BAB II KAJIAN TEORETIS
A. Pengertian Asesmen Asesmen merupakan proses mengumpulkan informasi yang biasanya digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan yang nantinya akan dikomunikasikan kepada pihak-pihak terkait oleh asesor (Anonim, 2010). Asesmen menurut Dariyanto (2010:130) adalah suatu proses untuk menyimpulkan hasil pengukuran melalui analisis yang sistematis dengan menggunakan kriteria seperti baik, buruk, cocok tidak cocok sesuai dengan penilaian kriteria masing-masing. Lebih lanjut Robert M Smith (2002) memberikan pemahaman tentang asesmen sebagai suatu penilaian yang komprehensif dan melibatkan anggota tim untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan yang mana hsil keputusannya dapat digunakan untuk layanan pendidikan yang dibutuhkan anak sebagai dasar untuk menyusun suatu rancangan pembelajaran. Disamping itu James A. Mc. Lounghlin & Rena B Lewis mendefinisikan asesmen sebagai proses sistematika dalam mengumpulkan data seseorang anak yang berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang dihadapi seseorang saat itu, sebagai bahan untuk menentukan apa yang sesungguhnya dibutuhkan. Berdasarkan informasi tersebut guru akan dapat menyusun program pembelajaran yang bersifat realitas sesuai dengan kenyataan objektif. Bomstein dan Kazdin (1985) juga memahami asesmen sebagai upaya mengidentifikasi masalah dan menyeleksi target intervensi, memilih dan mendesain program treatmen, mengukur
dampak treatmen yang diberikan secara terus menerus, mengevaluasi hasil-hasil umum dan ketepatan dari terapi. Untuk memperkua data di atas, Lidz (2003) juga mendefinisikan asesmen sebagai proses pengumpulan informasi untuk mendapatkan profil psikologis anak yang meliputi gejala dan intensitasnya, kendala-kendala yang dialami kelebihan dan kelemahannya, serta peran penting yang dibutuhkan anak Menurut Salvia dan Yesseldyke seperti dikutip Lerner (1988: 54) asesmen dilakukan untuk lima keperluan yaitu :
Penyaringan (screening)
Pengalihtanganan (referal)
Klasifikasi (classification)
Perencanaan Pembelajaran (instructional planning)
Pemantauan kemjuan belajar anak (monitoring pupil progress) Menurut Sanjaya (2011:35), aspek-aspek asesmen terdiri dari aspek kognitif,
afektif dan psikomotor. Aspek ini tentu dapat dilakukan melalui kegiatan input, proses dan output dalam pembelajaran. Dikaitkan dengan kebutuhan guru bahwa penilaian ini dilakukan pada saat menganalisis kebutuhan guru, menilai kinerja guru serta kualitas guru dalam pembelajaran sehingga memperoleh data tentang kebutuhan guru dalam memenuhi beban kerja. B. Tujuan Asesmen Adapun tujuan asesmen adalah untuk melihat kondisi anak saat itu. Dalam rangka menyusun suatu program pembelajaran yang tepat sehingga dapat melakukan
7
layanan pembelajaran secara tepat. Adapun tujuan asesmen kebutuhan dilakukan menurut Sumardi & Sunaryo (2006) adalah : 1.
Memperoleh data yang relevan, objektif, akurat dan komprehensif tentang kondisi anak saat ini.
2.
Mengetahui profil anak secara utuh terutama permasalahan dan hambatan belajar yang dihadapi, potensi yang dimiliki, kebutuhan-kebutuhan khususnya, serta daya dukung lingkungan yang dibutuhkan anak.
3.
Menentukan layanan yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi kebutuhankebutuhan khususnya dan memonitor kemampuannya. (http://unsilster.com/2009/12/pengertian-asesmen/diakses tanggal 1 Desember 2011)
Menurut Robb
Untuk menyaring dan mengidentifikasi anak
Untuk membuat keputusan tentang penempatan anak
Untuk merancang individualisasi pendidikan
Untuk memonitor kemajuan anak secara individu
Untuk mengevaluasi kefektifan program.
