BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Air 1. Pengertian Air Bersih Air merupakan pelarut yang baik. Hal ini menyebabkan air di alam tidak dijumpai dalam keadaan murni. Air di alam mengandung berbagai zat terlarut dan tidak larut. Air di alam juga mengandung berbagai mikroorganisme. Apabila kandungan yang terdapat dalam air tidak mengganggu kesehatan manusia, maka air tersebut dapat dianggap bersih (Aliya, 2008: 4). Dalam program kesehatan lingkungan dikenal adanya 2 (dua) jenis air yang dari aspek kesehatan layak digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, yaitu air minum dan air bersih. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
416/Menkes/Per/IX/1990
tentang
pengawasan dan syarat-syarat kualitas air yang disebut sebagai air minum adalah air yang memenuhi syarat kesehatan yang dapat langsung diminum, sedangkan yang disebut sebagai air bersih adalah air yang memenuhi syarat kesehatan, yang harus dimasak terlebih dahulu sebelum diminum. Syarat kesehatan dimaksud meliputi syarat-syarat fisika, kimia, mikrobiologi dan radioaktifitas (Hariyono, 2011). Pada dasarnya air bersih harus memenuhi syarat kualitas yang meliputi syarat fisika, kimia, biologi, dan radioaktif. Syarat fisika air bersih yaitu air tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau. Syarat kimia air bersih yaitu air tidak
mengandung zat-zat kimia yang membahayakan kesehatan manusia. Syarat biologi yaitu air tidak mengandung mikroorganisme atau kuman-kuman penyakit. Sedangkan syarat radioaktif yaitu air tidak mengandung unsur radioakrif yang dapat membahayakan kesehatan (Aliya, 2008: 4). Batasan waktu maksimum yang diperlukan untuk pemeriksaan parameter Fisika dan Kimia air yaitu: a. Air Bersih
: 72 Jam
b. Air Sedikit Tercemar : 48 Jam c. Air Kotor/Limbah
: 12 Jam
(Putra, 2010). Organisai Kesehatan Dunia (World Health Organization) atau WHO telah menetapkan standar air minum yang bersih dan sehat (layak digunakan), diantaranya adalah tidak berwarna, tidak berbau yang berarti jernih, tidak berasa dan sejuk. Sungai-sungai fi indonesia sekarang ini jarang sekali ditemukan yang berair jernih. Warnanya terlihat kecoklatan, bahkan hitam. Hal itu karena di dalam air tersebut mengandung bahan kimia seperti logam besi, mangan dan lain-lain yang berasal dari pembuangan limbah pabrik. Tidak hanya kotor, namun juga memiliki bau yang tidak enak akibat pencemaran oleh bakteri coli tinja (E.coli). bakteri tersebut dapat menyebabkan penyakit tipus. Jika air telah tercemar dengan logam berat dan bakteri E.coli, maka secara otomatis air tersebut akan berasa (Fety dan Yogi, 2011: 5-6). Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang
terbatas memudahkan timbulnya berbagai penyakit di masyarakat. Volume ratarata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat (Chandra, 2007: 39). 2. Siklus Hidrologi Sekalipun air jumlahnya relatif konstan, tetapi air tidak diam, melainkan bersirkulasi akibat pengaruh cuaca, sehingga terjadi suatu siklus yang disebut dengan siklus Hidrologi (Juli, 2011: 97). Siklus Hidrologi merupakan
suatu fenomena alam. Hidrologi sendiri
merupakan suatu ilmu yang mempelajari siklus air pada semua tahapan yang dilaluinya, mulai dari proses evaporasi, kondensasi uap air, presipitasi, penyebaran air dipermukaan bumi, penyerapan air ke dalam tanah, sampai berlangsungnya proses daur ulang (Chandra, 2007: 43). Siklus Hidrologi adalah salah satu proses alami yang membersihkan lingkungan air secara mandiri, tetapi apabila udara tercemar ,maka air hujan yang jatuh kembali ke permukaan bumi akan tercemar, karena turunnya hujan ataupun salju merupakan proses alamiah yang membersihkan atmosfir dari segala debu, gas, uap, dan aerosol (Juli, 2011: 98). Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut (Ahira, 2011).
Sumber: Ahira, 2011
Gambar 2.1 Siklus Hidrologi Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda: a. Evaporasi / transpirasi – Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di
tanaman, dsb. kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es. b. Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah – Air bergerak ke dalam tanah melalui
celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau
horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan. c. Air Permukaan – Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran
utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut. Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sisten Daerah Aliran Sungai (DAS). Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya. 3. Sumber-Sumber Air Air merupakan zat yang paling dibutuhkan bagi kehidupan manusia. Air yang dimaksud adalah air tawar atau air bersih yang akan secara langsung dapat dipakai di kehidupan. Batasan air bersih adalah air yang dapat digunakan oleh manusia untuk keperluan sehari-harinya yang memenuhi syarat-syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air bersih dapat berasal dari air hujan, air permukaan, air tanah, dan air mata air (Fety dan Yogi, 2011: 6). Banyaknya air yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan air dalam kegiatan sehari-hari misalnya mandi, mencuci, memasak, menyiram tanaman dan
