BAB II KAJIAN TEORI
2.1.
Konsep Perubahan Sosial Budaya Perubahan sosial merupakan proses wajar dan akan berlangsung terus
menerus, namun tidak semua perubahan sosial mengarah ke perubahan yang positif, pasti akan berdampak negatif terhadap kehidupan masyarakat. Membicarakan perubahan sosial, tidak dapat dipisahkan dari pembicaraan perubahan budaya. Perubahan sosial (social change) dan perubahan kebudayaan (cultural change) dapat dipisahkan untuk keperluan teori, akan tetapi di dalam kehidupan nyata, keduanya tidak terpisahkan. Kebudayaan dihasilkan oleh masyarakat, dan tidak ada masyarakat yang tidak berkebudayaan. Budaya ada karena adanya masyarakat. Perbedaan pengertian antara perubahan sosial dan perubahan budaya terletak pada pengertian masyarakat dan budaya yang diberikan. Tetapi pada umumnya, perubahan-perubahan budaya menekankan pada nilai, sedangkan perubahan sosial pada sistem pelembagaan yang mengatur tingkah laku anggota masyarakat (Usman Pelly dkk, 1994 :189). Teori evolusioner menganggap bahwa perubahan sosial melalui tahapantahapan tertentu yang semua masyarakat akan melalui ataupun mengikutinya. Perubahan terus berjalan terus, sampai suatu saat keujung perubahan, yang
6
merupakan batasan akhir perubahan sosial (Harston dalam M. Zaini Hasan dkk, 1996 : 231). Berikut ini adalah beberapa pendapat para ahli tentang perbubahan sosial yaitu : Menurut Selo Soemardjan (dalam Soerjono Soekanto, 1982 : 263) mengatakan perubahan sosial adalah suatu perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, temasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Soerjono Soekanto (1982 : 261) merumuskan perubahan sosial adalah “segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatau masyarakat, yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perilaku di antara kelompok dalam masyarakat”. Kingsley Davis (dalam Soerjono Soekanto, 1982
: 262) mengartikan
perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Misalnya timbulnya pengorganisasian buruh dalam masyarakat kapitalis telah menyebabkan perubahan-perubahan dalam hubungan antara buruh dengan majikan dan seterusnya menyebabkan perubahan-perubahan dalam organisasi ekonomi dan politik. Di sisi lain, Kingsley Davis (dalam M. Zaini Hasan dkk, 1996 : 85) mengatakan bahwa perubahan sosial adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat. Lebih lanjut lagi Kingleys Davis (dalam Soerjono Soekanto, 2002 : 308) mengatakan bahwa perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagiannya yaitu : kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan 7
seterusnya bahkan perubahan-perubahan dalam bentuk serta aturan-aturan organisasi sosial. Dari beberapa pendapat para ahli di atas, penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa terdapat pengertian yang sama tentang perubahan sosial yaitu perubahanperubahan yang terjadi pada suatu truktur dan lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perilaku di antara kelompok dalam masyarakat. Menurut Maclver (dalam Soerjono Soekanto, 1982 : 263) mengatakan perubahan sosial adalah “sebagai perubahan-perubahan dalam hubungan sosial (social relationships) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial”. Menurut Herbert Spencer (dalam M. Zaini Hasan dkk, 1996 : 231) mengatakan bahwa “perubahan sosial mengantar kehidupan manusia ke arah yang lebih kompleks”. Sedangkan Auguste Comte (dalam M. Zaini Hasan dkk, 1996 : 232) seorang ahli sosiologi prancis yang sering pula disebut sebagai pendiri sosiologi, berpendapat bahwa perubahan sosial dapat diciri dari perkembangan masyarakat melalui 3 tahap. Tahap-tahap yang dimaksud 1) tahap teologis (theological stage) yaitu tahap yang didasarkan atas nilai-nilai agamis, 2) tahap metafisik (methaphisical stage) merupakan tahap peralihan dari tahap percaya atas adikodrati tergeser oleh nilai-nilai budaya, dan 3) tahap positif atau ilmiah (positive of scientific stage) suatu tahap dimana masyarakat
8
berkeyakinan
akan
adanya
prinsip-prinsip
ilmiah
dalam
perubahan
masyarakat. Menurut J.L. Gillin dan J.P. Gillin (dalam Soerjono Soekanto, 1982 : 263) mengatakan “perubahan-perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan materil, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat”. Secara singkat Samuael Koenig (dalam Soerjono Soekanto, 1982 : 263) mengatakan bahwa “perubahan sosial menunjuk pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia yang terjadi karena sebab-sebab intern maupun sebab-sebab eksten”. Dari beberapa penjelasan para ahli di atas penulis mengambil sebuah kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan perubahan sosial adalah suatu perubahanperubahan yang terjadi dalam pola-pola kehidupan sosial yang menyangkut struktur masyarakat, hubungan-hubungan dalam masyarakat, kendisi geografis, kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan seterusnya bahkan perubahan-perubahan dalam bentuk serta aturan-aturan organisasi sosial yang merujuk ke arah yang lebih kompleks yang terjadi karena sebab-sebab intern maupun sebab ekstrn. Sebenarnya di dalam kehidupan sehari-hari, acap kali tidak mudah untuk menentukan letak garis pemisah antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan karena tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya tidak
9
mungkin ada kebudayaan yang tidak terjelma dalam suatu masyarakat. Dengan demikian, walaupun secara teoritis dan analitis pemisahan antara pengertianpengertian tersebut dapat dirumuskan, dalam kehidupan nyata garis pemisah tersebut sukar dapat dipertahankan. Hal yang jelas adalah perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan mempunyai satu aspek yang sama, yaitu keduanya bersangkut-paut dengan suatu penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu masyarakat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pada dewasa ini proses-proses pada perubahan sosial dapat diketahui dari adanya ciri-ciri tertentu, yaitu sebagai barikut : a. Tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya karena setiap masyarakat mengalami perubahan yang terjadi secara lambat atau secara cepat. b. Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakat tertentu, akan diikuti dengan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial lainnya. Karena lembaga sosial tadi sifatnya interdependen, maka sulit sekali untuk mengisolasi perubahan pada lembaga-lembaga sosial tertentu saja. c. Perubahan-perubahan sosial yang cepat biasanya mengakibatkan disorganisasi yang bersifat sementara karena berada di dalam penyesuaian diri. Disorganisasi akan diikuti oleh suatu organisasi yang mencakup pemantapan kaidah-kaidah dan nilai-nilai lain yang baru.
10
d. Perubahan-perubahan tidak dapat dibatasi pada bidang kebendaan atau bidang spiritual saja, karena kedua bidang tersebut mempunyai kaitan timbal balik yang sangat kuat. Peruahan sosial dan kebudayaan dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut : 1. Perubahan Lambat dan Perubahan Cepat Perubahan-perubahan yang memerlukan waktu lama dan rentetan-rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat dinamakan evolusi. Pada evolusi perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa rencana ataupun kehendak tertentu. Perubahan tersebut terjadi karena adanya usaha-usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluan-keperluan, keadaan-keadaan, kondisi-kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Rentetan perubahanperubahan tersebut tidak perlu sejalan dengan rentetan peristiwa-peristiwa di dalam sejarah masyarakat yang bersangkutan. Sementara itu perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung dengan cepat dan menyangkut dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat (yaitu lembaga-lembaga kemasyarakatan) lazimnya dinamakan revolusi. Unsur-unsur pokok revolusi adalah adanya perubahan yang cepat, dan perubahan tersebut mengenai dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat. Di dalam revolusi perubahan-perubahan yang terjadi dapat direncanakan terlebih dahulu atau
11
tanpa rencana. Ukuran kecepatan suatu perubahan yang dinamakan revolusi, sebenarnya bersifat relatif karena revolusi dapat memakan waktu yang lama.
2. Perubahan Kecil dan Perubahan Besar Sebagai pegangan dapatlah dikatakan bahwa perubahan-perubahan kecil merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat. Perubahan model pakaian misalnya tak akan membawa pengaruh apa-apa bagi masyarakat secara keseluruhan karena tidak mengakibatkan perubahan-perubahan pada lembagalembaga kemasyarakatan, dan kepadatan penduduk di Pulau Jawa telah melahirkan berbagai perubahan-perubahan yang besar (Soerjono Soekanto, 1982 : 269-277). Untuk memahami perubahan yang terjadi dalam masyarakat penting dikemukakan penyebab dari perubahan-perubahan tersebut. Secara umum penyebab dari perubahan sosial budaya dibedakan atas dua golongan besar, yaitu : 1. Perubahan yang berasal dari masyarakat itu sendiri a. Perkembangan ilmu pengetahuan Pengetahuan yang makin luas menghasilkan teknologi canggih yang kemudian mengubah kehidupan manusia. Jika pada zaman dahulu manusia mencari makan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan makanan, maka saat ini menanamnya. Jika dahulu manusia bertempat tinggal di gua-gua, di rumah-rumah dengan dinding alang-alang, maka saat ini manusia tinggal di rumah-rumah yang
12
lebih sehat dengan bermacam-macam model rumah. Jika dahulu alat angkut manusia sangat sederhana, maka saat ini manusia telah menggunakan alat-alat transportasi mesin yang canggih. Penemuan-penemuan baru akibat perkembangan ilmu pengetahuan tersebut, baik berupa teknologi maupun berupa gagasan-gagasan yang menyebar ke masyarakat, dikenal, diakui, dan selanjutnya diterima menimbulkan perubahan sosial.
b. Jumlah penduduk Masalah kependudukan yang menimbulkan perubahan sosial budaya pada umumnya adalah pertambahan penduduk akibat terjadinya urbanisasi, dan sebaliknya berkurangnya jumlah penduduk pada daerah-daerah yang ditinggalkan oleh orangorang yang berubanisasi tersebut. Urbanisasi penduduk ke kota-kota besar atau tempat-tempat lain yang menjanjikan harapan menimbulkan ketidakseimbangan antara luas daerah beserta sumber-sumber kehidupannya dengan jumlah penduduk yang ada. Akibatnya persaingan memenuhi kebutuhan hidup makin tinggi, pengangguran bertambah, dan keamanan serta ketertiban menjadi rawan. Keadaan seperti ini menimbulkan perubahan-perubahan baru seperti kehidupan sosial kelompok berubah menjadi corak kehidupan yang lebih individual, munculnya pekerjaan-pekerjaan baru seperti pencuci mobil dipinggir jalan, penyemer sepatu, perantara calo-calo, dan lain-lainnya. Daerah-daerah yang ditinggalkan mengalami
13
kelambanan dalam pembangunan, antara lain karena tenaga-tenaga potensial yang ada berubanisasi ke kota-kota (Brain drain). c. Pertentangan dan pemberontakan Pertentangan (konflik) dalam nilai dan norma-norma, politik, etnis dan agama dapat menimbulkan perubahan sosial-budaya yang luas. Pertentangan individu terhadap nilai-nilai dan norma-norma, serta adatistiadat yang telah berjalan lama akan menimbulkan perubahan bila individu-individu tersebut beralih dari nilai, norma, dan adat kebiasaan yang telah diikuti selama ini.
2. Perubahan yang berasal dari luar masyarakat, a. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain Adanya interaksi langsung (tetap muka) antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya akan menyebabkan saling pengaruh. Di samping itu, pengaruh dapat berlangsung pula melalui komunikasi satu arah, yakni komunikasi masyarakat dengan media-media massa. Interaksi budaya tidak menjamin timbulnya pengaruh satu budaya terhadap budaya lainnya. Suatu masyarakat dapat saja menolak, atau menyeleksinya terlebih dahulu baru kemudian menyerap unsur-unsur budaya yang sesuai.
14
b. Peperangan Peperangan yang terjadi antara satu masyarakat dengan masyarakat lain menimbulkan berbagai dampak seperti halnya dampak yang ditimbulkan oleh adanya pemberontakan dan pertentangan-pertentangan. Akan tetapi dampak negatif yang ditimbulkan oleh peperangan lebih dasyat karena peralatan perang biasanya lebih canggih pula. Di samping kedua faktor besar di atas, perubahan sosial budaya dapat terjadi karena penyebab alam, misalnya terjadinya kebanjiran, angin topan yang memaksa penduduk pindah ke pemukiman baru, yang tidak jarang berbeda situasi dan kondisinya dari pemukiman yang lama sehingga memaksa penduduk pula untuk menyesuaikan dirinya dengan keadaan alam, sosial dan budaya setempat (Usman Pelly dkk, 1994 : 191-194). Faktor yang menyebabkan perubahan sosial budaya dapat dibedakan atas dua faktor, yakni yang bersumber dari masyarakat itu sendiri dan yang bersumber dari lingkungan. Bertambah atau berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan baru, konflik masyarakat, pemberontakan atau revolusi, merupakan faktor-faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial budaya adalah lingkungan alam fisik, peperangan, pengaruh kebudayaan masyarakat lain (Usman Pelly dkk, 1994 : 39). Faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya proses perubahan adalah sebagai berikut :
15
a. Faktor-faktor yang mendorong jalannya proses perubahan : 1. Kontak dengan kebudayaan lain 2. Sistem pendidikan yang maju 3. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju. 4. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang 5. Sistem lapisan masyarakat yang terbuka 6. Penduduk yang heterogen 7. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu 8. Orientasi ke muka 9. Nilai meningkatkan taraf hidup
b. Faktor-faktor yang menghambat terjadinya perubahan : 1. Kurangnya hubungan dengan masyarakat-masyarakat lain 2. Perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat 3. Sikap masyarakat yang tradisionalistik 4. Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat atau vested interest 5. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada intergrasi kebudayaan 6. Prasangka terhadap hal-hal yang baru/asing 7. Hambatan ideologis 8. Kebiasaan 16
9. Nilai pasrah (Soerjono Soekanto, 1982 : 287).
2.2.
Konsep Kebudayaan dan Perubahan Budaya
2.2.1. Konsep Kebudayaan Kata “kebudayaan” berasal dari (bahasa Sansekerta) buddhayah yang merupakan bentuk jamak kata “buddhi” yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal”. Adapun istilah culture yang merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya kebudayaan berasal dari kata latin colera. Artinya mengelolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah atau bertani. Dari asal arti tersebut, yaitu colera kemudian culture, diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia mengolah dan mengubah alam. Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dipelajari dan dialami bersama secara sosial oleh para anggota suatu masyarakat. Selain itu, kebudayaan adalah suatu sistem norma dan nilai yang terorganisasi yang menjadi pegangan bagi masyarakat tersebut (Paul B. Horton dkk, 1999 : 58). Berikut ini beberapa pendapat para ahli tentang definisi kebudayaan adalah sebagai berikut : Menurut E.B. Tylor (dalam Antonius Atosokhi dkk, 2003 : 33) mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat dan lain
17
kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dengan kata lain, kebudayaan mencakup semua yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyrakat. Menurut Koentjaraningrat (dalam Usman Pelly dkk, 1994 : 22) menulis kata “kebudayaan” berasal dari bahasa Sansekerta “buddhayah”, yaitu bentuk jamak “buddhi” yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Senada dengan Bekker (dalam Usman Pelly dkk, 1994 : 22) menduga bahwa asal kata kebudayaaan berasal dari kata “Abhyudaya”, dari bahasa Sansekerta, dan mengartikan secara singkat kebudayaan sebagai penciptaan, penerbitan dan pengolaan nilai-nilai insani. Tercakup di dalamnya usaha menbudayakan bahan alam mentah serta hasilnya. Di dalam bahan alam, alam diri dan alam lingkungannya baik fisik maupun sosial, nilai-nilai diidentifikasikan dan dikembangkan sehinggah sempurna. Membudayakan alam memanusiakan manusia, menyempurnakan hubungan keinsanian merupakan kesatuan tak terpisahkan. Dari beberapa pendapat para ahli di atas, terdapat kesamaan arti tentang kebudayaan, sehingga penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta “buddhayah”, yaitu budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan adalah sesuatu yang telah dihasilkan oleh masyarakat, yang menyangkut pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
18
Menurut ilmu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 2002 : 180) Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardji (dalam Soerjono Soekanto, 1982 : 151) merumuskan “kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat”. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan untuk keperluan masyarakat. Menurut Kingsley Davis (dalam Soerjono Soekanto, 1982 : 266) mengatakan “kebudayaan mencakup segenap cara berfikir dan bertingkah laku, yang timbul karena interaksi yang bersifat komunikatif seperti panyampaian buah fikiran secara simbolis dan bukan karena warisan yang berdasarkan keturunan”. Dari beberapa pendapat para ahli di atas, penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat yang mencakup segenap cara berfikir dan bertingkah laku, yang timbul karena interaksi yang bersifat komunikatif seperti panyampaian buah fikiran secara simbolis dan bukan karena warisan yang berdasarkan keturunan. Menurut R. Linton (dalam Harsojo, 1999 : 92) mendefinisikan kebudayaan adalah “konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku, yang unsur pembentukannya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu”. 19
Menurut C. Kluckhohn dan W.H Kelly (dalam Harsojo, 1999 : 92-93) merumuskan kebudayaan adalah “pola hidup yang tercipta dalam sejarah, yang eksplisit, implisit, rasional, irasional, dan nonrasional, yang terdapat pada setiap waktu sebagai pedoman yang potensial bagi tingkah laku manusia”. Dari beberapa penjelasan tentang kebudayaan di atas, penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa bagi ilmu sosial, arti kebudayaan sangat luas, meliputi seluruh kelakuan dan hasil kelakuan manusia, yang teratur oleh tata kelakuan, yang harus didapatkannya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. a. Unsur-unsur Kebudayaan. Kebudayaan dari tiap-tiap bangsa dapat dibagi ke dalam suatu jumlah unsur yang tidak terbatas jumlahnya. Unsur kebudayaan dari yang terkecil sampai kepada yang merupakan gabungan yang terbesar, bersama-sama merupakan struktur kebudayaan. Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur besar maupun unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang bersifat sebagai kesatuan. Kluckhohn, dan juga ahli-ahli lain berpendapat bahwa ada tujuh unsur yang dapat dijumpai dalam kebudayaan manapun di dunia, yaitu : 1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (Pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transportasi dan sebagainya)
20
2. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (Pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi, dan sebagainya) 3. Sistem kemasyarakatan (Sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, dan sistem perkawinan) 4. Bahasa (lisan maupun tertulis) 5. Kesenian (Seni rupa, seni suara, seni gerak dan sebagainya) 6. Sistem pengetahuan 7. Religi (Sistem kepercayaan). Menurut Hoebel (dalam Paul B. Horton dkk, 1999 : 72) mengatakak bahwa “unsur adalah suatu kesatun corak perilaku yang dipelajari dan dianggap tak dapat diperkecil lagi, atau produk nyata yang dihasilkan oleh perilaku tersebut”. Hal-hal di atas sebagai universal culture, karena merupakan unsur-unsur yang sama dari kebudayaan, yang dapat ditemukan pada setiap kebudayaan mana pun juga. Hal ini dapat dibedakan dengan sub-culture, yaitu kebudayaan khusus, yang membedakan masyarakat yang satu dengan yang lain. Misalnya, kebudayaan Sunda, kebudayaan Batak, kebudayaan Dayak dan lain sebagainya. Selain itu, ada juga disebut counter culture, yaitu suatu kebudayaan yang berlawanan dengan kebudayaan induk, seperti : kenakalan remaja, pencurian dan bentuk-bentuk kejahatan lainnya (Antonius Atosokhi dkk, 2003 : 38).
21
2.2.2. Konsep Perubahan Budaya Perubahan budaya adalah suatu keadaan dalam masyarakat yang terjadi karena pada suatu masyarakat sudah tidak adanya lagi unsur-unsur kesesuaian dalam kebudayaan yang saling berbeda sehingga tercapai keadaan yang tidak serasi fungsinya bagi kehidupan. Semua terjadi karena adanya salah satu atau beberapa unsur budaya yang tidak berfungsi lagi, sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan di dalam masyarakat. Hal-hal yang akan berubah dalam kebudayaan yaitu: kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi dan filsafat bahkan perubahan dalam bentuk dan aturan-aturan organisasi sosial. Perubahan ini akan berjalan terus-menerus tergantung dari dinamika masyarakatnya. Perubahan budaya pada masyarakat biasanya ada yang disebabkan oleh masyarakat itu sendiri, ataupun berasal dari masyarakat pendatang. Biasanya penyebab perubahan yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri terjadi akibat adanya kelahiran, juga hal-hal baru serta media yang mereka lihat biasanya akan menimbulkan pengaruh positif maupun negatif bagi masyarakat itu sendiri. Begitu juga sebaliknya, dengan penyebap perubahan budaya yang diakibatkan
dengan
datangnya masyarakat dari luar yang biasanya terjadi karena adanya bencana alam, transmigrasi maupun lainnya. Mereka biasanya hanya mampu meninggalkan tempat tinggalnya yang sebelumnya, tetapi sulit bagi mereka meninggalkan budaya yang sudah ada dan menggantikannya dengan budaya yang baru. Salah satu contoh perubahan yang dilakukan masyarakat atau penduduk yang datang dari desa ke kota
22
atau sebaliknya. Masyarakat di desa biasanya hanya meniru atau mengikuti budaya yang dilakukan masyarakat dari kota tanpa memikirkan sisi positif dan negatifnya, mereka hanya berfikir bahwa budaya kota itu lebih maju dan harus mereka jadikan contoh, akibatnya mereka terkadang terjebak akan hal-hal negatif baru yang mereka tidak ketahui sebelumnya. Begitu pula sebaliknya, penduduk kota yang merasa lebih modern dan pintar akan teknologi biasanya cenderung pamer dengan budaya yang mereka biasa lakukan tanpa berfikir dampak negatif dan positif bagi masyarakat desa. Akibatnya tidak sedikit dari masyarakat desa justru meniru hal-hal buruk saja, tapi banyak juga hal-hal baik yang mereka contoh. Hal inilah yang terkadang dapat menimbulkan konflik dan perubahan kebudayaan pada masyarakat luas karena adanya perbedaan pandangan kebudayaan. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan zaman dan majunya IPTEK perbedaan pandangan tentang kebudayaan tersebut mulai hilang dan surut. Hal ini disebabkan karena mereka ingin budaya yang mereka miliki dapat disatukan dengan budaya-budaya dari kota dan dapat memperkaya budaya yang ada pada masyarakat, seperti : 1.
Gotong Royong Gotong royong atau saling bantu-membantu merupakan salah satu bentuk
solidaritas khas masyarakat agraris tradisional. Masyarakat ini terkait satu sama lain berdasarkan relasi sosial yang disebut dengan kepercayaan. Dalam pelaksanaanya biasanya masyarakat menjalin sebuah kerja sama demi tujuan bersama. Dilihat secara aspek sosiologis yang ditimbulkan oleh pola ini menjadikan masyarakat yang saling
23
hidup berinteraksi mempunyai jiwa persatuan dan kesatuan yang berlandaskan dengan kebersamaan. Hal inilah yang menjadikan seluruh elemen masyarakat kuat dalam konsolidasi diseluruh elemen masyarakat. Gotong royong menjadikan kehidupan berkelompok manusia Indonesia lebih berdaya dan sejahtera. Dengan gotong royong berbagai permasalahan kehidupan bersama bisa terpecahkan secara mudah dan murah, demikian halnya dengan kegiatan pembangunan masyarakat. Implementasi nilai gotong rotong dalam kehidupan masyarakat terkandung makna kesetaraan, keadilan, kebersamaan, kepedulian, dan mengacu kepada kepentingan bersama. Budaya gotong royong adalah cerminan perilaku yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia sejak zaman dahulu. Bilamana dilakukan kajian di seluruh wilayah Indonesia, maka akan ditemukan praktek gotong royong tersebut dengan berbagaimacam istilah dan bentuknya, baik sebagai nilai maupun sebagai perilaku. Gotong royong merupakan suatu sistem pengerahan tenaga tambahan dari luar kalangan keluarga untuk mengisi kekurangan pada masa-masa sibuk dalam aktivitas yang memerlukan tenaga banyak, misalnya dalam rangka bercocok tanam. Untuk keperluan itu, dengan adat sopan santun yang sudah tetap, seorang petani meminta beberapa orang lain sedesanya, misalnya untuk membantu dalam mempersiapkan sawahnya untuk masa penanaman yang baru. Petani tuan rumah hanya harus menyediakan makan siang tiap hari untuk temannya yang datang membantu selama
24
pekerjaan berlangsung. Kompensasi lain tidak ada, tetapi yang minta bantuan tadi, tiap saat bersedia apabila mereka memerlukan bantuannya. Berikut beberapa pengertian gotong royong menurut para ahli yaitu : Menurut Sakjoyo dan Pujiwati Sakjoyo (dalam Selvi S. Padeo, 2012 : 88) mengemukakan gotong royong merupakan adat istiadat tolong menolong antara warga dalam berbagai macam lapangan aktivitas sosial, baik berdasarkan hubungan tetangga kekerabatan yang berdasarkan efisien yang sifatnya praktis dan ada pula aktifitas kerja sama yang lain. Menurut Koenjaraningrat (dalam Selvi S. Padeo, 2012 : 87) mengemukakan gotong royong merupakan suatu konsep yang erat sangkut pautnya dengan kehidupan masyarakat sebagai petani pada masyarakat agraris. Gotong royong merupakan suatu sistem pengarahan tenaga tambahan dari luar keluarga untuk mengisi kekurangan dalam rangka aktifitas produksi bercocok tanam. Dari beberapa penjelasan para ahli di atas penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan gotong royong adalah merupakan adat istiadat tolong menolong dan bentuk kerja sama antara warga dalam berbagai macam lapangan aktivitas sosial yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. 2. Konsep Masyarakat Masyarakat adalah merupakan wadah untuk membentuk kepribadian diri setiap warga kelompok manusia atau suku yang berbeda satu dengan yang lainnya. Selain itu, Masyarakat adalah kelompok manusia yang tinggal menetap dalam suatu wilayah yang tidak terlalu jelas batas-batasnya, berinteraksi menurut kesamaan pola
25
tertentu, diikat oleh suatu harapan dan kepentingan yang sama, yang keberadaannya berlangsung kontinyu, dengan suatu rasa identitas yang sama. Dalam bahasa ingris masyarakat disebut society, yang berasal dari kata latin, socius, yang berarti : teman atau kawan. Kata “masyarakat” berasal dari bahasa Arab, syirk sama-sama menunjuk pada apa yang kita maksud dengan kata masyarakat, yakni sekelompok orang yang saling mempengaruhi satu sama lain dalam suatu proses pergaulan, yang berlangsung secara berkesinambungan. Pergaulan ini terjadi karena adanya nilai-nilai, norma-norma, cara-cara dan prosedur serta harapan dan keinginan yang merupakan kebutuhan bersama. Hal-hal yang disebut terakhir inilah merupakan tali pengikat bagi sekelompok orang yang disebut masyarakat (Antonius Atosokhi Gea dkk, 2003 : 30-31). Berikut beberapa pendapat dari para ahli mengenai konsep masyarakat adalah sebagai berikut : Menurut Bouman (dalam M. Zaini Hasan dkk, 1996 : 12) mengatakan bahwa “masyarakat adalah pergaulan hidup yang akrab antara manusia, dipersatukan dengan cara tertentu oleh hasrat-hasrat kemasyarakatan mereka”. Menurut Horton (dalam M. Zaini Hasan dkk, 1996 : 12-13) mengatakan masyarakat adalah sekumpulan manusia yang relatif mandiri, yang hidup bersama-sama dalam waktu relatif lama mendiami kawasan tertentu, memiliki kebudayaan relatif lama, serta melakukan aktivitas yang cukup lama pada kelompok tersebut. Lebih lanjut Horton (dalam M. Zaini Hasan dkk, 1996 : 247) mengatakan bahwa masyarakat adalah sekelompok orang yang hidup
26
dalam suatu wilayah tertentu, yang memiliki pembagian kerja yang berfungsi khusus dan saling tergantung (interdependent), dan memiliki sistem sosial budaya yang mengatur kegiatan para anggota, yang memiliki kesadaran akan kesatuan dan perasaan memiliki, serta mampuh untuk bertindak dengan cara yang teratur. Menurut Linton (dalam Usman Pelly dkk, 1994 : 28) mengemukakan bahwa “masyarakat adalah sekelompok manusia yang telah cukup lama dan bekerjasama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya sebagai salah satu kesatuan sosial dengan batasan-batasan tertentu”. Menurut Maclver (dalam Harsojo, 1999 : 127) mengatakan masyarakat adalah “satu sistem dari cara kerja dan prosedur, dari otoritas dan saling bantu-membantu yang meliputi kelompok-kelompok dan pembagian sosial lain, sistem dan pengawasan tingkah laku manusia dan kebebasan”. Dari beberapa pendapat para ahli di atas penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup bersama-sama untuk mendiami wilayah tertentu dan saling bergaul serta mempunyai kebudayaan, dan memiliki pembagian kerja, dalam waktu relatif lama, saling tergantung (interdependent), memiliki sistem sosial budaya yang mengatur kegiatan para anggota, serta memiliki kesadaran akan kesatuan dan perasaan memiliki, mampuh untuk bertindak dengan cara yang teratur, dan bekerja sama dalam melakukan aktivitas yang cukup lama pada kelompok tersebut.
27
Menurut M. J. Herskovitz (dalam Usman Pelly dkk, 1994 : 28) mengatakan bahwa “masyarakat adalah kelompok individu yang diorganisasikan yang mengikuti satu cara hidup tertentu”. Kemudian J.L. Gillin dan J.P. Gillin (dalam Abu Ahmadi, 1986 : 56) mengatakan bahwa “masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama”. Menurut Banks, Clegg dan Stewart (dalam M. Zaini Hasan dkk, 1996 : 79) mengatakan
bahwa “masyarakat adalah suatu kelompok hidup manusia disuatu
wilayah tertentu, yang telah berlangsung dari generasi ke generasi, dan sedikit banyak independen (self sufficient) terhadap kelompok hidup lainnya”. Menurut
Koentjaraningrat
(dalam
Usman
Pelly dkk,
1994
:
29)
mengemukakan masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan yang terikat oleh rasa identitas bersama. Lebih lanjut Koentjaraningrat (2002 : 144) mendefinisikan masyarakat adalah memang sekumpulan manusia yang saling “bergaul”, atau dengan istilah ilmiah, saling “berinteraksi”. Menurut Kingsley Davis (dalam Soerjono Soekanto, 1982 : 266) mengatakan masyarakat adalah “sistem hubungan dalam arti hubungan antara organisasiorganisasi, dan bukan hubungan antar sel-sel”. Dari beberapa penjelasan para ahli di atas, penulis mengambil sebuah kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat adalah sekelompok manusia yang telah cukup lama hidup dalam suatu wilayah tertentu dan saling bekerja sama, memiliki pembagian kerja sehingga mereka dapat berorganisasi serta mempunyai
28
kebiasaan-kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
2.2.3. Faktor-faktor Perubahan Budaya Perubahan budaya suatu bangsa dari masa ke masa disebabkan karena budaya hidup, tumbuh, berkembang, dan kerena itu selalu berubah. Gerak perubahan ini tampak lambat pada bangsa-bangsa sederhana dan cepat pada bangsa-bangsa modern. Perubahan-perubahan ini desebabkan, di samping keadaan alam dan perbedaan ras, maka di samping itu pula karena adanya hubungan-hubungan yang baru. Mungkin pada suatu saat ada penemuan yang besar pengaruhnya bagi pertumbuhan kebudayaan. Tidak ada kebudayaan yang bersifat statis. Setiap individu dan setiap generasi melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan kepribadian mereka dan sesuai dengan tuntutan zamannya. Terkadang diperlukan benyak penyesuaian, dan banyak tradisi masa lampau ditinggalkan, karena tidak sesuai dengan tuntutan zaman baru. Generasi baru tidak hanya mewarisi suatu edisi kebudayaan baru, melainkan suatu versi kebudayaan yang direvisi. Kebudayaan pun mengalami perubahan. Perubahan tersebut disebebkan oleh beberapa faktor. Pertama, Perubahan yang disebabkan dalam lingkungan alam, misalnya perubahan iklim, kekuranagan bahan makanana atau bahan bakar, atau
29
berkurangnya jumlah penduduk. Semua ini memaksa orang untuk beradaptasi. Mereka tidak dapat mempertahankan cara hidup lama, tetapi harus manyesuaikan situasi dan tantangan baru. Kedua, perubahan yang disebabkan oleh adanya kontak dengan suatu kelompok masyarakat yang memilki norma-norma, nilai-nilai, dan teknologi yang berbeda. Kontak budaya bisa terjadi secara damai, bisa juga tidak, bisa dengan sukarela, bisa juga dengan terpaksa. Ketiga, perubahan yang terjadi karena discovery (penemuan) dan invention (penciptaan bentuk baru). Discovery adalah suatu bentuk penemuan baru yang berupa persepsi mengenai hakikat suatu gejala atau hakikat hubungan antar dua gejala atau lebih. Discovery biasanya membuka pengetahuan baru tentang sesuatu yang pada dasarnya sudah ada. Misalnya, penemuan penemuan bahwa bukan matahari yang berputar mengelilingi bumi, melainkan bumilah yang mengelilingi matahari membawa perubahan besar dalam pemahaman manusia tentang alam semesta. Invention adalah penciptaan bentuk baru dengan mengkombinasikan kembali pengetahuan dan meteri-materi yang ada. Misalnya penciptaan mesin uap, pesawat terbang. Keempat, perubahan yang terjadi karena suatu masyarakat atau suatu bangsa mengadopsi beberapa elemen kebudayaan meterial yang telah dikembangkan oleh bangsa lain di tempat lain. Pengadopsian elemen-elemen kebudayaan yang bersangkutan dimungkinkan oleh yang disebut difusi, yakni proses persebaran unsur-
30
unsur kebudayaan dari masyarakat yang satu ke masayarakat yang lain. Pengadopsian seperti ini membawa perubahan-perubahan budaya terhadap kehidupan masyarakat. Kelima, perubahan yang terjadi karena suatu bangsa memodifikasi cara hidupnya dengan mengadopsi suatu pengetahuan atau kepercayaan baru, atau karena perubahan dalam pandangan hidup dan konsepsinya tentang realitas. Perubahan ini biasanya berkaitan dengan munculnya pemikiran ataupun konsep baru dalam bidang filsafat, IPTEK dan agama (dalam Rafael Raga Maram, 2007 : 50-52). Faktor-faktor yang mendorong dan mempengaruhi perubahan budaya meliputi hal-hal sebagai berikut : a. Perubahan lingkungan alam (musin, iklim) b. Perubahan kependudukan (jumlah, penyebaran, dan kerapatan penduduk) c. Perubahan struktur sosial (organisasi pemerintahan, politik, Negara, dan hubungan internasional) d. Perubahan nilai dan sikap (sikap mental penduduk, kedisiplinan, dan kejujuran para pemimimpin). Dalam hubungan antara kebudayaan-kebudayaan satu dengan yang lain, sudah jelas kebudayaan yang datang dari luar bisa mengubah sifat atau corak kebudayaan yang asli. Dalam keadaan semacam ini maka ada yang disebut dengan asimilasi, akulturasi, adaptasi dan lain-lain.
31
Asimilasi yaitu suatu proses pencampuran kebudayaan dari kelompokkelompok manusia yang berbeda-beda kebudayaanya, saling bergaul secara insentif sehingga menimbulkan budaya baru. Dengan kata lain, bercampur menjadi satu atau meninggal sehingga terjelma suatu kebudayaan baru dari hasil pencampuran itu. Contoh kebudayaan Hindu-Bali. Akulturasi yaitu suatu proses dimana suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari kebudayaan asing yang berbeda, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun mempengaruhi kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan sendiri. Adaptasi yaitu bersedia menerima kebudayaan bangsa asing dengan tidak mengerbankan kebudayaan sendiri (dalam Abu Ahmadi, 1986 : 94). Selain itu, ada 2 faktor terjadinya perubahan budaya adalah : 1. Faktor Intern a. Perubahan Demografis Perubahan demografis disuatu daerah biasanya cenderung terus bertambah dan akan mengakibatkan terjadinya perubahan diberbagai sektor kehidupan, contoh di bidang perekonomian : pertambahan penduduk akan mempengaruhi persedian kebutuhan pangan, sandang, dan papan.
32
b. Konflik Sosial Konflik sosial dapat mempengaruhi terjadinya perubahan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Contoh konflik kepentingan antara kaum pendatang dengan penduduk setempat di daerah transmigrasi, untuk mengatasinya pemerintah mengikutsertakan penduduk setempat dalam program pembangunan bersama-sama para transmigran. c. Bencana Alam Bencana alam yang menimpa masyarakat dapat mempengaruhi perubahan. contoh bencana banjir, longsor, letusan gunung berapi masyarakat akan dievakuasi dan dipindahkan ketempat yang baru, disanalah mereka harus beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan budaya setempat sehingga terjadi proses asimilasi maupun akulturasi. d. Perubahan Lingkungan Alam Perubahan lingkungan ada beberapa faktor misalnya pendangkalan muara sungai yang membentuk delta, rusaknya hutan karena erosi atau perubahan iklim sehingga membentuk tegalan. Perubahan demikian dapat mengubah kebudayaan hal ini disebabkan karena kebudayaan mempunyai daya adaptasi dengan lingkungan setempat.
33
2. Faktor Ekstern a. Perdagangan Indonesia terletak pada jalur perdagangan Asia Timur dengan India, Timur Tengah bahkan Eropa Barat. Itulah sebabnya Indonesia sebagai persinggahan pedagang-pedagang besar selain berdagang mereka juga memperkenalkan budaya mereka pada masyarakat setempat sehingga terjadilah perubahan budaya dengan percampuran budaya yang ada. b. Penyebaran Agama Masuknya unsur-unsur Agama Hindu dari India atau Budaya Arab bersamaan proses penyebaran Agama Hindu dan Islam ke Indonesia demikian pula masuknya unsur-unsur budaya barat melalui proses penyebaran Agama Kristen dan Kolonialisme. c. Peperangan Kedatangan bangsa barat ke Indonesia umumnya menimbulkan perlawanan keras dalam bentuk peperangan, dalam suasana tersebut ikut masuk pula unsur-unsur budaya bangsa asing ke Indonesia. http://alukmalay.blogspot.com/2013/04/perubahan-kebudayaan-dan-faktorfaktor.html
34