BAB II KETERLIBATAN NOTARIS SELAKU PEJABAT UMUM DALAM PERKARA PIDANA
A. Terjadinya Perkara Pidana Perkara pidana atau disebut juga peristiwa pidana adalah sebagai terjemahan dari istilah bahasa Belanda “Strafbaar feit29” atau “delict30”. Menurut KUHPidana yang berlaku di Indonesia, perkara pidana itu termasuk ke dalam “misdrijf’ (kejahatan) dan “overtreding” (pelanggaran). Perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat merupakan kelakuan yang menyimpang (abnormal)31. Tingkah laku yang menyimpang itu sangat erat hubungannya dengan kejiwaan individu, dimana kehidupannya hidup dalam suatu kehidupan kemasyarakatan.
Simons sebagaimana dikutip oleh Moeljatno menerangkan bahwa strafbaar feit adalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab. sedangkan Van Hamel merumuskan strafbaar feit adalah kelakuan orang (menslijke gedraging) yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana (straf waardig) dan dilakuklan dengan kesalahan. (Moeljatno, 2000, Azas-Azas Hukum Pidana, cetakan ke enam, PT Rineka Cipta, Jakarta), (blogmhariyanto.blogspot.com), tanggal 09 Januari 2010 30 Delict dalam hukum Romawi, sebuah kewajiban untuk membayar denda karena kesalahan telah dilakukan. Tidak sampai ke-2 dan ke-3 Masehi adalah kejahatan publik dipisahkan dari kejahatan pribadi dan dipindahkan ke pengadilan pidana; dari waktu itu, tindakan sipil tetap menjadi obat untuk pelanggaran pribadi. Dalam penggunaan modern di negara-negara hukum mereka yang berasal dari Romawi, hal melanggar peraturan berarti yang salah dalam aspek sipil, sesuai dengan gugatan dalam hukum Anglo-Amerika., (dictionary.reference.com), tanggal 09 Januari 2010 31 Bambang Nurdiansyah,. Advocat, Wawancara, tanggal 10 Januari 2010 29
Universitas Sumatera Utara
Tidak ada suatu perbuatan yang tidak mempunyai sebab. Dimana ada asap, disitu ada api, tanpa mempelajari sebab terjadinya kejahatan akan terasa sulit untuk mengerti mengapa suatu kejahatan telah terjadi, dan apalagi untuk menentukan tindakan apakah yang tepat dalam menghadapi pelaku kejahatan. W.A. Bonger membagi aliran-aliran tentang sebab-sebab kejahatan, sebagai berikut : 1. Aliran Klasik, beranggapan bahwa tingkah laku manusia ditentukan oleh kebahagiaan dan kesengsaraan atau penderitaan. 2. Aliran Kartografis, beranggapan bahwa struktur kebudayaan manusia adalah unsur yang menentukan tingkah laku manusia. 3. Aliran Sosialis, beranggapan bahwa kondisi ekonomi mempunyai pengaruh terhadap kejahatan. Namun harus diperhatikan ahwa kondisi ekonoi itu hanya merupakan seagian dari sejumlah faktor-faktor lain yang juga memberi perangsang dan dorongan ke arah kriminalitas. 4. Aliran Tipologis, beranggapan bahwa tingkah laku manusia merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dari kejahatan karena merupakan bakat tertentu yang dibawa sejak lahir. 5. Aliran Sosiologis, beranggapan bahwa kejahatan timbul dari lingkungan sekitar “that criminal behavior results form the same process as other social behavior”32 Sebagaimana sebab-sebab kejahatan yang dikemukakan oleh sarjana tersebut di atas, maka secara garis besar, pembeda dari sebab terjadinya perkara pidana yakni : 1. Yang menitikberatkan bahwa lingkungan sosial sebagai unsur yang mendorong terwujudnya perkara pidana;
32
Gerson W Bawengan., Pengantar Psikologi Kriminil, Pradnya Paramita, Jakarta, Hal. 34-
42
Universitas Sumatera Utara
2. Yang menitikberatkan bahwa prilaku pribadi seseorang yang dapat menghasilkan perkara pidana.
B. Keterlibatan Notaris selaku Pejabat Umum Dalam Perkara Pidana Ruang lingkup pelaksanaan jabatan Notaris yaitu membuat alat bukti yang diinginkan oleh para pihak untuk suatu tindakan hukum tertentu, dan alat bukti tersebut berada dalam tataran hukum perdata, bahwa Notaris membuat akta karena permintaan dari para penghadap, dan tanpa ada permintaan dari penghadap, Notaris tidak akan membuat akta apapun, dan Notaris membuat akta yang dimaksud berdasarkan alat bukti, keterangan dan pernyataan para penghadap.33 Notaris juga memberikan nasihat hukum kepada penghadap menyangkut persoalan-persoalan yang akan dituangkan dalam akta nantinya. 34 Apapun yang akan dituangkan nantinya merupakan kehendak dari para pihak yang datang menghadap dan bukan berasal dari keinginan dari Notaris secara pribadi yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut di atas juga terdapat dalam Pasal 16 ayat 1 huruf d UUJN yakni : “Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya.”
33 34
Roosmidar, Notaris, Wawancara, tanggal 06 Januari 2010 Tjong, Deddy Iskandar, Notaris, Wawancara, tanggal 04 Januari 2010
Universitas Sumatera Utara
Pasal 16 ayat 1 huruf d UUJN mengandung arti, seorang Notaris tidak boleh menolak untuk memberikan bantuan apabila hal itu diminta kepadanya oleh orang yang membutuhkan jasa Notaris, kecuali dalam hal terdapat alasan yang berdasar untuk itu.35 Notaris dapat menolak memberikan bantuannya yaitu apabila : 1. Notaris sakit atau berhalangan, karena sudah ada janji terlebih dahulu dengan pihak lain; 2. Penghadap tidak dikenal oleh Notaris, identitasnya tidak ada, dan Notaris merasa ragu-ragu terhadap akibat pembuatan akta tersebut; 3. Notaris tidak dapat memahami keterangan penghadap yang akan dituangkan ke dalam akta; 4. Kehendak para pihak bertentangan dengan UU, ketertiban umum dan kesusilaan; 5. Permintaan bantuannya itu ada kaitannya dengan Pasal 52 dan Pasal 53 UUJN, yaitu Notaris ada hubungan keluarga dekat dengan para penghadap, atau akta yang akan dibuat itu ada kaitannya dengan suatu keuntungan kepada Notaris atau saksi atau keluarga mereka.36
Pasal 52 ayat 1 UUJN “Notaris tidak diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri, isteri/suami, atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis
35 36
Yanti Sulaiman Sihotang,. Notaris/PPAT, Wawncara, tanggal 05 Januari 2010 Sutrisno, Diktat Komentar UU Jabatan Notaris Buku I, Op. Cit, Hal. 452
Universitas Sumatera Utara
kesamping sampai dengan derat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa.”
Pasal 53 UUJN “Akta Notaris tidak boleh memuat penetapan atau ketentuan yang memberikan sesuatu hak dan/atau keuntungan bagi : a. Notaris, isteri atau suami Notaris; b. Saksi, isteri atau suami saksi; atau, c. Orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris atau saksi, baik hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat maupun hubungan perkawinan sampai dengan derajat ketiga.” Dalam pelaksanaan di lapangan kenyataannya ada diketemukan akta Notaris yang dipersalahkan oleh para pihak penghadap atau pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat dikeluarkannya akta Notaris tersebut. Apakah ada unsur kesengajaan (culpa) atau kelalaian (alpa), sehingga Notaris diperiksa oleh penyidik Kepolisian karena telah melakukan turut serta atau membantu melakukan perkara pidana dengan cara membuat keterangan palsu dalam akta yang dibuat atau segala perbuatan yang masih dalam lingkup pekerjaan Notaris.
