BAB II KAJIAN TEORI
A. Landasan Teori Tentang Siswa Inklusi 1.
Pengertian Siswa Inklusi Siswa adalah siapa saja yang terdaftar sebagai objek didik disuatu lembaga pendidikan.14Siswa ini adalah anak didik yang harus dikembangkan kemampuannya oleh sekolah untuk menjadi pribadi yang siap ditengah – tengah masyarakat. Inklusi adalah berasal dari kata inclusion yang berarti penyatuan. Dapat berarti pula bahwa tujuan pendidikan bagi siswa yang memiliki hambatan, keterlibatan yang sebenarnya dari tiap anak dalam kehidupan sekolah yang menyeluruh.15 Siswa inklusi sendiri adalah anak berkebutuhan khusus yang ikut serta belajar di kelas “umum/ biasa” dengan anak –anak lainnya, seperti anak yang memiliki kesulitan melihat atau mendengar, yang tidak dapat berjalan atau lebih lamban dalam belajar dan juga anak autis.16 Jadi, definisi siswa inklusi adalah siswa berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah umum bersama – sama dengan siswa normal, yang
14
Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas dan Siswa, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996, hlm. 11 15 J. David Smith, Inklusi Sekolah Ramah Untuk Semua, Bandung: Nuansa, 2006, hlm. 45 16 http://www. Blogger.com/feeds/5263643712975895083/posts/default
mana anak berkebutuhan khusus itu disertai dengan pemberian layanan pendidikan yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya sehingga mereka tidak merasa diabaikan. 2.
Macam-macam siswa inklusi Macam – macam Anak Berkebutuhan Khusus pada siswa inklusi adalah: a. Tuna Netra atau Anak yang Mengalami Gangguan Pengelihatan Di dalam pergaulan sehari – hari tidak dirasakan adanya urgensi untuk memahami benar – benar tentang hakikat anak tuna netra. Kebutuhan untuk membedakan arti kata tuna netra dan buta juga tidak dirasakan pentingnya. Tetapi bagi seorang pendidik atau guru bagi anak – anak tuna netra, pengertian tentang pengertian perbedaan arti antara kata tuna netra dan buta menjadi keutuhan mutlak. Kata tuna netra berasal dari kata – kata tuna dan netra yang masing – masing berarti rusak dan mata. Jadi tuna netra berarti rusak mata ata rusak pengelihatan. Jika tuna netra berarti pengelihatan yang rusak, maka anak tuna netra adalah anak yang rusak pengelihatannya.17 Atau juga bisa diartikan, Tuna Netra adalah anak yang mengalami gangguan daya
17
DEPDIKBUD, Ortodidaktik Anak Tuna Netrai. 6
pengelihatannya, berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat – alat bantu khusus.18 Dari keterangan di atas dapat penulis simpulkan bahwa anak tuna netra itu belum tentu buta, sedangkan orang buta itu pasti tuna netra. Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa kebutaan adalah tingkat ketuna netraan yang paling berat. 1)
Ciri-ciri anak tuna netra Anak Tunanetra dapat dikenali dengan ciri-ciri sebagai berikut: a) Tidak mampu melihat, b) Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter, c) Kerusakan nyata pada kedua bola mata, d) Sering meraba-raba atau tersandung waktu berjalan, e) Mengalami kesulitan mengambil benda kecil didekatnya, f) Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh atau bersisik atau kering, g) Pandangan hebat pada kedua bola mata, h) Mata bergoyang terus. Nilai standar: 4, artinya 4 dari 8 ciri pada anak, mereka dikategorikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan khusus.
2)
18
Kebutuhan pembelajaran Anak Tuna Netra
Direktorat PLB, Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi, Alat Identifikasi Anak Bekebutuhan Khusus, 6 –7
Karena keterbatasan anak tuna netra, maka pembelajaran bagi anak tuna netra harus mengacu kepada prinsip-prinsip: a) Kebutuhan akan pengalaman konkrit b) Kebutuhan akan pengalaman memadukan c) Kebutuhan akan berbuat dan bekerja dalam belajar 3)
Media Pendidikan Anak Tuna Netra Media bagi anak tuna netra dikelompokkan menjadi dua yaitu: a) Kelompok buta dengan media pendidikannya adalah tulisan Braille. b) Kelompok low vision dengan medianya adalah tulisan awas yang di modifikasi (misal huruf diperbesar, penggunaan alat pembesar tulisan).19
b. Tunarungu atau anak yang mengalami gangguan pendengaran. Secara normal orang mampu menangkap rangsangan atau stimulus yang berbentuk suara secara luas baik dari segi kuatnya atau panjang pendek serta frekuensinya. Namun mengalami masalah pada indra pendengarannya berarti kemampuan dalam hal ini akan menurun, berkurang atau hilang sama sekali. Kerusakan pada alat pendengar tersebut beragam ada yang karena bagian luar telinga yang rusak, bagian tengah atau bagian dalam. Dapat juga rusak satu telinga saja atau keduanya. Individu 19
Direktorat PLB, Alat Identifikasi, 10.
mungkin juga hanya berkurang sedikit pendengarannya (ini termasuk yang ringan), sedang, atau sama sekali tuli (berat). Adapun pengertian tunarungu akan dijelaskan di bawah ini. Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendemgarannya
sehingga
tidak
atau
kurang
mampu
berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus. 1)
Ciri-ciri anak tunarungu Anak tunarungu memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a) Secara nyata tidak mampu mendengarkan b) Terlambat perkembangan bahasa, c) Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi, d) Kurang atau tidak tanggap bila diajak bicara, e) Ucapan kata tidak jelas, f) Kualitas suara aneh atau monoton, g) Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar, h) Banyak perhatian terhadap getaran, i) Keluar cairan nanah dari kedua telinga.
