BAB II KAJIAN TEORITIK
2.1 Kelompok Kerja Guru 2.1.1 Pengertian Kelompok Kerja Guru (KKG) Pemerintah telah melakukan langkah-langkah strategis dalam rangka meningkatkan mutu profesionalisme guru. Langkah-langkah strategis yang diambil adalah melalui Peningkatan Kualifikasi Akademik (PKA) Guru Berbasis Kelompok Kerja Guru (KKG) (Baedhowi, 2010). Surat Keputusan Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 079/C/K/I/93 menjelaskan bahwa KKG sebagai salah satu sistem pembinaan profesional guru (SSP-Guru) yang dibentuk oleh pemerintah terutama untuk meningkatkan kemampuan profesional dalam melaksanakan dan mengelola pembelajaran di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah di tingkat gugus atau kecamatan yang terdiri dari beberapa guru dan beberapa sekolah. Sistem pembinaan pofesional guru (SSP-Guru) ini menekankan bantuan pelayanan profesi berdasarkan kebutuhan guru di lapangan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan (Dikdasmen, 1993). Lembaga Kalimantan
Penjaminan
Timur
(LPMP)
Mutu memberikan
Pendidikan beberapa
definisi tentang Kelompok Kerja Guru yaitu: 13
1. KKG adalah Suatu forum atau wadah profesional guru (kelas/mata pelajaran) yang berada pada suatu wilayah Kabupaten/Kota/Kecamatan/sanggar/gugus sekolah, yang prinsip kerjanya adalah cerminan kegiatan dari, oleh dan untuk guru dari semua sekolah;
2. KKG adalah suatu organisasi non-struktural
yang bersifat mandiri, berasaskan kekeluargaan, dan tidak mempunyai hubungan hirarkis dengan lembaga lain.
Pengertian Kelompok Kerja Guru (KKG) menurut Direktorat Profesi Pendidik (2010) adalah: “Wadah kegiatan profesional bagi guru SD/MI/SDLB di tingkat kecamatan yang terdiri dari sejumlah guru dan sejumlah sekolah” Menurut Asep Rahmat (2011): Kelompok Kerja Guru adalah kumpulan kegiatan yang dilakukan komunitas guru dalam satu gugus yang memiliki karakteristik bidang tugas yang relatif sama, biasanya terdiri dari kelompok guru kelas, guru mata pelajaran, dan atau guru bimbingan dan konseling.
Sedangkan KKG (Kelompok Kerja Guru) menurut Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia (2008) “Merupakan wadah atau forum kegiatan profesional
bagi
para
guru
Sekolah
Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah di tingkat gugus atau kecamatan yang terdiri dari beberapa guru dari beberapa sekolah”. Pengertian lain yang menyangkut fungsi organisasi bahwa KKG merupakan lembaga/oganisasi di mana sistem pembinaan profesional guru dilaksa-
14
nakan dan dikelola dengan baik serta dikembangkan terus pertumbuhannya
sehingga
berfungsi secara
efektif. KKG sebagai sebuah organisasi yang lebih menekankan pada pendekatan tujuan. KKG berorientasi
kepada
peningkatan
kualitas
pengetahuan,
penguasaan materi, teknik mengajar, interaksi guru dengan siswa, metode mengajar dan lain-lain yang berfokus pada kegiatan belajar mengajar (KBM) yang aktif. Dilihat dari segi manfaatnya, KKG adalah wadah pembinaan
profesional
yang
dapat
dimanfaatkan
untuk melaksanakan berbagai demonstrasi, atraksi dan
simulasi
dalam
pembelajaran
(Julia,
1998).
Sedangkan menurut wahyudin (1995) KKG merupakan wadah profesional guru yang aktif, kompak dan akrab. Di dalam wadah ini para guru dapat membahas permasalahan dari mereka dan untuk mereka. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Kelompok Kerja Guru adalah sebuah forum/organisasi
atau
perkumpulan
guru-guru
sekolah dasar yang mempunyai kegiatan khusus memberikan informasi-informasi di bidang pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas pribadi guru dalam proses belajar mengajar. Forum ini terdiri dari kelompok guru kelas, guru mata pelajaran, dan atau guru bimbingan dan konseling. Tujuannya untuk menyesuaikan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni.
15
Sebagaimana diungkapkan oleh Anwar Yasin: Kita menyadari bahwa tuntutan pembangunan akan sumber daya manusia (SDM) yang bermutu menuntut juga kemampuan profesional guru yang semakin tinggi. Oleh karena itu, perlu ada sistem pembinaan yang menjamin adanya dukungan profesional bagi guru dalam melaksanakan tugas mengajarnya sehari-hari sehingga mereka senantiasa dapat meningkatkan mutu KBM. Sistem pembinaan profesional yang dimaksud adalah tidak lain dari pada mekanisme bagaimana membantu guru meningkatkan mutu kemampuan profesionalnya terutama dalam mengajar dan membelajarkan murid, atau dengan kata lain, dalam meningkatkan mutu proses/kegiatan belajar-mengajar (KBM) sehingga mutu hasil belajar muridpun meningkat.
Mencermati berbagai kemajuan itulah pemerintah membentuk beberapa organisasi penjaminan mutu pendidikan dan lembaga-lembaga pembinaan profesional guru melalui Proyek PEQIP (Primary Education Quality Improvment Project) atau yang disebut dengan Proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar. Beberapa wadah profesional pendidikan di Sekolah Dasar yang dibentuk melalui PEQIP tersebut adalah: (a) Kelompok Kerja Guru (KKG). Kelompok Kerja Guru yang beranggotakan semua guru di dalam gugus yang bersangkutan. KKG ini adalah wadah pembinaan profesional bagi para guru dalam meningkatkan kemampuan profesional guru khususnya dalam melaksanakan dan mengelola pembelajaran di Sekolah Dasar. Secara operasional Kelompok Kerja Guru dapat dibagi lebih lanjut menjadi kelompok yang lebih kecil 16
berdasarkan jenjang kelas atau permata pelajaran; (b) Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS). Kelompok Kerja Kepala Sekolah yang anggotanya terdiri dari semua kepala sekolah pada gugus yang bersangkutan dimaksudkan sebagai wadah pembinaan profesional bagi kepala sekolah dalam upaya peningkatan kemampuan kepala sekolah yang terkait teknik edukatif maupun manajemen sekolah; (c) Pusat Kegiatan Guru (PKG). Pusat Kegiatan Guru adalah sebagai tempat diselenggarakannya Kegiatan Kelompok Kerja Guru yang juga merupakan bengkel dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran. Pada dasarnya kegiatan kelompok kerja guru yang dilaksanakan pada setiap gugus sesuai dengan program kerja yang telah disusun. Kelompok-kelompok di atas diberlakukan melalui SK Dirjen Dikdasmen No. 070/ C/Kep/1/93 tanggal 7 april 1993. Landasan hukum tentang tujuan dan misi utama kehadiran kelompok kerja Guru sebagaimana amanat Surat Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 079/C/K/1993 tentang pedoman pelaksanaan sitem pembinaan profesional guru melalui pembentukan gugus sekolah di Sekolah Dasar. Pertama, gugus Sekolah Dasar dapat dimanfaatkan sebagai prasarana pembinaan kemampuan profesional tenaga kependidikan, sehingga mereka menjadi betul-betul mampu melaksanakan tugastugasnya sebagai pendidik; Kedua, gugus sekolah 17
dapat
dimanfaatkan
sebagai
wahana
penyebaran
informasi dan inovasi dalam bidang pendidikan bagi tenaga kependidikan, sehingga mereka selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan;
Ketiga,
Gugus
Sekolah
Dasar
dapat
difungsikan sebagai wahana menumbuhkan semangat kerjasama dan kompetisi di kalangan anggota gugus sekolah
dalam
meningkatkan
mutu
pendidikan;
Keempat, Gugus Sekolah Dasar dapat difungsikan sebagai
wadah
penyemaian
jiwa
persatuan
dan
kesatuan serta menumbuhkan rasa percaya diri guru dalam menyelesaikan tugas; Kelima, Gugus Sekolah Dasar dijadikan sebagai wadah koordinasi peningkatan partisipasi masyarakat. 2.1.2 Tujuan Kelompok Kerja Guru (KKG) Tujuan KKG yang dikeluarkan oleh Direktorat Profesi Pendidik Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan Nasional (Ditjen PMPTK 2008) di antaranya: 1. Memperluas wawasan dan pengetahuan guru dalam berbagai hal, khususnya penguasaan substansi materi pembelajaran, oenyusunan silabus, penyusunan bahan-bahan pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, memaksimalkan pemakaian sarana/ prasarana belajar, memanfaatkan sumber belajar, dsb. 2. Memberi kesempatan kepada anggota kelompok kerja atau musyawarahkerja untuk berbagi pengalaman serta saling memberikan bantuan dan umpan balik. 3. Meningkatakan pengetahuan dan ketrampilan, serta mengadopsi pendekatan pembaharuan
18
4. 5.
