BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMK a. Pengertian Pembelajaran Menurut Thobroni (2015: 35) pembelajaran merupakan upaya sengaja dan bertujuan yang berfokus kepada kepentingan, karakteristik, dan kondisi orang lain agar pesera didik dapat belajar dengan efektif dan efisien. Istilah ini merupakan paradigma baru yang menekankan pada prinsip keragaman peserta didik atau pembelajar (learner), dan menggantikan istilah “ pengajaran” atau “mengajar” yang menekankan prinsip keseragaman. Sedangkan menurut Hamalik (2008: 57) Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan,
dan
prosedur
saling
mempengaruhi
mencapai
tujuan
pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem pengajaran terdiri karena siswa, guru, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material meliputi buku-buku, papan tulis dan kapur, fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari ruang kelas, perlengkapan audio visual, juga komputer. Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian, dan sebagainya.
11
12
Pembelajaran menurut Reigeluth (1983) dalam Bektiarso (2014: 21) adalah aktivitas profesional yang dilakukan oleh orang yag peduli terhadap pembelajaran yang terdiri dari lima aktivitas utama yaitu mendesain, mengembangkan, mengimplementasikan, mengelola, dan mengevaluasi. Sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asal-usul dan perkembangan serta peranan masyarakat di masa lampau berdasarkan metode dan metodologi tertentu. Pengetahuan masa lampau tersebut mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan membentuk sikap, watak, dan kepribadian peserta didik. Mata pelajaran sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air (Sapriya, 2009: 208). Sejarah adalah mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan, sikap, dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia dan dunia dari masa lampau hingga kini (Agung dan Wahyuni, 2013: 55). Pelajaran sejarah pada umumnya ialah suatu perkenalan dengan riwayat manusia didunia, yaitu manusia yang memperjuangkan kehidupan yang bahagia, adil, dan makmur. Mata pelajaran sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
13
Mata pelajaran sejarah telah diajarkan disekolah dasar dan pendidikan menengah pertama sebagai bagian integral dari mata pelajaran IPS, sedangkan pada tingkat pendidikan menengah atas diberikan sebagai mata pelajaran tersendiri. Untuk SD/MI sejarah dibicarakan dengan pendekatan estetis. Maksudnya adalah bahwa sejarah diberikan semata-mata untuk menanamkan rasa cinta kepada perjuangan, pahlawan, tanah air, dan bangsa. Untuk SMP/MTS sejarah lebih diberikan pendekatan etis, yakni untuk memberikan pemahaman tentang konsep hidup bersama, sehingga selain memiliki rasa cinta perjaungan, pahlawan, tanah air, dan bangsa mereka tidak canggung dalam pergaulan masyarakat yang semakin majemuk, sedangkan untuk SMA/MA dan SMK/MAK sejarah harus lebih diberikan secara kritis, mereka diharapkan bisa berpikir mengapa, apa dan kemana sesuatu itu terjadi (Kuntowijoyo, 1995: 34). Pembelajaran sejarah di Sekolah merupakan salah satu pelajaran yang harus dipelajari siswa,ilmu yang menggambarkan perkembangan masyarakat yang melalui proses yang panjang dan lama. Sejarah merupakan kisah manusia dengan perjuangannya yang dikenal dengan kebudayaan, memahami asal – usul kebudayaanya artinya memahami hakekat kekinianya berarti mampu mengambil pelajaran untuk masa depan, mempelajari sejrah berarti mempelajari hubungan antara masa lampau, masa kini, masa yang akan datang (Isjoni, 2007: 37). Dalam pembelajaran sejarah, guru harus mengerti metode yang efektif dalam menyampaikan materi sehingga siswa lebih tertarik dalam mempelajari pelajaran sejarah. Menurut Muriira Isabella Mwathwana dkk bahwa guru
14
sejarah perlu menekankan berbagai metode pengajaran terutama metode pengajaran yang membuat siswa lebih aktif dan ikut berpartisipasi dalam pembelajaran. “This implies that History teachers need to emphasize various teaching methods, especially those that allow active participation of students, to enhance both attitude and performance of History. Teacher’s subject matter also emerged from the reasons given by students” (Jurnal, 2014: Vol.5, No.2 : 84) Mata pelajaran sejarah menawarkan materi yang sangat luas, melibatkan berbagai keterampilan, dan mengarahkan pada pemahaman yang mendalam serta generalisasi yang akan mengembangkan berbagai kemampuan yang dimiliki peserta didik. Mata pelajaran sejarah memiliki fungsi yang strategis dalam mengembangkan jiwa dan karakter bangsa serta membangun kehidupan masa depan yang lebih baik. Jiwa dan karakter bangsa tersebut dijalin dan didasarkan kepada karakter diri orang perorangan peserta didik yang tercermin dari visi kehidupan, sikap hidup, nilai dan kehidupan (Aman, 2011:56). b. Karakteristik Mata Pelajaran Sejarah Setiap mata pelajaran mempunyai karakteristik yang khas, demikian juga halnya dengan mata pelajaran sejarah. Menurut Agung dan Wahyuni (2013: 61-63) karakteristik mata pelajaran sejarah adalah sebagai berikut: 1) Sejarah terkait dengan masa lampau. Masa lampau berisi peristiwa dan setiap peristiwa sejarah hanya terjadi sekali. Jadi, pembelajaran sejarah adalah pembelajaran peristiwa sejarah dan perkembangan masyarakat yang telah terjadi. Sementara itu, materi pokok pembelajaran sejarah adalah
15
produk masa kini berdasarkan sumber-sumber sejarah yang ada. Karena itu, pembelajaran sejarah harus lebih cermat, kritis, berdasarkan sumber-sumber, dan tidak menurut kehendak sendiri dan kehendak pihak-pihak tertentu. 2) Sejarah bersifat kronologis. Oleh karena itu, pengorganisasian materi pokok pembelajaran sejarah haruslah didasarkan pada urutan kronologis peristiwa sejarah. 3) Dalam sejarah ada tiga unsur penting, yakni manusia, ruang, dan waktu. Dengan demikian, dalam mengembangkan pembelajaran sejarah harus selalu diingat siapa pelaku peristiwa sejarah, dimana dan kapan. 4) Perspektif waktu merupakan dimensi yang sangat penting dalam sejarah. Sekalipun sejarah itu erat kaitannya dengan masa lampau, waktu lampau itu terus berkesinambungan sehingga perspektif waktu dalam sejarah antara lain masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang. Pemahaman ini penting bagi guru sehingga dalam mendesian materi pokok pembelajaran sejarah dapat dikaitkan dengan persoalan masa kini dan masa depan. 5) Sejarah adalah prinsip sebab akibat. Hal ini perlu dipahami oleh setiap guru sejarah bahwa dalam merangkai fakta yang satu dengan fakta yang lain, dalam menjelaskan peristiwa sejarah yang satu dengan persitiwa yang lain perlu mengingat prinsip sebab akibat, perisitiwa yang satu diakibatkan oleh peristiwa sejarah yang lain dan peristiwa sejarah yang satu akan menjadi penyebab peristiwa sejarah berikutnya. 6) Sejarah pada hakikatnya adalah suatu peristiwa sejarah dan perkembangan masyarakat yang menyangkut berbagai aspek kehidupan seperti politik,
16
ekonomi, sosial, budaya, agama, keyakinan, dan oleh karena itu, memahami sejarah haruslah dengan pendekatan multidimensional sehingga dalam pengembangan materi pokok dan uraian materi pokok untuk setiap topik/pokok bahasan haruslah dilihat dari berbagai aspek. 7) Pelajaran sejarah di SMA/MA adalah mata pelajaran yang mengkaji permasalahan dan perkembangan masyarakat dari masa lampau sampai masa kini, baik di Indonesia maupun di luar Indonesia. 8) Dilihat dari tujuan dan penggunaannya, pembelajaran sejarah di sekolah, termasuk di SMA/MA, dapat dibedakan atas sejarah empiris dan sejarah normatif. Sejarah empiris menyajikan substansi kesejarahan yang bersifat akademis (untuk tujuan yang bersifat ilmiah). Sejarah normatif menyajikan substansi kesejarahan yang dipilih menurut ukuran nilai dan makna yang sesuai dengan tujuan yang bersifat normatif, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Berkaitan dengan itu pelajaran sejarah di sekolah paling tidak mengandung dua misi, yakni (1) untuk pendidikan intelektual dan (2) pendidikan nilai, pendidikan kemanusiaan, pendidikan pembinaan moralitas, jati diri, nasionalisme, dan identitas nasional. 9) Pendidikan sejarah di SMA/MA lebih menekankan pada perspektif kritis logis dengan pendekatan historis-sosiologis. c. Sasaran Pembelajaran Sejarah 1) Sasaran Umum Pembelajaran Sejarah Sasaran umum pembelajaran sejarah menurut Kochhar (2008, 27-37) adalah: a) Mengembangkan tentang diri sendiri, b) Memberikan gambaran
17
yang tepat tentang konsep waktu, ruang dan masyarakat, c) Membuat masyarakat mampu mengevaluasi nilai dan hasil yang telah dicapai oleh generasinya, d) Mengajarkan toleransi, e) Menanamkan sikap intelektual, f) Memperluas cakrawala intelektual, g) Mengajarkan prinsip-prinsip intelektual, h) Mengajarkan prinsip-prinsip moral, i) Menanamkan orientasi ke masa depan, j) Memberikan pelatihan mental, k) Melatih siswa menangani isu-isu kontroversial, l) Membantu mencarikan jalan keluar bagi berbagai masalah sosial dan penerangan, m) Memperkokoh rasa nasionalisme,
n)
Mengembangkan
pemahaman
internasional,
o)
Mengembangkan keterampilan-keterampilan yang berguna. 2) Sasaran Pembelajaran Sejarah di Sekolah Menengah Atas/ Sekolah Menengah Kejuruan Fokus utama mata pelajaran sejarah di tingkat sekolah menengah atas adalah
tahapan-tahapan kelahiran peradaban manusia, evolusi sistem
sosial dan perkembangan pengetahuan. Lebih lanjut Kochhar (2008: 50) menjelaskan sasaran utama pembelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah: a) Meningkatkan
pemahaman
terhadap
proses
perubahan
dan
perkembangan yang dilalui umat manusia hingga mampu mencapai tahap perkembangan yang sekarang ini. Peradaban modern yang dicapai saat ini merupakan hasil proses perkembangan yang panjang, sejarah merupakan satu-satunya pelajaran yang mampu menguraikan proses tersebut.
18
b) Meningkatkan pemahaman terhadap akar peradaban manusia dan penghargaan terhadap kesatuan dasar manusia. Semua peradaban besar di dunia memiliki akar yang sama, disamping berbagai karakteristik lokal, kebanyakan adalah unsur-unsur yang menunjukkan kesatuan dasar manusia. Salah satu sasaran utama sejarah pada sisi ini adalah menekankan dasar tersebut. c) Menghargai berbagai sumbangan
yang diberikan oleh semua
kebudayaan pada peradaban manusia secara keseluruhan. Kebudayaan setiap bangsa telah menyumbang dengan berbagai cara terhadap peradaban manusia secara keseluruhan. Sumbangan tersebut sudah seharusnya dipahami dan dihargai. Mata pelajaran sejarah membawa pengetahuan ini kepada para siswa. d) Memperkokoh pemahaman bahwa interaksi saling menguntungkan
antar berbagai kebudayaan merupakan faktor yang penting dalam kemajuan kehidupan manusia e) Memberikan kemudahan kepada siswa yang berminat mempelajari sejarah suatu negara dalam kaitannya dengan sejarah umat manusia secara keseluruhan. d. Tujuan Pembelajaran Sejarah Sejarah adalah mata pelajaran yang menamakan pengetahuan dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia dan dunia pada masalampau hingga kini (Isjoni, 2007: 71). Melalui pengajaran sejarah siswa mampu untuk mengembangkan kompetensi untuk
19
berpikir secara kronologis dan memiliki pengetahuan tentang masa lampau yang
dapat
digunakan
untuk
memahami
dan
menjelaskan
proses
perkembangan dan perubahan masyarakat serta keragaman sosial dan budaya dalam rangka menumbuhkan jati diri bangsa (Karakter bangsa) di tengahtengah masyarakat dunia. Sedangkan menurut Sapriya (2009: 209-210) mata pelajaran sejarah bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan: 1) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini dan masa depan 2) Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan. 3) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia dimasa lampu. 4) Menumbuhkan
pehaman
peserta
didik
terhadap
proses
terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang. 5) Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat di implementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun internasional.
20
Pengajaran sejarah juga bertujuan agar siswa menyadari adanya keragaman pengalaman hidup pada masing-masing masyarakat dan adanya cara pandang yang berbeda terhadap masa lampau untuk memahami masa kini dan membangun pengetahuan serta pemahaman untuk menghadapi masa yang akan datang (Depdiknas, 2003 dalam Isjoni, 2007: 72). Pada tingkat SMA/SMK, tujuan pembelajaran sejarah adalah: 1) Mendorong siswa berpikir kritis-analitis dalam memanfaatkan pengetahuan tentang masa lampau untuk memahami kehidupan masa kini dan yang akan datang 2) Memahami bahwa sejarah merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari 3) Mengembangkan
kemampuan
intelektual
dan
ketrampilan
untuk
memahami proses perubahan dan keberlanjutan. 2. Kurikulum 2013 a. Kebijakan Pendidikan Kebijakan (policy) secara etimologi (asal kata) diturunkan dari bahasa Yunani, yaitu “Polis” yang artinya kota (city). Dalam hal ini, kebijakan berkenaan dengan gagasan pengaturan organisasi dan merupakan pola formal yang sama-sama diterima pemerintah/lembaga sehingga dengan hal itu mereka berusaha mengejar tujuannya (Syafaruddin, 2008:58). Menurut Imron (2008: 53) dalam bukunya Analisis Kebijakan Pendidikan menjelaskan bahwa kebijakan pendidikan adalah salah satu kebijakan Negara, sedangkan Carter V Good (1959) sebagaimana dikutip Ali Imron memberikan pengertian kebijakan pendidikan (educational policy)
21
sebagai suatu pertimbangan yang didasarkan atas sistem nilai dan beberapa penilaian atas faktor-faktor yang bersifat situasional, pertimbangan tersebut dijadikan sebagai dasar untuk mengopersikan pendidikan yang bersifat melembaga. Suryadi dan Tilaar (2009:72) menyebutkan bahwa kebijakan pendidikan adalah prosedur dan proses dalam rangka menghasilkan informasi teknis dan alternatif kebijakan yang dilaksanakan secara terus menerus sejalan dengan proses pembuatan kebijakan departemen yang dilaksanakan secara terus menerus pula berdasarkan ketentuan yang berlaku. Kebijakan diperoleh melalui suatu proses pembuatan kebijakan. Pembuatan kebijakan (policy making) adalah terlihat sebagai sejumlah proses dari semua bagian dan berhubungan kepada sistem sosial dalam membuat sasaran sistem. Proses pembuatan keputusan memperhatikan faktor lingkungan eksternal,
input
(masukan),
proses
(transformasi),
output
(keluaran),
dan feedback (umpan balik) dari lingkungan kepada pembuat kebijakan. Kebijakan pendidikan tentunya akan diberlakukan, maka perlu adanya pemenuhan atas pra-syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan pendidikan itu diakui dan secara sah berlaku untuk sebuah wilayah. Maka, kebijakan pendidikan harus memenuhi syarat konstitusional sesuai dengan hirarki konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah hingga ia dapat dinyatakan sah dan resmi berlaku di wilayah tersebut. Sehingga, dapat dimunculkan suatu kebijakan pendidikan yang legitimat.
22
Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari keadaan yang sesungguhnya untuk ditindaklanjuti. Jika baik, maka dipertahankan atau dikembangkan, sedangkan jika mengandung kesalahan, maka harus bisa diperbaiki.
Sehingga,
kebijakan
pendidikan
memiliki
karakter
dapat
memungkinkan adanya evaluasi terhadapnya secara mudah dan efektif. Kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah sistem juga. Oleh karenanya harus memiliki sistematika yang jelas menyangkut seluruh aspek yang ingin diatur olehnya. Sistem pendidikan tidak mungkin dipenuhi tanpa adanya suatu perencanaan pendidikan nasional yang handal. Perencanaan itu juga bukan perencanaan biasa, tetapi suatu bentuk perencanaan yang mampu mengatasi perubahan kebutuhan dan tuntutan, yang bisa terjadi karena perubahan lingkungan global. Globalisasi yang menjangkau seluruh bagian bumi membuat Inonesia tidak bisa terisolasi. Perkembangan teknologi telekomunikasi dan informasi, membuat segala hal yang terjadi di dunia internasional berpengaruh juga berpengaruh ke Indonesia. Salah satu contoh kebijakan pendidikan yang diterapkan pemerintah adalah kebijakan kurikulum 2013. Kurikulum 2013 yang berbasis kompetensi dan karakter dianggap oleh pemerintah merupakan kurikulum yang sangat kemplek dan sesuai dengan kebutuhan siswa. Sehingga, pemerintah menerapkan kurikulum 2013 meskipun masih menjadi pro dan kontra di kalangan guru. Berdasarkan penegasan di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan pendidikan adalah suatu produk yang dijadikan sebagai panduan pengambilan
23
keputusan pendidikan yang legal-netral dan disesuaikan dengan lingkugan hidup pendidikan secara moderat. Kebijakan pendidikan dibuat untuk menjadi pedoman dalam bertindak, mengarahkan kegiatan dalam pendidikan atau organisasi atau sekolah dengan masyarakat dan pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, kebijakan merupakan garis umum untuk bertindak bagi pengambilan keputusan pada semua jenjang pendidikan atau organisasi. b. Pengertian Kurikulum 2013 Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta didik dalam satu periode jenjang pendidikan (Kasim dkk, 2013:16). Menurut Hamalik (2008: 10) kurikulum adalah program pendidikan yang disediakan oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi siswa. Berdasarkan program pendidikan tersebut siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga mendorong perkembangan dan pertumbuhannya sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Sementara menurut Dakir (2004: 3) kurikulum ialah suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan dan dirancangkan secara sistematik atas dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.