Universitas Sumatera Utara
B.1. Kesengajaan Tidak ada keterangan yang jelas mengenai arti kesengajaan dalam KUHPidana di Indonesia. KUHPidana Swiss, dalam Pasal 18 tegas ditentukan “Barang siapa melakukan perbuatan dengan mengetahui dan menghendakinya, maka dia melakukan perbuatan itu dengan sengaja”.37 Kesengajaan dalam M.v.T (Memorie van Toelichting38) “Pidana pada umumnya hendaknya dijatuhkan hanya pada barangsiapa melakukan perbuatan yang dilarang, dengan dikehendaki dan diketaui”.39 Seseorang yang berbuat dengan sengaja itu, harus dikehendaki apa yang diperbuat dan harus diketahui pula atas apa yang diperbuat. Tidak termasuk perbuatan dengan sengaja adalah suatu gerakan yang ditimbulkan oleh reflek, gerakan tangkisan yang tidak dikendalikan oleh kesadaran.40 Dalam kehidupan sehari-hari memang seseorang yang hendak membunuh orang lain, lalu menembakkan pistol dan pelurunya meletus ke arah sasaran, maka perbuatan menembak itu dikehendaki oleh si pembuat, akan tetapi akibatnya belum 37
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, Hal. 171 Memorie van Toelichting (Memori Penjelasan) ini adalah penjelasan atas rencana Undangundang pidana, yang diserahkan oleh Menteri Kehakiman (Belanda) bersama dengan Rencana Undang-undang itu kepada Tweede Kamer (Parlemen) Belanda. Nama KUHP ini adalah sebutan lain dari W.v.S untuk Hindia Belanda (lihat pasal VI UU No. 1 Tahun 1946 yo. UU No. 73 Tahun 1958). Hukum Pidana, nennysitohang.wordpress.com/2008/10/13/hukum-pidana, tanggal 09 Januari 2010 39 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, Hal. 171 40 Yuli Dian Fisnanto, Kesalahan dalam Bentuk Kesengajaan dan Kealpaan, dan Pembagian Bentuk-Bentuk Lainnya, wawasanhukum.blogspot.com/2007/06/kesalahan-dalam-bentukkesengajaan-dan.html, tanggal 09 Januari 2010 38
Universitas Sumatera Utara
tentu timbul karena meleset pelurunya, yang oleh karena itu si pembuat bukannya menghendaki
akibatnya
melainkan
hanya
dapat
membayangkan/menyangka
(voorstellen) bahwa akibat perbuatannya itu akan timbul. Akibat mati seperti itu tidak tergantung pada kehendak manusia, dan oleh Prof. Moeljanto,S.H bahwa kehendak dengan sendirinya diliputi pengetahuan.41 Dimana seseorang untuk menghendaki sesuatu lebih dahulu sudah harus mempunyai pengetahuan tentang sesuatu itu, lagi pula kehendak merupakan arah, maksud atau tujuan, hal mana berhubungan dengan motif (alasan pendorong untuk berbuat) dan tujuan perbuatannya. Istilah yang digunakan dalam KUHPidana untuk kesengajaan adalah : 1. Dengan sengaja (Pasal 263 KUHPidana) 2. Mengetahui ada (Pasal 164 KUHPidana) 3. Dengan maksud (Pasal 378 KUHPidana) 4. Yang diketahuinya (Pasal 282 KUHPidana) 5. Dengan jalan menipu (Pasal 397 KUHPidana)42
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, Hal. 173 Berlin Nainggolan, Kuliah Hukum Pidana I, Tanggal 04 Nopember Tahun 1999, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 41 42
Universitas Sumatera Utara
Kesengajaan seseorang dapat dibedakan dalam 3 (tiga) bentuk sikap bathin yang menunjukkan tingkatan atau bentuk dari kesengajaan itu, yaitu : a. Kesengajaan sebagai maksud (Opzet als Oogmerk). Kesengajaan merupakan kesengajaan yang biasa dan sederhana. Perbuatan pelaku bertujuan untuk menimbulkan suatu akibat yang dilarang, jadi kalau akibat ini tidak ada, maka ia tidak akan berbuat demikian. Jadi ia menghendaki perbuatannya serta akibatnya.43 Contoh : si A menghendaki kematian si C oleh sebab itu ia mengarahkan pistolnya kepada si C, selanjutnya ia menembak mati si C, dan akibat perbuatan itu adalah kematian si C, yang dikehendaki si A. b. Kesengajaan secara keinsyafan kepastian (Opzet by zakerlijkheid Bewustzijn) Kemauan untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang dilarang dalam hal ini kesengajaan mempunyai 2 (dua) akibat yaitu : -
Akibat yang memang dituju si pelaku dapat merupakan delik tersendiri atau tidak.
-
43
Akibat yang tidak diinginkan tetapi merupakan suatu keharusan untuk
Berlin Nainggolan, Ibid.
Universitas Sumatera Utara
mencapai tujuan dalam akibat yang memang di tuju si pelaku.44 Contoh : Si A akan meledakkan Kapal Laut miliknya untuk memperoleh ganti rugi dari Asuransi, dengan menempatkan satu peti dinamit yang telah diatur kapan meledaknya (pada saat perjalanan). Pada saat peti yang berisi dinamit akan dimuat ke Kapal Laut, peti terjatuh dan meledak, serta mengakibatkan kematian puluhan orang dan luka-luka. Akibat kematian dan luka-luka awak kapal bukan merupakan tujuan dari si A, tetapi akibat ini pasti terjadi apabila peti itu meledak.
c. Kesengajaan dengan sadar atau keinsyafan kemungkinan (Voorwaardelijk Opzet). Terdapat suatu keadaan tertentu yang semula mungkin terjadi kemudian ternyata benar-benar terjadi.45 Contoh : si A hendak membalas dendam terhadap si B yang bertempat tinggal di luar kota. Si A mengirimkan kue tart yang beracun dengan maksud membunuh si B, si A tahu bahwa ada kemungkinan isteri, anak si B yang tidak berdosa akan turut
44 45
Berlin Nainggolan, Ibid Berlin Nainggolan, Ibid
Universitas Sumatera Utara
serta makan kue tart tersebut dan meninggal dunia, meskipun si A tahu akan akibat hal itu namun ia tetap mengirim kue tersebut, oleh karena itu kesengajaan dianggap tertuju pada matinya isteri dan anak si B. dalam bathin si A kematian tersebut tidak menjadi persoalan baginya, jadi dalam hal ini ada kesengajaan sebagai tujuan matinya si B dan kesengajaan dengan sadar kemungkinan terhadap kematian isteri si B.
Kesengajaan (dolus) yang melibatkan Notaris dalam perkara pidana, baik sebagai tersangka, terdakwa dan terpidana adalah bentuk kesengajaan dengan maksud. Dan merupakan perbuatan yang tidak dibenarkan, dan ini juga telah melanggar UUJN dan kode etik Notaris yakni melanggar sumpah jabatan sebagaimana termaktub dalam UUJN Pasal 4 angka 2 dan Kode Etik Notaris Pasal 3 angka 4 yakni : Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab, dan bekerja berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
B.2. Kelalaian Sering juga disebut kurang hati-hati, alpa, tidak sengaja. Di dalam undangundang tidak ditentukan apa arti kesalahan ini, suatu tindak pidana itu tidak selalu terjadi karena kesengajaan, tetapi dapat pula disebabkan karena kelalaian atau kurang
Universitas Sumatera Utara
hati-hati. Dalam Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana, cirri-ciri kealpaan itu adalah : 1. Melakukan
suatu
tindakan
dengan
kurang
kewaspadaan
yang
diperlukan/kurang hati-hati 2. Si pelaku dapat memperkirakan akibat yang terjadi tetapi merasa dapat mencegahnya Menurut M.v.T (Memorie van Toelichting) kealpaan pada diri si pelaku terdapat : 1. Kekurangan pikiran yang diperlukan atau akal; 2. Kekurangan pengetahuan yang diperlukan atau tidak mempunyai ilmu; 3. Kekurangan kebijaksanaan yang diperlukan.
Istilah-istilah kelalaian dalam KUHPidana untuk kelalaian adalah : 1. Karena salahnya (Pasal 188 KUHPidana) 2. Kealpaan (Pasal 231 KUHPidana) 3. Harus dapat menduga atau dapat menyangka (Pasal 287 KUHPidana) 4. Ada alasan kuat untuk menduga (Pasal 282 KUHPidana) 46
46 Berlin Nainggolan, Kuliah Hukum Pidana I, Tanggal 04 Nopember Tahun 1999, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
Dibandingkan dengan kesengajaan, kejahatan ini lebih ringan sifatnya, hal ini dapat kita lihat dari ancaman hukuman untuk delik kelalaian. Kelalaian dipidana penjara maksimal 1 tahun kurungan, dan minimal 1 hari. Hanya dalam delik tertentu saja ancaman hukuman penjara maksimal 5 tahun, misalnya Pasal 359, 360 KUHPidana. Ada dua faktor Notaris terlibat dalam peristiwa hukum yakni : Faktor Internal yakni yang berasal dari notaris sendiri, baik sadar ataupun tidak sadar, contoh : “Ada notaris yang sedang mengikuti Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas, rapat belum selesai notaris mendapat panggilan dari orang terdekatnya yang mengabari bahwa anaknya jatuh sakit, mendengar hal itu Notaris meninggalkan rapat tanpa meminta skorsing. Padahal dalam rapat itu masih ada empat agenda yang belum dibicarakan dan notaris harus menyaksikan langsung semua urutan peristiwa RUPS dari awal sampai akhir tanpa meninggalkan tempat kecuali meminta skorsing”. Inilah salah satu kecerobohan notaris. Dan hal ini dapat menimpa siapa saja, tidak peduli notaris senior mapun yang junior, dan notaris rawan terkena jerat hukum karena tidak mematuhi prosedur, tidak menjalankan etika profesi dan sebagainya. Notaris juga dihadapkan pada masalah beredarnya surat identitas palsu seperti KTP, Surat Keterangan Keluarga, Sertipikat, Perjanjian Jual Beli, dan lain sebagainya. Padahal dokumen tersebut mengandung konsekuensi hukum begi pemiliknya. Notaris mengacu pada dokumen-dokumen ini dalam melakukan pelayanannya sebagai pejabat umum yang ditunjuk mewakili Negara dengan membuat akta otentik. Kalau dokumen palsu berarti akta dan pengikatan yang dibuat juga palsu dan batal demi hukum. Inilah faktor yang datang di luar kemauan notaris sendiri.47 Akibat hukum di atas berasal dari kelalaian Notaris sendiri yang telah meninggalkan RUPS tanpa skorsing akibat anaknya yang sakit, karena tidak mengingat perannya sebagai Notaris yang memiliki aturan-aturan yang mengikuti jabatannya selaku pembuat akta otentik. Pembuatan akta Berita Acara Rapat RUPS, 47 Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, Jati Diri Notaris Indonesia, Gramedia Pustaka, Jakarta, 2008, Hal. 225-227
Universitas Sumatera Utara
ada memuat waktu mulai rapat dan kapan selesainya rapat, dengan demikian dari awal hingga akhir rapat, Notaris harus tetap hadir.48 Namun terhadap pemalsuan dokumen yang dibawa penghadap apakah dapat dikategorikan sebagai kelalaian jika Notaris mengetahuinya, maka hal ini dibutuhkan penyelidikan mendalam oleh aparatur kepolisian. Akta ini dibuat atas kehendak pihak-pihak. Jadi umpamanya yang menghadap itu orang yang masih di bawah umur yakni 15 tahun. Tetapi waktu menghadap kepada notaris mengaku berumur 22 tahun, dan membawa keterangan dari lurah memang umurnya 22 tahun. Anak itu menjual rumahnya, akta dibuat. Baru kemudian diketahui, bahwa anak itu beumur 15 tahun. Akta itu otentik, apa yang dikatakan dalam akta itu benar tetapi yang melakukan perbuatan hukum belum cakap. Dan oleh pengadilan akta ini dapat dibatalkan.49 Jika Notaris dalam persidangan dapat membuktikan bahwa akibat yang telah mengakibatkan kerugian dari salah satu penghadap berasal dari bukan dari Notaris, dan Notaris tidak pernah mengetahui atau menduga niat tidak baik dari para penghadap. Dalam hal ini Notaris tidak memiliki unsur sengaja atau kelalaian. Kesengajaan dan kealpaan merupakan bentuk kesalahan yang dapat dipidana menurut ketentuan yang berlaku. Kesengajaan dan kealpaan dapat timbul akibat pengaruh yang berasal dari diri sendiri maupun dari lingkungan sekitar pelaku
48 49
Roosmidar,. Notaris/PPAT, Wawncara, tanggal 22 Maret 2010 A. Kohar, Notaris Berkomunikasi, Alumni, Bandung, 1984, Hal.20-21
Universitas Sumatera Utara
(dader)50. Di bawah ini akan diuraikan beberapa faktor penyebab seseorang terlibat perkara pidana. 1. Kondisi fisik Kondisi fisik seseorang berhubungan erat dengan perawatan kesehatan yang baik, ditandai kebugaran jasmani yang memuaskan, jauh dari sakit yang berkepanjangan yang mengganggu kehidupan sehari-hari.51 Kondisi fisik berpengaruh secara timbal balik dengan kondisi psikis, perasaan sakit-sakitan, lemah lemas, tidak ada gairah untuk melakukan atau mengerjakan sesuatu, keluhan yang berpindah-pindah yang seringkali dari segi fisik tidak apa-apa, tetapi terpengaruh oleh kondisi kejiwaan.52 Selain itu pemakaian tenaga berlebihan dan tanpa dibarengi dengan kualitas makan yang baik, istirahat yang cukup, akan berpengaruh besar terhadap kondisi fisik. Lingkungan sekitar, masalah perumahan dapat juga mempengaruhi kondisi fisik seseorang.53 Kondisi fisik seorang Notaris juga tidak lepas dari kehidupan sehari-hari Notaris itu sendiri, dan keadaan fisik Notaris yang tidak sehat
Setiawan Siregar,. Dosen Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara, Wawancara, tanggal 30 Januari 2010 51 Edi Yunara., Advocat,. Wawncara, tanggal 30 Januari 2010 52 Gerson W Bawengan, Pengantar Psikologi Kriminil, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1991, Hal. 41-51 53 Gerson W Bawengan, Pengantar Psikologi Kriminil, Ibid. 50
Universitas Sumatera Utara
dapat mempengaruhi aktivitas Notaris dalam membuat akta autentik. Apakah para penghadap dapat mengetahui keadaan fisik Notaris dalam keadaan sehat atau tidak, karena dalam perakteknya seorang Notaris tidak pernah menyatakan dirinya dihadapan para penghadap bahwa ia dalam keadaan tidak sehat, tetapi sebaliknya Notaris selalu menanyakan keadaan para penghadap. Keadaan fisik Notaris, baik sadar atau tidak hanya Notaris sendiri yang tahu. Apakah Notaris yang selama 6 (enam) bulan belum pernah menerima orderan, mau menolak membuat akta autentik dan saat yang bersamaan keadaan Notaris sendiri dalam keadaan tidak sehat. Hal seperti ini dapat menimpa siapa saja, baik Notaris yang baru dilantik, juga Notaris yang telah lama menjalani profesinya.
2. Kondisi Mental/kejiwaan Alam pikiran, emosi dan kondisi kejiwaan seseorang adalah penggerak atau dasar dalam bertingkah laku, berinteraksi dengan orang lain, berkarya dan berpengaruh terhadap perasaan bahagia atau tidak bahagia. Kondisi mental/psikis ini ditandai oleh rasa puas, bahagia dalam kehidupan sehari-hari.54 54
Gerson W Bawengan, Pengantar Psikologi Kriminil, PT. Pradnya Paramita,Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Kepuasan dalam kehidupan pribadi ini berhubungan pula dengan gambaran kepribadian secara umum yang matang dengan segi-segi karakterologis yang cukup berkembang dan terpadu. Kematangan kepribadian menjamin dirinya mampu untuk menghadapi dan mengatasi hambatan-hambatan
kepribadian
dalam
bermasyarakat.55
Kualitas
kepribadian yang baik, dengan pandangan dan tujuan hidup yang matang, akan jauh dari sumber ketegangan, sumber frustasi dan mampu menerima dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Setiap orang yang datang menghadap kehadapan Notaris, tidaklah pernah tahu mengenai kejiwaan dari Notaris itu, apakah rohaninya dalam keadaan sehat atau tidak, karena pasti setiap orang beranggapan bahwa semua Notaris adalah seorang sarjana yang dapat dipercaya dan mampu dapat mengatasi persoalan hukum yang sedang dihadapinya. Dalam dunia ilmu kejiwaan ada dikenal dengan Mythomania56 Bambang Nurdiansyah,. Advocat, Wawancara, 09 Januari 2010 istilah ini pertama kali diperkenalkan pada thn 1905 oleh seorang psikiater bernama ferdinand dupré. mythomania adalah kecenderungan berbohong yang dimaksudkan bukan untuk menipu/mengelabuhi orang lain, tetapi justru untuk membantu dirinya sendiri mempercayai/meyakini kebohongannya sendiri. berbeda dengan seorang pembohong biasa yang sadar bahwa ia tengah berbohong dan mampu membedakan antara kenyataan dan bukan kenyataan, seorang mythomaniac tdk sepenuhnya menyadari bahwa ia sedang berbohong. ia tidak mampu membedakan antara 'kenyataan' yg berasal dari imaginasinya dan kenyataan yang sebenarnya. kebohongan-kebohongan yang dilakukan olehnya cenderung 'di luar ' kesadaran, yang artinya adalah dia tidak tahu/tidak sadar bhw orang lain akan merasa terganggu dengan kebohongannya, karena yang terpenting baginya adalah dirinya mendapat pengakuan oleh sekelilingnya, pengakuan terhadap 'kenyataan' yang ingin ia wujudkan demi melarikan dirinya dari kenyataan sebenarnya yang tidak mau ia terima, dengan tanpa rasa menderita. (initea.multiply.com), tanggal 09 Januari 2010 55 56
Universitas Sumatera Utara
(orang yang suka berkata yang tidak sebenarnya) dan Kleptomania57 (orang yang suka menyembunyikan sesuatu barang). Dalam hidup bermasyarakat, apakah tahu jika seseorang mengalami kelainan seperti mythomania dan kleptomania tersebut di atas, begitu juga dengan pejabat yang melantik Notaris. Jikalau dikemudian hari Notaris dapat dibuktikan memiliki kelainan jiwa oleh Ahli Psikolologi yang dapat mengganggu efektifitas dalam menjalankan jabatannya selaku Notaris, Ikatan Notaris Indonesia harus dapat menyarankan kepada Notaris untuk melakukan konseling kepada ahli kejiwaan dan menyarankan untuk mengambil cuti.