6. 7.
dalam pembelajaran yang lebih professional bagi peserta kelompok kerja aatau musyawarah kerja. Menberdayakan dan membantu anggota kelompok kerja dalam melaksanakan tugas-tugas pembelakaran disekolah. Mengubah budaya kerja anggota kelompok kerja atau musyawarah kerja (meningkatkan pengetahuan), kompetensi dan kinerja) dan mengembangkan profesionalisme guru melalui kegiatan-kegiatan pengembangan profesionalisme di tingkat KKG/MGMP. Meningkatkan mutu proses pendidikan dan pembelajaran yang tercermin dari peningkatan hasil belajar peserta didik. Meningkatkan kompetensi guru melalui kegiatan-kegiatan di tingkat KKG/MGMP.
Dari hal tersebut jelas bahwa arah dari KKG adalah mewujudkan profesionalisme guru melalui kegiatan yang ada di dalamnya melalui pendekatan tujuan individu dan kelompok. Secara garis besar KKG merupakan wadah kegiatan guru yang pada dasarnya bertujuan
menanggapi
perkembangan
iptek
yang
menuntut penyesuaian dan pengembangan profesionalitas guru. Secara teknis kegiatan guru dalam wadah ini adalah berkomunikasi, berkonsultasi, dan saling berbagi informasi serta pengalaman.
2.1.3 Manfaat Kelompok Kerja Guru ( KKG) Sopyan (2010) menyatakan bahwa KKG memiliki fungsi dan manfaat. Fungsi KKG di antaranya sebagai berikut: 19
1. Memfasilitasi kegiatan yang dilakukan di pusat kegiatan guru berdasarkan masalah dan kesulitan yang dihadapi guru; 2. Memberikan bantuan profesional kepada para guru kelas dan mata pelajaran di sekolah; 3. Meningkatkan pemahaman, keilmuwan, keterampilan serta pengembangan sikap profesional berdasarkan kekelurgaan dan saling mengisi (sharing); 4. Meningkatkan pengelolaan proses pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangka (Pakem).
Sedangkan manfaat KKG di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan kualitas dan kemampuan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Kegiatan yang dilakukan antara lain: (a) Diskusi tentang satuan pelajaran; (b) Diskusi tentang substansi materi pelajaran; (c) Diskusi pelaksanaan proses belajar mengajar temasuk evaluasi pengajaran; (d) Melaksanakan observasi aktivitas rekan sejawat dikelas; (e) Mengembangka evaluasi penampilan guru oleh peserta didik; (f) Mengkaji hasil evaluasi penampiln guru oleh peserta didik sebagi feedback bagi anggota kelompok; 2. Meningkatkan penguasaan dan pengembangan keilmuwan, khususnya bidang study yang menjadi tanggung jawabnya. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain: (a) Kajian jurnal dan buku baru; (b) Mengikuti jalur pendidikan formal yang lebih tinggi; (c) Mengikuti seminarseminar dan penataran; (d) Menyempaikan pengalaman penataran dan seminar kepada anggota kelompok; (e) Melaksanakan penelitian; 3. Meningkatkan kemampuan untuk mengkomunikasikan masalah akademis. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain: (a) Menulis artikel; (b) Menyusun laporan penelitian; (c) Menyusun makalah; (d) Menyusun laporan dan review
20
buk
(http://www.pikiran-rakyat.com/Wawan
sopyan).
