BAB II KAJIAN TEORETIS
2.1 Hakikat Partisipasi 2.1.1 Pengertian Partisipasi Pengertian partisipasi menurut Poerwadarminto, (1991: 998) adalah sejumlah orang yang turut berperan serta dalam suatu kegiatan, keikutsertaan, peran serta. Partisipasi secara formal didefinisikan sebagai turut wewenang baik secara mental dan emosional memberikan sumbangsih kepada proses pembuatan dimana keterlibatan secara pribadi orang yang bersangkutan untuk melaksanakan tanggung jawabnya (Hardjasoemantri, 1993:7). Banyak para ahli yang mendefinisikan tentang partisipasi. Janabrota Bhattacharyya dalam Hardjasoemantri (1993:7). mengartikan partisipasi sebagai pengambilan bagian dalam kegiatan bersama. Sedangkan Mubyarto dalam Hardjasoemantri (1993: 8) mendefinisikannya sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan kepentingan diri sendiri. Partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok tersebut dalam usaha mencapai tujuan bersama serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan (Keith Davis dalam Gultom, 2001: 11). Korten dalam (Gultom, 2001:11), bahwa partisipasi sebagai suatu tindakan yang mendasar untuk bekerjasama yang memerlukan waktu dan usaha, agar menjadi mantap dan hanya berhasil baik dan terus maju apabila ada kepercayaan. Disamping itu, (Gultom, 2001: 12) memberikan batasan partisipasi sebagai suatu
11
12
gejala demokrasi dimana orang diikutsertakan dalam perencanaan suatu pelaksanaan dari gejala sesuatu yang berpusat pada kepentingannya dan juga ikut memikul tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat kewajibannya. Nelson, Bryant, 1982 (Purnawati, 2005: 50) mengkalsifikasikan partisipasi bahwa keterlibatan kelompok atau masyarakat sebagai suatu kesatuan, dapat disebut partisipasi kolektif, sedangkan keterlibatan individual dalam kegiatan kelompok dapat disebut partisipasi individual. Selain itu partisipasi dapat disebut sebagai partisipasi vertikal dan horisontal masyarakat. Disebut partisipasi vertikal karena bisa terjadi dalam kondisi tertentu masyarakat terlibat atau mengambil bagian dalam suatu program pihak lain, dalam hubungan dimana masyarakat berada pada posisi sebagai bawahan, pengikut atau klien. Disebut partisipasi horisontal, karena pada suatu saat tertentu tidak mustahil masyarakat mempunyai kemampuan untuk berprakarsa, di mana setiap anggota/kelompok masyarakat berpartisipasi horisontal satu dengan yang lain, baik dalam melakukan usaha bersama, maupun dalam rangka melakukan kegiatan dengan pihak lain. Tentu saja partisipasi seperti itu merupakan suatu tanda permulaan tumbuhnya masyarakat yang mampu berkembang secara mandiri. Pengertian partisipasi menurut Supriyanto (2004: Online), merumuskan bahwa partisipasi seseorang adalah keikutsertaan/ pelibatan seseorang dalam kegiatan pelaksanaan program dalam merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan serta mampu untuk meningkatkan kemauan menerima dan
13
kemampuan untuk menanggapi, baik secara langsung maupun tidak langsung sejak dari gagasan, perumusan kebijaksanaan hingga pelaksanaan program. Berdasarkan beberapa definisi menurut para ahli tersebut di atas, bisa di tarik kesimpulan bahwa partisipasi merupakan pengambilan bagian atau keterlibatan anggota masyarakat dengan cara memberikan dukungan (tenaga, pikiran maupun materi) dan tanggung jawabnya terhadap setiap keputusan yang telah diambil demi tercapainya tujuan yang telah ditentukan bersama. Sedangkan pengertian partisipasi dalam penelitian ini adalah mengambil bagian atau peran dalam pelaksanaan program Kelompok Bermain yang diwujudkan baik dalam bentuk memanfaatkan layanan program Kelompok Bermain, memberi masukan berupa pemikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal dana atau materi. 2.1.2 Sebab Terjadinya Partisipasi Terjadinya partisipasi seseorang dalam suatu program menurut Cohen dalam Sastropoetro (1986: 122-123) disebabkan karena empat hal. Pertama, dari segi basisnya, yaitu partisipasi karena desakan (impetus) dan partisipasi karena adanya insentif. Kedua, segi bentuk yaitu partisipasi terjadi secara terorganisasi, ada pengarahan dari pimpinan kelompok, dan partisipasi yang dilakukan secara langsung oleh individu itu sendiri. Ketiga, segi keluasannya, yaitu partisipasi terjadi dengan mengorbankan waktu dan dengan menambah kesibukan di luar untuk kepentingan pribadinya. Keempat, dari segi efektivitasnya, yaitu dengan menjadi partisipan berharap bisa memberikan masukan/saran atau kontribusi yang tentunya pada akhirnya akan memberi manfaat terhadap dirinya. Dari keempat segi partisipasi tersebut di atas bila dilihat dari prakarsa terjadinya partisipasi maka bisa digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu partisipasi
14
yang datang dari atas (top down), dan partisipasi yang datang dari bawah (bottom up). 2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Parisipasi Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
partisipasi
seseorang
menurut
Sastropoetro (1986: 27) adalahlah status sosial, kegiatan program dan keadaan alam sekitarnya. Status sosial meliputi pendidikan, pendapatan, kebiasaan dan kedudukan sosial dalam sistem sosial. Kegiatan program merupakan kegiatan yang direncanakan dan dikendalikan oleh kelompok yang dapat berupa organisasi masyarakat dan tindakan kebijaksanaan. Sedangkan alam sekitar merupakan faktor fisik atau keadaan geografis daerah yang ada pada lingkungan tempat tinggal. Tokoh masyarakat, pemimpin adat, tokoh agama adalah merupakan komponen yang juga berpengaruh dalam menggerakkan masyarakat yang berperan serta dalam suatu kegiatan. Sedangkan menurut Mikkelsen, B. (2003: 17), ada tiga faktor yang mempengaruhi partisipasi yaitu: a.
Kepemimpinan Faktor pertama proses pengendalian usaha ditentukan sekali oleh kepemimpinan.
b.
Pendidikan Tingkat pendidikan yang memadai akan memberikan kesadaran yang lebih tinggi dan memudahkan bagi pengembangan identifikasi terhadap tujuan program.
15
c.
Komunikasi Gagasan-gagasan, kebijaksanaan dan rencana-rencana akan memperoleh dukungan bila hal tersebut mudah diketahui dan dimengerti oleh masyarakat.
2.1.4 Unsur-unsur dalam Partisipasi Supriyanto (2004: Online) mengemukakan bahwa terdapat beberapa unsur penting yang tercakup dalam pengertian partisipasi tersebut, diantaranya: Pertama, dalam partisipasi yang ditelaah bukan hanya keikutsertaan secara fisik tetapi juga fikiran dan perasaan (mental dan emosional). Kedua, partisipasi dapat digunakan untuk memotivasi seseorang yang menyumbangkan kemampuannya kepada situasi kelompok sehingga daya kemam-puan berfikir serta inisiatifnya dapat timbul dan diarahkan kepada tujuan kelompok. Ketiga, dalam partisipasi mengandung pengertian orang untuk ikut serta dan bertanggungjawab dalam kegiatan-kegiatan organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa makin tinggi rasa keterlibatan psikologis individu dengan tugas yang diberikan kepadanya, semakin tinggi pula rasa tanggung jawab seseorang dalam melaksanakan tugas tersebut. Sementara Gultom (2001: 27), bahwa terdapat beberapa hal yang berhubungan dengan partisipasi seseorang sebagai berikut: 1. Partisipasi seseorang merupakan satu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikapnya terhadap suatu program. 2. Seseorang akan lebih mengetahui seluk beluk suatu program dan akan mempunyai rasa memiliki program tersebut. 3. Partisipasi merupakan hak demokrasi bila seseorang dilibatkan di dalam-nya. 2.1.5 Syarat dan Sifat Partisipasi Menurut Gultom (2001: 39) agar partisipasi seseorang akan menjadi efektif dan berdaya guna harus memenuhi syarat-syarat berikut: 1)
Pemastian penerimaan informasi dengan mewajibkan pemrakarsa kegiatan mengumumkan rencana kegiatannya.
2)
Informasi lintas batas (transfortier information)
16
3)
Informasi tepat waktu (timely information)
4)
Informasi yang lengkap dan menyeluruh
5)
Informasi yang mudah dipahami. Berdasarkan teori tersebut dapat dikatakan bahwa suatu proses partisipasi
yang efektif diawali dengan pemberian informasi, jangkauan informasi, informasi yang sedini dan seteliti mungkin sebelum keputusan terakhir diambil seseorang sehingga masih ada kesempatan untuk mempertimbangkan dan mengusulkan alternatif-alternatif pilihan, informasi dijabarkan secara rinci termasuk alternatifalternatif lain yang dapat diambil, dan mudah dipahami oleh masyarakat awam. Partisipasi adalah proses aktif dan inisiatif yang muncul dari seseorag serta akan terwujud sebagai suatu kegiatan nyata apabila terpenuhi oleh 3 faktor pendukungnya yaitu: adanya kemauan, kemampuan dan kesempatan untuk berpartisipasi (Hardjasoemantri, 1993: 44). Dari teori tersebut dapat dikemukakan bahwa kemauan dan kemampuan berpartisipasi berasal dari yang bersangkutan (individu atau kelompok masyarakat), sedangkan kesempatan berpartisipasi datang dari pihak luar yang memberikan peluang. Apabila ada kemauan tetapi tidak ada kemampuan dari individu atau kelompok masyarakat, meskipun organisasi/pemerintah telah memberikan peluang, maka partisipasipun juga tidak akan terjadi. Demikian juga, jika ada kemauan dan kemampuan tetapi tidak adanya ruang atau kesempatan yang diberikan oleh organisasi/pemerintah untuk individu atau kelompok masyarakat, maka partisipasipun juga tidak akan terjadi. Menurut peneliti, kondisi yang sama dapat terjadi antara partisipasi orang tua/masyarakat dalam pengembangan pendidikan, perlu ditumbuhkan adanya kemauan dan kemampuan orang tua atau kelompok masyarakat untuk
17
berpartisipasi dalam pengembangan pendidikan. Sebaliknya pihak lembaga pendidikan juga memberikan ruang atau kesempatan kepada orang tua atau kelompok masyarakat untuk berpartispasi seluas mungkin sehingga dapat dicetuskan ide-ide yang kreatif dan imajinatif dalam pengembangan pendidikan. Worell dan Stilwell,1981 (Supriyanto. 2004: Online), mendefinisikan syarat partisipasi sebagai suatu strategi kognitif yang mencakup empat aspek, yaitu: (1) berorientasi kepada masalah, (2) meninjau sepintas isi masalah, (3) memusatkan diri pada aspek-aspek yang relevan, dan (4) mengabaikan stimuli yang tidak relevan. Partisipasi yang baik adalah yang mendukung suksesnya suatu program. Beberapa sifat dari partisipasi antara lain: positif, kreatif, kritis, korektif konstruktif dan realistis. Partisipasi dikatakan positip, bila partisipasi tersebut mendukung kelancaran usaha bersama dalam mencapai tujuan. Partisipasi kreatif, berarti keterlibatan yang berdaya cipta, tidak hanya melaksanakan program yang ditetapkan melainkan memikirkan sesuatu yang baru baik gagasan, metode maupun cara baru yang lebih efektif dan efisien. Partisipasi dapat dikatakan kritis, korektif-konstruktif bila keterlibatan dilakukan dengan mengkaji suatu jenis atau bentuk kegiatan, menunjukkan kekurangan bila ada dan memberikan alternatif yang lebih baik. Partisipasi yang realistis mempunyai arti bahwa keikutsertaan seseorang dengan memperhitungkan realitas atau kenyataan, baik kenyataan dalam masyarakat maupun realitas mengenai kemampuan-nya, waktunya yang tersedia dan adanya kesempatan ketrampilan (Gultom, 2001: 44). 2.1.6
Tingkatan partisipasi Tjokroamidjoyo,1990 (Supriyanto, 2004: Online), menyatakan varian
partisipasi adalah:
18
1. Kehadiran Kehadiran merupakan varian partisipasi tingkat pertama yang lebih mudah menjadi tolok ukurnya sebab jika seseorang hadir dalam suatu kegiatan maka ia dapat dikatakan telah berperan serta. Tolok ukur varian pertama peran serta adalah kehadiran yang bersifat kuantitatif. 2. Representasi Representasi merupakan varian kedua dari peran serta yang secara kualitatif lebih tinggi dan mendalam jika dibandingkan dengan varian pertama. Ini meliputi aktivitas penentuan masalah, perumusan masalah, perumusan metode dan pendekatannya serta pembuatan keputusan. Individu dikatakan berperan serta dalam varian ini apabila terlibat dalam penentuan masalah. 3. Pemilikan dan pengendalian Pemilikan dan pengendalian merupakan varian tertinggi dari peran serta secara kualitatif. Individu yang berperan serta pada varian ini tidak hanya hadir dan berpresentasi tetapi lebih dari itu, yakni memiliki (sense of belonging).
2.2 Hakikat Orang Tua 2.2.1 Pengertian Orang Tua Menurut tata bahasa, orang tua adalah ayah, ibu kandung, orang yang dianggap tua, atau orang yang dihormati atau disegani. Lingkungan yang pertama dikenal oleh individu (anak) adalah orang tua yang terdiri dari ayah dan ibu. Maka dengan sendirinya ayah dan ibu sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian seseorang anak (Markum, E, M, 1991: 7). Orang tua merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan manusia, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial di dalam hubungan interaksinya dengan kelompoknya (Gerungan, 2004:168). Sementara Sujanto (1988:78) menyatakan bahwa orang tua adalah lembaga kesatuan sosial terkecil yang secara kodrati berkewajiban mendidik anaknya. Orang tua mendidik anak secara tradisional dan turun temurun. Selain itu Kartono (2003:53) menyatakan bahwa orang tua merupakan unit sosial terkecil yang memberikan
19
fondasi primer bagi perkembangan anak. Karena itu baik buruknya orang tua dan masyarakat
sekitar
memberikan
pengaruh
baik
kepribadian anak. Berdasarkan pernyataan tersebut
buruknya
pertumbuhan
orang tua mempunyai
tanggung jawab untuk memberikan bimbingan dan pendidikan pertama bagi setiap individu. Orang tua merupakan lingkungan pertama yang menentukan perilaku anak. Pola asuh orang tua paling berperan dalam ini. Perilaku orang tua, yang telah terasa dan teramati sejak keluar dari rahim sang ibu, telah tertanam pada diri anak. Pengalaman interaksi anak dengan orang tua akan menentukan perilaku pada anak terhadap orang lain maupun lingkungan sosial. Mulai dari belajar untuk bicara hingga mengenal berbagai norma yang harus mereka patuhi dan laksanakan. Dengan demikian, tugas orangtua melengkapi dan mempersiapkan anak menuju ke kedewasaan dengan memberikan bimbingan dan pengarahan yang dapat membantu anak dalam menjalani kehidupan. Dalam memberikan bimbingan dan pengarahan pada anak akan berbeda pada masing-masing orangtua kerena setiap keluarga memiliki kondisi-kondisi tertentu yang berbeda corak dan sifatnya antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lain. Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat peneliti menentukan batasan bahwa yang dimaksud dengan orang tua adalah setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau rumah tangga, yang dalam kehidupan seharihari lazim disebut dengan ibu bapak atau ayah dan ibu. Mereka inilah yang terutama dan utama memegang peranan dalam kelangsungan hidup suatu rumah
20
tangga. Dengan demikian orang tua sebagai penanggung jawab dalam proses pendidikan keluarga mempunyai peranan yang paling utama dan pertama dalam proses pendidikan bagi anak-anaknya. Berdasarkan uraian di atas, maka antara ayah dan ibu masing-masing bertindak sebagai pendidik, pengajar, pengasuh, pembimbing, pelatih dan sebagainya terhadap anak-anaknya. 2.2.2 Orang Tua sebagai Pendidik Keluarga Berbicara tentang pendidikan, maka pasti menyangkut pula masalah lingkungan tempat pendidikan itu dilaksanakan. Lingkungan pendidikan yang dimaksud sering disebut dengan tripusat pendidikan, dalam pengertian bahwa pendidikan di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan dilingkungan masyarakat. Pendidikan merupakan kegiatan pemberian pertolongan oleh orangtua yang bertanggung jawab kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya jasmani dan rohani. Orangtua adalah bagian dari keluarga yang merupakan penanggung jawab utama dalam pembinaan atas bagian keluarga yang lain termasuk anak. Bentuk pendidikan orang tua terhadap anak seperti bimbingan, tuntunan, dan keteladanan serta nasihat (Fuad Ihsan, 2003: 4). Menginsafi bahwa orang tua merupakan unit pertama bagi masyarakat pada tahap institusi. Hal itu merupakan jembatan meniti bagi generasi yang akan datang. Orang tua merupakan sistem yang paling khusus dan tersendiri. Karena, di bersama orang tua itulah tempat tinggal pertama bagi anak untuk melakukan
21
interaksi, mengambil asas-asas bahasa, nilai, perilaku, kebiasaan, kecenderungan jiwa dan sosial. Pada perspektif umum, bahwa corak pendidikan dalam rumah tangga tidak berpangkal tolak dari kesadaran dan pengertian yang lahir dari pengetahuan mendidik, melainkan secara kodrati suasana dan strukturnya memberikan kemungkinan alami membangun situsi atau iklim pendidikan. Timbulnya iklim atau suasana tersebut, karena adanya interaksi yaitu hubungan pengaruh mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak. Sebagai peletak pertama pendidikan, orang tua memegang peranan penting bagi pembentukan watak dan kepribadian anak, maksudnya bahwa watak dan kepribadian tergantung kepada pendidikan awal yang berasal dari orang tua terhadap anaknya. Konsekwensinya apabila anak telah memasuki usia pra-sekolah menjadi tugas dan tangung jawab orang tua untuk menyerahkan anaknya kepada sekolah. 2.2.3
Tanggung Jawab Orang Tua Hal yang menjadi tanggung jawab orang tua adalah menyediakan alat-alat
perlengkapan belajar anak di rumah, memperhatikan lingkungan pergaulan, memberikan kesempatan kepada anak untuk menyampaiakan dan mengungkapkan masalahnya. Berhasil baik atau tidaknya pendidikan anak bergantung pada dan dipengaruhi oleh pendidikan orang tua. Pendidikan orang tua adalah fundamen atau dasar dari pendidikan anak selanjutnya. Hasil-hasil pendidikan yang diperoleh anak dari orang tua menentukan pendidikan anak itu selanjutnya, baik di sekolah maupun di masyarakat (Siahaan, 1991: 47). Pandangan tersebut menunjukkan betapa perlunya orang tua senantiasa memperhatikan perkembangan dan kemajuan pendidikan anak-anaknya, sebab
22
perhatian dan bimbingan yang cukup dari orang tua sangat menunjang bagi keberhasilan pendidikan anak. Salah satu wujud nyata dari perhatian dan tanggung jawab yang dimaksud adalah memperhatikan kebutuhan dalam pendidikan anakanak mereka, menyediakan sarana dan fasilitas belajar yang dibutuhkan anak. Semua dilakukan atas dasar kerjasama kedua orang tua (ayah dan ibu). 2.2.4 Orang Tua Sebagai Motivator Pendidikan Anak Salah satu yang mempengaruhi minat belajar anak baik di rumah maupun di sekolah adalah seberapa besar motivasi yang diberikan orang tuanya. Untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, orang tua dituntut kreatif membangkitkan motivasi belajar anak, sehingga terbentuk perilaku belajar anak yang efektif. Dalam perspektif manejmen maupun psikologis, kita dapat menjumpai beberapa teori tentang motivasi dan pemotivasian yang diharapkan dapat membantu orang tua untuk dapat mengembangkan keterampilannya dalam memotivasi anak agar menunjukan prestasi belajar atau kinerjanya secara unggul (Sardiman A. M. 2004: 19). Kendati demikian, dalam prakteknya memang harus diakui bahwa upaya menerapkan teori-teori tersebut atau dengan kata lain untuk dapat menjadi seorang motivator yang hebat bukanlah hal yang sederhana, mengingat begitu kompleksnya masalah-masalah yang berkaitan dengan perilaku anak, baik yang terkait dengan faktor-faktor internal maupun keadaan eksternal yang mempengaruhinya. Terlepas dari kompleksitas dari pemotivasian tersebut, dengan merujuk pada pemikiran Sardiman A. M (2004: 29), di bawah ini dikemukakan beberapa
23
petunjuk umum bagi orang tua dalam rangka meningkatkan motivasi belajar bagi anak, antara lain: 1. 2. 3. 4. 5.
Membangiktkan minat anak Ciptakan suasana belajar yang menyenagkan Berikan pujian yang wajar bagi keberhasilan anak. Berikan penilaian. Berikan kementar bagi hasil pekerjaan anak. Sebagai pihak yang berkewajiban membayar biaya bantuan pendidikan,
orang tua berhak mendapatkan jaminan bahwa anaknya dididik secara sungguhsungguh di sekolah. Dapat juga dilakukan melalui komite, orang tua dapat mengkomunikasikan permasalahan-permasalahan yang terjadi di PAUD bersama komponen yang lain, sehingga PAUD akhirnya dapat benar-benar menjalankan fungsinya dalam memegang amanah dari para orang tua mendidik anak-anak kita sebaik-baiknya untuk mempersiapkan masa depannya.
2.3 Program Kelompok Bermain Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, yang dimaksud dengan ’Kelompok Bermain’ merupakan lembaga pendidikan non formal yang diselenggarakan pemerintah dalam membantu anak usia dini agar mereka tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya. Sebagaimana kita ketahui bahwa program PAUD dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal (seperti: Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal), dan diseleggarakan melalui pendidikan nonformal (Kelompok Bermain dan Taman Penitipan Anak).
24
1. Dasar Hukum Dalam Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Kelompok Bermain (Dirjen Paudni, 2013:2) dasar hukum penyelenggaraan program Kelompok Bermain adalah sebagai berikut: 1. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. 2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 3. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 4. Undang-undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2004-2025. 5. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. 6. Peraturan Pemerintah No.17 tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, sebagaimana telah diubah dengan peraturan pemerintah No.66 tahun 2010. 7. Peraturan Presiden No. 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, tugas dan fungsi kementerian negara serta susunan organisasi, tugas, dan fungsi eselon 1 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden No.67 tahun 2010. 8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini. 9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 36 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan Nasional. 10. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru.
25
2. Tujuan dan Fungsi Bermain Bagi Anak Tujuan bermain anak menurut Hakim Lukman (2003: 71) adalah: a) lebih kreatif untuk mengembangkan diri, termasuk permainan manipulatif, b) mengembangkan pengetahuan bahasa (lingustik), kognitif (berpikir, social emosional) dan kemampuan memecahkan persoalan sesuai dengan alam pikirannya, c) menumbuhkan kemampuan dalam menciptakan ide-ide baru, gagasan baru dengan berbagai potensi diri yang dimiliki. Bruner (Donar, 2009: 74) menekankan bahwa: “Fungsi bermain bagi anak adalah sebagai sarana untuk mengembangkan kratifitas dan fleksibilitas, sehingga mampu bereksperimen dengan memadukan berbagai perilaku baru serta tidak biasa”. Sementara Craff (Anwar, 2007: 47) mengemukakan bahwa fungsi bermain anak adalah a) human physical (aspek kemampuan fisik manusia),
b)
kemampuan stimulasi kreatifitas anak seperti permainan manipulatif contohnya memasang komponen yang dapat disusun dalam berbagai bentuk. Menurut Freency (Mardiyanto Didi, 2009: 51) bahwa bermain bagi anak itu mempunyai arti yang sangat penting karena: a) dengan bermain anak dapat menyalurkan segala keinginan dan kepuasan, kreatifitas dan imajinasinya, b) karena bermain mempunyai nilai yang sangat penting bagi perkembangan fisik, kognitif, bahasa dan social emosional anak. Dengan bermain pikiran berdaya artinya dengan bermain pikiran anak itu jalan/aktif. Kegiatan anak sehari-hari itu selain tidur, makan, popok dan bermain. Saat bermain itulah pikiran anak itu aktif, sehingga timbul ide-ide baru/gagasan
26
baru yang pada gilirannya menimbulkan sebuah kreatifitas. Bermain juga dapat berfungsi pada kecerdasan anak. Bermain memberi manfaat bagi perkembangan motorik anak. Selain untuk perkembangan fisiknya, bermain juga amat baik untuk perkembangan otak serta psikologis anak. Mengikutkan anak pada Kelompk Bermain akan meningkatkan kesehatan fisik, psikologis, serta psikososialnya. Anak menjadi senang mendapat stimulasi kreatifitas yang baik untuk perkembangannya (Karel dalam Donar, 2009: 59). Dari teori diatas dapat dikatakan bahwa dengan bermain dapat membantu anak pada perkembangan motorik. Dengan bermain akan sangat mendukung kecerdasan motorik anak seperti berlari, berlompat, dan menggerakan seluruh tubuhnya dengan cara-cara yang tidak terbatas. Kemudian dengan memanjat koordinasi dan pengembangan kekuatan tubuh bagian atas dan juga bagian bawah. Stimulasi-stimulasi tersebut akan membantu mengoptimalkan motorik kasar. Sedangkan kekuatan fisik, keseimbangan dan stamina merupakan manfaat lain dari bermain. Kemampuan motorik halus bisa dikembangkan dengan cara-cara bermain/menggali pasir, menuangkan air, mengambil dan mengumpulkan batubatuan kecil lainnya dan bermain permainan seperti kelereng. Pengembangan motorik halus ini merupakan modal dasar anak untuk menulis. Dari penjelasan diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa manfaat bermain bagi anak adalah sebagai berikut: dapat memicu kreatifitas, mencerdaskan otak, menagggulangi konflik, melatih simpatik, mengasah panca indra, terapi melakukan penemuan.
dan
27
3. Manfaat Bermain Anak Permaianan bagi anak adalah alat untuk menjelajahi dunianya, dari yang ia tidak kenali sampai yang ia ketahui, dan dari yang tidak dapat diperbuatnya sampai mampu melakukannya. Oleh sebab itu para pakar psikologis anak mengatakan cara yang paling efektif mendidik anak usia dini yaitu: mendidik anak lewat cara bermain. Mereka diajarkan dengan cara yang mereka ketahui, yakni lewat bermain. Tetapi bukan sekadar bermain, tetapi bermain yang diarahkan (Cosby dalam Donar, 2009: 57). Lewat bermain yang diarahkan, mereka bisa belajar banyak; cara bersosialisasi, problem solving, negosiasi, manajemen waktu, resolusi konflik, berada dalam grup besar/kecil, kewajiban sosial, serta bahasa. Lewat bermain, anak tidak merasa dipaksa untuk belajar. Saat bermain, otak anak berada dalam keadaan yang tenang. Dengan permainan (modern maupun tradisional) dapat mendatangkan kegembiraan dan kesenangan bagi anak. Masa anak merupakan dunia bermain. Bermain sambil menemukan hal baru, mengekpolitasi dunia sekitarnya, melatih imaji-nasi, mengembangkan kemampuan bahasa, melatih motorik, mengembangkan kreaifitas (Freency, dalam Mardiyanto Didi, 2009: 22). Menurut Craff, 1997 (Anwar, 2007: 34) bahwa: ”Bermain merupakan sarana bagi timbulnya pikiran anak yang berdaya. Pikiran berdaya merupakan factor timbulnya ide-ide baru, yang akhirnya menjelma sebuah kreatifitas”. Pikiran berdaya artinya bahwa dengan bermain pikiran anak itu jalan, sampai dia melahirkan gagasan baru, ide-ide baru yang akhirnya menjelma menjadi sebuah kreatifitas. Situasi ketika anak serius dengang permainannya nampak anak berhayal, bercakap-cakap dengan dirinya sendiri, bergaul dengan teman mainnya,
28
sehingga dapat memunculkan ide-ide baru, memacu anak mencoba untuk membuat bentuk-bentuk tertentu menyusun suatu tahapan berusaha memilahmilah dan berbagai perilaku lainnya yang menimbulkan penghayatan keragaman selama menikmati kesempatan itu. Situasi bermain selalu bernuansa kesenangan dan kesantaian.
2.4
Pola Penyelenggaraan Program Kelompok Bermain
1. Perencanaan Perencanaan meliputi koordinasi dan identifikasi. Hal-hal yang perlu dikoordinasi dan di identifikasi adalah: judul kegiatan, dasar pelaksanaan, sasaran yang ingin dicapai, tujuan pelaksanaan, materi belajar, bahan belajar, metode pembelajaran, media pembelajaran, tutor/pendidik, waktu pelaksanaan, evaluasi, indikator keberhasilan. 2. Perorganisasian Pengorganisasian meliputi: kegiatan, rekruitmen peserta didik, ruang kegiatan belajar (RKB), penataan sarpras, administrasi dan orientasi. Kemudian untuk azas-azas pengorganisasian meliputi: 1) perumusan tujuan yang jelas, 2) pembagian kerja, 3) koordinasi, 4) pelimpahan wewenang, 5) rentang kendali, 6) flexbilitas, 7) kepemimpinan, 8) pengambilan keputusan. 3. Pelaksanaan Pelaksanaan meliputi: penggerakan, pendampingan (langsung dan tidak langsung), dan pembelajaran (individual learning dan group learning). Pendidikan dalam dunia anak-anak mengutamakan permainan dalam kegiatannya, sehingga program yang disusun mengacu pada konsep belajar sambil
29
bermain. Lingkungan dan fasilitas tempat belajar tetap mengutamakan keamanan, keselamatan, kegembiraan, kenyamanan, dan keleluasaan bagi anak dalam proses pendidikannya. Untuk mewujudkan tujuan dan konsep pembelajaran tersebut dituangkan dalam aktifitas sebagai berikut: 1). Kegiatan harian berupa aktifitas dalam kelompok. 2). Bermain bebas di dalam dan di luar ruangan 3). Makan bersama yang tujuannya untuk melatih kemandirian anak dan kebersamaan anak. 4). Latihan aktifitas sehari-hari. Tabel 2.1 Pengembangan bidang-bidang dalam Program Kelompok Bermain Bidang a. Keterampilan b. Fisik c. Kemampuan interaksi social d. Karakter
Contoh Mengasah motorik halus dan kasar anak, daya cipta, daya pikir dan bahasa. Pengembangan kesadaran pentingnya kebersihan, kesehatan dan kebugaran pada diri anak. Pengembangan kemampuan bersosialisasi, berkomunikasi, solidaritas, dan nilai keagamaan. Mengembangkan kemandirian pada diri anak, sportifitas, tanggung jawab dan kerjasama.
4. Evaluasi atau penilaian. Penilaian adalah proses pemberian nilai atau tindakan atau upaya untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Sedangkan hasil belajar itu sendiri adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar.
30
Howard Kingsley (Purwanto, 1998: 56) mambagi tiga macam hasil belajar, yakni: 1) 2)
3)
Pengetahuan dan pengertian yang meliputi: menulis dan membaca, untuk itu biasanya guru menggunakan tes secara tertulis. Keterampilan dan kebiasaan seperti menggambar, menyusun balok, kemampuan berbahasa, kewajiban sosial dan sebagainya tes berupa ujian praktek. Sikap: kemandirian, kreatifitas, bersosialisasi, resolusi konflik, negosiasi dan sebagainya, untuk aspek ini bisa digunakan dengan cara pengamatan guru terhadap perilaku siswa.
2.5 Partisipasi Orang Tua terhadap Program Kelompok Bermain Kata “partisipasi” diambil dari bahasa Inggris participation, dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary disebutkan bahwa participation means (action of) participating, sedang participate means to take part or become involved (Hornby, 1974). Dengan demikian kata partisipasi dapat didefinisikan sebagai aksi atau tindakan untuk terlibat atau berperan serta. Dari beberapa literatur ditemukan bahwa istilah “partisipasi” dapat diartikan dalam berbagai pengertian, meskipun semua pada akhirnya bermuara pada satu kesimpulan bahwa partisipasi merupakan tingkat keterlibatan anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Davis (1987) menyatakan bahwa partisipasi adalah keterlibatan mental dan pikiran individu di dalam suatu kelompok sosial yang mendorongnya untuk mengembangkan kemampuan sesuai dengan tujuan kelompok tersebut. Sedang Rogers (1971) mendefinisikan “participation is the degree to which members of a social system are involved in the decision-making process.”
31
Poerbakawatja (1976:60) mendefinisikan partisipasi sebagai suatu gejala demokrasi tempat orang-orang diikutsertakan dalam perencanaan dan pelaksanaan segala sesuatu yang berpusat pada berbagai kepentingan. Orang-orang juga ikut memikul tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat kewajibannya. Sedang syarat terjadinya partisipasi menurut Davis (1987) adalah: (1) tersedianya waktu untuk berpartisipasi; (2) orang yang berpartisipasi harus mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi; (3) adanya komunikasi dalam berpartisipasi; (4) tersedianya biaya yang cukup; (5) tidak merugikan orang lain; dan (6) adanya keterikatan anggota dengan tujuan yang akan dicapai. Dalam hubungannya dengan program kelompok bermain, partisipasi orangtua dapat diartikan sebagai keterlibatan atau peran serta orangtua dalam mencapai tujuan pendidikan anak, yaitu mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga nantinya anak dapat bersikap, bertindak dan bertingkah laku sebagaimana yang diharapkan dalam kelompok sosial tersebut, yakni masyarakat. Lebih lanjut, partisipasi tidaklah hanya dilihat dari menyekolahkan atau memasukkan anaknya ke dalam lembaga pendidikan anak usia dini tetapi juga kualitas keterlibatan orangtua dalam ikut mengupayakan pencapaian tujuan pendidikan anak usia dini secara optimal. Dalam konteks pendidikan berbasis masyarakat, peran serta orang tua sangat penting sebagai salah satu elemen pendukung terwujudnya pendidikan yang bermutu, manfaat kehadiran pendidikan benar-benar dirasakan masyarakat. Salah satu bentuk peran serta masyarakat adalah melakukan pemberdayaan masyarakat dengan memperluas partisipasi orang tua dalam pendidikan yang
32
meliputi peran serta perorangan, kelompok, organisasi profesi, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. Orang tua tersebut dapat berperan sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan seperti Kelompok Bermain. Oleh karena itu, orang tua berhak
melaksanakan
pendidikan
yang
berbasis
masyarakat,
dengan
mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta managemen dan pendanaanya sesuai dengan setandar pendidikan nasional. Partisipasi dalam pendidikan berarti mengambil bagian atau peran dalam pelaksanaan pendidikan, baik dalam bentuk pernyataan mengikuti kegiatan, memberi masukan berupa pemikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal dana atau materi serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasilnya. (Cohen dan Uphoff, dalam Purnawati, 2005: 44). Bila dilihat dari konsep pendidikan, orang tua dengan berbagai ragam kualitas diri mulai dari yang tidak berpendidikan sampai kepada yang berpendidikan tinggi. Baiknya kualitas orang tua ditentukan oleh kualitas pendidikannya, makin baik pendidikan orang tua, makin baik pula kualitas masyarakat secara keseluruhan. Untuk memperoleh kualitas yang baik terhadap pendidikan seperti Kelompok Bermain, maka kualitas orang tua pun harus baik, agar saling menunjang antara satu dan lainnya, jika kualitas pendidikan orang tua baik maka akan menghasilkan keluaran atau hasil didik yang baik pula secara keseluruhan. Di satu pihak hubungan Kelompok Bermain dengan orang tua pada hakikatnaya merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi anak usia dini. Dalam hal ini Program Kelompok Bermain sebagai system social merupakan bagian integral dari system
33
social yang lebih besar, yaitu masyarakat. Olehnya hubungan antara Kelompok Bermain dan orang tua yang terjalin baik dapat mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Artinya jika hubungan Lembaga pendidikan seperti Kelompok Bermain dengan orang tua berjalan dengan baik, rasa tanggung jawab dan partisipasi orang tua untuk memajukan Kelompok Bermain juga akan baik dan tinggi. Pendidikan bagi bangsa Indonesia harus dilakukan melalui tiga lingkungan yaitu orang tua, sekolah dan masyarakat. Orang tua merupakan pusat pendidikan yang pertama dan terpenting, karena sejak timbulnya adab kemanusiaan sampai sekarang orang tua selalu berpengaruh besar terhadap perkembangan anak manusia. (Ki Hajar Dewantoro dalam Prawirosentono, 2002: 49). Berdasarkan teori tersebut bahwa selain peran orang tua sebagai anggota yang paling dominan dalam suatu kelompok masyarakat terkecil, di tuntut partisipasinya terhadap lembaga pendidikan Kelompok Bermain. Hal ini merupakan wujud kepedulian dan tanggung jawab orangtua terhadap pendidikan anak. Pentingnya partisipasi orang tua dalam lembaga pendidikan Kelompok Bermain telah disadari oleh banyak fihak, kebijakan manajemen berbasis sekolah (MBS) dalam reformasi pendidikan pun menempatkan peranan orang tua sebagai salah satu (dari 3) pilar keberhasilannya. Selama ini, penyelenggaraan partisipasi orang tua di bidang pendidikan dalam kenyataannya masih terbatas pada keikutsertaan anak-anak mereka dalam program pendidikan Kelompok Bermain. Kegiatan partisipasi orang tua masih lebih dipahami sebagai mobilisasi untuk mensukseskan program pendidikan anak usia dini. Padahal dalam implementasi syarat berpartisipasi, seharusnya orang tua merasa bahwa tidak hanya menjadi user (pengguna), tetapi sebagai subyek yang
34
dapat memberikan sumbangan pemikiran, tenaga dan materi untuk peningkatan mutu dan kualitas program Kelompok Bermain. Bentuk keterlibatan orang tua seperti yang dikemukakan oleh Sudrajat (2011: Online), bahwa: Partisipasi orangtua ini terlihat dalam berbagai wujud kegiatan, antara lain: menyediakan berbagai bentuk bantuan finansial dan non finansial untuk mendukung pelaksanaan program Kelompok Bermain, memberikan kontribusi pemikiran, melakukan kontrol dan pengawasan terhadap pelaksanaan program Kelompok Bermain sesuai standar kurikulum yang berlaku, dan menyediakan dukungan dana bagi peningkatan anggaran pendidikan sesuai dengan standar yang di sepakati. Sementara itu Hasbullah (2003:87) memberikan solusi bentuk partisipasi paling sederhana yang dapat dilakukan orang tua dalam mendukung pendidikan anak di program Kelompok Bermain, yaitu: 1) Orang tua bekerjasama dengan pihak pengelola Kelompok Bermain 2) Sikap anak terhadap Kelompok Bermain sangat di pengaruhi oleh sikap orang tua terhadap program Kelompok Bermain, sehingga sangat dibutuhkan kepercayaan orang tua terhadap pengelola Kelompok Bermain yang menggantikan tugasnya sebagai pendidik utama anak. 3) Orang tua harus memperhatikan kebutuhan pendidikan anaknya, selain memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan menghargai segala usahanya. 4) Orang tua menyeleraskan persamaan persepsi dengan pendidik dalam mendidik anak dan memotivasi serta membimbing anak dalam kegiatan bermain sambil belajar di rumah. 5) Orang tua bekerjasama dengan pendidik untuk mengatasi kesulitan belajar anak. Lebih lanjut John W. Santrok (Semaoen, 2000: 99) mengemukakan bahwa ada tujuh jenis (bentuk) partisipasi orang tua dalam pembelajaran di lembaga pendidikan, yaitu: 1. Hanya sekedar pengguna jasa layanan pendidikan yang tersedia. Misalnya, orang tua hanya memasukkan anak ke program Kelompok Bermain dan menyerahkan sepenuhnya kepada pihak pengelola Kelompok Bermain. 2. Memberikan kontribusi dana, bahan, dan tenaga, misalnya dalam pembangunan sarana bermain anak.
