13
BAB II KAJIAN TEORETIK
A. Penelitian Terdahulu yang Relevan Dari penelitian terdahulu yang relevan, masing-masing peneliti mempunyai sudut pandang yang berbeda dalam pelaksanaan penelitian. Penelitian terdahulu dapat dijadikan sebagai bahan kajian dan tolak ukur terhadap hasil penelitian saat ini. Setelah Peneliti membaca dan mengklasifikasikan penelitian mengenai sistem kepengawasaan kedisiplinan kerja yang dilakukan oleh penelitian terdahulu, peneliti membagi menjadi empat macam. Pertama, fungsi pengawasan dalam pembagian kerja yang telah diteliti oleh Ubaidillah12, Hasanah13. Kedua, fungsi pengawasan dalam program kerja yang telah diteliti oleh Niswati14, Janatin15, dan Hanim16. Ketiga, analisis
12
Abdusshomad Ubaidillah, 2005, “Fungsi Pengawasan Dalam Pembagian Kerja Pengurus Panti Asuhan Al-Ashar Rungkut Kidul Surabaya”, Skripsi, Jurusan Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya. 13 Umratun Hasanah, 2006, “Fungsi Pengawasan Dalam Pembagian Kerja Pengurus Panti Asuhan Khusnul Yaqin Wage Taman Sidoarjo”, Skripsi, Jurusan Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya. 14 Kuntum Zi’ma Niswati, 2004, “Fungsi Pengawasan Dalam Program Kerja Yayasan Masjid Baiturrachim Bambe Driyorejo Gresik”, Skripsi, Jurusan Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya. 15 Nurul Janatin, 2009, “Fungsi Pengawasan Dalam Program Kerja Yayasan Anak Yatim Dan fakir Miskin Al-Khafi Surabaya, Surabaya”, Skripsi, Jurusan Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya. 8 Farida Hanim, 2006, “Penerapan Fungsi Controlling Dalam Pelaksanaan Program Kerja di Yayasan Ta’mir Masjid Kemayoran Surabaya”, Skripsi, Jurusan Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya.
14
sistem pengawasan pimpinan yang telah diteliti oleh Istiqomah17. Keempat, fungsi sistem pengawasan kedisiplinan santri yang diteliti oleh Ningsih18. Dari keempat macam tersebut, penelitian ini terdapat pada klasiikasi keempat, yaitu fungsi sistem pengawasan kedisiplinan di lembaga Islam. Letak perbedaan penelitian terdahulu dan sekarang yakni terletak pada objek dan sasaran. Penelitian ini mengenai kedisiplinan kerja pada suatu instansi, sedangkan penelitian terdahulu mengenai kedisiplinan santri di pondok pesantren.
B. Kerangka Teori 1. Sistem a. Pengertian Sistem Menurut Syaebani menulis bahwa “istilah sistem paling sering digunakan untuk menunjukkan pengertian tentang metode atau cara dan sesuatu himpunan unsur atau komponen yang saling berhubungan satu sama lain menjadi satu kesatuan yang utuh”.19 Menurut Anatol Raporot, “sistem berasal dari Yunani “System”, yang artinya sekumpulan objek yang bekerja bersama-sama menghasilkan metode, prosedur, teknik yang digabungkan dan
17
Umi Istiqomah, 2003, “Analisis Sistem Pengawasan Pimpinan Remaja Masjid Al-Hidayah Terhadap Aktivitas Anggota Di Desa Gedangan Kecamatan Gedangan Sidoarjo”,Skripsi, Jurusan Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya. 18 Nunik Eka Ningsih, 2006, “Fungsi Pengawasan Kedisiplinan Santri Di Pondok Pesantren yatim Piatu Dan Dhuafa Sabilul Ulum Al-Hidayah Karang Puri Wonoayu Sidoarjo”, Skripsi, Jurusan Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya.
19
Achmad Syaebani, 2006, “Sistem Pengawasan Kegiatan Keagamaan Di Lembaga Ketakmiran Yayasan Masjid Al-Falah Surabaya”, Skripsi, Jurusan Manajemen Dakwah Fakultas IAIN Sunan Ampel Surabaya, hal.11.
15
diatur sedemikian rupa sehingga menjadi satu kesatuan yang berfungsi untuk mencapai suatu tujuan”.20 Sedangkan menurut AM. Kadarman, “sistem adalah suatu kumpulan bagian yang saling berhubungan serta diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu keseluruhan”.21 Sistem adalah sekumpulan unsur atau elemen yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi dalam melakukan kegiatan bersama untuk mencapai suatu tujuan. Sistem terdiri dari sejumlah subsistem. Setiap subsistem juga terbagi dalam sub-subsistem hingga subsistem yang terkecil. Masing-masing subsistem saling berinteraksi satu sama lain. Masing-masing subsistem memiliki tujuan tersendiri, namun tujuan ini tetap pada sasaran yang sama. Masing-masing subsistem juga memiliki peran yang berbeda, tetapi peran tersebut difungsikan dalam struktur yang sama. b. Ciri-Ciri Sistem Menurut Winardi yang dikutip oleh Ali Aziz, ciri-ciri sistem terbagi menjadi enam ciri sistem yaitu: 1) Setiap sistem merupakan bagian dari sebuah sistem yang lebih besar dan yang mencakup banyak sistem. 2) Setiap bagian atau subsistem besar memiliki tujuan dan memberikan sumbangsih ke arah pencapaian sasaran tersebut. 3) Subsistem-subsistem berkaitan satu sama lain, hingga suatu perubahan pada bagian tertentu sistem akan menimbulkan perubahan pada bagian lainnya. 4) Setiap sistem memiliki suatu batasan sistem dan kita dapat memperluaskan atau mempersempitnya sesuai tujuan kita.
20
Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Definisi Sistem, diposting pada tanggal 17 Desember 2011 dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20127/4/Chapter%20II.pdf. 21 A. M. Kadarman, 1996, Pengantar Ilmu Manajemen, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal.8.
16
5) Sistem fisik tertutup dalam mengalami entropi, yakni tidak mudah mengalami pengahancuran atau kekacauan. 6) Apabila sebuah sistem terbuka ingin tetap bertahan, maka ia harus menggunakan cukup banyak input dari lingkungannya guna mengkompensasi output untuk menjalankan sistem yang bersangkutan.22 c. Unsur-Unsur Sistem Dalam Sebuah Organisasi Menurut M.A. Makkasau, unsur-unsur sistem dalam sebuah organisasi terdiri dari: 1) Unsur tujuan atau the goal. Maksudnya adalah setiap sistem mempunyai tujuan yang akan dicapai. .... 2) Unsur totalitas atau the wholeness. Sistem pada hakekatnya adalah suatu totalitas ... yang terdiri dari semua unsur sebagai satu kesatuan yang utuh. 3) Unsur lingkungan atau invironment. Lingkungan adalah situasi dan kondisi yang dapat memberikan pengaruh terhadap proses dari pada kehidupan sistem yang berada di sekelilingnya. 4) Unsur masukan atau input. Masukan adalah segala sesuatu yang akan menjadi bahan prosesing di dalam transformasi sistem menjadi keluaran. 5) Unsur proses atau transformation. Transformasi adalah suatu wadah yang akan mengelolah bahan masukan menjadi keluaran. 6) Unsur keluaran atau output. Keluaran adalah sesuatu yang merupakan hasil proses transformasi. 7) Unsur balikan atau feed back. Balikan adalah merupakan suatu data yang dapat memberikan pengaruh kepada masukan apakah datangnya dari keluaran, lingkungan tugas, atau lingkungan sosial atau alam dan lainlainnya untuk segera mengadakan penyempurnaan atau adaptif yang diperlukan.23 2. Kepengawasan a. Pengertian Kepengawasan Menurut G.R. Terry dan L.W. Rue, pengawasan adalah mengevaluasi dari hasil pelaksanaan suatu pekerjaan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan
22 23
Ali Aziz, 2009, Ilmu Dakwah, Kencana, Jakarta, hal. 195. M.A. Makkasau, 1983, Metode Analis Sistem, C.V. Sinar Baru, Bandung, hal. 40.
17
jika itu diperlukan, agar tujuan organisasi tersebut dapat tercapai.24 Sedangkan menurut M. Manullang, “pengawasan ... merupakan suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengkoreksi bila diperlukan ... supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula”.25 Pengawasan sangat berhubungan erat dengan perencanaan, sehingga pengawasan tidak dapat dilaksanakan tanpa adanya kegiatan perencanaan terlebih dahulu. Begitu pula sebaliknya, rencana tidak akan dapat dicapai secara optimal, jika tidak disertai dengan suatu pengawasan. Pengawasan bertujuan agar kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan tidak menyimpang dengan perencanaan sebelumnya. Menurut Yudhim, mengemukakan: Pengawasan adalah suatu usaha sistematika untuk menetapkan standar pelaksanaan tujuan dengan tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standart yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan.26
Dalam pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sistem kepengawasan adalah suatu kumpulan bagian yang saling berhubungan, yang diatur sedemikian rupa dan dilakukan pengawasan yang intens. Sehingga menghasilkan suatu keseluruhan yang memuaskan.
24
G.R. Terry Dan L.W. Rue, 1996, Dasar-Dasar Manajemen, Bumi Aksara, Jakarta, hal. 232. Manullang. M, 1988, Dasar-Dasar Manajemen, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 173. 26 Yudhim, Proses Pengawasan, diposting pada tanggal 14 Februari 2008 dari http://yudhim.blogspot.com/2008/02/proses-pengawasan.html. 25
18
b. Elemen-Elemen Penting Dalam Sistem Pengendalian Menurut Robert N. Anthony dan kawan-kawan yang dikutip oleh Amin Widjaja Tunggal, terdapat empat elemen-elemen penting dalam sistem pengendalian antara lain: 1) Suatu detector, yaitu suatu alat pengamatan untuk mendeteksi dan mengukur kegiatan-kegiatan yang perlu dikendalikan. 2) Suatu assesor, yaitu suatu alat untuk menilai dari suatu kegiatan sesuai dengan standart yang ditentukan dengan apa yang sedang terjadi. 3) Suatu effector, yaitu suatu alat untuk modifikasi perilaku-perilaku pegawai dalam organisasi, bertujuan agar dapat mengubah performa pegawai jika itu diperlukan. 4) Suatu alat untuk menyebarkan jaringan informasi ke alat-alat lain yang di antara detector dan assesor, dan antara assesor dan effector.27 Dengan adanya empat elemen sistem pengendalian tersebut, suatu organisasi akan dapat mencapai tujuan sesuai yang diharapkan. Sistem pengendalian dalam organisasi, berfungsi seperti otak pada pengemudi mobil yang mengarahkan dan menuntun organisasi ke tujuan yang diinginkan. c. Bentuk-Bentuk Pengawasan 1) Pengawasan pendahuluan
27
Amin Widjaja Tunggal, 1993, Sistem Pengendalian Manajemen, PT. Rineka Cipta, Jakarta, hal.28.
19
Pengawasan pendahuluan atau sering disebut steering controls. Pengawasan ini dirancang untuk mengatisipasi masalah-masalah yang belum terjadi maupun yang sudah pernah terjadi dan untuk mengkoreksi hasil pekerjaan dengan standart yang sudah ditetapkan. Pengawasan pendahuluan ini, dapat digunakan untuk mendeteksi masalah-masalah yang terjadi dan mengambil suatu tindakan sebelum masalah terjadi jika diperlukan. Pada pengawasan diharapkan seorang pimpinan mampu mendapatkan informasi yang akurat dan tepat pada waktunya. Tepat pada waktunya adalah tentang perubahan-perubahan atau perkembangan dalam lingkungan terhadap tujuan yang diinginkan. 2)
Pengawasan concurrent Pengawasan concurrent atau pengawasan “ya atau tidak” yaitu
Pengawasan yang dilakukan ketika pelaksanaan kegiatan sedang berlangsung. Pengawasan ini dilakukan selama suatu kegiatan berlangsung. Sebelum model pengawasan ini diterapkan, suatu prosedur harus disetujui terlebih dahulu. Syarat-syarat tertentu harus dipenuhi sebelum kegiatan-kegiatan yang lain dapat dilanjutkan. Model pengawasan ini menjadi suatu alat yang dapat lebih menjamin ketepatan dalam pelaksanaan suatu kegiatan. 3) Pengawasan umpan balik Pengawasan umpan balik, dapat juga dikenal sebagai past-action controls. Bentuk pengawasan ini, digunakan untuk mengukur hasil dari suatu pekerjaan dengan standart yang sudah ditentukan. Pengawasan umpan balik ini untuk dapat mengetahui sebab-sebab penyimpangan yang terjadi dengan
20
standart yang ada. Pengawasan ini bertujuan agar dapat mengetahui penyimpangan–penyimpangan yang terjadi pada saat ini. Sehinga tidak akan terjadi hal serupa dimasa yang akan datang. Tipe pengawasan ini dilakukan setelah kegiatan dilaksanakan.28 d.
Proses-Proses Pengawasan Menurut G.R. Terry dalam buku Principles of Management yang
dikutip oleh Sukarna mengatakan bahwa proses pengawasan dibagi menjadi empat yakni: 1) Menentukan stándar-standar atau dasar-dasar pedoman untuk melakukan pengawasan. Penentuan standart pengawasan ini dilakukan oleh pihak manager dan yang menerapkannya adalah seluruh pegawai tanpa terkecuali. 2) Mengukur pelaksanaan, yakni proses pengukuran kegiatan yang sedang berlangsung maupun hasil kegiatan yang sudah terjadi. 3) Membandingkan pelaksanaan dengan standar yang telah ditentukan dan mencari perbedaan dari pelaksanaan dengan standart jika itu ada. 4) Memperbaiki
penyimpangan-penyimpangan
dari
hasil
pelaksanaan
dengan cara-cara tindakan yang lebih tepat. Perbaikan ini bertujuan agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan serupa di masa yang akan datang.29
28 29
T. Hani Handoko, 1984, Manajemen, BPFE, Yogyakarta, hal. 361. Sukarna, 1992, Dasar-Dasar Manajemen, C.V. Mandar Maju, Bandung, hal. 116.
21
e.
Metode-Metode Pengawasan Pengawasan dapat dilakukan dengan menggunakan cara-cara sebagai
berikut: 1) Pengawasan langsung Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan langsung oleh seorang manager pada waktu kegiatan sedang dilakukan. Pada metode pengawasan ini, seorang manager berhak melakukan pemeriksaan pekerjaan anggotanya secara langsung di tempat tersebut. Pengawasan ini, bertujuan supaya dapat mengetahui cara kerja pegawainya dan untuk mengetahui apakah hasil-hasil
kerja mereka sesuai dengan target
organisasi tersebut. Pengawasan langsung ini, dapat berbentuk dari penyampaian keputusan-keputusan yang tepat bila diperlukan. Pada
sebuah
organisasi
atau
lembaga,
seorang
manager
mempunyai tugas-tugas yang kompleks, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan pegawasan secara langsung sebanyak mungkin. Oleh karena itu, dalam sebuah organisasi atau lembaga, terdapat metode pengawasan yang tidak langsung. 2) Pengawasan tidak langsung Pengawasan tidak langsung adalah pengawasan yang dilakukan seorang pimpinan dari jarak jauh. Pengawasan ini berupa bentuk laporan
22
yang diberikan oleh para bawahan. Laporan ini dapat berupa lisan atau tulisan tentang pelaksanaan pekerjaan dan hasil-hasil yang telah dicapai. Kelemahan dari metode ini adalah bentuk laporan yang dibuat oleh para bawahan tidak jarang hanya dibuat laporan-laporan yang baik-baik saja. Bentuk laporan tersebut bertujuan agar pegawai tersebut dapat menghasilkan laporan yang memuaskan dan dapat menyenangkan para atasan. Dalam pengawasan tidak langsung ini, kesalahan-kesalahan akan terlambat diketahui, sehingga perbaikanya pun juga terlambat. Sedangkan keunggulanya adalah waktu manajer untuk mengerjakan tugas-tugas lainnya semakin banyak. 3) Pengawasan berdasarkan kekecualian Pengawasan dalam bentuk kekecualian ini, dilakukan ketika terjadi kesalahan-kesalahan pekerjaa yang luar bisa yang dapat merugikan suatu organisasi tersebut. Pengawasan seperti ini dapat dilakukan melalui kombinasi dua metode pengawasan yaitu pengawasan langsung maupun tidak langsung. 30 f.
Kepengawasan Menurut Pandangan Islam Pengawasan dalam pandangan Islam dilakukan untuk meluruskan yang tidak lurus, mengkoreksi yang salah, dan membenarkan yang benar. Pengawasan dalam ajaran islam terbagi menjadi dua hal. Pertama, pengawasan yang berasal dari diri sendiri, yang bersumber dari tauhid dan keimanan kepada Allah SWT. Seseorang
30
Malayu, S.P. Hasibuan, 2009, Manajemen, Bumi Aksara, Jakarta, hal. 245.
23
yakin bahwasanya Allah akan mengawasi hambanya, maka ia akan bertindak hati-hati dalam kehidupanya sehari-hari. Ketika ia sendiri, ia yakin Allah yang kedua, dan ketika ia berdua, ia yakin Allah yang ketiga, sebagaimana dalam surat Al-Mujadalah ayat 7.
Artinya: “ Tidakkah kamu perhatikan, sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempat dan tiada (pembicaraan antara) lima orang Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan yang kurang dari itu atau banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat, apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.31 Sebagaimana maksud dari surat di atas, seseorang dalam bekerja seharusnya akan selalu merasa disiplin diri dalam mematuhi semua peraturan yang ada di sebuah lembaga. Meskipun ia tidak diawasi oleh
31
Al‐Qur’an, Al‐ Mujadalah:7.
24
seorang pimpinan, ia harus selalu mematuhi aturan-aturan yang ada di lembaga tersebut. Kesadaran dalam diri masing-masing pegawai akan mencerminkan betapah besarnya rasa tanggung jawab mereka kepada lembaga tersebut. Dengan demikian, pengawasan mempunyai kedudukan dan peran penting bagi kelancaran pelaksanaan berbagai kegiatan yang ada di Kementerian Agama Kota Surabaya.
3. Kedisiplinan Kerja a. Pengertian Kedisiplinan Kerja Menurut Stratawaji, “disiplin berasal dari bahasa latin Discere yang berarti belajar. Dari kata ini timbul kata Disciplina yang berarti pengajaran atau pelatihan”.32 Sedangkan menurut Alex S. Nitisemito, kedisiplinan adalah suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan para pegawai tanpa terkecuali yang disesuaikan dengan peraturan-peraturan perusahaan, yang telah disepakati, baik peraturan yang tertulis maupun tidak tertulis.33 Menurut Yuliani menulis bahwa: Ada beberapa pengertian tentang kedisiplinan. Dalam kamus bahasa Indonesia dijelaskan, bahwa kedisiplinan adalah latihan batin dan watak dengan maksud supaya segala perbuatannya selalu mentaati peraturan. Kedisiplinan juga sebagai suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis.34
32
Stratawaji, 2009, Pengertian Kedisiplinan, diposting pada tanggal 19 April 2009 dari http://starawaji.wordpress.com/2009/04/19/pengertian-kedisiplinan/. 33 Alex S. Nitisemito, 1996, Manajemen Personalia, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 118. 34 Atik April Yuliani, 2010, “Korelasi Antara Tingkat Kepuasan Kerja Dengan Kedisiplinan Karyawan Pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah Amanah Ummah Surabaya”, Skripsi, Jurusan Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya, hal.17.
25
Pendisiplinan adalah bertujuan untuk memperbaiki kegiatan di waktu yang akan datang, bukan menghukum kegiatan di masa lalu, untuk menghalangi para karyawan yang lain melakukan kegiatan-kegiatan yang serupa dan untuk memperbaiki kebiasaan karyawan yang suka melanggar. Menurut Veitzzal Rivai, “disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk mengubah suatu perilaku, serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku”.35 Kedisiplinan yang baik merupakan mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab atas tugas yang diberikan kepadanya. Kedisiplinan dapat diartikan melalui karyawan datang dan pulang tepat waktu, dapat mematuhi semua peraturan yang ditetapkan, dan mengerjakan semua tugas dengan tepat. Suatu peraturan bertujuan untuk dapat memberikan bimbingan pada karyawan agar dapat menciptakan kedisiplinan yang baik. Dengan adanya kedisiplinan yang baik, semangat kerja, efisien dan efektif kerja yang meningkat. Hal ini dapat mendukung tercapainya tujuan organisasi. Menurut Malayu S.P. Hasibuan, “Kedisiplinan suatu perusahaan dikatakan baik, jika sebagian besar karyawan mentaati peraturan-peraturan yang ada”.36 Dalam setiap pelaksanaan tidak selalu berjalan seperti yang diharapkan. Hal ini dikarenakan dalam pelaksanaan disiplin selalu terdapat adanya pelanggaran terhadap peraturan dan ketentuan yang berlaku, seperti
35 Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia, Disiplin Kerja, diposting pada tanggal 13 November 2011 dari http://repository.upi.edu/operator/upload/s_a0151_0605449_chapter2.pdf. 36 Malayu S.P. Hasibuan, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta, hal. 191.
26
halnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53. Peraturan ini menjelaskan mengenai peraturan kedisiplina yang harus dipatuhi oleh pegawai negeri sipil (PNS). Untuk menghindari adanya pelanggaran terhadap ketentuan yang telah ditetapkan, maka perlu adanya hukuman atau sanksi. Hukuman dalam peningkatan kedisiplinan merupakan alat untuk mendidik personil agar mau dan dapat mentaati semua peraturan yang ada. Dengan adanya kedisiplinan yang baik dan rasa puas karyawan dalam bekerja, diharapkan para karyawan dapat menyelesaikan tugas atau pekerjaan dengan hasil yang lebih baik pula. Ketegasan dan keteguhan dalam melaksanakan peraturan merupakan modal utama dan syarat mutlak untuk mewujudkan kedisiplinan. b. Macam-Macam Disiplin Kerja 1) Disiplin Diri Menurut Jasin, “disiplin diri adalah disiplin yang dikembangkan atau dikontrol oleh diri sendiri”.37 Disiplin diri mempunyai peran yang besar dalam mencapai tujuan organisasi. Disiplin diri dapat meliputi penampilan dan mematuhi peraturan dalam organisasi. Melalui disiplin diri, seorang pegawai dapat menghargai dirinya sendiri maupun orang lain. Misalnya, jika pegawai mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya sendiri tanpa pengawasan dari pimpinan, secara tidak langsung telah sadar atas tanggung jawabnya sebagai
37
Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia, Disiplin Kerja, diposting pada tanggal 13 November 2011 dari http://repository.upi.Edu/operator/upload/s_a0151_0605449_chapter2.pdf.
27
pegawai. Pada dasarnya, pegawai tersebut sudah menghargai potensinya dirinya sendiri. Adanya disiplin diri akan dapat memperlancar kegiatan yang bersifat kelompok, apalagi tugas kelompok tersebut dipengaruhi oleh proses kerja dengan waktu yang terbatas. Jika tidak adanya kedisiplinan, maka akan menghambat proses kerja tersebut. Oleh karena itu, dalam organisasi haru dapat menerapkan aturan kedisiplinan yang tegas. 2) Disiplin Kelompok “Kegiatan organisasi bukan kegiatan yang bersifat individual. Selain disiplin diri, masih diperlukan disiplin kelompok. ... Disiplin kelompok adalah patuh, taat, dan tunduknya kelompok terhadap peraturan dan ketentuan yang berlaku, serta dapat mampu mengendalikan diri dan dorongan kepentingan dalam upaya pencapaian tujuan organisasi ....”. 38 Suatu disiplin kelompok akan terwujud, jika kedisiplinan pribadi sudah tertanam lebih dahulu di masing-masing individu. Misalnya, seorang kelompok melakukan pekerjaan bersama-sama, pekerjaan tersebut tidak akan dapat terselesaikan jika di masing-masing individu tidak mempunyai bekal disiplin diri sebelumnya. Oleh karea itu, disiplin kelompok dengan disiplin diri mempunyai keterkaitan. Keduanya dapat saling melengkapi, disiplin diri tidak dapat berkembang secara optimal tanpa dukungan disiplin kelompok.
38
Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia, Disiplin Kerja, diposting pada tanggal 13 November 2011 dari http://repository.upi.Edu/operator/upload/s_a0151_0605449_chapter2.pdf.
28
Sebaliknya, disiplin kelompok tidak dapat dilakukan tanpa adanya dukungan dari disiplin diri.
c. Tipe-tipe kegiatan pendisiplinan antara lain: Terdapat tiga tipe pendisiplinan karyawan yaitu disiplin preventip, disiplin korektip, dan disiplin progresip. 1) Disiplin preventip Disiplin preventip adalah suatu disiplin yang ditunjukan untuk mendorong para karyawan agar dapat berdisiplin diri dengan mentaati semua standart peraturan yang ditetapkan. Dengan cara ini, para karyawan dapat menjaga disiplin diri mereka masing-masing, bukan semata-mata karena dipaksa namun benar-benar secara ikhlas. 39 Dengan demikian disiplin preventip merupakan suatu upaya lembaga organisasi untuk dapat menciptakan karyawaan yang taat.
Peraturan yang
ditetapkan harus sesuai dengan standart yang ditentukan dalam pendisiplinan. Peraturan pendisiplinan harus diketahui dan dipahami oleh seluruh karyawan. Bila para karyawan tidak mengetahui standar-standar apa yang harus dicapai, mereka akan cenderung menjadi salah arah dan tujuan organisasi tersebut tidak akan tercapai. Oleh karena itu, manajemen mempunyai tanggung jawab untuk dapat menciptakan suatu iklim disiplin preventip. 2) Disiplin korektip