2.1.4 Kewenangan Kelompok Kerja Guru (KKG) Dalam pelaksanaannya Kelompok Kerja Guru mempunyai
kewenangan
dalam
penyusunan
dan
pelaksanaan berbagai kegiatan. Kewenangan Kelompok Kerja Guru tersebut adalah: 1) Menyusun program pembelajaran, setiap guru harus mempunyai program pembelajaran sebelum guru mulai mengajar di kelas, seorang guru harus mampu menyusun program pembe lajaran sesuai dengan kebutuhan sekolah, dan sesuai dengan kondisi murid dan keadaan lingkungan setempat agar murid lebih mudah dalam memahami materi pembelajaran yang diterimanya. Penyusunan program pembelajaran disusun secara bersama-sama oleh para guru, berdasarkan kelas dan berdasarkan mata pelajaran yang dipegang oleh guru dalam satu gugus dengan tujuan penyeragaman materi pembelajaran sehingga para guru bisa bekerja sama pada kegiatan kelompok kerja guru (KKG) dalam mengatasi berbagai persoalan yang ditemui dalam pemilihan materi dan pelaksanaan pembelajaran di kelas. 2) Mengembangkan materi dan metode pembelajaran, dalam kegiatan kelompok kerja guru (KKG), guru diberikan wewenang atau kesempatan dalam mengembangkan materi dan metode pembelajaran sesuai dengan kondisi murid. Dalam pemilihan materi dan metode pembelajaran, guru tidak harus terikat pada kurikulum yang disediakan, tapi guru boleh mengembangkan materi pelajaran dan membaginya kepada teman sejawat di SD lain melalui kegiatan kelompok kerja guru. 3) Menciptakan terobosan baru dalam pembelajaran, guru yang profesional harus mampu
21
menciptakan dan mempunyai prakarsa untuk menemukan terobosan baru dalam pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi menarik bagi murid. Dalam kegiatan kelompok kerja guru inilah guru bersama-sama memikirkan terobosan baru tersebut. 4) Membimbing siswa dalam peningkatan prestasi, dalam kegiatan kelompok kerja guru (KKG) dibahas juga masalah peningkatan prestasi siswa, misalnya, bagaimana seorang guru membimbing siswa yang lemah daya serapnya untuk meningkatkan prestasi belajar 5) Memecahkan masalah yang dihadapi di sekolah masing-masing. Jika seorang guru tidak berhasil memecahkan masalah yang ditemui di sekolahnya, guru boleh membawa masalah tersebut pada kegiatan kelompok kerja guru untuk dicari solusinya secara bersama dengan guru lainnya yang mengikuti kegiatan tersebut
2.1.5 Unsur-unsur Kelompok Kerja Guru (KKG) Dalam melaksanakan kegiatannya KKG memerlukan unsur-unsur sebagai berikut: a. Para Guru Kegiatan kelompok kerja guru tidak akan terlaksana jika tidak ada guru yang turut serta di dalamnya. Guru merupakan sasaran utama dari kegiatan kelompok kerja guru karena kelompok kerja guru merupakan bengkel bagi guru-guru untuk memperbaiki segala sesuatu yang berkaitan dengan materi pembelajaran dan pengelolaan kelas. Tugas dari para guru adalah: (1) Menyusun program kelompok kerja guru di kelas bersama tutor dan dan pemandu; (2) Mengikuti dan berperan aktif dalam kegiatan kelompok kerja guru; (3) Menerima pembaharuan pada kelompok kerja guru dan menerapkan; (4) Mengimple-
22
mentasikan
hasil
kelompok
kerja
guru
di
sekolah;
(5) Mengadministrasikan kegiatan kelompok kerja guru
b. Kepala Sekolah (Kepala SD Imbas) Kepala Sekolah adalah sebagai pemantau kegiatan kelompok kerja guru yang sedang dan akan dilaksanakan. Kepala sekolah bertanggung jawab melaporkan hambatan yang ditemukannya kepada pengawas untuk menentukan pembinaan selanjutnya. Kepala sekolah dapat melakukan pemantauan ke kelas kelompok kerja guru yang sedang berlangsung. Hasil pemantauan tersebut dapat digunakan sebagai bahan untuk perbaikan atau masukan untuk KKG dan KKKS. Hasil pemecahannya dapat diterapkan untuk memperbaiki
kegiatan
pembelajaran
di
sekolah/kelas.
Kepala sekolah sebagai pemantau sebaiknya dapat menentukan: apa yang sebaiknya langsung diperbaiki di kelas; apa perlu dibahas dalam pertemuan staf; apa yang perlu disampaikan kepada pengawas. Secara khusus tugas kepala sekolah dalam membina KKG adalah: (1) Menyusun program bersama ketua gugus; (2) Melengkapi data untuk kepentingan gugus; (3) Memotivasi dan mendampingi kegiatan kelompok kerja guru; (4) Membina dan melaksanakan pembaharuan; (5) Mensupervisi penerapan hasil kelompok kerja guru di kelas; (6) Menandatangani buku pengantar kelompok kerja guru; (7) Menindaklanjuti hasil temuan tutor.
c. Ketua Gugus (Kepala SD Inti) Ketua gugus adalah kepala SD Inti yang juga sebagai ketua Kelompok kerja guru (KKG). Ketua gugus bertugas:
23
(1) Menyusun program gugus bersama kepala SD Imbas; (2) Menyampaikan informasi/ pembaharuan kepada kepala SD Imbas; (3) Melengkapi dan mengkoordinir data barangbarang gugus; (4) Bersama pengurus mempersiapkan sarana dan prasarana dalam kegiatan gugus; (5) Mengadministrasikan
kegiatan
gugus;
(6)
Bersama
pengurus
menyusun laporan.
d.
Pengawas Pengawas dapat melakukan pemantauan ke kelas,
sekolah, KKG, KKKS, dan PKG atau ke lembaga lain sesuai dengan kewenangannya. Hasil pemantauan dapat digunakan sebagai bahan pembinaan
di KKG,
KKKS atau
keperluan lain yang akhirnya untuk peningkatan mutu kegiatan belajar mengajar di kelas. Tugas-tugasnya adalah: (1) Bersama-sama kepala sekolah dan Tutor menyusun program gugus; (2) Memberikan pembinaan teknis dan administrasi; (3) Mengiventarisir masalah yang tidak tuntas di KKKS kemudian dibawa ke KKPS untuk ditindak lanjuti; (4) Membina tutor dan pemandu dalam melaksanakan kegiatannya;
(5)
Melakukan
monitoring
dan
evaluasi
kegiatan gugus; (6) Membuat laporan.
e. Tutor Tutor bertugas dan bertanggung jawab membimbing guru-guru kelas atau guru mata pelajaran dalam meningkatkan
mutu
kegiatan
pembelajaran
terutama
mata
pelajaran pokok. Tutor dipilih dari guru pemandu yang berprestasi baik. Tugas-tugasnya adalah: (1) Bersama kepala sekolah menyusun program kelompok kerja guru; (2) Program tutorial; (3) Membimbing kegiatan kelompok
24
kerja guru untuk di gugus; (4) Melaksanakan kegiatan tutorial sesuai dengan jadwal; (5) Pemedomani panduan tutorial; (6) Menindaklanjuti temuan Tutorial di kelompok kerja guru; (7) Membimbing dan mempersiapkan siswa dalam meningkatkan prestasi; (8) Menyusun dan menyampaikan laporan.
f. Guru Pemandu Guru yang bertugas dan bertanggung jawab untuk membantu
guru-guru
lain
dalam
mengatasi
masalah
pembelajaran. Guru pemandu diambil dari guru yang berprestasi dan guru yang telah mengikuti pelatihan sebelumnya. Tugas-tugasnyaadalah: (1) Bersama tutor menyusun program kelompok kerja guru; (2) Memandu guru mengembangkan materi, metode dan melaksanakan evaluasi pada pelaksanaan kelompok kerja guru; (3) Menciptakan terobosan sebagai bahan diskusi kelompok kerja guru; (4) Berperan sebagai model dalam pembaharuan pengajaran/simulasi; (5) Membimbing/mempersiapkan siswa dalam peningkatan
prestasi.
(http://askarbatuah.blogspot.com/
2011/02/kelompok-kerja-guru-sebagai-sarana.html)
2.2 Evaluasi Kinerja 2.2.1 Kinerja Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer sering tidak memperhatikan, kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering manajer 25
tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga perusahaan/instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan-kesan buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda-tanda peringatan adanya kinerja yang merosot. Kinerja
menurut
Mangkunegara
(2000:
67)
Kinerja (Prestasi Kerja) adalah “hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Kamus besar Bahasa Indonesia (2012: 503) menyatakan bahwa kinerja adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan dan kemampuan kerja. Stoner dan Freeman (dalam Andri, 2003) “kinerja adalah kunci yang harus berfungsi secara efektif agar organisasi keseluruhan dapat hasil”. Kemudian Peter Jenergen (dalam Trimo -2007) mendefinisikan kinerja organisasi adalah tingkat yang menunjukkan seberapa jauh pelaksanaan tugas dapat dijalankan secara aktual sehingga misi organisasi dapat tercapai. Menurut Sulistyani (2003: 223), kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Maluyu S.P Hasibuan (2001: 34) mengemukakan: Kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.
26
Sementara itu Gibson (1995:56) memberikan gambaran lebih rinci dan komprehensif tentang faktor-faktor yang
berpengaruh
terhadap
performance/kinerja,
yaitu: (a) Variabel individu, meliputi kemampuan, keterampilan, mental fisik, latar belakang keluarga, tingkat sosial, pengalaman, demografi (umur, asal usul, jenis kelamin); (b) Variabel organisasi, meliputi sumber daya, Kepemimpinan, imbalan, struktur desain pekerjaan; (c) Variabel Psikologis yang meliputi persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi
2.2.2 Pengertian Evaluasi Kinerja Istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating) dan penilaian (assesment). Evaluasi (evaluation) adalah penilaian yang sistematik tentang manfaat atau kegunaan suatu objek. Stufflebeam dan Shinkfield (2003) mendefinisikan penilaian (assessment) merupakan suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah penetuan derajat kualitas berdasarkan indikator yang ditetapkan
terhadap
penyelenggaraan
pekerjaan.
Evaluasi bertujuan agar diketahui pencapaian realisasi, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam rangka pencapaian misi, agar data dinilai dan dipelajari
guna
perbaikan
pelaksanaan
program
dan
kegiatan di masa yang akan datang. Dalam melakukan 27
evaluasi di dalamnya ada kegiatan untuk menentukan nilai suatu program, sehingga ada unsur keputusan tentang nilai suatu program (value judgement). Bernardin dan Russell (dalam Trimo, 2007) memberikan definisi evaluasi kinerja sebagai a way of measuring the contributions of individuals to their organization atau terjemahan bebasnya “suatu cara mengukur kontribusi-kontribusi dari individu anggota organisasi kepada organisasinya”. Jadi, menurut pandapat tersebut, penilaian kinerja diperlukan untuk menentukan organisasi
tingkat dimana
kontribusi individu
individu
tersebut
terhadap
bergabung.
Dengan demikian evaluasi kinerja dapat pula diartikan sebagai suatu metode dan proses penilaian dan pelaksanaan tugas seseorang/kelompok/organisasi/ lembaga atau unit-unit kerja dalam satu perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan lebih dahulu. Evaluasi kinerja merupakan proses untuk menentukan baik/ buruknya suatu organisasi dalam melaksanakan programprogram atau kegiatan-kegiatan sedang atau telah mencapai maksud yang telah ditetapkan. 2.2.3 Tujuan Evaluasi Kinerja Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja dari Sumber Daya Manusia (SDM) organisasi. Secara lebih spesifik, tujuan dari evaluasi
28
kinerja
sebagaimana
dikemukakan
Sunyoto
yang
dikutip oleh Mangkunegara (2000: 67) adalah: (1) Meningkatkan Saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja; (2) Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu; (3) Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karier atau pekerjaan yang di embannya sekarang; (4) Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya; (5) Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah.
Syaiful Helmi (dalam Trimo, 2007) mengemukakan: Tujuan evaluasi kinerja untuk menjamin pencapaian sasaran dan tujuan perusahaan serta mengetahui posisi perusahaan dan tingkat pencapaian sasaran perusahaan, terutama untuk mengetahui bila terjadi keterlambatan atau penyimpangan supaya segera diperbaiki, sehingga sasaran atau tujuan tercapai.
Hasil evaluasi kinerja individu dapat dimanfaatkan untuk banyak penggunaan di antaranya: peningkatan kinerja, pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), pemberian kompensasi, program peningkatan produktivitas, program kepegawaian, dan menghindari perlakuan diskriminasi. Kegiatan penilaian kinerja 29
sendiri dimaksudkan untuk mengukur kinerja masingmasing tenaga kerja dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas kerja, sehingga dapat diambil tindakan yang efektif semisal pembinaan berkelanjutan maupun tindakan koreksi atau perbaikan atas pekerjaan yang dirasa kurang sesuai dengan deskripsi pekerjaan. Penilaian kinerja terhadap tenaga kerja biasanya
dilakukan
oleh
pihak
manajemen
atau
pegawai yang berwenang untuk memberikan penilaian terhadap tenaga kerja yang bersangkutan dan biasanya merupakan atasan langsung secara hierarkhis atau juga bisa dari pihak lain yang diberikan wewenang atau ditunjuk langsung untuk memberikan penilaian. Hasil penilaian kinerja tersebut disampaikan kepada pihak manajemen tenaga kerja untuk mendapatkan kajian dalam rangka keperluan selanjutnya, baik yang berhubungan dengan pribadi tenaga kerja yang bersangkutan maupun yang berhubungan dengan perusahaan atau organisasi. Wirawan (2011: 22) menyatakan bahwa tujuan evaluasi adalah: (1) Mengukur pengaruh program terhadap masyarakat; (20 Menilai apakah program telah dilaksanakan sesuai dengan rencana; (3) Mengukur apakah pelaksanaan program sesuai dengan standar; (4) Evaluasi program dapat mengidentifikasi dan menemukan mana dimensi program yang jalan, mana yang tidak berjalan; (5) Apakah terjadi sekelompok masyarakat mendapat keuntungan dan manfaat dari program.
30
2.2.4 Model-model Evaluasi Dalam melakukan evaluasi program pendidikan ada banyak model yang bisa digunakan untuk mengevaluasi suatu program. Menurut Suharsimi Arikunto (2004: 24) ada beberapa model evaluasi program antara lain: 1.
Goal Oriented Evaluation Model Goal Oriented Evaluation Models ini merupakan model yang muncul paling awal.yang menjadi objek pengamatan pada model ini adalah tujuan dari program yang sudah ditetapkan jauh sebelum program di mulai. Evaluasi ini dilakukan secara berkesinambungan, terus menerus, mencek sejauh mana tujuan tersebut sudah terlaksanadi dalam proses pelaksanaan program. Model ini dikembangka oleh Tyler.
2. Goal free Evaluation Models (evaluasi Lepas dari Tujuan) Model evaluasi yang dikembangkan oleh Michael Scriven ini boleh dikatakan berlawanan dengan model pertama. Dalam model ini dalam melaksanakan evaluasi program evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan program. Yang perlu diperhatikan dalam program tersebut adalah bagaiman kerjanya program, dengan jalan mengidentifikasi penampilan-penampilan yang terjadi, baik hal-hal yang positif (yaitu hal-hal yang diharapkan), maupun hal-hal negatif (hal-hal yang tidak diharapkan). 3. Formatif Summatif Evaluation Model Selain model “evaluasi lepas dari tujuan” Michael Scriven juga mengembangkan model lain yaitu model formatif-sumatif. Model ini menunjuk adanya tahapan dan lingkup objek yang dievaluasi, yaitu evaluasi yang dilakukan pada waktu program masih berjalan( disebut evaluasi formatif) dan ketika program sudah selesai atau berahir (disebut evaluasi sumatif).
31
Dalam evaluasi ini, evaluator tidak dapat melepaskan diri dari tujuan. Tujuan evaluasi formatif memang berbeda dengan tujuan evaluasi sumatif. Dengan demikian, model ini menunnjuk tentang “apa, kapan, dan tujuan” evaluasi tersebut dilaksanakan. 4. Countenance Evaluation Model Model ini dikembangkan oleh Stake. Menurut Stake dalam seiap program yang dievaluasi, evaluator harus mampu mengidentifikasi tiga hal, yaitu: (1) antaseden - yang diartikan sebagai konteks; (2) transaksi - yang diartikan sebagai proses dan (3) outcomes - yang diartikan sebagai hasil. Menurut Stake, ketika evaluator tengah mempertimbangkan program pendidikan, mereka mau tidak mau harus melakukan dua perbandingan yaitu: (a) Membandingkan kondisi hasil evaluasi program tertentu dengan yang terjadi di program lain, dengan objek sasaran yang sama; (b) Membandingkan kondisi hasil pelaksanaan program dengan standar yang diperuntukkan bagi program yang bersangkutan, didasarakan pada tujuan yang akan dicapai. 5. CSE-UCLA Evaluation Model Ciri dari model CSE-UCLA adalah adanya lima tahap yang dilakukan dalam evaluasi, yaitu perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil dan dampak. 6. CIPP Evaluation Model Model evaluasi ini merupakan model yang paling banyak dikenal dan diterapkan oeh evaluator. CIPP yang merupakan singkatan dari huruf awal empat buah kata, yaitu: Context evaluation : Input evaluation : Process evaluation : Product evaluation :
evaluasi evaluasi evaluasi evaluasi
terhadap terhadap terhadap terhadap
contek masukan proses hasil
Model CIPP hanya berhenti pada mengukur Output (product).
32
7. Discrepancy Model Kata discrepancy adalah bahasa inggris yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi “Kesenjangan”. Model yang dikembangkan oleh Malcolm Provus ini merupakan model yang menekankan pada pandangan adanya kesenjangan di dalam pelaksanaan program. Evaluasi program yang dilakukan oleh evaluator mengukur besarnya kesenjangan yang ada disetiap komponen. Khusus untuk model yang dikembangkan oleh Malcolm Provus ini, menekankan pada kesenjangan yang sebetulnya merupakan persyaratan umum bagi semua kegiatan evaluasi, yaitu mengukur adanya perbedaan antara yang seharusnya dicapai dengan yang sudah riil dicapai.
Menurut model evaluasi kesenjangan ini, evaluasi memerlukan enam langkah untuk melaksanakannya yaitu (Wirawan: 2011): 1) Menngembangkan suatu desain dan standartstandart yang menspesifikasi karakteristikkarakteristik implementasi ideal dari evalualad (objek evaluasi); kebijakan, program atau proyek. 2) Merencanakan Evaluasi menggunakan model evaluasi diskrepansi. Menetukan informasi yang diperlukan untuk membandingkan implementasi yang sesungguhnya dengan standar yang mendefinisikan kinerja objek evaliasi. 3) Menjaring kinerja objek evaluasi yang meliputi pelaksanaan program, hasi-hasil kuantitatif dan kualitatif. 4) Mengidentifikasi ketimpangan-ketimpangan (discrepancy) antara standar-standar dengan pelaksanaan dengan hasil-hasil pelaksanaan objek evaluasi yang sesungguhnya dan menentukan rasio ketimpanngan. 5) Menentukan penyebab ketimpangan antara standar dengan kinerja objek evaluasi.
33
6) Menghilangkan ketimpangan dengan membuat perubahan-perubahan terhadap emplementasi objek evaluasi.
1. mengembangkan desain & standar program
2. Merencanakan evaluasi menggunakan model evaluasi ketimpangan
3. menjaring data mengenai kinerja program
6. menyusun aktifitas untuk Menghilangkan ketimpangan-ketimpangan
5.menentukan alasan penyebab ketimpangan
4. mengidentifikasi ketimpangan antara kinerja dengan standar
Gambar 2.1 Proses model evaluasi ketimpangan
Berdasarkan dari beberapa model-model evaluasi di atas, maka dalam tesis ini menggunakan Discrepancy Model (model evaluasi kesenjangan) yang dikembangkan Malcolm Provus, karena peneliti lebih menekankan pada pandangan adanya kesenjangan di dalam pelaksanaan program. Evaluasi program yang dilaksanakan oleh evaluator mengukur besarnya kesenjangan yang ada di setiap komponen. 34
2.2.5
Penilaian
Kinerja
Kelompok
Kerja
Guru
(KKG) Mengingat bahwa tujuan dari suatu organisasi itu adalah untuk mencapai tujuan tertentu yang sudah ditetapkan sebelumnya, maka informasi tentang kinerja organisasi merupakan suatu hal yang sangat penting untuk mengevaluasi apakah proses kerja yang dilakukan organisasi selama ini sudah sejalan dengan tujuan yang diharapkan atau belum. Kinerja merupakan sebuah hasil (output) dari suatu proses tertentu yang dilakukan oleh seluruh komponen organisasi terhadap sumber-sumber tertentu yang digunakan (input). Selanjutnya, kinerja juga merupakan hasil dari serangkaian proses kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu organisasi.
Bagi suatu
organisasi, kinerja merupakan hasil dari kegiatan kerjasama di antara anggota atau komponen organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi. Secara
ringkas,
kinerja
merupakan
produk
dari
kegiatan administrasi, yaitu kegiatan kerjasama untuk mencapai tujuan yang pengelolaannya biasa disebut sebagai manajemen. Sebagai produk dari kegiatan organisasi dan manajemen, kinerja organisasi selain dipengaruhi oleh faktor-faktor
input
juga
sangat
dipengaruhi
oleh
proses-proses administrasi dan manajemen yang ber-
35
langsung. Sebagus apapun input yang tersedia tidak akan
menghasilkan
suatu
produk
kinerja
yang
diharapkan secara memuaskan, apabila dalam proses administrasi dan manajemennya tidak bisa berjalan dengan baik. Antara input dan proses mempunyai keterkaitan yang erat dan sangat menentukan dalam menghasilkan suatu output kinerja yang sesuai harapan. Mengingat bahwa kinerja organisasi sangat dipengaruhi oleh faktor input dan proses-proses manajemen dalam organisasi, maka upaya peningkatan kinerja organisasi terkait erat dengan peningkatan kualitas faktor input dan kualitas proses manajemen dalam organisasi tersebut. Sebagai pedoman, dalam menilai kinerja organisasi harus dikembalikan pada tujuan atau alasan dibentuknya suatu organisasi. Misalnya, sebuah organisasi privat/swasta yang bertujuan untuk menghasilkan keuntungan dan barang yang dihasilkan, maka ukuran kinerjanya adalah seberapa besar organisasi tersebut mampu memproduksi barang untuk menghasilkan
keuntungan
bagi
organisasi.
Demikian
halnya dengan Kelompok Kerja Guru (KKG), seberapa jauh keberadaannya mampu memberikan pembinaan profesionalisme berkelanjutan kepada guru sekolah dasar. Indikator yang masih bertalian dengan sebelumnya adalah seberapa besar efisiensi pemanfaatan input untuk meraih sebuah keberhasilan dan seberapa besar efektivitas proses yang dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan profesionalisme guru. 36
Bila dikaji dari tujuan dan misi utama kehadiran Kelompok Kerja Guru adalah untuk melaksanakan pembinaan profesionalisme berkelanjutan sebagaimana amanat Permen PAN Nomor 16 Tahun 2009 tentang jabatan fungsional guru. UURI No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 20 ayat (b) mengamanatkan bahwa dalam rangka melaksanakan tugas keprofesionalannya guru berkewajiban meningkatkan dan
mengembangkan
kualifikasi
akademik
dan
kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka indikator yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan KKG adalah: (1) Terwujudnya peningkatan mutu pelayanan pembelajaran yang mendidik, menyenangkan, dan bermakna bagi siswa; (2) Terjadinya saling tukar pengalaman dan umpan balik antar guru anggota KKG; (3) Meningkatnya pengetahuan, keterampilan, sikap dan kinerja anggota KKG dalam pembelajaran
yang
lebih
profesional
ditunjukkan
dengan perubahan prilaku mengajar yang lebih baik dalam kelas; (4) Meningkatnya mutu pembelajaran di sekolah melalui hasil-hasil kegiatan KKG; (5) Termanfaatkannya kegiatan KKG bagi guru, siswa, sekolah, KKG, dan pemerintah baik pusat, provinsi maupun kabupaten/kota.
37
Adapun faktor-faktor yang dievaluasi untuk menentukan kinerja KKG adalah sebagai berikut: 1. Input Evaluasi
dimulai
dari
proses
input
yang
mencakup komponen organisasi, program, kegiatan , sumber daya manusia, sarana dan prasarana, dan pembiayaan 2. Proses Evaluasi dalam kegiatan proses pelaksanaan KKG
mencakup
keterlaksanaan
kegiatan
sesuai
dengan yang telah ditetapkan dalam input. Komponen yang akan dipantau didalam kegiatan proses adalah persiapan
dan
pelaksanaan
program
kerja
yang
didukung oleh komponen-komponen input. 3. Output Hasil-hasil yang diperoleh dari kegiatan KKG sesuai dengan program kerja yang direncanakan meliputi; kebermaknaan pelaksanaan kegiatan dan sejauh mana kegiatan tersebut dapat membantu kesulitan yang dihadapi oleh guru. Untuk mengukur kinerja KKG bahwa Kinerja KKG itu efektif atau tidak, harus disesuaikan dengan mengacu pada standar pengelolaan dan pengembangan Standar
38
program
dari
Pengembangan
program
tersebut.
Adapun
KKG/MGMP (Departemen
Pendidikan
Nasional
Republik
Indonesia,
2008)
adalah: A. Standar Program 1. Penyusunan Program KKG/MGMP dimulai dari penyusunan Visi, Misi, Tujuan, sampai kalender kegiatan; 2. Program KKG/MGMP diketuai oleh ketua KKKS (Kelompok kerja Kepala sekolah) atau Ketua MKKS (Musuawarah Kerja Kepala Sekolah) dan di syahkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota; 3. Program KKG/MGMP terdiri dari program rutin dan program pengembangan; 4. Program rutin sekurang-kurangnya terdiri dari: (a) Diskusi Permasalahan pembelajaran; (b) Penyusunan silabus, program semester, dan rencana program pembelajaran; (c) Analisis kurikulum; (d) Penyusunan instrumen evaluasi pembelajaran; (e) Pembahasan materi dan pemantapan menghadapi ujian nasional; 5. Program pengembangan dapat dipilih sekurang-kurangnya tiga dari kegiatan-kegiatan berikut: (a) Penelitian; (b) Penulisan karya ilmiah; (c) Seminar, lokakarya, koloqium paparan hasil penelitian), dan diskusi panel; (d) Pendidikan dan pelatihan berjenjang; (e) Penerbitan jurnal KKG/MGMP; (f) Penyusunan website KKG/MGMP; (g) Forum KKG/MGMP; (h) Kompetisi kinerja guru; (i) Peer Coaching pelatihan sesame guru menggunakan media (ICT); (j) Lesson study (kerjasama antar guru umtuk menyelesaikan masalah pembelajaran); (k) Professional learning community (komunitas belajar profesional); (l) TIPD (teachers international professionals development) kerja sama MGMP internasional; (m) Global gateway (kemotraan lintas Negara)
39
B. Standar Organisasi 1 Organisasi KKG dan MGMP terdiri dari: pengurus, anggota, SK pengesahan oleh dinas pendidikan kabupaten/kota, dan mempunyai AD/ART 2 Pengurus KKG dan MGMP terdiri dari Ketua, sekretaris, bendahara, dan bidang dipilih oleh anggota berdasarkan AD/ART 3 Anggota KKG terdiri dari guru kelas, guru agama, dan guru penjaskes di SD/MI yang anggotanya berasal dari 8-10 sekolah dan direkrut berdasarkan prosedur tertentu. untuk daerah terpencil anggotanya berasal dari 3-5 sekolah 4 Anggota MGMP terdiri dari guru mata pelajaran di SMP/MTs, SMA/MA, SMK/ MAK, SLB/MALB, yang anggotanya berasal dari 8-10 sekolah dan direkrut berdasarkan prosedur tertentu. Untuk daerah terpencil anggotanya berasal dari 3-5 sekolah C. Standart Pengelolaan 1 Pengelolaan keseluruhan program KKG/ MGMP menjadi tanggung jawab Ketua KKG/MGMP 2 Pelaksanaan masing-masing program dilakukan oleh panitia yang dipimpin oleh seorang penanggung jawab berdasarkan surat keputusan ketau KKG/MGMP 3 Pelaksanaan masing-masing program berpedoman pada kerangka Acuan Kerja (KAK) yang disusun oleh pengurus KKG/MGMP 4 Panitia membuat proposal kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembiayaan, dan pelaporan kegiatan 5 Pengurus memantau dan mengevaluasi kegiatan D. Standar Sarana dan Prasarana 1. Sarana dan Prasarana yang tersedia di setiap KKG/MGMP sekurang-kurangnya adalah: (a) Ruang/gedung untuk kegiatan KKg/MGMP; (b) Komputer; (c) Media Pembelajaran; (d) OHP/LCD proyektor; (e) Telepon dan faximilie
40
2. Sarana dan Prasarana tambahan yang tersedia sekurang-kurangnya terdiri dari tiga daftar berikut adalah: (a) Laboratorium IPA; (b) Labortatorium Bahasa; (c) Laboratorium Micro Teaching; (d) Perpustakaan; (e) Audio visual aids (AVA); (f) Handy cam dan camera digital; (g) Internet; (h) Devinet (Digital audio visual network) E. Standart Sumber Daya Manusia 1. Pendidik yang menjadi Pembina kegiatan KKG/MGMP harus memiliki kriteria: (a) Memiliki kualifikasi akademik sekurangkurangnya S 1; (b) Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 10 tahun; (c) Memiliki keahlian yang relevan dengan materi yang disampaikan 2. Pendidik pada butir 1 dapat terdiri dari: (a) Instruktur; (b) Guru inti; (c) Pemandu/tutor; (d) Pengawas; (e) Kepala sekolah; (f) Widyaiswara; (g) Dosen; (h) Pejabat structural maupun nonstructural dinas pendidikan propinsi dan kabupaten; (i) Pejabat struktural maupun non-struktural departemen; (j) Tim pengembang (instruktur terpilih) F. Standar Pembiayaan 1. Pembiayaan kegiatan KKG/MGMP mencakup sumber dana, penggunaan, dan pertanggung jawaban. 2. Sumber dana kegiatan KKG/MGMP dapat terdiri dari: (a) Iuran anggota/sekolah; (b) Dinas Pendidikan Propinsi atau kabupaten/Kota; (c) Departemen; (d) Donatur; (e) Unit Produksi; (f) Hasil kerjasama; (g) Masyarakat; (h) Sponsor yang tidak mengikat dan sah 3. Dana KKG/MGMP hanyan dapat digunakan untuk membiayai: (a) Program rutin; (b) Program pengembangan 4. Pertanggungjawaban keuangan KKG/ MGMP mengacu pada sistem pelaporan
41
keuangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku G. Standar penjamin Mutu 1. Kegiatan KKG/MGMP perlu disertai dengan sistem penjaminan mutu yang akan melihat kesesuaian antara standar dengan pemenuhannya 2. Data untuk penjaminan mutu diperoleh dengan melakukan pemantauan dan evaluasi 3. Pelaksanaan penjaminan mutu yang meliputi mekanisme pemantauan dan evaluasi serta pelaporannya diatur dalam anggran rumah tangga (ART) 4. Laporan meliputi substansi kegiatan dan administrasi disampaikan kepada ketua KKG/MGMP. Ketua KKKS/MKKS, dan kepala Dinas Kabupaten/Kota.
2.3 Penelitian yang Relevan Penelitian yang dilakukan oleh Pachlan pada tahun 2012 tentang pengembangan model KKG PAB Kabupaten
Semarang
dalam
Meningkatkan
Profesionalitas Guru menyebutkan: Berdasarkan informasi dan data yang terkumpul diperoleh simpulan bahwa pelaksanaan KKG PAB Kabupaten Semarang dari hasil evaluasi internal program kerja KKG pendidikan agama Budha kabupaten Semarang menunjukkan rata-rata keterlaksanaan program yang ditentukan KKG PAB baru mencapai 52,3%. Mengacu pada indicator kesesuaian standar pengembangan KKG maka kesesuain KKG PAB Kabupaten Semarang dikategorikan sesuai tetapi dengan skor minimal. Dari hasil FGD dengan seluruh anggota KKG PAB juga menyepakati bahwa pelaksanaan kegiatan dengan mengacu pada gambaran model pengembangan KKG PAB saat ini masih mengalami kendala dan
42
Mutu
belum mencapai tujuan berupa peningkatan mutu profesionalitas guru pendidikan agama Budha. Mengacu pada Standar Pengembangan KKG yang dikeluarkan oleh Direktorat Profesi Pendidik Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Depdiknas tahun 2008 untuk mencapai adanya jaminan mutu berupa peningkatan kompetensi professional guru pendidikan agama Budha, maka pengembangan KKG PAB harus disesuaikan dengan Standar pengembangan KKG. Melalui pembenahan dan penyesuaian Standar Pengembangan KKG PAB Kabupaten semarang dengan Standar Pengembangan KKG diharapkan akan tercapai penjaminan mutu berupa peningkatan kompetensi dan profesionalitas guru PAB Kabupaten Semarang melalui pelaksanaan program kegiatan KKG PAB Kabupaten semarang.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kegiatan KKG dalam meningkatkan mutu profesionalitas guru adalah dengan menemukan model pengembangan KKG yaitu dengan melakukan penyesuaian Standar Pengembangan
Program
KKG
dengan
Standar
Pengembangan KKG yang dikeluarkan oleh Direktorat Profesi Pendidik Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Depdiknas tahun 2008. Diharapkan dapat mencapai adanya jaminan mutu berupa peningkatan kompetensi dan profesionalitas guru melalui pelaksanaan program KKG. Hasil penelitian yang dilakukan Trimo pada tahun 2006 tentang studi kasus pelaksanaan KKG di Gugus
Inti
I
Kecamatan
Kalibawang
Kabupaten
Kendal:
43
Berdasarkan informasi dan data yang terkumpul diperoleh simpulan bahwa pelaksanaan KKG di Gugu Inti I Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kendal belu dilaksanaka secara efektif. Hal tersebut terlihat dalam proses pembelajaran KKG yang cenderung pasif dan terpusat pada pemandu. Penyusunan program KKG sudah mengungkap dan memenuhi kebutuhan guru, dalam mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga guru-guru mampu menguasai kompetensi profesional, personal dan kemasyarakatan. Namun demikian pelaksanaan KKg belum dapat terlaksana sesuai harapan, karena ada benturan kepentingan dinas sehingga penyelesaian program tidak tepat waktu. Pemandu/Tutor dalam KKG Gugus Inti I sudah mumpuni dalam penguasaan meateri tapi dalam penyajiannya kurang mampu mengelola proses pembelajaran secara efektif. Hal ini ditandai dengan suasana proses pembelajaran yang kurang menarik, dan berpusat pada guru pemandu.
Penelitian ini meggambarkan realita pelaksanaan Kelompok Kerja Guru (KKG) sebagai wadah pembinaan
profesional
guru
di
lapangan
yang
menunjukkan bahwa penyusunan kegiatan sudah sesuai dengan prosedur dalam arti bahwa program yang disususn sudah sesuai dengan kebutuhan guru. Dalam pelaksanaan perlu adanya sinkronisasi dalam hal sistem pembinaan peningkatan profesional guru antar stakeholder dalam hal ini Dinas Pendidikan dengan KKG supaya tidak terjadi benturan kepentingan. Dalam penelitian ini juga menggambarkan masih perlu adanya pemahaman yang lebih jelas dari para pemandu tentang peran dan fungsinya dalam pembinaan profesionalisme guru melalui wadah KKG.
44
Penelitian
yang
dilakukan
oleh
M.
Siddik
Sulaeman (2013) tentang Pelaksanaan KKG dalam upaya meningkatkan kemampuan profesional guru Sekolah dasar: Analisis Kualitatif terhadap Kegiatan KKG Gugus I Syahdan Hamis Kecamatan Tempuling Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau. Tesis ini dilatarbelakangi oleh pemikiran tentang pentingnya peningkatan kemampuan kompetensi guru khususnya guru Sekolah Dasar melalui wadah Gugus Serkolah. Penelitian ini berujuan untuk menggambarkan dan menganalisis pelaksanaan KKG sebagai wadah pembinaan kemampuan profesional guru yang paling mendasar dan tentunya percepatan dalam menggulirkan ilmu pengetahuan dan teknologi sampai ke Sekolah Dasar bagaimana pun adanya akan cepat terealisasikan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan "naturalistik fenomenologis" yang diadopsi dari Bogdan dan Biklen (1982). Pendekatan seperti ini secara operasional menempatkan peneliti sebagai instrumen utama untuk mendatangi secara langsung sumber data. Data dikumpulkan dengan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Data dipaparkan dalam bentuk katakata dan dianalisis melalui analisis induktif dengan mengungkapkan makna dari keadaan yang diamati. Penelitian ini berupaya untuk menggambarkan apa adanya mengenai pelaksanaan KKG dalam upaya meningkatkan kemampuan profesional guru Sekolah 45
Dasar. Kegiatan KKG ini diawali dengan adanya komitmen "ingin maju bersama" dari seluruh sekolah yang
ada
dalam
Gugus
Sekolah
Dasar
dengan
semboyan "dari guru, untuk guru, dan untuk siswa. Komitmen tersebut pada prinsipnya tidak bertentangan, dan bahkan sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam UU Nomor: 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Kepmendiknas Nomor: 0487/U/1982 tentang Sekolah Dasar, serta Keputusan Dirjen Dikdasmen Nomor: 079/C/Kep/I/1993 tentang Sistem Pembinaan Profesional. Hasil penelitian ini akan mengungkapkan tentang: (1) Program pelaksanaan kegiatan KKG dalam meningkatkan kemampuan profesional guru di Gugus I Syahdan Hamis Kecamatan Tempuling yang selama ini dilakukan; (2) Dukungan sarana dan prasarana terhadap peningkatan kemampuan profesional guru di PKG Gugus I Syahdan Hamis Kecamatan Tempuling; (3) Upaya pembina KKG dalam meningkatkan kemampuan profesional guru di Gugus I Syahdan Hamis Kecamatan Tempuling; (4) Faktor-faktor yang menghambat dan yang memberikan dukungan terhadap pelaksanaan kegiatan KKG di Gugus I Syahdan Hamis Kecamatan
Tempuling
(http://repository.upi.edu/id/
eprint/936). Penelitian ini menggambarkan tentang pentingnya kegiatan KKG sebagai wadah pembinaan kemampuan profesional guru yang paling mendasar dan tentunya 46
percepatan
dalam
menggulirkan
ilmu
pengetahuan dan teknologi sampai ke Sekolah Dasar apabila kegiatan KKG diawali dengan adanya komitmen "ingin maju bersama" dari seluruh sekolah yang ada dalam Gugus Sekolah Dasar dengan semboyan "dari guru, untuk guru, dan untuk Siswa. Komitmen tersebut pada prinsipnya tidak bertentangan, dan bahkan sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam UU Nomor: 20 Tahun 2003 tentang
Sistem
Pendidikan
Nasional
dan
Kepmendiknas Nomor: 0487/U/1982 tentang Sekolah Dasar, serta Keputusan Dirjen Dikdasmen Nomor: 079/C/Kep/I/1993 tentang Sistem Pembinaan Profesional. Penelitian Wulandari pada
yang tahun
dilakukan 2008
oleh
Fitrianti
tentang pembinaan
profesional melalui KKG di Gugus Ki Hajar Dewantara UPTD
Pendidikan
Dasar
Tegowanu
Grobogan
menyebutkan: 1. Organisasi KKg Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan tegowanu Grobogan Kegiatan pengorganisasian yang dilakukan adalah penyusunan struktur organisasi, penentuan personil, penjelasan tugas pokok dan funsi masingmasing pengurus. 2. Kerja organisasi di Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan tegowanu Grobogan. Pada dasarnya kerja KKG di pengaruhi oleh tiga tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Ketiga hal tersbut menjadikan kerja KKG lebih hidup dan memberikan menfaat bagi anggota secara keseluruhan. Anggota dihadapkan pada pola piker yang tersetruktur dan terencana,
47
sehingga akan meningkatkan kualitas bagi mereka.
3. Pengambilan keputusan Program pembinaan
professional guru di Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan tegowanu Grobogan. Ada beberapa factor dalam pengambilan keputusan: (a) melihat jauh ke depan, (b) dapat memehami masalah, (c) bertanggung jaawab atas apa yang terjadi, (d) ikut partisipasi, (e) menambah input pengetahuan (f) menekankan arah perubahan dan inovasi, (g) supervisi terhadap keputusan pembelajaran.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kegiatan KKG dengan struktur orgenisasi yang jelas, pengelolaan organisasi KKG yang terstruktur dengan baik yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi, serta pengambilan keputusan mengenai program pembinaan program professional yang tepat bagi guru akan memberikan dampak positif dalam membimbing dan meningkatkan kualitas pola piker yang terstruktur dan
terencana
pada
anggotanya,
sehingga
akan
mempengaruhi juga pada peningkatan kualitasnya. Penelitian yang dilakukan oleh Mijahammudin (2009) “Peran kelompok Kerja Guru (KKG) dalam Meningkatkan Profesional Guru Sains Sekolah Dasar Kecamatan Seberang Ulu Palembang” mengungkapkan bahwa: Peran KKG sebagai salah satu wadah dalam pembinaan professional guru dilaksanakan dalam satu kali seminggu yang mayoritas pesrta hadir sesuai dengan jadwal kegiatan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam melaksanakan perannya KKG berperan aktif dalam menanggapi dan memecah-
48
kan persoalan-persoalan yang dihapai oleh gur yang ada di bawah gugus 3 dan peserta cukup berpartisipasi dan aktif dalam mengikuti kegiatan dalam memecahkan berbagai persoalan pembelajaran yang mereka hadapi. Selain itu aspek peran KKG dalam meningkatkan profesionalisme guru sains yang ada di gugus 3 dan menjadi focus utama dalam kegiatan KKG ini adalah aspek yang berkaitan langsung dengan peningkatan mutu pembelajaran seperti aspek penguasaan kurikulum, penguasaan materi, penguasaan alat peraga, penggunaan metode dan teknik evaluasi. Sedangkan aspek yang menyangkut pembinaan kepribadian guru seperti disiplin dalam arti luas dan komitmen terhadap tugas tidak terlalu menjadi focus utama dalam kegiatan KKG. http://pps.uny.ac,id/index.php?pilih=pustaka&mo d=yes&aksi=lihat&id=39
Peran KKG sebagai wadah pembinaan profesional guru
telah
dilaksanakan, terutama
dalam
menanggapi dan memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh guru dalam kegiatan pembelajaran, aspek peningkatan mutu pembelajaran, penguasaan kurikulum,
penguasaan
materi,
penggunaan
alat
peraga, penggunaan metode dan teknik evaluasi. Faktor
pembinaan
maupun sosial
yang
menyangkut
kepribadian
yang menyangkut kedisiplinan dan
komitmen terhadap tugas perlu dirumuskan dalam program kegiatan KKG. Dari kajian penelitian mengenai peran Kelompok Kegiatan Guru sebagai wadah pembinaan profesionalisme guru seperti yang disampaikan di atas, menunjukkan bahwa peran KKG sebagai wadah pem49
binaan professional guru keefektifannya masih sangat variatif
50