kain sebagainya. Sumber air bersih untuk kebutuhan hidup sehari-hari secara umum harus memenuhi standar kualitas air bersih (Hariyono, 2011). Sumber Air dapat digolongkan sebagai berikut: a. Air Hujan Air hujan berasal dari air permukaan bumi yang diuapkan oleh sinar matahari. Air permukaan tersebut berupa air sungai, air danau dan air laut. Sinar matahari menguapkan air permukaan tanpa membawa kotoran yang terdapat di dalam air. Setelah proses penguapan, air mengalami proses kondensasi, dimana air yang menguap tersebut berubah menjadi air. Hingga terbentuklah awan. Lama kelamaan, awan tersebut menjadi jenuh dan turunlah titik-titik air hujan (Fety dan Yogi, 2011: 7). b. Air Permukaan Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah. Contoh-contoh yang bisa disebutkan antara lain adalah air di dalam sistem sungai, air di dalam sistem irigasi, air di dalam sistem drainase, air waduk, danau, kolam retensi. Air dimanfaatkan untuk berbagai keperluan misalnya untuk kebutuhan domestik, irigasi atau pertanian, pembangkit listrik, pelayaran, industri, wisata dll (Robert dan Roestam, 2005: 12). Air permukaan ada dua macam yaitu air sungai dan air rawa. Air sungai digunakan sebagai air minum, seharusnya melalui pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi. Debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan akan air minum pada umumnya dapat mencukupi. Air rawa kebanyakan berwarna disebabkan oleh
adanya zat-zat organik yang telah membusuk, yang menyebabkan warna kuning coklat, sehingga untuk pengambilan air sebaiknya dilakukan pada kedalaman tertentu di tengah-tengah (Santoso, 2010). c. Air Tanah Air tanah adalah air yang berada di dalam tanah. Air tanah dibagi menjadi dua, air tanah dangkal dan air tanah dalam. Air tanah dangkal merupakan air yang berasal dari air hujan yang diikat oleh akar pohon. Air tanah ini terletak tidak jauh dari permukaan tanah serta berada di atas lapisan kedap air. Sedangkan air tanah dalam adalah air hujan yang meresap ke dalam tanah lebih dalam lagi melalui proses adsorpsi serta filtrasi oleh batuan dan mineral di dalam tanah. Sehingga berdasarkan prosesnya air tanah dalam lebih jernih dari air tanah dangkal. Air tanah ini bisa didapatkan dengan cara membuat sumur (Fety dan Yogi, 2011: 9). Menurut Sutrisno (1996) Sebagian air hujan yang mencapaipermukaan bumi akan menyerap kedalam tanah akan menjadi air tanah. Air tanah terbagi atas tiga yaitu air tanah dangkal yang terjadi karena proses peresapan air permukaan tanah, air tanah dalam yang terdapat pada lapisan100-300m, dan mata air yang ke luar ke permukaan tanah (dalam Putra, 2010). d. Air Mata Air Pada dasarnya air mata air adalah air hujan yang meresap ke dalam tanah melalui proses filtrasi dan adsorpsi oleh batuan dan mineral dalam tanah. Air mata air yang baik berasal dari pegunungan vulkanik karena mineral-mineral yang terkandung didalamnya dapat mengadsorpsi kandungan logam dalam air dan bakteri. Selain itu, kandungan mineralnya baik untuk kesehatan tubuh, dan
mengandung kadar O2 yang tinggi. Oleh karena itu, air dari mata air terasa lebih segar dikonsumsi dari pada air yang berasal dari sumber lainnya (Fety dan Yogi, 2011: 10). 2.1.2. Kualitas Air Air di alam sangat jarang ditemukan dalam keadaan murni. Sekalipun air hujan, meskipun awalnya murni, telah mengalami reaksi dengan gas-gas di udara dalam perjalanannya turun ke bumi dan selanjutnya terkontaminasi selama mengalir di atas permukaan bumi dan dalam tanah. Kualitas air menyatakan tingkat kesesuaian air terhadap penggunaan tertentu dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, mulai dari air untuk memenuhi kebutuhan langsung yaitu air minum, mandi dan cuci, air irigasi atau pertanian, peternakan, perikanan, rekreasi dan transportasi. Kualitas air mencakup tiga karakteristik, yaitu fisik, kimia, dan biologi (Suripin, 2002: 148). Menurut Suparmin (2000) Kualitas air dipengaruhi beberapa hal antara lain iklim, litologi, waktu dan aktivitas manusia. Seperti diuraikan berikut: a. Iklim meliputi curah hujan dan temperatur. Perubahan temperatur berpengaruh terhadap pelarutan gas. Semakin rendah temperatur maka gas yang tertinggal sebagai larutan semakin banyak. Curah hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan melarutkan unsur – unsur kimia antara lain, oksigen, karbon dioksida, nitrogen, dan unsur lainnya. b. Litologi yaitu jenis tanah dan batuan dimana air akan melarutkan unsur-unsur padat dalam batuan tersebut.
c. Waktu yaitu semakin lama air tanah itu tinggal disuatu tempat akan semakin banyak unsur yang terlarut. d. Aktivitas manusia yaitu kepadatan penduduk berpengaruh negatif terhadap air tanah
apabila
kegiatannya
tidak
memperhatikan
lingkungan
seperti
pembuangan sampah dan kotoran manusia. (dalam Hariyono, 2011). Saat ini dikenal beberapa jenis standar kualitas air, baik yang bersifat nasional maupun internasional. Standar kualitas yang bersifat nasional hanya berlaku bagi suatu negara yang menetapkan standar tersebut sedangkan yang bersifat internasional berlaku pada beberapa negara yang belum memiliki atau menetapkan standar kualitas secara tersendiri (Sutrisno dan Eni, 2006: 9). Menurut ketentuan World Health Organization (WHO) dan American Public Health Association (APHA), kualitas air ditentukan oleh kehadiran dan jumlah Coli di dalamnya, yaitu untuk air minum dan untuk air lainnya (Tabel 2.1), sedang secara umum berdasarkan karakteristik kimia, fisik dan mikrobiologik, maka kualitas air akan ditentukan berdasarkan keperluannya Penentuan kualitas air secara umum, misal untuk air sungai, air danau ataupun air kolam, dapat pula diukur berdasarkan nilai indeks pencemar biologik (IPB) (Unus, 1996: 87).
Tabel 2.1 Kandungan bakteri E.coli di dalam air berdasarkan WHO (1968) Jumlah maksimum yang
Air untuk
diperkenankan per 100 ml contoh
Rekreasi
1000
Kolam renang
200
Minum
1
Sumber : Unus (1996: 87)
Tabel 2.2 Nilai air berdasarkan nilai IPB Nilai IPB
Keadaan air
0–8
Bersih, jernih
9 – 20
Tercemar ringan
21 – 60
Tercemar
61 – 100
Tercemar berat
Sumber : Unus (1996: 88)
Di Indonesia, standar air minum yang berlaku dapat dilihat pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No.416/Menkes/Per/IX/1990. Didalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.416/Menkes/Per/IX/1990, persyaratan air minum dapat ditinjau dari parameter fisika, kimia, mikrobiologi dan parameter radioaktivitas yang terdapat di dalam air minum tersebut (Ricky, 2005: 59). Kualitas air menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 416/Menkes/Per/IX/1990 dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.3 Daftar Persyaratan Kualitas Air Bersih Kadar No
Parameter
Satuan
maksimum yang
Keterangan
diperbolehkan Fisika 1
Bau
-
-
Tidak berbau
2
TDS
mg/l
1.500
-
3
Kekeruhan
Skala NTU
25
-
4
Rasa
-
-
Tidak berasa
5
Suhu
C
Suhu udara 3 oC
-
6
Warna
Skala TCU
50
A
Kimia
o
Kimia Anorganik 1
Air raksa
mg/L
0,01
2
Arsen
mg/L
0,05
3
Besi
mg/L
1,0
4
Fluoride
mg/L
1,5
5
Kadnium
mg/L
0,005
6
Kesadahan (CaCO3)
mg/L
500
7
Klorida
mg/L
600
8
Kromium, Valensi 6
mg/L
0,05
9
Mangan
mg/L
0,5
10
Nitrat
mg/L
10
11
Nitrit
mg/L
1,0
12
pH
-
6,5 – 9,0
13
Selenium
mg/L
0,01
Merupakan batas minimum dan maksimum, khusus air hujan pH minimum 5,5
No
Parameter
Satuan
Kadar maksimum yang diperbolehkan
14
Seng
mg/L
15
15
Sianida
mg/L
0,1
16
Sulfata
mg/L
400
17
Timbal
mg/L
0,05
B
Kimia Organik
1
Aldrin Dan Dieldrin
mg/L
0,0007
2
Benzena
mg/L
0,01
3
Benzo (a) pyrene
mg/L
0,00001
4
Chlordane (total
mg/L
0,007
Isomer) 5
Coloroform
mg/L
0,03
6
2,4 D
mg/L
0,10
7
DDT
mg/L
0,03
8
Detergent
mg/L
0,5
9
1,2 Discloroethane
mg/L
0,01
10
1,1 Discloroethane
mg/L
0,0003
11
Heptaclor dan
mg/L
0,003
12
heptaclor epoxide
mg/L
0,00001
mg/L
0,004
mg/L
0,10
mg/L
0,01
Hexachloro benzena 13
Gamma-HCH (lindane)
14 15
Methaxylor Pentachlorophanol
Keterangan
Kadar No
Parameter
Satuan
maksimum yang
Keterangan
diperbolehkan 16
Pestisida total
mg/L
0,10
17
2,4,6
mg/L
0,01
mg/L
10
Jlh/100 mL
50
urichlorophenol 18
Zat organik (KmNO4) Mikrobiologi
1
Total Koliform
perpipaan Jlh/100 mL
10
Radio Aktivitas 1
Aktivitas Alpha
Bq/L
0,1
2
Aktivitas Betha
Bq/L
1,0
Sumber: Permenkes No. 416/Menkes/Per/IX/1990
Keterangan : mg = miligram ml = mililiter L = liter Bq = Bequerel NTU = Nephelometrik Turbidity Units TCU = True Colour Units
Bukan air
Air perpipaan
2.1.3. Persyaratan Kualitas Air 1. Karakteristik Fisik Menurut Sumirat (1994: 110) Air yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau. Air minum pun seharusnya tidak mengandung kuman patogen dan segala
makhluk yang membahayakan bagi kesehatan
manusia, dan tidak mengandung zat kimia yang dapat mengubah fungsi tubuh. Air seharusnya tidak korosif, tidak meninggalkan endapan pada seluruh jaringan distribusinya. Pada hakekatnya tujuan ini dibuat untuk mencegah terjadinya serta meluasnya penyakit bawaan air (dalam Putra 2010) Karakteristik fisik yang terpenting yang mempengaruhi kualitas air ditentukan oleh bahan padat keseluruhan yang terapung maupun terlarut, kekeruhan, warna, bau dan rasa, dan temperatur (suhu) air (Suripin, 2002: 148). a. Bahan padat keseluruhan / Total Dissolved Solid (TDS) Menurut Fardiaz (1992) Zat pada terlarut (TDS) merupakan padatan yang terdiri dari senyawa-senyawa organik yang larut dalam air, mineral, dan garamgaramnya. (dalam Kurniawan, 2006). Zat padat merupakan materi residu setelah pemanasan dan pengeringan pada suhu 103 oC – 105 oC. Residu atau zat padat yang tertinggal selama proses pemanasan pada temperatur tersebut adalah materi yang ada dalam contoh air dan tidak hilang atau menguap pada 105 oC. Dimensi zat padat dinyatakan dalam mg/l atau g/l, % berat (kg zat padat/kg larutan), atau % volume (dm3 zat padat/liter larutan) (Juju, 2012).
Jumlah dan sumber materi terlarut dan tidak terlarut yang terdapat dalam air sangat bervariasi. Pada air minum, kebanyakan merupakan materi terlarut yang terdiri dari garam anorganik, sedikit materi organik, dan gas terlarut. Total zat padat terlarut dalam air minum berada pada kisaran 20 – 1000 mg/L (Juju, 2012). Air di alam mengandung zat padat terlarut yang berasal dari mineral-mineral dan garam-garam yang terlarut pada saat air mengalir di bawah tanah atau di permukaan. Air dianggap 1000 mg/ltr dengan tingkat DO yang tinggi (Aliya, 2008: 8) Koloid mempengaruhi kualitas air dalam proses koagulasi dan filtrasi. Material layang dapat diukur dengan melakukan penyaringan, sedangkan material terlarut dapat diukur dengan penguapan (Suripin, 2002: 148). b. Kekeruhan Air yang mengandung material kasat mata dalam larutan disebut keruh. Kekeruhan dalam air terdiri dari
lempung, liat dan bahan organik, dan
mikroorganisme. Kekeruhan terutama disebabkan oleh terjadinya erosi tanah di Daerah Aliran Sungai (DAS) maupun di saluran/sungai. Tingkat kekeruhan air biasanya diukur dengan alat yang disebut turbidimeter. Kekeruhan untuk air minum dibatasi tidak lebih dari 10 mg/lt (skala silika), lebih baik kalau tidak melebihi 5 mg/lt (Suripin, 2002: 149). Menurut Effendi (2007), kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahanbahan anorganik dan organik yang terkandung dalam air seperti lumpur dan bahan yang dihasilkan oleh buangan industri. Kekeruhan pada daerah perairan banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi yang berupa koloid dan partikel-partikel halus.
Tingginya nilai kekeruhan dapat menyebabkan sulitnya usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air (dalam arifin, 2011). Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (Juju, 2012). Zat anorganik yang menyebabkan kekeruhan dapat berasal dari pelapukan batuan dan logam, sedangkan zat organik berasal dari lapukan hewan dan tumbuhan. Bakteri dapat dikategorikan sebagai materi organik tersuspensi yang menambah kekeruhan air. Padatan tersuspensi berkolerasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi nilai padatan tersuspensi, semakin tinggi nilai kekeruhan. Akan tetapi, tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan. Tingginya nilai kekeruhan dapat mempersulit usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air (Juju, 2012). c. Warna Air murni tidak berwarna. Warna dalam air diakibatkan oleh adanya material yang larut atau koloid dalam suspensi atau mineral. Air yang mengalir melewati rawa tau tanah yang mengandung mineral dimungkinkan untuk mengambil warna material tersebut. Batas intensitas warna yang dapat diterima adalah 5 mg/lt.
Sinar matahari secara alamiah mempunyai sifat disinfeksi dan menggelantang pada bahan pewarna air, tetai pengaruhnya hanya pada kedalaman beberapa centimeter dari permukaan air keruh. Untuk air yang jernih, pengaruh penggelantangan dapat mencapai kedalaman 1,5 m (Suripin, 2002: 149). Warna dalam air juga dapat ditimbulkan oleh kehadiran organisme, bahanbahan tersuspensi yang berwarna dan oleh ekstrak senyawa-senyawa organik serta tumbuh-tumbuhan. Warna yang berasal dari bahan-bahan buangan industri kemungkinan dapat membahayakan kesehatan (Unus, 1996: 91). Banyak air permukaan khususnya yang berasal dari daerah rawa-rawa, seringkali berwarna sehingga tidak dapat diterima oleh masyarakat baik untuk keperluan rumah tangga maupun untuk keperluan industri, tanpa dilakukannya pengolahan untuk dapat menghilangkan unsur warna dalam air tersebut (Sutrisno dan Eni, 2006: 28). d. Bau Air yang baik idealnya juga tidak berbau. Air yang berbau busuk tidak menarik dipandang dari sudut estetika. Selain itu juga, bau busuk disebabkan proses penguraian bahan organik yang terdapat di dalam air (Ricky, 2005: 60). Air minum yang berbau, selain tidak estetis juga tidak disukai oleh masyarakat. Bau air dapat memberi petunjuk terhadap kualitas air, misalnya bau amis dapat disebabkan oleh adanya algae dalam air tersebut (Juju, 2012). Menurut Slamet (2007), bau dalam air dihasilkan oleh adanya organisme dalam air seperti alga serta oleh adanya gas seperti H2S yang terbentuk dalam
kondisi anaerobik, dan oleh adanya senyawa-senyawa organik tertentu (dalam Arifin, 2011). Menurut Purwaningsih (2008) Bau adalah sebuah sifat yang menempel pada sebuah benda yang diakibatkan adanya zat organik ataupun anorganik yang tercampur di dalam air, umumnya dengan konsentrasi yang sangat rendah, yang manusia terima dengan indera penciuman. Kualitas air bersih yang baik adalah tidak berbau, karena bau ini dapat ditimbulkan oleh pembusukan zat organik seperti bakteri serta kemungkinan akibat tidak langsung dari pencemaran lingkungan, terutama sistem sanitasi. Pengukuran bau bersifat subjektif dengan respon organoleptik. Bau dapat berupa bau spesifik maupun bau tidak spesifik. (Public Health, 2012). e. Rasa Air yang berasa menunjukkan kehadiran berbagai zat
yang dapat
membahayakan kesehatan. Efek yang dapat ditimbulkan terhadap kesehatan manusia tergantung pada penyebab timbulnya rasa (Juju, 2012). Menurut Sutrisno (2006: 30) Rasa biasanya disebabkan oleh adanya bahanbahan organik yang membusuk, tipe-tipe tertentu organisme mikroskopik. Rasa dalam air juga dapat disebabkan oleh adanya senyawa besi yang terkandung dalam air. Air akan terasa tidak enak bila konsentrasi besi terlarutnya >1,0mg/l. Jika di gunakan untuk mencuci pakaian, akan menyebabkan pakaian putih menjadi kuning (Julia, 2012). Rasa dalam air dapat menunjukkan kemungkinan adanya senyawa-senyawa asing yang mengganggu kesehatan. Selain itu dapat pula menunjukkan
kemungkinan kemungkinan timbulnya kondisi anaerobik sebagai hasil kegiatan penguraian kelompok mikroorganisme terhadap senyawa-senyawa organik (Unus, 1996: 91). Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
416/Menkes/Per/IX/1990, diketahui bahwa syarat air minum yang dapat dikonsumsi manusia adalah tidak berbau dan tidak berasa (Permenkes, 1990). f. Temperatur (suhu) Temperatur air merupakan hal yang penting dalam kaitannya dengan tujuan penggunaan, pengolahan untuk menghilangkan bahan-bahan pencemar serta pengangkutannya. Temperatur air tergantung pada sumbernya. Temperatur normal air di alam (tropis) sekitar 20oC sampai 30oC. Untuk sistem air bersih, temperatur ideal berkisar antara 5oC (Suripin, 2002: 149). Pada umumnya, suhu dinyatakan dengan satuan derajat Celcius ( oC) atau derajat Fahrenheit (oF). Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu, sirkulasi udara, penutupan awan, aliran, serta kedalaman. Perubahan suhu mempengaruhi proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan (Juju, 2012). Faktor yang mempengaruhi tingginya suhu air diantaranya yaitu faktor ketinggian tempat, semakin rendah ketinggian tempat potensi curah hujan yang diterima akan lebih banyak, karena pada umumnya semakin rendah suatu daerah suhunya akan semakin tinggi. Suhu yang tinggi inilah yang akan menyebabkan penguapan juga tinggi (Tarigan dan Edward, 2003).
Secara umum, kelarutan bahan-bahan padat dalam air akan meningkat, meskipun ada beberapa pengecualian. Pengaruh temperatur pada kelarutan terutama tergantung pada efek panas secara keseluruhan pada larutan tersebut (Sutrisno dan Eni, 2006: 26). 4. Karakteristik Kimia Air yang baru turun dari langit dalam bentuk hujan dan salju relatif murni. Begitu air mencapai dan mengalir di atas permukaan bumi yang berupa lahan pertanian, pemukiman, hutan dan sebagainya, atau meresap dan mengalir di bawah tanah, air melarutkan dan membawa serta bahan-bahan yang mudah larut dari tempat-tempat yang dilaluinya (Suripin, 2002: 150). Secara umum karakterisitik kimia air meliputi : a. Power Hydrogen (pH) pH adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa suatu larutan. Ia merupakan juga suatu cara untuk menyatakan konsentrasi ion H+. Dalam penyediaan air, pH merupakan satu faktor yang mempengaruhi aktivitas pengolahan yang akan dilakukan (Sutrisno dan Eni, 2006: 32) Sebagai pengukur sifat keasaman dan kebasaan air dinyatakan dengan nilai pH, yang didefinisikan sebagai logaritma dari pulang-baliknya konsentrasi ion hidrogen dalam moles per liter. Air murni pada 24 oC ditimbang berkenaan dengan ion-ion OH- masing-masing mempunyai kandungan 10 -7 moles per liter. Dengan demikian pH air murni adalah 7 (Suripin, 2002: 150).
Air dengan pH di atas 7 bersifat asam, dan pH dibawah 7 bersifat basa. Nilai pH air dapat diukur dengan Potensiometer, yang mengukur potensi listrik yang dibangkitkan oleh ion-ion OH+, atau dengan bahan celup penunjuk warna, misalnya methyl orange atau phenolphthalein (Suripin, 2002: 150). b. Kesadahan (Hardness) Kesadahan air merupakan hal yang sangat penting dalam penyediaan air bersih. Air dengan kesadahan tinggi memerlukan sabun lebih banyak sebelum terbentuk busa. Air sadah mengandung Karbonat dan Sulfat, atau Clorida dan Nitrate, dari Kalsium dan Magnesium, disamping Besi dan Aluminium (Suripin, 2002: 150). Kesadahan air sementara, akibat keberadaan Kalsium dan Magnesium, disamping Besi dan Magnesium bikarbonat, dapat dihilangkan dengan dididihkan atau menambahkan kapur dalam air. Kesadahan air permanen, akibat adanya Kalsium dan Magnesium sulfat, clorida, dan nitrate, dapat dilunakkan dengan perlakuan khusus. Kesadahan air dinyatakan dalam mg/liter berat Kalsium karbonat (Suripin, 2002: 150). c. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/DO) Air mengandung oksigen terlarut yang berasal dari udara dan hasil fotosintesis tumbuhan air. Apabila kadar oksigen terlarut kurang dari 5 ppm (bagian per sejuta) oksigen, maka ikan akan mati, sedangkan bakteri yang membutuhkan oksigen dalam kadar lebih rendah dari 5 ppm justru akan berkembang. Bakteri hidup dari bahan-bahan organik. Bakteri aerob membantu mengoksidasi karbon
dan nitrogen dalam bahan organik menjadi karbon dioksida dan air (Aliya, 2008: 7). d. Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand/BOD) Kebutuhan oksigen biokimia (BOD) adalah ukuran banyaknya oksigen yang digunakan bakteri untuk melakukan reaksi oksidasi. Semakin banyak bahan organik dalam air, akan semakin besar tingkat BOD dan semakin rendah tingkat DO. Air dapat disebut sebagai air bersih jika kadar BOD kurang dari 1 ppm air (Aliya, 2008: 8). e. Besi Besi adalah salah satu dari lebih unsur-unsur penting dalam air permukaan dan air tanah. Perairan yang mengandung besi sangat tidak diinginkan untuk keperluan rumah tangga, karena dapat menyebabkan bekas karat pada pakaian, porselin dan alat-alat lainnya serta menimbulkan rasa yang tidak enak pada air minum pada konsentrasi diatas kurang lebih 0,31 mg/l. Sifat kimia perairan dari besi
adalah
sifat
redoks,
pembentukan
kompleks,
metabolisme
oleh
mikroorganisme, dan pertukaran dari besi antara fasa dan fase padat yang mengandung besi karbonat, hidroksida dan sulfide (Rukaesih, 2004: 50). Gangguan fisik yang ditimbulkan oleh adanya besi terlarut dalam air adalah timbulnya warna, bau, rasa. Air akan terasa tidak enak bila konsentrasi besi terfarutnya > 1,0 mg/l (Yuliana, 2009). Senyawa besi dalam jumlah kecil di dalam tubuh manusia berfungsi sebagai pembentuk sel-sel darah merah, dimana tubuh memerlukan 7-35 mg/hari yang sebagian diperoleh dari air. Tetapi zat Fe yang melebihi dosis yang diperlukan
oleh tubuh dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan tubuh manusia tidak dapat mengsekresi Fe. Air minum yang mengandung besi cenderung menimbulkan rasa mual apabila dikonsumsi. Selain itu dalam dosis besar dapat merusak dinding usus. Kematian sering kali disebabkan oleh rusaknya dinding usus ini. Kadar Fe yang lebih dari 1 mg/l akan menyebabkan terjadinya iritasi pada mata dan kulit (Julia, 2012). f. Mangan Toksisitas Mangan (Mn), relatif sudah tampak pada konsentrasi rendah. Dengan demikian tingkat kandungan Mn yang diizinkan dalam air yang digunakan untuk keperluan domestic sangat rendah, yaitu dibawah 0,05 mg/l. Dalam kondisi aerob mangan dalam perairan terdapat dalam bentuk MnO 2 dan pada dasar perairan tereduksi menjadi Mn2+ atau dalam air yang kekurangan oksigen (DO rendah). Oleh karena itu pemakaian air yang bersal dari dasar suatu sumber air, sering ditemukan mangan dalam konsentrasi tinggi (Rukaesih, 2004: 52). Kadar mangan pada perairan alami sekitar 0,2 mg/liter atau kurang. Kadar yang lebih besar dapat terjadi pada air tanah dalam dan pada danau yang dalam. Perairan yang diperuntukkan bagi irigasi pertanian untuk tanah yang bersifat asam sebaiknya memiliki kadar mangan sekitar 0,2 mg/liter, sedangkan untuk tanah yang bersifat netral dan alkalis sekitar 10 mg/liter (Juju, 2012). g. Nitrat Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen sangat mudah
larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan (Juju, 2012). Kadar maksimum yang masih diperbolehkan dalam air minum 10 mg/l. Air sumur dengan kandungan 15-250 mg/l menyebabkan methemoglobinemia pada bayi yang disebabkan karena susu yang dicampur dengan air tersebut (Sutrisno dan Eni, 2006: 9). h. Nitrit Di perairan alami, nitrit (NO2) ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit, lebih sedikit daripada nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen. (Juju, 2012). Nitrit merupakan bentuk antara oksidasi amonia ke nitrat atau reduksi nitrat ke amonia. Nitrit dapat masuk perairan melalui air limbah industri. Nitrit adalah penyebab sebenarnya, karena di dalam tubuh dapat mengikat zat besi dari hemoglobin yang membentuk methemoglobinemia. (Sutrisno dan Eni, 2006: 78) 5. Karakteristik Biologis Air Setiap perubahan kualitas air akan mengubah ekosistem yang ada. Oleh karenanya penelitian pencemaran dengan parameter biologis biasanya dilakukan dengan melakukan identifikasi spesies yang ada dan melihat apakah ada perubahan terhadap spesies yang tidak natif bagi lingkungan tersebut (Juli, 2011: 102). Menurut Soetarto (2008), semua organisme selalu membutuhkan air untuk kelangsungan hidupnya. Hal ini disebabkan semua reaksi biologis yang berlangsung di dalam tubuh makhluk hidup berlangsung dalam medium air. Oleh
karena itu dapat dikatakan bahwa tidak mungkin ada kehidupan tanpa adanya air. Air memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Tetapi seringkali terjadi pengotoran dan pencemaran air dengan kotoran-kotoran dan sampah (dalam Edi dan Juwita, 2008). Air permukaan biasanya mengandung berbagai macam organisme hidup, sedangkan air tanah biasanya lebih bersih, karena proses penyaringan oleh akifer. jenis-jenis organisme hidup yang mungkin terdapat dalam air meliputi makroskopik, mikroskopik, dan bakteri (Suripin, 2002: 151). Spesies organisme makroskopik dapat dibedakan dengan mata telanjang, sedangkan organisme mikroskopik memerlukan alat bantu mikroskop untuk membedakan spesiesnya. Bakteri adalah organisme hidup yang sangat kecil dimana spesiesnya
tidak dapat diidentifikasi sekalipun dengan alat bantu
mikroskop. Bakteri yang dapat menimbulkan penyakit disebut bakteri pathogen. Escherichia coli (colon bacili atau coliform) adalah bakteri non pathogen yang hidup dalam usus binatang berdarah panas (Suripin, 2002: 151). Pengawasan untuk kualitas bakteriologis air bersih menggunakan indikator yang disesuaikan dengan kebutuhan lapangan atas dasar jumlah coliform yang terdapat dalam sampel air yang diperiksa. Didalam Aliya 2008: 5-6) Ada 5 kelas kualitas air bersih namun antara air bersih dari sarana perpipaan dan non perpipaan ada perbedaan persyaratan pada masing-masing kelasnya yaitu untuk air bersih yang berasal dari perpipaan adalah sebagai berikut: a. Kelas A mengandung total coliform kurang dari 10.
b. Kelas B mengandung total coliform antara 11-50. c. Kelas C mengandung total coliform antara 51-100. d. Kelas D mengandung total coliform antara 101-1.000. e. Kelas E mengandung total coliform lebih besar atau sama dengan 1.000. Untuk air bersih yang berasal dari non perpipaan diklasifikasikan sebagai berikut : a.
Kelas A mengandung total coliform 0-50.
b.
Kelas B mengandung total coliform 51-100.
c.
Kelas C mengandung total coliform 101-1000.
d.
Kelas D mengandung total coliform 1001-2400.
e.
Kelas E mengandung total coliform lebih dari 2400.
2.1.4. Program PAMSIMAS Pemerintah Indonesia mempunyai komitmen sangat kuat untuk mencapai Millenium Development Goals (MDGs), yaitu menurunkan jumlah penduduk yang belum mempunyai akses air minum dan sanitasi dasar sebesar 50 % pada tahun 2015 (Pokja AMPL, 2012). Bagi daerah-daerah dengan wilayah pedesaan relatif luas, berpenduduk miskin relatif tinggi dan mempunyai kapasitas fiskal rendah, pada umumnya kemampuan mereka sangat terbatas, sehingga memerlukan dukungan finansial untuk membiayai yang dibutuhkan dalam rangka meningkatkan kemampuan pelayanannya kepada masyarakat, baik untuk invdestasi fisik dalam bentuk sarana dan prasarana, maupun investasi non-fisik yang terdiri dari manajemen, teknis dan
pengembangan sumber daya manusia. Pemerintah daerah bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan dasar kepada masyarakat (Pokja AMPL, 2012). Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) merupakan salah satu program AMPL-BM (Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat) di Indonesia, Program Pamsimas adalah aksi nyata pemerintah pusat dan daerah dengan dukungan Bank Dunia, untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat terutama untuk menurunkan angka penyakit diare dan penyakit lainnya yang ditularkan melalui air dari lingkungan (Pokja AMPL, 2012). Pamsimas bisa dikatakan juga sebagai Air Minum dan Sanitasi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (Water Supply and Sanitation Program for Low Income Communities) atau biasa disebut WSLIC-3, merupakan program yang ditujukan pada Peningkatan derajat kesehatan masyarakat bagi perempuan maupun laki-laki, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah di pedesaan. Salah satu komponen kegiatan dalam program ini adalah pengadaan prasarana dan sarana air minum (Kementerian Pekerjaan Umum, 2008: 1). Pendekatan yang digunakan dalam pembangunan prasarana dan sarana air minum ini adalah tanggap terhadap kebutuhan (Demand Responsive Approach) dan sensitive gender, artinya masyarakat secara aktif terlibat baik bagi perempuan maupun laki-laki dalam keseluruhan proses pembangunan yang berguna bagi semua golongan kaya, maupun miskin mulai dari perencanaan, pelaksanaan pembangunan sampai dengan operasi dan pemeliharaannya. Masyarakat menentukan sendiri pilihan prasaranan dan sarana yang akan akan dibangun,
sesuai dengan kebutuhan serta kemampuan mereka (Kementerian Pekerjaan Umum, 2008: 1). Proyek yang tanggap terhadap kebutuhan berarti bahwa proyek menyediakan sarana dan kegiatan-kegiatan yang masyarakat inginkan, bersedia untuk berkonstribusi dan membiayai, dan dapat mengelola dan memelihara sehingga terbentuk rasa memiliki (sense of ownership) terhadap kegiatan yang dilakukan suatu usaha pemberdayaan masyarakat, agar masyarakat berpartisipasi secara aktif dalam menyiapkan, melaksanakan, mengoperasionalkan dan memelihara sarana yang telah dibangun, serta melanjutkan kegiatan peningkatan derajat kesehatan di masyarakat dan lingkungan sekolah (Pokja AMPL, 2012). 1. Tujuan Program Pamsimas Tujuan program Pamsimas adalah untuk meningkatkan akses layanan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat miskin perdesaan khususnya masyarakat di desa tertinggal dan masyarakat di pinggiran kota (peri urban). Secara lebih rinci program Pamsimas bertujuan untuk (Pokja AMPL, 2012): a. Meningkatkan praktik hidup bersih dan sehat di masyarakat. b. Meningkatkan jumlah masyarakat yang memiliki akses air minum dan sanitasi yang berkelanjutan. c. Meningkatkan kapasitas masyarakat dan kelembagaan lokal (pemerintah daerah maupun masyarakat) dalam penyelenggaraan layanan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat. d. Meningkatkan efektifitas dan kesinambungan jangka panjang pembangunan sarana dan prasarana air minum dan sanitasi berbasis masyarakat.
2. Sasaran Pamsimas Sasaran program Pamsimas adalah kelompok miskin di perdesaan dan pinggiran kota (peri-urban) yang memiliki prevalensi penyakit terkait air yang tinggi dan belum mendapatkan akses layanan air minum dan sanitasi (Pokja AMPL, 2012). 3. Ruang lingkup kegiatan WSLIC-3 / PAMSIMAS terdiri dari (Pokja AMPL, 2012): a. Pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kelembagaan lokal. b. Peningkatan kesehatan dan perilaku higienis dan pelayanan sanitasi. c. Penyediaan sarana air minum dan sanitasi umum. d. Intensif untuk Desa / Kelurahan dan Kabupaten / Kota. e. Dukungan pelaksanaan dan manajemen proyek. 4. Indikator capaian Utama Pamsimas (2008-2012) a. Bertambahnya 6 – 7 juta penduduk menurut status sosial ekonomi yang dapat mengakses air minum. b. Bertambahnya 3,1 juta penduduk menurut status sosial ekonomi yang dapat mengakses sanitasi. c. Bertambahnya 80 % masyarakat “Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS). d. Bertambahnya 80 % masyarakat yang mengadopsi program cuci tangan pakai sabun.
e. Adanya rencana peningkatan kapasitas Pemerintah Kabupaten / Kota pelaksana Pamsimas untuk mendukung adopsi dan pengharusutamaan pendekatan Pamsimas. f. Meningkatnya presentase anggaran Pemerintah Daerah (Kabupaten / Kota) untuk pemeliharaan sarana air minum dan sanitasi serta perluasan pendekatan program untuk pencapaian target MDGs. 5. Prinsip Pendekatan Pamsimas (Pokja AMPL, 2012): a. Berbasis masyarakat. b. Kemitraan c. Partisipatif d. Transparansi e. Tanggap kebutuhan f. Penghargaan dan pengembangan. . g. Tepat Mutu artinya pelaksanaan yang berkualitas. h. Kesinambungan / keberlanjutan sarana. i.
Keberpihakan pada masyarakat miskin
j.
Kesetaraan gender
k. Dapat dipertanggungjawabkan. 2.1.5. Sarana Air Bersih Pamsimas 1. Sumur Gali Menurut Hilda (2004) Salah satu upaya perlindungan air adalah dibangunnya sarana air bersih baik secara individual maupun berupa bantuan proyek dari pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan air yang sehat bagi masyarakat.
Salah satunya yang paling umum digunakan adalah sumur gali (dalam Joeharno. 2006). Sumur merupakan sumber utama persediaan air bersih bagi penduduk yang tinggal di daerah pedesaan maupun di daerah perkotaan, secara teknis sumur dapat dibagi menjadi sumur dangkal (shallow well), dan sumur dalam (deep well) (Chandra, 2007: 45). Sumur gali merupakan salah satu cara untuk mendapatkan air tanah yang sering dilakukan oleh masyarakat terutama masyarakat pedesaaan, karena proses pembuatannya yang mudah dan dapat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri dengan peralatan yang sederhana dan biaya yang murah (Novia, 2011). Sumur gali adalah bangunan pengumpul air yang berfungsi untuk menyadap dan menampung air tanah dangkal. Dinding sumur adalah bangunan yang berfungsi untuk menahan tanah dari longsor atau air resapan. Dinding sumur ini dapat dibuat dari pasangan bata merah, batako, batu belah atau cincin (buis) beton (Trimo dan Ekart, 2008: 14). Menurut Entjang (2000) Dari segi kesehatan sebenarnya penggunaan sumur gali ini kurang baik bila cara pembuatannya tidak benar-benar diperhatikan, tetapi untuk memperkecil kemungkinan terjadinya pencemaran dapat diupayakan pencegahannya. Pencegahan ini dapat dipenuhi dengan memperhatikan syaratsyarat fisik dari sumur tersebut yang didasarkan atas kesimpulan dari pendapat beberapa pakar di bidang ini, diantaranya lokasi sumur tidak kurang dari 10 meter dari sumber pencemar, lantai sumur sekurang-kurang berdiameter 1 meter jaraknya dari dinding sumur dan kedap air, saluran pembuangan air limbah
(SPAL) minimal 10 meter dan permanen, tinggi bibir sumur 0,8 meter, memililki cincin (dinding) sumur minimal 3 meter dan memiliki tutup sumur yang kuat dan rapat (dalam Putra, 2010). Syarat-syarat pembuatan sumur gali terdiri atas (Novia, 2011): a. Syarat lokasi pembuatan sumur 1. Untuk menghindari pencemaran langsung harus memperhatikan jarak antara sumur dengan kasus, dengan lubang sampah dan dengan lubang galian untuk air limbah, jaraknya adalah 10 m dan diusahakan agar letaknya tidak berada dibawah tempat-tempat sumber pencemaran. 2. Di buat di tempat yang ada artinya didalam tanah 3. Jangan dibuat ditanah yang rendah yang mungkin terendam bila terjadi banjir atau hujan. b. Syarat Konstruksi 1. Dinding sumur 3m dalamnya dari permukaan tanah dan dibuat dari tembok yang tidak tembus air, sehingga tidak terjadi rembesan. 2. Kedalaman sumur dibuat sampai mencapai lapisan tanah yang banyak mengandung air. 3. Diatas tanah dibuat tembok (bibir sumur) yang kedap air 20-70 cm untuk mencegah pengotoran dari permukaan dan untuk keselamatan sipemakai. 4. Dasar sumur diberi karikil agar airnya tidak keruh apabila ditimba. 5. Saluran pembuangan air limbah disekitas sumur dibuatnya dari tembok yang kedap air yang panjangnya minimal 10m atau dibuat lubang dengan menggali tanah sepanjang 10 m atau lebih.
2. Sumur Bor Sumur dalam (Bor) adalah sumur yang dibuat dengan bantuan alat bor (auger) untuk memperoleh air yang berasal dari dalam tanah (confine aquifer). Kedalaman sumur dalam tergantung pada kondisi geologi lapisan permukaan, yaitu dibawah lapisan kedap air dan kedalaman letak akuifer yang potensial untuk dimanfaatkan (Trimo dan Ekart, 2008: 15). Menurut Depkes RI (1985) Sumur Bor adalah sumur yang dihasilkan dengan cara pengeboran, lapisan air tanah yang lebih dalam ataupun lapisan tanah yang jauh dari tanah permukaan dapat dicapai sehingga sedikit dipengaruhi kontaminasi. Umumnya air ini bebas dari pengotoran mikrobiologi dan secara langsung dapat dipergunakan sebagai air minum. Air tanah ini dapat diambil dengan pompa tangan maupun pompa mesin (dalam Putra, 2009). Umumnya sumur bor dalam menggunakan jenis pompa submersible, yang dapat menjangkau kedalaman > 30 m dibawah permukaan tanah. Diperlukan pengamatan secara teliti saat perencanaan dimulai, untuk mengetahui ketersediaan air, kedalaman, jenis bebatuan yang terkandung di bawah permukaan tanah, agar sebelum di konstruksi dapat diketahui terlebih dahulu akan kualitas maupun kuantitasnya (Kementerian Pekerjaan Umum, 2008: 15). Secara fisik kualitas dari sumur bor umumnya baik dan sangat tergantung pada struktur geologi tanah dan kandungan bebatuan yang dilalui. Secara biologis, umumnya air dari sumur bor bebas dari bakteri pathogen / penyebab penyakit (Trimo dan Ekart, 2008: 15).
Air dari sumur bor dialirkan dengan menggunakan pompa celup (submersible pump) yang selanjutnya didistribusikan melalui jaringan perpipaan ke bak penampung atau langsung ke pemukiman (Trimo dan Ekart, 2008: 15). Pelaksanaan pengeboran, pengoperasian, dan pemeliharaan sumur bor memerlukan tingkat keahlian yang memadai, yang tidak sembarang orang dapat melakukannya (Trimo dan Ekart, 2008: 15).
Tabel 2.4. Kelebihan dan Kekurangan Sumur Bor Kelebihan
Kekurangan
1. Tidak diperlukan tenaga dan 1. Biaya waktu
yang
besar
untuk
mendapatkan air minum 2. Kualitas kadang
air bagus
baku
pertama
sangat
mahal,
biasanya 2. Perlu tenaga terlatih dalam
dan
kali
perawatan
dan
terutama untuk unit pompa
kadang
mengandung Fe dan Mn. 3. Saat
pengoperasian
pengoperasian dan perawatan sistim
operasi 3. Dibutuhkan
tenaga
ahli
kapasitas cukup, akan tetapi
didalam merencanakan dan
lambat laun menurun, hal ini
membangun sistim ini
sangat
dipengaruhi
kondisi
lingkungan. 4. Pelayanan kepada masyarakat 4. Biaya pembangunan sangat sesuai dengan tingkat pilihan
tinggi karena adanya sistim
pelayanan seperti kran/hydrant
sumur
umum
reservoir
dalam,
pompa,
dan
system
perpipaan distribusi Sumber : Kementrian Pekerjaan Umum, 2008
2.2.Kerangka Berfikir 2.2.1. Kerangka Teori
Kualitas Air
Parameter Fisik
Parameter Kimia
Parameter Biologis
Parameter Fisik :
Parameter Kimia :
Parameter Biologis:
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Bau Warna Rasa Suhu TDS Kekeruhan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
pH Besi Mangan Nitrat Nitrit Kesadahan BOD DO
Most Probable Number (MPN) coliform
Hasil Pemeriksaan
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Berdasarkan Permenkes No. 416/Menkes/Per/IX/1990
Gambar 2.2 Kerangka Teori
Kualitas air menyatakan tingkat kesesuaian air yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan tertentu masyarakat, misalnya untuk kebutuhan air minum. Kualitas air dapat diketahui melalui pemeriksaan parameter-parameter tentu yaitu parameter fisik, kimia, dan biologi. Parameter fisik air dapat dketahui dengan melakukan pemeriksaan bau, warna, rasa, Total Dissolved Solid (TDS), suhu, dan kekeruhan pada air. Parameter kimia air dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan pH, kesadahan, Biochemical Oxygen Demand (BOD), Dissolved Oxygen (DO), kadar logam seperti Besi, Mangan, Nitrat, dan Nitrit. Sedangkan untuk parameter biologi dapat diketahui dengan pemeriksaan Most Probable Number (MPN) coliform pada sampel air yang akan diteliti. Melalui pemeriksaan parameter-parameter tersebut maka dapat diketahui apakah kualitas air tersebut memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat bagi pemenuhan kebutuhan sehari-hari masyarakat berdasarkan Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990.
2.2.2. Kerangka Konsep
Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka, maka kerangka konsep dari penelitian ini adalah :
Bau
Warna
Rasa Parameter Fisik
Sarana Air Bersih PAMSIMAS : 1. Sumur Gali
Suhu
TDS
Kekeruhan
Keterangan : Variabel Independen
Variabel Dependen Gambar 2.3 Kerangka Konsep
2. Sumur Bor
2.3. Definisi Operasional Dan Kriteria Obyektif 2.3.1. Kualitas Air Yang dimaksud dengan kualitas air pada penelitian ini yaitu mutu air yang berdasarkan pada pengukuran Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air yaitu Mikrobiologi, fisik, kimia, dan radioaktif. Kriteria obyektif Memenuhi syarat
: Apabila hasil pemeriksaan air sesuai standar berdasarkan
Permenkes
RI
No.
416/Menkes/Per/IX/1990. Tidak memenuhi syarat
: Apabila standar
hasil
pemeriksaan air
berdasarkan
Permenkes
tidak RI
sesuai No.
416/Menkes/Per/IX/1990. 2.3.2. Parameter Fisik a. Bau Kualitas air bersih yang baik dapat dilihat berdasarkan parameter fisik salah satunya yaitu parameter bau yang sesuai dengan Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990
tentang syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air
Bersih. Kriteria Obyektif Memenuhi syarat
: Apabila hasilnya tidak berbau.
Tidak memenuhi syarat
: Apabila hasilnya terdapat bau.
b. Warna Warna dalam air terjadi akibat suatu bahan terlarut atau tersuspensi dalam air, disamping adanya bahan pewarna tertentu yang kemungkinan mengandung logam berat. Kriteria Obyektif Memenuhi syarat
: Apabila hasilnya terdapat warna.
Tidak memenuhi syarat
: Apabila hasilnya tidak terdapat warna.
c. Rasa Kualitas air bersih yang memenuhi syarat dapat dilihat berdasarkan parameter fisik salah satunya yaitu parameter Rasa yang sesuai dengan Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Bersih. Kriteria Obyektif Memenuhi syarat
: Apabila hasilnya tidak berasa.
Tidak memenuhi syarat
: Apabila hasilnya terdapat rasa.
d. Suhu Standar konsentrasi maksimum yang diperbolehkan untuk suhu air yang ditetapkan oleh Permenkes RI No416/Menkes/Per/IX/1990 tentang syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Bersih yaitu 3 oC. Kriteria Obyektif Memenuhi syarat
: Apabila hasilnya 3oC
Tidak memenuhi syarat
: Apabila hasilnya lebih dari 3oC
e. Total Dissolved Solid (TDS) TDS termasuk dalam parameter fisik dimana konsentrasi atau jumlah nya dalam
air
bersih
telah
ditetapkan
dalam
Permenkes
RI
No.
416/Menkes/Per/IX/1990 tentang syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Bersih. Tingginya TDS merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan sesuai atau tidaknya air untuk penggunaan rumah tangga. Kriteria Obyektif Memenuhi syarat
: Apabila hasilnya adalah 1.500 mg/l.
Tidak memenuhi syarat
: Apabila hasilnya lebih dari 1.500 mg/l.
f. Kekeruhan Salah satu parameter fisik yaitu parameter Kekeruhan yang konsentrasinya dalam
air
bersih
telah
ditetapkan
dalam
Permenkes
RI
No.
416/Menkes/Per/IX/1990 tentang syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Bersih. Kekeruhan memiliki satuan Nephelometrik Turbidity Units (NTU) disebabkan karena adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisne lain. Kriteria Obyektif Memenuhi syarat
: Apabila kurang dari 25 NTU.
Tidak memenuhi syarat
: Apabila hasilnya lebih dari 25 NTU.