35
3. Menerima secara pasif apa pun yang diputuskan oleh pihak pengelola PAUD yang terkait dengan peningkatan pengelolaan Kelompok Bermain. 4. Menerima konsultasi mengenai hal-hal yang terkait dengan kepentingan Kelompok Bermain. Misalnya, kesamaan persepsi antara pendidik dengan orang tua dalam hal membelajarkan anak, konsultasi tentang keselamatan anak dalam penggunaan faslitas permainan, dan lain-lain. 5. Menghadiri pelayanan tertentu. Misalnya, Kelompok Bermain bekerja sama dengan mitra tertentu seperti Puskesmas untuk memberikan penyuluhan kepada orag tua tentang perlunya Posyandu, sarapan pagi bagi anak sebelum sekolah, atau pentingnya makanan bergizi dan lain-lain. 6. Melaksanakan kegiatan yang telah didelegasikan atau dilimpahkan Kelompok Bermain kepada orang tua dalam mengajak ornga tua lain yang belum mengikutkan anaknya dalam Kelompok Bermain ataupun untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat umum tentang pentingnya pendidikan anak usia dini atau hal-hal penting lainnya untuk kemajuan bersama. 7. Mengambil peran dalam pengambilan keputusan pada berbagai jenjang kegiatan dalam Kelompk Bermain. Misalnya orang tua siswa ikut serta membicarakan dan mengambil keputusan tentang rencana kegiatan ekstra korikuler anak, baik dalam pendanaan, pengembangan fasilitas bermain anak dan lain-lain. Dari teori tersebut dapat dikatakan bahwa, orang tua adalah salah satu mitra Kelompok Bermain yang dapat berperan serta dalam meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan anak. Melalui orang tua kegiatan belajar anak di mana saja dapat dipantau. Bahkan orang tua dapat menjadi bagian dari paguyuban para orang tua siswa yang dapat memberi masukan dan dukungan dalam merencanakan pengembangan dan pengelolaan lembaga pendidikan seperti halnya Kelompk Bermain. Selain bentuk partisipasi yang telah disebutkan sebelumnya, partisipasi orang tua terhadap pendidikan anak, dapat diwujudkan dalam bentuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anaknya. Pendidikan adalah suatu proses yang sengaja dilakukan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan seseorang. Menyediakan lingkungan dan sarana belajar yang kondusif, berinteraksi dengan anak secara emosional dan intelektual, memberikan kesempatan anak untuk dapat bereksplorasi dalam lingkungan yang lebih luas, memberikan keteladanan
36
yang baik, menanamkan kebiasaan yang baik bagi anak, mengadakan komunikasi yang baik dengan pihak sekolah merupakan wujud nyata partisipasi orangtua dalam pendidikan anak. (Withherington dalam Dorothy, 2008: 74). Lain halnya dengan apa yang diungkapkan Innekem (2011: 99-100), bahwa partisipasi orang tua terhadap pendidikan anak usia dini dapat terjadi dalam: a. Dalam Pembelajaran Kelompok Bermain Orang tua tidak saja membantu belajar anak di rumah, bisa juga dilakukan di lembaga pendidikan seperti Kelompok Bermain. Bahkan kalau perlu orang tua yang memiliki pengetahuan dan keahlian khusus, misalnya ahli dalam melukis atau seni musik atau seni rupa, dengan koordinasi yang baik dengan pihak pengelola Kelompok Bermain, para orang tua ini bisa saja membantu mengadakan proses pembelajaran menggambar, musik dan seni rupa pada ekstrakurikuler di Kelompok Bermain. b. Dalam Perencanaan Pengembangan Kelompok Bermain Dalam perencanaan pengembangan PAUD, orang tua merupakan salah satu mitra penting. Orang tua yang memiliki pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan khusus dapat berperan serta dalam membantu Kelompok Bermain Misalnya saja ada orang tua siswa yang kebetulan seorang dokter, yang memahami betul apa itu arti hidup sehat. Dia dapat memberikan masukan yang berharga dalam perencanaan pengembangan sekolah, terutama berkaitan dengan pengaturan kamar mandi dan toilet yang sehat, penataan warung jajan sehat bagi anak-anak, peningkatan mutu layanan Posyandu dan lain-lain. Keterlibatan orang
37
tua siswa tersebut dalam perencanaan pengembangan Kelompok Bermain yang berkaitan dengan kesehatan, tentu sangat menguntungkan peserta didik. c. Dalam Pengelolaan Kelas Keterlibatan orang tua siswa dalam pengelolaan kelas memiliki arti yang sangat luas bukan berarti orang tua turut masuk ke ruang belajar. Tetapi, pengaturan tempat duduk atau pemanfaatan fasilitas permainan dapat dilakukan berdasarkan masukan dengan dan/atau kompromi dengan para orang tua. Dari teori tersebut menggambarkan, pada hakekatnya banyak jenis dan bentuk patisipasi yang dapat diberikan orang tua dalam terhadap pengembangan mutu program Kelompok Bermain. Bentuk partisipasi tersebut akan muncul sesuai dengan karakteristik tiap orang tua ataupun latar belakang status sosial yang bersangkutan. Atau dapat dikatakan bahwa partisipasi orang tua dapat terjadi sesuai dengan kebutuhan dan keperluan lembaga pendidikan. Di satu sisi, tinggi rendahnya partisipasi orang tua, pada dasarnya tergantung pada luas tidaknya produk serta kualitas pendidikan yang dihasilkan Kelompok Bermain. Semakin besar output program Kelompok Bermain dengan disertai kualitas yang mantap dalam artian mampu mengembangkan potensipotensi anak maka tentu saja pengaruhnya sangat positif bagi orang tua, sebaliknya meskipun lembaga pendidikan seperti Kelompok Bermain mampu mengeluarkan outputnya tapi dengan tanpa menunjukan perubahan dan pengembangan potensi anak, itu juga jadi masalah tidak saja bagi output yang bersangkutan tapi berpengaruh bagi persepsi orang tua serta tingkat partisipasi orang tua.
38
Dari beberapa teori dan konsep yang telah diuraikan diatas maka indikator partisipasi orang tua terhadap program Kelompok Bermain yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1) partisipasi orang tua dalam mengikutkan anak dalam program Kelompok Bermain, 2) memberikan kontribusi baik pemikiran, tenaga ataupun dana terhadap pengembangan program Kelompok Bermain, 3) Menjalin komuniksi yang baik dengan pengelola/pendidik Kelompok Bermain, 4) Memberi motivasi serta kepedulian terhadap pendidikan anak usia dini.