BAB II KETENTUAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PEMALSUAN DATA A. Jenis-jenis Tindak Pidana Pemalsuan Data.
Jika kita lihat dalam peraturan perundang-undangan yang konvensional, maka perbuatan pidana yang dapat digunakan dibidang teknologi informasi adalah; penipuan, kecurangan, pencurian dan pemalsuan data yang dilakukan oleh si pelaku. Sementara itu jika hal tersebut dilakukan dengan memanfaatkan sarana komputer, maka kejahatan tindak pidana pemalsuan data dapat berbentuk sebagai berikut: 22 1. Sumpah Palsu atau Keterangan Palsu. Suatu keterangan atas sumpah adalah suatu keterangan yang diberikan sehubungan dengan sumpah. Keterangan itu terdiri tidak hanya atas keterangan – keterangan kesaksian dalam perkara maupun dalam perkara pidana, tetapi semua pemberitahuan – pemberitahuan dalam kata – kata tentang perbuatan – perbuatan dan peristiwa – peristiwa. Keterangan itu harus diberikan diatas sumpah, pengambilan sumpah mana dilakukan sebelum keterangan itu diberikan untuk menegaskannya. Antara sumpah janji dan pelanggarannya terdapat jangka waktu; pelanggaran terjadi setelah pemberian keterangan palsu
22
H. Heru Soepraptomo, Kejahatan komputer dan siber serta antisipasi pengaturan pencegahannya di Indonesia, (Jurnal Hukum Bisnis Volume 12, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, 2001), hal. 6.dapat diakses melalui underlaw98.tripod.com/azam3.pdf. Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya keterangan itu harus palsu, tidak benar atau bertentangan dengan kebenaran. Keterangan itu sudah bersifat palsu, apabila keterangan itu memuat kekurangan dalam kebenaran. Kekurangan dalam kebenaran dapat bersifat positif atau negatif. Bersifat positif, apabila keterangan yang diberikan itu bertentangan dengan kebenaran atau tidak benar, sedangkan bersifat negatif, apabila kebenaran atas sesuatu hal disembunyikan. 2. Pemalsuan uang logam dan uang kertas Negara serta uang kertas Bank. Perbuatan memalsukan uang terdiri atas penggantian bahan – bahan baku untuk membuat uang asli dengan bahan – bahan yang lebih rendah nilainya. Perbuatan memalsu dapat juga merupakan perbuatan mengubah tanda stempel yang mengakibatkan tulisan dalam uang itu menunjukkan nilai lain daripada yang sebenarnya, perubahan mana disertai dengan memberikan warna, menyempu mata uang perak, menunai mata uang suasa. Pemalsuan uang kertas atau uang uang kertas bank dapat juga terdiri atas perubahan mengubah nilai yang dicetak dalam uang kertas itu. Pokoknya perbuatan pemalsuan uang itu adalah perbuatan mengubah sifat uang sedemikian rupa, sehingga uang yang asli menjadi palsu. 3. Pemalsuan Materai dan Merek ( Cap ). Perbuatan memalsukan berati memberikan tampang yang lain daripada yang sebenarnya atau yang diterima dari pemerintah : a) mengubah nilai yang terletak pada materainy ; b) memberi warna yang mangakibatkan materai itu terlihat sebagai materai yang lebih tinggi nilainya.
Universitas Sumatera Utara
4. Pemalsuan Surat. Membuat surat palsu adalah menyusun surat atau tulisan pada keseluruhannya. Adanya surat ini karena dibuat secara palsu. Surat ini mempunyai tujuan untuk menunjukkan bahwa surat seakan – akan berasal dari orang lain daripada penulisnya ( pelaku ). Ini disebut pemalsuan meteriil ( materiele valsheid ). Asal surat itu adalah palsu. Perbuatan memalsukan surat dilakukan dengan cara melakukan perubahan – perubahan tanpa hak ( tanpa izin yang berhak ) dalam suatu surat atau tulisan, perubahan mana dapat mengenai tanda tangannya maupun mengenai isinya. Tidak perduli, bahwa ini sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak benar atau sesuatu yang benar; perubahan isi yang tidak benar menjadi benar merupakan pemalsuan surat.23
B. Pemalsuan Data Ditinjau Dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elktronik. 1) Pemalsuan Data ditinjau dari KUHP. Perbuatan
pemalsuan
sesungguhnya
baru
dikenal
didalam
suatu
masyarakat yang sudah maju, dimana data – data / surat, uang logam, merek atau tanda tertentu dipergunakan untuk mempermudah lalu lintas hubungan di dalam masyarakat. Perbuatan pemalsuan dapat digolongkan pertama – tama dalam kelompok kejatahan ” Penipuan ” ; hingga tidak semua perbuatan adalah pemalsuan. Perbuatan pemalsuan tergolong kelompok kejahatan penipuan apabila seseorang memberikan gambaran tentang sesuatu gambaran atas barang ( c.q. surat ) seakan
23
H.A.K. Moch. Anwar, Op. Cit, hal 190. Universitas Sumatera Utara
– akan asli atau benar, sedangkan sesungguhnya atau kebenaran tersebut tidak dimilikinya. Karena gambaran data ini orang lain terpedaya dan mempercaya bahwa keadaan yang digambarkan atas barang / surat / data tersebut adalah benar atau asli. Pemalsuan terhadap tulisan / data terjadi apabila isinya atau datanya tidak benar. 24 Dalam berbagai jenis perbuatan pemalsuan yang terdapat dalam KUHP dianut : 1) disamping pengakuan terhadap azas hak atas jaminan kebenaran/keaslian sesuatu data/surat/tulisan, perbuatan pemalsuan terhadap data/surat/tulisan tersebut harus ” dilakukan dengan tujuan jahat ” 2) berhubung tujuan jahat dianggap terlalu luas, harus diisyaratkan, bahwa pelaku harus mempunyai ” niat/maksud ” untuk menciptakan anggapan atas sesuatu yang dipalsukan sebagai yang asli atau benar. 25
Suatu perbuatan pemalsuan dapat dihukum apabila terjadi perkosaan terhadap jaminan/kepercayaan dalam hal mana : 26 a) Pelaku mempunyai niat/maksud dengan menggambarkan keadaan yang tidak benar itu seolah – oleh benar mempergunakan sesuatu data yang tidak asli seolah – olah asli, hingga orang lain percaya bahwa data tersebut adalah benar dan asli dan karenanya orang lain terpedaya. b) Unsur niat/maksud tidak perlu meliputi unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain ( sebaliknya dari berbagai jenis perbuatan penipuan ).
24
Ibid Ibid 26 Ibid 25
Universitas Sumatera Utara
c) Tetapi perbuatan tersebut harus menimbulkan suatu bahaya umum, yang khusus dalam pemalsuan data/surat dan sebagainya, dirumuskan dengan masyarakat ” kemungkinan kerugian ” dihubungkan dengan sifat daripada data/surat tersebut. Berbagai jenis kejahatan pemalsuan dalam KUHP meliputi : 1.
Sumpah palsu
Bab IX.
2.
Pemalsuan mata uang dan uang kertas Negara serta uang kertas Bank
Bab X.
3.
Pemalsuan materai dan merek ( Cap )
Bab XI.
4.
Pemalsuan Surat
Bab XII.
Ad1. Sumpah Palsu. Pasal 242 (1) Barang siapa yang dalam hal peraturan undang – undang memerintahkan supaya memberikan keterangan atas sumpah atau mengadakan akibat hukum pada keterangan tersebut, dengan sengaja memberikan keterangan palsu atas sumpah dengan lisan atau dengan surat, oleh dia sendiri atau oleh wakilnya yang di tunjuk untuk itu pada khususnya, dihukum dengan hukuman penjara selama – lamanya 7 tahun. (2) Kalau keterangan palsu atau sumpah itu di berikan dalam suatu perkara pidana dengan merugikan terdakwa atau tersangka, maka yang bersalah dihukum dengan penjara selama – lamanya 9 tahun. (3) Kesanggupan atau pernyataan yang diperhitungkan oleh undang – undang umum atau yang mengganti sumpah disamakan dengan sumpah.
Unsur –unsur: Pasal 242 (1). Objektif : a. Memberikan keterangan palsu atas sumpah secara lisan atau tertulis oleh dia sendiri atau oleh wakilnya yang ditunjuk untuk itu secara khusus.
Universitas Sumatera Utara
b. Dalam hal peraturan perundang – undangan memerintahkan
supaya
memberikan keterangan atas sumpah atau mengadakan akibat hukum pada keterangan atas sumpah tersebut. Subjektif : Dengan sengaja. Pasal 242 (2). 1. Memberikan keterangan palsu diatas sumpah. 2. Dalam perkara pidana. 3. Dengan merugikan terdakwa atau tersangka. Perbuatan ini merupakan pemberian keterangan palsu diatas sumpah dalam bentuk gekwalifisir atau dalam bentuk dalam pemberatan. Pemberian keterangan palsu diatas ini harus diberikan khusus dalam perkara pidana dan pemberian keterangan itu harus ” dapat menimbulkan kerugian ” bagi terdakwa atau tersangka. Pasal 242 (3). Disamakan dengan sumpah kesanggupan atau pernyataan/penguatan yang oleh undang – undang diperintahkan atau menggantikan sumpah. Ad2. Pemalsuan uang logam dan uang kertas Negara serta uang kertas Bank. Pasal 244.
Barang siapa yang meniru atau memalsukan mata uang atau uang kertas atau uang kertas Bank, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan mata uang atau uang kertas atau uang kertas bank itu sebagai yang asli dan tidak dipalsukan dihukum dengan hukuman penjara selama – lamanya 15 tahun.
Ad3. Pemalsuan Materi dan Merek ( Cap ). Pasal 253.
Dihukum dengan hukuman penjara selama – lamanya 7 tahun : ke-1 : Barang siap meniru atau memalsukan materai yang di keluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia atau meniru atau memalsukan tanda tangan yang perlu untuk mensyahkan materai itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh memakai Universitas Sumatera Utara
materai itu oleh orang lain sebagai materai yang asli atau yang tidak dipalsukan atau yang syah ; ke-2 : Barang siapa dengan maksud yang sama membuat materai dengan memakai alat cap yang asli dengan melawan hukum.
Ad4. Pemalsuan Surat. Kemampuan komputer tidak hanya sebagai media untuk menyimpan dan mengolah data. Kemampuan komputer juga dapat membuat gambar-gambar, fotofoto dengan hadirnya software-software seperti Corel Draw, Photo Paint, Microsoft Photo Editor dan lain sebagainya. Hadimya jenis-jenis software di atas tidak menutup kemungkinan terjadinya pemalsuan-pemalsuan surat berharga, apalagi ditambah dengan hadimya media internel di mana setiap orang yang mempunyai kemampuan khusus dapat men-download program-program yang berisikan data tentang surat berharga seperti kartu kredit bahkan memungkinkan dilakukannya pemalsuan identitas seperti, K.T.P, SIM, akte kelahiran, paspor dan lain sebagainya. Apabila dikaitkan dengan delik-delik yang ada dalam KUHP, maka data diddling dapat dikategorikan sebagai perbuatan tanpa wewenangnya memalsukan surat / pemalsuan surat. Data yang tersimpan dalam media disket atau sejenisnya dapat disamakan dengan media surat / media tertulis asalkan data yang tersimpan tersebut dapat diwujudkan ke dalam bentuk tulisan / naskah. Dengan demikian si pelaku perbuatan pemalsuan data dengan sarana komputer dapat diancam dengari pidana berdasarkan Pasal 263 KUHP.
Pasal 263 KUHP berbunyi : (1) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan Universitas Sumatera Utara
tidak. (2) Diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian
Surat menurut Pasal 263 adalah segala surat yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis dengan mesin tik dan lain-lain. Pengertian dan lain-lain ini memungkinkan surat otentik yang dibuat atau ditulis melalui proses komputer, sehingga data atau keterangan yang ada dalam media disket atau sejenisnya dapat digunakan. Pasal 263 (1). Unsur – unsur : Objektif : Membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menerbitkan sesuatu hak, menerbitkan sesuatu perjanjian, menimbulkan pembebasan sesuatu hutang, diperuntukan guna menjadi bukti atas sesuatu hal. Subjektif : Dengan maksud untuk mempergunakan atau memakai surat itu seolah – olah asli dan tidak palsu pemakaian atau penggunaan surat itu dapat menimbulkan kerugian. Pasal 263 (2). Unsur – unsur : Objektif : Memakai surat palsu atau surat yang dipalsukan seolah – olah surat itu asli dan tidak dipalsukan atau apabila pemakai surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Universitas Sumatera Utara
Subjektif : Dengan sengaja. 2) Pemalsuan Data ditinjau dari Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam jaringan ( network ), peng-copy-an data dapat dilakukan secara mudah tanpa harus melalui izin dari pemilik data. Hanya sebagaian kecil saja dari informasi dan data di internet yang tidak bisa ” diambil ” oleh para pengguna internet Pencurian bukan lagi hanya berupa pengambilan barang/material berwujud saja, tetapi juga termasuk pengambilan data secara tidak sah. Istilah memanipulasi data ini dikenal dengan sebutan The Trojan horse yang mempunyai pengertian sebagai berikut :27 ” Suatu perbuatan yang bersifat mengubah data atau instruksi pada sebuah program, menghapus, menambah, membuat data atau pada sebuah program menjadi tidakterjangkau dengan tujuan kepentingan pribadi/kelompok”. The Trojan Horse saat ini dapat dimungkinkan dilakukan secara online ( melalui sistem jaringan ). Hal tersebut memungkinkan bagi seseorang untuk melakukan tindak pidana pemalsuan dengan sasaran sistem database perusahaan maupun perbankan yang menggunakan teknologi jaringan. Pelaku dalam tindak pidana ini memanfaatkan fungsi internet sebagai salah satu media publiksi yang disalahgunakan untuk kepentingan sendiri atau golongannya. Teknologi informasi tersebut saat ini sangat memungkinkan pihak – pihak ( termasuk juga pers ) melakukan delik ini. Penggunaan website sebagai salah satu alat publikasi diinternet tergolong sangat efektif. Bahkan dimasa
27
Andi Hamzah, Op.Cit, hal.40. Universitas Sumatera Utara
mendatang bukan tidak mungkin fungsi publikasi dari internet akan menjadi mediator terpenting dari suatu informasi. Yusuf Randi dalam bukunya yang berjudul ”Proteksi terhadap kriminalitas dalam bidang komputer” 28 menyebutkan bahwa pemalsuan yang dilakukan dengan saran komputer sebagai data diddling mempunyai pengertian yakni suatu perbuatan yang mengubah data valid / sah dengan cara yang tidak sah dan dengan mengubah input / masukan data atau output / keluar data. Apabila dikaitkan dengan delik – delik yang ada di dalam KUHP, maka data diddling dapat dikategorikan sebagai perbuatan tanpa wewenangnya memalsukan surat / pemasluan surat. Dalam Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tersirat perbuatan pemalsuan data yakni terdapat dalam : Pasal 30 (1)
(2)
(3)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
Pasal 31 (1)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
28
Yusuf Randi, Proteksi terhadap kriminalitas dalam bidang komputer, ( Refika Aditama, Bandung, 2000), hal 80. Universitas Sumatera Utara
(2)
(3)
(4)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan. Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 32 (1)
(2)
(3)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak. Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.
Ketentuan pidana Pasal 30, Pasal 31 dan Pasal 32 Undang – undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elktronik diatur dalam Pasal 46 (1)
(2)
(3)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah). Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Universitas Sumatera Utara
Pasal 47 Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah). Pasal 48 (1)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/ataudenda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2)
(3)
C. Beberapa Ketentuan Khusus Lain Yang Berkaitan Dengan Pembuktian Dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. 1. Sistem Pembuktian dalam KUHAP. Dalam Pasal 183 KUHAP yang berbunyi : “ hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang – kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu pidana benar – benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah mealkukannya.” Kalau dibandingkan bunyi Pasal 183 KUHAP dengan Pasal 294 HIR, hamper bersamaan bunyi dan maksud yang terkandung di dalamnya yang berbunyi : “tidak akan dijatuhkan hukuman kepada seseorang pun jika hakim tidak yakin kesalahan terdakwa dengan upaya bukti menurut undang – undang bahwa
Universitas Sumatera Utara
telah terjadi perbuatan pidana dan bahwa tertuduhlah yang salah melakukan perbuatan itu.” Dari bunyi Pasal tersebut, baik yang termuat pada Pasal 183 KUHAP maupun yang dirumuskan dalam Pasal 294 HIR, sama – sama menganut “ sistem pembuktian menurut undang – undang secara negatif “. Perbedaan antara keduanya, hanya terletak pada penekanannya saja. Pada Pasal 183 KUHAP syarat “ pembuktian menurut cara dan alat bukti yang sah .“ leih ditekankan dalam perumusannya. Hal ini dapat dibaca dalam kalimat : ketentuan pembuktian yang memadai untuk menjatuhakan pidana kepada seorang terdakwa “ sekurang – kurangya dua alat bukti yang sah.” Dengan demikian Pasal 183 KUHAP mengatur untuk menentukan salah tidaknya seorang terdakwa dan untuk menjatuhkan pidana pada seorang terdakwa, harus : 29 a) Kesalahannya terbukti dengan sekurang – kurangnya dua alat bukti yang sah. b) Dan atas keterbuktian dengan sekurang – kurangnya dua alat bukti yang sah, hakim “ memperoleh keyakinan “ bahwa tindak pidana benar – benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah mealkukannya. Lalu bagaimanakah pelaksanaan sistem pembuktian menurut undang – undang secara negative dalam kehidupan penegakan hokum di Indonesia ? Menurut pengalaman dan pengamatan, Andi Hamzah baik dimasa HIR maupun setelah KUHAP berlaku, penghayatan penerapan sistem pembukt ian itu sendiri, tanpa mengurangi segala macam keluhan, pengunjingan dan kenyataan yang dijumpai. Sehubungan dengan pembahasan sistem pembuktian, dimana di dalam
29
Andi Hamzah, Op. Cit, hal. 259. Universitas Sumatera Utara
sistem pembuktian negatif ini terkandung suatu prinsip yaitu “ batas minimum pembuktian “. Azas minimum pembuktian ini merupakan prinsip yang mengatur batas yang harus dipenuhi membuktikan kesalahan terdakwa. Dimana azas minimum pembuktian ialah suatu prinsip yang harus dipedimani dalam menilai cukup atau tidaknya alat bukti membuktikan salah atau tidaknya terdakwa. Artinya sampai “ batas minimum pembuktian “ mana yang dapat dinilai cukup membuktikan kesalahn terdakwa. Untuk menjelaskan masalah ini titik tolak berpijak berdasarkan ketentuan Pasal 183 KUHAP. Meneliti bunyi Pasal 183 KUHAP tersebut, dikemukanlah kalimat : “ dengan sekurang – kurangnya dua alat bukti yang sah “ maksudnya untuk menjatuhkan pidana kepada seirang terdakwa baru boleh dilakukan oleh seorang hakim apabila kesalahan terdakwa telah dapat dibuktikan “ dengan sekurang – kurangnya dua alat bukti.” Jadi “ minimum pembuktian “ yang dianggap cukup membuktikan kesalahan terdakwa agar kepadanya dapat dijatuhkan pidana, harus dengan sekurang – kurangnya dua alat bukti yang sah yang diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP telah disebutkan secara rinci atau “ limitative “ alat bukti yang sah menurut undang – undang yaitu : a) Keterangan saksi. b) Keterangan ahli. c) Surat. d) Petunjuk. e) Keterangan terdakwa. Sesuai dengan ketentuan Pasal 184 ayat (1) undang – undang menentukan lima jenis alat bukti yang sah. Diluar ini tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah. Jika ketentuan Pasal 183 dihubungkan dengan jenis alat bukti
Universitas Sumatera Utara
yang itu terdakwa baru dapat dijatuhi hukuman pidana, apabila kesalahannya dapat dibuktikan paling sedikit dengan dua alat bukti yang disebut dalam Pasal 184 ayat (1). Kalau begitu, minimum pembuktian yang dapat dinilai cukup memadai untuk membuktikan kesalahan terdakwa, “ sekurang - kurangnya “ atau “ palng sedikit “ dibuktikan dengan dua alat bukti yang sah. Untuk Indonesia yang sekarang ternyata telah dipertahankan oleh KUHAP Wirjono Prodjodikoro dalam buku yang berjudul Hukum Acara Pidana di Indonesia berpendapat bahwa sistem pembuktian berdasarkan undang – undang secara negatif sebaiknya dipertahankan berdasarkan dua alasan, pertama memang sudah selayaknya harus ada keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa untuk dapat menjatuhkan suatu hukuman pidana, janganlah hakim terpaksa memidana orang sedangkan hakim tidak yakin atas kesalahan terdakwa. Kedua, ialah berfaedah jika ada aturan yang mengikat hakim dalam menyusun keyakinannya, agar ada patokan tertentu yang harus diturut oleh hakim dalam melakukan peradilan. 30 Namun pada prakteknya keyakinan kehakiman yang paling dominan dalam menentukan salah tidaknya seorang terdakwa. Terutama bagi seorang hakim yang tidak berhati – hati, atau hakim yang kurang tangguh benteng iman dan moralnya, gampang sekali memanfaatkan system pembuktian ini yang suatu imbalan yang diberikan terdakwa. Akan tetapi, kita sadar dimanakah dijumpai didunia ini suatu system yang sempurna tanpa cacat? Bagaimanapun baik atau
30
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, (Refika Aditama, Bandung, 2003), hal. 265. Universitas Sumatera Utara
buruknya suatu system, semuanya sangat tergantung kepada manusia yang berada dibelakang system yang bersangkutan 31 2. Perluasan Cakupan Alat Bukti Dalam Kejahatan Teknologi. Julukan zaman serba canggih bagi era ini memang tidak salah. Mulai dari mengetik dokumen, mencari informasi di internet, melakukan testing simulasi, melakukan pemeriksaan kesehatan, sampai dengan tindakan criminal penipuan dan terorisme mau tidak mau juga harus mengandalkan bantuan peralatan teknologi. Perkembangan teknologi ada sisi baik juga sisi buruknya. Sisi baiknya, antara lain pekerjaan manusia menjadi sangat terbantu. Revolusi pekerjaan mungkin saja akan terjadi nanti, dimana semua pekerjaan manusia dilakukan dan diselesaikan oleh peralatan teknologi. Namun yang menjadi salah satu dari cukup banyak dampak buruknya, adalah kejahatan mndapatkan media baru untuk bekerja. Dengan menggunakan bantuan peralatan teknologi yang semakin canggih, kejahatan menjadi sangat mudah, cepat, leluasa dan semakin instan untuk dilakukan. Kejahatan juga menjadi semakin merajalela. Mulai dari penipuan sederhana sampai yang sangat merugikan, ancaman tehadap seseorang atau kelompok, penjualan barang – barang illegal, sampai tindakan terorisme yang menewaskan
ribuan
orang
melibatkan
kecanggihan
teknologi.
Semakin
meningkatnya kejahatan yang melibatkan kecanggihan teknologi mengakibatkan mulai banyaknya Negara yang merespon hal ini. Dengan membuat pusat –pusat pengawasan dan penyelidikan kriminalitas dibidang teknologi ini. Dengan pengharapan kejahatan dibidang teknologi tidak akan terus berkembang merajalela tak terkendali. Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah, apa yang 31
M. Yahya. Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Hukum edisi kedua, (Sinar Grafika, Jakarta, 2006), hal. 273 Universitas Sumatera Utara
bisa diselidiki dari dunia teknologi? Jika memang seseorang melakukan kejahatan, mana buktinya? Mana saksinya? 32 Oleh sebab itulah untuk menjaring pelakunya sangat sulit dikarenakan belum diterimanya dokumen elektronik sebagai suatu alat bukti yang sah didalam KUHAP, padahal dalam kejahatan dibidang teknologi selalu melibatkan perangkat teknologi yang bersifat elektronik. 3. Bukti Elektronik Sebagai Bukti Dalam Kegiatan Teknologi. Sekarang ini, dimana kemajuan teknologi semakin meningkat maka akan memberikan dampak positif maupun negatif yang menggunakannya bagi pihak yang
menggunakannya. Dari sisi positif,
pemanfaatan teknologi dapat
memberikan fasilitas baik bagi para penggunanya sehingga dapat membantu masyarakat untuk mencari apa yang yang diperlukan. Sedang sisi negative, seiring dengan maraknya teknologi yang ditawarkan, maka dapat timbul pengaruh – pengaruh negatif bagi yang tidak dapat menyaringnya sehingga timbullah kejahatan teknologi yang sering meninggalkan jejak yang tersembunyi. Jejak tersebut yang kemudian dapat meningkat statusnya meliputi bukti, menjadi salah satu perangkat/ entitas hukum penting. Jejak yang ditimbulkan dari teknologi itu yang cenderung yang bersifat elektronik yang nantinya meningkat menjadi bukti elektronik tersebut yang mempengaruhi pembuktian perkara pidana, sedangkan pengakuan data elektronik sebagai alat bukti dipengadilan nampaknya masih dipertanyakan validitasnya. Dalam praktek pengadilan di Indonesia penggunaan data elektronik sebagai alat bukti yang sah dan belum bisa digunakan. Apa kendalanya? Padahal dibeberapa Negara data elektronik dalam bentuk email 32
http: / www.pemedia.co.id / detail. Asp ? Id=518 & Cid=22 & Eid=14 “Bukti Digital, Kunci Penguah Kejahatan cyber” di akses pada 10-10-2009 pada 10:10 WIB. Universitas Sumatera Utara
sudah menjadi pertimbangan bagi hakimdalam memutus suatu perkara. Kiranya, tidak perlu menunggu lama agar persoalan bukti alat elektronik termasuk email mendapatkan pengakuan secara hukum sebagai alat bukti yang sah dipengadilan. Masalah pengakuan
data elektronik menjadi isu yang menantang dengan
pemanfaatan teknologi disegala bidang. Beberapa Negara seperti india, cina, jepang dan Singapore telah memiliki peraturan hukum yang memberikan pengakuan data elektronik sebagai alat bukti yang sah dipengadilan. Cina misalnya membuat peraturan khusus untuk mengakui data elektronik. Salah satu pasal contract law of the peoples Republic of China menyebutkan, “ bukti tulisan ” yang diakui sebagai alat bukti dalam pelaksanaan kontrak ( perjanjian ) antara lain: surat dan data teks dalam berbagai perkara seperti, telegraf, teleks, faksimili, dan email. 33 Adapun yang dimaksud dengan bukti alat elektronik adalah sesuatu yang didapati dari kejahatan yang
menggunakan perawatan teknologi untuk
mengarahkan suatu peristiwa pidana berupa data – data elektronik baik yang berada didalam perangkat teknologi itu sendiri misalnya yang terdapat pada komputer, hard disk, copy disk, flash disk, memory card, sim card atau yang merupakan hasil print out, ataupun telah mengalami pengolahan melalui suatu perangkat network tertentu misalnya: computer dalam bentuk lain berupa jejak kopi dari suatu aktifitas penggunaan perangkat teknologi. 34 Mengenai alat – alat bukti elektronik ini , Michael Chissick dan Alistair dalam buku karangan Dikdik M. Arief, dan Elisatris yang berjudul “Cyberlaw”
33
http:// www.geocities.com / bokur 2001 / alat bukti elektronik masih dipertanyakan. Html. Oleh ICT “Alat Bukti Elektronik Masih Dipertanyakan” diakses pada tanggal 29-10-2009 pada 15:19 WIB. 34 Edmund Makarim, Pengantar Hukum Telematika: Suatu Komplikasi Kajian, (PT. Raja. Grafindo Persada, Jakarta, 2005), hal 452. Universitas Sumatera Utara
Aspek Hukum Teknologi Informasi menyatakan ada 3 ( tiga ) jenis pembuktian yaitu: 35 1) Real Evidence ( Bukti Nyata ). Real Evidence atau bukti nyata ini meliputi kalkulasi – kalkulasi atau analisa – analisa yang diolah oleh computer melalui pengaplikasian software dan menerima informasi dari devise seperti jam yang built – in lansung dalam computer atau remote sender. Bukti nyata ini muncul dari berbagai kondisi. Contohnya jika sebuah computer bank secara otomatis mengkakulasi ( menghitung ) nilai pembayaran pelanggan terhadap bank berdasarkan tarifnya, transaksi –transaksi yang terjadi dan credit balance yang dikliring secara harian, maka kalkulasi ini akan digunakan sebagai sebuah bukti nyata. 2) Hearsey Evidence ( bukti yang berupa kabar dari orang lain ). Termasuk pada Hearsey Evidence adalah dokumen – dokumen data yang juga diolah oleh computer yang meupakan salinan dari informasi yang diberikan ( dimasukan ) oleh manusia kepada computer. Cek yang dijadikan slip pembayaran yang diambil dari srbuah rekening bank juga termasuk Hearsey Evidence. 3) Derivied Evidence Yang dimaksud dengan Derivied Evidence adalah informasi yang mengkombinasikan antara bukti nyata ( Real Evidence ) dengan infprmasi yang diberikan oleh manusia kekomputer dengan tujuan untuk membentuk sebuah data yang tergabung. Contoh dari Derivied Evidence adalah table dalam kolom kolom harian sebuah statement bank karena table ini adalah diperoleh dari real evidence yang secara otomatis membuat tagihan bank dan Hearsey Evidence ( check prefivibalty dan entry pembayaran lewat slip – playing in ). 35
Dikdik M. Arief, dan Elisatris, “ Cyberlaw “ Aspek Hukum Teknologi Informasi, (Refika Aditama, Bandung, 2005), Hal. 2 – 3. Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penjelasan sebelumnya mengenai kejahatan teknologi selau melibatkan alat – alat teknologi baik itu sebagai saran dalam melakukan kejahatan ataupun hasil dari kejahatan tersebut. Berdasarkan jenis pembuktian yang diberikan oleh Michael Chissick dan Alistair dapat disimpulkan bahwa untuk memperoleh bukti elektronik harus melalui preses pengolahan melalui media pengolahan data misalnya malalui computer, proses pengolahan itu di dalam ilmu hokum pidana disebut Forensik Komputer. Forensik komputer adalah suatu proses mengidentifikasi, menganalisa dan mempergunakan bukti digital menurut hokum yang berlaku. Forensic Komputer masih jarang digunakan oleh pihak yang berwajib, terutama pihak kepolisian di Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan di atas bukti – bukti digital elektronik adalah informasi yang di dapat dalam bentuk/format digital. Bukti digital ini bias berupa bukti riil maupun abstrak. Michael Chissick dan Alistair mengatakan adanya empat elemen kunci dalam kejahatan teknologi adalah sebagai berkut : 36 1. Identifikasi dari Bukti Digital. Merupakan tahapan paling awal dalam forensic komputer. Pada tahapan ini dilakukan identifikasi di mana bukti itu berada, di mana bukti itu disimpan, dan bagaimana penyimpanannya untuk mempermudah tahapan selanjutnya. Banyak pihak yang mempercayai bahwa forensic di bidang teknologi ini merupakan forensic pada computer. Sebenarnya forensic bidang teknologi sangat belum bias pada telepon selular, kamera digital, smart cards dan sebagainya. Namun banyak kasus kejahatan dibidang teknologi itu berbasiskan computer. Tidak perlu diingat bahwa teknologi itu bukan hanya komputer/internet. 36
http:// budi.insan.co.id/courses/e17010/2003/rahmadi-report.pdf diakses pada 30 November 2009 jam 19.45 WIB. Universitas Sumatera Utara
2. Penyimpanan Bukti Digital. Termasuk tahapan yang paling kritis dalam forensik. Pada tahap ini bukti digital dapat saja hilang karena penyimpanannya yang kurang baik. Penyimpanan ini lebih menekankan bahwa bukti digital pada saat ditemukan tetap tidak berubah baik bentuk, isi, makro, dan sebagainya dalam jangka waktu yang lama. Ini adalah konsep ideal dari penyimpanan bukti digital. 3. Analisa Bukti Digital. Pengambilan, pemrosesan, dan interpretasi dari bukti digital merupakan bagian yang penting dalam analisa bukti digital. Setelah diambil dari tempat asalnya bukti tersebut harus piroses sebelum diberikan kepada pihak yang membutuhkan. Tentunya pemrosesan disini memerlukan beberapa skema tergantung dari masing – masing kasus yang dihadapi. 4. Presentasi Bukti Digial. Adalah proses persidangan di mana bukti digital akan diuji otentifikasinya dan kejelasan dengan kasus yang ada. Presentasi di sini berupa penunjukan bukti digital yang berhubungan dengan kasus yang disidangkan. Kerana proses penyidikan sampai dengan proses persidangan memakan waktu yang cukup panjang maka sedapat mungkin bukti digital masih asli dan sama pada saat diidentifikasi oleh investigator untuk pertama kalinya. 4. Penerapan Alat Bukti dalam Kejahatan yang berkenaan dengan Teknologi. Pembuktian merupakan suatu persoalan yang cukup rumit yang berlandaskan pada kaidah – kaidah hukum dan kekecualian – kekecualian dari kaidah hokum. Salah satu dari kaidah hukum itu mengatur tentang dapat dan tidak diterimanya bukti desas desus yakni suatu yang dibuat oleh orang selain yang memberikan
Universitas Sumatera Utara
bukti lisan dalam proses – proses peradilan yang mana biasanya setiap fakta atau opini yang terkandung dalam pernyataan tersebut tidak bias diterima sebagai bukti. Ada beberapa kekecualian atas kaidah hukum yang kaku ini seperti oernytaan – pernyataan yang tidak bertahan lama, pernyataan – pernyataan dalam dokumen – dokumen umum, pernyatan yang disampaikan dihadapan panitera, bukti dokumenter lainnya. Dimana hukum pembuktian harus bersifat flesibel dalam menghadapi realita sekarang ini. 37 Dalam kasus kejahatan teknologi, proses penegakan hukum tidak dapat begitu saja dilepaskan dengan dalih kesulitan pada proses pembuktian. Apalagi jika delik terhadap perbuatan kejahatan teknologi tersebut telah dapat dikenakan delik – delik konversional yang ketentuannya jelas dan tegas. Upaya yang dapat ditempuh adalah penelusuran bukti – bukti yang berkaitan dengan perbuatan pelaku kejahatan teknologi melalui jalur KUHP. Artinya disini kita tetap menggunakan alat – alat bukti berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Minimalnya, kesalahan pelaku dapat terbukti dengan sekurang – kurangnya dua alat bukti yang sah. Alat – alat bukti ini harus mampu membuktikan telah terjadinya suatu perbuatan dan membuktikan adanya akibat dari perbuatan kejahatan teknologi. 1. Keterangan Saksi. Pada kejahatan teknologi pembuktian dengan menggunakan keterangan saksi tidak dapat diperolah secara langsung. Keterangan saksi hanya dapat berupa hasil pembicaraan atau hanya mendengar dari orang lain dimana kesaksian jenis
37
David I. Bairbridge, Komputer dan Hukum, (Sinar Grafika, Jakarta, 1990), hal. 200. Universitas Sumatera Utara
ini di kenal sebagai testimonium di duditum atau hearsey evidence 38, bahkan dkemungkinan ditemukan saksi yang mengetahui kapan atau bagaimana pelaku melakukan tindak pidana sangatlah sulit. Hal tersebut dikarenakan syarat seorang saksi adalah memberikan keterangan tentang apa yang ia alami, ia lihat dan di dengar mengenai suatu tindak pidana tersebut. Sesuai dengan penjelasan KUHAP kesaksian yang demikian tidak dapat diperkenankan sebagai alat bukti yakni selaras dengan tujuan hukum acara pidana yaitu mencari kebenaran materiil selain itu untuk perlindungan terhadap saksi – saksi, dimana keterangan seorang saksi tersebut merupakan hasil pembicaraan atau hanya mendengarkan orang lain. 39 Meskipun kesaksian sejenis ini tidak diperkenankan sebagai alat bukti, akan tetapi dalam prakteknya tetap dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan bagi hakim untuk memperkuat keyakinannya sebelum menjatuhkan putusan. Kerugian tidak di terimanya kesaksian de auditu adalah hakim akan kehilangan alat bukti yang mungkin akan memperjelas suatu fenomena. Kedudukan kesaksian de auditu dalam kejahatan teknologi kiranya perlu mendapat perhatian khusus dengan pertimbangan bahwa kejahatan dengan berbasiskan teknologi ini memiliki suatu karakteristik tersendiri, sehingga dengan begitu aturan – aturan pidana dapat diberlakukan atas tindakan tersebut. Selain itu dengan diterimanya kesaksian de auditu akan meminimalkan hilangnya alat bukti/barang bukti sehingga akan lebih memberkan keyakinan pada hakim dalam menulis perkara. 40 Kemungkinan yang dapat dijadikan keterangan saksi adalah melalui hasil interaksi seperti, chatting dan email antara pengguna internet, atau juga dapat 38
Dikdik M. Arief, dan Elisatris, Loc Cit, Hal. 2 – 3. Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Di Indonesia, ( Sinar Grafika, Jakarta, 2005 ), hal. 273. 40 Edmund Makarim, Op. Cit, hal. 464. 39
Universitas Sumatera Utara
melalui keterangan seorang administrator system komputer yang telah disertifikasi. 41 2. Keterangan Ahli. Bila dilihat perumusan yang tertera pada Pasal 186 KUHAP maka akan ditemukan pengertian yang sesungguhnya dari keterangan ahli. Berdasarkan pasal 186 KUHAP, keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan didepan pengadilan. Dalam kejahatan komputer, keterangan ahli mendapat satu tempat tertentu atau sangat menentukan, mengingat di Indonesia saat ini yang menguasai teknologi sedikit sekali. Berdasarkan Pasal 120, Pasal 133 dan Pasal 179 KUHAP, kualitas keterangan ahli komputer yang nantinya akan mengungkapkan kebenaran tersebut, yang tentunya bersifat teknis. Seperti kita ketahui bersama kejahatan teknologi ini memiliki karekteristik yang sangat berbeda. Pada tindak pidana biasanya seluruh alat bukti dan barang bukti yang dikumpulkan untuk kepentingan penuntutan adalah alat bukti dan barang bukti yang bersifat fisik. Kalaupun ditemukan bukan barang tidak berwujud maka alat bukti yang tidak berwujud maka akan memiliki kekuatan pembuktian apabila didukung dengan alat bukti lainnya. Lalu bagaimana dengan kejahatan teknologi ini, dimana keadaannya justru terbalik, yang pertama diharuskan dalam tindak pidana tersebut adalah bukti elektronik yang tentunya tidak bersifat fisik atau bukti elektronik yang telah mengalami satu proses forensik komputer. Dalam peradilan di Indonesia, keadaan ini membuat jaksa untuk membuktikan kesalahan dari si tersangka mengingat masih sedikitnya para penegak hukum yang memahami masalah ini. 42
41 42
Dikdik M. Arief, dan Elisatris, Op. Cit, hal. 116. Edmund Makarim, Op. Cit, hal. 466. Universitas Sumatera Utara
Pada saat inilah kesaksian ahli menjadi suatu hal yang sangat signifikan yaitu ketika jaksa mengajukan alat bukti elektronik untuk membuktikan kesalahan pelaku kejahatan teknologi. Peran keterangan ahli di sini adalah untuk memberikan suatu penjelasan dalam persidangan bahwa dokumen/data elektronik yang diajukan adalah sah dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Hal ini diperlukan karena terkadang dalam prakteknya, para pelaku kejahatan teknologi dapat menghapus atau menyembunyikan aksi mereka agar tidak terdeteksi oleh aparat penegak hukum. Saksi ahli ini tidak terbatas hanya pada operator laboraturium forensik komunikasi, lebih luas lagi melibatkan ahli dalam masing – masing bidang antar lain ahli dalam teknologi informasi, mendesain internet, membuat program jaringan komputer serta ahli dalam bidang pengaman jaringan komputer. Kombinasi dari fakta – fakta yang didapat dari laboraturium dan opini para saksi ahli diharapakan dapat membantu peran penyidik dalam proses penyidikan, dimana produk hasil penyelidikan tersebut dapat diterima oleh jaksa penuntut umum dan hakim. Peranan seorang ahli dalam kejahatan teknologi merupakan sesuatu yang tidak bisa ditawar - tawar lagi mengingat pembuktian dengan alat – alat bukti elektronik masih sangat sulit menerapkannya di depan sidang pengadilan. Disinlah pentingnya kedudukan seorang ahli yaitu untuk memberikan keyakinan kepada hakim. 43 3. Alat Bukti Surat. Surat adalah alat bukti yang penting dalam proses penyidikan
dan
penyelidikan kasus kejahatan teknologi. Penyelidik dan penyidik dapat menggunakan “ surat “ untuk membuat terang kasus ini. Dengan didukung oleh keterangan saksi, maka surat menjadi alat bukti yang sah, dapat diterima dan
43
Dikdik M. Arief, dan Elisatris, Op. Cit, hal 117. Universitas Sumatera Utara
dapat memberatkan pelaku kasus kejahatan teknologi dipengadilan. Merujuk pada terminologinya surat dalam kasus kejahatan teknologi mengalami perubahan dari bentuknya yang tertulis menjadi tidak tertulis dan bersifat on line. Alat bukti surat yang terlebih dahulu diolah dengan sistem perangkat teknologi dapat dijadikan sebagai alat bukti yang dapat dikategorikan menjadi dua yaitu 44: Pertama, bila sebuah sistem perangkat teknologi yang telah disertifikasi oleh badan yang berwenang maka hasil print out dari sistem perangkat teknologi yang telah disertifikasi tersebut dapt dipercaya keotentikannya. Contoh receipt yang dikeluarkan oleh suatu bank dalam transaksi ATM. Alat bukti ini mempunyai kekuatan pembuktian meskipun dalam persidangan akan dibutuhkan keterangan lebih lanjut. Kedua, bukti sertifikasi dari badan yang berwenang tersebut dapat dikategorikan sebagai alat bukti surat, karena dibuat oleh badan atau penjahat yang berwenang. Meskipun penggunaan kedua bukti surat ini mengalami kendala dari segi pengertian “ pejabat yang berwenang “ dimana didalam perundang – undangan yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang adalah notaris. Selama bukti surat ini dikeluarkan/dibuat oleh yang berwenang dan oleh sistem perangkat teknologi tersebut dapat dipercaya, maka surat tersebut memiliki kekuatan pembuktian yang sama dengan alat bukti surat sebagaimana yang ditentukan dalam KUHAP. 45 4. Petunjuk. Berdasarkan pasal 188 KUHAP, petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah tejadi suatu 44 45
Edmund Makarim, Op. Cit, hal. 471. Dikdik M. Arief, dan Elisatris, Op. Cit, hal 118. Universitas Sumatera Utara
tindak pidana dari sipelakunya. Petunjuk tersebut hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa yang penilaian atas kekuatan pembuktiannya dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif bijaksana, setelah hakim mengadakan oemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya. 46 Alat bukti petunjuk ini akan sangat berperan untuk memberikan saran pada hakim untuk memutus suatu perkara, disat alat bukti yang ada tidak mampu membuat suatu perbuatan menjadi terang. Contohnya adalah kejahatan dengan menggunakan kecanggihan teknologi sangat sulit untuk menghadirkan alat – alat bukti jika dibandingkan dengan kejahatan biasa. Perbuatan tersebut biasanya dilakukan secara individual, dan kemungkinan orang untuk menyaksikan pelaku beraksi sangat kecil. Kehadiran alat bukti petunjuk dalam kasus ini akan dapat mengungkap kasus tersebut, yang tentunya harus sesuai dengan prosedur yang berlaku. 47 Misalnya dengan melihat atau mendengarkan keterangan saksi dipengadilan atau surat elektronik atau hasil print out data, atau juga dari keterangan terdakwa dipengadilan. Mewujudkan suatu petunjuk dari alat bukti yang ditemukan dalam kejahatan teknologi sangat sulit jika hanya mendasarkan pada keterangan saksi, surat, keterangan terdakwa saja meskipun hal tersebut masih mungkin untuk diterapkan. Bisa saja hakim memperoleh petunjuk yang diajukan dari alat – alat bukti tersebut dipersidangan. Akan tetapi apabila petunjuk yang diajukan dipersidangan adalah bukti elektronik ( yang disertai dengan keterangan ahli ) maka petunjuk ini akan bersifat lebih kuat dan memberatkan terdakwa dibandingkan dengan petunjuk dengan petunjuk - petunjuk lain. 48
46
Ibid. Edmund Makarim, Op. Cit, hal. 473. 48 Dikdik M. Arief, dan Elisatris, Op. Cit, hal 119. 47
Universitas Sumatera Utara
5. Keterangan Terdakwa. Dalam pasal 189 ayat 1 KUHAPditentukan bahwa keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa lakukan, ketahui, dan alami sendiri. Dalam hal kejahatan teknologi ini, keterangan terdakwa yang dibutuhkan terutama mengenai cara – cara pelaku melakukan perbuatannya, akibat yang ditimbulkan, intervensi jaringan serta motivasinya. Keterangan terdakwa mengenai keempat hal ini sangat memberatkan terdakwa.49 Didalam
kejahatan
teknologi
pelaku
tindak
pidana
sulit
untuk
diidentifikasi secara pasti. Hal ini dikarenakan kemampuan/penguasaan tenologi penyidik terbatas, serta jaringan yang kuat diantara mereka. Berbeda dengan kejahatan biasa, sejak ditemukannya bukti – bukti awal maka terhadap tersangka dapat dilakukan suatu penangkapan dan jika diperlukan dilakukan penahan. Jika keterangan terdakwa dapat diajukan ke pemgadilan maka hakim manila bahwa keterangan tersebut adalah sah dan hakim memperoleh keyakinan maka terhadap terdakwa pelaku kejahatan teknologi tersebut dapat dikenakan delik- delik KUHP. Dalam penggunaan alat – alat bukti konvensional atas kejahatan teknologi hakim memegang peranan penting dalam penyelesaian perkara dengan wajib menggali hukum yang hidup dalam masyarakat. Hakim harus membuat terobosan hukum karena KUHAP belum mengaturnya. Keyakinan hakim untuk menerima alat bukti di pengadilan menjadi hal yang sangat signifikan adanya. Begitu pentingnya peran hakim dalam kasus kejahatan tenologi, hakim harus mempunyai kemampuan dalam ilmu teknologi dan pandanganan yang luas dalam perumusan hukum. 50
49 50
Ibid. Ibid. Universitas Sumatera Utara
5. Alat Bukti dalam Undang – undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Undang – undang nomor 11 tahun 2008 tentang ITE baru saja disahkan. Undang – undang ITE itu mengatur tentang kejahatan dibidang teknologi informasi yang didalamnya terdapat kejahatan penipuan melalui
komputer
maupun internet. Jelas sekali bahwa kejahatan dibidang teknologi dibidang informasi itu melibatkan data – data elektronik dimana pengaturannya diatur dalam pasal Undang – undang ITE yang berbunyi : Pasal 1 point 1 dijelaskan bahwa informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronik data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Pada point 4 dijelaskan juga dokumen elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Dan pada point 5 dijelaskan juga pengertian sistem elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,
Universitas Sumatera Utara
mengumpulkan,
mengolah,
menganalisis,
menyimpan,
menampilkan,
mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik. Berdasarkan penjelasan sebelumnya diatas bahwa untuk mendapatkan alat – alat bukti elektronik dari suatu tindak pidana dibidang teknologi informasi maka untuk memperolehnya harus dilakakukan forensik komputer yang dilakukan oleh tim penyidik yang ahli dibidang teknologi khususnya teknologi. Adapun beberapa perbuatan yang dilarang yang diatur didalam Undang – undang ini adalah : Pasal 27 (1)
(2)
(3)
(4)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
Pasal 28 (1)
(2)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pasal 29 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut nakuti yang ditujukan secara pribadi.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 30 (1)
(2)
(3)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
Pasal 31 (1)
(2)
(3)
(4)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan. Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 32 (1)
(2)
(3)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak. Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 33 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya. Pasal 34 (1)
(2)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki: a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33; b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yangditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampaidengan Pasal 33. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan untuk melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.
Pasal 35 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik. Pasal 36 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain. Pasal 37 Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Jadi alat bukti elektronik adalah alat bukti yang didapat dari kejahatan teknologi informasi sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 mengenai perbuatan yang dilarang.
Universitas Sumatera Utara