5
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Bercerita 2.1.1
Pengertian Metode Bercerita Bercerita adalah suatu upaya menyampaikan suatu peristiwa dan
menghidupkannya sehingga pendengar atau pembaca dapat merasakan peristiwa yang disampaikan, bahkan pendengar atau pembaca dapat mengambil makna `dari cerita itu. Pada dasarnya manusia diberi kemampuan untuk bercerita (ngobrol, ngerumpi, dsb). Seseorang yang menyampaikan cerita dengan baik, sama halnya dengan seorang pelukis. Seorang pelukis dengan indera mata, mata hati serta imajinasi yang terlatih akan memandang pematang sawah yang berliku-liku, pondok kecil dengan anak kecil yang setia menjaga, padi yang menguning dan kemudian melukiskannya di atas kanvas. Begitu pula si pencerita perlu mengembangkan kemampuannya untuk melihat, yaitu peristiwa yang terjadi dalam cerita-cerita yang dibawakannya. Bercerita berarti menolong orang lain agar dapat melihat apa yang terkandung dalam suatu peristiwa. Bercerita adalah salah satu metode dari sekian metode yang dipakai di dalam mengajar. Kegiatan bercerita selain membantu perkembangan bahasa anak, juga dapat membangun hubungan yang erat antara guru dan anak. Melalui bercerita, guru berinteraksi secara akrab dan penuh kasih sayang dengan anak-anak (Solehuddin, 2000: 92). Ada orang yang memang mempunyai bakat untuk bercerita dan ada yang tidak memilikinya. Namun persoalannya bukanlah terletak pada berbakat atau tidaknya seseorang dalam bercerita. Persoalan penting dan perlu diperhatikan adalah kemauan untuk terus menerus melatih kemampuan bercerita. Bercerita adalah salah satu metode menyampaikan suatu pelajaran, karena itu perlu persiapan (Dhieni et al, 2005). Persiapan-persiapan yang perlu dilakukan adalah:
5
a. Mempelajari dan mencari tahu kondisi dan tingkat kemampuan para pendengar. b. Memahami dan menghayati bahan pelajaran yang akan disampaikan. Mengolah bahan tersebut dan memperkaya dengan baham-bahan lain (untuk hal ini dapat menggunakan alat atau gambar peraga yang menunjang, yang juga disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak). Metode digunakan sebagai suatu cara dalam menyampaikan suatu pesan atau materi pelajaran kepada anak didik. Metode mengajar yang tidak tepat guna akan menjadi penghalang kelancaran jalannya suatu proses belajar mengajar sehingga banyak waktu dan tenaga terbuang sia-sia. Oleh karena itu metode yang diterapkan oleh guru baru berhasil, jika mampu dipergunakan untuk mencapai tujuan. Metode bercerita merupakan salah satu metode yang digunakan di SD. Sebagai suatu metode bercerita mengundang perhatian anak terhadap pendidik sesauai dengan tema pembelajaran. Bila isi cerita dikaitkan dengan dunia kehidupan anak di SD, maka mereka dapat memahami isi cerita itu, mereka akan mendengarkannya dengan penuh perhatian, dan dengan mudah dapat menangkap isi cerita. Dunia kehidupan anak-anak itu dapat berkaitan dengan lingkungan keluarga, sekolah, dan luar sekolah. Kegiatan bercerita harus diusahakan menjadi pengalaman bagi anak di SD yang bersifat unik dan menarik yang menggetarkan perasaan anak dan memotivasi anak untuk mengikuti cerita sampai tuntas. Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan metode bercerita adalah menuturkan atau menyampaikan cerita secara lisan kepada anak didik sehingga dengan cerita tersebut dapat disampaikan pesan-pesan yang baik. Dengan adanya proses belajar mengajar, maka metode bercerita merupakan suatu cara yang dilakukan oleh guru untuk menyampaikan pesan atau materi pelajaran yang disesuaikan dengan kondisi anak didik. 2.1.2
Tujuan dan Fungsi Metode Bercerita Tujuan metode bercerita adalah agar anak dapat membedakan
perbuatan yang baik dan buruk sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan
6
7
sehari-hari. Dengan bercerita guru dapat menanamkan nilai-nilai pendidikan pada anak didik, seperti menunjukan perbedaan perbuatan baik dan buruk serta ganjaran dari setiap perbuatan. Melalui metode bercerita anak diharapkan dapat membedakan perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan metode bercerita adalah sebagai berikut : o Melatih daya tangkap dan daya berpikir o Melatih daya konsentrasi o Membantu perkembangan fantasi o Menciptakan suasana menyenagkan di kelas. o Menghibur anak dan menyenakan mereka dengan bercerita yang baik o Membantu pengetahuan siswa secara umum o Mengembangkan imajinasi o Mendidik akhlak o Mengasah rasa Tujuan metode bercerita adalah, salah satu cara yang ditempuh guru untuk memberi pengalaman belajar agar anak memperoleh penguasaan isi cerita yang disampaikan lebih baik. Melalui metode bercerita maka anak akan menyerap pesan-pesan yang dituturkan melalui kegiatan bercerita. Penuturan cerita yang sarat informasi atau nilai-nilai dapat dihayati anak dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kegiatan bercerita anak dibimbing untuk mengembangkan kemampuan untuk mendengarkan cerita dari guru Fungsi Metode Bercerita Secara umum metode berfungsi sebagai pemberi atau cara yang sebaik ungkin bagi pelaksanaan operasional dari ilmu pendidikan tersebut. Bercerita bukan hanya berfungsi sebagai hiburan tetapi juga merupakan suatu cara yang dapat digunakan dalam mencapai sasaran-sasaran atau target pendidikan. Metode cerita dapat menjadikan suasana belajar menyenangkan dan menggembirakan dengan penuh dorongan dan motivasi
8
sehingga pelajaran atau materi pendidikan itu dapat dengan mudah diberikan. Dalam hal ini penulis ingin menyampaikan beberapa fungsi metode cerita : a. Menanamkan nilai-nilai pendidikan yang baik Melalui metode bercerita ini sedikit demi sedikit dapat ditanamkan hal-hal yang baik kepada anak didik. Cerita hendaknya dipilih dan disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai dalam suatu pelajaran. b. Dapat mengembangkan imajinasi anak Kisah-kisah yang disajikan dalam sebuah cerita dapat membantu anak didik alam mengembangkan imajinasi mereka. Dengan hasil imajinasinya diharapkan mereka mampu bertindak seperti tokoh-tokoh dalam cerita yang disajikan oleh guru. c. Membangkitkan rasa ingin tahu Mengetahui hal-hal yang baik adalah harapan dari sebuah cerita sehingga rasa ingin tahu tersebut membuat anak berupaya memahami isi cerita. Isi cerita yang dipahami tentu saja akan membawa pengaruh terhadap anak didik dalam menentukan sikapnya. 2.1.3
Aspek-aspek dan Teknik-teknik Metode bercerita
a. Aspek-aspek Bercerita Salah satu unsur penting dalam seluruh rangkaian dalam efektifitas yang ditempuh dalam upaya pembentukan moral anak melalui cerita adalah memilih tema cerita yang baik untuk disampaikan kepada anak. Berikut ini beberapa definisi mengenai tema adalah sebagai berikut : Tema-tema yang terdapat di dalam cerita banyak dikenal oleh masyarakat dan tidak semuanya baik untuk diceritakan kepada anak-anak. Dan untuk dewasa ini sudah banyak cerita yang diterbitkan. Di antara yang banyak itu pilih cerita yang baik dan berguna. Banyak tema cerita yang diterbitkan yang tidak memiliki pendidikan dan moral. Kisah-kisah yang ditulis hanya untuk merangsang emosi-emosi yang rendah. Tema cerita seperti ini, bukanlah patut disisikan dalam memilih tema. Secara teoritis ada beberapa aspek
9
yang harus dipertimbangkan dalam memilih tema cerita. Aspek-aspek tersebut di antaranya adalah : 1. Aspek Relegius (agama) Dalam memilih tema cerita yang baik, aspek agama ini tidak dapat diabaikan mengingat tema cerita yang dipilih merupakan sarana pembentukan moral. Jika aspek agama ini kurang diperhatikan keberadaanya, maka dikhawatirkan anak akan memperoleh informasiinformasi yang temanya tidak baik, bahkan ada kemungkinan cerita yang demikian dapat merusak moral anak yang sudah baik. 2. Aspek Pedagogis (Pendidikan). Pertimbangan aspek pendidikan dalam memilih tema cerita juga penting, sehingga dari tema cerita diperoleh dua keuntungan, yaitu menghibur dan mendidik anak dalam waktu yang bersamaan. Disinilah letak peran pencerita untuk dapat memilih tema cerita dan menyampaikan pesan-pesan didaktis dalam cerita. Unsur mendidik, baik secara langsung ataupun tidak langsung terimplisit dalam tema dongeng. 3. Aspek Psikologis Mempertimbangkan aspek psikologis dalam memilih tema cerita sangat membantu perkembangan jiwa anak. Mengingat anak adalah manusia yang sedang berkembang. Maka secara kejiwaan tema ceritapun disesuaikan dengan kemampuan berfikir, kestabilan emosi, kemampuan berbahasa serta tahap perkembangan pengetahuan anak dalam mengahayati cerita tersebut. Cerita yang baik dapat mempengaruhi perkembangan anak. b. Teknik-teknik Bercerita Cerita sebaiknya diberikan secara menarik dan membuka kesempatan bagi anak untuk bertanya dan memberikan tanggapan setelah guru selesai bercerita. Cerita akan lebih bermanfaat jika dilaksanakan sesuai dengan minat, kemampuan dan kebutuahan anak.
10
Adapun teknik penggunaan dari masing-masing bentuk metode bercerita tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Bercerita dengan alat peraga Dalam melaksanakan kegiatan digunakan alat peraga untuk memberikan kepada anak didik suatu tanggapan yang tepat mengenai hal-hal yang didengar dalam suatu cerita : Bercerita dengan alat peraga langsung Alat peraga dalam pengertian ini adalah beberapa jenis hewan atau bendabenda yang sebenarnya bukan tiruan atau berupa gambargambar. Penggunaan alat peraga langsung untuk memberikan kepada anak suatu tanggapan yang tepat mengenai hal-hal yang didengar dalam cerita..Dalam bentuk cerita ini guru sebaiknya menggunakan langkah-langkah sebagai berikut : a. Alat peraga diperhatikan dan diperkenalkan terlebih dahulu pada anak didik. b. Guru menjelaskan dengan singkat melalui tanya jawab dengan mengenalkan objek yang akan diceritakan. 2) Bercerita dengan gambar Bercerita dengan gambar hendaknya sesuai dengan tahap perkembangan anak, isinya menarik, mudah dimengerti dan membawa pesan, baik dalam hal pembentukan prilaku positif maupun pengembangan kemampuan dasar. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam bercerita dengan gambar adalah : a. Gambar harus jelas dan tidak terlalu kecil. b. Guru memperhatikan gambar tidak terlalu tinggi dan harus terlihat c. Gambar-gambar yang digunakan harus menarik. d. Gambar yang ditutup setiap kali guru memulai kembali. 3) Bercerita dengan menggunakan buku cerita Bercerita dengan buku dilakukan dengan membacakan cerita dari sebuah buku cerita bergambar. Dalam buku cerita bergambar
11
biasanya terdapat tulisan kalimat-kalimat pendek yang menceritakan secara singkat gambar tersebut. Kegiatan membacakan cerita ini dilakukan karena kebanyakan anak usia pra-sekolah gemar akan cerita yang dibacakan oleh guru atau orang dewasa lainya. Ada dua hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam membacakan cerita, seperti : Buku cerita dipegang dengan posisi yang dapat dilihat semua anak. Ketika memegang buku guru tidak boleh melakukan gerakangerakan seperti bercerita tanpa alat peraga, intonasi dan nada serta mimik gurulah Kegiatan belajar mengajar dapat dilaksanakan dengan menggunakan metode jika tidak ada alat peraga yang kongkrit. Dalam kegiatan bercerita yang berperan adalah guru dengan cara bercerita melalui ekspresi yang tepat. Dalam menggunakan metode ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan di antaranya adalah sebagai berikut : a. Guru harus menunjukan mimic muka, gerakan-gerakan tangan dan kaki serta suara sebagai pencerminan dan penghayatan secara sungguh-sungguh terhadap isi dan alur cerita. b. Dalam bercerita harus menggunakan bahasa yang jelas, komunikasi dan mudah dimengerti anak. c. Sebelum bercerita aturlah posisi duduk anak dan guru. d. Selama bercerita hindari teguran pada anak. Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat diketahui bahwa teknik yang dipergunakan guru dalam bercerita ditentukan pula oleh bentuk cerita yang akan disajikan. Cerita yang membekas pada diri anak akan sangat berpengaruh dalam kehidupan selanjutnya. 2.1.4
Kelebihan dan Kekurangan Metode Bercerita
1. Kelebihan Metode Bercerita
12
a) Kisah dapat mengaktifkan dan membangkitkan semangat anak didik. Karena anak didik akan senatiasa merenungkan makna dan mengikuti berbagai situasi kisah, sehingga anak didik terpengaruh oleh tokoh dan topic kisah tersebut. b) Mengarahkan semua emosi sehingga menyatu pada satu kesimpulan yang terjadi pada akhir cerita. c) Kisah selalu memikat, karena mengundang untuk mengikuti peristiwanya dan merenungkan maknanya. d) Dapat mempengaruhi emosi. Seperti takut, perasaan diawasi, rela, senang, sungkan, atau benci sehingga bergelora dalam lipatan cerita. 2. Kekurangan Metode Bercerita a) Pemahaman anak didik akan menjadi sulit ketika kisah itu telah terakumulasi oleh masalah lain. b) Bersifat monolong dan dapat menjenuhkan anak didik. c) Sering terjadi ketidakselarasan isi cerita dengan konteks yang dimaksud sehingga pencapaian tujuan sulit diwujudkan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bercerita merupakan penyampaian materi pelajaran dengan cara menceritakan kronologis terjadinya sebuah peristiwa baik benar atau bersifat fiktif semata. 2.1.5
Pelaksanaan Metode Bercerita
Sesuai dengan tema dan tujuan langkah pelaksanaan dalam bercerita yaitu : a. Mengkomunikasikan tujuan dan tema dalam kegiatan anak. b. Mengatur tempat duduk agar dapat mendengarkan dengan intonasi yang jelas. c. Pembukaan
kegiatan
bercerita,
guru
menggali
pengalaman-
pengalaman anak sesuai dengan tema cerita. d. Menggunakan alat peraga/media untuk menarik perhatian dan menetapkan rancangan cara-cara bertutur yang dapat menggetarkan perasaan anak. e. Penutup
kegiatan
bercerita
dengan
pertanyaan yang berkaitan dengan isi cerita.
mengajukan
pertanyaan-
13
2.2 Pendekatan Komunikatif 2.2.1
Pengertian Komunikatif Pendekatan komunikatif adalah pendekatan dalam pembelajaran bahasa
yang menekankan pada kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dalam situasi keseharian. Ada beberapa pendapat tentang pengertian pendekatan komunikatif yaitu : 1. Penguasaan secara naluri yang dipunyai seorang penutur asli untuk menggunakan dan memahami bahasa secara wajar dalam proses berkomunikasi atau berinteraksi dan dalam hubungannya dengan konteks sosial (Dell Hymes, 1974) 2. Pendekatan yang mengintegrasikan pengajaran fungsi-fungsi bahasa dan tata bahasa (Little Wood, 1981) 3. Pendekatan yang mendasarkan pandangannya terhadap penggunaan bahasa sehari-hari secara nyata (M. Soenardi Dwiwandono, 1996) Dari pendapat-pendapat di atas tampaknya pendekatan komunikatif ingin ditekankan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi dalam proses interaksi antarmanusia. Komunikasi di sini juga bisa berupa komunikasi lisan maupun tertulis. Bahasa komunikatif selalu melekat pada berbagai hubungan dengan dunia. Tindakan komunikatif bersandar pada proses kooperatif interpretasi tempat partisipan berhubungan bersamaan dengan sesuatu di dunia objektif, sosial, dan subjektif. Pembicara dan pendengar menggunakan sistem acuan ketiga dunia tersebut sebagai kerangka kerja interpretatif tempat mereka memahami definisi situasi bersama. Mereka tidak secara langsung mengaitkan diri dengan sesuatu di dunia namun merelatifkan ucapan mereka berdasarkan kesempatan aktor lain untuk menguji validitas ucapan tersebut. Kesepahaman terjadi ketika ada pengakuan intersubjektif atas klaim validitas yang dikemukan pembicara. Konsensus tidak akan tercipta manakal pendengar menerima
14
kebenaran pernyataan namun pada saat yang sama juga meragukan kejujuran pembicara atau kesesuaian ucapannya dengan norma. Proses yang terjadi dalam ucapan komunikasi adalah konfirmasi (pembuktian), pengubahan, penundaan sebagian, atau dipertanyakan secara keseluruhan. Proses defenisi dan redefinisi ini yang terus berlangsung ini meliputi korelasi isi dengan dunia (ditafsirkan secara konsensual dari dunia objektif, sebagai elemen privat dunia subjektif yang hanya bisa diakses oleh orang yang bersangkutan. Jadi komunikasi terbentuk dalam situasi intersubjektif, dimana “situasi” tidak didefinisikan secara kaku, tapi diselami konteks-konteks relevansinya. Tindakan komunikatif memiliki 2 aspek, aspek teleologis yang terdapat pada perealisasian tujuan seseorang (atau dalam proses penerapan rencana tindakannya) dan aspek komunikatif yang terdapat dalam interpretasi atas situasidan tercapainya kesepakatan. Dalam tindakan komunikatif, partisipan menjalankan rencananya secara kooperatif berdasarkan definisi situasi bersama. Jika definisi situasi bersama tersebut harus dinegosiasikan terlebih dahulu atau jika upaya untuk sampai pada kesepakatan dalam kerangka kerja definisi situasi bersama gagal, maka pencapaian konsensus dapat menjadi tujuan tersendiri., karena konsensus adalah syarat bagi tercapainya tujuan. Namun keberhasilan yang dicapai oleh tindakan teleologis dan konsensus yang lahir dari tercapainya pemahaman merupakan kriteria bagi apakah situasi tersebut telah dijalani dan ditanggulangi dengan baik atau belum. Oleh karen itu, syarat utama agar tindakan komunikatif bisa terbentuk adalah partisipan menjalankan rencana mereka secara kooperatif dalam situasi tindakan yang didefiniskan bersama. Sehingga mereka bisa menghindarkan diri dari dua resiko, resiko tidak tercapainya pemahaman (ketidaksepakatan atau ketidaksetujuan) dan resiko pelaksanaan rencana tindakan secara salah (resiko kegagalan). Ucapan komunikatif selalu melekat pada berbagai hubungan dengan dunia. Tindakan komunikatif bersandar pada proses kooperatif interpretasi tempat partisipan berhubungan bersamaan dengan sesuatu di dunia objektif,
15
sosial, dan subjektif. Pembicara dan pendengar menggunakan sistem acuan ketiga dunia tersebut sebagai kerangka kerja interpretatif tempat mereka memahami definisi situasi bersama. Mereka tidak secara langsung mengaitkan diri dengan sesuatu di dunia namun merelatifkan ucapan mereka berdasarkan kesempatan aktor lain untuk menguji validitas ucapan tersebut. Kesepahaman terjadi ketika ada pengakuan intersubjektif atas klaim validitas yang dikemukan pembicara. Konsensus tidak akan tercipta manakal pendengar menerima kebenaran pernyataan namun pada saat yang sama juga meragukan kejujuran pembicara atau kesesuaian ucapannya dengan norma. Proses yang terjadi dalam ucapan komunikasi adalah konfirmasi (pembuktian), pengubahan, penundaan sebagian, atau dipertanyakan secara keseluruhan. Proses defenisi dan redefinisi ini yang terus berlangsung ini meliputi korelasi isi dengan dunia (ditafsirkan secara konsensual dari dunia objektif, sebagai elemen privat dunia subjektif yang hanya bisa diakses oleh orang yang bersangkutan. Jadi komunikasi terbentuk dalam situasi intersubjektif, dimana “situasi” tidak didefinisikan secara kaku, tapi diselami konteks-konteks relevansinya, Pandangan baru ini hendak menjelaskan makna reproduksi simbolis dunia-kehidupan ketika tindakan komunikatif digantikan oleh interaksi yang dikendalikan media, ketika bahasa (dalam fungsi koordinasinya) digantikan oleh media-media sepertia uang dan kekuasaan. Konversi ini menimbulkan proses deformasi infrastruktur komunikatif dunia-kehidupan yang mengakibatkan patologis dalam masyarakat. Salah satunya adalah dominasi para kapitalis. Agar tidak terjadi pengambilalihan tindakan komunikatif yang sehat akibat berkuasanya
kelompok-kelompok
tertentu,
teori
tindakan
komunikatif
Habermas, membawa angin segar perubahan. Dunia-kehidupan bisa berjalan harmoni, ketika tidak ada pemaksaan sesuka hati dari beberapa atau kelompok orang. Pemahaman awal pengetahuan manusia mula-mula memang diterima sebagai dunianya sendiri. Tapi ketika kita berhadapan dengan dunia sosial, dimana manusia hidup, bertindak, dan berbicara satu sama lain serta berhadapan satu dengan yang
16
lawan dengan pengetahuan eksplisit sesuatu membawanya praktik komunikatif. Sering kali hanya sebagian kecil dari pengetahuan valid. Ketika memasuki ruang sosial makan timbul persoalan-persoalan. Oleh karena itu, dibutuhkan komunikasi intersubjektif yang membawa setiap orang menjadi otonom dengan ikatan fungsional kebaikan bersama. Komunikatif artinya mampu menyampaikan pesan dengan baik. Artinya, pesan yang diterima oleh penerima (receiver) sama dengan maksud pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan (sender). Yang dimaksud pesan (message) disini bukan hanya informasi, namun termasuk juga pemikiran, keinginan dan perasaan. (Kris Cole: 2003) 2.2.2
Hakikat Pendekatan Komunikatif Munculnya pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa bermula
dari adanya perubahan-perubahan dalam tradisi pembelajaran bahasa di Inggris pada tahun 1960-an menggunakan pendekatan situasional (Tarigan, 1989:270). Dalam pembelajaran bahasa secara situasional, bahasa diajarkan dengan cara mempraktikkan/melatihkan struktur-struktur dasar dalam berbagai kegiatan berdasarkan situasi yang bermakna. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, seperti halnya teori linguistik yang mendasari audiolingualisme, ditolak di Amerika Serikat pada pertengahan tahun 1960-an dan para pakar linguistik terapan Inggris pun mulai mempermasalahkan asumsi-asumsi yang mendasari pengajaran bahasa situasional. Menurut mereka, tidak ada harapan/masa depan untuk meneruskan mengajar gagasan yang tidak masuknakal terhadap peramalan bahasa berdasarkan peristiwa-peristiwa situasional. Apa yang dibutuhkan adalah suatu studi yang lebih cermat mengenai bahasa itu sendiri dan kembali kepada konsep tradisional bahwa ucapanucapan mengandung makna dalam dirinya dan mengekspresikan makna serta maksud pembicara dan penulis yang menciptakannya (Howatt, 1984:280, dalam Tarigan, 1989:270).
17
Pendekatan komunikatif adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk membuat kompetensi komunikatif sebagai tujuan pembelajaran bahasa, juga mengembangkan prosedur-prosedur bagi pembelajaran 4 keterampilan berbahasa (menyimak, membaca, berbicara, dan menulis), mengakui danmenghargai saling ketergantungan bahasa. Ciri utama pendekatan komunikatif adalah adanya 2 kegiatan yang saling berkaitan erat, yakni adanya kegiatan-kegiatan komunikatif fungsional (functional communication activies) dan kegiatan-kegiatan yang sifatnya interaksi sosial (social interaction activies). Kegiatan komunikatif fungsional terdiri atas 4 hal, yakni: a)
mengolah infomasi;
b)
berbagi dan mengolah informasi;
c)
berbagi informasi dengan kerja sama terbatas;
d)
berbagi informasi dengan kerja sama tak terbatas.
Kegiatan interaksi sosial terdiri atas 6 hal, yakni: a) improvisasi lakon-lakon pendek yang lucu; b) aneka simulasi; c) dialog dan bermain peran; d) sidang-sidang konversasi; e) diskusi; f) berdebat. Ada delapan aspek yang berkaitan erat dengan pendekatan komunikatif (David Nunan, 1989, dalam Solchan T.W., dkk. 2001:66), yaitu: a. Teori Bahasa Pendekatan Komunikatif berdasarkan teori bahasa menyatakan bahwa pada hakikatnya bahasa adalah suatu sistem untuk mengekspresikan makna, yang menekankan pada dimensi semantik dan komunikatif daripada ciri-ciri gramatikal bahasa. Oleh karena itu, yang perlu ditonjolkan adalah interaksi dan komunikasi bahasa, bukan pengetahuan tentang bahasa. b. Teori belajar yang cocok untuk pendekatan ini adalah teori pemerolehan bahasa kedua secara alamiah.
18
c. Tujuan mengembangkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi (kompetensi dan performansi komunikatif). d. Silabus harus disusun searah dengan tujuan pembelajaran dan tujuan yang dirumuskan dan materi yang dipilih sesuai dengan kebutuhan siswa. e. Tipe kegiatan tukar menukar informasi, negosiasi makna atau kegiatan lain yang bersifat riil. f.
Peran guru fasilitator proses komunikasi, partisipan tugas dan tes, penganalisis kebutuhan, konselor, dan manajer proses belajar
g. Peran siswa pemberi dan penerima, sehingga siswa tidak hanya menguasai bentuk bahasa, tapi juga bentuk dan maknanya. h. Peranan materi pendukung usaha meningkatkan kemahiran berbahasa dalam tindak komunikasi nyata. Prosedur-prosedur pembelajaran berdasarkan pendekatan komunikatif lebih bersifat evolusioner
daripada
revolusioner.
Adapun
garis
kegiatan
pembelajaran yang ditawarkan mereka adalah: penyajian dialog singkat, pelatihan lisan dialog yang disajikan, penyajian tanya jawab, penelaah dan pengkajian, penarikan simpulan, aktivitas interpretatif, aktivitas produksi lisan, pemberian tugas, pelaksanaan evaluasi. Prosedur-prosedur pembelajaran berdasarkan pendekatan komunikatif lebih bersifat evolusioner daripada revolusioner. Adapun garis kegiatan pembelajaran yang ditawarkan mereka adalah: penyajian dialog singkat, pelatihan lisan dialog yang disajikan, penyajian tanya jawab, penelaah dan pengkajian, penarikan simpulan, aktivitas interpretatif, aktivitas produksi lisan, pemberian tugas, pelaksanaan evaluasi. Pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa muncul pada tahun 1970-an sebagai reaksi terhadap empat aliran pembelajaran bahasa yang dianut sebelumnya (grammar translation method, direct method, audiolingual method, dan cognitive learning theory). Keempat metode itu memiliki ciri yang sama iaitu pembelajaran bahasa dalam bidang struktur bahasa yang disebut
19
pembelajaran bahasa struktural atau pembelajaran bahasa yang berdasarkan pendekatan struktural. Pendekatan struktural menitikberatkan pengajaran bahasa pada pengetahuan tentang kaidah bahasa (tatabahasa) yang biasanya disusun dari struktur yang sederhana ke struktur yang kompleks. Para pembelajar mulamula diperkenalkan bunyi-bunyi, bentuk-bentuk kata, struktur kalimat, kemudian makna unsur-unsur tersebut. Kelemahan pendekatan struktural ialah tidak pernah memberikan kesempatan kepada pembelajar untuk berlatih menggunakan bahasa dalam situasi komunikasi yang nyata yang sesungguhnya lebih penting dimiliki oleh para siswa ketimbang pengetahuan tentang kaidah-kaidah bahasa. Kelemahan dari pendekatan struktural itulah mengilhami lahirnya pendekatan komunikatif yang menitikberatkan perhatian pada penggunaan bahasa dalam situasi komunikasi. Pendekatan komunikatif memberikan tekanan pada kebermaknaan dan fungsi bahasa. Dengan kata lain, bahasa untuk tujuan tertentu dalam kegiatan berkomunikasi. Selanjutnya, untuk memahami hakikat pendekatan komunikatif, menurut Syafi’ie (1998) ada delapan hal yang perlu diperhatikan, yaitu: a) Teori Bahasa Pendekatan Komunikatif berdasarkan teori bahasameny atakan bahwa pada hakikatnya bahasa adalah suatu sistem untuk mengekspresikan makna, yang menekankan pada dimensi semantik dan komunikatif daripada ciri-ciri gramatikal bahasa. Oleh karena itu, yang perlu ditonjolkan adalah interaksi dan komunikasi bahasa, bukan pengetahuan tentang bahasa. b) Teori belajar yang cocok untuk pendekatan ini adalah teori pemerolehan bahasa kedua secara alamiah. c) Tujuan mengembangkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi (kompetensi dan performansi komunikatif). d) Silabus harus disusun searah dengan tujuan pembelajaran dan tujuan yang dirumuskan dan materi yang dipilih sesuai dengan kebutuhan siswa.
20
e) Tipe kegiatan tukar menukar informasi, negosiasi makna atau kegiatan lain yang bersifat riil. f) Peran guru fasilitator proses komunikasi, partisipan tugas dan tes, penganalisis kebutuhan, konselor, dan manajer proses belajar. g) Peran siswa pemberi dan penerima, sehingga siswa tidak hanya menguasai bentuk bahasa, tapi juga bentuk dan maknanya. h) Peranan materi pendukung usaha meningkatkan kemahiran berbahasa dalam tindak komunikasi nyata. 2.2.3
Prosedur Pembelajaran Komunikatif Berkenaan dengan prosedur pembelajaran dalam kelas bahasa yang
berdasarkan pendekatan komunikatif, Finochiaro dan Brumfit (dalam Azies, 1996), menawarkan garis besar kegiatan pembelajaran untuk tingkat sekolah menengah pertama. Garis besar tersebut sebagai berikut. a. Penyajian Dialog Singkat Penyajian ini didahului dengan pemberian motivasi dengan cara menghubungkan situasi dialog dengan pengalaman pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari. b. Pelatihan Lisan Dialog yang Disajikan Pelatihan ini diawali dengan contoh yang dilakukan oleh guru. Para siswa mengulang contoh lisan gurunya, baik secara bersama-sama, setengah, kelompok kecil, atau secara individu. c. Tanya-Jawab Hal ini dilakukan dua fase. Pertama, tanya-jawab yang berdasarkan topik dan situasi dialog. Kedua, tanya-jawab tentang topik itu dikaitkan dengan pengalaman pribadi siswa. d. Pengkajian Siswa diajak untuk mengkaji salah satu ungkapan yang terdapat dalam dialog. Selanjutnya, para siswa diberi tugas untuk memberikan contoh ungkapan lain yang fungsi komunikatifnya sama. e. Penarikan Simpulan
21
Siswa diarahkan untuk membuat simpulan tentang kaidah tata bahasa yang terkandung dalam dialog 2.3 Kerangka Pikir
Pelaksanaan
pembelajaran
di
SD
Angkatanlor
02
Kecamatan
Tambakromo Kabupaten Pati pada untuk peningkatan kemampuan siswa dalam hal mendengarkan dan menceritakan kembali cerita yang didengar melalui pendekatan komunikatif belum begitu dipahami, serta siswa masih kesulitan dalam ketrampilan bercerita ceriota yang pernah didengar. Sebagai guru, guru harus pandai dalam menyikapi hal ini maka untuk mengatasi permasalahan tersebut peneliti melakukan tindakan pembelajaran. Adapun kerangka pikirnya dapat digambarkan dalam skema berikut :
Kondisi Awal Siwa
Kemampuan bercerita rendah
Prestasi Kurang
Kondisi Akhir
Tindakan kelas
Meningkatkan kemampuan Menceritakan kembali cerita yang didengar dengan Metode komunikatif kemampuan Menceritakan kembali cerita yang didengar yang meningkat
Gambar. 2.1 Kerangka Pikir
Siklus I
Siklus II
22
2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka berfikir yang telah diuraikan dalam gambar 1 , hipotesis dalam penelitian ini adalah “apakah dengan pendekatan komunikatif dapat peningkatan kemampuan menceritakan kembali sebuah cerita yang didengar pada siswa kelas II SDN Angkatanlor 02 Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati.