian/hadiah dari pihak lain. 8. Perbaikan atau Rekondisi Perbaikan merupakan cara pemenuhan kebutuhan logistik dengan jalan memperbaiki logistik yang telah mengalami kerusakan, baik dengan perbaikan satu unit logistik maupun dengan jalan penukararan instrument yang baik di antara instrument logistik yang rusak sehingga instrument-instrumen yang baik tersebut dapat disatukan dalam satu unit atau beberapa unit logistic, dan pada akhirnya satu atau beberapa unit logistik tersebut dapat dioperasikan, dan kebutuhan logistik dapat dipenuhi. 2.3
Reverse Logisics Penggunaan ulang dari sebuah produk bukanlah suatu fenomena baru
(Fleischmann et al., 1997) dalam thesis karya Fang Liu, hal ini dapat dilihat dari pendaur ulangan kertas yang sudah tidak terpakai, botol minuman ringan, dan bahkan besi-besi tua yang sudah ada sejak lama. reverse logistics adalah salah satu elemen yang paling sering diabaikan dalam siklus operasi yang lengkap 15
(Grave dan Devis). Namun pada kenyataannya, reverse logistics menjadi pembicaraan hangat pada akhir-akhir ini. Bagaimana tidak, maraknya isu lingkungan saat ini, menyebabkan banyak pemerintahan di dunia mengharuskan perusahaan untuk menanggulangi sendiri masalah limbahnya. terutama untuk perusahaan elektronik yang produknya mempunyai masa hidup yang mulai menyingkat dan ini membuat pelanggan membuangnya pada tingkat yang cepat untuk mendapatkan versi terbaru. Dengan demikian, dipastikan limbah elektronik menimngkat. Reverse logistics adalah solusi yang dianggap paling tepat untuk masalah tersebut. Karena selain dapat menyelesaikan masalah di atas, ternyata dengan pengolahan reverse logistics ini, perusahaan dapat memperoleh tingkat keuntungan dengan memanfaatkan nilai dari produknya yang sudah tidak terpakai oleh konsumen. 2.3.1 Pengertian Reverse Logistics Reverse logistics didefinisakan oleh Rogers dan Tibben-Lembke dalam Chan, Felix T.S.; Chan, Hing Kai (2008) yaitu sebagai proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang efisien, efektif aliran biaya bahan baku, dalam proses persediaan, barang jadi, dan informasi terkait dari titik konsumsi ke titik asal untuk tujuan merebut kembali atau menciptakan nilai atau tepat pembuangan. Sedangkan menurut Moritz dalam T.n., (2009), Reverse Logistics didefinisikan sebagai:
16
“Proses perencanaan, implementasi dan pengendalian aliran barang masuk (inbound flow) secara efektif dan efisien serta penyimpanan barang bekas (secondary goods) dan informasi terkait yang arahnya bereverse logisticsawanan dengan supply chain tradisional yang bertujuan untuk mengembalikan nilai produk atau melakukan proses disposal yang tepat.” Reverse
logistics
adalah
proses
perencanaan,
implementasi,
dan
pengendalian secara efisien dan efektif aliran barang (bahan baku, sediaan dalam proses, atau barang jadi) dan informasi yang terkait, dari titik konsumsi balik ke titik asal. Tujuan reverse logistics adalah menangkap atau menciptakan kembali nilai atau untuk pembuangan barang-barang yang mengalir balik (Rogers dan Tibben-Lembke, dalam Sutapa, 2009). Secara sederhana reverse logistics bertujuan untuk recapture value atau melakukan proses disposal yang tepat dari barang yang sudah habis masa pakainya baik disebabkan karena kadaluwarsa, rusak atau produk gagal. Namun dalam reverse logistics, terdapat take-back activity, dimana konsumen (yang dulunya bertindak sebagai konsumen) bertindak sebagai supplier. Sedangkan konsumen dari aktifitas reverse logistics ini bisa jadi adalah manufakturer atau pihak lain yang butuh barang bekas yang masih layak pakai- baik dalam kondisi sebenarnya atau setelah pengolahan. Reverse logistics meliputi semua aktivitas logistik, namun semua barang yang ditangani mengalir dalam arah berlawanan (barang retur). Menangani reverse logistics lebih rumit daripada forward logistics, sebab waktu barang retur mengalir tidak pasti dan sulit diramalkan, dan datang lebih cepat dibandingkan waktu pemrosesan. Barang retur kebanyakan tidak teridentifikasi dan wewenang penerimaan tidak standar, kondisi barang dan/atau kemasan tidak seragam, rusak
17
atau kurang lengkap. Tambahan lagi, kebanyakan konsumen atau mitra distribusi kehilangan kepercayaan selama waktu pemrosesan (Rogers dan Tibben-Lembke, 2001; Stock et al., 2002). Rumitnya penanganan reverse logistics mengakibatkan membengkaknya biaya operasional (Trebilcock, dalam Sutapa 2009). Sebagai contoh, di Amerika Serikat biaya penanganan reverse logistics beberapa produk manufaktur rata-rata mencapai 15% total penjualan (Dowlatshahi, 2005). Lagi pula, banyak hambatan ditemui perusahaan ketika menangani reverse logistics, diantaranya manajemen perusahaan menganggap reverse logistics kurang penting, kurang kompetitif, ketiadaan sistem, dukungan finansial rendah, dan personil pengelola kurang memadai (Rogers dan Tibben-Lembke, dalam Sutapa 2009). Namun demikian, reverse logistics yang dikelola dengan efisien dan efektif berpotensi mendapatkan nilai ekonomi dan meningkatkan citra positif perusahaan di konsumen dan mata rantai distribusi (Bernon et al., 2004). Nilai ekonomi dari efisiensi reverse logistics didapat melalui pemanfaatan barang retur, diantaranya dengan memakai ulang jika masih dapat dipakai, mendaur-ulang bahan baku, perbaikan atau pabrikasi ulang untuk dijual kembali (Stock, 2001).
Sumber: Wikipedia Indonesia
Gambar 2.1 Perbedaan antara forward dan reverse logistics
18
2.3.2 Akhir Siklus Hidup Produk (End of product life cycle) Akhir -hidup (EOL) adalah istilah yang digunakan sehubungan dengan produk yang ditawarkan kepada pelanggan, yang menunjukkan bahwa produk tersebut pada akhir masa pakainya. EOL bervariasi menurut produk. Akhir kehidupan produk pada akhirnya mengarah pada konsep pembuangan - apa yang dilakukan dengan produk akhir setelah masa pakainya berakhir. Seringkali hal ini diabaikan dalam perencanaan siklus hidup. Namun dengan reverse logistics dengan sudut pandang yang baru ini diharapkan potensi nilai yang masih ada dalam produk setelah masa EOLnya (End of Life) dapat dimanfaatkan kembali (for the purpose of reca pturing value of proper disposal). Dengan menggunakan pendekatan siklus hidup, perusahaan dapat memperoleh keuntungan dari setiap pengembalian produk dengan merancang rantai pasokan reverse logistics secara efektif dan efisien. 2.4
Kinerja Rantai pasok Reverse Logistics Komitmen jajaran manajemen mengorganisasikan pengelolaan reverse
logistics berpengaruh terhadap kinerja reverse logistics. Keberhasilan pengelolaan reverse logistics membutuhkan komitmen manajemen, dalam hal menyediakan sarana-prasarana seperti organisasi dan anggaran yang memadai. Perusahaan yang komit mengorganisasikan pengelolaan reverse logistics dapat mengurangi biaya logistik dan meningkatkan kualitas layanan kepada mitra rantai distribusi (Norek, dalam Sutapa, 2009). Lebih jauh, mengorganisasikan pengelolaan reverse logistics dengan menugaskan staf dan menyediakan anggaran memadai,
19
berpengaruh terhadap pengurangan investasi untuk sediaan barang retur, peningkatan pendapatan, pemulihan aset, dan pemenuhan persyaratan lingkungan. Tambahan lagi, dengan mengorganisasikan secara terpusat pengelolaan reverse logistics dapat membantu perusahaan secara signifikan meningkatkan kecepatan respon (Richey et al., dalam Saputra, 2009). Komitmen menerapkan teknologi logistik berpengaruh terhadap kinerja reverse logistics. Komitmen perusahaan menerapkan teknologi semacam material handling otomatis untuk pengumpulan, pemilihan dan pemilahan, serta pengangkutan barang retur; penggunaan bar codes untuk identifikasi dan penelusuran sejarah barang retur, sangat berpengaruh terhadap pemulihan aset, penurunan biaya operasional, maupun peningkatan kepuasan mitra rantai distribusi (Rogers et al., dalam Saputra, 2009). Penggunaan teknologi logistik merupakan pemicu utama efisiensi operasional reverse logistics dan membantu meningkatkan kecepatan respon terhadap keinginan maupun keluhan mitra rantai distribusi. Komitmen mengorganisasikan pengelolaan reverse logistics berpengaruh terhadap kapabilitas inovasi, yakni kemampuan melakukan kustomisasi, fleksibelitas proses, serta standarisasi sistim dan prosedur. reverse logistics merupakan bisnis logistik yang rumit, oleh sebab itu dipereverse logisticsukan kapabilitas inovasi dalam menanganinya, dan untuk meningkatkan kapabilitas inovasi dipereverse logisticsukan alokasi sumber daya yang memadai. Tan et. al dalam
Saputra
(2009),
mengatakan
bahwa
komitmen
perusahaan
mengorganisasikan pengelolaan reverse logistics harus menjadi prioritas karena
20
berpotensi meningkatkan kemampuan perusahaan mengelola reverse logistics lebih baik, yakni perusahaan menjadi lebih fleksibel, dapat melakukan kustomisasi, dan dapat menangani reverse logistics secara sistematis. maka, semakin tinggi komitmen perusahaan menata dan mengendalikan reverse logistics secara terpusat, semakin tinggi pulankemampuan perusahaan dalam melakukan kustomisasi dan fleksibelitas proses pengelolaan reverse logistics. Komitmen
menerapkan
teknologi
logistik
berpengaruh
terhadap
kapabilitas inovasi. Teknologi logistik merupakan sumberdaya yang dapat membantu perusahaan mempercepat respon dalam menjawab permintaan atau keluhan mitra rantai distribusi. Keberadaan teknologi logistik, seperti material handling otomatis, bar codes, electronic data interchange, radio frekwency identifier, sangat penting bagi perusahaan dalam meningkatkan kemampuan inovasi, yakni kemampuan melakukan kustomisasi dan fleksibelitas pemrosesan reverse logistics (Rogers dan Tibben-Lembke., 2001). Selanjutnya, komitmen perusahaan dalam mengorganisasikan pengelolaan reverse logistics berpengaruh terhadap kapabilitas komunikasi. Kapabilitas komunikasi di sini adalah kemampuan komunikasi dengan mitra distribusi dan pemroses barang retur, kemampuan menindaklanjuti informasi retur dan mengintegrasikan data. Karena menurut Rogers dalam Saputra (2009), salah satu masalah serius dalam penangana reverse logistics adalah kekurang-mampuan perusahaan mengelola informasi. Dalam hal ini, jajaran manajemen seyogyanya mengorganisasikan pengelolaan reverse logistics untuk membangun kemampuan komunikasi yang memadai dalam berhubungan dengan mitra distribusi maupun 21
dengan pemroses dalam menangani barang retur. reverse logistics yang dikelola terorganisir akan lebih leluasa mengatur informasi perihal retur dengan kalangan internal dan eksternal. Komitmen
menerapkan
teknologi
logistik
berpengaruh
terhadap
kapabilitas komunikasi. Teknologi identifikasi dan penelusuran berpengaruh pada peningkatan kemampuan perusahaan melakukan komunikasi dengan jalur distribusi, pasar second, maupun dengan pelanggan akhir. Semakin tinngi komitmen perusahaan mengimplementasikan teknologi logistik dalam mengelola reverse logistics, semakin tinggi kemampuan perusahaan mengelola informasi reverse logistics. Dengan adanya teknologi perusahaan dapat leluasa menerima dan mengirim informasi produk dengan kalangan internal dan eksternal. Kapabilitas inovasi pengelolaan logistik berpengaruh terhadap kinerja reverse logistics. Penanganan reverse logistics yang inovatif berpotensi meningkatkan
pendapatan
dan
pengurangan
biaya
operasional
logistik.
Perusahaan yang lebih inovatif dalam mengelola reverse logistics dapat mengembangkan operasional organisasi lebih responsif, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pelayanan bottom line dan mengurangi permasalahan logistik yang terjadi (Morton, dalam Saputra, 2009). Selain itu, kapabilitas inovasi berkontribusi pada efisiensi operasional logistik dan efektivitas jasa layanan ke pelanggan (Mouritsen et al., 2004; Richey et al., 2005). Kapabilitas komunikasi berpengaruh terhadap kinerja reverse logistics. Perusahaan dengan kapabilitas komunikasi yang tinggi lebih responsif terhadap
22
kondisi perubahan pasar, dapat meningkatkan pelayanan terhadap mitra rantai pasok, serta dapat mengurangi biaya persediaan dan operasional. Kapabilitas komunikasi yang baik memungkinkan perusahaan memaksimalkan keuntungan, melalui transaksi yang secara intensif menggunakan sistem informasi. Pemanfaatan sistim informasi dapat mengurangi pemborosan, meningkatkan utilitas sumberdaya, pemulihan aset, dan mempermudah masalah arus kas. Kemampuan perusahaan dalam mengelola informasi logistik berpengaruh pada kecepatan respon dan kompetensi penghantaran barang oleh perusahaan.
23
2.5
Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Pengarang
Judul
Felix T.S. Chan, Hing Kai Chan (2008)
A Survey on Reverse Logistics System of Mobile Phone Industry in Hong Kong (2008)
Komitmen dan I Nyoman Sutapa Kapabilitas untuk (2009) meningkatkan Kinerja Reverse Logistics
24
Hasil Penelitian Supply chain position telepon seluler (manufaktur, wholesaler, retail dan service provider) di Hong Kong tertarik dengan adanya sistem reverse logistics, mereka juga sadar akan adanya banyak keuntungan yang bisa didapatkan dari sistem tersebut, seperti penambahan profit. Namun, banyaknya faktor-faktorfaktor seperti kebijakan perusahaan dan kurangnya sistem menjadi hambatan utama dalam penerapan reverse logistics tersebut. Pengelolaan reverse logistics melalui alokasi anggaran dan pembentukan unit pengelola tersendiri disertai pendayagunaan teknologi terutama pertukaran data secara elektronik, mampu meningkatkan kapabilitas inovasi, khususnya kemampuan kustomisasi dan flesksibilitas perusahaan dalam meningkatkan kinerja reverse logistics, dalam hal ketepatan waktu dan biasya operasional yang rendah. di sisi lain, kapabilitas komunikasi belum terbukti dapat mempengaruhi kinerja reverse logistics dikarenakan kapabilitas yang dimiliki belum dimanfaatkan secara optimal.
2.6
Kerangka Pemikiran
Permasalahan
Strategi
-Suppliers telepon seluler memandang kegiatan reverse logistics
-Reverse Logistics
-Kinerja suppliers telepon seluler -Kegiatan reverse logistics berpengaruh terhadap suppliers elepon seluler
Rumusan Masalah
Pentingnya kegiatan reverse logistics Kebijakan Perusahaan Sistem Keuangan Sumber daya aparatur Masalah hokum -Suppliers Wholesaler Retailer Service center
- Bagaimana
pandangan
suppliers telepon seluler terhadap
kegiatan
reverse logistics? - Bagaimana
kinerja
suppliers sebagai rantai pasok telepon seluler? - Bagaimana
pandangan
suppliers telepon seluler terhadap kegiatn reverse logistics?
Hipotesis Terdapat pengaruh reverse Umpan Balik
logistics terhadap kinerja suppliers telepon seluler
25