BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1. Pengertian Kompetensi Apakah yang dimaksud dengan kompetensi itu? Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mengembangkan standar kompetensi guru dan dosen, karena badan inilah yang memiliki kewenangan untuk mengembangkan standar kompetensi guru dan dosen yang hasilnya ditetapkan dengan peraturan Menteri. Namun demikian dapat dicermati pendapat Johson (1974) yang mengatakan kompetensi
merupakan
perilaku
rasional
guna
mencapai
tujuan
yang
dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan (Sanjaya, 2006: 17). Menurut UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 1, ayat 10, disebutkan “kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati,dan dikuasai, oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi merupakan peleburan dari pengetahuan (daya pikir), sikap (daya kalbu) dan keterampilan (daya pisik) yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan. Dengan kata lain, kompetensi merupakan perpaduan dari penguasaan pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam melaksanakan tugas/pekerjaan. Dapat juga dikatakan bahwa kompetensi merupakan gabungan dari kemampuan, pengetahuan, kecakapan, sikap, sifat, pemahaman, apresiasi dan harapan yang mendasari pekerjaan guna mencapai standar kualitas dalam pekerjaan nyata. Jadi, kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati dan dikuasai oleh guru untuk dapat melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Kompetensi merupakan komponen utama dari standar profesi di samping kode etik sebagai regulasi perilaku profesi yang ditetapkan dalam prosedur dan system pengawasan tertentu. Kompetensi diartikan dan dimaknai sebagai perangkat perilaku efektif yang terkait dengan eksplorasi dan investigasi, menganaalisis dan memikirkan, serta memberikan perhatian, dan mempersepsi yang mengarahkan seseorang menemukan cara-cara untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien. McAshan (dalam Mulyasa 2008: 38) mengemukakan bahwa kompetensi: “… is a knowledge, skills, and abilities or capalities that a person achives, which become part of this or her being to the exent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor behaviors”. Dalam hal ini kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagia dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaikbaiknya. Broke and Stone (dalam Mulyasa 2008: 25) mengemukakan bahwa kompetensi guru sebagai … descriptive of qualitative nature of teacher behavior appears to be entirely meaningful. … kompetensi guru merupakan gambaran kualitatif tentang hakikat perilaku guru yang penuh arti.
Finch & Crunkilton (dalam Mulyasa 2008: 38) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Kompetensi guru menurut Cogan (dalam Syaiful 2008: 209) harus mempunyai: (1) kemampuan untuk memandang dan mendekati masalah-masalah pendidikan dari perspektif masyarakat global; (2) kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain secara kopratif dan bertanggung jawab sesuai dengan peranan dan tugas dalam masyarakat; (3) kapasitas kemampuan berpikir secara kritis dan sistematis; dan (4) keinginan untuk selalu meningkatkan kemampuan intelektual sesuai dengan tuntutan jaman yang selalu berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Gordon ( dalam Mulyasa 2008: 38) menjelaskan beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi sebagai berikut. 1. Pengetahuan (knowledge): yaitu kesadaran dalam bidang cognitive, misalnya seorang guru mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan belajar, dan bagaimana melakukan pembelajaran terhadap peserta didik sesuai dengan kebutuhanya. 2. Pemahaman (understanding); yaitu kedalaman cognitive, dan afektif yang dimiliki oleh individu. Misalnya seorang guru yang akan melaksanakan pembelajaran harus memiliki pemahaman yang baik tentang karakteristik dan kondisi peserta didik, agar dapat melaksanakan pembelajaran secara afektif dan efisien.
3. Kemampuan (skill); adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misalnya kemampuan guru dalam memilih, dan membuat alat peraga sederhana untuk member kemudahan belajar kepada peserta didik 4. Nilai (value) adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Misalnya standar perilaku guru dalam pembelajaran (kejujuran, keterbukaan, demokratis, dan lainlain) 5. Sikap (attitude); yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar. Misalnya reaksi terhadap krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan gaji/upah dan sebagainya. Kompetensi adalah kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan.
Dengan dimikian, istilah kompetensi sangat
konstektual dan tidak universal untuk semua jenis pekerjaan. Setiap jenis pekerjaan memerlukan porsi yang berbeda-beda antara pengetahuan, sikap dan keterampilanya. Pekerjaan-pekerjaan berkerah putih, pengetahuan lebih besar porsinya dari sikap dan keterampilan, dan pekerjaan berkerah biru memerlukan porsi keterampilan pisik lebih besar dari pada pengetahuan dan sikap. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa kemampuan dasar meliputi daya pikir, daya kalbu, dan daya raga yang diperlukan oleh peserta didik untuk terjun di masyarakat dan untuk mengembangkan dirinya. Bertitik tolak dari kemampuan dan daya pikir tersebut maka UU No. 14 tahun 2005 pasal 8
menyatakan guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional pemerintah menerbitkan undang-undang tentang kompetensi yang harus dimiliki oleh guru yaitu PP No. 19 Tahun 2005 pasal 28, ayat 3 dan UU No. 14 tahun 2005 pasal 10, ayat, 1, yang menyatakan ”kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: (a) kompetensi pedagogik, (b) kompetesi kepribadian, (c) kompetensi sosial, (d) kompetensi professional. a. Kompetensi Pedagogik Kompetensi pedagogic merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi: 1) pemahaman guru akan landasan dan filsafat pendidikan, 2) guru memahami potensi dan keberagaman peserta didik, sehinggn dapat didesain strategi pelayanan belajar, 3) guru mampu mengembangkan kurikulum/silabus baik dalam bentuk dokumen maupun implementasi dalam bentuk dokumen maupun implementasi dalam bentuk pengalaman belajar, 4) guru mampu menyusun rencana dan strategi pembelajaran berdasarkan standar kompetensi dan dan kompetensi dasar 5) mampu melaksanakan pembelajaran yang mendidik dengan suasana dialogis dan interaktif. Sehingga
pembelajaran
menjadi
aktif,
inovatif,
kreatif,
dan
menyenangkan, 6) mampu melakukan evaluasi hasil belajar dengan
memenuhi prosedur dan standar yang dipersyaratkan, dan 7) mempu mengembangkan bakat dan minat peserta didik melalui kegiatan intrakurikuler dan ekstrakulikuler untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. b. Kompetensi Kepribadian Dilihat dari aspek psikologinya kompetensi kepribadian guru menunjukan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian 1) mantap dan stabil yaitu memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai norma hokum, norma sosial, dan etika yang berlaku, 2) dewasa yang berarti mempunyai kemandirian untuk bertindaksebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru, 3) arif dan bijaksana yaitu tampilanya bermanfaat bagi peserta didik, sekolah, dan masyarakat dengan menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak, 4) berwibawa yaitu perilaku guru yang disegani sehingga berpengaruh positif terhadap peserta didik, dan 5) memiliki akhlak mulia dan memiliki perilaku yang dapat diteladani oleh peserta didik, bertindak sesuai norma religious, jujur, ikhlas, dan suka menolong.
c. Kompetensi Sosial Kompetensi sosial terkait dengan kemampuan guru sebagai makhluk sosial delam berinteraksi dengan orang lain. Sebagi makhluk sosial guru berperilku santun, mampu berkomunikasi dan berintegrasi dengan lingkungan secara efektif dan menarik mempunyai rasa empati
terhadap orang lain. Kemampuan guru berkomunikasi den berinteraksi secara efektif dan menarik dengan peserta didik,masyarakat sekitar sekolah dan sekitar dimana pendidik itu tinggal, dan dengan pihakpihak berkepentingan dengan sekolah. d. Kompetensi Professional Kompetensi professional berkaitan dengan bidang study menurut Slamet PH (2006) terdiri dari sub-kompetensi 1) memahami matapelajaran yang telah dipersiapkan untuk mengajar, 2) memahami standar kompetensi dan standar isi mata pelajaran yang tertera dalam peraturan menteri serta bahan ajar yang ada dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan, 3) memahami struktur, konsep, dan metode keilmuan yang menaungi materi ajar, 4) memahami hubungan konsep antar matapelajaran terkait; dan 5) menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari. 2.2. Kompetensi Guru Bimbingan Dan Konseling Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, , sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur (UU No.20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 6. Kesejajaran posisi ini tidaklah berarti bahwa semua tenaga pedidik itu tanpa keuniukan konteks tugas dan ekspektasi kinerja. Demikian juga konselor memiliki keunikan tugas dan ekspektasi kinerja yang tidak sama persis sama dengan guru. Hal ini mengandung implikasi bahwa untuk masing-masing kualifikasi pendidik, termasuk konselor, perlu disusun standar kualifikasi
akademik dan kompetensi berdasar kepada konteks tugas dan ekspektasi kinerja masing-masing. Dengan mempertimbangkan berbagai kenyataaan serta pemikiran yang telah dikaji, bisa ditegaskan bahwa pelayanan ahli bimingan dan konseling yang diampu oleh konselor berada dalam konteks tugas ”kawasan pelayanan yang bertujuan memandirikan individu dalam menavigasi perjalanan hidupnya melalui pengambilan keputusan tentang pendidikan termasuk yang terkait dengan keperluan untuk memilih, meraih serta mempertahankan karir untuk mewujudkan kehidupan yang produktif dan sejahtera, serta untuk menjadi warga masyarakat yang peduli kemaslahatan umum melalui pendidikan. Konselor adalah tenaga pendidik professional yang telah menyelesaikan pendidikan akademik strata satu (S-1)
program
study
bimbingan
dan
konseling dan program pendidikan profesi konselor dari perguruan tinggi penyelenggara program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi. Sedangkan bagi individu yang menerima pelyanan bimbingan dan konseling disebut konseli, dan pelyanan bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan formal dan nonformal diselenggarakan oleh konselor. Kualifikasi akademik konselor dalam satuan jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal adalah Sarjana pendidikan (S-1) dalam bimbingan dan konseling dan Berpendidikan profesi konselor.
Untuk menjadi guru bimbingan dan konseling atau konselor seorang guru pembimbing di sekolah harus memiliki atau menguasai dua kompetensi yakni kompetensi akademik dan kompetensi profesioanl 1. Kompetensi Akademik Konselor Kompetensi akandemik merupakan landasan ilmiah dari kiat pelaksana pelayanan professional bimbingan dan konseling . Sebagaimana layanan ahli pada bidang lain seperti akuntansi, notariat dan layanan medic, kompetensi akademik konselor yang utuh diperoleh melalui program S-1 pendidikan professional konselor terintegrasi (Engels, D.W dan J.D. Dameron, (Eds.), 1990). Ini berarti, untuk menjadi pengampu pelayanan di bidang bimbingan dan konseling, tidak dikenal adanya pendidikan professional guru. Kompetensi akademik seorang konselor professional terdiri atas kemampuan: a. Mengenal secara mendalam konseli yang hendak dilayani yaitu: 1) menghargai
dan
menjunjung
tinggi
nilai-nilai
kemanusiaan,
individualisasi, kebebasan memilih, dan mengedepankan kemaslahatan konseli dalam konteks kemaslahatan umum, 2) mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis serta perilaku konseli. b. Menguasai khasana teoretik dan procedural termasuk teknologi dalam bimbingan dan konseling yaitu: 1) menguasai teori dan praksis pendidikan, 2) menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan, 3) menguasai konsep
dan praksis penelitian dalam bimbingan dan konseling 4) menguasai kerangka teoretik dan praksis bimbingan dan konseling. c. Menyelenggarakan ahli bimbingan dan konseling yang memandirikan yaitu:
1)
merancang program bimbingan dan konseling,
2)
mengimplementasikan program bimbingan dan konseling yang komprehesif, 3) menilai proses dan hasil kegiatan bimbingan dan konseling, 4)menguasai konsep dan praksis asesmen untuk memahami kondisi kebutuhan dan masalah konseli. Mengembangkan profesionalitas sebagai konselor secara berkelanjutan yaitu: 1) beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa, 2) menunjukan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat, 3) memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika professional, 4) mengimplementasikan kolaborasi intern ditempat kerja, 5) berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling, 6) mengimplementasikan kolaborasi antar profesi 2. Kompetensi Professional Konselor Penguasaan kompetensi professional konselor terbentuk melalui latihan dalam menerapkan kompetensi akademik dalam bidang bimbingan dan konseli yang telah dikuasai itu dalam konteks otentik di sekolah atau arena terapan layanan ahli lain yang relevan melalui program pendidikan profesi konselor berupa program pengalaman lapangan (PPL) yang sistematis dan sungguh-sungguh (rigorous), yang terentang mulai dari oservasi dalam rangka pengenalan lapangan, latihan keterampilan dasar penyelenggara konseling latihan terbimbing (supervised practice) yang kemudian terus meningkat menjadi latihan melalui penugasan terstruktur (self-managed practice) sampai dengan latihan mandiri (self-initiated practice) dalam
program pemagangan,
kesemunya
di
bawah pengawasan Dosen
pembimbing dan konselor pamong (Faiver, Eisengart, dan Colonna, 2004). Sesuai dengan misinya untuk menumbuhkan kemampuan professional konselor, maka criteria utama keberhasilan dalam keterliatan mahasiswa dalam program pendidikan profesi konselor berupa program pengalaman lapangan itu adalah pertumbuhan kemampuan calon konselor dalam menggunakan tentetan panjang keputusan-keputusan kecil (minute if-then decisions atau tacit knowledge)
yang dibingkai kearifan dalam
mengorkestrasikan optimasi pemanfaatan dampak layananya demi ketercapaian kemandirian konseli dalam konteks tujuan utuh pendidikan. Oleh karena itu, pertumbuhan kemampuan mahasiswa calon konselor sebagaimana digambarkan di atas, mencerminkan lintasan dalam pertumbuhan penguasaan kiat professional dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling yang berdampak menumbuhkan sosok utuh professional konselor sebagai praktisi yang aman buat konseli (safe practitioner [lihat kembali, Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi, 2003; Schone, 1983; Corey, 2001; Hogan Garcia, 2003; Sternberg, 2003]). Pembentukan kompetensi akademik konselor ini merupakan proses pendidikan formal jenjang strata satu (S-1) bidang bimbingan dan konseling, yang bermuara pada penganugrahan ijazah akademik sarjana pendidikan (S.Pd) bidang bimbingan dan konseling. Sedangkan kompetensi professional merupakan penguasaan kiat penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang memandirikan,
yang ditumbuhkan serta diasah melalui latihan menerapkan kompetensi akademik yang telah diperoleh dalam konteks otentik pendidikan profesi konselor yang berorentasi pada pengalaman dan kemampuan praktik lapangan, dan tamatanya memperoleh setifikat profesi bimbingan dan konseling dengan gelar profesi konselor, disingkat Kons. Dalam Peraturan Pemerintah Pendidikan Nasional (PERMENDIKNAS) Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Konselor, maka rumusan kompetensi akademik dan kompetensi professional konselor dapat dipetakan dan dirumuskan kedalam Kompetensi pendidik sebagaiman tertuang dalam PP 19/2005, yaitu: 1) Kompetensi Pedagogik yang meliputi: a. menguasai teori dan praksis pendidikan, b. mengaplikasikan perkembagan fisiologis dan psikologis serta perelaku konseli, dan c. menguasai esesnsi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur, jenis dan jenjang satuan pendidikan, 2) Kompetensi Kepribadian meliputi: a. beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa, b.menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas dan kebebasan memilih, c. menunjukan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat, dan e. menampilkan kinerja berkualitas tinggi. 3) kompetensi Social meliputi: a. mengimplementasikan kolaborasi intern ditempat kerja, b. berperan dalam organisasi
dan
kegiatan
profesi
bimbingan
dan
konsleing,
dan
c.
mengimplementasikan kolaborasi antarprofesi. 4) Kompetensi Professional meliputi: a. menguasai konsep dan praksis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah konseli, b. menguasai kerangka teoretik dan praksis bimbingan dan konseling, c. merancang program bimbingan dan konseling, d.
mengimplementasikan program bimbinga dan konseling, e. menilai proses dan hasil kegiatan bimbingan dan konseling, f. memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika professional, dan g. menguasai konsep dan praksis penelitian dalam bimbingan dan konseling. 2.2.1 Pengertian Bimbingan Dan Konseling Bimbingan dan konseling merupakan terjemahan dari “guidance” dan “counseling” dalam bahasa inggris. Secara harfiyah istilah “guidance” dari kata “guide” berarti: 1) mengarahkan (to direct), 2) memandu (to pilot), 3) mengelola (to manage), dan 4) menyetir (to steer). Bimbingan sebagai bantuan yang diberikan kepada individu untuk dapat memilih, mempersiapkan diri, dan memangku sautu jabatan sera mendapat kemajuan dalam jabatan yang dipilihnya itu. Frank Parson,( dalam Prayitno 2004: 93) Bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang, laki-laki atau perempuan, yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik kepada individu-individu setiap usia untuk membantunya mengatufr kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri dan menanggung bebannya sendiri, (Crow & Crow dalam Prayitno 2004: 94). Menurut Rochman Natawidjaja (dalam Sukardi 2008: 36) mengartikan bimbingan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara
wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan kehidupan pada umumnya. Sedangkan pakar yang lain mengatakan bahwa: bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada seseorang (individu) atau sekelompok orang agar merka itu dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri. Kemandirian ini mencakup lima fungsi pokok yang hendaknya dijalankan oleh pribadi yang mandiri, yaitu: a) mengenal diri sendiri dan lingkunganya, b) menerima diri sendiri dan lingkunganya secara positif dan dinamis, c) mengambil keputusan, d) mengarahkan diri, dan e) mewujudkan diri. Prayitno, (dalam Sukardi 2008:37) Dengan melihat dan membandingkan pengertian tentang bimbingan yang telah dijelaskan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan adalah suatu proses
pemberian
bantuan
yang
diberikan
kepada
individu
secara
berkesinambungan agar individu bisa mengetahui kelebihan dan kekurangan yang dimiliki dan menjadi pribadi yang lebih baik. Konseling sebagai terjemahan dari “counseling” merupakan bagian dari bimbingan, baik sebagai layanan maupun sebagai teknik. “layanan konseling adalah jantung hati layanan bimbingan secara keseluruhan (counseling is the heart of guidance)”, Sukardi (2008:37) Rochman Natawidjaja bahwa: konseling merupakan satu jenis layanan yang merupakan bagian terpadu dari bimbingan. Konseling dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua individu, dimana yang seorang (yaitu konselor) berusah membantu yang lain (yaitu klien) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang
dihadapinya pada waktu yang akan datang. (Rochman Natawidjaja, dalam Sukardi 2008:38) Menurut Achmad (2007: 10) konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antar konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkunganya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perelakunya. Selanjutnya menurut Surya (dalam Sukardi 2008: 38) konseling merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada konseli supaya dia memperoleh konsep diri dan kepercayaan dia sendiri, untuk dimanfaatkan olehnya dalam memperbaiki tingkah lakunya dalam masa yang akan datang. Dalam pembentukan konteks yang sewajarnya mengenai: a) dirinya sendiri, 2) ornag lain, 3) pendapat orang lain tentang dirinya, 4) tujuan-tujuan yang hendak dicapai, dan 5) kepercayaan. Dengan membandingkan pengertian tentang konseling yang telah dikemukakan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa konseling adalah suatu pemberian bantuan yang dilakukan oleh konselor kepada konseli secara tatap muka agar konseli mampu memahami diri dan lingkunganya dan memperbaiki tingkah lakunya serta mampu membuat keputusan terhadap masalah yang dihadapinya.
2.2.2 Tujuan Bimbingan Dan Konseling Tujuan umum dari layanan bimbingan dan konseling adalah sesuai dengan tujuan pendidikan, sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) tahun 2003 (UU No. 20/2003), yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang beriman, dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang manta dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan, (DEPDIKBUD, 2004:5). Sesuai dengan pengertian bimbingan dan konseling sebagai suatu upaya membentuk perkembangan kepribadian siswa secara optimal, maka secara umum layanan bimbingan dan konseling di SMP dan SMA/SMK haruslah dikaitkan deengan pengembangan sumber daya manusia. Dalam rangka menjawab tantangan kehidupank masa depan, yaitu adanya relevansi program pendidikan dengan tuntutan dunia kerja atau adanya “link and match” (kaitan dan padanan), maka secara umum layanan bimbingan dan konseling adalah membantu siswa mengenal bakat, minat dan kemampunya, serta memilih, dan menyesuaikan diri dengan kesempatan pendidikan untuk merencanakan karier yang sesuai dengan tuntutan kerja. Secara khusus pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan meliputi aspek pribadi sosial, belajar, dan karier. Bimbingan pribadi sosial dimaksudkan untuk
mencapai tujuan dan tugas perkembangan pribadi sosial dalam mewujudkan pribadi, yang takwa, mandiri, danbertanggung jawab. Bimbingan belajar dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pendidikan. Bimbingan karier dimaksudkan untuk mewujudkan pribadi pekerja yang produktif. a. Tujuan bimbingan dan konseling dalam Aspek Tugas Perkembangan Pribadi-Sosial Dalam aspek tugas perkembangan pribadi-sosial, layanan bimbingan dan koseling membantu siswa agar: (1) memiliki kesadaran diri, yaitu menggambarkan penampilan dan mengenal kekhususan yang ada pada dirinya (2) dapat mengembangkan sikap positif, seperti menggambarkan orangorrang yang mereka senangi. (3) Membuat pilihan secar sehat. (4) Mampu menghargai orang lain. (5) Memiliki rasa tanggung jawab, (6) Mengembangkan keterampilan hubungan antar pribadi (7) Dapat menyelesaikan konflik (8) Dapat membuat keputusan efektif b. Tujuan bimbingan dan konseling dalam Aspek Tugas Perkembangan Belajar Dalam aspek tugas perkembangan belajar, layanan bimbingan dan konseling membantu siswa agar:
(1) Dapat melaksanakan keterampilan atau teknik belajar secara efektif (2) Dapat menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan. (3) Mampu belajar secara efektif (4) Memiliki
keterampilan
dan
kemampuan
dalam
menghadapi
evaluai/ujian c. Tujuan bimbingan dan konseling Dalam aspek tugas perkembangan karier Dalam aspek tugas perkembangan karier, layanan bimbingan dan konseling membantu siswa agar: (1) Mampu membentuk idenditas karier, dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan didalam lingkungan kerja. (2) Mampu merencanakan masa depan (3) Dapat membentuk pola-pola karier, yaitu kecenderungan arah karier. (4) Mengenal keterampilan, kemampuan\, dan minat.
2.2.3 Fungsi Bimbingan Dan Konseling Terdapat beberap fungsi penting dalam pelayanan bimbingan dan konseling antara lain: 1. Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseling agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkunganya (pendidikan, pekerjaanya, dan norma agama). Berdasrkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkunganya secara dinamis dankonstruktif.
2. Fungsi Fasilitas, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli. 3. Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan linkunganya secara dinamis dan konstruktif. 4. Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakulikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainya, dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan. 5. Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala sekolah/madrasah dan stf,konselor, dan guru untuk menyesuaikan program
pendidikan
terhadap
latar
belakang
pendidikan,
minat,
kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun meteri sekolah/madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli. 6. Fungsi Pencegahan (prenventif), yaitu fungsi yang b erkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang
mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex). 7. Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli
sehingga
dapat
memperbaiki
kekeliruan
dalam
berfikir,
berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat menhantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normative. 8. Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching. 9. Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbigan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi inimemfasilitasi konseli
agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktifitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui programprogram yang menarik, rekreatif, dan fakulatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli. 10. Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi binmbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainya. konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan linkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi
perkembangan
konseli.
Konselor
dan
personal
Sekolah/Madrasah lainya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan malaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upay membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembnganya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home rome, dan karyawisata. 2.2.4 Asas Bimbingan Dan Konseling Keberhasilan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkan Asas-asas berikut. 1. Rahasia, yaitu menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan
menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahaisaanya benarbenar terjamin. 2. Sukarela, yaitu menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik (klien) mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang diperlukan baginya. Dalam
hal
ini
guru
pembibi\ng
berkewajiban
membina
dan
mengembangkan kesukarelaan tersebut. 3. Terbuka, yaitu menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik didalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berbguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta didik (klien). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri peserta didik yang menjadi sasaran layanan/kegiatan. Agar peserta didik dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura. 4. Kegiatan, yaitu menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggara layanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong peserta didik untuk aktif dalam setiap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya. 5. Mandiri, yaitu menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni : peserta didik (klien) sebagai sasaran layanan bimbingan dan
konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri dengan ciriciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkunganya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakanya bagi berkembangnya kemandirian peserta didik. 6. Kini, yaitu menghendaki agar objek sasaran layanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan peserta didik (klien) dalam kondisinya sekarang. Layanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/atau kaitanya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang. 7. Dinamis, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan (klien) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembanganya dari waktu ke waktu. 8. Terpadu, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerjasama antara guru pembiming dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan.
Koordinasi
segenap
layanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9. Harmonis, yaitu menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada nilai dan norma yang ada, tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hokum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah ,layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling
yang
dapat
dipertanggungjawabkan
apabila
isi
dan
pelaksanaanya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik (klien) memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut. 10. Ahli, yaitu menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah professional. Dalam hal ini, para pelaksana bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar
ahli
dalam
bidang
bimbingan
dan
konseling.
Koprofesioanalan guru pembimibing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling. 11. Ahli Tangan Kasus, yaitu menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarkan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan
tuntas
atau
suatu
permasalahan
peserta
didik
(klien)
mengahlitangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat
mengahlitangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lainlain. 12. Tut Wuri Handayani, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana yang mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangan dan dorongan serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik (klien) untuk maju. Demikian juga segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling yang diselenggarakan hendakya disertai dan sekaligus dapat membangun suasana pengayoman, keteladanan, dan dorongan seperti itu. 2.2.5 Prinsip-Prinsip Bimbingan Dan Konseling Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fondasi atau landasan bagi pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsepkonsep filosofis terntang kemanusiaan yang nmenjadi dasar bagi pemberian pelayanan bantuan atau bimbingan, baik di Sekolah/Madrasah maupun diluar Sekolah/Madrasah. Prinsip-prinsip itu adalah: 1. Bimbingan dan konseling diperuntukan bagi semua individu. Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua individu atau peserta didik, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanit; baik anak-anak remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan (individual).
2. Bimbingan dan konseling sebagai proses individual. Setiap konseli bersifat unik dan melalui bimbingan konseli dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikanya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah konseli, meskipun pelayanan bimbingan menggunakan teknik kelompok. 3. Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada konseli yang memiliki persepsi yang negative terhadap bimbingan, karena binbingan dipandang sebagai suatu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan caru untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri. Memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang 4. Bimbingan dan konseling merupakan usah bersama. Bimbingan bukan hanya tanggung jawab konselor, tetapi jug tugas guru-guru dan kepala Sekolah/Madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing, mereka bekerja sebagai teamwork. 5. Pengambilan keputusan merupakan hal yang esensial dalm bimbingan dan konseling. Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan oleh tujuanya dan bimbingan memfasilitasi konseli
untuk mempertimbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan, tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan kemampuan konseli untuk memecahkan masalanya dan mengambil keputusan. 6. Bimbingan dan konseling berlangsung dalam berbagai setting (adegan) kehidupan. Pemberian pelayanan bimbigan tidak hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah, tetapi juga dilingkungan keluarga, perusahaan/industry lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan masyarakat pada umunya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.