39
T. Hani Handoko, 2000, Manajemen Personalia Dan Sumber Daya Mansia, BPFE Yogyakarta, Yogyakarta, hal. 208-211.
29
Disiplin korektip adalah suatu kegiatan yang diambil oleh seorang manager untuk melakukan penanganan bagi pegawai yang melanggar aturanaturan dan memperbaikinya untuk di masa yang akan datang tidak terulang kembali. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa disiplin korektip merupakan suatu kegiatan berupaya untuk memperbaiki pelanggaranpelanggaran yang terjadi. Disiplin korektip sering berupa suatu bentuk hukuman. Contohnya dengan tindakan peringatan terhadap karyawan yang bersifat mendidik dan mengoreksi. 3) Disiplin progresip Disiplin progresip adalah suatu tindakan yang diberikan oleh seorang manager berupa hukuman-hukuman pada karyawaan yang sudah melanggar berulang-ulang, hukuman ini berupa hukuman yang sangat berat.40 Disiplin progresip bertujuan membantu karyawan untuk memperbaiki kesalahankesalahan yang serupa agar tidak sampai diberikan hukuman yang lebih serius. Tindakan yang diberikan pada karyawan yang melanggar disiplin progresip adalah teguran secara lisan, teguran tertulis, dengan catatan dalam file personalia, peringatan dari pekerjaan satu sampai tiga hari, peringatan satu minggu atau lebih lama, diturunkan pangkatnya, dan dipecat. d. Indikator-indikator Kedisiplinan “Pada
dasarnya
banyak
indikator
yang
mempengaruhi
tingkat
kedisiplinan karyawan suatu organisasi”, di antaranya:
40
T. Hani Handoko, 2000, Manajemen Personalia Dan Sumber Daya Mansia, BPFE Yogyakarta, Yogyakarta, hal. 208-211.
30
1) Tujuan dan kemampuan. Tujuan dan kemampuan karyawan adalah salah satu indikator yang dapat mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan di sebuah organisasi. Sebuah tujuan dalam sebuah organisasi, harus disesuaikan dengan kemampuan para karyawannya serta tetap dapat memberikan tantangan yang cukup untuk mencapainya. Tujuan di sebuah organisasi disesuaikan dengan kemampuan karyawan, bertujuan agar karyawan dapat melaksanakan pekerjaan dengan sungguh-sungguh dan tujuan organisasi dapat tercapai. 2) Teladan pimpinan Teladan pimpinan sangat diperlukan dalam mencapai tujuan sebuah oganisasi, karena dalam sebuah organisasi teladan pimpinan dapat berpengaruh dalam kedisiplinan anggotanya. Dengan adanya teladan yang baik dari seorang pimpinan, akan berdampak baik pula pada kedisiplinan para anggotanya. Oleh karena itu, seorang pimpinan harus menyadari bahwa perilakunya akan dicontoh dan diteladani oleh para anggotanya. 3) Balas jasa Sebuah balas jasa (gaji dan kesejahteraan) dapat juga mempengaruhi kedisiplinan pada karyawan, karena dengan balas jasa para karyawaan akan lebih merasah puas dan cinta kepada organisasi tersebut. Jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap pekerjaan yang dilakukan, maka dengan secara tidak langsung kedisiplinan mereka akan baik pula. Untuk mewujudkan kedisiplinan karyawan yang baik, perusahaan harus memberikan balas jasa yang seimbang dengan kebutuhan saat ini. Kedisiplinan karyawan
31
tidak mungkin baik jika balas jasa yang diberikan dalam organisasi tersebut masih kurang untuk mencukupi kebutuhan mereka. Dengan adanya balas jasa, akan dapat mewujudkan kesejahteraan para karyawannya tersebut. Balas jasa dapat berperan sangat penting untuk menciptakan kedisiplinan karyawan. Karyawan sulit untuk berdisiplin baik, selama kebutuhan-kebutuhan primernya tidak terpenuhi dengan baik. 4) Keadilan Suatu keadilan dalam sebuah organisasi sangat diperlukan dalam pencapaian tujuan organisasi tersebut. Karena sifat seorang manusia sangat menginginkan keadilan bagi dirinya. Oleh karena itu, seorang manager harus dapat memberikan keadilan yang sama pada para anggotanya. Sikap keadilan tersebut tidak boleh dibeda-bedakan antara satu pegawai dengan pegawai lainnya, meskipun jabatan mereka berbeda. Karena suatu sikap keadilan yang diberikan seorang pimpinan dapat membangun semangat kerja para karyawannya. Dengan adanya kedilan yang sama akan dapat menciptakan suatu kedisiplinan pada perusahaan tersebut, tanpa paksaan sedikitpun. 5) Waskat Dalam menciptakan suatu kedisiplinan pegawai dibutuhkan adanya Waskat (pengawasan melekat). Karena dengan cara ini, dapat dikatakan cara yang paling efektif dalam pewujudkan kedisiplinan dalam sebuah organisasi. Dengan adanya pengawasan yang melekat, seorang pimpinan dapat mengetahui secara langsung kerja para anggotanya, moral mereka maupun kediplinan mereka.
32
Dalam pengawasan melekat ini tidak semua para karyawan merasa senang untuk diberikan pengawasan tersebut. Sebagian para karyawan tidak merasa senang dengan pengawasan tersebut, karena ia merasa kerja mereka diawasi terus menerus. Tetapi, sebagian karyawan merasa mendapat perhatian, bimbingan, petunjuk, pengarahan, dan pengawasan dari atasnya. Pengawasan melekat ini atasan harus selalu hadir di tempat kerja, agar dapat mengawasi dan memberikan petunjuk pada karyawan. Dengan adanya pengawasan melekat secara efektif dapat merangsang kedisiplinan karyawan. Oleh karena itu, seorang pimpinan harus dapat mengetahui kesejahteraan dan kenyamanan
pegawainya.
Suatu
kenyamanan
dalam
bekerja
akan
mempengaruhi dalam pencapai tujuan lembaga tersebut. 6) Sanksi hukuman Sebuah sanksi hukuman akan berpengaruh pada kedisiplinan karyawan dalam sebuah organisasi. Oleh karena itu, seorang pimpinan harus dapat memberikan hukuman yang bersifat mendidik bukan membuat jerah mereka. Hukuman yang mendidik tersebut, para karyawan dapat merubah kedisiplinan mereka jika itu buruk. Sanksi hukuman yang wajar dapat menjadikan alat motivasi untuk memelihara kedisiplinan dalam perusahaan tersebut. Berat atau ringanya sanksi hukuman yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik dan buruknya kedisiplinan karyawan. Tidak seluruhnya penerapan sanksi itu bersifat buruk, tetapi juga dapat bersifat baik. Baik buruknya sanksi tergantung dengan pemahaman diri setiap orang. 7) Ketegasan
33
Ketegasan
merupakan
sikap
seorang
pimpinan
kepada
para
anggotanya dalam menyikapi masalah maupun yang bersangkutan dengan pekerjaan. Ketegasan seorang pimpinan sangat memberikan pengaruh pada proses jalannya kegiatan dalam sebuah organisasi maupun dalam kedisiplinan karyawan. Oleh karena itu, seorang pimpinan harus tegas dan berani bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang melanggar peraturan perusahaan, sesuai dengan sanksi hukuman yang ditetapkan. Ketegasan dalam memberikan sanksi disesuaikan dengan kemampuan dari para karyawan dalam organisasi tersebut. 8) Hubungan kemanusiaan Seorang manajer harus berusaha menciptakan suasana hubunganhubungan baik pada karyawan. Hubungan kemanusiaan yang harmonis di antara karyawan ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pula pada suatu perusahaan.41 Dalam penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa, kedisiplinan menjadi kunci terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Dengan disiplin yang baik, karyawan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya dalam perusahaan. e. Kedisiplinan Kerja Menurut Pandangan Islam Disiplin merupakan sikap mentaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan, seperti halnya dalam kandungan ayat Al-Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 59:
41
Malayu, S.P. Hasibuan, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta, hal. 191-195.
34
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara mereka. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.42 Dalam ajaran Islam, tanda-tanda orang yang beriman dan patuh adalah mentaati semua perintah Allah dan Rasul (Nya) dan menjauhi semua larangannya. Jika terdapat berlainan pendapat maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya). Kedisiplinan dalam suatu organisasi merupakan kehendak dan kesediaan karyawan untuk mentaati semua peraturan dan ketentuan-ketentuan yang ada di organisasi tersebut. Ketentuan-ketentuan tersebut baik itu tertulis maupun yang tidak tertulis. Kedisiplinan kerja tidak akan terbentuk tanpa adanya kerjasama antara pemimpin maupun karyawannya. Upaya pemimpin untuk membentuk kedisiplinan kerja adalah melalui peraturan kerja yang jelas dan tegas,
42
Al-Qur’an, An-Nisa’:59.
35
melakukan pengawasan yang cukup, dan menjalin hubungan yang harmonis dengan para bawahan. Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya.