BAB II KONSEP FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
A. Deskripsi Pustaka 1. Konsep Filsafat Pendidikan Islam a. Pengertian Filsafat Secara etimologis, kata filsafat berasal dari bahasa Arab falsafah, dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah philosophy dan semuanya berasal dari bahasa yunani philosophia. Kata philosophia terdiri dari kata philain yang berarti cinta (love) dan Sophia yang berarti kebijaksanaan (love of wisdom)dalam arti sedalam-dalamnya. Mengartikan Sophia dengan pengetahuan
(wisdom
atau
hikmah). Orang
yang cinta
pengetahuan disebut philosophia atau failasuf dalam ucapan arabnya. Sementara itu secara terminologi ada banyak pendapat tentang filsafat. Pengertian filsafat dari segi istilah ini mengalami perkembangan dari zaman ke zaman.1 Ketika ditanya apa itu filsafat, seorang mahasiswa menjawab singkat: filsafat itu mencari kebenaran. Dengan cara berfikir dan bertanya terus-menerus. Tentang segala hal: dari persoalan gajah sampai persoalan semut, dari soal hokum dan politik hingga soal moral dan metafisika, dari soal galaksi hingga bakteri.2 Pendapat yang lebih jelas lagi tentang filsafat antara lain dikemukakan oleh Sidi Gazalba, Menurutnya, filsafat adalah berfikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada. 3 Selanjutnya, secara analitis operasional, pengertian filsafat dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Filsafat sebagai metode berfikir. Sebagai metode berfikir, filsafat merupakan hasil dan perenungan terhadap permasalahan hidup manusia. Dengan berfikir manusia 1
Adri Efferi, Filsafat Pendidikan islam, kudus, Nora Media Enterprise Hal 4 Adian Husaini, Filsafat Ilmu Perspektif barat dan Islam, Gema Insani, 2013 Hlm 13 3 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1997, Hlm 3 2
13
14
menemukan tingkat dan jenis berfikir, antara lain: berfikir religious, berfikir sosiologis, berfikir empiris, berfikir filosofis, dan berfikir synopsis. 2. Filsafat adalah berfikir mendalam atau berfikir radikal 3. Filsafat sebagai sikap terhadap dunia dan hidup 4. Filsaft sebagai suatu rumpum problema 5. Filsafat adalah mempertanyakan permasalahan yang ada didunia ini 6. Filsafat sebagai sistem pemikiran. Sebagai sistem pemikiran filsafat terbagi kedalam tga aspek, yaitu: logika, Erika, dan metafisika. 7. Filsafat sebagai aliran atau teori, sebagai aliran idealisme, realism, dan sebagainya. Filsafat merupakan sikap. Sebuah sikap hidup dan sikap terhadap kehidupan. Dengan melakukan penyikapan terhadap hidup maka manusia perlu mengetahui hakikat hidup ini. Pengetahuan tentang hidup ini menjadi penerang jalan kehidupan. Setelah manusia memilki jalan kehidupan maka manusia dapat mencapai tujuan hidupnya. Pengertian filsafat dari segi istilah sangat beragam. Keragaman tersebut disebabkan oleh keragaman pemikiran dan perbedaan sudut pandang ketika melihatsuatu objek filsafat. Berkenaan dengan pengertian filsafat tersebut, bisa menggunakan dan mencarikannya dengan pendekatan filosofis. Tentunya, jika hal itu yang digunakan, maka sangat wajar pendefinisian tentang filsafat sangat beragam dan bervariasi, baik dari segi makna maupun ruang lingkupnya.4 Berfilsafat berarti berfikir secara radikal, atau merenung secara mendalam terhadap segala sesuatu secara metodik, sistematik, menyeluruh atau universal untuk mencari hakikat sesuatu, "the most general science….philosophy has been both the seeking of wisdom and the wisdom tought…" (Dagobert D. Runner Dictionary of Philosophy). "Filsafat, berarti ilmu yang paling umum…..yang mengandung usaha mencari kebijaksanaan dan cinta kebijaksanaan". Para filosof Islam berusaha untuk 4
A. Heris Hermawan, Filsafat Pendidikan Islam, DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM DEPARTEMAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA, 2009, Hlm 4-5
15
mendapatkan suatu sandaran bagi pengertian tersebut dari sumber-sumber agamanya. Dan untuk itu mereka antara lain mengemukakan ayat AlQur'an surah Al-Baqarah ayat 269: Artinya : Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah). (Q.S. AlBaqarah ayat 269).5 Para filosof Islam mengemukakan perkataan "hikmah" untuk "kebijaksanaan" atau "Sophia" diatas. Hikmah mengandung kematangan wawasan, cakrawala pemikiran yang jauh, pemahaman yang mendalam, yang tidak dapat dicapai pengamatan sepintas saja. Masih ada yang menambahkan persyaratan lain dari hikmah, yaitu mengetahui pelaksanaan pengetahuan dan dapat melaksanakannya.6 Berfilsafat adalah berfikir, namun tidak semua berfikir adalah berfilsafat.
Berfikir
dalam
arti
berfilsafat
adalah
berfikir
yang
konsepsional sehingga menyentuh esensi obyek yang dipikirkan. Ada beberapa ciri berfikir secara kefilsafatan yakni sebagai berikut. 1. Radikal. Berfikir secara radikal adalah berfikir sampai ke akar-akarnya. Berfikir sampai ke hakikatnya, esensi atau sampai substansiyang dipikirkan. Manusia yang berfilsafat dengan akalnyaberusaha untuk menangkap pengetahuan hakiki, yaitu pengetahuan yang mendasari segala pengetahuan indra. 2. Universal (umum), berfikir sacara universal adalah berfikir tentang halhal serta proses-proses yang bersifat umum. Filsafat bersangkutan dengan pengalaman umum dari umat manusia (common experience of mankind) 5 6
hlm 1
Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 1 Muhammad As Said, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta, Mitra Pustaka, April 2011
16
dengan jalan penjajagan, filsafat berusaha untuk sampai pada kesimpulankesimpulan yang universal. 3. Konseptual. Yang dimaksud dengan konsep disini adalah hasil generalisasi dan abstraksi dai pengalaman tentang hal-hal serta prosesproses individual. 4. Koheren dan konsisten. Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berfikir (logis). Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi. Baik koheren maupun konsisten, keduanya dapat diartikan sebagai bagan konseptual
yang
memuat
pendapat-pendapat
yang
tidak
saling
bertentangan di dalamnya. 5. Sistematik. Dalam mengemukakan jawaban terdapat suatu masalah para filsuf atau ahli filsafat memakai pendapat-pendapat sebagai wujud dari proses berfikir yang disebut berfilsafat. Pendapat-pendapat
yang
merupakan uraian kefilsafatan itu harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu. 6. Komprehensif. Berfikir secara kefilsafatan beruaha untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan. Kalau suatu sistem filsafat harus bersifat komprehensif, berarti sistem filsafat itu mencakup secara menyeluruh, tidak ada sesuatupun yang berada diluarnya. 7. Bebas. Sampai batas-batas yang luas sehingga setiap filsafat boleh dikatakan merupakan suatu hasil dari pemikiran yang bebas. Bebas dari prasangka sosial, historis maupun kultural. Kebebasan berfikir itu adalah kebebasan yang berdisiplin. 8. Bertanggung jawab. Seseorang yang berfilsafat adalah orang berfikir sambil bertanggung jawab. Demikian uraian ciri berfikir filsafat yang menjadi parameter dalam menentukan proses berfikir seperti apa yang harus dilakukan sistem filsafat dalam pengertian sebagai suatu cara berfikir. Filsafat tidak sematamata hanya proses berfikir saja, tetapi lebih dari itu, berfikir dengan menggambarkan ciri-ciri tersebut. Manakala persoalan-persoalan yang mendasar di gambarkan secara radikal, universal, konseptual, koheren dan
17
konsisten, serta sistematik, disitulah formulasi filsafat menepati posisinya. Dalam tahap ini, filsafat diartikan sebagai suatu proses menggunakan suatu cara dan metode berfikir tertentu yang sesuai dengan objeknya. Filsafat dalam pengertian ini tidak lagi merupakan suatu kumpulan dogama yang hanya diyakini, ditekuni, dan dipahami sebagai suatu aktifitas berfilsafat, tetapi merupakan suatu proses dinamis dengan menggunakan cara berfikir yang khas dan tersendiri.7 Dalam pengertian tradisional, filsafat dipandang sebagai suatu bentuk ilmu pengetahuan, sebagai sebuah metode mencari kebenaran atau mencari pengetahuan.8 Menurut Muzayyin Arifin, filsafat pendidikan Islam pada hakikatnya adalah konsep berfikir tentang kependidikan yang bersumberkan atau berlandaskan ajaran-ajran agama Islam tentang hakikat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia muslim yang seluruh pribadinya dijiwai oleh ajaran Islam.9 Istilah filsafat pendidikan Islam mengacu pada pengertian pendidikan Islam secara filosofis, yang sampai ini istilah kejelasan pendidikan Islam masih menjadi perdebatan dalam kosep dan realitanya. Secara kelembagaan, khususnya negara Indonesia, realitas pendidikan Islam kurang mempunyai tempat yang layak dimata pemerintah. Secara sosial, lembaga pendidikan Islam juga kurang mendapat apresiasi yang menggembirakan dikalangan masyarakat, yang secara kualitatif justru mayoritas beragama Islam. fenomena ini tentu mengundang keprihatinan, apa yang menjadikan lembaga pendidikan Islam kurang menjadi pendidikan yang utama dikalangan masyarakat Indonesia? Jawaban dari pertanyaan ini mengundang wacana epistemologis yang tiada henti.10
7
Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung, CV. Pustaka Setia, Cet 1, 2011 hlm 31-32 8 Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur'an, Jakarta, PT.RINEKA CIPTA, Februari 1994, Hlm 29 9 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Op.Cit, Hlm 13 10 Ahmad Ali Riyadi, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta, TERAS Juli 2010, Hlm 1
18
Tema filsafat pendidikan Islam menjadi wacana yang belum juga ada jawabannya, belum ada kata sepakat tentang pengertian konsep pendidikan Islam, pada satu sisi. Sedangkan disisi lain masih ada pandangan bahwa pendidikan agama, khususnya Islam, merupakan wilayah individu yang tidak dapat masuk wilayah publik. Sehingga pendidikan yang diartikan secara universal mengalami keterasingan untuk dikaitkan dengan agama. Kesimpulannya, ada dua wilayah yang terpisah antara keduanya, yakni wilayah individu dan wilayah umum, antar wilayah teologi dan wilayah skuler, antara wilayah duniawi dan akhirat.11 Mengingat filsafat pendidikan Islam adalah falsafah tentang pendidikan yang tidak dibatasi oleh lingkungan kelembagaan Islam saja atau oleh ilmu pengetahuan dan pengalaman keIslaman semata-mata, melainkan menjangkau segala ilmu dan pengalaman yang luas, seluas aspirasi masyarakat muslim, maka pandangan dasar yang dijadikan titik toalk studinya adalah ilmu pengetahuan teoretis dan praktis dalam segala bidang keilmuan yang berkaitan dengan maslah kependidikan yang ada dan yang akan ada dalam masyarakat yang berkembang terus tanpa mengalami kemandekan. Inilah salah satu cirri masyarakat modern sekarang, dinamika (geraknya) terus melaju sesuai dengan tuntutan kebutuhan hidupnya yang semakin meningkat.12 Salah satu tugas pokok dari Filsafat Pendidikan Islam adalah memberikan arah dalam pencapaian tujuan pendidikan islam. Suatu tujuan pendidikan yang hendak dicapai, harus direncanakan (diprogram) melalui kurikulum pendidikan. Oleh karena itu kurikulum merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pendidikan maupun lembaga pendidikan Islam. segla hal yang harus diketahui, diresapi atau dihayati oleh anak didik harus diterapkan dalam kurikulum. Begitu juga segala hal yang harus diajarkan oleh pendidik kepada anak didiknya. Dengan demikian, kurikulum tergambar jelas secara berencana bagaimana dan apa saja yang 11 12
Ibid, Hlm 3-4 Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 2010, Hlm 28
19
harus terjadi dalam proses belajar mengajar yang dilakukan pendidik dan anak didik.13 Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam adalah filsafat pendidikan yang prinsip-prinsip dan dasarnya yang digunakan untuk merumuskan berbagai konsep dan teori pendidikan Islam didasarkan pada prinsip-prinsip ajaran Islam, filsafat pendidikan Islam berbeda dengan filsafat pendidikan pada umumnya yang tidak memasukkan prinsip ajaran tauhid, akhlak mulia, fitrah manusia sebagai makhluk yang bukan hanya terdiri dari jasmani dan akal, melainkan juga spiritual, pandangan tentang alam jagat raya sebagai tanda atau ayat Allah yang juga berjiwa dan bertasbih kepada-Nya, pandangan tentang akhlak yang bukan hanya didasarkan pada rasio dan tradisi yang berlaku dimasyarakat, melainkan juga nilai-nilai yang mutlak benar dari Allah, serta berbagai pandangan ajaran Islam lainnya.14 Secara makro, yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan Islam adalah yang tercakup dalam objek material filsafat, yaitu mencari keterangan secara radikal mengenai Tuhan, manusia, dan alam yang tidak bisa dijangkau oleh pengetahuan biasa. Sebagaimana filsafat, filsafat pendidikan Islam juga mengkaji ketiga objek ini berdasarkan ketiga cabangnya: ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Secara mikro objek kajian filsafat pendidikan Islam adalah hal-hal yang merupakan faktor atau komponen dalam proses pelaksanaan pendidikan. Faktor atau komponen pendidikan ini ada lima, yaitu tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, alat pendidikan (kurikulum, metode, dan evaluasi pendidikan), dan lingkungan pendidikan. Untuk lebih memfokuskan pembahasan filsafat pendidikan Islam yang sesuai dengan fokus penelitian ini, maka cukup
13
Abdul Ghofur, Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam Tentang Kurikulum, Jurnal AtTarbawi, Kajian Pendidikan Islam, STAIN Surakarta. Vol.3. No.1. Mei-Oktober 2005 hlm 1 14 Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, Jakarta, Rajawali Pers, 2013, Hlm 38
20
disaj ikan ruang lingkup pembahasan filsafat pendidikan Islam secara makro.15
b. Aliran Filsafat Pendidikan Ditinjau Dari Ontologi, Epistimologi, Aksiologi Ontologi berarti ilmu hakikat yang menyelidiki alam nyata dan bagaimana keadaan yang sebenarnya, apakah hakikat dibalik alam nyata ini. Ontologi menyelidiki hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata yang sangat terbatas dari pancaindra kita. Bagaimana realita yang ada ini, apakah materi saja, apakah wujud sesuatu ini bersifat tetap, kekal tanpa perubahan, apakah realita berbentuk satu unsur (monoisme), dua unsur (dualism), ataukah terdiri dari unsur yang banyak (pluralisme). Epistemologi adalah pengetahuan yang berusaha menjawab pertanyaan seperti apakah pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangka epistemologi,
pengetahuan setiap
dan
jenis-jenis
pengetahuan
manusia
pengetahuan. merupakan
Memuat hasil
dari
pemeriksaan dan penyelidikan benda hingga akhirnya diketahui manusia. Epistemologi mebahas sumber, proses, syarat, batas fasilitas dan hakikat pengetahuan yang memberikan kepercayaan dan jaminanbagi guru bahwa ia memberikan kebenaran kepada murid-muridnya. Sedangkan
aksiologi
menyangkut
nilai-nilai
yang
berupa
pertanyaan pakah yang baik atau bagus itu. Dalam definisi lain, aksiologi merupakan suatu pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia. Untuk selanjutnya, nilai-nilai tersebut ditanamkan dalam kepribadian anak.16
15
16
http://eprints.walisongo.ac.id/811/3/083111098_BAB2.pdf
Jalaludin, Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat, dan Pendidikan, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, Cet 1, Juli 2011, hlm 77-78
21
c. Teori Kebenaran Menurut Pandangan Filsafat dalam Bidang Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi 1. Ontologi Ontologi sering diidentikkan dengan metafisika, yang juga disebut sebagai proto-filsafat atau filsafat yang pertama, atau filsafat ketuhanan yang bahasanya adalah hakikat sesuatu , keesaan, persekutuan, sebab dan akibat, realita, prima atau Tuhan dengan segala sifatnya, malaikat, relasi atau segala sesuatu yang ada dibumi dengan tenaga-tenaga yang ada dilangit, wahyu, akhirat, dosa, neraka, pahala, dan surga. Persoalan tentang ontologi ini menjadi pembahasan utama dibidang filsafat, baik filsafat kuno maupun filsafat modern. Ontologi adalah teori dari cabang filsafat yang membahas tentang realitas. Realitas ialah kenyataan yang selanjutnya menjurus pada suatu kebenaran. Bedanya, realitas dalam ontologi ini melahirkan pertanyaan-pertanyaan: apakah sesungguhnya hakikat realitas yang ada ini ? apakah realitas yang tampak ini sesuatu realita materi saja ? adakah sesuatu dibalik realita itu ? apakah realita ini terdiri dari satu unsur (monoisme), dua unsur (dualisme), ataukah terdiri dari unsur yang banyak (pluralisme). Didalam pendidikan, Pandangan ontologi secara praktis akan menjadi masalah yang utama. Sebab anak bergaul dengan lingkungannya dan mempunyai dorongan yang kuat untuk mengerti sesuatu. Anak-anak, baik di masyrakat maupun disekolah, selalu dihadapkan pada realita, objek pengalaman, benda mati, benda hidup, dan sebagainya. Disini kewajiban pendidik ialah membina daya piker yang tinggi dan kritis. 2.
Epistemologi Istilah epistemologi pertama kali dipakai oleh L.F. Ferier pada
abad ke-19 di Institut of Metafisics (1854). Dalam Encyclopedia of Philosophy, epistemologi di definisikan sebagai cabang filsafat yang bersangkutan dengan sifat dasar dari ruang lingkup pengetahuan praanggapan dan dasar-dasarnya serta realitas umum dari tuntutan pengetahuan sebenarnya. Epistemologi ini adalah nama lain dari logika
22
materiil atau logika mayor yang membahas dari isi pikiran manusia, yakni pengetahuan. Epistemologi adalah studi tentang pengetahuan, bagaimana kita mengetahui benda-benda. Untuk lebih jelasnya, ada beberapa contoh pertanyaan yang menggunakan kata "tahu" dan mengandung pengertian yang berbeda-beda, baik sumbernya maupun validitasnya. 3. Aksiologi Akhlak adalah suatu bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value). Menurut Brameld, ada tiga bagian yang membedakan didalam aksiologi. Pertama, moral conduct, tindakan moral. Bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika. Kedua, esthetic expression, ekspresi keindahan yang melahirkan estetika. Ketiga, socio-political life, kehidupan sosio-politik. Bidang ini melahirkan ilmu filsafat sosio-politik. Nilai dan implikasi aksiologi didalam pendidikan ialah pendidikan menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut di dalam kehidupan manusia dan membinanya di dalam kepribadian anak. Karena untuk mengatakan sesuatu bernilai baik itu bukanlah hal yang mudah. Apalagi menilai secara mendalam dalam arti untuk membina kepribadian ideal. 17
d. Pengertian Pendidikan Islam Rangkaian kata "pendidikan Islam" bisa dipahami dalam arti berbeda-beda, antara lain: istilah pertama, pendidikan (menurut) Islam, berdasarkan sudut pandang bahwa Islam adalah ajaran tentang nilai-nilai dan norma-norma kehidupan yang ideal, yang bersumber dari al-Qur'an dan as-Sunnah. Istilah kedua, pendidikan (dalam) islam, berdasar atas perspektif bahwa Islam adalah ajaran-ajaran, sistem budaya dan peradaban yang tumbuh dan berkembang sepanjang perjalanan sejarah umat Islam "proses dan praktik penyelenggaraan pendidikan dikalangan umat islam". sedangkan istilah ketiga, pendidikan (dalam) Islam, pendidikan agama Islam dalam hal ini bisa dipahami sebagai "proses dan upaya serta cara dan transformasi ajaran-ajaran islam tersebut, agar menjadi rujukan dan 17
Ibid, hlm 123-126
23
pandangan hidup bagi umat Islam". dengan demikian, pendidikan (agama) Islam lebih menekankan pada teori pendidikan Islam.18 Pendidikan Islam adalah pendidikan Islami, pendidikan yang mempunyai karakteristik dan sifat keislaman, yakni pendidikan yang didirikan dan dikembangkan diatas dasar ajaran Islam. hal ini member arti yang signifikan, bahwa seluruh pemikiran dan aktifitas pendidikan Islam tidak mungkin lepas dari ketentuan bahwa semua pengembangan dan aktifitas kependidikan Islam haruslah benar-benar merupakan realisasi atau pengembangan dari ajaran Islam itu sendiri.19 Dengan demikian pengertian pendidikan Islam adalah suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah, sebagaiman Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia, baik duniawi maupun ukhrawi.20 Pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertakwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam kearah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.21 Di dalam khazanah pemikiran pendidikan Islam, terutama karya-karya ilmiah berbahasa arab, terdapat berbagai istilah yang dipergunakan oleh ulama dan tokoh-tokoh pendidikan islam dalam memberikan pengertian tentang pendidikan islam dan sekaligus diterapkan dalam konteks yang berbeda-beda. Tanpa mengurangi penghormatan terhadap orang yang berpendapat lain, kiranya kata at-tarbiyah itu lebih tepat untuk diterapkan dalam pengertian "pendidikan". Karena dalam istilah at-tarbiyah tercakup didalamnya segala
kegiatan
yang
berupa
menumbuhkan,
mengembangkan,
memperbaiki, mengurus, memimpin, mengawasi serta menjaga anak didik, yang semua kegiatan itu memang tercakup dalam pengertian "pendidikan" 18
Ahmad Tantowi, Pendidikan Islam di Era Transformasi Global, Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, Mei 2008 Hal 7-8 19 Muhammad As Said, Op.Cit. hlm 10 20 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoretis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Bumi Aksara 1994 Hlm 8 21 Ibid, Hlm 22
24
dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian maka istilah "pendidikan islam" dalam bahasa arabnya bisa dipakai istilah at-tarbiyah alislamiyah.22 Sementara itu pendapat lain dari Sayyid Muhammad Al-Naquib AlAttas mengemukakan bahwa al-ta’dib adalah yang paling tepat untuk diidentikkan dengan pendidikan. Addaba berarti mendidik. al-Ta’dib berarti pendidikan. al-Ta’dib, menurutnya adalah penyemaian adab dalam diri seseorang. Argumentasi Sayyid Muhammad Al-Naquib Al-Attas dalam hal ini adalah bahwa al-Qur’an menegaskan bahwa contoh ideal bagi orang yang beradab adalah Nabi Muhammad, yang oleh mayoritas kalangan akademik muslim disebut sebagai manusia sempurna atau manusia universal. Oleh karena itu,pendidikan Islam harus merefleksikan manusia sempurna dan manusia universal.23 Dan menurut Zakiyah Darajat, pendidikan Islam didefinisikan dengan suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.24 Ilmu pendidikan Islam dapat diartikan sebagai studi tentang proses kependidikan yang didasarkan pada nilai-nilai filosofis ajaran Islam berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Dengan redaksi yang agak singkat, ilmu pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam. Islam berisi seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia, ajaran itu dirumuskan berdasarkan dan besumber pada Al-Qur'an dan Hadits serta akal. Kata "Islam" dalam "pendidikan Islam" menunjukkan warna pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang Islami, yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam.
22 23 24
Ahmad Falah, Aspek-Aspek Pendiddikan Islam, Yogyakarta, Idea Press 2010 http://jurnal.stainponorogo.ac.id/index.php/tahrir/article/download/34/36/pdf Dakir dan Sardimi, Op.Cit, 34
25
pembahasan ini tentulah agak berbau filsafat suatu hal yang sulit dihindari.25 Bila pendidikan Islam telah menjadi ilmu yang ilmiah dan amaliah, maka ia akan dapat berfungsi sebagai sarana pembudayaan manusia yang bernafaskan Islam yang lebih efektif dan efisien. Kita mengetahui dan mengakui bahwa sejak Islam diartikulasikan melalui dakwahnya dalam masyarakat yang beraneka ragam kultur dan struktur. Selama itu pula jasajasanya telah tampak mewarnai sikap dan kepribadian manusia yang tersentuh oleh dampak-dampak positif dari proses keberlangsungannya. Pendidikan Islam seperti yang dikehendaki umat Islam, harus mengubah strategi dan taktik operasional. Strategi dan taktik itu tak pelak lagi menuntut perombakan model-model sampai dengan institut-institutnya sehingga lebih efektif dan efisien. Dalam artian pedagogis, sosiologis, dan kultural.26 Pendidikan Islam masa kini dihadapkan kepada tantangan yang jauh lebih berat dari tantangan yang dihadapi pada masa permulaan penyebaran Islam. tantangan tersebut berupa timbulnya aspirasi dan idealitas umat manusia yang serba multiinteres yang berdimensi nilai ganda dengan tuntunan hidup yang multikompleks pula.27 Pendidikan Islam itu merupakan satu proses yang tidak hanya menyangkut transfer ilmu, akan tetapi bagaimana menjadikan manusia makhluk berakhlak dengan akhlak yang baik serta dari hasil pendidikan itu dapat membantu kehidupan diri dan kemasyarakatannya dengan berlandasan ajaran Islam.28
25
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994, cet.II. hlm 12 26 Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta, PT. Bumi Aksara 2003, Hlm 4-5 27 Ibid, hlm 7 28 Zulkarnain Yani, Perkembangan Pemikiran Pendidikan Islam: Pada Era Global dan Modern (Naquib Al-Attas dan Hasan Langgulung) Jurnal Penelitian Agam dan Masyrakat, Pendidikan Agama di Era Reformasi. Jakarta, Penamas 2008, Hlm 248
26
Istilah pendidikan Islam dalam pandangan Hasan Langgulung digunakan sekurang-kurangnya untuk depalan pengertian dan dalam konteks yang berbeda yaitu: 1. Pendidikan Keagamaan (al-Tarbiyah al-Diny) 2. Pengajaran Agama (al-Ta'lim al-din) 3. Pengajaran Keagamaan (al-Ta'lim al-Diny) 4. Pendidikan Keislaman (al-Ta'lim al-Islami) 5. Pendidikan dalam Islam (al-Tarbiyah fi al-Islam) 6. Pendidikan dikalangan orang Islam (al-Tarbiyah Inda al-Muslimin) 7. Pendidikan orang-orang Islam (Tarbiyah al-Muslimin) 8. Pendidikan Islam (al-Tarbiyah al-Islamiyah).29 Diantara kata-kata yang sering didengar dan diulang-ulangi oleh orang-orang pendidikan, kadang-kadang karena kejahilan, kadang-kadang karena meniru orang barat, dan kadang-kadang karena maksud jahat untuk memburuk-burukan Islam, adalah bahwa tidak ada teori pendidikan Islamdan tidak ada pemikiran pendidikan Islam. tidak mungkin dibayangkan ada pendidikan Islam, sistem pendidikan yang mempunyai ciri-ciri, filsafat dan tujuan-tujuannya, yang mencerminkan ideologi kehidupan dalam masyarakat Islam tanpa adanya teori pendidikan Islam, atau pemikiran pendidikan Islam. kejahilan terhadap pendidikan Islam, pemikiran pendidikan Islam, dan filosof-filosof pendidikan Islam tidaklah mengurangi derajat Islam dan pendidikan Islam, hanyalah menurunkan derajat orang-orang yang tidak mengetahuinya. Seharusnya mereka mengetahuinya dengan sempurna sebagai orang-orang Islam.30 nilai pemikiran pendidikan Islam terdapat dalam sebuah Hadits Rasulullah SAW yang bermakna : " aku telah meninggalkan bagimu sesuatu yang jika kamu perpegangi dengan teguh niscaya kamu tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu Kitab Allah dan Sunnahku" 29
Zulkarnain Yani, Op.Cit, hlm 257-258 Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, Jakarta, PT. Pustaka Al-Husna Baru 2003, Hlm 115 30
27
ini sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW di berbagai keadaan. Artinya: 21. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.(Q.S. Al-Ahzab:21)31 Artinya : 80. Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.(Q.S. AnNisaa' :80)32 Jadi berpegang teguh pada Al-Qur'an dan sunnah itulah yang memlihara masyarakat Islam pada zaman kuatnya dari diresapi oleh faktor-faktor yang melemahkan.33 Apabila kita memperhatikan ayat-ayat
yang pertama kali
diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad, maka nyatalah bahwa Allah telah menekankan perlunya orang belajar baca tulis dan belajar ilmu pengetahuan. Firman Allah dalam Surat Al-‘Alaq ayat 1-5 :
“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah Tuhanmu yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada apa yang tidak ketahui. (QS. Al-‘Alaq : 1-5)34
31
Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 418 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 77 33 Hasan Langgulung, Op.Cit, Hlm 126 34 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 597 32
28
Dari ayat-ayat tersebut, jelaslah bahwa agama Islam mendorong umatnya agar menjadi umat yang pandai, dimulai dengan belajar baca tulis dan diteruskan dengan berbagai macam ilmu pengetahuan. Islam disamping menekankan kepada umatnya untuk belajar juga menyuruh umatnya untuk mengajarkan ilmunya kepada orang lain, jadi Islam mewajibkan umatnya belajar dan mengajar. Melakukan proses belajar dan mengajar adalah bersifat manusiawi, yaitu sesuai dengan harkat kemanusiaannya, sebagai makhluk homo educandus, dalam arti manusia itu sebagai makhluk yang dapat dididik dan dapat mendidik. Banyak ayat Al-Qur'an dan Hadits yang menjelaskan hal tersebut antara lain.35 Surah Al-Taubah ayat 122 . Artinya : 122. tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.(Q.S. Al-Taubah 122)36 Surah Al-Maidah ayat 67 Artinya : 67. Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.(Q.S. Al-Maidah ayat 67) Maksudnya: tak seorangpun yang dapat membunuh Nabi Muhammad s.a.w. 35 36
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, 1991, Hlm 98-99 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 187
29
Surah Az-Zumar ayat 9 Artinya : 9. (apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (Q.S. Az-Zumar ayat 9)37 Sabda Nabi Artinya : Menuntut ilmu pengetahuan itu adalah kewajiban bagi setiap ,uslim pria dan wanita (H.R. Ibnu Abdil Bar) Pendidikan
merupakan
disiplin
ilmu
yang
di
dalamnya
mengandung berbagai dimensi. Seperti dimensi manusia sebagai subyek atau pelaku pendidikan (baik berstatus sebagai pendidik atau peserta didik), maupun dimensi landasan, tujuan, materi atau kurikulum, metodologi, dan dimensi institusi dalam penyelenggaraan pendidikan. Dimensi dimensi tersebut merupakan faktor penting yang mendukung keberhasilan pelaksanaan proses kegiatan pendidikan, dan masing-masing dimensi ini memiliki paradigma fungsional sendiri-sendiri dan saling terkait untuk bersinergi dalam sebuah sistem pendidikan. Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia. John Dewey dalam Jalaludin menyatakan, bahwa: Pendidikan sebagai salah satu kebutuhan, fungsi sosial, sebagai bimbingan, sarana pertumbuhan yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk disiplin ilmu. Pernyataan ini setidaknya mengisyaratkan bahwa
bagaimanapun
sederhananya
suatu
komunitas
manusia,
memerlukan adanya pendidikan. Maka dalam pengertian umum, kehidupan dari komunitas tersebut akan ditentukan aktivitas pendidikan di 37
Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 458
30
dalamnya. Sebab pendidikan secara alami sudah merupakan kebutuhan hidup manusia. Pendidikan merupakan bagian vital dalam kehidupan manusia, karena pendidikan Islam berorientasi dalam memberikan bekal kepada manusia untuk mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, pendidikan menjadi perhatian utama dalam rangka memajukan generasi sejalan dengan tuntutan masyarakat. Semestinya pendidikan Islam selalu diperbaharui konsep dan aktualisasinya dalam rangka merespon perkembangan zaman yang selalu dinamis dan temporal, agar manusia tidak hanya menginginkan kebahagiaan hidup setelah mati (eskatologis), namun kebahagiaan di duniapun bisa diraihnya, Pada kehidupan masyarakat yang semakin berbudaya dengan tuntutan hidup yang makin tinggi, pendidikan ditujukan bukan hanya pada pembinaan keterampilan, melainkan kepada pengembangan kemampuan-kemampuan teoretis dan praktis berdasarkan konsep-konsep berpikir ilmiah. Dalam perkembangannya, pendidikan Islam telah melahirkan dua pola pemikiran yang kontradiktif. Keduanya mengambil bentuk yang berbeda, baik pada aspek materi, sistem pendekatan, atau dalam bentuk kelembagaan sekalipun, sebagai akumulasi dari respon dari sejarah pemikiran manusia dari masa ke masa terhadap adanya kebutuhan akan pendidikan. Dua model bentuk yang dimaksud adalah pendidikan Islam yang bercorak tradisionalis dan pendidikan Islam yang bercorak modernis. Pendidikan Islam yang bercorak tradisionalis dalam perkembangannya lebih menekankan pada aspek doktriner normatif yang cenderung eksklusifliteralis, apologetis. Sementara pendidikan Islam modernis, lama-kelamaan ditengarai mulai kehilangan ruh-ruh mendasarnya.38 Secara teori, pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu merupakan konsep pendidikan yang mengandung berbagai teori yang dapat dikembangkan dari hipotesa-hipotesa yang bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits baik dari segi sistem, proses, dan produk yang diharapkan mampu 38
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24620/1/IZZAH%20FAUZIA H-FITK.pdf
31
membudayakan umat manusia agar bahagia dan sejahtera dalam hidupnya. Dari segi teori, pendidikan Islam dapat diartikan sebagai studi tentang proses kependidikan yang bersifat progresif menuju kearah kemampuan optimal anak didik yang berlangsung diatas landasan nilai-nilai ajaran Islam.39 Para ahli pendidikan Islam biasanya telah menyoroti istilah-istilah tersebut yaitu istilah At-Ta'diib, At-Ta'liim dan At-Tarbiyah dari aspek perbedaan antara pendidikan dan pengajaran. Muhammad Athiyah AlAbrasyi dan Muhammad Yunus menyatakan bahwa istilah Tarbiyah dan Ta'lim dari segi makna istilah maupun aplikasinya memiliki perbedaan mendasar, mengingat dari segi makna istilah Tarbiyah berarti mendidik, sementara Ta'lim berarti mengajar, dua istilah tersebut secara subtansial tidak bisa disamakan. Imam Baidawi mengatakan bahwa istilah pendidik (Tarbiyah) lebih cocok untuk digunakan dalam pendidikan Islam. sedangkan DR. Abdul Fattah Jalal dari hasil kajiannya berkesimpulan bahwa istilah pengajaran (Ta'lim) lebih luas jangkauannya dan lebih umum sifatnya dari pada pendidikan. Kajian lainnya berusaha membandingkan dua istilah diatas dengan istilah Ta'dib, sebagaiman dikatakan oleh Sayyid Muhammad Al-Naquib Al-Attas bahwa dari hasil kajiannya ditemukan bahwa istilah Ta'dib lebih tepat untuk digunakan dalam konteks pendidikan Islam, dan kurang setuju terhadap penggunaan istilah Tarbiyah dan Ta'lim.40 Pada hakikatnya pendidikan Islam adalah suatu proses yang berlangsung secara kontiniu dan berkesinambungan. Berdasarkan hal ini, maka tugas dan fungsi yang perlu diemban oleh pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung sepanjang hayat. Konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan memiliki sasaran pada
39
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta, Ciputat Pers, Juli 2002, Hlm 9-10 40 Dakir dan Sardimi, Op.Cit, Hlm 35-36
32
peserta didik yang senantiasa tumbuh dan berkembang secara dinamis mulai dari kandungan sampai akhir hayatnya.41
e. Dasar pendidikan Islam Meletakkan pola dasar pendidikan Islam berarti harus meletakkan nilai-nilai dasar agama yang memberikan ruang lingkup berkembangnya proses kependidikan Islam dalam rangka mencapai tujuan. Untuk tujuan itu, harus memahami falsafah pendidikan Islam, karena ia menjadi dasarnya dan sekaligus mengarahkan tujuan. Oleh karena menyangkut permasalahan falsafah maka dalam pola dasar pendidikan Islam itu mengandung pandangan Islam tentang prinsip-prinsip kehidupan alam raya, prinsip-prinsip kehidupan manusia sebagai pribadi, dan prinsipprinsip kehidupannya sebgai makhluk sosial. Ketiga prinsip tersebut akan melibatkan pembahasan secara mendalam menurut istilah teknis filosofis berturut-turut sebagai berikut : Ontologi
: yang membahas tentang asal-usul kejadian alam nyata dan dibalik alam nyata.
Epistemologi : yang membahas tentang kemungkinan manusia mengetahui gejala alam. Aksiologi
: yang membahas tentang sistem nilai-nilai dan teori nilai atau yang disebut etika.42
Agar pendidikan dapat melaksanakan fungsinya sebagai agent of culture dan bermanfaat bagi amnesia, maka perlu acuan pokok yang mendasarinya. Karena pendidikan merupakan bagian terpenting dari kehidupan manusia, yang secara kodrati adalah insan pedagogik, maka acuan yang menjadi dasar pendidikan adalah nilai yang tertinggi dari pandangan hidup suatu masyarakat dimana pendidikan itu dilaksanakan.43
41
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta, Ciputat Pers Juli 2002 hlm 32 42 M. Arifin, Op.Cit. Hlm 37 43 Ahmad Tantowi, Op.Cit. hlm 14
33
Sebagai aktivitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian muslim, maka pendidikan Islam memerlukan asas atau dasar yang dijadikan landasan kerja. Dengan dasar ini akan memberikan arah bagi pelaksanaan pendidikan yang telah deprogramkan. Dalam konteks ini, dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan peserta didik kea rah pencapaian pendidikan. Oleh karena itu, dasar yang terpenting dari pendidikan Islam adalah al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah (Hadits). Menetapkan al-Qur'an dan Hadits sebagai dasar pendidikan Islam bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang didasarkan pada keimanan semata. Namun justru karena kebenaran yang terdapat dalam kedua dasar tersebut dapat diterima oleh nalar manusia dan dapat dibuktikan dalam sejarah atau pengalaman kemanusiaan. Sebagai pedoman, al-Qur'an tidak ada keraguan padanya. Ia tetap terpelihara kesucian dan kebenarannya. Baik dalam pembinaan aspek kehidupan spiritual maupun aspek sosial budaya dan pendidikan. Demikian pula dengan kebenaran Hadits sebagai dasar kedua bagi pendidikan Islam. secara umum, Hadits dipahami sebagai segala sesuatu yang didasarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, serta ketetapannya. Keperibadian Rasul sebagai uswat al-hasanah yaitu contoh tauladan yang baik. Oleh karena itu, perilakunya senantiasa terpelihara dan dikontrol oleh Allah SWT. Dalam pendidikan Islam, sunnah Rasul mempunyai dua fungsi, yaitu : (1). Menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat dalam al-Qur'an dan menjelaskan hal-hal yang tidak terdapat didalamnya. (2). Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah bersama sahabat, pelakunya terdapat anak-anak, dan pendidikan keimanan yang pernah dilakukannya.44
44
Samsul Nizar, Op.Cit. hlm 34-35
34
f. Tujuan Pendidikan Islam Melihat posisi sentral manusia dalam proses pendidikan yang melibatkan potensi fitrah, cita rasa ketuhanan dan hakikat serta wujud manusia menurut pandangan Islam, maka tujuan pendidikan Islam adalah untuk aktualisasi dari potensi-potensi kemanusiaan tersebut. Karena potensi yang ada merupakan nilai-nilai ideal yang dalam wujud implementasinya akan membentuk pribadi manusia secara utuh, sempurna dan mandiri. Bahkan tujuan akhir dari pendidikan Islam adalah untuk perwujudan penyerahan mitlak kepada Allah, pada tingkat individual, masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya.45 Secara etimologi, "tujuan" adalah arah, maksud atau haluan. Dalam bahasa Arab "tujuan" diistilahkan dengan "Ghayat, Ahdaf, atau Maqashid". Sementara dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan "goal, purpose, objectives, atau aim". Secara termonologi, "tujuan" berarti "Sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sebuah usaha atau kegiatan selesai".46 Adapun tujuan pendidikan adalah untuk membentuk pribadi muslim yang berakhlak mulia (al-khuluq al-syarif), yaitu pribadi yang mulia secara subtansial dan esensial, bukan kemuliaan yang temporal dan eksidental serta mewujudkan pribadi yang baik, sempurna dan bahagia.47 Dalam
kehidupan
sehari-hari,
indikator
tercapainya
tujuan
pendidikan Islam adalah mencetak anak didik yang mampu bergaul dengan sesama manusia dengan baik dan benar serta mengamalkan amar ma'ruf nahi mungkar kepada sesama manusia. Anak didik yang telah dibina dan digembleng oleh pola pendidikan Islam adalah anak didik yang sukses dalm kehidupan karena ia memilki kemampuan dan kemauan yang kuat untuk menjalani kehidupan berbekal ilmu-ilmu keislaman yang di ridhai Allah dan Rasul-Nya. Pendidikan Islam bertujuan membangun 45
Dakir dan Sardimi, Op.Cit, 54 Armai Arief, Op.Cit. Hlm 15 47 Muhammad Zaini, Wacana Pendidikan Islam Jurnal Ilmiah Tarbiyah Refleksi Pemikiran Pendidikan Islam, STAIN Tulungagung, November 2001, Hlm 145 46
35
karakter anak didik yang kuat menghadapi berbagai cobaan dalam kehidupan dan telaten, sabar, serta cerdas dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Allah berfirman dalam Surah Al-Mujadilah:11 Artinya : 11. Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S. Al-Mujadilah:11)48 Dari ayat diatas, dapat dipahami bahwa Allah memerintahkan kepada umat Islam untuk membangun atau memiliki lembaga pendidikan agar generasi mendatang kaum muslimin memilki kecerdasan yang mumpuni, mentalitas yang kuat dan keshalehan individual dan sosial yang fumdamental. 49 Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan keperibadian manusia (peserta didik), secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran (intelektual), diri manusia yang rasional: perasaan dan indera. Karena itu, pendidikan hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik, aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif, dan mendorong semua aspek tersebut berkembang kearah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir
48
Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 542 Beni Ahmad Saebani, Hendra Akhdiyat, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung:Pustaka Setia, 2009, Hlm 147-148 49
36
pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh manusia.50 Menurut Ahmad D. Marimba yang dikutip Dakir dan Sardimi memberikan merumuskan mengenai fungsi tujuan pendidikan Islamyang harus mengenai empat macam yaitu: 1. Mengakhiri usaha 2. Mengarahkan usaha 3. Merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain, baik tujuan-tujuan baru maupun tujuan-tujuan lanjutan dari tujuan utama 4. Memberikan nilai(sifat) pada usaha-usaha itu.51 Secara umum, tujuan pendidikan Islam terbagi kepada : tujuan umum, tujuan sementara, tujuan akhir, tujuan operasional. Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalamsebuah kurikulum. Tujuan akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta didik menjadi manusia-manusia sempurna (insan kamil) setelah ia menghabisi sisa umurnya. Sementara Tujuan operasional adalah tujuan praktis yag akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu.52 Secara normatif tujuan yang ingin dicapai pendidikan Islam melipti tiga dimensi, pertama, dimensi spiritual, yaitu iman, taqwa, dan akhlak mulia. (yang tercermin dalam ibadah dan mu'amalah). Dimensi spiritual ini tersimpul dalam satu kata yaitu akhlak mulia, yang menurut Muhammad Athiyah Al-Abrasyi sebagai tujuan utama pendidikan Islam. Muhammad Athiyah Al-Abrasyi menyebutkan bahwa ulama-ulama dan sarjana-sarjana Muslim (terdahulu) dengan penuh perhatian telah berusaha menanamkan akhlak mulia kepada peserta didik, membiasakan mereka berpegang ke[ada moral yang tinggi dan menghindari hal-hal yang tercela. Berfikir 50
Samsul Nizar. Op.Cit. Hlm 37-38 Dakir dan Sardimi, Op.Cit, Hlm 55 52 Armai Arief, Op.Cit, Hlm 18-19 51
37
secara rohaniah dan imsaniah, serta menggunakan waktu untuk belajar ilmu-ilmu duniawi dan ilmu-ilmu keagamaan, tanpa melirik pada keuntungan materiil.53 Pendidikan merupakan usaha dan kegiatan yang sarat dengan tujuan. Kedudukan tujuan dalam pendidikan cukup strategis, karena selain memberikan panduan tentang karakteristik manusia yang ingin dihasilkan oleh pendidikan tersebut, sekaligus pula menentukan arah dan langkahlangkah dalam melakukan seluruh kegiatan dan proses penyelenggaraan pendidikan. Oleh karena itulah berbagai pembahasan dan penelusuran terhadap suatu sistem pendidikan seringkali mengalami kegagalan disebabkan
mengabaikan
kajian
terhadap
konsep-konsep
tujuan
pendidikan yang dicanangkannya, hal itu berarti bahwa untuk memahami konsep-konsep pendidikan Islam, tentulah diperlukan pemahaman yang memadai tentang tujuan pendidikan Islam.54 Tujuan pendidikan Islam tidak lain adalah suatu upaya untuk dapat merealisasikan identitas Islam, yaitu menyangkut nilai perilaku manusia yang didasari oleh iman dan taqwa kepada Allah SWT sebagai sumber kekuasaan mutlak yang harus ditaati. Kongres Pendidikan Islam sedunia di Islamamad Tahun 1980 merumuskan tujuan pendidikan Islam adalah : merealisasikan cita-cita (idealisme) Islami yang mencakup pengembangan kepribadian
muslim
yang
bersifat
menyeluruh
secara
harmonis,
berdasarkan potensi psikologis dan fisiologis (jasmaniah) manusia yang mengacu pada keimanan dan sekaligus ilmu pengetahuan secara berkeseimbangan, sehingga terbentuklah manusia muslim paripurna yang berjiwa tawakal (menyerahkan diri) secara total kepada Allah SWT.55