24
Menurut Kurniasih dan Sani (2014: 6) kurikulum itu adalah suatu perangkat yang dijadikan acuan dalam mengembangkan suatu proses pembelajaran yang berisis kegiatan-kegiatan siswa yang akan dapat diusahakan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran khususnya dan tujuan pendidikan secara umum. Lain halnya dengan Muzamiroh (2013: 15) yang menyatakan bahwa kurikulum diorganisasi ada dua, pertama kurikulum adalah sejumlah tahapan belajar yang di desain untuk siswa dengan petunjuk institusi pendidikan yang isisnya berupa proses yang statis ataupun dinamis dan kompetensi yang harus dimiliki. Kedua, kurikulum adalah seluruh pengalaman di bawah bimbingan dan arahan dari institusi pendidikan yang membawa ke dalam kondisi belajar. Kurikulum 2013 merupakan serentetan rangkaian penyempurnaan terhadap kurikulum yang telah dirintis tahun 2004 yang berbasis kompetensi lalu diteruskan dengan kurikulum 2006 (KTSP). Pada abad ini, kemampuan kreativitas dan komunikasi menjadi sangat penting (Kurniasih dan Sani, 2014:7). Atas dasar itulah, maka rumusan kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dipergunakan dalam kurikulum 2013 mengedepankan pentingnya kreativitas dan komunikasi (Kasim dkk, 2013: 16). Pada kurikulum 2013, siswa tidak lagi menjadi obyek dari pendidikan, tapi justru menjadi subyek dengan ikut mengembangkan tema dan materi yang ada. Dan dengan adanya perubahan ini, tentunya berbagai standar dalam komponen pendidikan akan mengalami perubahan. Mulai dari standar isi,
25
standar proses maupun standar kompetensi lulusan, dan bahkan standar penilaian pun juga mengalami perubahan. Dalam Kurikulum 2013, penilaian menitikberatkan pada pendekatan saintifik dalam pembelajaran yang melibatkan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan. Akan tetapi bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan semakin bertambah dewasanya siswa atau semakin tingginya kelas siswa. (Kurniasih dan Sani, 2014: 30). Menurut Capita Laura Elena, Pelaksanaan kurikulum merupakan salah satu bagian dari kualitas standar untuk profesi guru. Standar seperti menggunakan mekanisme untuk menganalisis kemajuan murid dalam hal belajar. Dalam penerapan kurikulum 2013 pun demikian, guru menganalisis kemajuan murid dengan menggunakan penilaian-penilaian tertentu yang sudah ditetapkan dalam kurikulum 2013. “implementation of the curriculum is also a part of the quality standards for the teaching profession. Standards such as the use of mechanisms for analyzing student progress in learning”. (Jurnal, 2014: 98, Vol, no 15: 519). Kurikulum 2013 dikembangkan dengan karakteristik sebagai berikut (Kemdikbud, 2013): 1) Mengembangkan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan seimbang.
psikomotorik secara
26
2) Memberikan
pengalaman
belajar
terencana
ketika
peserta
didik
menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar secara seimbang. 3) Mengembangkan
sikap,
pengetahuan,
dan
keterampilan
serta
menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat. 4) Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan. 5) Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran. 6) Kompetensi inti kelas menjadi undur pengorganisasi (organizing elements) kompetensi dasar, di mana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti. 7) Kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar mata pelajaran dan jenjangpendidikan (organisasi horizontal dan vertikal). Sedangkan menurut Kasim dkk (2013: 17) mengemukakan kurikulum 2013 memiliki 3 karakteristik yang membedakan dari kurikulum sebelumnya. Pertama, jika pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, mata pelajaran ditentukan terlebih dahulu di dalam menetapkan standar kompetensi lulusan, maka pada kurikulum 2013 pola pikir tersebut dibalik. Kompetensinya ditetapkan terlebih dahulu berdasarkan kebutuhan, baru kemudian mata pelajarannya. Kedua, kurikulum 2013 memiliki pensekatan lebih utuh, berbasis
27
pada kreativitas siswa. Kurikulum 2013 disusun terpadu antara mata pelajaran satu dengan lainnya, sehingga tiga komponen utama pendidikan, yaitu: sikap, keterampilan, dan pengetahuan dijadikan penguatan pada pembentukan karakter peserta didik. Ketiga, kurikulum 2013 kompetensi pada tiap jenjang SD, SMP, dan SMA didesain secara berkesinambungan dan utuh. Terkait kurikulum pendidikan sejarah, kehadiran pendidikan sejarah dalam kurikulum pendidikan formal dilandasi oleh pertimbangan akademik. Menurut Wineburg (2006) dalam Susanto (2014: 63) mengatakan bahwa; pengetahuan sejarah dapat berperan seperti bank pengetahuan dalam melakukan kontemplasi atas masalah-masalah kekinian. Cerita sejarah sangat iluminatif tentang upaya manusia menjawab tantangan yang mereka hadapi dan media yang sangat baik untuk mengembangkan inspirasi, kreativitas, inisiatif, dan kemampuan berfikir antisipatif. c. Tujuan Kurikulum Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasayarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia (Widyastono, 2014: 131). Menurut Mulyasa (2013: 65) tujuan kurikulum 2013 adalah untuk memfokuskan pada pembentukan kompetensi dan karakter peserta didik, berupa panduan pengetahuan, keterampilan, sikap yang dapat didemonstrasikan
28
peserta didik sebagai wujud pemahaman terhadap konsep yang dipelajarinya secara kontekstual. Kurikulum 2013 ini akan menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif, melalui penguatan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang terintegrasi. Kurikulum 2013 ini memungkinkan para guru menilai hasil peserta didik dalam proses pencapaian sasaran belajar, yang mencerminkan penguasaan dan pemahaman terhadap apa yang dipelajari. Oleh karena itu, peserta didik perlu mengetahui kriteria penguasaan kompetensi dan karakter yang akan dijadikan sebagai standar penilaian hasil belajar, sehingga para peserta didik dapat mempersiapkan dirinya melalui penguasaan terhadap sejumlah karakter dan kompetensi yang ada. Menurut Carmen-Gabriela Bostan dalam jurnalnya “Inter- and transdisciplinary issues present in the school curriculum” mengatakan bahwa Perubahan
kurikulum
merupakan
implikasi
dari
perkembangan
ilmu
pengetahuan dan teknologi, sosial-budaya, aspek ekonomi dan politik, pada sistem. Hal ini di pahami bahwa
pelatihan guru sangat penting dalam
menghadapi perubahan kurikulum tersebut. Pelatihan tersebut berupa metode pengajaran, IPTEK karena seorang guru harus mengerti tanggung jawabnya sebagai seorang pendidik. Oleh karena itu, tujuan dari perubahan kurikulum tersebut adalah menjadikan guru mengerti akan perkembangan jaman yang berdampak mengetahi kebutuhan peserta didiknya. “That generated curriculum reform the implications of science and technology developments, socio-cultural,economic and political aspects, both on the education system and labour market dynamics. It is
29
needed that thescheme of teacher training system to respond to curriculum developments, technology training (teaching-learning methodology), teaching methods, educational tools that teachers should be trained to use them properly” (Jurnal, 2014: Vol 180 No 4 : 490)
d. Landasan Kurikulum 2013 Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013, Kurikulum 2013 dilandasi secara filosofis, yuridis dan konseptual sebagai berikut: 1) Landasan Filosofis Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum menentukan kualitas peserta didik yang akan dicapai kurikulum, sumber dan isi dari kurikulum proses pembelajaran, posisi peserta didik, penilaian hasil belajar, hubungan peserta didik dengan masyarakat dan lingkungan alam di sekitarnya. Kurikulum 2013 dikembangkan dengan landasan filososfis yang memberikan dasar bagi pengembangan seluruh potensi peserta didik menjadi manusia Indonesia berkualitas yang tercantum dalam tujuan pendidikan nasional. Pada dasarnya, tidak ada satu pun filosofi pendidikan yang dapat digunakan secara spesifik untuk pengembangan kurikulum yang dapat menghasilkan manusia yang berkualitas. Berdasarkan hal tersebut, kurikulum 2013 dikembangkan menggunakan filosofi sebagai berikut: a) Pendidikan berakar pada budaya bangsa untuk membangun kehidupan bangsa masa kini dan masa mendatang. Pandangan ini menjadikan
30
kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan budaya bangsa Indonesia yang beragam, diarahkan untuk membangun kehidupan masa kini, dan untuk membangun dasar bagi kehidupan bangsa yang lemih baik di masa depan. Selain itu, mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan masa depan selalu menjadi kepedulian kurikulum, hal ini mengandung makna
bahwa
kurikulum
adalah
rancangan
pendidikan
untuk
mempersiapkan kehidupan generasi muda bangsa. Meskipun demikian tugas mempersiapkan generasi muda bangsa menjadi tugas utama suatu kurikulum. Untuk mempersiapkan kehidupan masa kini dan masa depan peserta didik, kurikulum 2013 mengembangkan pengalaman belajar yang memberikan kesempatan luas bagi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diperlukan bagi kehidupan di masa kini dan masa depan, dan pada waktu bersamaan tetap mengembangkan kemampuan mereka sebagai pewaris budaya bangsa dan orang yang peduli terhadap permasalahan masyarakat dan bangsa masa kini. b) Peserta didik adalah pewaris budaya bangsa yang kreatif. Menurut pandangan filosofi ini, prestasi bangsa di berbagai bidang kehidupan di masa lampau adalah sesuatu yang harus termuat dalam isi kurikulum untuk dipelajari peserta didik. Proses pendidikan adalah suatu proses yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi
dirinya
menjadi
kemampuan
berpikir
rasional
dan
kecermelangan akademik dengan memberikan makna terhadap apa yang dilihat, didengar, dibaca, dipelajari dari warisan budaya
31
berdasarkan makna yang ditentukan oleh lensa budayanya dan sesuai dengan tingkat kematangan psikologis serta kematangan fisik peserta didik. Selain itu, mengembangkan kemampuan berpikir rasional dan cemerlang
dalam
akademik.
Kurikulum
2013
memposisikan
keunggulan budaya tersebut dipelajari untuk menimbulkan rasa bangga, diaplikasikan dan dimanifestasikan dalam kehidupan pribadi, dalam interaksi sosial di masyarakat sekitarnya, dan dalam kehidupan berbangsa masa kini. c) Pendidikan ditujukan untuk mengembangkan kecerdasan intelektual dan kecemerlangan akademik melalui pendidikan disiplin ilmu. Filosofi ini menentukan bahwa isi kurikulum adalah disiplin ilmu dan pembelajaran
adalah
pembelajaran
disiplin
ilmu.
Filosofi
ini
mewajibkan kurikulum memiliki nama mata pelajaran yang sama dengan nama disiplin ilmu, selalu bertujuan untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kecemerlangan akademik. d) Pendidikan untuk membangun kehidupan masa kini dan masa depan yang lebih baik dari masa lalu dengan berbagai kemampuan intelektual, kemampuan berkomunikasi, sikap sosial, kepedulian, dan berpartisipasi untuk membangun kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik. Dengan
filosofi
ini,
kurikulum
2013
bermaksud
untuik
mengembangkan potensi peserta didik menjadi kemampuan dalam berpikir reflektif bagi penyelesaian masalah sosial di masyarakat, dan untuk membangun kehidupan masyarakat demokratis yang lebih baik.
32
Dengan demikian, Kurikulum 2013 menggunakan teori pendidikan klasik, yaitu perenialisme dan esensialisme, teori pendidikan pribadi, yaitu progresif dan romatik: teori pendidikan interaksional, dan teknologi pendidikan, sehingga sifatnya elektrik. 2) Landasan Teoritis Kurikulum 2013 dikembangkan atas teori “pendidikan berdasarkan standar” (standard-based education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum). Pendidikan berdasarkan standar menetapkan adanya standar nasional sebagai kualitas minimal warga negara yang dirinci menjadi standar isi, standar proses, standar kompetensi
lulusan, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan
pengelolaan,
standar
pembiayaan,
dan
standar
penilaian
pendidikan. Kurikulum
berbasis
kompetensi
dirancang
untuk
memberikan
pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta didik dalam mengembangkan kemampuan untuk bersikap, berpengetahuan, berketerampilan, dan bertindak. Kurikulum 2013 menganut: a) pembelajaran yang dilakukan guru (taught curriculum) dalam bentuk proses yang dikembangkan berupa kegiatan pembelajaran di sekolah, kelas, dan masyarakat; dan b) pengalaman belajar langsung peserta didik (learned-curriculum) sesuai dengan latar belakang, karakteristik, dan kemampuan awal peserta didik. Pengalaman belajar langsung
individual
peserta
didik
menjadi hasil belajar bagi dirinya,
sedangkan hasil belajar seluruh peserta didik menjadi hasil kurikulum.
33
3) Landasan Yuridis Landasan yuridis Kurikulum 2013, antara lain: a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. b) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. c) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, beserta segala ketentuan yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional; dan d) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Widiastono, 2014: 132-135). e. Prinsip-prinsip Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi perlu memperhatikan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip menurut Balitbang Kemdikbud 2013 dalam (Mulyasa, 2013: 81-82) sebagai berikut: 1) Pengembangan kurikulum dilakukan mengacu pada standar nasioanal pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. 2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diverifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. 3) Mata pelajaran merupakan wahana untuk mewujudkan pencapaian kompetensi.
34
4) Standar Kompetensi Lulusan dijabarkan dari tujuan pendidikan nasional dan kebutuhan masyarakat, negara, serta perkembnagan global. 5) Standar Isi dijabarkan dari Standar Kompetensi Kelulusan. 6) Standar Proses dijabarkan dari standar Isi 7) Standar nilai dijabarkan dari Standar Kompetensi Kelulusan, Standar Isi, dan Standar Proses 8) Standar Kompetens Lulusan dijabarkan ke dalam Kompetensi Inti 9) Kompetensi
Inti
dijabarkan
kedalam
kompetensi
dasar
yang
dikontekstualisasikan dalam suatu mata pelajaran. 10) Kurikulum
satuan pendidikan dibagi menjadi kurikulum tingkat
nasioanal, daerah dan satuan pendidikan. 11) Proses
pembelajaran
diselengarakan
secara
interaktif,
inspiratif,
menyenagkan, menantang, memotivasi peserta ddik untuk berpatisipasi aktif, serta memberi ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat. 12) Penlaian hasil belajar berbasis proses dan produk 13) Proses belajar dengan pendekatan ilmiah (scientific approach). f. Pendekatan Saintifik dalam Kurikulum 2013 Pendekatan saintifik berkaitan erat dengan metode saintifik. Metode saintifik (ilmiah) pada umumnya melibatkan kegiatan pengamatan atau observasi yang dibutuhkan untuk perumusan hipotesis atau mengumpulkan data. Metode ilmiah pada umumnya dilandasi dengan pemaparan data yang diperoleh melalui pengamatan atau percobaan. Oleh sebab itu, kegiatan
35
percobaan dapat diganti dengan kegiatan memperoleh informasi dari berbagai sumber (Sani, 2014: 50-51). Langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam proses pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah (saintifik), meliputi: menggali informasi melalui observing atau pengamatan, questioning atau bertanya, experimenting atau percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, associating atau menalar, kemudian menyimpulkan, dan menciptakan serta membentuk jaringan (networking). Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat non-ilmiah (Hosnan, 2014: 37). Tabel 1: Aktivitas Belajar Kegiatan Mengamati (Observing) Menanya (Questioning)
Pengumpulan Data (Experimenting) Mengasosiasi (Associating)
Aktivitas Belajar Melihat, mengamati, membaca, mendengar, menyimak (tanpa dan dengan alat). Mengajukan pertanyaan dari yang faktual sampai ke yang bersifat hipotesis; diawali dengan bimbingan guru sampai dengan mandiri (menjadi suatu kebiasaan). Menentukan data yang diiperlukan dari pertanyaan yang diajukan, menentukan sumber data (benda, dokumen, buku, eksperimen), mengumpulkan data. Menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, menentukan hubungan data/kategori, menyimpulkan dari hasil analisis data; Dimulai dari unstructured unistructure
36
multistructure complicated structure. Mengomunikasikan Menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, diagram, bagan, gambar atau media.
Dalam rangka menerapkan pendekatan saintifik ada tiga strategi pembelajaran yang memenuhi tuntutan implementasi pembelajaran dengan pendekatan saintifik yakni strategi discovery learning (pembelajaran melalui penemuan), problem based learning (pembelajaran berbasis masalah) dan project based learning (pembelajaran berbasis project). Dalam strategi discovery learning peserta didik mendapat ruang yang luas mengajukan pertanyaan sesuai kondisi permasalahan dan persepsi masing-masing. Peserta didik dibiasakan berpikir kritis, menyampaikan keingintahuan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman. Strategi Problem Based Learning (pembelajaran berbasis masalah) dalam strategi ini peserta didik dihadapkan suatu masalah dan dengan kemampuannya mengeksplorasi diri diharapkan peserta didik mampu menyusun
pengetahuannya
sendiri.
Strategi
Project
Based
Learning
(pembelajaran berbasis project) dalam strategi ini diberi peluang yang luas melaksanakan pembelajaran dengan berfikir tingkat tinggi. Peserta didik bukan hanya dimotivasi menemukan masalah, menyusun pengetahuannya sendiri berdasarkan masalah tetapi telah diberi keleluasaan untuk menggunakan suatu masalah sebagai pangkal peserta didik untuk membangun pengetahuan baru. Project Based Learning memang disiapkan untuk peserta didik tidak ragu dalam menerjunkan diri dalam kehidupan bermasyarakat (Hosnan, 2014: 320).
37
3. Sosialisasi a. Pengertian Sosialisasi Sosialisasi menurut Charlotte Buehler dalam Phil Astrid Susanto (1983: 12-13) ialah proses yang membantu individu melalui belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup dan bagaimana cara berpikir kelompoknya, agar supaya dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya. Proses sosialisasi ini terjadi melalui interaksi sosial yaitu hubungan antar manusia yang menghasilkan
suatu
proses
pengaruh-mempengaruhi.
Dalam
proses
pendewasaan manusia berdasarkan pengalamannya sendiri selalu akan terbentuk suatu sistem perilaku (behaviour system) yang juga ikut ditentukan oleh watak pribadinya, yaitu bagaimana ia memberi reaksi terhadap suatu pengalaman. Akhirnya sistem perilaku inilah yang akan menentukan dan membentuk sikapnya (attitude) terhadap sesuatu. Menurut J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto (2006: 76-77) sosialisasi adalah suatu proses yang diikuti secara aktif oleh dua pihak; pihak pertama adalah pihak yang mensosialisasi, dan pihak kedua adalah pihak yang disosialisasi. Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sosiologi menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai pelopor, karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu.
38
b. Sosialisasi Kurikulum 2013 Keberhasilan
implementasi
Kurikulum
2013
adalah
sosialisasi.
Sosialisasi dalam implementasi kurikulum sangat penting dilakukan, agar semua pihak yang terlibat dalam implementasinya di lapangan paham dengan perubahan yang harus dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing,
sehingga
mereka
hal
ini
seharusnya
pemerintah
mengembangkan grand design yang jelas dan menyeluruh, agar konsep kurikulum yang di implementasikan dapat dipahami oleh para pelaksana secara utuh, tidak ditangkap secara parsial, keliru atau salah paham. Sosialisasi kurikulum perlu dilakukan terhadap berbagai pihak yang terkait dalam implementasinya, serta terhadap seluruh warga sekolah, bahkan terhadap masyarakat dan orang tua peserta didik. Sosialisasi ini penting, terutama agar seluruh warga sekolah mengenal dan memahami visi dan misi sekolah, serta kurikulum yang akan di implementasikannya. Sosialisasi bisa dilakukan oleh jajaran pendidikan di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang bergerak dalam bidang pendidikan (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan) secara proporsional dan profesional. Di tingkat sekolah, sosialisasi bisa langsung oleh kepala sekolah apabila yang bersangkutan sudah mengenal dan cukup memahaminya. Namun demikian, jika kepala sekolah belum begitu memahami, atau masih belum mantap dengan konsep- konsep perubahan kurikulum yang dilakukan, maka bisa mengundang ahlinya yang ada di masyarakat, baik dari kalangan pemerintah, akademisi, maupun dari kalangan penulis atau pengamat pendidikan. Sosialisasi perlu
39
dilakukan secara matang kepada berbagai pihak agar kurikulum baru yang ditawarkan dapat dipahami dan diterapkan secara optimal, karena sosialisasi merupakan langkah penting yang akan menunjang dan menentukan keberhasilan perubahan kurikulum (Mulyasa, 2014: 48). c. Proses Sosialisasi Kurikulum 2013 Dalam proses sosialisasi kurikulum, pada dasarnya yang terpenting adalah bagaimana kurikulum itu dapat dipahami oleh kepala sekolah dan guru selengkap dan sejelas mungkin sebab kepala sekolah dan guru merupakan pelaksana kurikulum pada tingkat yang paling dasar, mereka ada di garis depan, yang menentukan berhasil tidaknya kurikulum itu dilaksanakan. Dalam kenyataan lain, sebenarnya pihak masyarakat dan orang tua juga berhak mengetahui menenai tujuan dan isi kurikulum yang diajarkan kepada putra – putrinya di sekolah. Proses sosialisasi kurikulum biasanya dikelola melalui pertemuan – pertemuan antara pengambil kebijakan pendidikan dengan para pengembang dan pelaksana kurikulum. Secara formal, teknik yang sering digunakan dalam sosialisasi kurikulum pada umumnya dalam bentuk kegiatan penataran, baik tatap muka maupun jarak jauh, namun ada juga dalam bentuk brosur, buku petunjuk, dan surat edaran. Proses sosialisasi dapat terjadi secara tidak langsung ataupun secara langsung. Sosialisasi secara tidak langsung adalah sosialisasi yang mempelajari suatu hal melalui berbagai sumber baik cetak maupun elektronik. Sosialisasi secara langsung adalah sosialisasi yang terjadi apabila bertatap muka langsung untuk mencari informasi yang diperlukan
40
seperti kegiatan yang diadakan pemerintah terkait kurikulum 2013. Sekolah perintis kurikulum 2013 mendapatkan sosialisasi langsung dari pemerintah melalui penataran. Sekolah mandiri kurikulum 2013 tidak mendapatkan sosialisasi dari pemerintah sehingga sekolah mencari informasi tanpa andil dari pemerintah. B. Penelitian yang relevan 1. Dwi Ari Nur Rokhmawati. 2014. Analisis Kurikulum Sejarah Tahun 2013 (Studi Kasus SMA Negeri 1 Surakarta). Simpulan dari penelitian ini adalah: (1) kurikulum 2013 lahir sebagai pengembangan kurikulum tahun 2006. (2) dalam pengembangan kurikulum 2013 berlandaskan pada landasan filosofis pancasila dan filsafat pendidikan eklektik. (3) mata pelajaran sejarah dalam kurikulum 2013 menjadi salah satu mata pelajaran yang utama. (4) kurikulum 2013 memberikan kesempatan bagi guru untuk mengembangkan materi sejarah dengan pembelajaran saintifik sehingga guru bukan hanya mengajar fakta sejarah tetapi juga sejarah yang tersembunyi atau hidden history. (5) pendidikan karakter dalam kurikulum 2013 terintegrasi dalam semua mata pelajaran, pelaksanaanya didukung dengan budaya sekolah dan role model. 2. Bangun setia budi. 2014. Strategi Guru dalam Menghadapi Kurikulum 2013 di SMA Negeri 2 Surakarta. Simpulan dari hasil penelitian ini adalah: (1) Persoalan yang dihadapi guru dalam menerapkan kurikulum 2013 adalah kurangnya sosialisasi yang diberikan kepada guru serta belum adanya buku mata pelajaran yang sesuai
41
dengan kurikulum 2013 sebagai sumber belajar, (2) Strategi yang digunakan oleh guru dalam menghadapi penerapan kurikulum 2013 yakni dengan guru bertanya kepada rekan sesama guru terutama dilakukan dalam kegiatan MGMP dengan metode sharing dengan guru lain yang dianggap mampu memberikan informasi yang dibutuhkan, mencari buku referensi yang digunakan sebagai sumber kegiatan pembelajaran, serta mencari informasi dengan browsing dari internet sebagai salah satu bentuk usaha dalam menambah pengetahuan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi. Strategi yang dilakukan guru merupakan salah satu bentuk belajar mandiri guna menunjang penerapan kurikulum 2013 yang ada di SMA Negeri 2 Surakarta. 3. Faridah Alawiyah. 2014. Kesiapan Guru dalam Implementasi Kurikulum 2013. Vol. VI, No. 15/I/P3DI/Agustus/2014 Simpulan dari jurnal ini adalah bahwa hasil dari evaluasi Kemendikbud terhadap guru yang telah mengikuti pelatihan dan berhasil menerapkan kurikulum 2013 dalam pembelajaran, kualitas belajar, terutama dengan terjadinya perubahan suasana mengajar yang lebih aktif, kreatif, dan menyenangkan dapat ditingkatkan. Meskipun demikian, masih banyak guru yang telah diberikan pelatihan belum memahami dalam mengimplementasikan kurikulum ini. Hal ini dikarenakan beberapa kekurangan dalam proses pelatihan antara lain dari sisi waktu pelatihan yang terlalu singkat, metode pelatihannya yang lebih banyak difokuskan pada ceramah, teori, dan kompetensi instruktur itu sendiri. Padahal, proses penyiapan guru melalui
42
pelatihan harus ditekankan pada perbaikan kualitas guru, dan hal ini harus ditunjang dengan pelatihan yang berkualitas pula. 4. Khairiyah Moh. Yusof dkk yang berjudul “Cooperative Problem-based Learning (CPBL): Framework for Integrating Cooperative Learning and Problem-based Learning” Penelitian ini menyimpulkan bahwa sebagian siswa mulai menekankan aspek kooperatif dan PBL dalam diskusi. Siswa belajar bersama-sama dengan anggota kelompok, serta seluruh kelas. Pentingnya bekerja sama dengan beberapa tim dimaksudkan agar siswa menjadi kreatif dalam memecahkan masalah dan bisa berinteraksi secara pribadi dengan siswa lainnya . Meskipun pada awalnya strategi pendekatan kooperatif dan PBL sulit diterapkan secara cepat namun lambat laun siswa terbiasa dengan diskusi yang berbasis masalah tersebut. Pendekatan kombinasi tersebut menegaskan perlunya mendukung siswa untuk belajar di dalam kelompoknya agar berkembang positif dan berpikir kritis dan mempunyai pengalaman dalam memecahkan masalah. C. Kerangka Pikir Kerangka berfikir dalam penelitian ini bertujuan sebagai arahan dalam pelaksanaan penelitian, terutama untuk memahami alur pemikiran, sehingga analisis yang dilakukan lebih sistematis dan sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun kerangka berpikir dalam tesis yang berjudul “Implementasi Pembelajaran Sejarah dalam Kurikulum 2013 (Studi kasus di SMK N 1 Surakarta dan SMK N 7 Surakarta)” adalah sebagai berikut:
43
Dalam proses belajar mengajar diperlukan suatu keterpaduan antara berbagai komponen, komponen
tersebut
antara
lain kurikulum, proses
pembelajaran, dan guru. Kurikulum merupakan suatu pedoman dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, yang mana kurikulum ini terus mengalami penyempurnaan
yang
telah
disesuaikan
dengan
perkembangan
ilmu
pengetahuan dan teknologi serta peserta didik. Guru sebagai komponen sekolah mengingat tugas, peran dan beban guru maka guru sejarah harus memahami tentang Kurikulum 2013 sebelum mempraktekkan dan mengimplementasikannya pada pembelajaran di kelas. Bagi guru-guru yang sudah mengikuti pelatihan (diklat), mungkin tidak terlalu masalah, karena sudah ada sedikit pencerahan, tetapi bagi guru yang belum mengikuti pelatihan sosialisasi merupakan masalah besar, dan akan menjadi batu sandungan dalam implementasi Kurikulum 2013. Oleh sebab itu, perlu diteliti bagaimana implementasi pembelajaran sejarah dalam kurikulum 2013 baik di sekolah perintis/pilot project kurikulum 2013 maupun sekolah yang mandiri/non pilot project. Untuk mengetahui bagaimana perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi Kurikulum 2013, serta kendala-kendala yang dihadapi dalam Kurikulum 2013.
44
Adapun bagan kerangka berpikir tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Kurikulum 2013
Sosialisasi Mandiri
Non Pilot Project
Kendala
Sosialisasi Langsung dari pemerintah
Guru Sejarah
Pilot Project
Implementasi Pembelajaran Sejarah Dalam Kurilulum 2013
Kendala
Siswa Gambar 1: Bagan Kerangka Pikir
45
46