ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB II KARAKTERISTIK PERJANJIAN PEMBAGIAN HARTA BERSAMA SETELAH PERCERAIAN
2.1.
Karakteristik Perjanjian Pembagian Harta Bersama Ditinjau Dari Hukum Perikatan Dalam menilai suatu perjanjian harus memperhatikan keabsahan dari perjanjian tersebut. Untuk menilai perjanjian itu sah atau tidak harus melihat pelaku yang melakukan perjanjian tersebut apakah berwenang atau tidak, selain itu juga memperhatikan isi dari perjanjian tersebut apakah bertentangan atau tidak dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perjanjian sah yang dibuat oleh para pihak memiliki azas-azas hukum perjanjian yang terkandung didalamnya. Berikut akan dijelaskan mengenai keabsahan perjanjian pembagian harta bersama dan azas-azas hukum perjanjian tersebut.
1.Syarat Sah Perjanjian Pembagian Harta Bersama Perjanjian pembagian harta bersama sah apabila perjanjian tersebut telah memenuhi unsur-unsur dalam pasal 1320 BW. Dalam pasal 1320 BW ada 4 syarat yang harus dipenuhi agar kontrak tersebut dinyatakan sah, yaitu: 1. Kesepakatan; 2. Kecakapan; 3. Suatu hak tertentu; 4. Causa yang diperbolehkan. Syarat nomor 1 dan 2 disebut juga sebagai syarat subyektif karena mengenai subyek perikatan, dan syarat nomor 3 dan 4 disebut juga sebagai syarat obyektif karena mengenai obyek perikatan. Apabila syarat subyektif dilanggar maka akibat hukumnya adalah perjanjian itu dapat dibatalkan (vernietigbaar). Sedangkan jika syarat obyektif dilanggar maka akibat hukumnya adalah perjanjian itu batal demi hukum
TESIS
KARAKTERISTIK PERJANJIAN ...
ANDRE KOSUMA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
(nietig). Konsekuensi hukum dari perjanjian yang dapat dibatalkan adalah mengandung 2 opsi yaitu perjanjian itu dapat sah dan dapat batal. Sedangkan konsekuensi hukum dari perjanjian yang batal demi hukum adalah perjanjian itu dianggap tidak pernah ada. 1. Kesepakatan Maksud dari kesepakatan ini adalah kehendak dari pihak-pihak harus bersesuaian satu sama lain atau seia sekata dan ternyata dari pernyataan kehendaknya. Menurut Niewenhuis pengertian dari kesepakatan adalah para pihak saling menyatakan kehendak masing-masing untuk menutup sebuah perjanjian; pernyataan pihak yang satu “cocok” dengan pernyataan pihak lain. 21 Pernyataan kehendak tersebut tidak hanya dengan kata-kata yang tegas dinyatakan tetapi juga dengan kelakuan yang menunjukkan
adanya
kehendak
untuk
mengadakan
perjanjian.
Prof.
Dr.
Mr.
R.
Soetojo
Prawirohamidjojo, S.H. membedakan cara pernyataan kehendak tersebut terdiri dari 2 macam, yaitu:22 1. Secara diam-diam (stilzwijgend); 2. Secara tegas (uitdrukkelijk). Pernyataan kehendak secara diam-diam ini dilakukan dengan memperhatikan keadaannya (omstandigheden). Sedangkan pernyataan kehendak secara tegas ini dilakukan pada perjanjian-perjanjian tertentu, dimana undang-undang mengharuskan adanya suatu pernyataan yang tegas (uitdrukkelijk) sebagai syarat untuk berlakunya perjanjian tersebut. Fungsi dari pernyataan kehendak secara tegas adalah melindungi orang terhadap perbuatan yang tergesa-gesa dan kurang dipikirkan (overijling).
21Agus 22
Yudha Hernoko, Op cit., h. 2.
R. Soetojo Prawirohamidjojo, Hukum Perikatan, Bina Ilmu, Surabaya, 1978, h.
115.
TESIS
KARAKTERISTIK PERJANJIAN ...
ANDRE KOSUMA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Selain itu Satrio, menyebutkan “Dalam mengutarakan kehendak dapat dilakukan secara tegas atau secara diam-diam, tertulis (melalui akte otentik atau dibawah tangan) atau dengan tanda.23 Tanda disini maksudnya pernyataan kehendak dengan memberikan isyarat tubuh seperti mengacungkan telunjuk, mengangguk, dan sebagainya sebagai tanda setuju. Terdapat 2 unsur dalam kesepakatan yaitu: 1. Penawaran; Penawaran merupakan pernyataan kehendak yang mengandung usul untuk mengadakan perjanjian. 2. Penerimaan. Penerimaan merupakan pernyataan setuju dari pihak yang ditawar. Dalam perjanjian pembagian harta bersama ini telah memenuhi unsur-unsur kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian pembagian harta bersama yang telah dilegalisasi oleh notaris. Perjanjian pembagian harta bersama tersebut memiliki unsur kesapakatan yaitu dengan ditandatanganinya perjanjian tersebut oleh para pihak dihadapan notaris. Sehingga notaris tahu betul bahwa pihak yang terkait yang tandatangan di perjanjian tersebut. Pernyataan kehendak yang dilakukan dalam perjanjian ini dinyatakan secara tegas. Karena pernyataan ini dituangkan dalam perjanjian pembagian harta bersama yang ditandatangani oleh para pihak dengan akta dibawah tangan yang dilegalisasi oleh notaris. Selain itu didalam perjanjian tersebut juga terdapat penawaran dan penerimaan. Yaitu berupa pihak yang satu menawarkan untuk membagi harta bersama mereka dengan cara obyek yang tertulis atas nama salah satu pihak akan tetap menjadi milik nama pihak yang ada pada obyek tersebut dan pihak lain menerima penawaran tersebut.
23J.
Satrio, Hukum Perjanjian: Perjanjian pada umumnya, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, h. 133.
TESIS
KARAKTERISTIK PERJANJIAN ...
ANDRE KOSUMA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Kontrak yang lahir karena kesepakatan umumnya penawaran dan penerimaan saling berkesesuaian antara pernyataan dan kehendak. Tetapi, tidak menutup kemungkinan bahwa kesepakatan itu dibentuk ada unsur cacat kehendak (wilsgbreke). Kontrak yang mengandung unsur-unsur cacat kehendak maka kontrak tersebut dapat dibatalkan. BW membagi unsur-unsur cacat kehendak menjadi 3 yaitu: 1. Kesesatan atau dwaling Kesesatan atau dwaling ini diatur dalam pasal 1322 BW. Menurut pasal 1322 ayat (1) BW menyebutkan bahwa “Kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu perjanjian selain apabila kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat barang yang menjadi pokok perjanjian”. Pasal 1322 ayat (1) BW ini merupakan error in substansial yang berarti kekhilafan mengenai hakikat barang tersebut. Pasal 1322 ayat (2) BW menyatakan “Kekhilafan itu tidak menjadi sebab kebatalan, jika kekhilafan itu hanya terjadi mengenai dirinya orang dengan siapa seorang bermaksud membuat suatu perjanjian, kecuali jika perjanjian itu telah dibuat terutama karena mengingat dirinya orang tersebut”. Pasal 1322 ayat (2) BW ini merupakan error in persona yang berarti kekhilafan mengenai orang nya tersebut. Artinya kekhilafan yang diatur didalam pasal 1322 BW tersebut tidak menjadi alasan pembatalan kontrak, melainkan menjadi resikonya sendiri.
2. Paksaan atau dwang
TESIS
KARAKTERISTIK PERJANJIAN ...
ANDRE KOSUMA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Dalam BW paksaan diatur pada pasal 1323-1327 BW. Paksaan itu timbul apabila seseorang tergerak untuk melakukan kontrak (memberikan kesepakatan) dibawah ancaman yang bersifat melanggar hukum. Ancaman bersifat melanggar hukum ini meliputi dua hal, yaitu: 24 1. Ancaman itu sendiri sudah merupakan perbuatan melanggar hukum (pembunuhan, penganiayaan). 2. Ancaman itu bukan merupakan perbuatan melanggar hukum, tetapi ancaman itu dimaksudkan untuk mencapai sesuatu yang tidak dapat menjadi hak pelaku.
3. Penipuan atau bedrog. Menurut pasal 1328 ayat (1) BW mendefinisikan arti penipuan yaitu “Penipuan merupakan suatu alasan untuk pembatalan perjanjian, apabila tipu muslihat, yang dipakai oleh salah satu pihak, adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa pihak yang lain tidak telah membuat perikatan itu jika dilakukan tipu muslihat tersebut”. Maksudnya ada penipuan bila gambaran yang diberikan keliru tentang sifat-sifat dan keadaan-keadaan (kesesatan) ditimbulkan oleh tingkah laku yang sengaja menyesatkan pihak lain. Penipuan ini harus dibuktikan, tidak boleh dipersangkakan. Sesuai dengan pasal 1328 ayat (2) BW yaitu “Penipuan tidak dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan”. Selain cacat kehendak yang diatur dalam BW, NewBurgelijkWetboek (NBW) juga mengatur tentang cacat kehendak. NBW membagi cacat kehendak menjadi 4 bagian yaitu: 1. Mistake (Kesalahan) Unsur-unsur yang terkandung dalam Mistake adalah: 1. Pembuatan kontrak dengan fakta yang salah.
24J.H
TESIS
Nieuwenhuis, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Surabaya, 1985, h. 12-16.
KARAKTERISTIK PERJANJIAN ...
ANDRE KOSUMA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.Berada di anggapan yang salah. 3.Kontrak dapat dibatalkan jika mengetahui fakta yang sebenarnya.
2. Duress (Paksaan) Unsur-unsur yang terkandung dalam Duress dalam article 44 (2) adalah: 1.Pembuatan kontrak disetujui dengan adanya ancaman penjara, jiwa, atau
badan.
2.Ancaman bisa pada dirinya, keluarga, ancaman tidak bersifat fisik. 3. Ancaman tidak bersifat fisik seperti ancaman untuk membuat bangkrut, ancaman untuk melanggar kontrak jika kontrak itu tidak dibuat demi keuntungan dirinya atau jika tidak dibuat kontrak baru.
3. Fraud (Penipuan) Unsur-unsur yang terkandung dalam Fraud article 44 (3) adalah: 1. Pembuatan kontrak dilakukan dengan gambaran yang salah. 2.Informasi tidak akurat. 3.Menyembunyikan kebenaran yang seharusnya diberitahukan.
4. Undue influence (Penyalahgunaan keadaan) Bertumpu pada: 1. Penyalahgunaan ekonomi -Ketidakseimbangan dalam tawar menawar atau perundingan pihak ekonomi kuat dengan ekonomi lemah.
antara
-Adanya unsur terpaksa karena salah satu pihak lebih unggul dari ekonominya.
2. Penyalahgunaan kejiwaan
TESIS
KARAKTERISTIK PERJANJIAN ...
ANDRE KOSUMA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
-Menyalahgunakan ketergantungan relative atau keadaan jiwa istimewa dari pihak lain. -Pihak yang dirugikan dibujuk untuk membuat suatu perbuatan yang sama sekali tidak dihendakinya.
hukum
Mengenai penyalahgunaan keadaan ini Nieuwenhuis mengemukakan 4 syarat-syarat, sebagai berikut:25 1.
Keadaan-keadaan khusus (bijizondere omstandigheden), seperti keadaan darurat, ketergantungan, ceroboh, jiwa kurang waras, dan tidak berpengalaman.
2.
Suatu hal yang nyata (kenbaarheid), salah satu pihak mengetahui atau semestinya mengetahui bahwa pihak lain karena keadaan istimewa tergerak (hatinya) untuk menutup kontrak.
3.
Penyalahgunaan (misbruik), salah satu pihak tetap menutup kontrak itu meskipun dia mengetahui atau seharusnya mengetahui bahwa dia seharusnya tidak melakukannya.
4.
Hubungan kausal (causal verband), artinya tanpa adanya penyalahgunaan keadaan itu maka kontrak itu tidak akan ditutup dengan syarat yang sama.
Mengenai adanya cacat kehendak atau tidak dalam suatu perjanjian itu harus dibuktikan dan menjadi kewenangan dari pengadilan untuk memutus. Pihak yang mendalilkan bahwa dalam pembuatan perjanjian tersebut ada salah satu unsur cacat kehendak, maka dia harus membuktikan kepada pengadilan unsur dari cacat kehendak mana yang terpenuhi. Pelanggaran terhadap unsur kesepakatan ini mengakibatkan perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Pembatalan tersebut harus berdasarkan putusan pengadilan.
2. Kecakapan
25J.H
TESIS
Nieuwenhuis, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Surabaya, 1985, h. 40-41.
KARAKTERISTIK PERJANJIAN ...
ANDRE KOSUMA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Kecakapan dalam pasal 1320 BW adalah kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Maksud dari kecakapan melakukan perbuatan hukum adalah melakukan perbuatan hukum secara mandiri yang mengikat diri sendiri tanpa dapat diganggu gugat. Pasal 1330 BW menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tidak cakap untuk melakukan perjanjian-perjanjian adalah: a. Orang belum dewasa; b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan; c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjianperjanjian tertentu (sudah dihapus dengan SEMA Nomor 3 Tahun 1963 dan Pasal 31 Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan).26
Dikatakan belum dewasa menurut pasal 330 BW adalah “Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya”. Pengertian umur dewasa di BW ini berbeda dengan umur dewasa di UUP yaitu pasal 47 jo. pasal 50. Pasal 47 menegaskan bahwa; (1)
Anak yang belum mencapai umur 18 tahun (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya.
(2)
Orangtua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan.
Pasal 50 menegaskan bahwa: (1)
Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan wali.
(2)
Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya.
26
TESIS
Agus Yudha Hernoko, Op. cit., h. 163.
KARAKTERISTIK PERJANJIAN ...
ANDRE KOSUMA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Terjadinya pertentangan tentang kedewasaan antara BW dan UUP maka timbul pertanyaan ukuran umur kedewasaan yang digolongkan dalam cakap hukum itu. Untuk menjawab pertentangan tersebut maka perlu dicermati pasal 66 UUP. Pasal 66 UUP menegaskan bahwa: Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan berdasarkan atas Undangundang ini, maka dengan berlakunya Undang-undang ini ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BurgerlijkWetboek), Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen (HuwelijksOrdonantieChristenIndonesiers S.'1933 No. 4), Peraturan Perkawinan Campuran (RegelingopdegemengdeHuwelijken S. 1898 No. 158), dan peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam Undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku.
Berdasarkan pasal tersebut maka diterapkan azas hukum yairu “lex posteriori derogate legi priori”, maka seharusnya nalar penetapan usia dewasa yang mendasarkan ketentuan pasal 330 jo. 1330 BW menjadi absurd dan melanggar azas hukum tersebut. Dengan demikian ukuran kedewasaan yang terdapat di BW semenjak diundangkannya UUP tidak lagi dijadikan rujukan. Didalam perjanjian pembagian harta bersama ini, para pihak yang membuat telah cakap untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana tertuang dalam pasal 47 jo. 50 UUP mengenai usia dewasa. Pada perjanjian ini para pihak telah melakukan perkawinan dan telah mencapai usia dewasa mereka, oleh karena itu tidak ada unsur dari pasal 47 jo. 50 UUP yang dilanggar. Jadi perjanjian pembagian harta bersama ini telah memenuhi unsur kecakapan.
3. Suatu Hal Tertentu Yang dimaksud suatu hal atau obyek tertentu (een bepaald onderwerp) dalam Pasal 1320 BW syarat 3 adalah prestasi yang menjadi pokok kontrak yang bersangkutan. Hal ini untuk memastikan sifat dan luasnya pernyataan-pernyataan yang menjadi kewajiban para pihak. Pernyataan-pernyataan yang
TESIS
KARAKTERISTIK PERJANJIAN ...
ANDRE KOSUMA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
tidak dapat ditentukan sifat dan luas kewajiban para pihak adalah tidak mengikat (batal demi hukum). 27 Mengenai hal atau obyek tertentu ini dapat dirujuk dari substansi Pasal 1332, 1333 dan 1334 BW.Substansi pasal-pasal tersebut memberikan pedoman bahwa dalam berkontrak harus dipenuhi hal atau obyek tertentu Hal ini dimaksudkan agar sifat dan luasnya kewajiban para pihak (prestasi) dapat dilaksanakan oleh para pihak. Dalam perjanjian pembagian harta bersama ini yang menjadi objek dari perjanjian adalah semua harta bersama yang tertulis atas nama para pihak. Apabila harta tersebut tertulis atas nama pihak suami, maka akan tetap menjadi milik dari pihak suami tersebut, begitu juga sebaliknya.
4.Causa/sebab yang diperbolehkan Syarat sebab yang diperbolehkan ini memiliki 2 makna yaitu: kontrak yang dibuat itu harus memiliki sebab, sebab tersebut harus diperbolehkan. Undang-undang tidak memberikan penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan sebab atau causa, namun yang dimaksudkan disini menunjuk pada adanya hubungan tujuan (causa finalis) yaitu apa yang menjadi tujuan para pihak untuk menutup kontrak atau apa yang hendak dicapai para pihak pada saat penutupan kontrak.
28
Tanpa sebab dan sebab yang
diperbolehkan tersebut maka perjanjian itu batal. Sebab yang dilarang menurut pasal 1337 BW yaitu apabila dilarang oleh undang-undang atau bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum. Pasal ini merupakan limitasi dari azas kebebasan berkontrak.
27Ibid.,
h. 169.
28Wirjono
TESIS
Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perdata, Sumur, Bandung, 1992, h. 35.
KARAKTERISTIK PERJANJIAN ...
ANDRE KOSUMA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Dalam pembuatan perjanjian pembagian harta bersama ini memiliki sebab yang diperbolehkan oleh undang-undang. Karena didalam undang-undang tidak mengatur mengenai perjanjian pembagian harta bersama ini dan tidak ada larangan untuk membuat perjanjian pembagian harta bersama ini. Dari penjelasan diatas maka perjanjian pembagian harta bersama antara pihak pertama dan pihak kedua ini memenuhi syarat sah perjanjian. Oleh karena itu perjanjian pembagian harta bersama ini mengikat sebagaimananya undang-undang bagi pihak yang membuatnya.
2.Azas-azas Hukum Perjanjian Pembagian Harta Bersama Menurut Peter Mahmud Marzuki, aturan aturan hukum yang menguasai kontrak sebenarnya penjelmaan dari dasar-dasar filosofis yang terdapat pada asas-asas hukum secara umum. 29 Azas hukum merupakan sumber bagi sistem hukum yang memberi inspirasi mengenai nilai-nilai etis, moral dan sosial masyarakat. Dari berbagai azas hukum yang terdapat dalam hukum kontrak terdapat empat azas yang dianggap sebagai soko guru hukum kontrak, yaitu: 30 1. Azas Kebebasan Berkontrak. 2. Azas Konsensualisme. 3. Azas Pacta Sund Servanda. 4. Azas Itikad Baik
Berikut akan dijelaskan mengenai keempat azas tersebut.
TESIS
29
Agus Yudha Hernoko, Op cit., h. 88.
30Ibid.,
h. 92.
KARAKTERISTIK PERJANJIAN ...
ANDRE KOSUMA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
1. Azas Kebebasan Berkontrak. Pengertian azas kebebasan berkontrak ini tersirat pada pasal 1338 ayat (1) BW. Cara mencari azas kebebasan berkontrak dalam pasal ini adalah dengan jalan menekankan pada kata“semua perjanjian ......”.Dari kata “semua” dalam perjanjian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat diperbolehkan membuat perjanjian apa saja dengan tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kebebasan berkontrak mempunyai arti materiil dan formil. Kebebasan berkontrak dalam arti materiil adalah bahwa kita memberikan kepada sebuah persetujuan setiap isi atau substansi yang dikehendaki, dan bahwa kita tidak terikat pada tipe-tipe persetujuan tertentu yang telah diuraikan dengan jelas sebelumnya. Pembatasan-pembatasan atasnya hanya ada dalam bentuk ketentuan-ketentuan umum, yang mensyaratkan bahwa isi tersebut harus merupakan sesuatu yang diperbolehkan dan didalam bentuk aturan-aturan khusus hukum memaksa bagi jenis-jenis persetujuan-persetujuan tertentu. Kebebasan berkontrak dalam arti formil adalah sebuah persetujuan dapat dibedakan menurut cara yang dikehendaki, pada prinsipnya di sini tidak ada persyaratan apapun tentang bentuk. Persesuaian kehendak atau kesepakatan antara para pihak saja sudah cukup, maka kebebasan berkontrak dalam arti formil ini acapkali juga disebut prinsip konsensualisme.
31
Terdapat dua macam kebebasan yaitu mengenai bentuk
dan mengenai isi. Kebebasan bentuk adalah kebebasan untuk menentukan bentuk kontrak yang dipakai seperti akta dibawah tangan atau akta otentik. Mengenai kebebasan isi terdapat dalam arti bahwa para pihak dapat menentukan isi hubungan-hubungan obligatoir mereka sesuai dengan yang mereka kehendaki. Walaupun azas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan sebebas-bebasnya kepada para pihak yang membuat untuk menentukan isi dan bentuk perjanjian akan tetapi perlu juga diperhatikan batasan-batasan yang membatasi kebebasan berkontrak yaitu perjanjian yang dibuat oleh para pihak tidak Soedjono Dirdjosisworo, Kontrak Bisnis (Menurut Sistem Civil Law, Common Law, dan Praktek Dagang Internasional), Bandung, 2003, h. 69-70 31
TESIS
KARAKTERISTIK PERJANJIAN ...
ANDRE KOSUMA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum (pasal 1339 BW). Dengan demikian meskipun terdapat kebebasan dalam mengadakan suatu kontrak namun kebebasan tersebut dibatasi oleh hukum. Berarti para pihak yang membuat kontrak harus memperhatikan unsur-unsur dari sahnya suatu perjanjian. Perjanjian pembagian harta bersama ini timbul karena adanya azas kebebasan berkontrak, yang mana para pihak bebas menentukan isi dari perjanjian tersebut selama tidak dilarang oleh perundangundangan yang berlaku. Perjanjian ini timbul dalam masyarakat untuk mencegah sengketa dikemudian hari mengenai harta bersama setelah perceraian tersebut. Karena yang menjadi pokok permasalahan setelah perceraian adalah mengenai status anak dan harta bersama.
2. Azas Konsensualisme. Azas konsensualisme ini penting dalam rangka menciptakan adanya kepastian hukum dan adanya jaminan pelaksanaan setiap hal yang dimaksudkan oleh dan menjadi kebutuhan bagi pihak-pihak yang mengadakan transaksi bisnis. Kepastian hukum dan jaminan pelaksanaan kepentingan ini dituangkan dalam bentuk kesepakatan. Kesepakatan ditandai dengan adanya kesesuaian atau pertemuan maksud dari pihak yang mengadakan transaksi bisnis dan adanya kehendak untuk saling mewujudkan tujuan masingmasing menjadi suatu tujuan bersama. Kesepakatan ini disebut juga dengan consensus. Kesepakatan merupakan unsur pertama dari pelaksanaan kontrak. Unsur pertama ini menjadi pedoman yang wajib diperhatikan oleh masing-masing pihak pada saat ingin menjalankan kontrak. Unsur pertama kesepakatan yang menjadi pedoman bagi para pihak ialah karena sejak saaat pertemuan maksud dan kehendak para pihak maka sejak saat itu pula kontrak berikut hak dan kewajiban masing-masing pihak lahir atau ada. Namun pada situasi tertentu terdapat perjanjian yang tidak mencerminkan wujud kesepakatan yang sesungguhnya. Hal ini disebabkan oleh adanya cacat kehendak (wilsgebreke) yang mempengaruhi timbulnya perjanjian. Dalam BW terdapat 3 cacat kehendak yaitu kesesatan atau dwaling, penipuan atau
TESIS
KARAKTERISTIK PERJANJIAN ...
ANDRE KOSUMA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
bedrog, paksaan atau dwang. Penjelasan lebih lanjut mengenai cacat kehendak akan diutarakan pada sub bab berikutnya. Azas konsensualisme ini sama seperti halnya kesepakatan. Dalam perjanjian pembagian harta bersama ini para pihak telah sepakat untuk membagi harta mereka seperti yang tertuang dalam perjanjian yang mereka buat.
3. Azas Pacta Sund Servanda Azas ini berkaitan erat dengan azas kebebasan berkontrak. Pembuat undang-undang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk secara mandiri mengatur hubungan-hubungan hukum mereka mengaitkan juga kepada janji-janji ini kekuatan hukum (rechtskracht). Semua perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (pasal 1338 ayat (1) BW). Artinya perjanjian yang telah dibuat tersebut harus dipenuhi, bukan sekedar kewajiban moral tetapi kewajiban hukum, yang apabila perlu dapat dipaksakan dengan bantuan hakim (putusan) dan jurusita (pelaksanaan). Hanya perjanjian-perjanjian yang betul-betul timbul secara sah (wettiglijk gemaakt), yaitu perjanjian-perjanjian yang causanya diperbolehkan dan tidak mengandung cacat-cacat kehendak, dsb. yang mempunyai kekuatan mengikat. Perjanjian pembagian harta bersama ini memiliki kekuatan mengikat karena perjanjian yang dibuat adalah sah. Perjanjian menjadi tidak sah apabila dapat dibuktikan bahwa terdapat cacat kehendak dalam perjanjian tersebut.
4. Azas Itikad Baik
TESIS
KARAKTERISTIK PERJANJIAN ...
ANDRE KOSUMA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Azas Itikad Baik menurut Black’sLawDictionary yaitu:32 “Good faith is an intangible and abstract quality with no technical meaning or statutory definition, it compasses, among other things, an honest belief, the absence of malice and the absence of design to defraud or to seek an unconscionable advantage, and individual’s personal good faith is concept of his own mind and inner spirit and, therefore, may not conclusively be determinded by this protestations alone. In common usage this term is ordinarily used to describe that state of mind denoting honesty of purpose freedom from intention to defraud, and, generally speaking, means being faithful to one’s duty or obligaion.
Perjanjian menurut pasal 1338 ayat (3) BW bahwa perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan Itikad baik. Kontrak yang didasarkan dengan itikad baik maksudnya adalah perjanjian tersebut dilaksanakan sesuai dengan kepatutan dan keadilan. Perjanjian pembagian harta bersama ini dibuat berdasarkan itikad baik. Yaitu untuk mencegah sengketa yang kemungkinan timbul dikemudian hari. Oleh karena itu perjanjian pembagian harta bersama ini memiliki azas-azas hukum perjanjian yaitu azas kebebasan berkontrak, azas konsensualisme, azas pacta sund servanda, dan azas itikad baik.
2.2.
Karakteristik Perjanjian Pembagian Harta Bersama Ditinjau Dari Hukum Perkawinan
1.
Pengertian Perkawinan BW melihat perkawinan sebagai hubungan keperdataan semata antara seorang wanita dengan seorang pria. Hal ini tersirat dalam pasal 26 BW yang berbunyi, “undang-undang memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata”. Maksud dari pasal ini adalah perkawinan hanya merupakan suatu perikatan yang lahir karena persetujuan. Sehingga BW mengganggap bahwa perkawinan itu harus memenuhi pasal 1320 BW. BW tidak mengganggap bahwa agama sebagai dasar untuk melakukan perkawinan. Hal ini didukung oleh pasal 30 NBW. Dalam buku I title 5 pasal 30 NBW, 32
TESIS
Bryan A. Garner, Black Law Dictionary, 8th edition, West, St. Paul, 2004, h. 693.
KARAKTERISTIK PERJANJIAN ...
ANDRE KOSUMA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
berbunyi sebagai berikut: De Wet beschouwt het huweliyk alleen in zijn burgerlijke betrekkingen (undangundang memandang perkawinan hanya sebagai hubungan keperdataan belaka). Schoelten berpendapat bahwa perkawinan adalah suatu hubungan hukum antara seorang pria dengan seorang wanita untuk hidup bersama dengan kekal, yang diakui oleh negara. 33 Berbeda halnya dengan pengertian yang terdapat dalam UUP. UUP memandang suatu perkawinan itu merupakan hal yang sakral. Yang didasarkan oleh Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 UUP yaitu: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dari pasal tersebut sudah jelas bahwa pembentuk UUP menganggap bahwa perkawinan itu bukan hanya merupakan hubungan keperdataan saja, melainkan perkawinan juga berhubungan dengan Kerohanian. Dasar hukum negara Indonesia adalah Pancasila. Dalam sila nya yang kesatu disebutkan bahwa Ketuhanan yang Maha Esa. Oleh karena itulah sudah selayaknya perkawinan itu selain dilihat dari hubungan keperdataan juga dilihat dari hukum agamanya.
2.
Harta Benda Perkawinan Menurut pasal 35 ayat (1) UUP, harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta
bersama. Sedangkan pada 35 ayat (2), harta yang diperoleh dari sebelum perkawinan, hadiah, warisan tetap menjadi bagian masing-masing. Pada pasal 36 ayat (1) UUP, mengenai harta bersama suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Pada pasal 36 ayat (2) UUP, suami atau isteri mempunyai hak sepenuhnya atas harta bendanya. Jadi menurut pembentuk UUP, harta yang didapat sebelum perkawinan merupakan harta masing-masing pihak, sedangkan harta yang diperoleh selama
33R.
TESIS
Soetojo Prawirohamidjojo, Asis Safioedin, Loc cit.
KARAKTERISTIK PERJANJIAN ...
ANDRE KOSUMA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
perkawinan menjadi harta bersama. Suami atau isteri dalam mengalihkan, membebankan dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. UUP disini tidak terlalu memberikan deskripsi yang spesifik mengenai apa yang perlu persetujuan dari teman kawinnya. Selain itu dalam UUP, pihak isteri juga memiliki wewenang untuk mengalihkann membebankan harta benda itu. Berbeda halnya mengenai pemahaman harta benda dalam BW. Dalam pasal 119 BW, sejak perkawinan dilangsungkan demi hukum terjadi persatuan bulat harta kekayaan. Dalam pasal 124 ayat (2) BW, suami berhak mengalihkan, membebankan tanpa persetujuan dari isteri, kecuali dalam hal yang tercantum dalam pasal 140 ayat (3) BW. Pasal 140 (3) BW BW menjabarkan bahwa suami tidak boleh mengalihkan atau membebani tanpa persetujuan isteri dalam hal barang-barang tak bergerak si isteri, surat-surat pendaftaran dalam buku besar tentang peruntangan umum, surat-surat berharga lainnya dan piutang-piutang atas nama isteri sekadar olehnya dimasukkan dalam persatuan, atau yang sepanjang perkawinan masuk kiranya dari pihak isteri didalamnya. Jadi menurut pembuat BW, sejak terjadi perkawinan baik harta yang didapat sebelum perkawinan maupun harta yang didapat selama perkawinan menjadi harta bersama. Suami dalam hal mengalihkan harta benda yang masuk dalam pasal 140 (3) BW, wajib mendapat persetujuan isteri. Dalam BW, isteri tidak diberi kewenangan untuk mengurus harta bersama, sebagaimana tercantum dalam pasal 124 ayat (1) BW yang ditafsirkan secara a contrario. Oleh karena itu dalam hal ini, isteri tidak berhak untuk mengalihkan atau membebani harta benda tersebut.
3.
Putusnya Perkawinan dan Akibat Hukumnya
Berdasarkan pasal 199 BW, perkawinan bubar karena kematian, keadaan tak hadir si suami atau si isteri selama 10 (sepuluh) tahun diikuti dengan perkawinan baru suami/isteri, putusan hakim setelah adanya perpisahan meja dan ranjang dan pembukuan pernyataan bubarnya perkawinan dalam putusan itu dalam register catatan sipil, perceraian, Berbeda halnya dengan putusnya suatu perkawinan dalam UUP. Dalam pasal 38 UUP perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, putusan pengadilan. Dalam
TESIS
KARAKTERISTIK PERJANJIAN ...
ANDRE KOSUMA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
hal perkawinan putus dengan perceraian maka harus dilakukan di depan sidang pengadilan. Adapun alasan-alasan perceraian dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 (“selanjutnya akan disingkat sebagai PP 9/75) adalah:
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan; b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya; c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung; d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain; e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri; f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Maksud dari alasan perceraian huruf a adalah apabila salah satu pihak baik suami maupun isteri berbuat zina, mabuk-mabukan, suka judi yang sukar untuk disembuhkan, maka pihak lain dapat mengajukan perceraian dengan alasan huruf a. Seperti contoh A sering bermain perempuan padahal B seringkali menegur A untuk tidak main perempuan, maka B dapat mengajukan perceraian dengan alasan a. Maksud dari alasan perceraian huruf b adalah apabila salah satu pihak baik suami maupun isteri pergi tanpa alasan selama 2 (dua) tahun berturut-turut atau karena hal lain diluar kemampuannya, maka salah satu pihak dapat mengajukan perceraian dengan alasan b. Seperti contoh A pergi tanpa kejelasan selama 5 (lima) tahun meninggalkan B, maka B dapat mengajukan gugatan cerai karena A pergi tanpa memberikan alasan yang sah selama lebih dari 2 (dua) tahun. Maksud dari alasan perceraian huruf c adalah apabila selama perkawinan berlangsung salah satu pihak baik suami maupun isteri mendapatkan hukuman penjara selama minimal 5 (lima) tahun, maka salah satu pihak dapat menggugat cerai. Seperti contoh A dihukum pidana
TESIS
KARAKTERISTIK PERJANJIAN ...
ANDRE KOSUMA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
penjara selama lebih dari 5 (lima) tahun karena melakukan pembunuhan berantai, maka si B dapat menggugat cerai A karena alasan ini. Maksud dari alasan perceraian huruf d adalah apabila salah satu pihak melakukan kekerasan pada pihak lainnya. Seperti contoh A melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kepada B, maka B dapat menggugat cerai A karena alasan ini. Hal ini diperkuat juga dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004 tentang KDRT. Maksud dari alasan perceraian huruf e adalah apabila salah satu pihak menderita cacat badan atau penyakit sehingga tidak dapat menjalankan kewajibannya. Alasan ini dinilai tidak adil sebagai alasan perceraian karena cacat badan atau penyakit itu merupakan hal yang bukan berasal dari dalam diri atau sifat manusia itu. Berbeda dengan alasan perceraian yang lainnya yang memang berasal dari diri atau sifat manusia itu sendiri. Jadi sudah seharusnya apabila alasan e ini menjadi alasan satu-satunya perceraian maka hakim haruslah bijak dalam mengambil suatu putusan. Seperti contoh A tertabrak mobil untuk menolong anaknya sehingga A menderita cacat berupa lumpuh seumur hidup sehingga A tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai seorang ayah sekaligus suami. B kemudian menggugat cerai A dengan alasan ini. Maksud dari alasan perceraian huruf f adalah baik suami maupun isteri sering terjadi percekcokan yang susah untuk didamaikan, sehingga menimbulkan keretakan dalam rumah tangga. Alasan ini sering sekali menjadi alasan perceraian dalam masyarakat. Seperti contoh A dan B sering bertengkar sehingga pada puncak pertengkaran mereka, A menggugat cerai B. Dari alasan-alasan perceraian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa alasan perceraian huruf a, b, c, d, f merupakan alasan yang timbul karena sifat-sifat dalam diri manusia. Sedangkan alasan perceraian huruf e merupakan alasan yang timbul karena suatu keadaan atau kondisi yang tidak dapat dicegah oleh manusia.
TESIS
KARAKTERISTIK PERJANJIAN ...
ANDRE KOSUMA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Putusnya perkawinan karena perceraian berdasarkan pasal 41 UUP menimbulkan akibat berupa: a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak pengadilan memberi keputusan. b. Bapak yang bertanggungjawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut. c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri. Maksud dari akibat perceraian huruf a adalah baik bapak maupun ibu setelah bercerai wajib memelihara dan mendidik anak-anaknya untuk kepentingan anak tersebut. Apabila ada perselisihan mengenai penguasaan anak, maka pengadilanlah yang memutuskan kepada siapa anak itu dikuasai. Maksud dari akibat perceraian huruf b adalah pada dasarnya yang wajib memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak itu adalah bapak. Akan tetapi apabila bapak tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka pengadilan dapat memutuskan untuk ibu ikut memikul biaya tersebut. Dari kata “ikut” dalam pasal tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ibu membantu bapak untuk memikul biaya tersebut. Sehingga bapak tidak bisa lepas tangan akan kewajibannya tersebut. Maksud dari akibat perceraian huruf c adalah bekas suami dapat memberikan biaya kehidupan dan/atau menentukan suatu kewajiban kepada bekas isteri. Akan tetapi hal ini berdasarkan putusan pengadilan. Dari kata “dapat” dalam pasal tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada suatu keharusan atau kewajiban bekas suami untuk memberikan biaya kehidupan dan.atau menentukan kewajiban kepada bekas isteri kecuali bila diputus oleh pengadilan bahwa suami harus membiayai kehidupan bekas isteri.
TESIS
KARAKTERISTIK PERJANJIAN ...
ANDRE KOSUMA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Dari pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa putusan pengadilan berperan penting dalam penyelesaian perselisihan setelah terjadinya perceraian. Sehingga hakim dalam mengambil suatu putusan haruslah bijak dengan mempertimbangkan beberapa aspek diluar kepentingan para pihak yang bersengketa.
2.3.
Perjanjian Pembagian Harta Bersama dalam Praktek Perjanjian pembagian harta bersama memiliki beberapa klausula pokok. Klausula pokok dalam
perjanjian pembagian harta bersama adalah unsur-unsur yang harus ada dalam suatu perjanjian pembagian harta bersama. Unsur-unsur tersebut adalah subyek dan obyek dari perjanjian pembagian harta bersama tersebut, hak dan kewajiban masing-masing pihak, berlaku dan berakhirnya perjanjian pembagian harta bersama.
1. Subyek dan obyek perjanjian pembagian harta bersama Terdapat 2 (dua) pihak dalam perjanjian pembagian harta bersama yaitu pihak pertama dan pihak kedua. Pihak pertama merupakan pihak dari suami/isteri. Pihak kedua merupakan pihak dari isteri/suami. Dalam perjanjian pembagian harta bersama obyek dari perjanjian tersebut adalah harta bersama selama perkawinan. Dalam pasal 35 ayat 1 UUP menjelaskan bahwa harta bersama adalah “harta benda yang diperoleh selama perkawinan”.
2. Hak dan Kewajiban para pihak Dalam perjanjian pembagian harta bersama,baik pihak pertama dan pihak kedua menyepakati pembagian harta bersama tersebut berdasarkan perjanjian yang dibuat. Sehingga hak yang melekat pada harta tersebut mengikuti kepada siapa kepemilikan harta tersebut. Sebelum pihakpertama dan pihak kedua menandatangani perjanjian pembagian harta bersama, pihak pertama dan pihak kedua wajib menyepakati terlebih dahulu beberapa hal, antara lain yakni:
TESIS
KARAKTERISTIK PERJANJIAN ...
ANDRE KOSUMA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
1. Pembagian harta beserta hak yang melekat pada harta tersebut menjadi milik siapa; 2. Hak
dan
Kewajiban
yang
timbul
pada
pembagian
harta
bersama
berdasarkan
penggunaankonsep pembagian harta bersama; 3. Persetujuan dari salah satu pihak untuk mengalihkan harta yang menjadi miliknya tanpa persetujuan dari pihak lain; 4. Pembayaran pajak dan biaya-biaya lain yang melekat pada harta tersebut akan ditanggung oleh pemilik harta tersebut. 3. Berlaku dan Berakhirnya Perjanjian Pembagian Harta Bersama Perjanjian pembagian harta bersama itu mulai berlaku sejak telah terjadi perceraian antara suami dan isteri.Kalau tidak terjadi perceraian maka perjanjian pembagian harta bersama ini tidak bisa diberlakukan. Menurut pasal 1381 BW, alasan berakhirnya suatu perjanjian yaitu sebagai berikut:
TESIS
a.
Pembayaran;
b.
Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
c.
Pembaharuan utang;
d.
Perjumpaan utang atau kompensasi;
e.
Pencampuran utang;
f.
Pembebasan utangnya;
g.
Musnahnya barang yang terutang;
h.
Kebatalan atau pembatalan;
i.
Berlakunya suatu syarat batal, yang diatur dalam bab ke satu buku ini;
j.
Karena liwatnya waktu, hal mana akan diatur dalam suatu bab tersendiri.
KARAKTERISTIK PERJANJIAN ...
ANDRE KOSUMA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Dalam perjanjian pembagian harta bersama berakhirnya suatu perjanjian itu ditentukan oleh para pihak. Kemungkinan alasan yang terjadi dalam berakhirnya suatu perjanjian adalah tidak ada perdamaian antara para pihak sehingga pengadilan memutuskan perceraian dan para pihak melaksanakan kewajibannya sebagaimana diatur dalam perjanjian pembagian harta bersama tersebut. Berakhirnya perjanjian pembagian harta bersama ini masuk dalam pasal 1381 huruf (a) BW apabila pengadilan memutuskan terjadi perceraian dan para pihak memenuhi kewajibannya. Jika pengadilan memutuskan tidak ada perceraian atau para pihak tidak jadi bercerai maka perjanjian ini ditangguhkan dan suatu waktu dapat berlaku kembali apabila ada putusan mengenai perceraian.
TESIS
KARAKTERISTIK PERJANJIAN ...
ANDRE KOSUMA