Nilai standar: 6 artinya 6 dari 9 ciri pada anak, mereka dikategorikan
sebagai
anak
yang
memerlukan
pendidikan
khusus.20 Adapun ciri-ciri yang dimiliki anak tunarungu menurut Nur’aeni dalam bukunya intervensi dini bagi anak bermasalah adalah: a) Sering tampak bengong atau melamun b) Sering bersikap tak acuh, c) Kadang bersifat agresif d) Perkembangan sosialnya terbelakang e) Kesimbangannya kurang f) Kepalnya sering miring g) Sering meminta agar orang mau mengulang kalimatnya. h) Jika bicara membuat suara-suara tertentu. i) Jika berbicara sering menggunakan juga tangan. j) Jika bicara terlalu keras atau sebaliknya, sering sangat monoton, tidak tepat dan kadang menggunakan suara hidung.21 c. Tunadaksa atau kelainan anggota tubuh atau gerakan Istilah tunadaksa merupakan istilah lain dari cacat tubuh atau tuna fisik yaitu berbagai kelainan bentuk tubuh yang mengakibatkan
20 21
Direktorat PLB, Alat Identifikasi, 11 Nur’aeni, Intervensi Dini Bagi Anak Bermasalah, (Jakarta: Rineka Cipta, cet. I 1997), 119
kelainan fungsi dari tubuh untuk melakkan gerakan-gerakan yang dibutuhkan.22 Dalam Ortopedagogik anak tuna daksa juga di jelaskan bahwa istilah tunadaksa berasal dari kata “tuna yang bearti rugi, kurang dan daksa berarti tubuh”. Tuna daksa ditujukan bagi mereka – mereka yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna, misalnya buntu atau cacat. Demikian pula untuk istilah tuna tubuh.23 Kelainan itu disebabkan Karena sebab-sebab yang terjadi sebelum kelahiran (dalam kandungan), seperti penyakit atau kekurangan gizi pada ibu yang mengandung bayi, sebab-sebab yang terjadi pada saat kelahiran, seperti pertolongan melahirkan dengan menggunakan alat bantu tetapi salah satu pemasangan, sebab-sebab setelah lahir, seperti bayi yang lahir sehat, karena kurang perawatan, terkenal penyakit infeksi, dan sebab-sebab lainnya. a) Ciri-ciri anak tunadaksa dapat dilukiskan sebagai berikut: 1) Anggota gerak tubuh kaku atau lemah atau, lumpuh. 2) Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurnya, tidak lentur atau tidak terkendali), 3) Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap atau tidak sempurna atau lebih kecil dari biasa. 22
Muhammad Toha Muslim. M. Sugiarmin, Ortopedi Dalam Pendidikan Anak Tunadaksa, (DEPDIKBUD, 1996), 6. 23 Musjafak Assjari, Ortopedagogik Anak Tunadaksa, (DEPDIKBUD), 33
4) Terdapat cacat pada alat gerak, 5) Jari tangan kaku dan tidak dapat menggemgam, 6) Kesulitan pada saat berdiri atau berjalan atau duduk, dan menunjukkan sikap tubuh tidak normal, 7) Hiperaktif tidak dapat tenang. Nilai sandar: 5, artinya 5 dari 8 ciri pada anak, mereka dikategorikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan khusus.24 b) Kebutuhan pembelajaran anak tunadaksa Guru sebelum memberikan peleyanan dan pengajaran bagi anak tunadaksa harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Segi medisnya Apakah ia memiliki kelainan khusus seperti kencing manis atau pernah dioperasi, masalah lain seperti harus minum obat dan sebagainya.
24
Direktorat PLB, Alat Identifikasi, 14
2) Bagaimana kemampuan gerak dan bepergiannya Apakah anak bersekolah menggunakan transportasi, alat
bantu
dan
sebagainya, ini berhubungan dengan
lingkungan yang harus dipersiapkan. 3) Bagaimana komunikasinya Apakah
anak
mengalami
kelainan
dalam
berkomunikasi, dan alat komunikasi apa yang digunakan (lisan, tulisan, isyarat) dan sebagainya. 4) Bagaimana perawatan dirinya Apakah anak dapat melakukan perawatan diri dalam aktivitas kegiatan sehari-hari. 5) Bagaimana posisinya. Di sini dimaksudkan tentang bagaimana posisi anak tersebut di dalam menggunakan alat bantu, posisi duduk dalam menerima pelajaran, waktu istirahat, waktu kekamar kecil, makan dan sebagainya. Dalam hal ini physical therapis sangat diperlukan.25 d. Tuna grahita, atua keterbelakangan kemampuan intelektual Tunagrahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas di bawah rata-rata, di samping itu mereka mengalami kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang abstrak, yang sulit-sulit, dan yang berbelit25
Ibid, 15-16
belit. Mereka kurang atau terbelakang atau tidak berhasil bukan untuk sehari dua hari atau sebelum dua bulan tetapi untuk selamanyalamanya, dan bukan hanya dalam satu dua hal tetapi hamper segalagalanya,
lebih-lebih
dalam
pelajaran
seperti
mengarang,
menyimpulkan isi bacaan, menggunakan simbol-simbol, berhitung dan dalam semua pelajaran yang bersifat teoritis. Dan mereka juga kurang atau terhambat dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.26 Untuk mengetahui tingkat kecerdasan seseorang, secara umum biasanya diukur melalui tes intelgensi yang hasilnya disebut dengan IQ (Intelligence Quotient), yang dapat dibagi menjadi: 1)
Tunagrahita ringan biasanya memliki IQ 70-55
2)
Tunagrahita sedang biasanya memiliki IQ 55-40
3)
Tunagrahita berat biasanya memiliki IQ 40-25
4)
Tunagrahita berat sekali biasanya memiliki IQ <25 Para ahli Indonesia menggunakan klasifikasi sebagai berikut:
1)
Tunagrahita ringan IQnya 50-75
2)
Tunagrahita sedang IQnya 30-50
3)
Tunagrahita berat dan sangat berat IQnya kurang dari 30.27
a)
26 27
Ciri-ciri anak tunagrahita antara lain
Amin, Ortopedagogik Anak Tunagrahita, (Depdikbut, 1995) 11 Amin, Ortopedagogik Anak Tunagrahita, (Dekdikbud, 1995), 11
1) Perkembangan
senantiasa
tertinggal
disbanding
teman
sebayanya, bahkan kadang-kadang ada tahap perkembangan yang dilewati. 2) Tidak mampu mengubah cara hidupnya, ia cenderung rutin, jika terjadi hal baru di lingkungan ia menjadi bingung dan risau. 3) Perhatiannya tidak dapat bertahan lama, sangat singkat. 4) Kemampuan
berbahasa
dan
berkomonikasinya
terbatas,
umumnya anak-anak gagap. Bagi mereka yang cacatnya berat cenderung bisu. 5) Sering tidak mampu menolong diri sendiri. 6) Motif belajarnya rendah sekali 7) Irama perkembangannya tidak rapi, suatu saat mungking meningkat tinggi, tetapi saat lain bahkan menurun kuat. 8) Acuh tak acuh pada lingkungannya. 9) Jarang menirukan tingkah laku orang tua. 10) Penampilan fisiknya juga beda dengan teman sebayanya. 11) Ia sering gagal menghadapi lingkungannya tetapi tidak pernah mau berusaha.28 b)
28
Upaya pendidikan dan mengatasi masalah
Nur’aeni, Intervensi Dini, 107-108
Pendidikan
atau
layanan
anak
harus
senantiasa
ditingkatkan dengan beberapa cara antara lain: 1)
Setiap hal yang baru harus diulang-ulang
2)
Tugas-tugas harus singkat dan sederhana
3)
Senantiasa menggunakan kalimat dengan kosakata yang
sederhana 4)
Gunakan selalu peragaan dan mengulang prosesnya jika
mengajar mereka. 5)
Pengalaman yang bersifat kerja seluruh alat indra harus
selalu diupayakan. 6)
Mengajarkan sesuatu harus dipotong dipecah manjadi
bagian yang kecil sehingga mudah ditangkap anak. 7)
Dorong dan bantu anak untuk bertanya dan mengulang.
8)
Beri selalu kemudahan hingga anak mau melatih motor
halus dan kasarnya terus menerus. 9)
Sebelum melatihkan hal yang baru usahakan agar anak
lebih dahulu meletakkan perhatian penuh. 10)
Beri senantiasa perhatian penuh.
11)
Dorong agar orang tua mengikutsertakan anaknya pada
kelompok atau organisasi olahraga untuk anak cacat mental yang ada. Dan lain-lain.29 e. Lamban belajar (slow learner) Yang disebut anak lamban belajar adalah mereka yang mempunyai masalah bahasa, baik berupa bahasa ujaran maupun bahasa tulisan. Kita semua tahu bahwa bahasa adalah alat berpikir. Sehingga jika seseorang mempunyai masalah dalam berbahasa, maka berarti akan menghadapi masalah besar dalam kehidupan ini. Dan dia akan sulit memahami kosep, sulit menerima informasi, sulit mengutarakan isi hatinya, sulit berbicara, sukar membaca, menulis, dan susah menghitung.30 Lamban belajar (slow learner) juga bias diartikan anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita (biasanya memiliki IQ sekitar 70-90). Dalam beberapa hal mengalami hambatan atau keterlambatan berpikit, merespon rangasangan dan adaptasi social, tetapi masih jauh lebih baik disbanding dengan yang tunagrahita, lebih lamban dibandign dengan normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-
29 30
Nur’aeni, Intervensi Dini, 108-109 Ibid, 112-113
ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik, dan karenya memerlukan pelayanan pendidikan khusus. a) Ciri-ciri yang dapat diamati pada anak lamban belajar: 1- Rata-rata prestasi belajarnya selalu rendah (kurang dari 6) 2- Dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandingkan teman-teman seusianya. 3- Daya tangkap terhadap pelajaran lambat 4- Pernah tidak naik kelas. Nilai standar: 4 artinya 4 dari 4 ciri pada anak, mereka dikategorikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan khusus. b) Anak lamban belajar (slow learner) memeliki kebutuhan pembelajaran khusus antara lain: 1) Waktu yang lebih lama disbanding anak yang normal, 2) Ketelatenan dan kesabaran guru untuk tidak terlalu cepat dalam memberikan penjelasan. 3) Diperbanyak latihan daripada pemahaman 4) Menuntut digunakannya media pembelajaran yang variatif oleh guru. 5) Diperbanyak kegiatan remedial. f. Anak berbakat (kemampuan dan kecerdasan luar biasa) Dalam kenyataan sesungguhnya tidak hanya anak cacat atau berkelainan saja yang mempunyai masalah. Anak yang memiliki IQ
diatas rata-rata pun akan menghadapi rumit jika mereka ini tidak mendapatkan perhatian dan penangangan khusus dan serius. Indonesia mempunyai perumusan tersendiri tentang anak berbakat ini yang dicamtumkan dalam rencana tujuh tahun pelayanan pendidikan anak berbakat (1982-1989). Menjelaskan: Bahwa yang dimaksud dengan (anak) yang berbakat ialah mereka yang karena memiliki kemampuan-kemampuan luar biasa unggul, mencapai prestasi yang tinggi. Di antaranya termasuk unggul secara konsisten dalam kapasitas intelektual umum, kapasistas akademik khusus, dalam bidang pemikiran kreatif-produktif, bidang kenestetik atau psikomotorik, dan dalam bidang psikososial. Mereka membutuhkan program pendidikan berorganisasi dan atau pelayanan pendidikan khusus di luar jangkauan, apa yang diberikan dalam program sekolah biasa, agar dapat mewujudkan dirinya maupun sumbang-nya terhadap masyarakat materi pendidikan dan kebudayaan 1982.31 a)
Anak berbakat memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Membaca pada usia lebih muda 2) Membaca lebih cepat dan lebih banyak 3) Memiliki perbendaharan kata yang banyak dan luas, 4) Mempunyai rasa ingin tahu yang kuat
31
Nur’aeni, Intervensi Dini, 130
5) Mempunyai minat yang luas, juga terhadap masalah orang dewasa, 6) Mempunyai inisiatif dan dapat bekerja sendiri 7) Menunjukkan keasliaan (orisinilitas) dalam ungkapan verbal. 8) Memberi jawaban-jawaban yang baik 9) Dapat memberikan banyak gagasan 10) Luwes dalam berpikir 11) Terbuka terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungan. 12) Mempunyai pengamatan yang tajam 13) Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu panjang, terutama terhadap atau bidang yang diminati. 14) Berpikir kritis, juga terhadap diri sendiri. 15) Senang mencoba hal-hal baru 16) Mempunyai daya abstraksi, konseptualitas, dan sintesis yang tinggi. 17) Senang
terhadap
kegiatan
intelektual
pemecahan masalah. 18) Cepat menangkap hubungan sebab akibat 19) Berperilaku terarah pada tujuan 20) Mempunyai daya imajinasi yang kuat 21) Mempunyai banyak kegemaran (hobi) 22) Mempunyai daya ingat yang kuat,
dan
pemecahan-
23) Tidak cepat puas dengan prestasinya 24) Peka (sensitif) serta menggunakan firasat (intuisi) 25) Menginginkan kebebasan dalam gerakan dan tindakan. Nilai santdar: 1.1.18 artinya 1.1.18 dari 1.1.25. ciri pada anak, mereka dikategorikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan khusus. b)
Kebutuhan pembelajaran anak berbakat Anak berbakat sering juga disebut sebagai “gified dan talented”. Untuk program pendidikan bagi anak “gifted dan talented” dikembangkan dalam bentuk: 1) Program ke samping (horizontal program) yaitu: a-
Mengembangkan kemampuan eksplorasi.
b- Mengembangkan pengayaan dalam arti memperdalam hal-hal yang ada di luar kurikulum biasa c- Executive intensive dalam arti memberikan kesempatan untuk mengikuti program terntentu yang diminati sampai mendalam dalam waktu tertentu. 2) Program ke atas (vertical program) yaitu: a-
Acceleration, percepatan atau maju berkelanjutan dalam
mengikuti
program
yang
sesuai
dengan
kemampuannya, dan juga dibatasi oleh jumlah waktu, untuk tingkatkan kelas.
b-
Independen study, biarkan anak untuk belajar dan menjelajahi sendiri bidang yang diminati;
c-
Mentorship, paduan antara yang diminati dengan para ahli yang ada di masyarakat.
g. Tuna laras (mengalami gangguan emosi dan perilaku) Berbeda dengan jenis kecacatan lain seperti tunanetra, tunarungu wicara, tunagrahita, atau pun tuna daksa, tuna laras mencakup populasi yang sangat heterogen. Bagi sebagaian orang awam, istilah tunalaras umumnya diasosiasikan dengan anak dan remaja yang sering menimbulkan keresahan dan keonaran, baik di sekolah dan masyarakat, seperti mencuri, mabuk, penggunaan ganja, obat-obat terlarang, perkelahian dan lain-lain.32 Menurut direktorat pendidikan luar biasa tuna laras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Oleh karena itu maka diperlukan suatu pelayanan pendidikan khusus demi kesejahteraan dirinya mauapun lingkungannya.
32
Sunardi, Ortopedagogik Anak Tunalaras I, (Depdikbud), 1
Di dalam PLB dikenal dengan nama anak tuna laras (Behavioral Disorders). Kelainan tingkah laku ditetapkan bila mengandung unsur: 1) Tingkah laku anak menyimpang dari standar yang diterima umum 2) Derajat penyimpangan tingkah laku dari standar umum sudah extrim 3) Lambatnya pola tingkah laku itu dilakukan Ciri-ciri anak tuna laras antara lain: (1) Cenderung membangkang (2) Mudah terangsang emosinya atau mudah marah. (3) Sering melakukan tindakan agresif, merusak, mengganggu. (4) Sering bertindak melanggar norma social atau norma susilah atau hukum. Nilai standarnya: 4 Kebutuhan pembelajaran bagi anak tuna laras yang harus diperhatikan guru antara lain adalah: (1) Mengingat kelainan tingkah laku ini banyak disebabkan oleh lingkungan maka penataan lingkungan merupakan salah satu pendekatan yang perlu diperhatikan oleh guru. (2) Kita setuju bahwa kelainan tingkah laku disebabkan oleh anak itu sendiri tetapi mungkin disebabkan oleh guru itu sendiri atau hasil interaksi antara guru dan anak.
(3) Assessment dari masalah tingkah laku, situasi masalah, lingkungan anak, harus diselesaikan dahulu bila ingin mengatasi masalah kelainan tingkah laku pada anak. Alternatif kebutuhan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah regular (umum) dapat dilakukan dalam bentuk. (1)
Kelas regular (inklusi penuh) Anak berkebutuhan khusus belajar bersama-sama anak lain (normal) sepanjang hari di kelas regular dengan menggunakan kurikulum yang sama.
(2)
Kelas regular dengan tambahan bimbingan dalam kelas (Cluster) Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas regular dalam kelompok khusus.
(3)
Kelas regular dengan tambahan bimbingan di luar kelas (Pull Out) Anak berkebutuhan khusus belajar bersama-sama dengan anak lain (normal) di kelas regular, namun dalam waktu-waktu tertentu, anak berkebutuhan khusus dapat ditarik dari kelas regular dengan kebutuhan pembelajarannya.
(4) Kelas regular dengan Cluster dan Pull Out Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas regular dalam kelompok khsus, dan dalam
waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas regular ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus. (5)
Kelas khusus dengan berbagai peingintegrasian Anak berkebutuhan khsusu di dalam kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama-sama dengan anak lain (normal)
(6)
Kelas khusus penuh Anak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler. Dengan
demikian
pendidikan
inklusi
tidak
mengharuskan semua anak berkebutuhan khusus berada di kelas regular setiap saat dengan semua mata pelajarannya (inklusi penuh). Karena sebagian anak berkebutuhan khusus dapat berada di kelas khusus atau ruang terapi sesuai dengan gradasi kelainannya. Bahkan bagi anak berkebutuhan khusus yang gradasi berat, mungkin akan lebih banyak waktunya berada di kelas khsusus pada sekolah regular (inklusi lokasi). Kemudian, bagin yang gradasi kelainannya sangat berat, dan tidak memungkinkan ditempatkan di sekolah regular, dapat disalurkan kesekolah khusus (SLB) atau tempat khusus (Rumah Sakit).
3.
Landasan Pendidikan bagi Siswa Inklusi a) Landasan Filosofis Bhineka Tunggal Ika yaitu pengakuan Kebhinekaan antar manusia yang mengemban misi tunggal untuk membangun kehidupan bersama yang lebih baik. Bertolak dari filosofi Bhineka Tunggal Ika, kelainan (kecacatan) hanyalah satu bentuk Kebhinekaan seperti halnya perbedaan suku, ras, bahasa, budaya, atau agama. Di dalam individu berkelainan pastilah dapat ditemukan keunggulan-keunggulan tertentu, sebaliknya di dalam individu anak normal maupun anak berbakat pasti terdapat juga kecacatan tertentu, karena tidak ada makhluk yang diciptakan sempurna.33 Kelainan tidak memisahkan peserta didik satu dengan yang lainnya. Hal ini harus diwujudkan dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan harus memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar siswa yang beragam, sehingga mendorong sikap yang penuh toleransi dan saling menghargai.34 b) Landasan Religi 1) Manusia sebagai khalifah Tuhan di muka bumi.
Jerome S. Arcaro. Pendidikan Berbasis Mutu (Prinsip-prinsip Perumusan dan Tata Langkah 33
Penerapan), (Yo gyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 64. 34
www.ditplb.or.id/2006/index.php?menu:profile&pro:42-64k-3k
2) Manusia diciptakan sebagai makhluk yang individual differences agar dapat saling berhubungan dalam rangka saling membutuhkan, sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi:
íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáäøóÇÓõ ÅöäøóÇ ÎóáóÞúäóÇßõãú ãöäú ÐóßóÑò æóÃõäúËóì æóÌóÚóáúäóÇßõãú ÔõÚõæÈðÇ æóÞóÈóÇÆöáó áöÊóÚóÇÑóÝõæÇ Åöäøó ÃóßúÑóãóßõãú ÚöäúÏó Çááøóåö ÃóÊúÞóÇßõãú Åöäøó Çááøóåó Úóáöíãñ ÎóÈöíÑñ (١٣) “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang lakilaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha
mengetahui
lagi
Maha
Mengenal”.(Qs.
Hujurat:13) c) Landasan Yuridis 1) Declaration of Human Right (1948) 2) Convention of Human Right of the Child (1989) 3) Kebijakan global Education for All oleh UNESCO (1990)
Al-
4) Kesepakatan UNESCO di Salamanca tentang Inclusive Education (1994). Deklarasi ini sebenarnyaj penegasan kembali atas Deklarasi PBB tentang HAM tahun 1948 dan berbagai deklarasi lanjutan yang berujung pada peraturan standar PBB tahun 1993 tentang kesempatan yang sama bagi individu berkelainan memperoleh pendidikan sebagai bagian dari sistem pendidikan yang ada. 5) Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 (1) yang berbunyi: Bahwa setiap
warga
negara
mempunyai
kesempatan
yang
sama
memperoleh pendidikan. 6) Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal
4 (1) dinyatakan bahwa pendidikan di negeri
inidiselenggarakan secara diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai cultural, dan kemajemukan bangsa. Pasal 5 (2) menyatakan warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
Dalam
penjelasan
pasal
15
dinyatakan
bahwa
penyelenggaraan pendidikan khusus tersebut dilakukan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus. Pasal 11 menyatakan, bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan
layanan
dan
kemudahan,
serta
menjamin
terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara, tanpa diskriminasi. d) Landasan Paedagogis Pada hakekatnya pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan anak didik di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Jelaslah melalui rumusan tersebut bahwa pada hakekatnya pendidikan itu perlu atau dibutuhkan oleh siapa saja dan dimana saja. Pada Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 3 disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab B. Landasan Teori Tentang Pengelolaan siswa inklusi 1. Perencanaan Pembalajaran Siswa Inklusi C.A. Anderson dan M. J. Bowman dalam bukunya “Teoritical Considerations
in
Educational
Planning”
berpendapat:
Perencanaan/
Rancanangan adalah proses mempersiapkan seperangkat putusan bagi perbuatan di masa datang.” Pengertian ini memberi makna bahwa, sesuatu
rancangan itu disusun sebagai ersiapan untuk melakukan serangkaian proses kegiatan, dan penyususnan rancangan itu sendiri merupakan proses awal dari serangkaian kegiatan.35 Dalam pengelolaan siswa inklusi, yang pertama dilakukan adalah rancangan untuk mengembangkan pendidikan inklusi. Mutu pendidikan (lulusan) sangat dipengaruhi oleh mutu proses belajar mengajar, sementara itu mutu proses belajar mengajar sangat ditentukan oleh berbagai faktor (komponen) yang saling terkait satu sama lain. Perencanaan pembelajaran siswa inklusi di sekolah antara lain: a.
Kurikulum (Bahan Ajar) Kurikulum memiliki kedudukan yang sangat strategis, karena kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Melalui kurikulum, Sumber Daya Manusia dapat diarahkan, dan kemajuan suatu bangsaakan ditentukan. Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan sesuai tahap perkembangan peserta didik, kebutuhan pembangunan nasional, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kurikulum pembelajaran siswa inklusi menggunakan kurikulum sekolah reguler (kurikulum nasional) yang dimodifikasi sesuai dengan tahap
35
perkembangan
anak
berkebutuhan
khusus,
dengan
Ahmad Rohani, Pedoman Penyelenggaraan Administrasi Pendidikan Sekolah, Jakarta: Bumi Aksara, 1991. 12
mempertimbangkan
karakteristik
(ciri
–
ciri)
dan
tingkat
kecerdasannya. Modifikasi dapat dilakukan dengan cara: 1)
Modifikasi alokasi waktu Modifikasi alokasi waktu disesuaikan dengan mengacu pada kecepatan belajar siswa.
2)
Modifikasi isi/ materi Modifikasi isi/ materi disesuaikan dengan kemampuan siswa. Jika inteligensi anak diatas normal, materi dapat diperluas atau ditambah materi baru. Jika inteligensi anak relatif normal, materi dapat tetap dipertahankan. Jika inteligensi anak di bawah normal materi dapat dikurangi atau diturunkan tingkat kesulitan seperlunya, atau bahkan dihilangkan bagian tertentu.
3)
Modifikasi pola belajar a)
Kompetisi Menumbuhkan pada diri siswa inklusi dan siswa reguler untuk selalu berjuang dengan keras dan berkompetisi mengalahkan yang lain untuk mendapatkan penghargaan dari guru.
b)
Individualis
Belajar dilihat sebagai kebutuhan individu. Ketika kebutuhan terpenuhi maka ia tidak memiliki tanggung jawab yang lain. c)
Kooperatif Siswa mencapai tujuan secara bersama – sama dan tujuan tersebut dapat dicapai apabila ia bekerja sama dengan siswa lainnya.
d)
Modifikasi Kelas Pengelolaan
kelas
hendaknya
fleksible,
yang
memungkinkan mudah dilaksanakannya pembelajarannya kompetitif (individual), pembelajaran kooperatif (kelompok/ berpasangan), dan pembelajaran klasikal. Untuk membentuk kelas yang fleksibel dibutuhkan: a)
kelas memiliki aturan jelas dan tidak diskriminatif seluruh siswa menjalankan aturan yang telah dibuat dengan penuh tanggung jawab dan konsisten
b)
kelas interaktif kelas dibuat yang memungkinkan guru bisa memantau, melihat, dan menjangkau anak – anak.
c)
penempatan siswa dalam kelas
mengatur sedemikian rupa siswa yang memiliki hambatanatau berkebutuhan khusus pada siswa yang baik dan memberi dampak positif. b.
Tenaga Pendidik (Guru) Guru
merupakan
salah
satu
faktor
dari
keberhasilan
pembelajaran. Dalam menyelenggarakan pendidikan inklusi tentunya dibutuhkan guru yang mampu dan cakap dalam mengelola kelas. Oleh karena itu dibutuhkan guru kelas, guru bidang, dan guru pendamping khusus (shadow). Guru – guru tersebut berperan sebagai: 1)
One teacher – one suport One teacher – one suport adalah pendidik atau pengajar pada kelas yang berbagi tugas dalam mengelola kelas dan pembelajaran. Pengelolaan tersebut dengan cara satu guru sebagai penyampai materi pelajaran dan satu guru mendukung (guru terlatih/ psikolog) dan bertanggung jawab pada satu kelas.
2)
Parallel teaching design Dalam proses pembelajaran guru membagi kelas menjadi dua kelompok. Masing – masing guru memegang satu kelompok.
3)
Stasion teaching
Dalam penyampaian materi pembelajaran dibebankan pada satu guru sau mata pelajaran sehingga terjadi perputaran dalam
pembelajaran.
Karena
semua
guru
diharapkan
memahami perkembangan anak berkebutuhan khusus. 4)
Team teaching Semua guru terlibat dalam perencanaan, pembelajaran, dan evaluasi dalam kelas.
2. Pengorganisasian Pembelajaran Siswa Inklusi G. R. Terry pernah mengartikan pengorganisasian sebagai kegiatan mengalokasikan seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan antara kelompok kerja dan menetapkan wewenang tertentu serta tanggungjawab masing-masing yang bertanggungjawab untuk setiap komponen kerja dan menyediakan lingkungan kerja yang sesuai dan tepat.36 Penempatan anak berkelainan di sekolah dapat dilakukan dengan berbagai model sebagai berikut: a) Kelas reguler (inklusi penuh)
36
Burhanudin, Analisis Administrasi Manajemen Dan Kepemimpinan Pendidkan, Jakarta: Bumi Aksara, 1994. 195
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama – sama anak lain (normal) sepanjang hari dikelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama.37 b) Kelas reguler dengan cluster Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus. c) Kelas reguler dengan pull out Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) dikelas reguler namun dalam waktu – waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus. d) Kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang – bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler. e) Kelas khusus penuh Anak berkelainan belajar didalam kelas khusus pada sekolah reguler.38 Dengan demikian, pendidikan inklusi tidak mengharuskan semua anak berkelainan berada di kelas reguler setiap saat dengan semua mata pelajarannya(inklusi penuh), karena sebagian anak berkelainan dapat 37
direktorat PLB dan DEPDIKNAS, Mengenal Pendidikan Terpadu, 2004, Pedoman penyelenggaraan Pendidikan Inklusi.hlm. 26 38 www. Ditplb.or.id/2006/index.php?menu:profile&pro:62-64k-3k-, diambil tanggal 12 juli 2011
berupa berada di kelas khusus atau ruang – ruang terapi berhubung gradasi kelainannya yang cukup berat. Bahkan bagi anak berkelainan yang gradasi kelainannya berat, mungkin akan lebih banyak waktunyaberada di kelas khusus pada sekolah reguler (inklusi lokasi). Kemudian, bagi yang gradasi kelainannya sangat berat, dan tidak memungkinkan di sekolah reguler (sekolah biasa), dapat disalurkan ke sekolah khusus (SLB) atau tempat khusus (rumah sakit) Setiap sekolah inklusi dapat memilih model mana yang akan diterpkan, terutama tergantung kepada: 1. Jumlah anak berkelainan yang akan dilayani. 2. Jenis kelainan masing – masing anak 3. Gradasi (tingkat) kelainan anak 4. Ketersediaan dan kesiapan tenaga kependidikan, serta 5. Sarana – prasarana yang tersedia39 Dari komponen – komponen di atas merupakan sub – sistem dalam sistem pendidikan (sistem pembelajaran). Bila ada perubahan pada salah satu subsistem (komponen), maka menuntut perubahan/ penyesuaian komponen lainnya. 3. Pelaksanaan Pembelajaran Siswa Inklusi Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas inklusi secara umum sama dengan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas 39
ibid
reguler. Namun demikian, karena di dalam kelas inklusi di samping terdapat anak normal juga terdapat anak luar biasa yang mengalami kelainan / penyimpangan (baik fisik, intelektual, sosial, emosional, dan sensoris neurologist) dibanding anak normal, maka dalam kegiatan belajar mengajar guru yang mengajar di kelas inklusi dalam menggunakan strategi, media, dan metode harus disesuaikan dengan masing – masing kelainan ABK. Yang perlu dilakukandalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajaradi kelas inklusi antara lain:40 a) Merencanakan kegiatan belajar mengajar 1)
Merencanakan pengelolaan kelas
2)
Merencanakan pengorganisasian bahan
3)
Merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar
4)
Merencanakan penggunaan sumber belajar
5)
Merencanakan penilaian
b) Melaksanakan kegiatan belajar mengajar 1)
Berkomunikasi dengan siswa
2)
Mengimplementasikan metode, sumber belajar, dan bahan latihan yang sesuai demgan tujuan
40
3)
Mendorong siswa untuk terlibat secara aktif
4)
Mendemonstrasikan penguasaan materi
5)
Mengelola waktu, ruang, bahan, dan perlengkapan pengajaran
Direktorat PLB, Kegiatan Belajar Mengajar, Jakarta:Depdiknas,2004.hlm.28
6)
Melakukan evaluasi
c) Membina hubungan antar pribadi 1)
Bersikap terbuka, toleran, dan simpati terhadap siswa
2)
Menampilkan interaksiantar pribadi
4. Evaluasi Kemajuan belajar siswa inklusi perlu dipantau untuk mengetahui apakah program pembelajarn inklusi yang diberikan berhasil atau tidak. Apabila dalam kurun waktu tertentu anak tidak mengalami kemajuan yang signifikan (berarti), maka perlu ditinjau kembali beberapa spek yang berkaitan. Sebaliknya, apabila dengan program pendidkan inklusi yang diberikan anak mengalami kemajuan yang cukup signifikan, maka program tersebut perlu diteruskan sambil memperbaiki / menyempurnakan kekurangan – kekurangan yang ada.41 Penilaian kelas dilakukan oleh guru untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik, mendiagnosa kesulitan belajar, memberikan umpan balikdan penentuan kenaikan kelas. Jadi, guru dalam melakukan evaluasi pembelajaran dapat menggunakan penilaian kelas yaitu ulangan harian, ulangan umum, dan ujian akhir. Ulangan harian dilakukan setiap selesai proses pembalajaran dalam kompetensi dasar tertentu. Ulanagan umum dilaksanakan secara bersama untuk kelas – kelas paralel, dan pada umumnya dilakukan 41
Direktorat, Alat Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus, Jakarta: Depdiknas. Hlm.42
ulangan umum bersama, baik tingkat rayo, kecamatan, kabupaten maupun propinsi. Sedangkan ujian akhir dilakukan pada akhir program pendidikan. Bahan – bahan yang diujikan meliputi seluruh kompetensi dasar yang telah diberikan terutama pada kelas – kelas tinggi. C. Faktor
Pendukung dan Penghambat Pembelajaran bagi Anak-Anak
Berkebutuhan Khusus Setiap proses pembelajaran baik mata pelajaran umum atau pun mata pelajaran agama tentu tidak akan lepas dari faktor pendukung dan penghambat dalam mencapai tujuan pembelajaran. Yang dimaksud faktor pendukung disini adalah faktor yang dapat menunjang dan membantu tercapainya tujuan pembelajaran yaitu hasil yang dapat optimal sebagai mana tujuan yang direncanakan. Sedangkan yang dimaksud fakor penghambat disini adalah faktor yang tidak dapat menunjang atau membantu tercapainya tujuan pembelajaran tersebut, bahkan justru bisa menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan pembelajaran yang dimaksud.
Adapun
faktor-faktor
yang
mempengaruhi proses pembelajaran dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalan faktor yang ada di luar individu. a. Faktor-faktor Intern
yang menjadi penghambat dan pendukung
pengelolaan siswa inklusi
Di dalam membicarakan faktor intern ini, akan dibahas tiga faktor yaitu: 1) Faktor Jasmaniah a)
Faktor Kesehatan Faktor kesehatan ini dalam keadaan baik segenap badan yang beserta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Proses belajar seorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu juga ia akan cepat lelah, kerang bersemangat, mudah ngantuk, mudap pusing atau gangguan lainnya.
b)
Cacat Tubuh Cacat adalah suatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh atau badan, cacat itu dapat berupa buta, tuli, setengah tuli dan lain-lain. Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar, siswa yang cacat juga belajarnya terganggu. Sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang tergolong dalam faktor psikologi yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu antara lain:
2) Faktor Psikologi a)
Faktor Integrasi Integrasi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi baru dengan cepat dan efektif, kecakapan untuk mengetahui
atau mengunakan konsep-konsep abstrak secara efektif mengetahui relasi dan mempelajari dengan cepat. b)
Perhatian Perhatian menurut Ghozali adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itupun semata-mata tertuju pada suatu obyek (benda/hal) atau sekumpulan obyek
c)
Minat Minat kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa senang.
d)
Bakat Bakat adalah kemampuan untuk belajar. kemampuan itu akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. Orang yang berbakat mengetik misalnya akan lebih cepatbisa mengetik dengan lancar dibandingkan dengan orang yang kurang atau tidak berbakat.
3) Faktor Kelelahan Kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapa dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:
1) Kesalahan Jasmani Kesalhan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh. 2) Kesalahan Rohani Kelelahan rohani dapat terlihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang. b. Faktor-faktor Ekstern yang menjadi penghambat dan pendukung pengelolaan siswa inklusi 1) Faktor Keluarga Dalam proses pembelajaran seorang siswa tentunya tak akan lepas dari pengaruh luar (keluarga) yaitu berupa cara orang tua mendidik anaknya, hal ini sangat besar pengaruhnya terhadap belajar anak. Orang tua yang kurang atau tidak memperhatikan pendidikan anaknya, misal mereka acuh tak acuh terhadap belajar anaknya, tidak memperhatikan sama sekali akan kepantingan-kepentingan anaknya dalam belajar, tidak mengatur waktu belajarnya, dan lain-lain, dapat menyebabkan anak tidak atau kurang berhasil belajarnya. Disamping itu keadaan ekonomi dan relasi antar anggota keluarga juga sangat mempengaruhi keberhasilan belajar anak, karena
anak yang sedang belajar selain harus terpengaruhi kebutuhan pokoknya, misal, makan, pakaian, perlindungan kesehatan, juga membutuhkan fasilitas belajar sepertiruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis, buku. Karena itu proses pembelajaran tanpa didukung ekonomi yang baik tidak akan tercapai, namun kedua faktor tersebut
tidak
akan
cukup
untuk
mendukung
keberhasilan
pembelajaran tanpa didukung hubungan (relasi) yang baik antar keluarga baik antara orang tua dengan anak atau saudara dengan saudara, dan juga suasanarumah tenang, aman dan tentram. 2) Faktor Sekolah Faktor sekolah yang dapat mempengaruhi belajar ini cukup banyak,, misal, metode mengajar, metode mengajar, metode mengajar adalah suatu cara atau jalan yang harus dilalui dalam mengajar. Mengajar sendiri menurut Ing,s, Ulih Bukit Karo-karo adalah menyajikan bahan pelajaran oleh orang kepada orang lain agar orang lain itu menerima, menguasai dam mengembangkannya, yang mana didalam proses belajar agar dapat menerima, menguasai dan lebihlebih mengembangkan bahan pelajaran itu, maka cara belajar haruslah setepat-tepatnya dan seefisien serta seefektif mungkin. Dari uraian diatas jelaslah bahwa metode mengajar itu mempengaruhi belajar. Metode mengajar guru yang kurang baik akan
mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Disamping itu ada beberapa faktor sekolah lagi yang dapat mempengaruhi pembelajaran antara lain , kurikulum, relasi guru dan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin disekolah, pembelajaran dan waktu sekolah, keadaan gedung, metode pembelajaran dan tugas rumah, dan lain-lain. 3) Faktor Masyarakat Masyarakat juga merupakan faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keadaan siswa dengan masyarkat. Misalnya, kegiatan siswa dengan masyarakat, kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkanterhadap perkembangan pribadinya, tetapi jika siswa mengikuti kegiatan yang terlalu banyak maka pembelajaranya kan terganggu, atau teman bergaul, pengaruh ini dengan teman bergaul akan sangat cepat masuk kedalam jiwanya, teman bergaul yang baik terhadap diri siswa begitu juga sebaliknya. Di samping itu ada beberapa faktor lagi dalam masyarakat yang dapat mempengaruhi belajar diantaranya, bentuk kehidupan masyarakat, mass media.42
42
Slamerto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. (Jakarta: Rineka Cipta,1991, 54-71)