53
M.Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1993, 19970 hlm 10-11 54 55
Ahmad Falah. Op.Cit bab 3 http://www.lib.uin-malang.ac.id/files/thesis/fullchapter/06110112.pdf
38
Artinya: Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.(Al- An’am: 162).56 Tujuan pendidikan Islam dapat diklarifikasikan kepada tiga yaitu: 1. Tujuan mempelajari ilmu pengetahuan semata-mata untuk ilmu pengetahuan itu sendiri sebagai wujud ibadah kepada Allah 2. Tujuan utama pendidikan Islam adalah pembentukan Akhlaq alkarimah 3. Tujuan pendidikan Islam adalah mengantarkan peserta didik mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan ketiga tujuan ini diharapkan pendidikan yang diprogramkan akan mampu mengantarkan peserta didik pada kedekatan diri kepada Allah.57 Ada dua sarana pokok untuk mencapai tujuan pendidikan: Pertama, bidang pengetahuan yang harus menjadi bekal para murid. Dengan kata lain materi pendidikan yang harus dipelajari murid. Kedua, cara terbaik untuk menyajikan pengetahuan dan bahasan pengajaran dari suatu materi pendidikan, hingga terpenuhilah apa yang di inginkan dan bisa mengambil manfaat dari materi itu. Dengan demikian murid dapat mencapai tujuan yang di inginkan dari pendidikan dan pengajarannya. AlGhazali merumuskan tujuan pendidikan sesuai dengan pandangan hidup dan nilai-nilai yang mendasarinya. Atau singkatnya sesuai dengan filsafatnya.58 Menurut Ibn Khaldun ada tiga tingkat tujuan pendidikan Islam yaitu: 1. Pengembangan kemahiran dalam bidang tertentu, orang awan bisa memiliki pemahaman yang sama tentang suatu persoalan dengan seorang ilmuan, akan tetapi, potensi al-makalah atau Skill tidak bisa dimiiki oleh stiap orang, kecuali setelah ia benar-benar memahami dan 56
Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 128
57
Samsul Nizar. Op.Cit. hlm 87 Fathiyah Hasan Sulaiman, Konsep Pendidikan Al-Ghazali, Jakarta P3M, April 1986,
58
hlm 16
39
mendalami satu disiplin tertentu, semenatara itu sampai pada tahap ini, diperlukan pendidikan yang sistematis dan mendalam 2. Penguasaan keterampilan professional sesuai dengan tuntutan zaman, dalam hal ini pendidikan hendaknya ditujukan untuk memperoleh keterampilan yang tinggi pada profesi tertentu. 3. Pembinaan pemikiran yang baik. Kemampuan berpikir merupakan garis pembeda antara manusia dan binatang. Oleh karena itu pendidikan hendaknya diformat dan dilaksanakan dengan terlebih dahulu memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan potensi psikologis peserta didik.59 Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa kepadaNya, dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat (lihat S. Al-Dzariat:56; S. ali Imran: Artinya: dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(Al-Dzariyat:56)60 Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam (Al-Imron:102)61 Adapun tujuan akhir pendidikan Islam apada hakikatnya adalah realisasi dari cita-cita ajaran Islam itu sendiri, yang membawa misi bagi kesejahteraan umat manusia di dunia dan akhirat. Rumusan-rumusan tujuan akhir pendidikan Islam telah disusun oleh para ulama dan ahli
59
Samsul Nizar. Op.Cit. hlm hlm 93-94 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 599 61 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 50 60
40
pendidikan Islam dari semua golongan dan madzab dalam Islam, misalnya sebagai berikut: Rumusan
tersebut
menunjukkan
bahwa
pendidikan
Islam
mempunyai tujuan yang luas dan dalam. Seluas dan sedalam kebutuhan hidup manusia sebagai makhluk individual dan sebagai makhluk sosial yang dijiwai oleh nilai-nilai ajaran agamanya. Oleh karena itu, pendidikan Islam bertujuan untuk menumbuhkan pola kepribadian manusia yang bulat melalui latihan kejiwaan, kecerdasan otak, penalaran, perasaan, dan indra. Pendidikan harus melayani pertumbuhan manusia dalam semua aspeknya, baik aspek spiritual, intelektual, imajinasi, jasmaniah, ilmiah, maupun bahasanya (secara perorangan maupun secara kelompok). Pendidikan tersebut harus mendorong semua aspek ke arah keutamaan serta pencapaian kesempurnaan hidup. Tujuan akhir dari pendidikan Islam itu terletak dalam realisasi sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah, baik secara perorangan, masyarakat, maupun sebagai umat manusia secara keseluruhan.62 Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa kepadaNya, dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat. Artinya : dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (Q.S. Al-Dzariat:56).63 Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam.. (Q.S. S. ali Imran: 102)64
62
M. Arifin, Op.Cit, Hlm 28 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 599 64 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 50 63
41
Dalam konteks sosiologi pribadi yang bertakwa menjadi rahmatan lil ‘alamin, baik dalam skala kecil maupun besar. Tujuan hidup manusia dalam Islam inilah yang dapat disebut juga sebagai tujuan akhir pendidikan Islam. Tujuan khusus yang lebih spesifik menjelaskan apa yang ingin dicapai melalui pendidikan Islam. Sifatnya lebih praxis, sehingga konsep pendidikan Islam jadinya tidak sekedar idealisasi ajaranajaran Islam dalam bidang pendidikan. Dengan kerangka tujuan ini dirumuskan harapan-harapan yang ingin dicapai di dalam tahap-tahap tertentu proses pendidikan, sekaligus dapat pula dinilai hasil-hasil yang telah dicapai. Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup menusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah. Seperti dalam Surat Adz-Dzariyat ayat 56 Artinya : dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(Q.S. Adz-Dzariyat:56)65 Aspek ibadah merupakan kewajiban orang islam untuk mempelajarinya agar ia dapat mengamalkannya dengan cara yang benar. Ibadah ialah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala yang dilakukan manusia berupa perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang disangkutkan dengan Allah.66 Menurut Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, tujuan pendidikan Islam adalah tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW sewaktu hidupnya, yaitu terbentuknya moral yang tinggi, karena pendidikan moral merupakan jiwa pendidikan Islam, sekalipun tanpa mengabaikan pendidikan jasmani, akal, dan ilmu praktis. Dengan berpijak pada firman Allah,67 sebagai berikut: 65 66 67
Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 599 http://sulut.kemenag.go.id/file/file/BimasIslam/xmoh1367246107.pdf Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, AMZAH, Agustus 2010, Hlm 61
42
Artinya : dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.(Q.S. AlQashash:77)68 Mengutip pendapat Sayyid Muhammad Al-Naquib Al-Attas, Hasan Langgulung menggambarkan bahwa tujuan hidup seorang muslim sama artinya dengan do'a yang selalu dibaca dalam shalat, yaitu : Artinya : Tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)".(Q.S. Al-An'am:163)69 Tujuan hidup muslim tersebut adalah sasaran dari tujuan pendidikan Islam sepanjang sejarah, semenjak zaman Nabi Muhammad SAW hingga akhir zaman.70
g. Kurikulum Pendidikan Islam Salah satu tugas pokok Filsafat Pendidikan Islam adalah memberikan kompas atau arah dan tujuan pendidikan Islam. suatu tujuan kependidikan yang hendak dicapai harus direncanakan (diprogramkan) dalam apa yang disebut "kurikulum". Antara
tujuan
dan
program
harus
ada
kesesuaian
atau
kesinambungan. Tujuan yang hendak dicapai harus tergambar didalam 68
Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 385 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 128 70 Armai Arief, Op.Cit. Hlm 25 69
43
program yang tertuang didalam kurikulum, bahkan program itulah yang mencerminkan
arah
dan
tujuan
yang
diinginkan
dalam
proses
kependidikan. Oleh karena itu, kurikulum merupakan faktor yang sangat penting dalm proses kependidikan dalam suatu lembaga kependidikan Islam. segala hal yang harus diketahui atau diresapi juga dihayati oleh anak didik harus ditetapkan dalam kurikulum itu. Juga segala hal yang harus diajarkan oleh pendidik kepada anak didiknya, harus dijabarkan didalam kurikulum.71 Salah satu komponen operasional pendidikan Islam sebagai suatu sistem adalah materi. Materi pendidikan Islam ialah semua bahan pelajaran yang disampaikan kepada peserta didik dalam suatu sistem instruksional pendidikan. Materi pendidikan ini lebih dikenal dengan istilah kurikulum. Sedangkan kurikulum menunjuk kepada materi yang sebelumnya telah disusun secara sistematis guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 72 Secara etimologi kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang arinya pelari dan curere yang berarti jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Istilah ini pada mulanya digunakan dalam dunia olah raga yang berarti " a little racecourse" (suatu jarak yang harus ditempuh dalam pertandingan olah raga). Berdasarkan pengertian ini, dalam konteksnya dengan dunia pendidikan, memberinya pengertian sebagai "circle of instruction" yaitu suatu lingkaran pengajaran dimana guru dan murid terlibat didalamnya. Sementara pendapat yang lain dikemukakan bahwa kurikulum adalah arena pertandingan, tempat pelajar bertanding untuk menguasai pelajaran guna mencapai garis penamat berupa diploma, ijazah atau gelar kesarjanaan. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kurikulum itu adalah merupakan landasan yang digunkan pendidik untuk membimbing peserta didiknya kearah tujuan pendidikan yang di
71 72
Muzayyin Arifin, Op.Cit. 77 Nur Uhbiyati, Op.Cit, Hlm 133
44
inginkan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap mental.73 Sedangakan secara terminologi, berarti rancangan program pendidikan yang berisi serangkaian pengalaman yang diberikan kepada peserta didik untuk mencapai suatu tujuan yang ingin dicapai melalui serangkaian pengalaman belajar. Kedua aspek tersebut, tujuan dan pengalaman belajar dalam sebuah kurikulum ditentukan oleh keinginan, keyakinan atau pengetahuan serta kemampuan anggota masyarakat yang menyelenggarakan program pendidikan tersebut.74 Ciri-ciri umum kurikulum pendidikan Islam adalah sebagai berikut: a. Agama dan akhlak merupakan tujuan utama. Segala yang diajarkan dan diamalkan harus berdasarkan pada Al-Qur'an dan As-Sunnah serta ijtihad para ulama'. b. Mempertahankan pengembangan dan bimbingan terhadap semua aspek pribadi siswa dari segi intelektual, psikologi, sosial dan spiritual. c. Adanya keseimbangan antara kandungan kurikulum dan pengalaman serta kegiatan pengajaran. Sebelum membuat dan menentukan suatu kurikulum, ada beberapa prinsip yang patut dipertimbangkan yaitu: 1. Mata pelajaran dapat berpengaruh terhadap pendidikan jiwa serta kesempurnaan jiwa anak didik. 2. Mata pelajaran yang diberikan dapat memberikan petunjuk serta tuntunan untuk menjalani hidup dengan mulia. 3. Mata pelajaran sebaiknya secara langsung dapat memberikan manfaat bagi anak didik didalam hidupnya. 4. Mata pelajaran hendaknya mencerminkan pendidikan kejiwaan yang sesuai dengan bakat dan keinginan anak.
73
Samsul Nizar, OP.Cit, Hlm 55-56 Agus Zaenul Fitri, Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam, Bandung, Alfabeta Juli 2013, Hlm 68 74
45
5. Mata pelajaran hendaknya dapat menjadi alat pembuka jalan untuk mempelajari ilmu-ilmu lain. Oleh karena itu dapat dikatakan, bahwa sebagai inti dari ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam adalah kurikulum yang dapat memotivasi anak didik untuk berakhlak atau berbudi pekerti luhur, baik terhadap Tuhan, terhadap diri dan terhadap lingkungan sekitar.75 Pada umumnya kurikulum adalah nama-nama mata pelajaran beserta silabinya atau pokok bahasan. Esensi kurikulum adalah program dalam mencapai tujuan pendidikan.76 Kurikulum adalah konsep yang sering terdengar dalam dunia pendidikan, tetapi banyak yang mengartikan kurikulum identik dengan mata pelajaran atau mata kuliah. Sesungguhnya istilah kurikulum berasal dari bahasa latin curriculum yang arti asalnya a ranning course, or race course dan dalam bahasa Prancis berasal dari bahasa courier yang artinya berlari. Istilah kurikulum digunakan sebagai makna majazi dari mengejar mata pelajaran demi mencapai ijazah dan gelar. Kurikulum bukan sekedar mata pelajaran atau mata kuliah. Kurikulum
adalah
semua
rencana
yang
terdapat
dalam
proses
pembelajaran. Kurikulum dapat diartikan pula sebagai semua usaha lembaga pendidikan yang direncanakan untuk mencapai tujuan yang disepakati.77 Kurikulum pendidikan Islam di waktu dulu tidak tertentu atau terikat dengan sekian jam untuk suatu mata pelajaran dalam seminggu seperti halnya sekarang ini, tetapi pelajaran dulu itu adalah umum sifatnya dimana guru bebas memilih buku dan bahan-bahan pelajaran yang akan di ajarkannya. Bahan-bahan pokok yang diberikan kepada anak-anak dalam tingkat pertama atau permulaan secara umumnya adalah sebgai berikut: Al-Qur'an dan sendi-sendi agama.78 75
Armai Arief, Op.Cit, Hlm 33-34 Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami, Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu, Memanusiakan Manusia, Bandung, PT. REMAJA ROSDAKARYA, 2008 hlm 99 77 Hasan Basri. Filsafat Pendidikan Islam, Pengantar Ahmad Tafsir, Pustaka Setia, Bandung, 2009 hlm 127 78 M.Athiyah Al-Abrasyi, Op.Cit. hlm 160 76
46
Secara filosofis, hakikat kurikulum adalah model yang diacu oleh pendidikan dalam upaya membentuk citra sekolah dengan mewujudkan tujuan pendidikan yang disepakati. Oleh karena itu, setiap lembaga pendidikan memiliki kurikulum masing-masing. Ada perbedaan antara kurikulum
pendidikan
umum
dengan
pendidikan
kejuruan.
Jika
kurikulumnya berbeda, cara yang ditempuh dalam mengimplementasikan kurikulumnya pun akan berbeda. Kurikulum dengan pengertian diatas memberikan indikasi bahwa pedoman rencana pembelajaran tidak bersifat kaku. Kurikulum yang baik adalah yang dinamis, aktual, teoretis, dan aplikatif. Sebagaiman tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan. Misalnya pendidikan bertujuan meningkatkan penguasaan pengetahuan siswa, pengembangan pribadi siswa, kemampuan sosial, dan atau kemampuan keterampilan kerja. Dengan tujuan tersebut, sudah tentu kurikulum harus diarahkan untuk kerja. Dengan tujuan tersebut, sudah tentu kurikulum harus diarahkan untuk mencapainya. Penguasaan pengetahuan akan berkaitan dengan penyajian materi ilmu pengetahuan teoretis, pengembangan pribadi akan berkaitan dengan kurikulum yang diarahkan pada pengetahuan tingkah laku, moralitas, dan agama, kemampuan keterampilan kurikulumnya diarahkan pada pengetahuan terapan yang memperkuat profesionalitas anak didik dalam memperdalam keahlian tertentu supaya siap pakai dan siap kerja sekaligus siap memperoleh penghasilan.79 Ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam menurut Abdurrahman AnNahlawi yaitu : Sistem pendidikan menuntut pengkajian kurikulum yang Islami, tercermin dari sifat dan karakteristiknya. Kurikulum seperti itu hanya mungkin, apabila bertopang dan mengacu pada pemikiran yang Islami pula, serta bertolak dari pandangan hidup serta pandangan tentang manusia (pandangan antropologis) serta diarahkan kepada tujuan pendidikan yang dilandasi kaidah-kaidah Islami. 79
Hasan Basri. Op.cit. hlm 128-129
Agar kriterium kurikulum pendidikan
47
Islam tersebut diatas dapat terpenuhi maka dalam penyusunannya spaya selalu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : 1. Sistem dan perkembangan kurikulum tersebut selaras denagn fitrah insane sehingga memiliki peluang untuk menyucikannya, menjaganya dan penyimpangan dan menyelamatkannya. 2. Kurikulum dimaksud hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan akhir pendidikan Islam, yaitu ikhlas, taat dan beribadah kepada Allah. Di samping untuk merealisasikan berbagai aspek tujuan tak lengkap seperti : aspek psikis, fisik, sosial, budaya maupun intelektual. Berbagai aspek tujuan pendidikan tak lengkap ini, berfungsi dalam rangka meluruskan dan melarangkan pola hidup, yang selanjutnya bermuara pada tujuan akhir atau tujuan akhir pendidikan. 3. Pentahapan serta pengkhususan kurikulum hendaknya memperhatikan periodisasi perkembangan peserta didik maupun unisitas (kekhasan) nya seperti
karakteristik
keanakan
(dalam
berbagai
tahapan
perkembangannya), kewanitaan dan kepriaan. Demikian pula fungsi serta peranan dan tugas masing-masing dalam kehidupan sosial. 4. Dalam berbagai pelaksanaan, aktivitas, contoh dan nashnya, hendaknya kurikulum memelihara segala kebutuhan nyata kehidupan masyarakat, sambil tetap bertopang pada jiwa dan cita ideal Islaminya. 5. Secara keseluruhan struktur dan organisasi kurikulum tersebut hendaknya tidak bertentangan dan tidak menimbulkan pertentangan, bahkan sebaliknya. Terarah kepada pola hidup Islam. 6. Antara bidang studi yang satu dengan yang lainnya hendaknya jelas pertautannya, saling mengacu, serta terikat "benang merahnya" yang memadukannya serta membentang menuju tujuan akhir pendidikan. 7. Hendanya kurikilim itu realistic, dalam arti bahwa ia dapat dilaksanakan sesuai dengan situasi dan kondisi serta batas kemungkinan yang terdapat dinegara yang akan melaksanakannya. 8. Hendaknya metode pendidikan atau pengajaran dalam kurikulum itu bersifat luwes, sehingga dapat disesuaikan dengan berbagai kondisi dan
48
situasi setempat, dengan mengingat pula faktor perbedaan individual yang menyangkut bakat minat serta kemampuan siswa untuk menangkap, mencerna dan mengolah bahan pelajaran yang bersangkutan. 9. Hendaknya kurikulum itu efektif, dalam arti menyampaikan dan menggugah perangkat nilai edukatif yang membuahkan tingkah laku yang positif serta meninggalkan dampak efektif (sikap) yang positif pula dalam jiwa generasi jiwa. Untuk itu diperlukan pemanfaatan metode pendidikan yang memadai sehingga melahirkan dampak mendalam, berupa berbagai kegiatan Islami yang efisien. 10. Kurikulum itu hendaknya memperhatikan pula tingkat perkembangan siswa yang bersangkutan, misalnya bagi suatu fase perkembangan tertentu diseleraskan dengan pola kehidupan dan tahap perkembangan perasaan keagamaan dan pertumbuhan bahasa bagi fase tersebut. 11. Hendaknya kurikulum memperhatikan aspek-aspek tingkah laku amaliah Islami, seperti pendidikan untuk berjihad dan menyebarkan dakwah Islamiyah, serta membangun masalah muslim dilingkungan sekolah.80 Dalam pandangan Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, penyusunan kurikulum itu hendaknya berpegang pada beberapa prinsip yaitu : Pertama, pertimbangan pada adanya pengaruh mata pelajaran itu dalam pendidikan jiwa serta kesempurnaan jiwa. Kedua, adanya suatu pengaruh pelajaran dalam menjalani cara hidup yang mulia, sempurna, seperti pengaruh ilmu akhlak, hadits, fiqh, atau lainnya. Ketiga, perlunya menuntut ilmu karena ilmu itu sendiri. Keempat, mempelajari ilmu pengetahuan karena ilmu itu dianggap yang terlezat bagi manusia. Kelima, prinsip pendidikan kejuruan, teknik, dan industrialisasi buat mencari penghidupan.
80
Nur Uhbiyati, Op.Cit. Hlm 146-149
49
Keenam, mempelajari beberapa mata pelajaran adalah alat dan pembuka jalan untuk mempelajari ilmu-ilmu lain. Dengan demikian kurikulum pendidikan (Islam) meliputi kepentingan duniawi dan ukhrawi.81
h. Metode Pcendidikan Islam Secara etimologi, kata metode berasal dari bahasaYunani metodos. Kata ini terdiri dari dua suku kata : yaitu "metha" yang berarti melalui atau melewati, dan "hodos" yang bermakna jalan atau cara. Jadi, metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, metode pendidikan Islam bisa diartikan sebagai suatu cara yang harus dilalui dalam menyajikan bahan pelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan Islam. Selain itu, Ibn Khaldun mengungkapkan secara subtansial ada perbedaan metode pendidikan yang digunakan dalam mendidik anak-anak dan remaja. Banyak guru-guru yang kita liahat dewasa ini yang kurang paham tentang cara mengajar yang efektif. Pada permulaan saja, mereka telah memberikan masalah-masalah yang sulit-sulit dan meminta para peserta didik untuk memecahkan masalah-maslah tersebut. Senada dengan ibnu Khaldun, Al-ghazali menyarankan agar membedakan metode pengajaran yang dipakai untuk anak-anak, remaja, dan orang dewasa. Menurutnya tujuan utama dari guru adalah mengajarkan peserta didik pelajaran yang mudah dipahami. Sebab masalah-maslah yang sulit bisa menyebabkan merusak pikiran peserta didik. Dan akibat terburuknya adalah mereka justru malas belajar. Muhammad Athiyah Al-Abrasyi menyatakan, anak-anak membutuhkan hal-hal yang dapat dirasa yang ada hubungannya dengan lingkungan dan dunia mereka, sementara nalar dan logika para remaja dan orang dewasa bisa menjangkau sesuatu yang abstrak sekalipun.82 Muhammad Athiyah Al-Abrasyi mengartikan metode ialah jalan yang kita ikuti dengan memberi faham kepada murid-muridnya 81
Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif, Jakarta, PT.RajaGrafindo Persada, Januari 2011, Hlm 109-110 82 Ahmad Tantowi, Op.Cit. hlm 28-30
50
segala macam pelajaran, dalam segala mata pelajaran. Ia adalah rencana yang kita buat untuk diri kita sebelum kita memasuki kelas dan kita terapkan dalam kelas itu sesudah kita memasukinya. Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, metode memegang peranan penting. Penggunaan metode yang sesuai dengan bahan pelajaran yang diajarkan, anak murid yang diajar, lingkuangan tempat mengajar, akan membawa suasana proses belajar-mengajar berjalan mulus dan efektif. Muhammad Athiyah Al-Abrasyi menyimpulkan bahwa metode pendidikan Islam telah modern sejak semula. Hal ini terlihat dalam beberapa prinsip yang mendasar seperti adanya unsur demokrasi, kebebasan, kemerdekaan, persamaan dalam pendidikan, unsur pengamatan kepada bakat anak, kecenderungan, fitrah, kecakapan, kemampuan, berkomunikasi dengan anak dengan penuh kasih sayang dan pendidikan seumur hidup.Dia sependapat dengan dengan al-Ghazali, Ibnu sina,, al-Zarnuji dan Ibnu khaldunmengenai
kaidah-kaidah
dasar
dalam
pendidikan
Islam
diantaranya: A.Tidak ada pembatasan usia anak mulai belajar. B.Memberi kebebasan pada peserta didik dua disiplin ilmu yang disukai sesuai bakatnya, C.Cara mengajar anak yang belum baligh berbeda dengan mengajar anak yang sudah baligh, pelajaran dimulai dari yang paling mudah. D.Supaya pendidik tidak mengajarkankepada anak didik dua displin ilmu yang berbeda dalm satu waktu atau pada waktu yang sama,sebaiknya masing-masing ilmu diajarkan secara khusus dalam waktu tertentu, diberikan oleh pendidik yang menguasai ilmu tiu sehingga peserta didik benar-benar mamahaminya. E.Ketika memperhatikan dan mengindahkan pada waktu menunujukkan contoh dan alat peraga kepada aanak sebaiknya dengan sesuatu yang mudah ditangkap oleh panca indra dan perasaan mereka dan berangsurangsur dapat dicerna akal mereka. Al-Abrasyi berpendapat bahwa masingmasing
mata
pelajaran
mempunyai
metode
tersendiri
dalam
51
penyampaiannya. Ia berpendapat dalam memberikan pelajaran kepad anak-anak sebaiknya digunakan metode induktif, sedangkan untuk remaja digunakan metode deduktif. Diapun menyetujui lima langkah yang diterapkan para pendidik dalam memberikan pelajara dimulai dengan pendahuluan, berikut materi pelajaran, kemudian hubungan pelajaran baru dengan pelajaran yang sudah diketahui, lalu hasil yang didapat dan akhirnya latihan atau praktik. Para ahli mendefinisikan metode sebagai berikut: 1. Hasan Langgulung mendefinisikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan. 2. Abd. Al-Rahmah Ghunaimah mendefinisikan bahwa metode adalah cara-cara yang praktis dalam mencapai tujuan pendidikan. 3. Muhammad Athiyah Al-Abrasyi mendefinisikan pula bahwa metode adalah jalan yang kita ikuti untuk memberikan pengertian kepada murid-murid tentang segala macam metode dalam berbagai pelajaran. Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa metode adalah seperangkat cara, jalan dan teknik yang harus dimiliki dan digunakan oleh pendidik dalam upaya menyampaikan dan memberikan pendidikan danpengajaran kepada peserta didik agar mencapai tujuan pendidikan yang termuat dalam kurikulum yang telah ditetapkan. Dari definisi metode di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Metode Pendidikan Islam adalah cara yang efektif dan efisien yang harus dimiliki oleh pendidik dalam Pendidikan Islam.83 Metode mengandung implikasi bahwa proses penggunaannya bersifat konsisten dan sistematis, mengingat sasaran metode itu adalah manusia yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Jadi, penggunaan metode dalam proses kependidikan pada hakikatnya adalah pelaksanaan sikap hati-hati dalam pekerjaan mendidik / mengajar.84
83 84
http://digilib.uinsby.ac.id/7700/5/bab2.pdf Muzayyin Arifin, Op.Cit. Hlm 90
52
Dalam proses pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan, karena ia menjadi sarana dalam menyampaikan materi pelajaran yang tersusun dalam kurikulum. Tanpa metode, suatu materi pelajaran tidak akan dapat berproses secara efisien dan efektif dalam kegiatan belajar mengajar menuju tujuan pendidikan. Metode pendidikan yang tidak efektif akan menjadi penghambat kelancaran proses belajar mengajar sehingga banyak tenaga dan waktu terbuang sia-sia. Oleh karena itu, metode yang diterapkan oleh seorang guru akan berdaya guna dan berhasil guna jika mampu dipergunakan dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam proses pendidikan Islam, metode yang tepat guna apabila mengandung nilai-nilai yang intrinsik dan ekstrinsik sejalan dengan materi pelajaran sejalan dengan materi pelajaran dan secara fungsional dapat dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam. antara metode, kurikulum, dan tujuan pendidikan mengandung relevansi dan operasional dalam proses kependidikan. Oleh karena proses kependidikan mengandung makna internalisasi dan transformasi nilai-nilai Islam kedalam pribadi manusia didik dalam upaya membentuk pribadi muslim yang beriman, bertaqwa, dan berilmu pengetahuan.85 A. Dasar-Dasar Metode Pendidikan Islam Metode Pendidikan Islam dalam penerapannya banyak menyangkut persoalan individual atau sifat sosial dari peserta didik dan pendidik itu sendiri, sehingga dalam menggunakan metode, seorang pendidik harus memperhatikan dasar-dasar umum metode pendidikan. Sebab metode pendidikan hanyalah sarana menuju tujuan pendidikan, sehingga segala cara yang ditempuh oleh seorang pendidik harus mengacu pada dasardasar metode pendidikan tersebut. Dalam hal ini tidak lepas dari dasar agama, biologis, psikologis dan sosiologis.
85
M. Arifin, Op.Cit. Hlm 144
53
1. Dasar Agama Agama merupakan salah satu dasar-dasar metode Pendidikan Islam, karena dari agama para pendidik dapat memberikan pendidikan moral yang baik bagi peserta didik. Dan ketika peserta didik mempraktekkan dalam kehidupan bermasyarakat akan memberikan dampak yang positf, sehingga terbentuklah kepribadian yang baik di masyarakat bagi peserta didik. Al-Qur’an dan Hadist tidak bisa dilepaskan dari pelaksanaan metode Pendidikan Islam. Dalam kedudukannya sebagai dasar agama Islam, maka dengan sendirinya metode Pendidikan Islam harus merujuk pada kedua sumber ajaran tersebut. Sehingga segala penggunaan dan pelaksanaan metode Pendidikan Islam tidak menyimpang dari tujuan pendidikan itu sendiri. Nilai-nilai Al-Qur’an yang diserap oleh Rasulullah terpancar dalam gerak-geriknya yang direkam oleh para sahabat sehingga hampir tidak ada ayat yang tidak dihafal dan diamalkan oleh sahabat. Di samping itu kehadiran Al-Qur’an di tengah masyarakat Arab, memberikan pengaruh yang besar terhadap jiwa mereka. Akhirnya, mereka berpaling secara total, dan semua keputusan selalu melihat isyarat Al-Qur’an sebagai petunjuk kehidupan. Sementara pendidikan salah satu wahana untuk merumuskan dan mencapai tujuan hidup. Dengan demikian petunjuk hidup seluruhnya harus ditujukan kepada isyarat Al-Qur’an, karena Al-Qur’an mulai ayat pertama hingga terakhir tidak terlepas dari isyarat pendidikan. Sedangkan Sunnah dalam konteks pendidikan mempunyai dua fungsi, yaitu: (a) menjelaskan metode Pendidikan Islam yang bersumber dari AlQur’an secara konkret dan penjelasan lain yang belum dijelaskan AlQur’an; (b) menjelaskan metode pendidikan yang telah dilakukan oleh Rasul dalam kehidupan kesehariannya serta cara beliau menanamkan keimanan. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa metode Pendidikan Islam berdasarkan pada agama, dan karena Al-Qur’an dan Al-Hadist merupakan sumber pokok ajaran agama Islam, maka dalam pelaksanaan
54
metode tersebut disesuaikan dengan kebutuhan yang muncul secara efektif dan efisien yang dilandasi nilai-nilai keduanya (Al-Qur’an dan Al-Hadist). 2. Dasar Biologis Perkembangan biologis manusia, mempunyai pengaruh dalam perkembangan intelektualnya, sehingga semakin lama perkembangan biologis seseorang, maka dengan sendirinya makin meningkat pula daya intelektualnya. Dalam memberikan pendidikan terutama dalam Pendidikan Islam, seorang pendidik harus memperhatikan perkembangan biologis peserta didik. Perkembangan kondisi jasmani (biologis) seseorang juga mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap dirinya. Seseorang yang menderita cacat jasmani akan mempunyai kelemahan dan kelebihan yang mungkin tidak dimiliki oleh orang yang normal, misalnya seseorang yang mempunyai kelainan pada matanya (rabun jauh), maka cenderung untuk duduk di bangku barisan depan, karena berada di depan, maka tidak dapat bermain-main pada waktu guru memberikan pelajarannya, sehingga memperhatikan seluruh uraian guru. Karena hal ini berlangsung terusmenerus, maka dia akan mempunyai pengetahuan lebih dibanding dengan lainnya, apalagi termotivasi dengan kelainan mata tersebut. Berdasarkan hal ini, maka dapat dikatakan bahwa perkembangan jasmani itu sendiri memegang peranan yang sangat penting dalam proses pendidikan. Sehingga dalam menggunakan metode pendidikan seorang pendidik harus memperhatikan kondisi biologis peserta didik. Seorang peserta didik yang cacat akan berpengaruh terhadap prestasi peserta didik, baik pengaruh positif maupun negatif. Hal ini memberikan hikmah dari penciptaan Tuhan, maka dengan harapan besar pendidik dapat memberikan pengertian secukupnya pada siswanya untuk menerima penciptaan Allah yang sedemikian rupa. 3. Dasar Psikologis Metode Pendidikan Islam baru dapat diterapkan secara efektif, bila didasarkan pada perkembangan dan kondisi psikologis siswa. Sebab perkembangan dan kondisi psikologis siswa memberikan pengaruh yang
55
sangat besar terhadap internalisasi nilai dan transformasi ilmu. Dalam kondisi jiwa yang labil (jiwa yang tidak normal), menyebabkan transformasi ilmu pengetahuan dan internalisasi nilai akan berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Perkembangan psikologis seseorang berjalan sesuai dengan perkembangan biologisnya, sehingga seorang pendidik
dalam
menggunakan
metode
pendidikan
bukan
saja
memperhatikan psikologisnya tetapi juga biologisnya. Karena seseorang yang secara biologisnya cacat, maka secara psikologisnya dia akan merasa tersiksa karena ternyata dia merasakan bahwa teman-temannya tidak mengalami seperti apa yang dideritanya. Dengan memperhatikan yang demikian itu, seorang pendidik harus jeli dan dapat membedakan kondisi jiwa peserta didik, karena pada dasarnya manusia tidak ada yang sama. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam menggunakan metode pendidikan, seorang pendidik di samping memperhatikan kondisi jasmani peserta didik juga perlu memperhatikan kondisi jiwa atau rohaninya. Sebab manusia pada hakekatnya terdiri dari dua unsur, yaitu jasmani dan rohani, yang kedua-duanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahpisahkan. Kondisi psikologis yang menjadi dasar dalam metode Pendidikan Islam berupa sejumlah kekuatan psikologis peserta didik termasuk motivasi, emosi, minat, sikap, keinginan, kesediaan, bakat-bakat dan kecakapan akal (intelektualnya), sehingga seorang pendidik dituntut untuk mengembangkan potensi psikologis yang ada pada peserta didik. Dalam situasi sekolah, setiap anak memiliki sejumlah motif atau dorongan yang berhubungan dengan kebutuhan biologis dan psikologis. Di samping itu anak memiliki pula sikap-sikap, minat, penghargaan dan cita-cita tertentu. 4. Dasar Sosiologis Interaksi yang terjadi antara sesama siswa dan interaksi antara guru dan siswa, merupakan interaksi timbale balik yang kedua belah pihak akan saling memberikan dampak positif pada keduanya. Dalam kenyataan secara sosiologi seorang individu dapat memberikan pengaruh pada
56
lingkungan sosial masyarakatnya dan begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu guru sebagai pendidik dalam berinteraksi dengan siswanya hendaklah memberikan teladan dalam proses sosialisasi dengan pihak lainnya, seperti dikala berinteraksi dengan siswa, sesama guru, kepala sekolah dan karyawan. Interaksi pendidikan yang terjadi dalam masyarakat justru memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan peserta didik dikala berada di lingkungan masyarakatnya. Kadang-kadang interaksi dari masyarakat tersebut, berpengaruh pula terhadap lingkungan kelas dan sekolah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa dasar sosiologis adalah salah satu dasar dalam metode Pendidikan Islam. Dari dasar sosiologis inilah pendidik diharapkan dapat menggunakan metode Pendidikan Islam yang sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa pelaksanaan metode Pendidikan Islam harus dijalankan atas dasar agama, biologis, psikologis dan sosiologis, sehingga dari keempat dasar tersebut metode Pendidikan Islam akan berjalan dengan baik dan tercapailah tujuan pendidikan tersebut. B. Prinsip-Prinsip Metode Pendidikan Islam Kata prinsip berasal dari bahasa Inggris principle yang berarti asas, dasar dan prinsip. Sedangkan kata “asas” dalam kamus bahasa Indonesia diarti dasar, alas dan tumpuan berpikir (berpendapat). Adapun kata “dasar” mempunyai arti bagian yang terbawah, lantai, bakat, pembawaan dan sebagainya. Berdasarkan makna kebahasaan ini, maka prinsip dapat diartikan sesuatu yang bersifat asasi dan mendasar yang harus ada pada bangunan mengenai sesuatu, termasuk bangunan metodologi pendidikan. Dalam menggunakan metode Pendidikan Islam harus memperhatikan prinsip-prinsip dari metode Pendidikan Islam, karena dari prinsip-prinsip tersebut mampu memberikan pengarahan dan petunjuk dalam pelaksanaan metode pendidikan tersebut, sehingga para pendidik mampu menerapkan metode yang efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhannya. Prinsipprinsip metode Pendidikan Islam, antara lain:
57
1. Mempermudah Metode pendidikan yang digunakan oleh pendidik pada dasarnya adalah menggunakan suatu cara yang memberikan kemudahan bagi peserta didik
untuk
menghayati
dan
mengamalkan
ilmu
pengetahuan,
keterampilan,dan sekaligus mengidentifikasikan dirinya dengan nilai-nilai yang terdapat dalam ilmu pengetahuan dan keterampilan tersebut. Sehingga metode yang digunakan haruslah mampu membuat peserta didik untuk merasa mudah menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan itu. Inilah barangkali yang perlu dipahami oleh seorang pendidik. Pendidik tidak harus menggunakan metode yang muluk-muluk, cukup dengan metode yang sederhana saja yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan dan pendidik mampu menyampaikan dengan baik, sehingga mudah diserap, dipahami dan dikuasai oleh peserta didik. 2. Berkesinambungan Berkesinambungan dijadikan sebagai prinsip metode Pendidikan Islam, karena dengan asumsi bahwa Pendidikan Islam sebuah proses yang akan berlangsung terus-menerus. Sehingga dalam menggunakan metode pendidikan seorang pendidik perlu memperhatikan kesinambungan pelaksanaan pemberian materi. Jangan hanya karena mengejar target kurikulum, seorang pendidik menggunakan metode yang tidak efektif yang pada gilirannya akan memberikan pengaruh yang negatif pada peserta didik, karena peserta didik merasa dibohongi oleh pendidik. Metode pendidikan yang digunakan pendidik pada waktu yang lalu merupakan landasan dan pijakan metode sekarang yang sedang digunakan, sementara metode yang sekarang dipakai menjadi dasar perencanaan metode berikutnya, demikian seterusnya. Sehingga dengan beraneka macam metode yang saling berkesinambungan tersebut materi pendidikan dan pengajaran dapat berjalan dengan sistematis dan gambling.
58
3. Fleksibel dan Dinamis Metode Pendidikan Islam harus digunakan dengan prinsip fleksibel dan dinamis. Sebab dengan kelenturan dan kedinamisan metode tersebut, pemakaian metode tidak hanya monoton dan zaklik dengan satu macam metode saja. Seorang pendidik mampu memilih salah satu dan berbagai alternative yang ditawarkan oleh para pakar yang dianggapnya cocok dan tepat dengan materi, berbagai macam kondisi peserta didik, sarana dan prasarana, situasi dan kondisi lingkungan, serta suasana pada waktu itu. Dan
prinsip
kedinamisan
ini
berkaitan
erat
dengan
prinsip
berkesinambungan, karena dalam kesinambungan tersebut metode Pendidikan Islam akan selalu dinamis dengan situasi dan kondisi yang ada. Dengan prinsip ini diharapkan akan muncul metode-metode yang relative baru dari para pendidik Islam. Sebab dengan prinsip kelenturan dan kedinamisan ini memberikan peluang yang sangat luas bagi para pendidik untuk mengembangkan metode yang sudah ada, khususnya dalam menerapkan metode ilmu pengetahuan modern dan teknologi, sehingga pendidikan Islam mampu berbicara banyak dalam pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang benarbenar utuh (manusia yang menguasai Iptek dan berhati Imtaq) Dari uraian di atas penulis dapat katakan bahwa Pendidikan Islam memberikan keleluasaan dan kebebasan bagi para pendidik untuk mengembangkan metode yang sudah dikenal oleh mereka, yang jelas dalam metode ini pendidik berusaha menggunakan metode yang efektif dan efisien. Akan tetapi perlu diingat bahwa kebebasan yang diberikan oleh prinsip-prinsip tersebut dibatasi oleh dasar-dasar metode Pendidikan Islam itu sendiri.86
86
http://digilib.uinsby.ac.id/7700/5/bab2.pdf
59
i. Evaluasi Pendidikan Islam Dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peranan penting. Keberhasilan proses pendidikan secara langsung akan berdampak pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia tersebut. Salah satu indikator kualitas pendidikan yang baik adalah lulusannya yang berkompeten. Kompetensi merupakan fungsi dari banyak variabel antara lain kemampuan peserta didik, kemampuan pendidik, fasilitas, manajemen dan perkembangan pengetahuan ilmiah dan teknologi serta seni. Ruang lingkup pendidikan sangat luas mulai dari input atau masukan, proses sampai hasilnya atau output.
Untuk
mengetahui bahwa proses yang kita lakukan sesuai dengan tujuannya maka harus dilakukan umpan balik. Salah satu bentuk umpan balik yang dilakukan adalaah evaluasi. Sistem evaluasi yang dipergunakan memegang peranan penting dalam laporan lembaga pendidikan karena lewat laporan itulah dapat diketahui perkembangan anak didik setelah mengikuti proses pendidikan di lembaga pendidikan tersebut. Yang dimaksud dengan penilaian dalam pendidikan adalah keputusan-keputusan yang diambil dalam proses pendidikan secara umum, baik mengenai perencanaan, pengelolaan, proses dan tindak lanjut pendidikan atau yang menyangkut perorangan, kelompok maupun kelembagaan. Karenanya yang dimaksud dengan evaluasi dalam pendidikan Islam adalah pengambilan sejumlah keputusan yang berkaitan dengan pendidikan Islam guna melihat sejauh mana keberhasilan pendidikan yang selaras dengan nilai-nilai Islam sebagai tujuan dari pendidikan Islam itu sendiri. Sebagai salah satu komponen penting dalam pelaksanaan pendidikan Islam.87 Evaluasi merupakan suatu tahapan akhir dari suatu proses pembelajaran, yang dengannya dapat diketahui keberhasilan proses pembelajaran tersebut sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh karenanya, evaluasi merupakan kegiatan yang tak kalah pentingnya dari 87
Ahmad Tantowi, Op.Cit. Hlm 31
60
proses pembelajaran. Evaluasi pendidikan memiliki kedudukan yang sangat strategis, dikarenakan hasil dari kegiatan evaluasi dapat digunakan sebagai input untuk melakukan perbaikan kegiatan pendidikan. Ajaran Islam juga menaruh perhatiannya terhadap evaluasi tersebut. Allah SWT dalam suatu firmannya yang memberitahukan bahwa pekerjaan evalausi terhadap peserta didik merupakan suatu tugas penting dalam rangkaian proses pendidikan yang telah dilaksanakan oleh pendidik. Firman Allah dalam QS. Al Baqarah (02), ayat 31- 32. Artinya: dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" mereka menjawab: "Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.( QS. Al Baqarah (02) 31- 32)88 Evaluasi adalah penilaian tentang suatu adpek yang dihubungkan dengan situasi aspek lainnya sehingga diperoleh suatu gambaran yang menyeluruh yang ditinjau dari berbagai aspek. Evaluasi diartikan sebagai proses penilaian tentang keberhasilan tujuan- tujuan pendidikan yang tercapai. Penilaian tersebut dapat berhasil jika dilakukan sesuai dengan prinsipprinsip sebagai berikut: a) Prinsip kesinambungan (kontinuitas); penilaian hendaknya dilakukan secara berkesinambungan. b) Prinsip menyeluruh, maksudnya penilaian harus mengumpulkan data mengenai seluruh aspek kepribadian. c) Prinsip obyektif, penilaian diusahakan agar subyektif mungkin.
88
Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 1
61
d) Prinsip sistematis, yakni penilaian harus dilakukan secara sistematis dan teratur. Prinsip diatas sejalan dengan system ajaran Islam, karena prinsip tersebut dalam ajaran Islam termasuk kedalam akhlak yang mulia. Dalam akhlak yang mulia seseorang harus bersifat obyektif, jujur, dan mengatakan sesuatu sesuai apa adanya.89 Al-Quran menjelaskan sebagaimana QS. AtTaubah 9 ayat 119 Artinya : Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar(QS. At- Taubah: 119).90 j. Pendidik Dalam Pendidikan Islam Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab member bimbingan atau bantuan kepada peserta didik atau anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah Swt. Khalifah dimuka bumi, sebagai makhluk sosial dan individu yang sanggup berdiri sendiri. Istilah lain yang lazim dipergunakan untuk pendidik adalah guru. Dari segi bahasa, pendidik sebagaimana dijelaskan oleh poerwadarminta adalah orang yang mendidik. Dalam bahasa Inggris ada beberapa kata yang berdekatan artinya dengan pendidik. Kata tersebut seperti teacher dan tutor. Sedangkan dalam bahasa Arab adalah ustadz, mudarris, mu'alim dan mu'addib. Pendidik dalam konteks ini bukan hanya terbatas pada orang-orang yang bertugas disekolah tetapi semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan anak mulai sejak dalam kandungan hingga ia dewasa, bahkan sampai meninggal dunia. Jika kita mengikuti petunjuk alQur'an, akan ditemukan informasi bahwa yang menjadi pendidik itu secara garis besarnya ada 4 yaitu, Allah, Para Nabi, Kedua Orang Tua dan Orang 89 90
http://digilib.uinsby.ac.id/1297/5/Bab%202.pdf Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 187
62
lain. Islam mengajarkan bahwa pendidik pertama dan utama yang paling bertanggung jawab terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik adalah kedua orang tua. Islam memerintahkan kedua orang tua untuk mendidik diri dan keluarganya, terutama anak-anaknya, agar mereka terhindar dari adzab yang pedih. Istilah tersebut hamper sama pengertiannya. Meskipun demikian, pada keduanya juga terdapat perbedaan dalam praktiknya. Istilah guru seringkali digunakan dalam lingkungan pendidikan formal, informal dan non formal. Pendidik dalam Islam
adalah
orang-orang
yang
bertanggung
jawab
terhadap
perkembangan peserta didik atau anak didik dengan mengupayakan seluruh potensi peserta didik atau anak didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorikagar menjadi lebih baik. Yang pertama kali menjadi pendidik anak adalah orang tua. Karena itu, dia disebut sebagai pendidik kodrati. Disisi lain, oleh karena orang tua tidak mempunyai kemampuan, waktu dan sebagainya. Maka mereka menyerahkan sebagai tanggung jawabnya kepada orang lain yang berkompeten untuk melaksanakan tugas pendidik. Dalam hal ini, tugasa orang tua adalah sebagai pendidik anakanaknya yang dibantu oleh lembaga pendidikan dimana lembaga ini banyak memberikan bantuan pendidikan melalui guru-guru yang ada.91 Pendidik disinyalir sebagai manusia pilihan yang memiliki kualitas pemikiran handal, sehingga mampu mendidik, membimbing dan mengarahkan peserta didik menjadi manusia yang baik dan berguna, baik bagi dirinya maupun bagi lingkungan sekitarnya. Sehingga demikian dapat dipahami bahwa pendidik adalah sebagai orang sangat menentukan pembentukan jati diri seorang manusia. Dalm konteks ini adalah peserta didik, sebagai pengganti peran yang seharusnya diemabn oleh orang tua.92 Tugas pendidik adalah Pertama, membimbing si terdidik atau peserta didik, mencari pengenalan terhadapnya mengenai kebutuhan, kesanggupan, bakat, minat, dan lain sebagainya. Kedua, menciptakan 91 92
Abd. Aziz. Op.Cit. hlm 179-181 Dakir dan Sardimi, Op.Cit, Hlm 64
63
situasi untuk pendidikan. Yang dimaksud dengan situasi pendidikan yaitu suatu keadaan dimana tindakan-tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan baik dan dengan hasil yang memuaskan. Tugas lain ialah harus pula memiliki pengetahuan-pengetahuan yang diperlukan, pengetahuan-pengetahuan keagamaan dan lain-lainnya. Pengetahuan ini hanya sekedar diketahui tetapi juga diamalkan dan diyakini sendiri. Ingatlah bahwa kedudukan pendidik adalah pihak yang "lebih" dalam situasi pendidikan. Harus pula diingat bahwa pendidik adalah manusia dengan sifat-sifatnya yang tidak sempurna. Oleh karena itu, maka menjadi tugas pula bagi pendidik untuk selalu meninjau diri sendiri. Dari reaksi peserta didik, dari hasil-hasil usaha pendidikan, pendidik dapat memperoleh bahan-bahan kecaman dari pihak peserta didik. Kecaman yang membangunpun besar sekali nilainya. Menjadi pendidik hendaklah memiliki sifat-sifat sebagi berikut: 1. Zuhud, tidak mengutamakan materi dan mengajarkan mencari keridhaan Allah SWT semata 2. Bersih tubuhnya, jauh dari dosa dan kesalahan, bersih jiwa, terhindar dari dosa besar, sifat ria (mencari nama), dengki, permusuhan, perselisihan, dan lain-lain sifat yang tercela. 3. Ikhlas dalam pekerjaan 4. Suka pemaaf 5. Guru merupakan seorang bapak sebelum ia menjadi seorang guru 6. Guru harus mengetahui tabiat murid, dan guru harus menguasai mata pelajaran. Itu
sebabnya,
pendidik
menurut
Islam
bukanlah
sekedar
pembimbing melainkan juga sebagai figur teladan yang memiliki karakteristik baik, sedang hal itu belum tentu terdapat dalam diri pembimbing. Dengan begitu, pendidik muslim mestilah aktif dari dua arah : secara eksternal dengan jalan mengarahkan atau membimbing peserta
64
didik, secara internal denagn jalan merealisasikan karakteristik akhlak mulia.93 Pendidik terbagi dua, yaitu: 1. Pendidik kodrat adalah orang dewasa yang mempunyai tanggung jawab utama terhadap anak adalah orangtuanya. Orangtua disebut pendidik kodrat karena mereka mempunyai hubungan darah dengan anak. Namun, karena orangtua kurang memiliki kemampuan, dan sebagainya untuk memberikan pendidikan yang diperlukan anaknya. Maka mereka menyerahkan sebagian tanggung jawabnya kepada orang dewasa lain untuk membimbingnya seperti guru disekolah, guru agama di masjid, pemimpin pramukadan tokoh-tokoh masyarakat. Berdasarkan hal diatas, orangtua menjadi pendidik yang pertama dan terutama bagi anak-anaknya. Ia harus menerima, mencintai, mendorong, dan membantu anak aktif dalam kehidupan bersama (kekerabatan) agar anak memiliki nilai hidup, jasmani, nilai keindahan, nilai kebenaran, nilai moral, nilai keagamaan, dan bertindak sesuai dengan niali-nilai tersebut sebagai perwujudan dan peran mereka sebagai pendidik. Hal ini dapat dipahami dari firman Allah dalam Surah AtTahrim ayat 6 Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. At-Tahrim:6)94 Berdasarkan penafsiran ayat diatas dapat dikatakan bahwa setiap orangtua mukmin menjadi pendidik. Tanpa megikuti pendidikan profesi
93 94
Abd. Rachman Assegaf, , Filsafat Pendidikan Islam, Op.Cit, Hlm 111-112 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 560
65
pendidik, tanpa memiliki ijazah tertentu, dan tanpa menerima honor dari siapapun. Ia harus melaksanakan tugas mendidik dengan baik. 2. Pendidik jabatan yaitu pendidik disekolah, seperti guru, konselor, dan administrator disebut pendidik karena jabatan. Sebutan ini disebabkan mereka ditugaskan untuk memberikan pendidikan dan pengajaran disekolah, yaitu mentransformasikan kebudayaan secara terorganisasi semi perkembangan peserta didik, khususnya dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidik jabatan adalah orang lain (tidak termasuk anggota keluarga) yang karena keahliannya ditugaskan mendidik guna melanjutkan pendidikan yang telah dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga. Pada hakikatnya, pendidik jabatan membantu orangtua dalam mendidik anak karena orang tua memiliki berbagai keterbatasan. Berbeda dengan pendidik kodrat, pendidik jabatan dituntut memiliki berbagai kompetensi sesuai dengan tugasnya.95 Dalam melaksanakan tugasnya, pendidik perlu memahami dan mengikuti
norma-norma
yang
mengatur
hubungan
kemanusiaan
(relationship) antara pendidik dan peserta didik, orangtua peserta didik, kolega, dan atasannya. Itulah yang disebut kode etik pendidik. Suatu jabatan yang melayani orang lain selalu memerlukan kode etik. Demikian pula jabatan pendidik. Bentuk kode etik suatu lembaga pendidikan tidak harus sama, tetapi secara intrinsik mempunyai kesamaan konten yang berlaku umum. Pelanggaran terhadap kode etik akan mengurangi nilai dan kewibawaan identitas pendidik. Dalam merumuskan kode etik, Al-Ghazali lebih menekankan betapa berat kode etik yang diperankan seorang pendidik daripada peserta didiknya.
Kode etik pendidik terumuskan
sebanyak 17 bagian, sementara kode etik peserta didik hanya 11 bagian. Hal itu terjadi karena guru dalam konteks ini memegang banyak peran, yang tidak saja menyangkut keberhasilannya dalam menjalankan profesi
95
Bukhari Umar, Op.Cit, Hlm 83-86
66
keguruan, tetapi juga tanggung jawabnya dihadapan Allah kelak. Adapaun kode etik pendidik yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. Menerima segala problem peserta didik dengan hati dan sikap yang terbuka dan tabah. b. Bersikap penyantun dan penyayang. Artinya : 159. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.(Q.S. Ali Imran:159)96 [246] Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lainlainnya. c. Menjaga kewibawaan dan kehormatannya dalam bertindak. d. Menghindari dan menghilangkan sikap angkuh terhadap sesama. Artinya : 32. (yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunanNya. dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; Maka 96
Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 50
67
janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.(Q.S. Al-Najm: 32)97 e. Bersifat rendah hati ketika menyatu dengan sekelompok masyarakat. Artinya : 88. janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.(Q.S. Al-Hijr:88)98 f. Menghilangkan aktivitas yang tidak berguna dan sia-sia. g. Bersifat lemah lembut dalam menghadapi peserta didik yang tingkat IQ-nya rendah, serta membinanya sampai pada taraf maksimal. h. Meninggalkan sifat marah dalam menghadapi problem peserta didik. i. Memperbaiki sikap peserta didik, dan lemah lembut terhadap pserta didik yang kurang lancer bicara. j. Meninggalkan sifat yang menakutkan bagi peserta didik, terutama pada peserta didik yang belum mengerti atau mengetahui. k. Berusaha
memperhatikan
pertanyaan-pertanyaan
peserta
didik,
walaupun pertanyaannya terkesan tidak bermutu atau tidak sesuai dengan masalah yang diajarkan. l. Menerima kebenaran yang diajukan oleh peserta didik. m. Menjadikan kebenaran sebagai acuan dalam proses pendidikan, walaupun kebenaran itu datangnya dari peserta didik. n. Mencegah dan mengontrol peserta didik mempelajari ilmu yang membahayakan.
97 98
Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 526 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 262
68
Artinya : 195. dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang berbuat baik.(Q.S. Al-Baqarah:195) o. Menanamkan sifat ikhlas pada peserta didik, serta terus menerus mencari informasi guna disampaikan pada peserta didik yang pada akhirnya mencapai tingkat taqarrub kepada Allah. Artinya : 5. Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus. [1595] Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan. p. Mencegah peserta didik mempelajari ilmu fardhu kifayah (kewajiban kolektif, seperti ilmu kedokteran, psikologi, ekonomi, dan sebagainya) sebelum mempelajari ilmu fardhu'ain (kewajiban individual, seperti akidah, syari'ah dan akhlak). q. Mengaktualisasikan informasi yang diajarkan kepada peserta didik. Artinya : 44. mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?. (Q.S. Al-Baqarah:44)99
99
Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 1
69
Artinya : 2. Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?. 3. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.(Q.S. Ash-Shaff:2-3)100 Dalam ungkapan yang berbeda, Muhammad Athiyah Al-Abrasyi menentukan kode etik pendidik dalam pendidikan Islam adalah sebagai berikut: 1. Mempunyai watak kebapakan sebelum menjadi seorang pendidik, sehingga ia menyayangi peserta didik seperti menyayangi anaknya sendiri. 2. Adanya komunikasi yang aktif antara pendidik dan peserta didik. Pola komunikasi dalam interaksi dapat diterapkan ketika terjadi proses belajar mengajar. Pola komunikasi dalam pendidikan dapat dilakukan dengan tiga macam yaitu: komunikasi sebagai aksi (interaksi searah), komunikasi sebagai interaksi (interaksi dua arah), dan komunikasi sebagai transaksi (interaksi multi arah). Tentunya untuk mewujudkan pendidikan Islam yang maksimal harus digunakan komunikasi yang transaksi, sehingga suasana belajar menjadi lebih aktif antara pendidik dan peserta didik, antara peserta didik dan pendidik, dan antara peserta didik dengan peserta didik. 3. Memperhatikan kemampuan dan kondisi peserta didik, pemberian materi pelajaran harus diukur dengan kadar kemampuannya. Sabda Nabi Muhammad SAW " Kami para Nabi diperintahkan untuk menempatkan pada posisinya, berbicara dengan seseorang sesuai dengan kemampuan akalnya". (HR. Abu Bakr bin Asy-Syakhir). 4. Mengetahui kepentingan bersama, tidak terfokus pada sebagian peserta didik, misalnya hanya memprioritaskan anak yang memiliki IQ tinggi. 5. Mempunyai sifat-sifat keadilan, kesucian, dan kesempurnaan. 100
Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 551
70
6. Ikhlas dalam menjalankan aktivitasnya, tidak banyak menuntut hal yang diluar kewajibannya. 7. Mengaitkan mater satu denagn materi yang lainnya (menggunakan pola integrated curriculum) dalam pengajarannya. 8. Memberi bekal peserta didik dengan ilmu yang mengacu pada masa depan, karena ia tercipta berbeda dengan zaman yang dialami oleh pendidiknya. Ali bin Abi Thalib berkata: "didiklah anak kalian dengan pendidikan yang berbeda dengan yang diajarkan padamu, karena mereka diciptakan untuk zaman yang berbeda dengan zaman kalian" 9. Sehat jasmani dan rohani serta mempunyai kepribadian yang kuat, bertanggung jawab, dan mampu mengatasi problem peserta didik, serta mempunyai rencana yang matang untuk menatap masa depan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.101 k. Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam Komponen selanjutnya dalam pendidikan adalah peserta didik atau anak didik. Peserta didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang,
baik
fisik
mauoun
psikis
untuk
mencapai
tujuan
pendidikannya melalui proses pendidikan. Peserta didik dalam arti umum adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok. Definisi tersebut member arti bahwa peserta didik atau anak didik adalah anak yang belum dewasa yang memerlukan orang lain untuk menjadi dewasa. Kendati demikian, peserta didik mempunyai tugas atau kewajiban yang harus dilaksanakan sebagaiman dikatakan oleh An-Namiri Al-Qurtubi, yang dikutip oleh Asma Hasan Fahmi yaitu antara lain: 1). Seorang peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran sebelum ia menuntut ilmu, karena belajar adalah semacam ibadah dan tidak sah ibadah kecuali dengan hati bersih. Bersih hati artinya menjauhkan diri dari sifat-sifat tercela, seperti dengki, benci, menghasud,
101
Bukhari Umar, Op.Cit, Hlm 97-102
71
takabur, menipu, berbangga-bangga dan memuji diri dengan akhlak mulia seperti benar, taqwa, ikhlas, zuhud, merendahkan diri dan ridlo. 2). Hendaklah tujuan belajar itu ditujukan untuk menghiasi ruh dengan sifat keutamaan, mendekatkan diri kepada Allah dan bukan untuk bermegah-megahan dan mencari kedudukan. 3).dinasehatkan agar peserta didik tabah dalam memperoleh ilmu pengetahuan, maka ia tidak boleh ragu-ragu untuk itu. 4). Wajib menghoramti guru dan bekerja untuk memperoleh kerelaan guru, dengan
mempergunakan
bermacam-macam
cara.
Bermanis
mulut
bukanlah satu sikap yang terpuji, kecuali untuk memperoleh kerelaan guru.102 Selebihnya Muhammad Athiyah Al-Abrasyi menambahkan tugastugas yang harus dilaksanakan oleh peserta didik dalam melaksanakan proses belajarnya : 1). Sebelum belajar, ia hendaknya terlebih dahulu membersihkan hatinya dari segala sifat buruk 2). Niat belajar hendaknya ditujukan untuk mengisi jiwa dengan berbagai fadhilah 3). Hendaknya bersedia meninggalkan keluarga dan tanah air untuk mencari ilmu ketempat yang jauh sekalipun 4). Peserta didik wajib menghormati gurunya 5). Jangan melakukan aktifitas ketika belajar kecuali atas petunjuk dan ijin pendidik 6). Memaafkan guru apabila dia bersalah, terutama dalam menggunakan lidahnya 7). Wajib besungguh-sungguh dalam mencariilmu dan tekun dalam belajar 8). Jangan suka terlalu sering menukar guru, kecuali dengan pertimbangan yang matang 9). Peserta didik wajib saling mengasihi dan menyayangi diantara sesamanya, sebagai wujud untuk memperkuat rasa persaudaraan 102
Abd. Aziz. Op.Cit. hlm 197-198
72
10). Bergaul dengan baik terhadap guru-gurunya 11). Peserta didik hendaknya mengulang setiap pelajaran dan menyusun jadwal belajar yang baik guna meningkatkan kedisiplinan belajarnya 12). Menghargai ilmu dan bertekat untuk terus menuntut ilmu sampai akhir hayat.103 Peserta didik dipandang sebagai anak yang aktif, bukan pasif yang hanya menanti pendidik atau guru untuk memenuhi otaknya dengan berbagai informasi. Seimbang dengan kewajiban pendidik untuk menyampaikan ajaran Islam, peserta didik harus menuntut ilmu, membaca dengan nama Allah SWT, pada Surah (Q.S. AL-Alaq (96): 1) Artinya : 1. bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dan secara bertahap pada Surah (Q.S.Al-Insyiqaaq (84): 19)104 Artinya : 19. Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan), (Yang dimaksud dengan tingkat demi tingkat ialah dari setetes air mani sampai dilahirkan, kemudian melalui masa kanak-kanak, remaja dan sampai dewasa. dari hidup menjadi mati kemudian dibangkitkan kembali.)
Karena orang yang berilmu pengetahuan melalui proses belajar itu berbeda dengan orang yang tidak mengetahui terdapat pada Surah (Q.S AlHujuraat (49): 9)105 :
103
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Op.Cit. hlm 146-148 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 589 105 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 515 104
73
Artinya : 9. dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orangorang yang Berlaku adil. Orang yang beriman dan berilmu pengetahuan akan ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT terdapat pada Surah (Q.S. Al-Mujaadilah (58): 11)106 Artinya : 11. Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Sedangkan orang yang tidak memanfaatkan karunia Allah berupa panca indera dan kalbu atau otak untuk berfikir , ibarat binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi, terdapat pada Surah (Q.S. AL-A'raaf (7) : 179).107
106 107
Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 542 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 151
74
Artinya : 179. Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka Itulah orang-orang yang lalai. Semua itu sebagai bukti bahwa peserta didik dalam konsep Islami haruslah aktif dan dinamis dalam berfikir, belajar, merenungkan, meneliti, mencoba,
menemukan,
mengamalkan,
dan
menyebarluaskan
aktivitasnya.108
l. Manfaat dan Fungsi Pendidikan Islam Manfaat dan fungsinya adalah sebagai berikut: Pertama, membantu menemukan maslah-maslah pendidikan dan sekaligus memberikan cara untuk mengatasinya berdasarkan cara kerjanya yang sistematik, radikal, universal, mendalam, spekulatif, dan rasional. Kedua, memberikan informasi yang komprehensif, mendala, dan sistematik tentang hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam merumuskan dan mendesain konsep pendidikan, seperti informasi tentang manusia dengan berbagai potensi, bakat dan minat yang dimilikinya, tentang alam jagat raya dengan berbagai macam ragam, sifat dan karakternya, tentang ilmu pengetahuan, tentang sumber (ontologi), metodologi (epistemologi), dan penggunaannya (aksiologi)nya, tentang akhlak (etika) dengan berbagai macam
108
dan
proses
Abd. Rachman Assegaf,
mananamkannyadalam
diri
manusia,
tentang
Filsafat Pendidikan Islam , Op.Cit, Hlm 113-114
75
masyarakat dengan berbagai stratifikasinya, tentang nilai-nilai budaya dan lain sebagainya. Ketiga, memberikan dorongan bagi dilakukannya aktivitas pendidikan yang disebabkan karena memiliki pengetahuan tentang sesuatu yang sistematik, mendalam dan komprehensif tentang masalah-maslah yang berkaitan dengan pendidikan. Keempat, memberikan informasi tentang pendidikan, termasuk pendidikan Islam, tentang bermutu atau tidaknya pendidikan tersebut, atau tercapai tidaknya tujuan pendidikan yang ditetapkan, serta berbagai kelemahan lainnya. Dengan bantuan filsafat pendidikan akan dapat diketahui letak kelemahan pendidikan tersebut, dan sekaligus memberikan alternativealternatif perbaikan dan pengembangannya. Ada beberapa fungsi pendidikan Islam yaitu sebagai berikut: Pertama, fungsi spekulatif, yaitu berusaha untuk mengerti keseluruhan persoalan pendidikan dan mencoba merumuskannyadalam satu gambaran pokok sebagai pelengkap bagi data-data yang telah ada dari segi ilmiah. Kedua, fungsi normative, yaitu menentukan arah dan maksud pendidikan. Hal yang demikian terlihat dari adanya rumusan visi, misi dan tujuan pendidikan. Yakni keadaan manusia atau masyarakat yang diinginkan oleh pendidikan. Yang semua itu dapat digambarkan dengan bantuan filsafat pendidikan. Ketiga, fungsi kritik, yaitu memberikan dasar bagi pengertian kritis dan rasional dalam mempertimbangkan dan menafsirkan data-data ilmiah. Misalnya, data pengukuran analisis evaluasi kepribadian maupun prestasi, cara menetapkan klasifikasi prestasi secara tepat dengan data-data objektif, dan menetapkan asumsi-asumsi berikut hipotesisnya yang lebih masuk akal. Keempat, fungsi teoretis, yakni memberikan prinsip-prinsip umum bagi suatu kegiatan praktik dalam dunia pendidikan.109
109
Abuddin Nata, Op.Cit, hlm 38-40
76
m. Manfaat Mempelajari Filsafat Pendidikan Islam Sudah dapat diduga bahwa setiap ilmu sudah pasti memiliki kegunaan, termasuk juga ilmu filsafat pendidikan Islam ini, para ahli dibidang ini telah banyak meneliti secata teoretis mengenai kegunaan filsafat pendidikan Islam. Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany misalnya
mengemukakan
tiga
manfaat
dari
mempelajari
filsafat
pendidikan Islam tersebut sebagai berikut: 1. Filsafat pendidikan itu dapat menolong para perancang pendidikan dan orang-orang yang melaksanakannya dalam suatu negara untuk membentuk pemikiran sehat terhadap proses pendidikan. Disamping itu ia dapat menolong terhadap tujuan-tujuan dan fungsi-fungsinya serta meningkatkan mutu penyelesaian masalh pendidikan dan peningkatan tindakan dan keputusan termasuk rancangan-rancangan pendidikan mereka. Selain itu ia juga berguna untuk memperbaiki peningkatan pelaksanaan pendidikan serta kaidah dan cara mereka mengajar yang mencakup penilaian, bimbingan dan penyuluhan. 2. Filsafat pendidikan Islam dapat menjadi asas yang terbaik untuk penilaian
pendidikan
dalam
arti
yang menyeluruh.
Penilaian
pendidikan itu dianggap persoalan yang perlu bagi setiap pengajaran yang baik. Dalam pengertian yang terbaru, penilaian pendidikan meliputi segala usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh sekolah, institusi-institusi pendidikan secara umum untuk mendidik angkatan baru dan warga Negara dan segala yang berkaitan dengan itu. 3. Filsafat pendidikan Islam akan menolong dalam memberikan pendalaman pikiran bagi faktor-faktor spiritual, kebudayaan, sosial, ekonomi dan politik dinegara kita. Berdasarkan pada kutipan diatas timbul kesan bahwa kegunaan dan fungsi filsafat pendidikan Islam ternyata amat strategis. Ia seolah-olah menjadi acuan dalam memecahkan berbagai persoalan dalam pendidikan. Hal ini disebabkan karena yang diselesaikan filsafat pendidikan Islam itu
77
adalah bidang filosofinya yang menjadi akar bagi setiap permasalahan kependidikan.110 Selanjutnya manfaat mempelajari filsafat dan filsafat pendidikan yaitu sebagai berikut: Pertama, hidup dan kehidupan selalu bergerak, baik kearah positif maupun negatif, dan selalu menyeret manusia. Apalagi bagi individu yang hidup dalam masyarakat yang mengalami transisi dan pergeseran nilainilai kehidupan. Hal-hal demikian kadang-kadang dihadapi dengan kesiapan atau mekanisme diri yang labil sehingga tidak jarang mengalami krisis batin, dengan tingkat yang berbeda-beda. Dalam hal seperti ini, individu yang sudah memiliki filsafat hidup (philosophy of life), akan dapat mengantisipasinya dengan damai, sehingga terhindar dari berbagai hal yang negative dalam hidup dan kehidupannya. Al-Qur'an menjelaskan betapa pentingnya adanya pegangan yang mantab dalam hidup dan kehidupan ini. Seperti yang dapat dipelajari misalnya dalam surat Al-Ra'd ayat 28 :111 Artinya ; (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. Selanjutnya, dapat juga dipelajari dalam surat Al-Fajr ayat 27-30:112
27. Hai jiwa yang tenang. 28. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. 29. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, 30. masuklah ke dalam syurga-Ku
110
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Op.Cit, 17-18 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 249 112 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 593 111
78
Kedua, tiap pribadi punya pandangan hidup atau filsafat hidup sendiri-sendiri yang menentukan perilakunya. Hal ini member indikasi bahwa setiap orang seyogyanya mempunyai pasangan hidup yang benarbenar diyakini kebenaran dan kebaikannya sehingga menghasilkan perilaku yang bermanfaat bagi diri dan lingkungannya. Dalam Al-Qur'an surat Al-Isra' ayat 84 dikemukakan: Artinya ; Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalanNya.113 Ketiga, setiap individu mempunyai hak kebebasan untuk menentukan pandangan hidup yang dia pilih. Hal ini memberi arti, bahwa setiap perilaku yang dilakukan, merupakan keputusan batin sendiri dan demikian juga member arti bahwa manusia telah punya kebebasan dan kepribadian sendiri. Dalam Islam hal ini ditegaskan antara lain dalam AlQur'an surat Al-Balad 8-10: 8. Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, 9. lidah dan dua buah bibir. 10. dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (Yang dimaksud dengan dua jalan ialah jalan kebajikan dan jalan kejahatan).114 Keempat, perlu memahami tentang filsafat, bagaimanapun tingkat kemampuan yang ada. Walaupun seseorang tahu tentang ilmu filsafat dalam kadar yang sedikit, itupun dapat digunakan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai individu, maupun sebagai anggota masyarakat.115
113
Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 282 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 594 115 Muhammad As Said, Op.Cit. hlm 25-26 114
79
B. Hasil Penelitian Terdahulu Skripsi Moh.Sullah 06110201 Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Maulana Malik Ibrahim dengan judul " STUDI KOMPARASI KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK SAYYID MUHAMMAD AL-NAQUIB AL-ATTAS DAN IBN MISKAWAIH" yang intinya adalah Dari hasil penelitian ini terungkap bahwa konsep pendidikan akhlak menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas adalah pengenalan dan pengalaman untuk memahami makna sesuatu sebagai upaya pembentukan akhlakul karimah guna mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub) demi mencapai keselamatan di dunia dan di akhirat yang dikenal dengan konsep ta'dib. Sedangkan konsep pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih adalah keadaan jiwa yang mendorong manusia untuk melakukan perbuatan-perbuatan secara spontan (tanpa ada pemikiran dan pertimbangan) itu dapat diperoleh pembawaan sejak lahir, tetapi juga dapat diperoleh dengan latihan-latihan membiasakan diri, hingga menjadi sifat kejiwaan yang dapat melahirkan perbuatan yang baik yang dikenal dengan konsep al-wasith (posisi tengah). Adapun perbandingan dari kedua tokoh tersebut menunjukkan bahwa keduanya mengalami banyak persamaan dibandingkan perbedaannya. Persamaan tersebut terletak pada landasan dasar akhlak yaitu berlandaskan pada ontologi (tauhid), epistimologi (ilmu) dan aksiologi (akhlak/ moral) yang mengacu pada alQur‟an dan al-Hadits, materi pendidikan, serta tujuan pendidikan akhlak itu sendiri. Sedangkan bentuk perbedaannya terletak pada hakikat dari pendidikan akhlak itu sendiri. Menurut Sayyid Muhammad Al-Naquib AlAttas bahwa akhlak mengalami perubahan dikarenakan faktor lingkungan yang dikenal dengan teori empirisme. Sedangkan Ibnu Miskawaih bahwa akhlak itu diperoleh dari pembawaan dan lingkungan di sekitarnya yang dikenal dengan teori konvergensi. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan analisis komparatif. Data yang digunakan adalah sumber data primer, yaitu Konsep Pendidikan dalam Islam, Aims and Objectives of Islamic Education dan kitab Tahdzib Al-Akhlaq wa Tathhir Al-A‟raq.
80
Sedangkan data yang kedua adalah sumber data skunder, yaitu Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, Filsafat Pendidikan Islam: Analisis Pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Menuju Kesempurnaan Akhlak dan data-data yang sesuai dengan judul peneliti. Sedangkan teknik pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi, dan teknik analisis datanya menggunakan content analysis. Sementara pembahasannya menggunakan metode deduksi, induksi dan komparasi. 116 Skripsi Ahmad Wahidillah Agung P. NIM 08470006 Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga dengan Judul "KOMPARASI KONSEP KEBEBASAN MANUSIA MENURUT JOHN DEWEY DAN MUHAMMAD ATHIYAH AL-ABRASYI (Perspektif Filsafat Pendidikan) yang intinya adalah Penelitian ini memiliki latar belakang bahwa pendidikan saat ini masih saja melakukan penindasan dan pengekangan terhadap peserta didik dengan memberlakukan peraturan yang ketat dan sistem pembelajaran yang teacher centred. Hal ini mengakibatkan peserta didik tidak mempunyai kebebasan dalam mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya. Sehingga tujuan dalam penelitian ini adalah : (1) menjelaskan gagasan John Dewey dan Muhammad Athiyah Al-Abrasyi tentang konsep kebebasan manusia dalam perspektif filsafat pendidikan; (2) menjelaskan komparasi dari gagasan kedua tokoh yang kemudian diharapkan memberikan gambaran alternative tentang pendidikan yang konstruktif dalam mengembangkan pendidikan yang berlandaskan kepada kebebasan peserta didik. Penelitian ini merupakan menggunakan
penelitian
kepustakaan
pendekatan
(library
filosofis-historis.
research)
Penelitian
ini
dengan bersifat
deskriptif komparatif analitik yang bersumber pada pemikiran John Dewey dan Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, maka dalam menganalisa data menggunakan teknik analisis kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan : (1) menurut John Dewey kebebasan manusia merupakan sebuah kondisi 116
http://lib.uin-malang.ac.id/?mod=th_detail&id=06110201
81
dimana manusia mampu memerintah dirinya sendiri tanpa mengikuti desakan orang lain, terlepas dari kekangan-kekangan yang mengikat, serta selalu
berusaha
sesuai
dengan
apa
yang
menjadi
bakat
dan
kemampuannya. Kebebasan menurutnya ada beberapa macam, yaitu : pertama, kebebasan berpikir artinya tidak ada yang menghalangi pikiran bekerja. Kedua, kebebasan intelegensi yaitu kebebasan untuk melakukan observasi dan pertimbangan yang dilakukan atas nama sejumlah tujuan yang
pada
hakikatnya
berharga.
Ketiga,
kebebasan
berbicara
(menyampaikan pendapat). Keempat, kebebasan bergerak (bertindak dalam eksperimen). Menurut Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, kebebasan merupakan keberanian mengambil sikap untuk tidak mengikuti apa yang telah menjadi pertimbangan orang lain, yang pada intinya, manusia harus percaya dan berpegang teguh pada kemampuan diri sendiri (fitrah). (2) Kalangan progressive memberi kebebasan peserta didik untuk bersikap dan berbuat sesuai dengan cara dan kemampuannya masing-masing dalam usaha meningkatkan kecerdasan dan daya kreasi. Di dalam filsafat pendidikan Islam, peserta didik diberi kebiasaan bebas dan mendidiknya dengan
pendidikan
pembebasan
agar
peserta
didik
mempunyai
kemampuan untuk menentukan hidupnya tanpa harus bergantung dengan orang lain (3) Komparasi dari konsep Dewey dan Muhammad Athiyah AlAbrasyi bisa dilihat dari persamaan dan perbedaannya. Persamaanya secara eksplisit bisa dilihat dari prinsip kebebasan yang menghargai independensi manusia dan mewujudkan pendidikan yang humanis. Perbedaannya terletak pada tujuan dan orientasi kebebasan tersebut serta pada proses pembelajaran dan pembatas kebebasan tersebut.117
117
http://digilib.uinsuka.ac.id/10125/1/BAB%20I%20V,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pd
f
82
C. Kerangka Berfikir Istilah pendidikan Islam masih menjadi perdebatan dalam konsep dan realitanya, banyak istilah kunci penting kosa kata dasar Islam pada bahasa-bahasa masyarakat muslim saat ini telah digantikan dan diperalat untuk menyampaikan bidang-bidang makna yang asing. Gejala modern inilah yang menyebabkan kebingungan dalam pikiran para muslim, semacam suatu pergeseran kearah dunia non-Islam yang disebut deislamisasi bahasa. Kebingungan semantic akibat kesalahan penerapan konsep-konsep kunci dalam kosa kata Islam bisa mempengaruhi persepsi tentang pandangan dunia Islam. dewasa ini, konsep pendidikan adalah satu diantara konsep-konsep kunci dalam kosa kata dasar Islam. sekarang ini disebut dengan Istilah tarbiyah. Namun menurut Muhammad Al-Naquib Al-Attas istilah tarbiyah bukanlah istilah yang tepat dan bukanlah istilah yang benar untuk memaksudkan pendidikan dalam pengertian Islam. dan beliau mengatakan bahwa tarbiyah dalam konotasinya yang sekarang merupakan istilah yang relatif baru. Dan istilah yang lebih tepat adalah istilah ta'dib begitu juga Muhammad Athiyah Al-Abrasyi istilah tarbiyah lebih tepat daripada istilah tarbiyah, sampai sekarang belum ada kata sepakat tentang istialh pendidikan dalam arti Islam.