Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTEK EMPIRIS
A. Kajian Teoritis. 1. Asas Penyusunan Peraturan Daerah Peraturan perundang-undangan disusun dalam rangka menegakkan kebenaran, keadilan, dan terjaminnya kepentingan rakyat banyak. Untuk itu, Mahfud MD menyarankan agar penyusunan undang-undang didahului dengan studi ilmiah yang dituangkan dalam Naskah Akademik yang memenuhi syarat filosofis, yuridis, dan sosiologis. a. Syarat filosofis sebuah Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah adalah konsisten dengan Kaidah Penuntun Hukum, yaitu: (1) hukum nasional harus menjamin integrasi bangsa dan negara baik teritori maupun ideologi; (2) hukum nasional harus menyinergikan prinsip demokrasi (kedaulatan rakyat) dan nomokrasi (negara hukum); (3) hukum nasional harus berorientasi pada pembangunan keadilan sosial; (4) hukum nasional harus menjamin hidupnya toleransi beragama dan berkeadaban. b. Syarat yuridis sebuah
Rancangan Undang-Undang atau Rancangan
Peraturan Daerah adalah keharusan sinkron dengan peraturan perundangundangan lain, baik secara vertikal maupun secara horizontal. Secara vertikal setiap peraturan perundang-undangan haruslah sesuai dengan UUD sebagai sumber hukum formal yang tertinggi, sedangkan secara horizontal setiap peraturan perundang-undangan haruslah sinkron dengan berbagai peraturan perundang-undangan lain yang mungkin ada materinya yang saling berkaitan. c. Secara sosiologis setiap Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan
Daerah
haruslah
sesuai dengan
kebutuhan dan aspirasi
masyarakat dengan segala tingkat kemampuannya untuk memahami dan
7
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang melaksanakannya
jika
Rancangan
Undang-Undang
atau
Rancangan
Peraturan Daerah tersebut nantinya menjadi peraturan perundang-undangan. Naskah Akademik disusun berdasarkan kajian ilmiah/penelitian kebijakan, jaring aspirasi rakyat dan hasil uji publik. Dalam proses inilah semua pihak memiliki peran kuat untuk memberikan masukan, kritik, dan saran dengan sejumlah argumentasi untuk menerima atau menolak Rancangan peraturan perundangundangan. Pertisipasi warga dalam proses pembentukan peraturan perundangundangan merupakan inidikasi konsolidasi demokrasi yang baik, yang bermuara pada terwujudnya masyarakat tertib sosial yang bebas dari intimidasi dan kekerasan.
2. Tinjauan Umum Pendidikan a. Pengertian Pendidikan Dalam bahasa Arab, pendidikan adalah tarbiyah, yang secara etimologis berarti tumbuh dan berkembang.1 Konsep tarbiyah ini mengacu kepada segala sesuatu yang tumbuh, seperti tanaman, anak-anak (manusia) dan spesies yang lain. Secara filosofis, tarbiyah adalah perkembangan sesuatu dari suatu kondisi ke kondisi tertentu secara bertahap hingga mencapai tingkat kesempurnaan.2 Sedangkan pertumbuhan dimaksud menurut Naquib al-Attas, mengacu pada tindakan-tindakan rahmah,3 seperti mencipta, memelihara, menjaga, memberi, dan mengurus secara tulus, sebagaimana ditunjukkan kandungan doa dalam firman Allah berikut: ☺ ☺ ▪ “Ya Tuhan, sayangilah keduaorangtuaku sebagaimana mereka mengasuhku sejak kecil.” (Qs. al-Isra/17: 24). 1 Abdurrahman an-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995)., cet-II., h. 20 2 Raghib al-Isfahani, Mu’jam Mufradat Alfadz al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Fikr, tt.)., h.184 3 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, (Bandung: Mizan, 1994)., cet-4., h. 71.
8
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang Kata tarbiyah memiliki arti proses pertumbuhan. Pengertian proses di sini adalah membawa sesuatu dari suatu keadaan kepada keadaan kelengkapan secara berangsur-angsur. Pendidikan adalah mengasuh dan mendidik anak hingga
usia
dewasa.
Mencukupi
segala
kebutuhan
meteriil
yang
mengahantarkan anak pada kekuatan fisik dan peningkatan daya hidup, sehingga anak memiliki kemampuan untuk berkembang dan beradaptasi dengan lingkungan serta mampu mempertahankan diri dari segala ancaman/tantangan. Memberikan latihan kepada anak secara terus menerus hingga menjadi ahli. Anak ibarat tanaman. Sebagai “bibit unggul” anak memerlukan lahan subur (ibu atau almamater) dan petani (ayah atau guru profesional). Tugas petani (guru) dalam proses pendidikan adalah menggemburkan tanah-tanah yang keras agar tanaman memperoleh oksigen, dan akar-akarnya dapat menyerap pupuk dan gizi yang diberikan. Di sisi lain, tanaman harus disiram tiap hari, dirawat, dan dijaga dari hama yang merusak pertumbuhan dan perkembangannya dengan perawatan dan perhatian terus menerus. Bibit yang ditanam di tanah subur dengan perawatan petani profesional akan tumbuh menjadi pohon yang besar dan kaut, akarnya terhunjam di bumi, dahan dan rantingnya menjulang tinggi dan berbuah secara melimpah, sehingga menjadi kebanggaan umat.4 Demikian juga dengan peserta didik sebagai subjek pendidikan, yang dibina oleh guru profesional dengan menyediakan lingkungan (aturan, fasilitas dan kondisi) yang mendukung aktualisasi diri dan kreativitas peserta didik akan tumbuh dewasa menjadi pembelajar aktif yang dapat mampu mengatasi kesulitan hidup secara bersama-sama atau sendiri. Dalam konteks pembelajaran, Vigotsky mengusulkan peran aktif pendidik mendampingi setiap kegiatan belajar anak, dan menyediakan scaffolding, yakni kerangka kerja pembelajaran anak yang memperhatikan kemampuan anak secara individual. Scaffolding adalah teknik untuk mengubah level bantuan untuk belajar, di mana guru memberikan sejumlah bantuan kepada anak pada tahaptahap awal pembelajaran, kemudian menguranginya dan memberi kesempatan 4
Qs. Al-Fath [48]: 29
9
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab sesuai kemampuan mereka. Bantuan tersebut berupa petunjuk, peringatan, dorongan, teknik dan langkahlangkah pemecahan, memberi contoh ataupun hal-hal lain yang memungkinkan anak tumbuh sendiri. Pendidik membantu anak mempelajari serangkaian strategi yang dapat menghasilkan solusi problem dengan mencontohkan strategi yang tepat itu dan menerangkannya secara lisan. Kemudian, anak berlatih menggunakan strategi itu, dengan dibimbing guru sampai anak bisa melakukannya dengan lancar. Misalnya, pendidik memberikan tugas individual kepada anak untuk menyusun piramida lima tingkat dari balok kayu. Anak diinstruksikan mengerjakan dan menyelesaikan tugas sendiri. Anak diizinkan bermain bebas dengan balok-balok itu pada waktu tertentu yang ditentukan. Jika anak tidak punya inisiatif untuk segera menyusun balok-balok itu menjadi piramid, maka guru langsung mengintervensi dengan membantu anak menyusunkannya. Jika anak berusaha menyusun balok, tapi gagal, guru mengoreksi secara verbal. Jika anak berhasil menyusun balok, tapi tidak bisa menyelesaikannya, maka guru mengarahkan anak secara lisan untuk meneruskannya sampai tuntas. Proses pendidikan dalam makna tarbiyah menerapkan pendekatan pembelajaran mandiri, yang menekankan pada tindakan, di mana anak aktif secara fisik untuk mencoba berbagai macam keterampilan. Belajar melalui tindakan
memberi
kesempatan
anak
untuk
berpikir,
merasakan
dan
mempertajam kesadaran mereka akan lingkungan mereka. Pembelajaran mandiri berjalan efektif ketika anak memiliki sepuluh kecakapan dasar, yakni: (1) kecakapan membaca, (2) menulis, (3) berhitung, (4) menyimak (mendengar aktif), (5) berkomunikasi lisan, (6) menghapal, (7) berpikir logis, (8) meneliti, (9) mengkhayal (imajinasi), dan (10) kecakapan harmoni dengan lingkungan. Guru menanamkan pada anak kecintaan terhadap buku dan ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, cinta berguna menumbuhkan motivasi internal anak untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Tugas guru 10
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang adalah melatih anak dengan perhatian dan kasih sayang, sehingga anak tidak jemu dan jenuh, dan dengan senang hati latihan terus menerus. Dengan demikian, praktik pendidikan di Sekolah melaksanakan fungsi pembudayaan dan pemberdayaan secara seimbang, sehingga anak didik mampu menjalankan peran kekhalifahan, yakni memakmurkan bumi. Misi yang diemban pendidikan meliputi tindakan untuk: 1. mendisiplinkan pikiran dan jiwa 2. pencapaian kualitas-kualitas dan sifat-sifat mulia secara selektif 3. penyelenggaraan tindakan-tindakan yang benar dan tepat sesuai situasi 4. penyelamatan diri dari hilangnya kehormatan dengan pemeliharaan kualitas utama tersebut dan 5. pemeliharaan semangat intelektual untuk pengembangan ilmu demi kesejahteraan manusia dan kemakmuran bumi, serta penciptaan iklim lingkungan pendidikan yang kondusif guna menghasilkan manusia yang baik dan kreatif. Dalam bahasa Inggris, pendidikan adalah education. Secara etimologis, kata education berasal dari kata bahasa Latin educare, yang berarti mengeluarkan. Pendidikan bukan menggurui! Pendidikan berarti menggali potensi diri yang dimiliki peserta didik menjadi aktual dalam bentuk perilaku tertentu. Hal ini sejalan dengan teori fitrah (“kebaikan bawaan”) yang menegaskan bahwa setiap anak memiliki watak ruhani, memiliki daya imajinasi, hasrat bersaing dan bersanding, kehendak dan kecenderungan kepada kebenaran, kebaikan, dan keindahan. Anak bukan “tabularasa”. Tidak juga makhluk pendosa. Karena itu, pendidikan bukan menggurui, melainkan menggali potensi diri peserta didik melalui pertanyaan, dialog, model, dan kegiatan bersama (kolaboratif). Anak
memiliki
rasa-ingin-tahu
yang
alamiah
untuk
mencari
dan
menemukan kebenaran. Pencarian kebenaran itu terjadi, menurut Toni Buzan, untuk satu alasan yang sederhana, yakni mempertahankan kelangsungan
11
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang hidup.5 Rasa ingin tahu dan pencarian kebenaran itu dilakukan melalui eksplorasi dan ekspresi sensoris [panca indra] secara konstan. Anak dengan keahlian “sinestesia” yang dimilikinya ibarat “busa” yang sangat mudah menyerap sejumlah besar informasi tentang dunia yang menakjubkan di sekelilingnya. Anak laksana detektif mengejar kebenaran dalam rangka meningkatkan kesempatan untuk hidup sukses. Misalnya, anak tahu bahwa api bisa membakar, pisau bisa memotong, dan hal-hal nyata lain yang lebih rumit. Kemudian anak dilatih bertindak bijaksana untuk kelangsungan hidupnya. Karena itu kegiatan belajar harus melibatkan anak untuk berpikir secara jernih, mendalam, dan berwawasan luas, dengan cara memberi ruang kepada anak untuk mengajukan pertanyaan, membuat pilihan bertanggungjawab, berpikir analitis-kritis, sintesiskreatif, serta bersaing dan bekerja sama. Jalan untuk membuka tabir ilmu pengetahuan dan memberi jalan rasa keingintahuan
anak
tersebut
adalah
pertanyaan.
Dalam
pepatah
Arab
dinyatakan: As-Su’al Nishfu ‘l-‘Ilmi (“pertanyaan adalah bagian dari ilmu”). Pertanyaan yang benar akan mengarahkan pada pikiran kritis dan mendalam tentang berbagai fenomena, yang membimbing pada pengenalan diri, sebagai hamba dan “mandataris” Tuhan di bumi, yang berujung pada kesediaan mengelola dan memimpin perubahan dalam keluarga, masyarakat, dan lingkungan fisiknya. Karena itu, pendidik mendorong anak untuk bertanya, merenungkan, menyelidiki, dan meneliti. Pendidikan anak tidak cukup dengan pendekatan didaktis, talk and chalk teaching. Paradigma pendidikan harus bergeser dari konsep “pengajaran” ke konsep “pembelajaran” yang berpusat pada anak (child centred learning). Olehkarena itu, guru perlu memberi perhatian kepada anak secara individual sesuai dengan tahapan perkembangan, bakat, dan kecerdasan anak yang unik. Dan praktek pembelajaran harus kontekstual dengan ciri-ciri sebagai berikut:
5
Toni Buzan, Brain Child: Cara Pintar Membuat Anak Jadi Pintar, Jakarta: Gramedia, 2005., h. 130
12
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang o Membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna o Melakukan pekerjaan yang berarti o Melakukan pembelajaran yang diatur bersama o Bekerja sama o Berpikir kritis dan kreatif o Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang o Mencapai standar yang tinggi, dan o Menggunakan penilaian autentik. Tugas guru adalah mengawal dan memandu anak dalam menyusun pertanyaan yang bermakna, bukan pertanyaan yang salah. Karena pertanyaan yang salah, akan mengarah pada kekeliruan, bahkan pengingkaran terhadap kemampuan dirinya dan membangun citra diri secara negatif. Hal ini, misalnya tercermin dalam perilaku “tunakuasa” pada Bani Israil di bawah belenggu Fir’aun, yang tidak berani mengambil risiko dengan melawan. Guru melatih anak berpikir reflektif: mulai belajar menjawab pertanyaan dan mengajukan pertanyaan kritis, mempertanyakan jawaban, serta mempertanyakan pertanyaan yang salah. Misalnya, guru melatih anak menjawab pertanyaan berikut: o Apakah yang akan saya perbuat dengan hidup pribadi saya? Bagi anak usia dini berarti tanggungjawab mengurus dan merawat diri sendiri, mulai mandi, gosok gigi, wudhu, berpakaian, menyediakan makanan dan seterusnya. o Apakah yang akan saya perbuat terhadap keluarga saya? Hormat kepada orangtua, membantu ibu dalam melakukan pekerjaan rumah, dan seterusnya. o Apakah yang harus saya lakukan terhadap lingkungan fisik saya? Merapihkan tempat tidur, pekarangan rumah, ruang kelas, kebun sekolah, dan seterusnya. Mengenal beragam profesi orang dewasa dalam memanfaatkan sumberdaya alam. Misalnya, petani, nelayan, 13
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang perambah hutan, buruh, dan seterusnya. o Apakah makna lingkungan sosial saya bagi kehidupan pribadi? Dan sikap apa yang akan saya ambil terhadap lingkungan saya? Anak dapat dilatih dengan melakukan kunjungan sosial dan kegiatan amal dalam membantu keluarga yang tidak beruntung secara ekonomi. Guru dapat menerapkan kegiatan pembelajaran gaya sokrates, dengan dialog dan pertanyaan kritis. Melalui pertanyaan, anak diajak untuk melakukan refleksi, mengutarakan pendapat dan perasaan, sesuai pengetahuan awal mereka. Kemudian anak diberi kesempatan untuk mendialogkan pendapatpendapat yang berkem-bang, menimbang, menilai, dan membuat kesimpulan. Dalam hal ini, pendidik memanfaatkan teknik-teknik pembelajaran yang tepat untuk menjelaskan fakta, konsep, prinsip, dan teori, sehingga diharapkan terjadi perubahan konsepsi pada diri anak. Dialog –lebih tepatnya komunikasi guru-murid yang hidup, aktif, dan bergairah– merupakan cara belajar yang bersifat alamiah. Dialog dapat dilakukan pada anak maupun orang dewasa. Karena setiap anak dilahirkan mampu berfantasi. Anak memiliki dunia imajinasi yang luar biasa melalui tokoh: teman khayalan. Kehadiran teman-teman khayalan dalam lingkaran hidup anak membantu melatih dimensi majemuk dari imajinasi anak, menjadi tokoh yang dapat memerankan berbagai situasi kehidupan nyata, dan dapat menjadi pendamping anak dalam mendiskusikan hal-hal yang intim bagi anak. Dialog berpijak dari asumsi bahwa anak memiliki konsep yang kaya tetapi tidak sistematis, tidak teratur, dan spontan. Tugas pendidik adalah membantu anak
dalam
merekonstruksi
pengetahuan
baru
dengan
memanfaatkan
pengalaman dan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Dialog menolong anak merumuskan gagasan menjadi konsep yang lebih sistematis, logis, dan rasional. Pelatihan kognitif yang dapat dilakukan guru pada anak antara lain: 1) Bertanya: apakah ada cara yang lebih baik? 2) Memaknai kebiasaan, rutinitas, dan tradisi 14
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang 3) Bertindak reflektif dan berpikir dalam-dalam 4) Menghasilkan ide banyak 5) Memainkan permainan mental, berusaha melihat masalah dari berbagai sudut pandang, 6) Menyadari bahwa ada lebih dari satu jawaban yang benar, 7) Melihat masalah sebagai batu loncatan untuk menemukan ide-ide baru 8) Melihat kesalahan dan kegagalan sebagai sarana untuk memperoleh keberhasilan, 9) Menghubungkan ide-ide yang saling tidak berhubungan untuk menemukan solusi yang baru dan inovatif, 10) Menularkan visi mata elang, yaitu mampu melihat dari atas dan menyeluruh terhadap berbagai hal rutin yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan kemudian mengambil keputusan yang sesuai dengan masalah yang dihadapi Pendidikan dialogis dapat menyelesaikan sebagian besar dari masalah pendidikan dewasa ini, yakni terlalu banyak pengajaran namun sedikit belajar. Melalui dialog, pendidik – yang oleh Vigotsky disebut tutor ahli mengajak anak berlatih komunikasi verbal secara ekstentif, sehingga perkembangan bahasa dan kemampuan berpikir anak mengalami kemajuan yang optimal. Kemampuan bahasa ini menjadi dasar keterampilan komunikasi efektif yang berguna dalam keberhasilan belajar kolaboratif. Pelatihan kognitif antara pakar dan pemula tidak hanya bisa dilakukan oleh guru atau orangtua kepada anak, tapi juga dapat dilakukan tutoring sebaya (seusia atau lintas usia). Tutoring sebaya memberi manfaat bagi tutor maupun yang diajari. Mengajari orang lain tentang sesuatu adalah cara terbaik untuk belajar. Dialog dapat diperluas dengan menciptakan sesi brainstorming. Brainstorming
merupakan
bagian
dari
teknik
pembelajaran
koperatif
(cooperative learning) yang berpijak pada paham kontruktivisme sosial yang disumbangkan Vigotsky tentang bakat sosio budaya. Pembelajaran kooperatif 15
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang terjadi ketika murid bekerja dalam kelompok kecil untuk saling membantu dalam belajar. Anak belajar bersama dari teman-teman dalam inner cyrcle-nya dan guru sebagai mentor. Teknik brainstorming menciptakan “tim kreatif” di mana anak-anak dalam kelompok didorong untuk menghasilkan ide kreatif, saling bertukar gagasan, dan menyampaikan apa saja yang ada di pikiran mereka yang relevan dengan topik tertentu. Anak dilatih memecahkan masalah secara efektif dengan mengenalkan langkah-langkah dalam pemecahan masalah, mulai mencari dan memahami maslah, menyusun strategi pemecahan masalah yang baik, mengeksplorasi alternatif-alternatif solusi, dan memikirkan serta mendefinisikan kembali masalah dan solusinya dari waktu ke waktu. Anak bercakap-cakap secara terbuka bersama anggota kelompok dalam menghasilkan ide atau memecahkan masalah. Sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan model peran pemikir yang positif. Anak belajar dalam kelompok kecil (Cooperative Group Work) secara kolaboratif dengan bimbingan guru. Inilah yang disebut mudzakarah. Guru memilih problem untuk dipelajari kelompok, tetapi anak-anak dalam tim itu sendiri yang membuat keputusan apa yang ingin mereka pelajari dalam mengeksplorasi problem tersebut. Tugas ini dibagi di antara anggota kelompok, yang bekerja secara individual. Kemudian kelompok itu bertemu kembali, lalu mengintegrasikan,
meringkas,
dan
menyajikan
temuan
sebagai
proyek
kelompok. Peran guru adalah memfasilitasi investigasi dan menjaga usaha koperatif mereka. Anak bekerja sama dengan guru untuk mengevaluasi usaha mereka. Efektivitas pembelajaran kooperatif dalam meningkatkan prestasi anak dimungkinkan dengan terpenuhi dua syarat, yakni: (1) disediakan penghargaan kepada kelompok, sehingga anggota kelompok menyadari bahwa membantu anggota lain dalam kelompok adalah bagian dari kepentingan mereka juga, (2) individu dimintai pertanggungjawaban terkait konrtibusi mereka dalam kelompok. Tanpa pertangungjawaban individu, akan ada kemungkinan saling berlepas 16
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang tanggungjawab atau mungkin ada yang merasa diabaikan. Kemapuan berpikir dan aktivitas sosial anak dikembang-kan dalam bentuk kerjasama antara anak dengan anak lainnya yang lebih mampu di bawah bimbingan orang dewasa dan guru. Berdasarkan uraian tentang makna pendidikan – dari perdaban Timur maupun Barat – UU sistem pendidikan nasional No. 20 tahun 2003 bab I pasal 1 ayat 1 merumuskan bahwa pendidikan adalah “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”.
b. Perumusan Tujuan Pendidikan Pendidikan
dirancang
untuk
mengembangkan
manusia
Indonesia
seutuhnya. Potensi kemanusiaan itu, menurut Covey meliputi: tubuh (PQ), pikiran (IQ), hati (EQ), dan jiwa (SQ).6 Kegiatan pendidikan diorientasikan untuk memberikan jaminan sosial bagi anak meliputi kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial. Menurut Buzan potensi anak dapat dikembangkan dengan cara menjamin kecukupan “empat makanan otak” yang disingkat dalam akronim ONLI yakni: Oxygent, Nutrition, Love, dan Information.7 PQ adalah kemampuan seseorang dalam memahami, mencintai, dan memelihara tubuh serta membuatnya berfungsi seefisien mungkin.8 Orang yang memiliki PQ memahami hubungan antara otak dan tubuh, men sana in corpore sano, memiliki daya konsentrasi dan kemampuan kordinasi yang baik, sehingga pikiran dapat mengontrol tubuh dengan cermat dalam menghasilkan berbagai gerak dan aktivitas, seperti seni bela diri, renang, berkuda, memanah, menari, kerajinan tangan, dan lain-lain. PQ [cerdas kinestetik] dikembangkan dengan 6 Stephen R. Covey, The 8th Habit: Melampaui Efektivitas Menggapai Keagungan, Jakarta: Gramedia, 2008, h. 33 7 Tony Buzan, Brain Child: Cara Pintar Membuat Anak Jadi Pintar, Jakarta: Gramedia, 2005., h. 67. 8 Tony Buzan, The Power of Physical Intelligence, Jakarta: Gramedia, 2004., h. 2
17
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang memperhatikan pola asuh. Meliputi [1] pemenuhan kebutuhan nutrisi yang halal dan bergizi secara seimbang, [2] berolahraga untuk kebugaran otak (brain fitness) secara teratur, dan [3] istirahat yang cukup. IQ adalah jenis kecerdasan yang digunakan untuk memecahkan masalah logika dan strategis, seperti kemampun verbal, numerik, dan spasial. IQ dikembangkan dengan mengembangkan tradisi baca, menulis dan menggambar, tradisi belajar dan mengajar, serta belajar untuk mengabdi sepanjang hayat. Pengembangan IQ dimulai dengan mengasah rasa keingintahuan dan menggunakan indra, terutama penglihatan dan pendengaran untuk mengakses informasi. Menurut Tony Buzan, proses pengolahan informasi pada otak anak mempertimbangkan prinsip-prinsip: meniru, sinergi, TEFCAS (Trial, Even, Feedback, Check, Adjust, Succeed), keberhasilan, keuletan, pemikiran radial, dan pencarian kebenaran. Kualitas kehidupan kita merupakan hasil dari kualitas pemikiran yang kita gunakan untuk menciptakannya. Kesuksesan hidup kita ditentukan oleh kemampuan tiga cara berpikir, yakni analitis, sintesis-kreatif, dan praktis. Berpikir analitis diperlukan untuk memecahkan masalah, menilai gagasan dalam pengambilan keputusan, mempertimbangkan dan mengambil tindakan moral. 9 Menimbang dan memutuskan atas dasar logika dan menjajaki bias yang mungkin muncul. Langkah-langkah mengambil keputusan secara rasional dan memecahkan masalah secara bijak, Colin Ros mengusulkan “perangkat berpikir” analitis yang disingkat “A FAN”, yakni: Assumtions, For, Against, Now what? Dalam mengembangkan kecakapan berpikir analitis, anak perlu dibiasakan mengajukan delapan pertanyaan dalam menguji subjek atau peristiwa, yakni (1) apa tujuan pemikiran saya? (2) apa gagasan besarnya? (3) asumsi-asumsi apa yang dibuat? (4) sudut pandang mana yang digunakan? (5) kepercayaan atau
9
Elaine B. Johnson, Contextual Teaching & Learning, Bandung: Mizan Learning Center, 2007, cet-III, h. 201-210.
18
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang fakta? (6) apakah ini jelas? (7) apakah saya menganalisis secara mendalam? dan (8) apakah implikasinya?10 EQ adalah kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain.11 Komponen EQ meliputi kecakapan pribadi (intrapersonal) dan kecakapan sosial (interpersonal), yang terdiri dari lima unsur utama dengan cabang-cabang sebagai berikut: a. Kecakapan diri (kemampuan mengenali emosi diri) b. Pengaturan diri (kemampuan mengelola emosi) c. Kemampuan memotivasi diri d. Empati (kemampuan mengenali emosi orang lain) e. Keterampilan sosial (kemampuan membina hubungan) Menurut John Gottman & Joan DeClaire, dasar pengembangan EQ pada anak adalah empati. EQ anak dapat dikembangkan oleh orangtua dan guru melalui lima langkah, yakni: menyadari emosi-emosi anak, mengenali emosi sebagai peluang untuk menjadi akrab dan untuk mengajar, mendengarkan dengan penuh empati dan menegaskan perasaan-perasaan si anak, menolong si anak untuk memberi lebel emosi-emosi dengan kata-kata, dan menentukan batas-batas sambil menolong si anak memecahkan masalah.12 Dalam ritual Islam, pengembangan EQ tercermin dalam ibadah puasa dan ragam kegiatan amalyah Ramadhan, antara lain: puasa, tarawih, infak, buka puasa bersama, zakat fitrah, kunjungan ke panti sosial, ‘idul fitri, takbiran, dan tradisi berlebaran (silaturahim). SQ adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, moralitas, tujuan hidup, cinta, kerendahan hati, pengabdian
10 Colin Rose & Malcolm J. Nicholl, Accelerated Learning For The 21st Century, Bandung: Penerbit Nuansa, 2006 cet-VI., h. 264-270 11 Daniel Goleman, Working with Emotional Intelligence, Jakarta: Gramedia, 1999, h. 512-514. 12 John Gottman & Joan DeClaire, Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak, Jakarta: Gramedia, cet-1., 2008, h. 73
19
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang kepada Allah, dan pelayanan kepada masyarakat, serta kemampuan intuisi dan dunia imajinasi dalam mencapai pengetahuan esoteris, yang menembus batasbatas
aturan
formal,
menciptakan
impian,
menyatukan
kepingan
dan
membayangkan kemungkinan yang belum terwujud. Kecerdasan spiritual (SQ) mencari, menemukan, dan memahami makna di balik realitas dan keputusan manusia. SQ menjawab ‘kemengapaan’ dari setiap masalah. Dari segi spiritualitas, ada tiga pilihan yang dapat membimbing manusia menuju Kehebatan Setiap Hari. Pilihan itu berkisar pada pertanyaan:13 a. Akankah kita memilih untuk berperan aktif menentukan jalan hidup sendiri atau akankah kita pasrah saja pada nasib? b. Ketujuan apakah pilihan kita setiap hari itu akan bermuara? c. Akankah kita menjalani kehidupan kita sesuai dengan prinsip-prinsip yang sudah teruji, atau apakah akan menghadapi konsekwensi karena tidak begitu? Dalam konteks pendidikan, menurut Zohar & Marshall kebutuhan anak harus dipuaskan dalam urutan kebutuhan Abraham Maslow ang terbalik: (1) kebutuhan fisiologis, (2) keamanan (bertahan hidup), (3) cinta dan rasa memiliki, (4) harga diri, dan (5) aktualisasi diri.14 Kebutuhan pertama manusia yang harus dipenuhi melalui pendidikan adalah kesadaran transendental (baca: iman), aktualisasi diri, harga diri, dan cinta. Sedangkan keamanan dan kebutuhan fisiologis merupakan konsekwensi yang akan diperoleh ketika proses aktualisasi diri dilakukan. Dalam keyakinan agama, iman lah yang menjadi sebab bagi terwujudnya kemakmuran. Dalam perjalanan sejarah, iman membimbing manusia pada sikap optimis, keyakinan kuat dalam mencapai cita-cita, tahan malang, tekun, syukur, dan percaya pada adanya “telaga kebahagiaan” (“Al-Kautsar”) yang abadi. Iman itu merupakan inti dari spiritualitas (baca: SQ). Karena itu pendidikan yang harus
13 Stephen R. Covey dalam David K Hatch, Everyday Greatness, Jakarta: Gramedia, 2007., h. xi-xiv 14 Danah Zohar & Ian Marshall, Capital Spiritual: Memberdayakan SQ di Dunia Bisnis, Bandung: Mizan, cet-1, 2005., h. 69-70
20
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang ditanamkan pertama kali adalah kesadaran iman atau SQ, dengan jiwa sebagai lokus utamanya. SQ dikembangkan dengan mengasah kemampuan mendengar aktif, memfasilitasi dialog antara akal dan emosi, antara pikiran dan tubuh, dan mengedepankan suara hati nurani, sehingga, meskipun dunia sarat dengan suara-suara negatif, masih tetap dapat mencari jalan untuk tegar dan menemukan peranannya untuk memberikan kontribusi yang positif. Pendidikan dimulai dengan belajar mengendalikan nafsu (tubuh), lalu mengembangkan keberanian (emosi sosial), dan kemudian akal (pikiran) akan menuntun manusia menuju kebijaksanaan (jiwa-spiritual). Dengan demikian, anak dengan bimbingan guru menyadari bahwa belajar, mengakumulasi dan mengembang-kan ilmu pengetahuan serta menemukan teknologi baru harus didedikasikan untuk mengabdi, mencerdaskan, memberdayakan, dan melayani umat manusia. Demikian juga dalam kehidupan seksual. Mereka menyalurkan rasa cinta melalui institusi pernikahan untuk memperoleh permatahati, anak sholeh. Sedangkan dalam mengelola dan memobilisasi sumber-sumberdaya alam, mereka mengedepankan prinsip efektivitas, efisiensi, keseimbangan, dan kesinambungan dalam menciptakan kemakmuran universal yang berkeadilan dan lestari. Hidup dijalani untuk menemukan makna, menciptakan sejarah, dan meraih kebahagiaan abadi, tidak hanya kesenangan dunia yang sementara.
c. Manajemen Mutu Pendidikan Mutu pendidikan pada dasarnya dapat dilihat dari kompetensi lulusan dan daya saing alumni sekolah dalam kehidupan masyarakat dan dunia kerja. Dalam lingkung yang lebih luas, mutu pendidikan meliputi kompetensi lulusan yang dihasilkan melalui proses pembelajaran yang dikembangkan oleh guru profesional dalam lingkungan sekolah yang memiliki infrastruktur yang mendukung. Konsep mutu pendidikan tercermin pada jati diri sekolah, mulai kejelasan visi, misi, tujuan, sasaran, dan target pencapaian pendidikan, serta kekuatan akuntabiltas penyelenggara pendidikan itu sendiri, baik aspek legalitas, finansial, maupun jaringan kerjasama dan dukungan masyarakat. 21
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang Penjaminan mutu pendidikan dilakukan melalui proses akreditasi, monitoring, dan evaluasi. Evaluasi merupakan suatu proses pengumpulan, pemrosesan, dan pengolahan data dan informasi yang digunakan sebagai dasar pengambilan
keputusan
dalam
pengelolaan
dan
pengembangan
pendidikan. Evaluasi diri sekolah dilakukan untuk mengetahui kinerja dan keadaan dirinya melalui pengkajian dan analisis tentang kekuatan dan kelemahan,
peluang
penyelenggaraan
dan
tantangan,
pendidikan
serta
berdasarkan
kendala
pada
dan
ancaman
komponen-komponen
penjaminan mutu pendidikan. Pelaksanaan evaluasi diri sekolah dilakukan oleh tim mutu pendidikan yang dibentuk oleh dan bertanggungjawab kepada kepala sekolah. Tim dipimpin oleh kordinator dari guru utama yang berprestasi dan mereka bekerja berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut: a. Kejelasan tujuan dan hasil yang hendak diperoleh dari evaluasi b. Pelaksanaan dilakukan secara komprehensif (input, proses, output), objektif, transparan, dan akuntabel, c. Dilakukan oleh evaluator profesional, d. Dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan para pemangku kepentingan, e. Dilakukan tepat waktu, f. Dilaksanakan secara berkala dan berkelanjutan, dan g. Mengacu pada indikator keberhasilan kinerja. Selain
itu,
penjaminan
mutu
juga
dilakukan
melalui
monitoring
(pemantauan) pelaksanaan program sekolah oleh pengawas pendidikan dalam bidang akademik dan satuan pengawas internal (SPI) dalam bidang non akademik, khususnya keuangan. Monitoring bertujuan untuk mengetahui ketercapaian dan kesesuaian antara rencana yang telah ditetapkan dan hasil yang dicapai berdasarkan program dan kegiatan di sekolah. Mekanisme monitoring dilakukan secara berkesinambungan dengan evaluasi diri sebagai bagin integral dari penjaminan mutu (quality assurance, quality control, dan 22
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang continous improvement), sehingga diharapkan dapat membentuk mekanisme manajemen mutu pendidikan secara terpadu (Total Quality Management). Evaluasi dan monitoring keuangan sekolah menggunakan pendekatan pembiayaan berbasis program. Kegiatan pengembangan pendidikan tidak hanya didasarkan pada investasi fisik dan non fisik, tetapi lebih berorientasi pada program dan manfaatnya terhadap peningkatan mutu pembelajaran. Pengajuan dan penggunaan anggaran tidak didasarkan pada barang dan jasa yang akan dibeli, tetapi didasarkan pada program yang dilaksanakan. Jika pada saat pelaksanaan program memerlukan investasi barang dan jasa, maka hal itu dapat dilakukan. Dengan demikian, monitoring (pemantauan) dapat memberikan peringatan dini kiranya terjadi penyimpangan terhadap input dan proses penyelenggaraan sekolah. Aspek yang dinilai dalam proses evaluasi diri dan monitoring meliputi masukan, proses, hasil, balikan dan tindaklanjut. Dimensi penilaian yang digunakan dalam menilai pengembangan program-program madrasah itu secara garis besar sebagai berikut: MASUKAN
PROSES
Visi, misi, sasaran dan tujuan. Santri. Pendidik dan tenaga kependidikan. Kurikulum. Sarana dan prasarana. Biaya dan sumber dana.
Tata pamong (governance). Pengelolaan program. Proses pembelajaran. Budaya akademik Kerjasama: Jejaring masyarakat sekitar
HASIL Lulusan. Keluran lainnya (hasil riset, dll)
BALIKAN & TINDAKLANJUT Sistem informasi. Sistem peningkatan dan pengendalian mutu.
dengan
Kemudian mutu pendidikan perlu pengakuan dari Badan Akreditasi sebagai lembaga independen. Kelayakan dan keunggulan satuan pendidikan dinilai dari mutu 8 standar pendidikan berikut:
23
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang a. Standar komptensi lulusan, yang meliputi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dikuasai oleh alumni sekolah b. Standar isi kurikulum yang meliputi ruang lingkup, relevansi, kedalaman, dan keluasan bahan ajar yang diberikan guru kepada santri di tiap-tiap jenjang satuan pendidikan. c. Standar proses pembelajaran yang terpadu dan kontekstual dengan pendekatan saintifik berbasis laboratorium dan proyek d. Standar penilaian yang bersifat autentik, mengukur kemampuan berpikir dan proses kerja siswa, tidak semata-mata tes standar yang mengukur kemampuan kognitif. e. Standar pendidik dan tenaga kependidikan yang meliputi kepribadian
dan
profesionalisme
guru,
terutama
dalam
penguasaan bahan ajar dan pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran. f. Standar sarana dan prasarana pendidikan, meliputi masjid, kelas, asrama, laboratorium, dan sarana penungjang lain dalam pengembangan minat dan bakat santri dalam bidang seni, olahraga, dan keterampilan kerja. g. Standar pembiayaan meliputi belanja investasi, operasional, dan personal yang dipenuhi oleh dana infak, zakat, sedekah, dan hasil pemberdayaan wakaf dan unit bisnis yang dimiliki madrasah. h. Standar pengelolaan yang meliputi manajemen transformatif, kepemimpinan, dan pola supervisi pendidikan yang teratur, partisipatif, dan akuntabale.
3. Kontribusi Pesantren dalam Pembangunan Pendidikan Nasional a. Pengertian Pesantren Perkataan pesantren berasal dari kata santri, yang dengan awalan pe dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri. Menurut Professor Johns istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C.C. Berg 24
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang berpandapat bahwa istilah tersebut berasal dari kata shastri yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci Agama Hindu, atau sarjana ahli kitab suci Hindu. Kata shastri berasal dari kata shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan. Pesantren dalam konteks ajaran Hindu terkait dengan pendidikan manusia sepanjang hayat dengan memperhatikan perkambangan catur asrama yang terdiri dari Brahmacarin, Grhasta, Vanaprastha dan Sanyasin. 15 Dalam perkembangan sejarah Indonesia, khususnya Jawa, makna pesantren sebagai tempat belajar kitab suci dari seorang kiai yang ahli dalam bidang agama dan tata nilai kesopanan, kesederhanaan pola hidup, dan kesetaraan sosial yang melingkupinya berkonotasi langsung dengan ajaran Islam. Bentuk pesantren sebagai hasil cipta akal budi tetap dan khas, tetapi isinya diganti dengan spirit Islam. Karena itu, pesantren dikenal sebagai lembaga pendidikan tradisional umat Islam Indonesia untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional umat Islam Indonesia untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam (berdasarkan Al-Qur’an dan hadits serta kitab kuning dari seorang Kiyai yang ahli dalam bidang agama) dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Bentuk pesantren sebagai hasil cipta akal budi umat Islam di Indonesia merupakan kelanjutan dari pengajian al-Qur’an di Rumah Kiyai dan ngaji kitab di Langgar.16
b. Visi Pesantren Dalam catatan sejarah, keberadaan pesantren tidak bisa dipisahkan dengan cita-cita sosial Islam yakni mewujudkan rahmat bagi seluruh alam. Di sisi lain, pesantren juga terpaut dengan gerakan perjuangan rakyat, semangat 15
Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-agama, (Jakarta: Rajawali, 1996)., cet-2., h. 7-
16
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1994), cet-6., h. 21
23
25
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang patriotisme, dan jihad fi sabilillah dalam rangka membebaskan bangsa dan negara Indonesia dari penjajah. Pesantren terlatih untuk bertindak demi kepentingan bangsa dan negara (baca: persatuan Indonesia) dengan visi Islam secara universal, yakni kemanusiaan yang adil dan beradab berdasarkan tauhid, Ketuhanan Yang Maha Esa. Di masa depan, Pesantren perlu menguasai teknologi informasi dan bahasa internasional yang dapat mengoneksikan umat Islam di Indonesia dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Belajar dari sejarah dan membaca tantangan masa depan umat Islam di era globalisasi, kita dapat merumuskan visi penyelenggaraan pendidikan Pesantren, yakni “mewujudkan peradaban ilmu dalam rangka memartabatkan negara dan mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia sesuai cita-cita Islam rahmatan lil ‘lamin”. Dalam konteks mikro satuan pendidikan, kita dapat merumuskan visi Pesantren adalah Unggul dan Terdepan dalam Upaya Mendidik Sumber Daya Insani yang Berkarakter Guru Dunia Visi unggul dalam mutu dan terdapan dalam inovasi pendidikan dibuktikan dengan komitmen pengelola dan dewan guru yang melayani santri sepenuh hati, mendidik dengan cinta, memberi inspirasi, dan mengajarkan ilmu dengan mengharapkan amal jariyah dan ridho Allah. Pengelola terus menerus melakukan perbaikan dan berusaha menyediakan sarana dan prasarana serta alat peraga pengajaran dengan standar tinggi yang mampu dijangkau sesuai kemampuan finansial Pesantren. Karakter “guru dunia” adalah visi internasional dari sistem pendidikan Pesantren sesuai cita-cita Islam rahmatan lil ‘alamin. Visi internasional pada sistem pendidikan Pesantren tercermin dengan adanya program pengajaran bahasa Arab, dengan Al-Quran sebagai teks inti. Selain itu juga diajarkan bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi dan bahasa pengantar ilmu pengetahuan. Visi internasional ini merupakan upaya bersama umat Islam Indonesia menjadi wasit atau pemimpin dunia sebagaimana tertulis dalam Konstitusi, Pembukaan UUD 1945, yakni “… dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.” 26
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang Secara normatif dogmatis, Pesantren wajib mengajarkan bahasa Arab, kerena Al-Quran sebagai sumber ajaran Islam adalah berbahasa Arab.17 Dalam sistem sosial Islam, bahasa Arab menjadi bahasa standar dalam beribadah, zikir, dan doa. Bahasa Arab merupakan unsur sentral baik dalam ilmu Al-Quran maupun ilmu sastra. Bahasa arab dipelajari oleh para santri sebagai ilmu alat untuk dapat menggali dan menetapkan hukum dari Al-Qur’an (dan hadits). Dalam hal ini, Al-Quran merupakan sumber ganda: di satu sisi sebagai buku dasar yang bernilai karena pesan relegiusnya; dan di sisi lain juga sebagai pedoman dalam pembetulan kalimat yang benar dalam pengajaran bahasa Arab. Secara sosiologis-empiris, bahasa Arab merupakan bahasa yaang ditetapkan sebagai sebagai bahasa komunikasi dunia Islam yang paling luas digunakan. Dan secara politis, bahasa Arab dicanangkan menjadi bahasa komunikasi dunia, baik dalam kegiatan ilmiah maupun pergaulan internasional. Obsesi ini tertulis dalam kulit buku tata bahasa Arab, sebagai berikut:
تعلّموا العرب ّية و علّموها الناس “Pelajarilah bahasa arab dan ajarkanlah bahasa Arab itu kepada semua manusia.” Mempelajari bahasa Arab secara akademik meliputi berbagai cabang ilmu kebahasaan, antara lain: nahwu, saraf, ma’ani dan bayan. Tujuan belajar bahasa Arab adalah memahami makna-makna yang terkandung dalam Al-Quran; mengetahui makna lafal-lafal gharib (yang jarang dipakai) dan yang mengandung makna implisit; mengetahui susunan kata yang khas (khusus) yang memiliki keistimewaan-keistimewaan unik. Penguasaan bahasa Arab tidak berhenti pada pemahaman lafal yang bersifat tekstual. Keterampilan berbahasa berhubungan dengan aktivitas berpikir sistematik dan mendalam. Pengkajian terhadap AlQuran memerlukan logika dan ilmu tafsir. Menggali interpretasi makna-makna dan pemahaman filosofis terhadap kebenaran-kebenaran yang dikandung dalam Mengenai Al-Qur’an berbahasa Arab telah dinyatakan sendiri oleh Al-Quran. Baca surat Yusuf [12], ayat 2; Taha [20], ayat 113; Fusilat [41], ayat 3; asy-Syura’ [42]: 7; az-Zukhruf [43], ayat 3. 17
27
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang lambang-lambang wahyu. Inilah prinsip-prinsip kebahasaan yang dibahas dalam kitab mantiq dan ushul fiqh. Dengan penguasaan ilmu bahasa, logika dan ilmu pengantar lainnya, santri diharapkan kompeten menggali makna transendental wahyu: abstraksiabstraksi filosofis, teologis, dan saintifik dalam Al-Quran, serta dapat menafsirkan realitas sosial dengan pandangan dunia Al-Qur’an. Dengan demikian, santri memahami isi kandungan Al-Qur’an yang utama, meliputi aqidah, syariah, dan akhlak, serta menerima ajaran agama berdasarkan pertimbangan intelektual dan tidak menerimanya secara taklid buta. Inilah yang dipesankan oleh Imam Syafi’i berikut:
مثل اذلي يطلب العمل بالجحة مكثل حاطب ليل حيمل حزمة و فيه افعى تدلغه وهو اليدري “Orang yang taklid kepada orang lain tanpa mengetahui dalilnya ibarat pencari kayu bakar di malam hari yang mengambil seluruhnya dan dianggap kayu bakar sampai ia tidak tahu bahwa ada ular yang melilit dalam ikatan kayu bakar tersebut.”18 Santri dipersiapkan menjadi “guru dunia” yang kompeten mencari jawaban tentang makna ayat Al-Qur’an dari ayat Al-Qur’an, dari keterangan hadits nabi, dan mencari jawaban melalui ra’yu (nalar). Menafsirkan Al-Qur’an dengan hadits didasarkan pada argumen bahwa nabi sebagai pembawa risalah merupakan sumber interpretasi yang paling utama terhadap kebenaran-kebenaran yang direfleksikan dan dikandung dalam lambang-lambang wahyu [Al-Qur’an]. Kemudian, para santri lulusan madrasah memahami dan menafsirkan makna AlQur’an itu secara cermat sesuai kaidah ijtihad ke dalam konteks budaya lokal dan tidak terbelenggu dengan penafsiran budaya Arab. Selain bahasa Arab dan ilmu-ilmu syariat, di Pesantren – khususnya pesantren Modern – juga diajarkan bahasa Inggris dan ilmu kealaman. Bahasa Inggris menjadi matapelajaran wajib di Pesantren, oleh karena pada pendiri A.Wahab Afif, Pengantar Studi al-Fatawa, (Serang: Yayasan Ulumul Qur’an, 2000)., cet-1., h. 19 18
28
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang Pesantren menyadari bahwa bahasa Inggris merupakan kunci penguasaan peradaban IPTEK di abad ini. Mengapa? Karena IPTEK, riset dan publikasi ilmiah didominasi oleh lembaga keilmuan yang berada di benua Eropa dan Amerika yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa ilmu dan bahasa komunikasi. Pelajaran bahasa asing, seperti bahasa Inggris, Perancis, atau Mandarin di madrasah bukanlah perkara bid’ah. Pengajaran bahasa asing bagi umat Islam pernah dicontohkan Rasulullah Muhammad saw yang memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mempelajari bahasa Suryani – bahasa bangsa Yahudi – sampai mahir.19 Kemudian Zaid bin Tsabit pun menjadi sekretaris pribadi Nabi terutama dalam urusan korespondensi dengan bangsa Yahudi. Dan secara historis sejalan dengan semangat intelektualisme ilmuan muslim pada zaman keemasan Islam yang sangat bergairah menerima pengaruh dan pelajaran dari peradaban “luar”. Sejarah zaman keemasan Islam mencatat, para ilmuan muslim aktif mempelajari, menerjemah, menyadur, dan memberi komentar terhadap karyakarya filosof Yunani (terutama dalam bidang logika atau mantiq), India (terutama dalam bidang matematika dan kedokteran), Romawi (terutama dalam bidang hukum), Cina (terutama dalam strategi perang), dan lain-lain. Mereka dengan terbuka, berani, dan percaya diri menerima pemikiran dan hikmah dari “luar Islam”; mempelajari, menaklukan, dan memberi arah baru sesuai dengan jiwa ajaran Islam. Berpijak pada landasan doktrin dan sejarah keemasan Islam di atas, Pesantren mengusung visi internasional dengan menjadikan bahasa Arab dan Al-Qur’an serta bahasa Inggris dan IPTEK sebagai muatan kurikulm wajib. Dengan demikian, para santri setelah belajar selama 12 (dua belas tahun) tahun setara MI, MTs, MA diharapkan lulus dengan karakter “guru dunia”. Guru yang memiliki semangat jihad untuk membangun karakter dan peradaban Indonesia yang unggul. Jadi, melalui proses pendidikan Pesantren yang bermutu dengan
19
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1992, cet-
7., h. 22
29
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang kerangka kualifikasi kompetensi berstandar tinggi, madrasah berkomitemn melahirkan pemuda muslim berusia 18 tahun yang siap berperan sebagai dai atau guru yang aktif mengajarkan risalah Islam kepada seluruh umat manusia. Visi di atas berpijak pada alasan doktrinal, bahwa setiap muslim adalah dai atau guru yang wajib belajar dan mengajarkan ilmu dan agama, mulai dari keluarga dan kerabat dekat (secara informal), madrasah (secara formal), masjid dan media jejarang sosial (secara non formal). Di sisi lain, visi di atas juga memiliki argumen historis-sosiologis, sebagaimana tercatat dalam sejarah Pesantren di Banten, khususnya Kota Serang. Guru dalam visi Pesantren bukan hanya bermakna profesi mengajar di lembaga pendidikan formal. Lebih dari itu, “guru dunia” berarti sumber inspirasi, teladan, dan pemimpin gerakan perubahan yang didasari oleh kesadaran spiritual dan tanggungjawab menciptakan kesejahteraan bagi semua orang. Visi “guru dunia” telah mengantarkan Pesantren menjadi pelopor pembangunan sosial, pembangunan desa, dan menjelma menjadi kekuatan daya saing bangsa dengan inovasi dan IPTEK berwawasan moral. Di atas semua itu, guru dunia mengemban misi keagamaan, yaitu menegakkan agama (iqomatuddin)20 dan memenangkan Islam di atas agama-agama lain di dunia.21 Dalam alam pikiran bangsa Indonesia, khususna masarakat kota Serang, guru adalah sosok yang memiliki karakter cerdas, kreatif, bijaksana, berani, dan berbudi pekerti luhur. Guru dihormati karena memiliki kekuatan daya saing, berupa ilmu pengetahuan dan inovasi yang tidak pernah mati. Berikut adalah indikator sumber daya insani muslim Indonesia berkarakter guru dunia: a. Menjaga harmoni sesuai aqidah ahlu sunnah wal jama’ah, nilai-nilai sosial kemanusiaan, dan etika pelestarian alam semesta. b. Menguasai teknologi informasi dan bahasa internasional, khususnya bahasa Arab dan Inggris sebagai bahasa komunikasi dan pengantar
20 21
Qs. Asy-Syura [42]: 13 Qs. Al-Fath [48]: 28
30
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang pendidikan, sehingga dapat berperan aktif dalam mewujudkan masyarakat dunia yang damai dan berkeadilan. c. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan inovasi sebagai kekuatan daya saing bangsa Indonesia d. Mengelola, melestarikan, dan mengembangkan warisan sejarah, budaya, dan kekayaan alam Indonesia sesuai dengan semangat entreprenrurship yang menekankan pada nilai tambah, berupa keuntungan finansial, manfaat sosial, dan keselamatan bumi tempat tinggal kita. e. Mencapai prestasi terbaik dalam berbagai kompetisi bertaraf nasional dan internasional dalam bidang akademik maupun non akademik.
c. Misi dan Tujuan Pendidikan Pesantren Misi adalah pernyataan tentang tindakan yang harus dilakukan oleh madrasah dalam usahanya mewujudkan visi sesuai indikator pencapaian yang diinginkan. Pernyataan misi menjadi “kompas” bagi seluruh warga madrasah dalam mewujudkan visi secara bertahap dari satu tahap ke tahap berikutnya sampai tuntas. Oleh karena itu, visi dan misi harus dijabarkan dalam dokumen perencanaan dengan ketentuan: [1] specific, [2] measurable, [3] achievable, [4] realistic, dan [5] time bound. Spesifikasi misi mengacu pada indikator pencapaian visi yang telah disepakati. Sedangkan tempo yang dibutuhkan dalam mendidik sumberdaya manusia berkarakter guru dunia itu mengacu pada rentang waktu belajar di Pesantren selama 12 tahun. Pendidikan pesantren merupakan kelanjutan dari pengajian al-Qur’an tingkat dasar di rumah Guru Ngaji dan pendidikan langgar (masjid atau majelis taklim).
31
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang Pola perkmebangan dan struktur organisasi pesantren22 Pesantren Tingkat Tinggi
Pesantren Tingkat Menengah
Pesantren Tingkat Menengah
Pesantren Tingkat Menengah
Pesantren Tingkat Dasar
Pesantren Tingkat Dasar
Pesantren Tingkat Dasar
Pengajian Kitab
Pengajian Kitab
Pengajian Kitab
Pengajian Membaca al-Qur’an
Pengajian Membaca al-Qur’an
Pengajian Membaca al-Qur’an
Misi penyelenggara sistem pendidikan Pesantren meliputi: [1] pengajaran dan dakwah Islam, [2] pelayanan dan pemberdayaan masyarakat, [3] kaderisasi ulama dan kepemimpinan bangsa, [4] penelitian dan pengembangan IPTEK, serta [5] pengembangan wawasan entrepreneurship dan jaringan usaha bersama [koperasi] sesuai konstitusi UUD 1945 pasal 33. Pada tingkat satuan pendidikan pesantren, berdasarkan indikator visi di atas, dapat dirumuskan pernyataan misi madrasah sebagai berikut: a. Mengenalkan Allah dan syariat-Nya melalui Kitab Suci Al-Qur’an dan Sunnah Nabawiyah b. Mengembangkan
cara
berpikir
dan
bersikap
ilmiah
dengan
menerapkan pendidikan berbasis laboratorim dan men-tadabburi ayatayat Al-Qur’an tentang penciptaan alam semesta. c. Menyiapkan
kader
pemimpin
bangsa
yang
bertanggung-jawab
terhadap kemaslahatan keluarga, masyarakat, bangsa, dan negaranya 22
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1994), cet-6., h. 21
32
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang dalam pergaulan global dengan berpijak pada nilai-nilai moral agama, warisan budaya dan kearifan (budaya) lokal Indonesia d. Menumbuhkan semangat juang peserta didik dalam mem-bangun masyarakat madani dengan meneladani sejarah Nabi, sejarah dunia Islam dan perjuangan bangsa Indonesia, dan membiasakan mereka melaksanakan etika kesusilaan dalam pergaulan sehari-hari. e. Mengajarkan bahasa Arab dan Inggris, penguasaan teknologi informasi dan komunikasi, dan keterampilan pemecahan masalah yang memungkinkan para lulusan berperan aktif dalam pergaulan global. Jika misi ibarat kompas, maka tujuan adalah peta jalan yang membantu warga madrasah menjelajahi ruang dan waktu yang dibutuhkan untuk mewujudkan visi. Tujuan adalah perencanaan selangkah demi selangkah yang memungkinkan visi madrasah terwujud. Tujuan sebaiknya dapat diukur dengan waktu, kuantitas, atau perbandingan yang nyata. Secara normatif, tujuan pendidikan Pesantren adalah membina santri menjadi hamba ALLAH Swt yang taat beragama, dengan cara menanamkan akidah (tauhid) yang lurus, membiasakan ibadah secara disiplin, menumbuhkan perikau akhlak mulia dan sekaligus membebaskan santri dari belenggu-belenggu pemikiran dan gaya hidup thoghut. Harapan orang tua santri menitipkan anak mereka di Pesantren adalah agar anak mereka menjadi warga negara yang baik. Meminjam istilah Imam Hasan Al-Banna yang dikembangkan oleh Ali Abdul Halim Mahmud, karakterstik santri sebagai muslim Indonesia adalah:23 a. Memiliki akidah yang bersih (salimul ‘aqidah) dari syirik dan khurofat, serta tidak mengkafirkan sesama muslim b. Terbiasa melaksanakan ibadah secara benar (shohihul ‘ibadah), dan bersih dari bid’ah
23
Ali Abdul Halim Mahmud, Pendidikan Ruhani, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h.
26-39
33
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang c. Memiliki akhlak mulia (matinul khuluq) sebagaimana diteladan-kan oleh Rasulullah Saw dan para sahabatnya, serta para salafu sholih. d. Mandiri secara ekonomi (qodirun ‘alal kasbi) dengan mengelola bumi secara pofesional, inovatif, dan berwawasan lingkungan e. Berwawasan luas (mustaqoful fikri) dengan mengkaji Islam dalam rangka membangun budaya dan peradaban Indonesia. f. Berbadan sehat dan kuat (qowiyul jismi) untuk bela agama dan negara, serta bela diri dan memajukan prestasi olahraga dalam rangka beribadah kepada Allah. g. Memiliki daya juang yang kuat (mujahidun li nafsihi) dalam melaksanakan berbagai proyek amal sholeh h. Mampu membangun sistem (munadzom fi syu’unihi) dalam mengelola bisnis dan gerakan sosial i.
Efektif dan efisien dalam bertindak (haritsun ‘ala waqtihi) sesuai skala perioritas
j.
Bermanfaat bagi sesama (nafi’un li ghoirihi) melalui aktivitas dakwah, gerakan politik, dan kemampuan membangun jaringan kerjasama sosial.
c. Evolusi Sistem Pendidikan Pesantren Awal mula pendidikan Pesantren di Kota Serang adalah pengajian AlQur’an yang dilaksanakan di Rumah Kyai. Tradisi ini merupakan kelanjuan dari sejarah Islam pada zaman klasik (awal kehadiran Islam di Makkah dan Madinah), rumah Rasulullah Muhammad SAW dan rumah para sahabat digunakan untuk belajar dan mengajar tentang al-Qur’an dan hukum-hukum Islam. Di antara rumah yang terkenal adalah Dar al-Arqom24, rumah milik alArqam bin Abu al-Arqam, yang terletak di kaki bukit Shofa dekat Masjidil Haram 24
Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi SAW., (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), cet-1., h. 133/137
34
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang di Makkah. Di Madinah, rumah milik Makhrimah bin Naufal menjadi tempat tinggal sekaligus tempat belajar al-Qur’an yang kemudian dikenal dengan sebutan “Dar al-Qurra’”.25 Para Kiyai dan Ustadz, di Rumahnya yang sederhana memberikan pengajian al-Qur’an bagi anak-anak sekitar usia 5 (lima) sampai 10 (sepuluh) tahun. Dalam bahasa Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, khususnya Pasal 21, Rumah Kiyai atau Ustadz itu berfungsi sebagai Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ) atau Ta’limul Qur’an lil Aulad (TQA). Pengajian al-Qur’an itu berupa pelajaran membaca dan menghapal alQur’an mulai surat al-Fatihah dan kemudian surat-surat pendek dalam juz ke-30 (Juz ‘Amma, terdiri dari surat 78 [an-Naba’] sampai surat 144 [an-Nas]). Selain surat-surat pendek dalam juz ke-30 [Juz ‘Amma] dihapal juga beberapa surat tertentu dalam al-Qur’an, terutama yang dibaca saat upacara “tahlilan”.26 Ayatayat tahlil dimaksud antara lain: bagian awal [ayat 1-5] dan akhir [ayat 284-286] surat al-Baqarah, ayat kursi [surat al-Baqarah, ayat 163 dan 255 s.d 256 dan 257], surat Yasin, Tabarak (surat al-Mulk), dan sebagainya. Di rumah Ustadz tersebut, diajarkan pula pelajaran tajwid yang bermanfaat untuk melafalkan alQur’an dengan baik dan benar. Tradisi lisan dan menghapal dalam proses pengajaran al-Qur’an pada periode ini sangat menonjol. Pengajian al-Qur’an benar-benar sebatas tatacara baca al-Qur’an atau ngelalar. Ngelalar adalah istilah masyarakat Banten untuk kegiatan membaca alfabet Arab ketika membaca al-Qur’an sesuai makharijulhuruf dan tajwid. Pada periode ini belum diberikan pengajaran tentang tafsir isi kandungan al-Qur’an. Pengajian al-Qur’an di sini diberikan secara individual. Dalam posisi duduk bersila, para santri membaca dan melagukan ayat-ayat alQur’an di hadapan Ustadz satu per satu di bawah bimbingannya selama ¼ atau 25 Muhammad Mustafa Azami, Hadits Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), h. 84. 26 Upacara “tahlilan” adalah tradisi umat muslimin di Indonesia yang dilaksanakan ketika terjadi duka atau kebahagiaan dalam siklus kehidupan manusia, terutama saat terjadi kematian atau khaul (ulang tahun kematian).
35
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang ½ jam (menyelesaikan satu surat pendek atau satu makre (ada tanda عdi samping). Ketika salah seorang santri menghadap Ustadz, santri lainnya dengan suara keras mengulang kaji pelajaran kemarin atau lanjutan pelajaran yang telah diperbaiki oleh Ustadz. Jadi, di dalam rumah itu santri-santri dapat mendengar bermacam-macam suara yang bercampur aduk menjadi satu. Tetapi karena semenjak kanak-kanak terbiasa hanya mendengar suara mereka sendiri para santri tersebut tidak terganggu suara santri yang lain.27 Dalam system bercorak individual semacam ini, perbedaan kemampuan individu sangat dihargai. Akibatnya rentang waktu belajar para santri berbedabeda. Santri yang berbakat dapat menyelesaikan pengajiannya secara cepat dan dapat melanjutkan pada bidang kaji lain yang lebih rumit, sedangkan bagi bagi santri yang lambat terus dibimbing sesuai dengan kemampuannya. Indikator tercapainya tujuan pengajian al-Qur’an ini adalah tamatnya baca Juz ‘Amma, Juz Alif Lam Mim sampai Sayaqulus, dan tamatnya keseluruhan 30 Juz al-Qur’an. Di samping pelajaran Al-Qur’an, diajarkan pula perukunan, yang berisi peraturan dan tatacara beribadah, seperti tata cara bersuci, wudhu, tayammum, sholat, puasa dan beberapa doa atau wirid. Tujuan pengajaran perukunan adalah menyiapkan anak dengan kemampuan menjalankan kewajiban asasi sebagai muslim. Sebagaimana sabda nabi :
. وفرقوا بيهنم ىف املضاجع, وارضبومه علهيا اذا بلغوا عرشا,مروا اوالدمك ابلصالة اذا بلغوا س بعا
.)(رواه امحد و ابو داود و احلامك “Perintahkanlah pada anak-anak kalian sholat ketika usia 7 tahun dan didiklah dengan keras ketika mamasuki usia 10 tahun. Dan pisahkanlah antara kamu dan mereka dalam hal tempat tidur” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan al-Hakim) Pada tingkat tertentu pengajian ditambah dengan pelajaran barzanji, marhaba, ya lail dan qasidah yang memang mendukung kelestarian dan pengembangan tradisi (budaya) keislaman masyarakat muslim Nusantara, 27
Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, (Jakarta: LP3ES, 1994)., cet –II., h. 11
36
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang khususnya di wilayah Banten. Barzanji dan marhaba biasa dilantunkan pada acara akikah dan peringatan maulid Nabi pada bulan Rabi’ul Awwal. Syair “ya lail” dan qasidah dilagukan pada acara walimatul ‘arusy, saat resepsi pernikahan. Kalau pengajian perukunan selesai, biasanya diadakan selamatan khataman atau upacara tamatan. Pada acara khataman itu dilakukan acara unjuk kompetensi mana para santri kecil tampil di “panggung” untuk menghapal Al-Qur’an di hadapan orangtua dan masyarakat. Al-Qur’an yang dihapal pada umumnya adalah surat al-Fatihah dan surat An-Nas sampai dengan surat AtTakatsur. Surat yang biasa dibaca oleh masyarakat muslim Indonesia saat sholat tarawih di bulan Ramadhan. Kadangkala, acara khataman ini dilengkapi dengan khitanan (sunatan) untuk santri laki-laki dan diberi hadiah bekakak [panggang ayam kampung] plus ketan punar [nasi ketan dengan pewarnaan kunyit sehingga berwarna kuning]. Peristiwa ini sekaligus menandai perubahan status santri dari anak-anak menjadi akil balig (dewasa secara biologis) dan wajib melaksanakan ibadah mahdhoh, seperti sholat, puasa, dan sebagainya. Ketika anak umur sekitar 10 tahun, bagi beberapa anak yang berbakat dari keluarga tertentu [umumnya dari kelas ekonomi menengah] dapat melanjutkan pelajaran dari tingkat pertama [pelajaran Al-Qur’an] ke tingkat kedua untuk ngaji kitab. Dan prasyarat untuk ngaji kitab adalah mampu membaca dan menulis. Aktivitas ngaji kitab dimaksud berupa membaca dan menerjemahkan kitab-kitab kuning yang elementer, yang ditulis dalam bahasa Arab. Kitab elementer dimaksud, antara lain: Jurumiyah, Matnul Bina wal Asasi, ‘Awamil, ‘Aqidatul ‘Awam, Safinatu Najah, dan Taqrib wal Ghoyah. Pelajaran al-Qur’an dan kegiatan ngaji kitab ini pada umumnya diberikan oleh Ustadz dan ada beberapa oleh Ustadzah yang terutama memberikan pengajian
pada
para
gadis.
Pengajian
al-Qur’an
dan
ngaji
kitab
ini
diselenggarakan di rumah Ustadz pada sore hari: sesudah ‘Ashar (ba’da sholat ‘ashar) untuk anak-anak di bawah 10 tahun dan sesudah Maghrib (ba’da sholat magrib) untuk anak-anak remaja, serta pagi hari (ba’da sholat shubuh).
37
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang Seorang Ustadz yang ingin mengembangkan pengajian di rumahnya menjadi pesantren, biasanya pertama-tama akan mendirikan langgar (masjid yang hanya digunakan untuk sholat sehari-hari dan tidak digunakan untuk sholat Jum’at) di dekat rumahnya. Langgar dibangun di atas sebidang tanah wakaf secara swadaya bersama masyaraakat. Langkah ini biasanya diambil atas perintah atau persetujuan Kyiai dari Ustadz tersebut yang telah dipandang layak dan sanggup memimpin sebuah pesantren. Anjuran pendirian langgar sebagai tempat belajar ini sejalan dengan pandangan Ibnu `Abbas, berikut:
ّ افضل اجلهاد من بىن مسجدا يعمل فيه القر ٰءن و الفقه و الس نّة “Jihad yang utama adalah membangun masjid yang di dalamnya diajarkan AlQur’an, fikih, dan sunnah.”28 Di langgar tersebut sang Kiyai menanamkan disiplin para santri dalam mengerjakan kewajiban sholat lima waktu dan kewajiban keagamaan yang lain. Di langgar itu diajarkan kecakapan menulis (khath dan imla’), membaca dan melagukan al-Qur’an; belajar berhitung serta dasar-dasar keimanan dan peribadatan Islam; diajarkan kitab-kitab kuning; dari yang bersifat dasar, menengah, sampai mahir. Di Langgar juga diberikan pelajaran bahasa Arab secara intensif kepada mereka yang mempunyai ambisi untuk menjadi Kiyai. Bahasa Arab dipelajari sebagai alat untuk dapat memperdalam warisan khazanah intelektual muslim klasik melalui kitab kuning. Kitab kuning dimaksud meliputi: kitab fiqh,
ushul fiqh, tafsir, ilmu tafsir, hadits, ilmu hadits, tauhid,
akhlak, tarikh, adab dan tasawuf. Pendidikan berbasis Langgar atau Masjid mengikuti teladan Rasulullah membangun Masjid Nabawi di Madinah, di mana salah satu sudut terpenting, yang dikenal dengan ash-Shuffah, digunakan sebagai tempat pendidikan dan pengajaran. Masjid menjadi simbol politik kehadiran Islam di suatu kawasan, sebagai tempat ibadah, sekaligus memiliki fungsi akademis, sebagai tempat belajar. Di salah satu sudut Masjid Nabawi bernama Shuffah, para shahabat 28
Muhammad ibn Ahmad Abu Abdillah Al-Qurthubi, Al-Jami` li Ahkam Al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Fikr, tt), h. 296
38
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang yang miskin
dan belum menikah tinggal dan
melaksanakan
kegiatan
pembelajaran. Jumlah para sahabat yang tinggal di sudut Shuffah itu (dikenal dengan sebutan Ahlu sh-Shuffah) menurut Ibn Taimiyah berkisar 400 orang, sedangkan menurut Qatadah jumlah mereka mencapai 900 orang.29 Praktik pengelolaan Masjid pada zaman Nabi Muhammad SAW menjadi preseden bagi para khalifah (pemimpin) dan para pejuang Islam sesudahnya. Pada setiap daerah yang dihuni orang Islam dapat dipastikan terdapat masjid. Karena itu, masjid secara politik adalah tanda kehadiran Islam di suatu daerah. Pembangunan masjid sebagai tempat ibadah dengan fungsi akademis (sebagai tempat pendidikan) berlanjut terus, baik dilakukan oleh penguasa Islam secara resmi, bangsawan, hartawan, dan dengan swadaya masyarakat pada umumnya. Pada masa Umar ibn Khaththab, Masjid berfungsi sebagai sekolah umat Islam secara formal dan sejumlah tenaga pengajar pun secara resmi diangkat oleh khalifah untuk mengajar al-Qur’an dan Hadis di masjid-masjid Kufah, Basrah, Mesir, dan Damaskus. Dalam perkembangan selanjutnya, pada zaman keemasan Islam pelajaran yang diajarakan di Masjid bukan hanya pelajaran alQur’an dan Hadis, tetapi juga menawarkan bidang kajian yang jauh lebih bervariasi, mencakup bahasa dan sastra Arab, tafsir, qiraat, fikih, kalam, astronomi, dan kedokteran.30 Berdirinya asrama (pondok) di sekitar Masjid sebagai salah satu elemen sistem pendidikan masjid tradisional banyak berkembang di dunia Islam, seperti Mesir,
Afganistan,
dan
Haramain.
Awal
mula
berdiri,
tumbuh
dan
berkembangnya Masjid Berasrama di masyarakat Islam adalah sekitar awal abad ke-4 H/10 M. Tokoh yang paling terkenal sebagai pelopor pembangunan khan (asrama atau pondok) secara besar-besaran adalah Badr bin Hasanawayh al-Kurdi (w. 405/ 1014). Pembangunan khan (asrama atau pondok) ini berkaitan erat dengan kepedulian umat Islam masa itu terhadap para santri. Masjid-Khan menyediakan akomodasi gratis bagi para santri yang berasal dari luar kota dan 29 30
Muhammad Mustafa Azami, loc.cit, h. 84. Ahmad Sjalabi, Sedjrah Pendidikan Islam, (Djakarta: Bulan Bintang, 1973), cet-1., h.
92-105
39
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang juga
menyediakan
perbakalan
makanan
bagi
mereka.
Seiring
dengan
berkembangan peradaban Islam, sistem pendidikan Masjid berkembang ke model
Masjid-khan
kemudian
berevolusi
menjadi
Madrasah.
Madrasah
dikembangkan secara pesat oleh Nizham al-Mulk (w. 485/1092), salah seorang wazir Dinasti Saljuk sejak 456/1064 sampai wafatnya.31 Di Indonesia model sistem surau (baca: masjid) menjadi masjid berasrama atau Pesantren berkembang di Minangkabau, Sumatra Barat. Di Banten, model ini dapat dilihat dalam sejarah Perguruan Islam Al-Khairiyah Citangkil Cilegon yang berevolusi dari Masjid Agung Tjitangkil Tjilegon menjadi Pesantren Al-Khairiyah. Dalam sistem pendidikan masjid tradisional, para santri bersusah payah mengurusi sendiri tempat tinggalnya semasa belajar. Para santri yang datang dari luar daerah pada umumnya tinggal dan tidur di serambi masjid atau tinggal di rumah-rumah penduduk sekitar rumah Kiyai dan langgar itu. Bagi para santri yang tinggal di serambi masjid-masjid yang berdekatan dengan masjid jami’ (masjid yang menyelenggaran kegiatan pengajian kitab) biasanya memimpin sholat lima waktu bagi masyarakat (jama’ah) setempat; dan atas kedudukannya ini masyarakat menanggung kebutuhan makan para santri. Ketika jumlah santri di masjid tersebut melimpah maka penyediaan akomodasi menjadi persoalan. Respon atas persoalan itu dibangunlah khan (asrama atau pondok) di sekitar masjid. Inilah yang disebut Masjid-Khan (Masjid Berasrama) atau Pesantren. Menurut Zamakhsyari Dhofier, pondok (asrama) merupakan penopang utama bagi Pesntren untuk dapat terus berkembang. Sistem pondok (asrama) dalam tradisi Islam klasik telah dikenal pada sekitar abad ke-13 M dengan sebutan zawiyah.32 Zawiyah adalah suatu tempat pemondokan pengikut tarekat, guna menampung para faqir [sebutan bagi pengikut tarekat yang melakoni pola hidup zuhud (sederhana); senantiasa berharap dan membutuhkan rahmat serta
31
Charles Michael Stanton, Pendidikan Tinggi dalam Islam, (Jakarta: Logos, 1994)., h.
32
Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam, (Bandung: Mizan, 1994)., cet-1.,
45 h.98
40
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang pertolongan ALLAH Ta’ala], yang hendak melakukan wirid atau suluk. Zawiyah ini di berbagai belahan dunia Islam, dalam perkembangannya lebih lanjut berubah menjadi pusat-pusat pendidikan dan gilda-gilda ekonomi, bahkan tidak jarang merupakan cikal bakal kekuatan politik yang besar.33 Term zawiyah di Sulewesi digunakan untuk sebuah bangunan tempat pengajian yang terdapat dalam keraton pada masa kesultanan Buton, dan dapat disaksikan hingga sekarang.34 Di Jawa, pola zawiyah menjadi inspirasi bagi pengembangan pendidikan berasrama oleh para Wali Songo, khususnya Sunan Giri dan Ampel. Di Kota Serang Banten, pendidikan berasrama atau pesantren salafiah itu lebih dikenal dengan nama pondok rombeng. Istilah pondok barangkali berasal dari bahasa Arab fundug yang berarti hotel atau asrama, lalu disertai kata rombeng untuk menggambarkan kondisi bangunan asrama yang sangat sederhana; dan para santri tidur di atas lantai tanpa kasur. Pondok rombeng adalah tempat tinggal para santri yang dibuat dari bilik-bilik bambu dan beratapkan wlet (anyaman dari dahan kelapa). Demikian jelas, bahwa pondok rombeng adalah pengejawantahan dari zawiyah dalam tradisi sufi yang menjujung tinggi pola hidup zuhud. Meskipun kondisi pondok sangat sederhana dan kadang penuh sesak, pondok (asrama) merupakan elemen penting dari tradisi pesantren. Menurut Zamakhsyari Dhofier ada tiga alasan utuma kenapa pesantren harus menyediakan asrama, yaitu:35 1. Kemasyhuran Kiyai seorang Kiyai dan kedalaman pengetahuannya tentang Islam menarik santri-santri dari jauh. Untuk dapat menggali dari Kiyai tersebut secara teratur dan dalam waktu yang lama, para santri tersebut harus meninggalkan kampung halamannya dan menetap di dekat kediaman Kiyai. 2. Hampir semua pesantren berada di desa-desa di mana tidak tersedia perumahan (akomodasi) yang cukup untuk dapat menampung santri33
Nurcholis Madjid, op.cit., h.104. Abdul Rahim Yunus, Op.cit. h.72 35 Zamakhsyari Dhofier, op.cit., h. 46-7 34
41
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang santri; dengan demikian diperlukan adanya suatu asrama khusus bagi para santri. 3. Ada sikap timbal balik antara Kiyai dan santri di mana para santri menganggap Kiyainya seolah-olah bapaknya sendiri, sedangkan Kiyai menganggap para santri sebagai titipan ALLAH Ta’ala yang harus senantiasa dilindungi. Sikap timbal balik ini menimbulkan keakraban dan kebutuhan untuk saling berdekatan terus menerus. Sikap ini juga menimbulkan perasaan tanggung jawab di pihak Kiyai untuk dapat menyediakan tempat tinggal bagi para santri. Di samping itu dari pihak para santri tumbuh perasaan pengabdian kepada Kiyainya, sehingga para Kiyai memperoleh imbalan dari para santri sebagai sumber tenaga bagi kepentingan pesantren dan keluarga Kiyai. Dalam upaya melestarikan tradisi Pesantren, para Kiyai membangun solidaritas dan kerja sama intelektual sesama mereka melalui hubungan kekerabatan sesama Kiyai. Cara praktis yang mereka lakukan adalah: (1). mengembangkan tradisi bahwa keluarga yang terdekat harus menjadi calon kuat pengganti kepemimpinan pesantren, (2). mengembangkan suatu jaringan aliansi perkawinan endogamous antar keluarga Kiyai, dan (3). mengembangkan tradisi transmisi pengetahuan dan rantai transmisi intelektual antara sesama Kiyai dan keluarganya. Pola semacam ini berangkat dari anggapan para Kiyai bahwa unit rumah-tangga merupakan sumber utama untuk perkembangan, kekuatan, kelestarian, dan keharmonisan kultur santri, masyarakat Islam, di mana nilai dan semangat Islam mulai ditanamkan. Para Kiyai sungguh-sungguh menginginkan agar generasi penerus yang akan menggantikan mereka di masa depan lebih baik daripada mereka sendiri. Zamakhsyari Dhafier menyusun skema geneologi intelektual kaum santri dengan menyajikan biografi singkat Syekh Ahmad Khatib Sambas, Syekh Nawawi Banten, Syekh Abdul Karim, Syekh Mahfudh al-Tarmasi, Kiyai Khalil Bangkalan, Hadratus-Syekh Hasyim Asy’ari. Dalam skema yang disusun Zamakhsyari Dhafier memperlihatkan posisi penting Syekh Nawawi Banten dan 42
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang Syekh Mahfudz al-Termasi yang menjadi pengajar tetap di Masjid al-Haram Makkah, dalam hal perubahan watak Islam di Jawa yang semakin seirama dengan watak Islam di Timur Tengah, dan sifat lokal (kejawen) semakin berkurang; serta juga menyumbang proses penambahan perbendaharaan kitab yang dipakai di pesantren, yang berimplikasi pada pengayaan wacana dan keragaman faham keagamaan dalam kultur pesantren. Mengenai posisi strategis Syekh Nawawi Banten ini, Abdurramahman Mas’ud dalam bahasan “intellectual masters of the pesantren tradition” menempatkan Syekh Nawawi Banten sebagai mahaguru dari para guru di Pesantren. Penghargaan terhadap Syekh Nawawi Banten ini lantaran kemampuannya yang teruji dalam bidang ilmu keislaman.
B. Kajian Empiris 1. Wilayah Kota Serang Kota Serang terbentuk pada tanggal 10 Agustus 2007 berdasarkan Undang-undang No. 32 tahun 2007. Secara administratif Kota Serang dibagi dalam 6 kecamatan dan 66 kelurahan. Kecamatan Kasemen merupakan kecamatan dengan wilayah terluas yaitu sekitar 63,36 km 2 atau sekitar 23,75% dari luas wilayah Kota Serang. Sementara kecamatan dengan luas wilayah paling sempit adalah Kecamatan Serang yang hanya sekitar 9,7% dari luas wilayah Kota Serang, atau sekitar 25,88 km 2. Luas daerah dan pembagian daerah administrasi di Kota Serang yang di dalamnya mencakup jumlah kelurahan dan desa yang ada di kecamatan Kota Serang dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini : Tabel 1 Luas Wilayah Kota Serang Berdasarkan Kecamatan No 1 2 3 4
Kecamatan Curug Walantaka Cipocok Jaya Serang
Jumlah Kelurahan 10 14 8 12
Luas (km2)
%
49,6 48,48 31,54 25,88
18,59 18,18 11,82 9,70 43
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang 5 6
Taktakan Kasemen
12 47,88 10 63,36 66 266,74 Sumber: BPS Kota Serang, 2013
17,95 23,75 100,00
Berdasarkan penjelasan Undang-undang No. 32 Tahun 2007, disebutkan bahwa Kota Serang memiliki luas wilayah keseluruhan ± 266,71 km 2, sedangkan hasil inventarisasi luas wilayah dari 6 (enam) kecamatan tersebut adalah 266,74 km2 atau sekitar 3,08% dari luas wilayah Provinsi Banten. Sesuai pasal 5 Undang-undang Nomor. 32 Tahun 2007 Kota Serang memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Banten; b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pontang, Kecamatan Ciruas, Kecamatan Kragilan Kabupaten Serang; c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cikeusal, Kecamatan Petir, Kecamatan Baros Kabupaten Serang; dan d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pabuaran, Kecamatan Waringin Kurung, Kecamatan Kramat Watu Kabupaten Serang. Sebagai Ibu kota Provinsi Banten, Kota Serang memiliki posisi strategis untuk menunjang pembangunan sumberdaya manusia. Di Kota Serang terdapat UNTIRTA dan IAIN SMHB serta PTS lain yang mendukung program pembangunan manusia dan kebudayaan. Di Kota Serang juga terdapat Sekolah Negeri dan Swasta Unggulan yang telah berdiri sejak zaman Belanda. Namun, di sisi lain penyelenggaraan pendidikan keagamaan, khususna Pondok Pesantren membutuhkan keperpihakan lebih dari pemerintah Kota Serang. Keberpihakan itu perlu dilakukan dalam rangka menjalankan misi Kota Serang untuk penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun menuju rintisan wajib belajar 12 tahun sesuai RPJMD Kota Serang.36
36
Buku RPJMD Kota Serang 2014-2018, BAB II Hal 1, Serang 2014
44
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang
Tabel 3. Misi Kedua RPJMD Kota Serang 2014-2018 MISI II :
Meningkatkan aksesibilitas dan kualitas layanan pendidikan, kesehatan dan layanan sosial lainnya dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat
Tujuan 1. Meningkatka n cakupan layanan pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat miskin, anak, dan lansia
Sasaran Strategi 1. Meningkatnya 1. Peningkatan akses dan Akses mutu Masyarakat pendidikan Terhadap terutama untuk Pelayanan penuntasan Pendidikan wajib belajar yang Bermutu pendidikan dan Gratis dasar 9 tahun menuju rintisan wajib belajar 12 tahun
Arah kebijakan 1. Meningkatkan cakupan layanan Pendidikan Dasar dan menengah yang Bermutu dan Gratis
2. Meningkatkan Perluasan Pendidikan Non Formal dan Minat Baca Masyarakat 3. Meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan lapangan kerja, serta kompetensi tenaga kerja 4. Meningkatkan Kualitas SDM Pendidik dan Tenaga Kependidikan serta 45
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang Manajemen Pelayanan Pendidikan
2. Praktek Penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan Pendidikan anak usia dini dan pendidikan dasar diselenggarakan berbasis komunitas. Anak tinggal bersama di rumah orangtuanya, sehingga menerima kasih sayang secara berlimpah. Anak tidak boleh dipisahkan dari pelukan hangat Ibu dan Ayahnya. Satuan pendidikan berbasis komunitas dibangun secara gotong royong di atas lahan wakaf atau lahan milik publik. Dengan demikian, satuan pendidikan adalah milik masyarakat, bukan milik pribadi atau keluarga. Pada umumnya, satuan pendidikan itu terintegrasi dengan Masjid dalam komunitas muslim atau Gereja dalam komunitas Kristen dan Katolik. Satuan pendidikan berbasis komunitas dipimpin oleh sarjana atau Kiyai setempat, yang memiliki kompetensi pedagogik dan keagamaan. Para guru yang mengajar pun tinggal di kawasan tersebut, sehingga para guru mengerti kondisi keluarga setiap peserta didik. Visi, misi, tujuan, kurikulum dan kegiatan satuan pendidikan berbasis komunitas mencerminkan upaya bersama masyarakat melakukan perekayasaan sosial menuju masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah Ta’ala. Dengan demikian, akses pendidikan dapat dijangkau dan belajar menjadi harta karun yang efektif dalam menyiapkan anak-anak muda terpelajar yang paham dan peduli untuk mengembangkan kekayaan alam dan warisan budaya masyarakat setempat. Setelah anak menyelesaikan pendidikan dasar enam tahun, sebagian mereka melanjutkan ke Pondok Pesantren. Mereka dipersiapkan menjadi guru dan pemimpin masyarakat. Asrama dalam sistem pendidikan pesantren bukan hanya tempat [rumah] tinggal. Di pesantren, asrama memiliki nilai dan pesan religius sebagai tempat belajar ilmu, tempat berkontemplasi dan pembinaan karakter berbasis agama dan kearifan budaya. Terdapat keunggulan sistem asrama (pondok) dibandingkan sistem sekolah tanpa asrama, antara lain:
46
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang (1) belanja pendidikan lebih murah. (2) satuan pendidikan berasrama berfugsi sebagai “city of intellect”. (3) menghindarkan peserta didik dari bahaya kos-kosan yang bebas tanpa tata tertib, tanpa pengawasan pendidikan. Satuan pendidikan pesantren dinikmati oleh mayoritas masyarakat yang tinggal di pedesaan dan jauh dari akses angkutan kota. Kita maklumi biaya pendidikan bukan hanya operasioal pembelajaran. Terdapat biaya hidup yang boleh jadi lebih mahal dari biaya operasional pendidikan itu sendiri, mulai makan, sewa rumah tinggal, dan ongkos transportasi dalam kota. Dalam sistem sekolah konvensional, para peserta didik bersusah payah mengurusi sendiri tempat tinggalnya semasa belajar, mencari kos-kosan yang dekat di sekitar sekolah, mencari makan di kantin, dan tanpa pengawasan guru. Dalam sistem asrama, peserta didik belajar hidup bersahaja dan saling berbagi di antara sesama santri dan guru pembina asrama. Lebih dari itu, biaya pendidikan dapat dihemat, karena pesantren menyemai tata nilai dan pola hidup zuhud, serta kesetaraan sosial yang melingkupinya. Pesantren berkonotasi langsung dengan ajaran Islam, yakni tempat
untuk
mempelajari,
memahami,
mendalami,
menghayati,
dan
mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an dan hadits, dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Tentu dengan gaya hidup semacam ini, biaya pendidikan lebih murah dari pada sistem non asrama yang potensial digempur dengan budaya 3 F (food, fashion, dan fun) dari luar. Dalam sistem sosial masyarakat Kota Serang yang menjaga pola paguyuban, Pesantren memunginkan guru dan santri hidup bersama, makan, belajar, bergaul, dan bermain bersama. Dalam kehidupan Pesantren terdapat sikap timbal balik antara Kyai dan santri di mana para santri menganggap Kyainya seolah-olah bapaknya sendiri, sedangkan Kyai menganggap para santri sebagai titipan Allah Ta’ala yang harus senantiasa dilindungi. 37 Biaya hidup 37
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1994), cet-6., h. 46-7
47
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang ditanggung bersama melalui sumbangan (infak) pendidikan. Tidak jarang santri menjalankan usaha yang dilakukan Kyai atau bisnis milik Pesantren yang keuntungannya digunakan untuk membiayai belanja operasional madrasah. Mereka bekerja, berkebun, beternak, membuat kerajinan tangan, berproduksi, memimpin sholat, khutbah, mengajar, membina dan melakukan pelayanan terhadap masyarakat di sekitar asrama. Penyelenggaraan pendidikan berbasis asrama lebih efektif dalam melaksanakan pendidikan karakter. Pendidikan karakter dirancang untuk mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yang beriman dan bertakwa kepada Allah; jujur, relijius dan toleran; serta disiplin dan demokratis dalam semangat kebangsaan dan cinta tanah air. Pendidikan karakter mengemban misi strategis, yakni mewujudkan masyarakat maju, adil, dan sejahtera yang berakar pada kebudayaan dan persatuan nasional (NKRI) yang berwawasan Bhinneka Tunggal Ika berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang dijiwai iman dan takwa kepada Allah Yang Maha Esa. Dengan keberadaan asrama, pendidikan karakter tidak sebatas teori yang dikaji melalui buku pelajaran. Iman dan takwa diasah dengan menjadikan Masjid sebagai laboratorium ruhani. Rasa persaudaraan dan kebangsaan dipraktekkan dalam kehidupan nyata, dalam dunia kemanusiaan. Sikap cinta tanah air, jiwa kepemimpinan, kemandirian, ketangguhan, dan budaya inovasi dikembangkan melalui organisasi siswa dan perkumpulan hobi yang behimpun berdasarkan penelusuran minat dan bakat secrara intensif. Di asrama, guru dan peserta didik melakukan interaksi belajar 24 jam, belajar tentang agama dan beragam cabang ilmu pengetahuan, serta belajar hidup bermasyarakat dari kenyataan. Pengetahuan yang diperoleh di ruangruang kelas dihayati dalam bentuk pengamalan langsung, learning by doing! Pesantren menerapkan pendidikan multikultural yang berasaskan toleransi dan kerukunan. Peserta didik dari berbagai latar belakang sosial, asal usul dan daerah ditugaskan untuk menemukan kearifan budaya lokal masing-masing. Seluruh aktivitas pembelajaran maupun persemaian nilai budaya terencana dan 48
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang terintegrasi dalam konsep “city of intellect”. Asrama sebagai “city of intellect” menjadi tempat kaum terpelajar untuk berbagi informasi dan pengetahuan, mendiskusikan pendalaman ilmu dan hasil penelitian, membincangkan dan memperdebatkan berbagai isu aktual dalam masyarakat, dan seterusnya. Dalam pengembangan ilmu alam dan teknologi baja, peserta didik dilatih melakukan riset sederhana dan memecahkan masalah dengan pendekatan multidisiplin. Dalam hal ini, sekolah berbasis asrama mengembangkan pendidikan berbasis laboratorium dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk belajar dari teman sebaya untuk mengenal disiplin ilmu di luar disiplin ilmu yang ditekuni, dengan semangat intelaktualisme dan budaya akademik yang dinamis. Keberadaan asrama dalam sistem Pesantren menciptakan efisiensi pembelajaran dan pengembangan bahasa internasional, seperti bahasa Arab, Inggris, Mandarin, dan lain-lain. Akhirnya, pendidikan berbasis asrama mampu melaksanakan fungsinya mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, sesuai amanat Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pesantren secara umum dapat dibedakan menjadi dua kategori: [1] Pesantren sebagai penyelenggara satuan pendidikan, dan [2] Pesantren sebagai satuan pendidikan. Pesantren kategori pertama menyelenggarakan pendidikan MI, MTs, dan MA atau SD, SMP, dan SMA/SMK. Pesantren model ini secara umum dikelola dengan manajemen modern. Sedangkan kategori kedua, Pesantren sebagai satuan pendidikan kurang memperoleh perhatian pemerintah dan tidak dianggap sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional. Akibatnya, santri yang belajar di satuan pendidikan pesantren tidak dianggap “belajar” dan tidak memperoleh hak konstitusionalnya sebagai warga negara. Pada umumnya, model ini dikelola oleh Kiyai dan keluarganya dalam sistem tradisional (salafi).
49
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang 3. Permasalahan Yang Dihadapi Masyarakat Di
atas
telah
dikemukakan
bahwa
penyelenggaraan
pendidikan
keaagamaan pada tingkat dasar – biasa disebut madrasah diniyah (MD) – di Kota Serang dilaksanakan berbasis komunitas. Dan setelah tamat melanjutkan ke pondok pesantren. Masalah yang sering dihadapi masarakat Kota Serang, antara lain: (1) Anak yang terdaftar sebagai siswa MD tetapi tidak terdaftar di SDN dianggap
tidak
memperoleh
melaksanakan
banutan
wajib
pembiayaan
belajar
sehingga
pendidikan
tidak
sebagaimana
diamanatkan UUD 1945. (2) Ketika anak terdaftar sebagai siswa SDN dan siswa MD sekaliguss, maka data bantuan BOS diberikan kepada sekolah dasar dan bukan madrasah
diniyah.
diselenggarakan
Dalam
sore
hari
posisi
ini
sangat
keberadaan mengandalkan
MD
yang
swadaya
masyarakat. (3) Siwa SD-MD yang telah tamat dan melanjutkan ke Pondok Pesantren Salafiah dianggap putus jenjang (tidak melanjutkan pendidikan). Hal ini disebabkan Pondok Pesantren tidak dianggap sebagai satuan pendidikan penyelenggara program wajib belajar sembilan tahun. (4) Santri Pondok Pesantren dianggap mengikuti program wajib belajar 9 tahun jika terdaftar menjadi peserta didik di MTs atau SMP. Dan peserta didik tersebut memperoleh bantuan BOS melalui MTs atau SMP tempat mereka terdaftar sebagai peserta didik, bukan melalui Pondok Pesantren. (5) Santri lulusan Pondok Pesantren tidak dapat pindah atau melanjutkan pada satuan pendidikan formal. (6) Jika ada bantuan pemerintah kepada pondok pesantren dalam bentuan bantuan teknis, hibah, atau dana pengembangan dilakukan dengan mengandalkan kehendak dan keberanian politik wali Kota, bukan program yang berkelanjutan.
50
Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Pondok Pesantren Kota Serang
C. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem Yang Akan Diatur Dalam Peraturan Daerah Kota Serang, Terhadap Aspek Kehidupan Masyarakat Peraturan daerah diperlukan sebagai landasan yuridis pemerintah daerah memberi pengakuan terhadap satuan pendidikan pesantren yang berhak memperoleh bantuan dan atau subsidi sebagaimana diatur dalam UUD 1945 pasal 31, khususnya ayat 1 dan 2. Dampak dari pengakuan itu yang diharapkan adalah: 1. Masyarakat memperoleh perlindungan dan jaminan hak konstitusional untuk belajar sesuai pilihan mereka 2. Lestari, maju dan berkembangnya sistem pendidikan pribumi sesuai kearifan lokal budaya masyarakat Kota Serang. 3. Mengarusutamakan pondok pesantren sebagai bagian dari upaya pemerintah memperluas akses masyarakat terhadap pendidikan dasar 4. Meningkatkan pemerataan pendidikan dasar dan menengah yang berkualitas. 5. Meningkatkan relevansi dan daya saing masyarakat Banten melalui pendidikan pribumi yang menjunjung tinggi kearifan budaya lokal. 6. Menjadikan pondok pesantren sebagai pilihan kebijakan “full day school” (FDS) yang dicanangkan pemerintah.***
51