3. Kondisi sosio-ekonomi dan budaya Setiap orang mencapai usia dewasa selayaknya punya status dan biasa memperlihatkan peranannya secara wajar. Ditandai oleh adanya jabatan, pangkat, pekerjaan yang mungkin dapat memenuhi kebutuhan dasar dan minimal sebagai anggota masyarakat atau sebagai kepala keluarga. 57
Kleptomania (bahasa Yunani: κλέπτειν, kleptein, "mencuri", μανία, "mania") adalah penyakit jiwa yang membuat penderitanya tidak bisa menahan diri untuk mencuri. Benda-benda yang dicuri oleh penderita kleptomania umumnya adalah barang-barang yang tidak berharga, seperti mencuri gula, permen, sisir, atau barang-barang lainnya. Sang penderita biasanya merasakan rasa tegang subjektif sebelum mencuri dan merasakan kelegaan atau kenikmatan setelah mereka melakukan tindakan mencuri tersebut. Tindakan ini harus dibedakan dari tindakan mencuri biasa yang biasanya didorong oleh motivasi keuntungan dan telah direncanakan sebelumnya. (id.wikipedia.org), tanggal 09 Januari 2010
Universitas Sumatera Utara
Lingkungan sosial, lingkungan pergaulan dengan berbagai kewajiban dan tuntutan, seringkali menjadi sumber ketegangan yang menekan.58 Dalam hal ini bisa terjadi suasana konflik, suasana bimbang untuk menentukan sikap. Mengikuti dalam arti menyesuaikan diri dengan lingkungan tidak mungkin misalnya karena menyangkut materi atau keuangan.59 Sebaliknya kalau tidak mengikuti juga salah, karena bisa menimbulkan perasaan tersisih atau benar-benar disisihkan oleh lingkungannya. Keadaan serba tidak pasti malah menimbulkan ketegangan-ketegangan tersendiri dan menyebabkan sering melakukan kesalahan-kesalahan dan selanjutnya kekecewaan. Kegagalan untuk mengikuti atau mengimbangi lingkungan sosial bisa menimbulkan reaksi-reaksi frustasi pada pribadi yang mengalami selanjutnya berpengaruh terhadap orang-orang yang ada disekitarnya juga terhadap aktivitasnya sehari-hari.60 Kondisi keluarga dan masyarakat dipengaruhi oleh faktor budaya, baik yang bersifat materil maupun non-materil yang seringkali menimbulkan ketidakseimbangan.61 Kemajuan dan modernisasi teknologi membawa dampak tersendiri dalam kehidupan keluarga dan dengan 58
Chainur Arrasjid, Suatu Pemikiran Tentang Psikologi Kriminil, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan, 1998, Hal. 41-44 59 Chainur Arrasjid, Suatu Pemikiran Tentang Psikologi Kriminil, Ibid. 60 Onny Medeline., Dosen Universitas Panca Budi Medan, Wawancara, tanggal 23 Januari 2010. 61 Onny Medeline., Dosen Universitas Panca Budi Medan, Wawancara, Ibid
Universitas Sumatera Utara
sendirinya terhadap pribadinya.62 Demikian juga pula sistem nilai sikap dan norma-norma banyak mengalami perubahan karena lalu lintas kebudayaan luar sudah sedemikian bebasnya dan hal ini juga bisa menimbulkan ketidakseimbangan antara pribadi atau keluarga dengan lingkungannya.63 4. Kondisi lingkungan keluarga Lingkungan keluarga adalah lingkungan yang memberikan dasar dan pengalaman-pengalaman hidup (terutama anak-anak) dan selanjutnya berpengaruh terhadap pola sikap dan system nilai dalam kehidupannya.64 Prof. Lange melakukan penelitian terhadap George dan Adolf Kraemer adalah saudara kembar yang kemudian menjadi penjahat. Neneknya seorang brutal, ayahnya seorang pemabuk. Adolf bersifat pemarah dan George seorang pemabuk. Dan Prof. Lange berkesimpulan kedua orang itu menjadi jahat akibat pengaruh keturunan dan bukan berhubungan dengan lingkungan.65 Banyak peristiwa yang dapat mempengaruhi keadaan kepribadian sesorang dikemudian hari dan tidak mudah diatasi. Banyak pengalaman Surya Adinata., Advocat., Wawancara, tanggal 23 Januari 2010 Onny Medeline., Dosen Universitas Panca Budi Medan, Wawancara, Op. Cit 64 Gerson W Bawengan, Pengantar Psikologi Kriminil, Op.Cit., Hal. 42-43 65 Gerson W Bawengan, Pengantar Psikologi Kriminil, Ibid 62 63
Universitas Sumatera Utara
dalam kehidupan seseorang yang berlangsung sedikit demi sedikit dan berpengaruh Negatip misalnya : cara bersikap, perlakuan, cara mendidik, pola asuh yang tentunya tidak sengaja telah diterapkan kepada anak.66
Selanjutnya akan dikemukakan beberapa pasal dalam Buku II KUHPidana yang dapat dikenakan terhadap Notaris dalam menjalankan jabatannya, yakni : Pasal 224 KUHPidana “Dihukum, barangsiapa yang dipanggil menurut undang-undang akan menjadi saksi, ahli atau jurubahasa, dengan sengaja tidak memenuhi ssesuatu kewajiban yang sepanjang undang-undang harus dipenuhi dalam jabatan tersebut.”67 Dengan unsur-unsurnya sebagai berikut : 1. Barangsiapa. 2. Dipanggil menurut undang-undang (oleh hakim) untuk menjadi saksi, ahli atau jurubahasa baik dalam perkara pidana, maupun dalam perkara perdata. 3. Dengan sengaja tidak memenuhi (menolak) suatu kewajiban yang menurut undang-undang harus ia penuhi.
Pasal 242 ayat 1 KUHPidana “Dihukum, barangsiapa dalam hal-hal yang menurut peraturan undang66 67
Surya Adinata., Advocat., Wawancara, tanggal 23 Januari 2010 R. Susilo,. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Ibid
Universitas Sumatera Utara
undang menuntut sesuatu keterangan dengan sumpah atau jika keterangan itu membawa akibat bagi hukum dengan sengaja memberi keterangan palsu, yang ditanggung dengan sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, maupun oleh dia sendiri atau kuasanya.”68 Dengan unsur-unsur sebagai berikut : 1. Barangsiapa. 2. Keterangan itu harus atas sumpah. 3. Keterangan itu harus diwajibkan menurut undang-undang atau menurut peraturan yang menentukan akibat hukum pada keterangan itu. 4. Keterangan itu harus palsu (tidak benar) dan kepalsuan ini diketahui oleh pemberi keterangan. 5. Keterangan itu dapat diberikan dengan lisan maupun tulisan dan dapat diberikan oleh orang itu sendiri atau orang yang khusus diberi kuasa untuk itu.
Pasal 263 ayat 1 KUHPidana “Dihukum, barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu 68
R. Susilo,. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Ibid
Universitas Sumatera Utara
kerugian.”69 Dengan unsur-unsur sebagai berikut : 1. Barangsiapa. 2. Yang diartikan surat adalah segala surat yang ditulis tangan, dicetak, maupun memakai mesin tik dan lain sebagainya. 3. Surat yang palsu itu harus suatu surat yang dapat menerbitkan suatu hak, dapat menerbitkan sudatu perjanjian, menerbitkan suatu pembebasan utang, dan dapat sbagai suatu keterangan yang menerangkan suatu peristiwa. 4. Membuat surat palsu atau memalsukan surat. 5. Pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain untuk menggunakan surat itu seolah-olah asli. 6. Dapat mendatangkan kerugian bagi orang lain.
Pasal 264 ayat 1 KUHPidana “Dihukum, telah memalsukan surat terhadap : a. Akta otentik; b. Surat atau sertipikat hutang dari suatu lembaga umum; 69
R. Susilo,. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Ibid
Universitas Sumatera Utara
c. Surat saham atau surat hutang sesuatu perserikatan, perseroan, atau perkumpulan; d. Surat tanda untung sero (deviden), tanda bunga, atau tentang surat keterangan yang dikeluarkan sebagai pengganti; e. Surat utang piutang atau surat dagang yang akan diedarkan.”70 Dengan unsur-unsur sebagai berikut : 1. Barangsiapa. 2. Selain unsur yang terdapat dalam Pasal 263 KUHPidana, juga; 3. Bahwa surat yang dipalsukan itu terdiri dari surat autentik, yang bersifat umum dan mendapat kepercayaan dari umum.
Pasal 266 ayat 1 KUHPidana “Dihukum, barangsiapa menyuruh menempatkan keterangan palsu kedalam sesuatu akte authentik tentang sesuatu kejadian yang kebnarannya harus dinyatakan oleh akte itu, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan akte itu seolah-olah keterangannya itu cocok dengan hal sebenarnya, maka kalau dalam mempergunakannya itu dapat mendatangkan kerugian.”71 Dengan unsur-unsur sebagai berikut : 1. Barangsiapa. 2. Orang yang memberikan keterangan tidak benar kepada pejabat umum, dengan maksud untuk mempergunakan atau menyuruh orang lain 70 71
R. Susilo,. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Ibid R. Susilo,. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Ibid
Universitas Sumatera Utara
mempergunakan akte itu seolah-olah keterangan yang dimuat di dalamnya itu benar. 3. Memiliki akibat yang dapat merugikan orang lain.
Pasal 378 KUHPidana “Dihukum, barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang, membuat utang atau menghapuskan piutang.”72 Dengan unsur-unsur sebagai berikut : 1. Barangsiapa. 2. Hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak. 3. Membujuk dengan nama palsu, akal cerdik, perkataan bohong atau melakukan pengaruh dengan kelicikan tehadap orang sehingga orang tersebut tidak mengetahui duduk perkaranya.
Pasal 415 KUHPidana “Dihukum, seorang pejabat atau orang lain yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum terus menerus atau untuk sementara waktu, yang dengan sengaja menggelapkan uang atau surat yang berharga, yang disimpan karena jabatannya, atau dengan sengaja membiarkan uang atau surat berharga itu 72
R. Susilo,. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Ibid
Universitas Sumatera Utara
diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu orang lain itu.”73 Dengan unsur-unsur sebagai berikut : 1. Pegawai negeri atau Pejabat umum yang menjalankan tugasnya sementara waktu atau terus menerus. 2. Yang menggelapkan uang atau surat berharga, yang disimpan karena jabatannya. 3. Atau dengan sengaja diambil atau digelapkan oleh orang lain “membantu melakukan”.
Pasal 416 KUHPidana “Dihukum, seorang pejabat atau orang lain yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja membuat secara palsu atau memalsukan buku atau daftar yang semata-mata untuk pemeriksaan administrasi.”74 Dengan unsur-unsur sebagai berikut : 1. Pegawai negeri atau Pejabat umum yang menjalankan tugasnya sementara waktu atau terus menerus. 2. Sengaja memalsukan buku atau daftar yang semata-mata untuk pemeriksaan administrasi.
73 74
R. Susilo,. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Ibid R. Susilo,. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Ibid
Universitas Sumatera Utara
Pasal 417 KUHPidana “Dihukum, seorang pejabat atau orang lain yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan, membinasakan, merusakkan atau membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi, barang yang diperuntukkan akan menjadi tanda bukti atau keterangan bagi kekuasaan yang berhak atau surat akta, surat keterangan atau daftar yang disimpannya karena pekerjaannya, atau membiarkan orang lain menghilangkan, membinasakan, merusak atau membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi.”75 Dengan unsur-unsur sebagai berikut : 1. Pegawai negeri atau Pejabat umum yang menjalankan tugasnya sementara waktu atau terus menerus. 2. Yang menggelapkan, membinasakan, merusak, dll. 3. Suatu barang yang diperuntukkan untuk tanda bukti atau keterangan bagi kekuasaan yang berhak, surat akte. 4. Disimpan karena jabatannya.
Untuk lebih memperjelas ada tidaknya perkara pidana yang dapat melibatkan Notaris, di bawah ini menceritakan beberapa pristiwa hukum yang benar keadaannya dan tidak dikurangi, dimana Notaris terlibat di dalamnya.
75
R. Susilo,. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Ibid
Universitas Sumatera Utara
Contoh kasus I : Ada peristiwa hukum percobaan pemalsuan SPPT PBB, tidak dilaporkan sekira di bulan Juli Tahun 2009 ada Debitur Bank Maspion Indonesia cabang Medan dengan inisial B yang meminta bantuan jasa Notaris/PPAT X yang berkantor di Perumahan Tasbi, untuk dibuatkan pengikatan jual beli tanah dan bangunan. Peristiwa ini disaksikan oleh penulis, Legal Department dan Marketing Bank Maspion, dan saksi korban Pimpin Alwi, Djaiman Chandra. Notaris/PPAT X menawarkan, bahwa ia dapat merubah nilai NJOP PBB Tahun 2009 untuk dijadikan dasar pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan agar lebih murah dengan biaya 50 % dari total yang akan dibayarkan sebelum NJOP PBB diturunkan. Notaris/PPAT X juga menahan bukti hak atas tanah dan bangunan dengan cara selalu menghindar dari pemilik bukti hak ketika para pihak ingin membatalkan transaksi jual beli di kantor Notaris/PPAT X. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diharapkan, Legal Department Bank Maspion turun tangan dan memaksa Notaris/PPAT X untuk menyerahkan berkas-berkas milik debitur dengan pembayaran kompensasi jasa cek bersih sertipikat, pembuatan Akte Pengikatan Jual Beli sebesar Rp.4.000.000,- (empat juta rupiah).76 Dalam peristiwa hukum di atas, bahwa Notaris/PPAT X telah sadar bermaksud berencana untuk pemalsuan surat sebagaimana termaktub dalam Pasal 263 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 dan 2 KUHPidana dan menahan bukti hak atas tanah seperti yang tercantum dalam Pasal 4 angka 8 Kode Etik Notaris. Serta Notaris/PPAT X meminta kompensasi jasa Notaris di luar kebiasaan Notaris yang ada di Medan pada umumnya yakni untuk cek bersih sertipikat dan pembuatan akte perjanjian jual beli kurang lebih sebesar Rp.300.000,- (tiga ratus ribu Rupiah) namun oleh Notaris/PPAT X dikenakan Rp.4.000.000,- (empat juta Rupiah). 76
Hasil wawancara dengan narasumber yang terlibat, tanggal 20 Juli 2009
Universitas Sumatera Utara
Contoh kasus II Selanjutnya peristiwa hukum pemalsuan surat yang diumumkan di Harian Analisa terbit Selasa, 10 Nopember 2009 memuat berita perkara pemalsuan surat oleh Notaris di Medan. Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan menolak eksepsi seorang notaris yang dituduh membuat keterangan palsu pada akta otentik. Hal itu disampaikan pada persidangan lanjutan, Senin (9/11). Majelis hakim diketuai Panusunan Harahap menolak eksepsi yang disampaikan terdakwa SS melalui penasehat hukumnya, karena eksepsi terdakwa telah memasuki materi pokok perkara. Dengan demikian majelis hakim menerima dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Majelis hakim berpendapat perbuatan terdakwa yang dijadikan sandaran JPU sudah diuraikan secara jelas dan cermat dalam surat dakwaan. Bahkan JPU telah menyebutkan perbuatan, waktu dan tempat dilakukan. Dengan demikian dakwaan sudah memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP. Selanjutnya, majelis hakim memerintahkan JPU Oktario SH membuktikan dalam acara pembuktian di persidangan, Senin (16/11) dengan menghadirkan 17 saksi yang tercatat dalam surat dakwaan. Sebagaimana diketahui JPU mendakwa SS, seorang notaris yang diduga membuat keterangan palsu pada akta otentik No.138, sebagaimana diatur dan diancam Pasal 266 ayat (1) dan 263 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Perbuatan itu dilakukan 27 Juni-18 November 2008 di Jalan Asia Mega Mas No.515/548 D Kelurahan Sukaramai, Medan. Terdakwa diduga turut serta memberikan keterangan palsu yang seolah-olah keterangan itu benar. Awalnya saksi Ir Dulang Martapa membuat kesepakatan dan mengikat diri akan menjual serta menyerahkan 17 kapling tanah di Komplek Bukit Hijau Regency, terdiri dari 21 sertifikat HGB terdaftar di BPN Medan, berikut sertifikat sebidang tanah seluas 4.269,86 M2 atas nama PT Ira Widya Utama (IWU) kepada saksi Alwijaya. Alwijaya menerima penyerahan tersebut dari saksi Ir Dulang Martapa. Selaku pembeli tanah Dulang Martapa bersama Alwijaya membuat akta perjanjian pendahuluan jual beli tanah No.138 tanggal 29 Mei 2008 di hadapan notaris Rosmidar SH dan disepakati batas tanah yang akan dijual, uang panjar, harga tanah dan hak/kewajiban penjual serta pembeli yang terlampir di site plan sebagai petunjuk peta. Disepakati site plan ini bagian yang tidak bisa terpisahkan dengan akta No.138. Dengan ditandatangani akta perjanjian pendahuluan untuk jual beli No.138, pihak Ir Dulang Martapa menerima uang Rp2 miliar. 27 Mei 2008 saksi Toni Wijaya menghubungi Ir Dulang Martapa agar ke kantor Notaris
Universitas Sumatera Utara
terdakwa, menindaklanjuti akta perjanjian pendahuluan jual beli No.138. Di hadapan terdakwa selaku notaris disepakati membuat akta pengikat diri melakukan jual beli No.165 tanggal 27 Juni 2008 dengan isi perjanjian sama seperti akta perjanjian pendahuluan untuk jual beli No.138, hanya berbeda pada pihak pembeli pada akta pengikat diri untuk melakukan jual beli yang diberi nomor 165, yaitu saksi Toni Wijaya, Cindy, Refman Basri, Hendra Gunawan dan Sujarni. Sedangkan luas tanah, batas tanah, harga tanah, kewajiban tetap disepakati dalam akta No.138 termasuk site plan yang ditandatangani Ir Dulang Martapa dengan Alwijaya di hadapan notaris Rosmidar, SH. Terdakwa selaku notaris dan PPAT yang diminta membuat akta No.165 diduga bersekongkol dengan Toni Wijaya, menempatkan site plan atas gambar lokasi tanah yang tidak identik dengan yang telah disepakati sebelumnya di hadapan Notaris Rosmidar, sebagaimana menjadi satu kesatuan dengan akta No.138 pada akta No.165. Diketahui, site plan yang ditempatkan terdakwa pada akta No.165 diterima Henny Trecia Lawin selaku staf karyawan Toni Wijaya, menimbulkan kerugian material dan immaterial bagi pihak Ir Dulang Martapa. Ditemukan perubahan site plan pada akta No.165 pada 18 November 2008, tanda atau petunjuk pada site plan yaitu stabilo warna kuning berbeda dengan yang disepakati pada akta No.138. Akibatnya Ir Dulang Martapa melaporkan ke Poltabes Medan.77 Harian Analisa terbit Selasa, 24 Nopember 2009 memuat Sidang lanjutan Senin, 23 Nopember 2009 dugaan pembuatan keterangan palsu pada akte otentik dengan terdakwa SS di Pengadilan Negeri Medan : kali ini Jaksa Penuntut Umum menghadirkan saksi Aliwijaya. Dalam kesaksian Aliwijaya di depan Majelis Hakim diketuai Panusunan Harahap menyatakan, dalam pembuatan perikatan jual beli itu berdasarkan akta No. 138 yang dibuat dihadapan Notaris Rosmidar, SH., sedangkan akta No. 165 dibuat di kantor terdakwa dan saya menandatanganinya, namun saya tidak membacanya dan akte itu juga tidak dibacakan terdakwa selaku Notaris. Salinan akta No. 165 itu saya terima setelah penandatangan,” sebut Aliwijaya menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum. Atas keterangan saksi Aliwijaya, terdakwa membantah keterangan saksi itu.”78 Harian Analisa terbit Sabtu, 19 Desember 2009 memuat Sidang 77 78
Harian Analisa terbit Selasa, 10 Nopember 2009 Harian Analisa terbit Selasa, 24 Nopember 2009
Universitas Sumatera Utara
lanjutan Kamis, 18 Desember 2009 dugaan pembuatan keterangan palsu pada akte otentik dengan terdakwa SS di Pengadilan Negeri Medan : Jaksa Penuntut Umum menghadirkan dua saksi ahli dibidang hukum yakni Prof. Dr. Syafaruddin Kalo, SH., dan Syanil Gani, SH. Mhum. Dalam keterangannya, akta No. 165 yang dibuat terdakwa SS tentang perikatan/perjanjian jual-beli tanah antara PT. Ira Widya Utama dengan Mega Residence sarat pelanggaran. Akta No. 165 yang dibuat terdakwa cacat karena di dalamnya terdapat banyak pelanggaran, sebut Prof. Dr. Syafaruddin Kalo, SH., dan katanya tindakan terdakwa SS selaku Notaris kurang cermat, tidak jujur dan tidak menjaga kerahasiaan akta. Sebab, yang berhak menandatangani akta, para pihak yang memiliki kepentingan atas kesepakatan itu. Dalam perikatan para pihak yang terlibat hanya mengacu kepada apa yang diperjanjikan dalam akta, baik mengenai luas dan harga yang disepakati, bukan berpedoman kepada sertipikat atau surat lain. Prinsipnya, lanjut Prof. Dr. Syafaruddin Kalo, SH, apa yang diperjanjikan itu mengikat para pihak, untuk itu harus dibuat dengan benar, jika akta tidak jelas maka bisa dibatalkan karena dianggap tidak otentik. Syanil Gani, SH. Mhum., mengatakan akta No. 165 yang dibuat terdakwa terdapat kesalahan. Dalam kasus ini, terdakwa sudah diperiksa dewan pengawas, dan MPD memberikan izin agar terdakwa diperiksa penyidik Polri. Syanil Gani, SH. Mhum., menjelaskan, ada beberapa pelanggaran pada akta No. 165 itu, seperti : ada pihak yang tidak memiliki kepentingan atau tidak jelas, ikut membubuhkan tanda tangan pada akta, serta objek dan ukuran luas tidak sesuai dengan site plan. Akibat kesalahan pembuatan akta itu, yang bertanggung jawab para pihak, dan salah satunya Notaris selaku pejabat yang membuat akta itu.79 Harian Analisa terbit Selasa, 05 Januari 2010 memuat Sidang lanjutan Senin, 04 Januari 2010 dugaan pembuatan keterangan palsu pada akte otentik dengan terdakwa SS di Pengadilan Negeri Medan : Terdakwa hanya di vonis setahun penjara yang sebelumnya Jaksa Penuntut Umum menuntut lima tahun penjara. Pada persidangan yang berlangsung hingga malam hari, majelis hakim yang diketuai Panusunan Harahap dalam amar putusannya menyatakan terdakwa SS, yang merupakan Notaris dan PPAT di Medan, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 266 KUHPidana jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana. Sebelum sampai pada putusannya, majelis hakim mengemukakan hal 79
Analisa terbit Sabtu, 19 Desember 2009
Universitas Sumatera Utara
yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa. Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian bagi PT. Ira Widya Utama selaku pelapor, merusak citra Notaris dan perbuatannya menimbulkan keresahan bagi masyarakat atas akta yang dibuatnya. Dan hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum.80 Dalam peristiwa hukum di atas, bahwa SS telah sadar berkehendak bersamasama TW untuk pemalsuan surat “menyuruh menempatkan keterangan palsu” sebagaimana termaktub dalam Pasal 266 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 dan KUHPidana. Nyata Notaris telah memihak salah satu penghadap dan tidak mengindahkan syaratsyarat formal dalam pembuatan akta yakni akte yang dibuat tidak sesuai dengan surat yang diperjanjikan melainkan apa yang disepakati,81 juga Notaris telah membuka rahasia akte dengan cara mengizinkan orang yang tidak berwenang menandatangani akte untuk ikut menandatangani.
Contoh kasus III : Ada Putusan pengadilan Negeri Medan, yang pada pokok perkaranya sebagai berikut : ahli waris almarhum Harun Al Rasyid memberikan “Surat Kuasa” kepada salah seorang ahli waris bernama Tengku M. Djoefri Al Rasyid untuk menjual harta warisan peninggalan ayahnya almarhum Harun Al Rasyid. Pada tahun 1983 Tengku M. Djoefri Al Rasyid sebagai kuasa ahli waris telah menjual tanah warisan tersebut kepada So Peh Sui (Suriadinata). Pelepasan ini dituangkan dalam bentuk perjanjian untuk jual beli tanah, akta Notaris Mula Pangihutan Tambunan tertanggal 29 Nopember 1983, nomor 22 Perjanjian untuk jual beli tanah dalam akta notaris nomor 22 ini oleh Tengku M. Djoefri Al Rasyid diberitahukan kepada Tamin Sukardi. Tanah harta warisan yang menjadi objek perjanjian dalam akta notaris nomor 22 ini, 80 81
Analisa terbit Selasa, 05 Januari 2010 Roosmidar, Notaris/PPAT, Wawancara, 06 Januari 2010
Universitas Sumatera Utara
terletak di Grand Sultan 265 Tanjung Mulia Medan. Tanah yang sudah dilepaskan kepada So Peh Sui (Suriadinata) dalam akta notaris nomor 22 tersebut, pada tahun 1984 oleh Tengku M. Djoefri Al Rasyid dijual lagi kepada Nyonya Oei Soei Lian, dan Tamin Sukardi menjadi saksi dalam jual beli tanah tersebut. Proses jual beli tanah oleh Tengku M. Djoefri Al Rasyid selaku kuasa dari para ahli waris menjual tanah harta warisan tersebut kepada Nyonya Oei Soei Lian, ditangani oleh Notaris K. Ongko, dan Tengku M. Djoefri Al Rasyid menyerahkan photokopi surat kuasa para ahli waris, baik Tengku M Djoefri Al Rasyid sebagai penjual maupun Tamin Sukardi sebagai saksi penjual, tidak menerangkan kepada Notaris K Ongko mengenai fakta-fakta : 1. Tanah warisan tersebut telah dijual atau telah dilepaskan haknya dari para ahli waris Harun Al Rasyid kepada So Peh Sui (Suriadinata) yang tercantum dalam akta notaris M.P. Tambunan nomor 22; 2. Surat kuasa asli dari para ahli waris telah dilekatkan pada minut akta notaris nomor 22 mengenai pelepasan hak tanah dari para ahli waris kepada So Peh Sui (Suriadinata). Baik Tengku M. Djoefri Al Rasyid selaku kuasa dari para ahli waris maupun Tamin Sukardi selaku saksi penjual yang telah mengetahui bahwa tanah tersebut telah dijual atau telah beralih haknya kepada So Peh Sui (Suriadinata) dalam akta notaris nomor 22 namun mereka tidak memberitahukan, baik kepada Nyonya Oei Soei Lian sebagai pembeli maupun kepada Notaris K Ongko karena tidak adanya informasi mengenai akta Notaris nomor 22, maka Notaris K Ongko kemudian membuat akta notaris nomor 101 yang berisikan perjanjian jual beli tanah warisan dari ahli waris Harun Al Rasyid kepada Nyonya Oei Soei Lian. So Peh Sui (Suriadinata) setelah mendengar tanah yang telah dibelinya dengan akta notaris nomor 22, dijual lagi kepada Nyona Oei Soei Lian, dengan akta notaris nomor 101, maka So Peh Sui (Suriadinata) merasa dirinya dirugikan dan melaporkan peristiwa ini kepada pihak kepolisian setempat. Pihak kepolisian kemudian mengusut peristiwa ini. Berita Acara Pemeriksaan atas terdakwa Tengku M. Djoefri Al Rasyid dipisahkan dengan terdakwa Tamin Sukardi (keduanya dituntut secara terpisah). Selanjutnya dalam persidangan Jaksa Penuntut umum menuntut terdakwa dalam perkara terpisah berdasarkan Pasal 266 ayat 1 juncto Pasal 55 ke 1 KUHPidana “menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai suatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh
Universitas Sumatera Utara
akta itu, seolah olah keterangannya sesuai dengan kebenaran dan Pasal 266 ayat 1 jo Pasal 56 ke 1 KUHPidana “Turut serta melakukan perbuatan memberikan keterangan palsu ke dalam akta otentik”. Dalam putusan Pengadilan Negeri Medan No. 418/Pid/B/1994/PN.Mdn tanggal 28 September 1994 membebaskan terdakwa terdakwa Tamin Sukardi karena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan perbuatan sebagaimana yang di tuntut JPU. Dalam putusan Mahkamah Agung No. 268.K/Pid/1995 tanggal 29 Juni 1995 menghukum terdakwa Tamin Sukardi dengan pidana penjara selama 6 (enam bulan) terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan perbuatan sebagaimana disebut dalam Pasal 266 ayat juncto Pasal 55 ke 1 KUHPidana dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Medan.82 Dalam peristiwa hukum di atas, para Notaris dalam perkara di atas hanya sebagai saksi, keterlibatan Notaris akibat kehendak dari salah satu penghadap, dan Notaris tidak menyadarinya karena pengikatan jual beli pada mulanya diawali dengan photokopi sertipikat dan tidak menyerahkan aslinya. Namun apakah ini merupakan salah satu kelalaian dari Notaris, hal ini harus berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim. Bahwa dalam pembuatan suatu akta Notaris, apabila ada upaya untuk memasukkan keterangan palsu ke dalamnya, maka dalam hal ini akibat hukum yang akan ditimbulkan adalah keberadaan akta Notaris itu akan batal demi hukum dan hal ini tentu akan merugikan para pihak itu sendiri. Dalam putusan perkara di atas kedua terdakwa dipidana penjara selama enam bulan dan Notaris selaku pejabat umum dalam menjalankan jabatannya tidak bertanggung jawab atas kebenaran materil dalam akta yang dibuat dihadapnnya. 82
Varia Peradilan, Majalah Hukum Bulanan Tahun XI No. 122, Edisi Nopember 1995
Universitas Sumatera Utara
Contoh kasus IV : Kamis, tanggal 18 Desember 2004, Pengadilan Negeri Medan mengeluarkan Putusan Nomor 2601/Pid.B/2003/PN-Mdn, mengadili dan menjatuhkan putusan dalam perkara terdakwa IMMANUEL DHLAN GINTING, SH, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penggelapan”, yang pada pokoknya sebagai berikut : PT. Sumatera Match Factory akan menjual sebidang tanah dan bangunan sertipikat HBG No. 120/TG. Mulia, kepada Sugihardiman Candra dan Hakim sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar Rupiah), dan menggunakan jasa Terpidana selaku Notaris yang berkantor di Jl. Ir. H. Juanda No. 63B Medan. Penghadap meminta terpidana untuk mengurus proses peralihan/balik nama sertipikat HGB No. 120/TG. Mulia dan mengurus pembayaran biayabiaya pajak yang akan dikenakan kepada pihak penghadap selaku pembeli dan penjual. Atas permintaan penghadap, terpidana menetapkan biaya pengurusan sebesar Rp.660.000.000,- (enam ratus enam puluh juta Rupiah), dengan perincian, pembayaran pajak sebesar Rp.600.000.000,- (enam ratus juta Rupiah), dan jasa bagi terdakwa sebesar Rp.60.000.000,- (enam puluh Juta Rupiah),Pada hari yang sama korban, menyanggupi dengan menyerahkan selembar cek No.C.114577 dari Bank Mestika dengan Nominal sebesar Rp.660.000.000,- (enam ratus enam puluh juta Rupiah),- sesuai dengan permintaan terpidana, dan mencairkan cek tersebut. Setelah cek tersebut cair, terpidana menyuruh pegawainya untuk mengurus menerbitkan SPPT PBB Tahun 2002 ke kantor Pajak dengan nilai NJOP sebesar Rp.12.639.144.000,(dua belas milyar enam ratus tiga puluh Sembilan juta seratus empat puluh empat ribu Rupiah),- dan mengurus peralihan/balik nama sertipikat tersebut melalui Irfan Sani (berkas perkara terpisah) dengan biaya Rp.300.000.000,(tiga ratus juta Rupiah),Setelah terjadi kesepakatan antara terpidana dengan Irfan Sani untuk mengurus peralihan hak atas tanah, terpidana menyuruh pegawainya untuk mengetik Akta Jual Beli dengan PPAT atas nama Adi Pinem, SH (karena terpidana belum PPAT) dengan melampirkan photo kopi SPPT PBB Tahun
Universitas Sumatera Utara
2002 ke kantor Pajak dengan nilai NJOP sebesar Rp.12.639.144.000,- (dua belas milyar enam ratus tiga puluh Sembilan juta seratus empat puluh empat ribu Rupiah),-, dengan surat setoran BPHTB dengan nilai Rp.600.307.200,(enam ratus juta tiga ratus tujuh ribu dua ratus Rupiah),- dan setoran SSP sebesar Rp.601.807.200,- (enam ratus satu juta delapan ratus tujuh ribu dua ratus Rupiah),Setelah Akte Jual Beli dan lampiran-lampirannya siap, maka terpidana memanggil para pihak penghadap untuk menandatangani Akta Jual Beli, dan untuk selanjutnya Akta Jual Beli tersebut diserahkan kepada Adi Pinem, Sarjana Hukum, PPAT Kota Medan, untuk ditandatangani, dinomori dan diberi tanggal. Setelah ditandangani oleh PPAT Adi Pinem, Sarjana Hukum, Akte Jual Beli tersebut diambil kembali oleh pegawai terpidana beserta lampiran-lampirannya untuk dimasukkan ke BPN Kota Medan, dan terlebih dahulu atas perintah terpidana untuk membuat/mengisi sendiri dengan mesin tik listrik Surat Setoran BPHTB fiktif sebesar Rp.159.831.500,- (seratus lima puluh Sembilan juta delapan ratus tiga puluh satu ribu lima ratus Rupiah), dan SSP Final fiktif dengan nilai Rp.161.331.500,- (seratus enam puluh satu juta tiga ratus tiga puluh satu ribu lima ratus Rupiah), dan SPPT PBB Tahun 2002 fiktif senilai Rp.3.226.630.000,- (tiga milyar dua ratus dua puluh enam juta enam ratus tiga puluh ribu Rupiah). Setelah proses peralihan/balik nama sertipikat HGB No. 120/TG. Mulia selesai, terpidana memerintahkan pegawai untuk mengambil ke Kantor BPN Kota Medan, kemudian untuk diserahkan kepada korban Halim, akan tetapi bukti pembayaran dari pajak-pajak yang berhubungan dengan proses peralihan/balik nama sertipikat, terpidana tidak menyerahkannya, melainkan hanya menunjukkannya saja, sebagai tujuan untuk tidak mengetahui sebenarnya, dan untuk mengelabui korban. Selanjutnya pada tanggal 29 Mei 2003 (setahun setelah kejadian), saksi korban Sugihardiman Chandra dan Hakim menerima surat dari BPN Kota Medan dengan Nomor 600.736/05/PKM/2003 yang pada pokoknya menyatakan bahwa bukti setoran pajak BPHTB sebesar Rp.159.831.500,(seratus lima puluh Sembilan juta delapan ratus tiga puluh satu ribu lima ratus Rupiah), dan SSP Final fiktif dengan nilai Rp.161.331.500,- (seratus enam puluh satu juta tiga ratus tiga puluh satu ribu lima ratus Rupiah) yang diajukan sebagai syarat peralihan/balik nama sertipikat HGB No. 120/TG.
Universitas Sumatera Utara
Mulia adalah palsu, sehingga korban menderita Rp.660.000.000,- (enam ratus enam puluh juta Rupiah).
kerugian
sebesar
Perbuatan terpidana tersebut diatur dan diancam dalam Pasal 372 KUHPidana.
Dalam peristiwa hukum di atas, bahwa Notaris telah dengan sengaja melakukan pemalsuan dan penggelapan surat sebagaimana termaktub dalam Pasal Pasal 372 KUHPidana. Contoh kasus V : Majelis Pengawas Notaris (MPN) Pusat menjatuhkan putusan atas perkara yang menyangkut seorang notaris. Kasus pertama setelah UU Jabatan Notaris diberlakukan? Sidang dimaksud berlangsung Selasa (20/12) kemarin di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dalam sidang tersebut sidang Tim A MPN menolak permohonan banding yang diajukan seorang notaris asal Jawa Timur. Saat dikonfirmasi hukumonline, ketua majelis sidang MPN Pusat Syamsudin Manan Sinaga membenarkan adanya putusan itu. Namun ia menolak menjelaskan lebih jauh isi putusan majelis hakim dan notaris yang permohonan bandingnya ditolak. Ia hanya membenarkan bahwa sang notaris berasal dari Surabaya, Jawa Timur. Sugeng Santoso, anggota MPN Pusat lainnya, tak bisa dihubungi. Namun berdasarkan informasi yang diperoleh hukumonline, notaris asal Surabaya yang banding ke MPN Pusat adalah Yustisia Sutandyo. Sidang perdana permohonan banding itu sudah berlangsung pada 30 November lalu. Ini adalah sidang banding atas putusan Majelis Pengawas Notaris Wilayah Jawa Timur sebelumnya. Dalam putusannya MPW Jawa Timur menyatakan Yustisia bersalah melanggar pasal 16, 84 dan 85 Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Yustisia dilaporkan oleh Bunarto Tejo Isworo. Bunarto, pemilik Fran's Bakery, kebetulan duduk di kursi terdakwa PN Surabaya dalam perkara
Universitas Sumatera Utara
dugaan pemalsuan akta tanah. Bunarto didakwa memalsu akta jual beli tanah melalui notaris Yustisia. Akta notaris menyebutkan Bunarto membeli 10 bidang tanah dari keluarga Lince Tangkudung senilai Rp350 juta. Namun belakangan, Lince dan anak-anaknya membantah. Alih-alih mengakui menerima uang, keluarga Lince membantah pernah menjual tanah kepada Bunarto. Alhasil, bos perusahaan roti itu harus duduk di kursi pesakitan. Dalam laporannya ke MPN Wilayah Jawa Timur, Bunarto merasa sangat dirugikan oleh keterangan Yustisia ketika tampil sebagai saksi dalam persidangan perkara pidana itu, September lalu. Bagaimana tidak, ia sudah mengantongi akta notaris yang diteken Yustisia. Adanya keanehan dalam keterangan sang notaris rupanya juga dirasakan oleh majelis hakim PN Surabaya. Sebagaimana diberitakan harian Surya, Ketua majelis Edy Tjahjono lantas memerintahkan jaksa Istrisno Haris untuk menyidik saksi karena dinilai memberikan keterangan palsu. Di depan persidangan, Yustisia sendiri membantah telah membuat akta palsu. Kedua pihak waktu itu saya tanya. Katanya uangnya sudah lunas. Masa kalau begitu saya tidak percaya, ujarnya, sebagaimana dikutip Surya. Sayang, belum diperoleh konfirmasi dan penjelasan dari Yustisia. Dugaan pelanggaran kode etik notaris kemudian berlanjut ke MPW Jawa Timur. Tidak terima putusan MPN Wilayah, Yustisia mengajukan banding ke MPN Pusat. Pasal 77 Undang-Undang Jabatan Notaris memang menegaskan bahwa MPN berwenang menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan dalam tingkat banding. Selain itu, MPN juga berwenang menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara, atau mengusulkan pemberhentian dengan tidak hormat kepada Menteri Hukum dan HAM. Namun sebelum mengambil keputusan, sidang MPN Pusat harus memberi kesempatan kepada notaris untuk membela diri.83 Dalam peristiwa hukum di atas, bahwa Notaris Yustitia telah sadar bermaksud untuk melakukan keterangan palsu sebagaimana termaktub dalam Pasal 242 ayat 1 KUHPidana.
83 www.hukumonline.com/berita/baca/hol14089/majelis-pengawas-notaris-mulai-iunjuk-gigi, tanggal 12 Januari 2010
Universitas Sumatera Utara