Menurut Sumardi & Sunaryo (2006)
Memperoleh data yang relevan, objektif, akurat dan komprehensif tentang kondisi anak saat ini
Mengetahui profil anak secara utuh terutama permasalahan dan hambatan belajar
yang
dihadapi,
potensi
yang
dimiliki,
kebutuhan-kebutuhan
khususnya, serta daya dukung lingkungan yang dibutuhkan anak
Menentukan layanan yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi kebutuhankebutuhan khususnya dan memonitor kemampuannya. Asesmen merupakan suatu proses terintegrasi untuk menentukan ciri dan
tingkat belajar dan perkembangan belajar siswa. Proses ini sangat efektif apabila prinsip-prinsip berikut diperhatikan: 1.
Menentukan secara jelas apa yang diases memiliki prioritas dalam proses asesmen.
2.
Suatu prosedur asesmen dapat dipilih karena relevansinya terhadap karakteristik atau kinerja yang diukur.
3.
Asesmen komprehensif membutuhkan berbagai prosedur.
4.
Penggunaan
prosedur
asesmen
murni
membutuhkan
suatu
kesadaran
keterbatasannya. Asesmen merupakan suatu makna terakhir, bukan suatu makna terakhir dalam dirinya-sendiri (Linn & Gronlund, 1995: 6-8). C. Sumber Asesmen Ada empat macam sumber asesmen yang dapat digunakan yaitu : interview, tes, observasi dan life record. 1.
Interview
Interview merupakan dasar dalam asesmen dan merupakan sumber yang sangat luas. Ada beberapa kelebihan interview antara lain: a.
Merupakan hal biasa dalam interaksi sosial sehingga memungkinkan untuk mengumpulkan sampel tentang perilaku verbal atau non verbal individu bersamasama.
b.
Tidak membutuhkan peralatan atau perlengkapan khusus dan dapat dilakukan dimanapun juga.
c.
Mempunyai tingkat fleksibilitas yang tinggi. Klinisi bebas untuk melakukan inquiry (pendalaman) terhadap topik pembicaraan yang mungkin dapat membantu proses asesmen. Tetapi interview dapat terdistorsi oleh karakteristik dan pertanyaan interviewer,
karakteristik klien dan oleh situasi pada saat interview berlangsung. 2.
Tes Seperti interview, tes juga memberikan sampel perilaku individu, hanya saja
dalam tes stimulus yang direspon klien lebih terstandardisasikan daripada interview. Bentuk tes yang sudah standar tersebut membantu untuk mengurangi bias yang mungkin muncul selama proses asesmen berlangsung. Respon yang diberikan biasanya dapat diubah dalam bentuk skor dan dibuat analisis kuantitatif. Hal itu membantu klinisi untuk memahami klien. Skor yang didapat kemudian diinterpretasi sesuai dengan norma yang ada. 3.
Observasi
Tujuan observasi adalah untuk mengetahui lebih jauh di luar apa yang dikatakan klien. Banyak yang mempertimbangkan bahwa observasi langsung mempunyai tingkat validitas yang tertinggi dalam asesmen. Hal itu berhubungan dengan kelebihan observasi antara lain: a.
Observasi dilakukan secara langsung dan mempunyai kemampuan untuk menghindari permasalahan yang muncul selama interview dan tes seperti masalah memori, jenis respon, motivasi dan bias situasional.
b.
Relevansinya terhadap perilaku yang menjadi topik utama. Misalnya perilaku agresif anak dapat diobservasi sebagaimana perilaku yang ditunjukkan dalam lingkungan bermain dimana masalah itu telah muncul.
c.
Observasi dapat mengases perilaku dalam konteks sosialnya. Misalnya untuk memahami seorang pasien yang kelihatan depresi setelah dikunjungi keluarganya, akan lebih bermakna dengan mengamati secara langsung daripada bertanya, “Apakah Anda pernah depresi?”.
d.
Dapat mendeskripsikan perilaku secara khusus dan detail. Misalnya untuk mengetahui tingkat gairah seksual seseorang dapat diobservasi dengan banyaknya cairan vagina yang keluar atau observasi melalui bantuan kamera.
4.
Life record Asesmen yang dilakukan melalui data-data yang dimiliki seseorang baik berupa
ijazah sekolah, arsip pekerjaan, catatan medis, tabungan, buku harian, surat, album foto, catatan kepolisian, penghargaan, dan sebagainya. Banyak hal dapat dipelajari dari life record tersebut. Pendekatan ini tidak meminta klien untuk memberi respon
yang lebih banyak seperti melalui interview, tes atau observasi. Selama proses ini, data dapat lebih terhindar dari distorsi memori, jenis respon, motivasi atau faktor situasional. Contohnya, klinisi ingin mendapatkan informasi tentang riwayat pendidikan klien. Data tentang transkrip nilai selama sekolah mungkin dapat lebih memberikan informasi yang akurat. Buku harian yang ditulis selama periode kehidupan seseorang juga dapat memberikan informasi tentang perasaan, harapan, perilaku atau detail suatu situasi yang mana hal itu mungkin terdistorsi karena lupa selama interview. Dengan merangkum informasi yang di dapat tentang pikiran dan tingkah laku klien selama periode kehidupan yang panjang, life records memberikan suatu sarana bagi klinisi untuk memahami klien dengan lebih baik. D. Laporan Asesmen Hasil dari asesmen akan ditulis menjadi sebuah laporan asesmen. Ada tiga kriteria yang harus dipenuhi suatu laporan asesmen menurut Imandala, (Iim. 2009) yaitu : jelas, relevan dengan tujuan dan berguna. 1.
Jelas Kriteria pertama yang harus dipenuhi adalah laporan itu harus jelas. Tanpa
kriteria ini, relevansi dan kegunaan laporan tidak dapat dievaluasi. Ketidakjelasan laporan psikologis merupakan suatu masalah karena kesalahan interpretasi dapat menyebabkan kesalahan pengambilan keputusan. 2.
Relevan dengan tujuan
Laporan asesmen harus relevan dengan tujuan yang sudah ditetapkan pada awal asesmen. Jika tujuan awalnya adalah untuk mengklasifikasikan perilaku klien maka informasi yang relevan dengan hal itu harus lebih ditekankan. 3.
Berguna Laporan yang ditulis diharapkan dapat memberikan sesuatu informasi tambahan
yang penting tentang klien. Kadang terdapat juga laporan yang mempunyai validitas tambahan yang rendah. Misalnya klinisi menyimpulkan bahwa klien mempunyai kecenderungan agresifitas tinggi, tapi data kepolisian mencatat bahwa klien tersebut telah berulang kali ditahan karena kasus kekerasan. Informasi yang diberikan klinisi tidak memberikan suatu hal penting lainnya dari klien. Prosedur Asesmen terdiri dari dua bagian penting, yakni : 1) Asesmen Internal Data dapat dikumpulkan dari sumber-sumber di institusi atau organisasi dengan berbagai makna yang meliputi: a.
Menganalisis hasil tes dan penilaian (rating) kinerja siswa.
b.
Mewawancarai pengajar dan anggota staf lain mengenai observasi dan kesan mereka tentang kompetensi dan sikap siswa.
c.
Mengadakan pembicaraan dengan lulusan dan karyawan mengenai kesan penilaian mereka tentang makna dan keberhasilan suatu program dan juga tentang kebutuhan mereka yang mungkin dapat dipenuhi lewat pelatihan.
d.
Memperoleh rekomendasi atau menerima “pesanan” dari pengelola atau staf lain untuk memulai upaya pelatihan.
2) Asesmen Eksternal Dengan menyimak program yang sedang berlangsung di lembaga lain dan menganalisis pengetahuan, keterampilan, dan sikap individu yang dibutuhkan pada kerja dalam suatu asesmen
eksternal terinci suatu organisasi untuk
melengkapi asesmen internal. Metode yang digunakan mencakup : a.
Mewawancarai mereka yang berkecimpung dalam pendidikan dan/atau pelatihan pada organisasi lain, atau para pengelola, pengawas, dan karyawan dalam situasi kerja.
b.
Menganalis program pembelajaran pada institusi lain atau pada aktivitas di tempat kerja, dan membandingkan keduanya dengan syarat pelatihan lokal dan sasaran pendidikan. Menyebarkan kuesioner untuk menyurvey praktik yang berlangsung saat ini
dan mengakui adanya kebutuhan di lapangan (Kemp, 1985: 28). E. Kebutuhan Guru Sekolah Dasar Kebutuhan berasal dari kata dasar “butuh” yang didefinisikan sebagai hal yang dibutuhkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001). Kebutuhan adalah sesuatu yang diperlukan oleh manusia sehingga dapat mencapai kesejahteraan, bila ada diantara kebutuhan tersebut yang tidak terpenuhi maka manusia akan merasa tidak sejahtera atau kurang sejahtera. Dapat dikatakan bahwa kebutuhan adalah suatu hal yang harus ada, karena tanpa itu hidup kita menjadi tidak sejahtera atau setidaknya kurang sejahtera.
Kebutuhan juga diartikan tidak adanya sesuatu atau ada kesenjangan antara apa yang sedang terjadi dan apa yang seharusnya terjadi. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kebutuhan adalah sesuatu yang diperlukan manusia karena adanya kesenjangan atau perbedaan antara apa yang sedang terjadi dan apa yang seharusnya terjadi agar dicapai suatu kesejahteraan. Atau dengan kata lain adanya suatu kesenjangan antara permintaan dengan penyediaan . Pada hakekatnya konsep kebutuhan berkembang pada bidang ekonomi, namun selanjutnya mengalami perkembangan. Banyak bidang lain yang menggunakan konsep kebutuhan. Namun pada intinya sama, pengertian kebutuhan adalah segala sesuatu yang harus dipenuhi untuk menjaga kelangsungan hidup dan meningkatkan kemakmuran atau kesejahteraan sehingga tercapai kepuasan. Kebutuhan tenaga guru seperti yang diungkapkan oleh Fakry Gaffar (1987:77) sebagai berikut :”Kebutuhan tenaga guru (teacher demand) adalah tuntutan pemakai jasa professional untuk memberikan pelayanan pendidikan terhadap anak didik pada lembaga pendidikan pemakai jasa guru itu”. Konsep kebutuhan tenaga guru, khususnya tenaga guru sekolah dasar dalam pembahasan menggunakan konsep permintaan (demand) dalam dunia ilmu ekonomi. Pada ilmu ekonomi, kebutuhan dikenal dengan permintaan yang mengandung arti adanya hubungan antara barang atau jasa yang para pembeli bersedia membelinya pada setiap harga tertentu, pada pasar tertentu, dan pada saat tertentu atau kadangkadang kebutuhan permintaan digunakan untuk menyatakan jumlah yang diminta pada suatu harga tertentu.
Pada bidang pendidikan, didasarkan pada pemikiran beberapa wariabel yang merupakan determinan dalam mempengaruhi kebutuhan tenaga guru sekolah dasar, yaitu : jumlah murid SD; jumlah rombongan belajar di SD; jumlah tenaga guru SD yang ada; jumlah guru SD yang akan pensiun. Oleh karena itu, perencanaan dan pengaturan tenaga guru sekolah dasar hendaknya dilakukan dengan sebaik-baiknya, sehingga tidak akan terjadi kekurangan tenaga guru yang terlalu besar. Untuk tenaga kependidikan, perubahan tenaga guru data pula terjadi karena adanya perubahan yang disebabkan ada guru yang meninggal dunia, meninggalkan pekerjaan, dipecat dan promosi kepala sekolah. F. Syarat-syarat Tenaga Guru Sekolah Dasar Untuk mencapai tujuan lembaga pendidikan yang telah direncanakan, khususnya tenaga guru harus memenuhi persyaratan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang telah ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional melalui surat keputusan nomor : 053/U/2001, tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal Penyelenggara Sekolah Dasar, dinyatakan Persyaratan Guru sebagai berikut : 1). Berpendidikan sekurang-kurangnya SGA/SGP/KPG/SGO/PGA; 2). Sehat jasmani dan rohani; 3). Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 4). Berbudi pekerti luhur; 5). Memiliki kemampuan dasar dan sikap antara lain:
Menguasai kurikulum yang berlaku;
Menguasai materi pelajaran;
Menguasai metode;
Menguasai teknik evaluasi;
Memiliki komitmen terhadap tugasnya;
Disiplin dalam pengertian yang luas. Dengan demikian, guru merupakan tenaga kependidikan yang tergolong
sebagai pendidik, secara yuridis guru disekolah dasar merupakan guru kelas, selain guru kelas terdapat guru pelajaran pendidikan agama dan guru mata pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan. Dalam kondisi normal, jumlah pegawai di sekolah dasar konvensional terdiri atas 6 : 2 : 1:1, yaitu enam orang guru kelas, dua orang guru mata pelajaran (Pendidikan Agama dan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan), satu orang Kepala Sekolah, dan satu orang pesuruh sekolah, walaupun akhir-akhir ini telah bermunculan sekolah dasar swasta yang dikelola secara professional, yang memiliki tenaga kependidikan dalam jumlah yang banyak. Guru sekolah dasar perlu dipersiapkan dengan baik melalui pendidikan guru yang baik, diseleksi dan ditempatkan dengan tepat di seluruh Indonesia. Kualifikasi guru sekolah dasar selalu berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan, dimulai masa penjajahan, era kemerdekaan sampai era tahun 1990. Pada tahun 1989, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan sebuah keputusa, yaitu Kepmedikbud No : 0854/0/1989 tentang Pengadaan Guru Sekolah Dasar. Didalam keputusan tersebut ditegaskan bahwa
kualifikasi guru sekolah dasar adalah Diploma II Pendidikan Guru Sekolah Dasar (DII PGSD). Lahirnya kebijakan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa lulusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) tidak lagi memenuhi syarat dan tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan kehidupan masyarakat, guru sekolah dasar dipersyaratkan menempuh pendidikan prajabatan miimal D-II PGSD dan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). G. Asesmen Kebutuhan Guru Penggunaan asesmen kebutuhan guru merupakan langkah awal dalam menetapkan kebijakan secara akurat tentang adanya kesenjangan antara guru yang seharusnya dengan guru yang yang ada. Dengan demikian perencana dapat menghitung dan memperkirakan kebutuhan guru pada pendidikan sekolah dasar serta pemerintah dapat menjadikan landasarn penetapan kebijakan apakah perlu dialokasikan penerimaan guru baru atau tidak. Tujuan asesmen kebutuhan pendidikan adalah untuk : (1) memenuhi persyaratan keuangan dari pemerintah dan sekaligus menunjukkan bahwa program yang ditangani akan mapu mengatasi masalah-masalah kritis yang belum terpecahkan, (2) mengetahui tingkat kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan dan kebutuhan-kebutuhan siswa, (3) mencapai suatu konsensus mengenai tujuan untuk perencenaan tingkat lembaga dan antar instansi terkait dalam satu wilayah, (4) mengetahui mana program yang bersifat inovatif dan dapat memecahkan masalah atau memperluas kegiatan belajar dan dapat mendukung berbagai pihak, (5)
memperkirakan berbagai kemudahan fasilitas dalam pengembangan kegiatan ekstrakurikuler, (6) perbaikan dan pengembangan pengajaran serta pengefektifak pelaksanaan kurikulum secara efisien, (7) menganalisis kebutuhan informasi dan pelaksanaan program (Iim, 2009). Asesmen kebutuhan guru pada pendidikan diperlukan untuk : (1) mengetahui jumlah dan kebutuhan guru, (2) memperoleh gambaran mengenai tren perkembangan lulusan siswa yang wajib ditampung sebagai upaya pemenuhan dan perencanaan kebutuhan gedung/rombongan belajar, (3) menaksir besarnya angka putus sekolah, (4) menaksir kesenjangan antara daya tampung yang idela dengan daya tampung yang tersedia. H. Proyeksi Kebutuhan Guru Sekolah Dasar Kebutuhan guru sekolah dasar ada lima jenis, yaitu 1) kepala sekolah, 2) guru kelas, 3) guru pendidikan jasmani dan kesehatan, 4) guru agama dan 5) guru bimbingan dan penyuluhan. Untuk menghitung jumlah kebutuhan kepala sekolah sama dengan jumlah sekolahnya. Untuk menghitung jumlah wakil kepala sekolah sekolah dasar juga sama dengan jumlah sekolahnya. Kebutuhan guru kelas sekolah dasar sama dengan jumlah kelas. Jika guru kelas 1 merangkap guru kelas II, maka dihitung dengan rumus : KGK = JKt – JKIIt – JG Keterangan : KGK
: Kebutuhan Guru Kelas
JKt
: Jumlah kelas pada tahun t
JKIIt
: Jumlah kelas II pada tahun t
JG
: Jumlah Guru Kebutuhan guru pendidikan jasmani dan kesehatan, dan guru agama untuk
sekolah dasar sama dengan jumlah sekolah. Sedangkan kebutuhan guru BP digunakan rumus : KGBPt Keterangan
=
JSt/150
:
KGBPt
: Kebutuhan Guru BP pada tahun t
JSt
: Jumlah siswa pada tahun t (Usman, 2010;115) Berdasarkan pengalaman melaksanakan proyeksi siswa maka terdapat lima jenis
metode dalam menyusun proyeksi siswa, yaitu 1) angka pertumbuhan siswa, 2) angka penyerapan siswa, 3) kohort siswa, 4) masukan-keluaran siswa serta 5) arus siswa. Masing-masing metode memiliki karakteristik, penggunaan, dan rumus yang berbeda. Yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kohort. Menurut istilah aslinya, kohort adalah satu angkatan orang yang akan dilihat hasil atau keluarannya. Dalam pendidikan, yang dimaksud kohort siswa adalah satu angkatan siswa yang bersekolah sampai mereka dapat menamatkan pendidikannya di suatu jenjang pendidikan. Kohort siswa biasanya digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi internal pendidikan, oleh karena itu kohort hanya dapat digunakan untuk jenis sekolah yang memiliki tingkat atau untuk pendidikan jalur sekolah. Kohort siswa merupakan modifikasi dari arus siswa.
Data yang diperlukan dalam menyusun proyeksi menggunakan kohort siswa minimal 2 tahun data dan berurutan. Namun, bila memiliki data yang lebih banyak akan menghasilkan parameter dan indikator yang lebih teliti. Untuk menyusun proyeksi siswa SD (sistem 6 tingkat), proyeksi setiap tahunnya dihitung dengan menghitung siswa tingkat I menggunakan ATS dan menggunakan AN di semua tingkat yaitu dari naik ke tingkat II, ke tingkat III, ke tingkat IV, ke tingkat V, dan ke tingkat VI serta AL sehingga diperoleh hasil proyeksi per tingkat dan lulusan sampai tahun yang diinginkan. Oleh karena itu, terdapat dua rumusan yang digunakan, yaitu 1) angka pertumbuhan siswa tingkat I dan 2) angka naik tingkat II, naik tingkat III, dan lulusan. Rumus untuk angka pertumbuhan seperti halnya pada metode pertama sedangkan rumus untuk menghitung naik tingkat adalah: ANIIt+1 = SIIt+1 : SIt x100 Keterangan: ANIIt+1 adalah angka naik tingkat II tahun t SIIt+1 adalah siswa tingkat II tahun t+1 SIt adalah siswa tingkat I tahun t ANIIIt+1 = SIIIt+1 : SIIt x100 Keterangan: ANIIIt+1 adalah angka naik tingkat III tahun t SIIIt+1 adalah siswa tingkat III tahun t+1 SIIt adalah siswa tingkat II tahun t
Rumus untuk menghitung angka lulusan adalah: ALt+1 = Lt+1 : SIIIt x100 Keterangan: ALt+1 adalah angka lulusan tahun t+1 Lt+1 adalah lulusan tahun t+1 SIIIt adalah siswa tingkat III tahun t