7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Permainan Bola Voli
2.1.1 Hakikat Permainan Bola Voli Setiap cabang olahraga memiliki karakteristik sesuai dengan jenis ketrampilan yang terdapat dalam permainan yang bersangkutan. Demikian pula dengan permainan bola voli yang memiliki teknik yang beragam, untuk mencapai prestasi yang optimal. Prestasi yang optimal tidaklah mungkin dapat dicapai dengan baik tanpa memiliki teknik dasar yang benar. Teknik yang dimiliki oleh seseorang dalam permainan bola voli sangat menentukan terutama dalam upaya kerjasama antara pemain untuk mencapai kemenangan, karena bola voli merupakan permainan yang sifatnya beregu yang memerlukan kerjasama dan toleransi antar sesama pemain. Menurut Hikayat Nurhuda (2010), permainan bola voli bukanlah permainan yang sukar dipelajari. Jika teknik teknik dasar telah dikuasai, maka dapat melakukan permainan ini dengan baik. Selanjutnya pendapat lain dikemukakan oleh Aan S (2010) bola voli merupakan permainan beregu. Dalam permainan bola voli jika ingin mendapat suatu kemenangan, maka setiap pemain harus dapat mengkombinasikan dan mengkoordinasi teknik servis, passing, spike, maupun block dengan baik sesuai dengan ukuran ruang dan waktu.
7
8
2.1.2 Vertical jump bola voli Vertical jump dalam permainan adalah kebutuhan mutlak yang harus dimiliki oleh setiap pemain bola voli, karena vertical jump sangat dibutuhkan oleh setiap pemain untuk melakukan serangan ke daerah lawan agar bisa mendapatkan point. Ada beberapa teknik bola voli yang menggunakan gerakan vertical jump yaitu jumping servis, spike dan block. Teknik-teknik tersebut harus dikuasai oleh setiap pemain karena dalam permainan bola voli ada dua unsur penting yang harus dikuasai adalah unsur serangan dan bertahan. Servis merupakan serangan awal sehingga setiap pelaku service menggunakan jumping service
untuk
mendapat point. Gerakan smash ini merupakan gerak flexi tungkai bawah (flexi genu) yang melibatkan otot hamstring dan gerak dorsoflexi yang melibatkan otot tibialis anterio untuk persiapan menolak.Tahapan menolak secara kontinu dilanjutkan gerakan meloncat dengan tumit dan jari kaki menghentak tanah. Gerakan ini merupakan gerak ekstensi tungkai bawah (ekstensi genu) yang melibatkan otot quadriceps
femoris
dan
gerakan
plantarflexi
yang
melibatkan
otot
gastrocnemius.Sambil meloncat kedua lengan diayunkan kedepan atas yang merupakan gerak rotasi bahu ke atas (anteflexi) pada sendi bahu yang bersifat globoidea
(sendi
peluru)
dengan
melibatkan
otot
deltoideus,
otot
pectoralismajor, otot biceps brachii, dan otot coracobrachialis. Sesaat setelah meloncat ketika tubuh melayang di udara posisi togok membusur ke belakang, yang merupakan gerak hiperekstensi togok (kayang). Telapak kaki, pergelangan kaki, panggul, dan togok digerakkan serasi untuk memperoleh rangkaian gerak yang sempurna agar terwujud gerakan eksplosif dan loncatan vertical.
9
Gambar 2.1. gerakan vertical jump smash Sumber: ( Sujarwo Suhadi, 2009)
Kemampuan vertical jump dalam cabang olahraga bola voli adalah kebutuhan mutlak yang harus dimiliki oleh setiap pemain voli (Anonim, 2008). Karena vertical jump sangat dibutuhkan oleh setiap pemain untuk melakukan serangan khususnya untuk pemain remaja latihan ini harus ditingkatkan, karena dalam masa ini pemain remaja mengalami perkembangan secara cepat dari fisiologis maupun fisik. Salah satu latihan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan vertical jump dalam cabang olahraga bola voli adalah dengan latihan double leg box bounddan latihan squat jump menguatkan otot quadricep dan hamstring, sehingga diaplikasihkan dalam kemampuan vertical jump maka otot manakah yang lebih baik apakah quadriceps tungkai bawah ataukah hamstrings. 2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi vertical jump Secara garis besar faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil loncatan adalah faktor internal dan faktor eksternal (Bompa & Harf, 2009).
10
2.2.1. Faktor Internal Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh atlet sendiri diantaranya; umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, kebugaran fisik dan genetik. 1. Umur Hampir semua komponen biomotorik dipengaruhi oleh umur. Peningkatan kekuatan otot berkaitan dengan pertambahan umur, dimensi, anatomi atau diameter otot dan kematangan seksual (Astrand and Rodahl, 2003). Kekuatan lebih rendah pada anak-anak dan meningkat di usia remaja serta mencapai puncaknya pada umur 20-30 tahun. Puncak prestasi atlet dapat dicapai antara umur 18-23 tahun (Nala, 2002). 2 Jenis kelamin Secara biologis pria dan wanita sudah berbeda. Perbedaan kekuatan otot antara pria dan wanita sudah berbeda pada umur 10-12 tahun, kekuatan otot anak laki-laki lebih kuat sedikit daripada anak wanita, dan semakin jauh meningkat dengan bertambahnya umur (Nala, 2002). Pada umur 18 tahun ke atas laki -laki mempunyai kekuatan dua kali lebih besar dari wanita.Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh hormon testoteron pada laki-laki yang memacu pertumbuhan tulang dan otot (Nala, 2002). Dengan demikian jelas bahwa jenis kelamin mempengaruhi kecepatan, kekuatan dan Iain-lain (Nala, 2002). Karena daya ledak ditentukan oleh kekuatan dan kecepatan maka akibatnya jenis kelamin akan mempengaruhivertical jump.
11
Jenis kelamin yang dipilih sebagai subjek dalam penelitian ini adalah yang berjenis kelamin laki-laki. 3. Berat badan Berat badan secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap hasil lompatan. Berat badan merupakan salah satu faktor yang menentukan pusat grafitasi yang nantinya akan menentukan keseimbangan statik maupun keseimbangan dinamik. Keseimbangan akan menenrukan besaraya daya ledak saat terjadi gerakan melompat (take off) saat di udara dan mendarat (Hairy, 2005). 1.
Tinggi badan Secara biomekanika menjelaskan semakin tinggi titik tempat meloncat maka
semakin tinggi kemungkinan proyektil mencapai titik maksimum menyebabkan semakin tinggi loncatan. Dengan demikan tinggi badan akan berpengaruh terhadap hasil loncatan(Sujarwo, 2009). 2.
Kebugaran fisik Kebugaran fisik sangat diperlukan oleh setiap individu sehingga aktivitas
dapat dilakukan dengan baik (Hairy, 2005). Kebugaran fisik berhubungan erat dengan kapasitas aerobik seseorang. Semakin baik kapasitas aerobik seseorang makin baik pula kebugaran fisiknya (Nala, 2002). Kebugaran fisik dari aspek ilmu Faal menunjukkan kesanggupan atau kemampuan dari tubuh manusia untuk melakukan penyesuaian atau adaptasi terhadap beban fisik yang dihadapinya tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti (Manuaba, 2004). Dengan demikian seseorang yang mempunyai kebugaran fisik yang tinggi akan mampu melakukan kerja atau aktivitas tanpa mengalami kelelahan yang
12
berarti, sehingga vertical jump yang dihasilkan akan lebih baik pada orang yang memiliki tingkat kebugaran fisik yang baik. 3. Genetik Bersifat pembawaan yang sering kali ikut berperan dalam penampilan fisik seperti proporsi tubuh, karakter, psikologis, otot putih dan otot merah dan suku (Baley, 1990). Pengaruh genetik terhadapvertical jump pada umumnya berhubungan dengan komposisi serabut otot yang terdiri dari serabut otot putih dan serabut otot merah. Atlet yang memiliki lebih banyak serabut otot putih, lebih mampu untuk melakukan kegiatan yang bersifat anaerobik, sedangkan atlet yang lebih banyak memiliki serabut otot merah lebih tepat untuk melakukan kegiatan yang bersifat aerobik (Nala, 2002). Dengan demikian faktor genetik juga berpengaruh terhadap basil loncatan. Berbagai faktor mempengaruhi hasil loncatan baik secara langsung maupun karena pengaruh pada komponen biomotorik lainnya terutama kecepatan dan kekuatan otot. Kemampuan daya ledak tergantung pada: (1). Kekuatan dasar otot, (2). Kecepatan kontraksi otot yang aktif (otot cepat dan otot lambat); (3). Besar gerak yang digerakkan; (4). Kontraksi inter dan intra muscular; (5). Panjang awal otot dalam memulai kontraksi; (6). Posisi sendi (Yoda, 2006). 2.2.2. Faktor Eksternal Faktor eksternal sangat mempengaruhi penampilan fisik atlet. Faktortersebut menyangkut; suhu dan kelembaban. Suhu lingkungan yang terlalu ekstrim (dingin atau panas) akan mempengaruhi aktivitas kerja otot (Pate & Rottela, 1984). Toleransi setiap individu berbeda
13
satu sama lainnya. Orang Indonesia umumnya beraklimatisasi dengan iklim yang tropis yang cukup sekitar 29-300C, dengan kelembaban relatif sekitar 85-95%. Apabila olahraga dilakukan pada udara yang nyaman maka tubuh hanya mengatasi beban berupa pengeluaran panas tubuh, tetapi apabila udara tidak nyaman maka terpaksa tubuh mendapat beban tambahan untuk melawan panas (Manuaba, 2004). Apabila atlet biasa berlatih pada suhu kering sebesar 29 0c kemudian akan bertanding pada tempat panas dengan temperatur lebih tinggi, maka harus menyesuaikan diri terhadap lingkungan selama 12-14 hari dan bila temperature tempat bertanding lebih kecil dibandingkan tempat latihan penyesuaian hanya beberapa hari saja. Penyesuaian ini dilakukan dengan cara berlatih di tempat bertanding dalam waktu tertentu atau membuat ruangan tempat berlatih yang suhunya sama dengan tempat bertanding (Berger, 1982). Oleh karena itu penelitian
sebaiknya
dilakukan
pada
tempat
yang
nyaman
dengan
mempertimbangkan tempat dan waktu penelitian. 2.3. Kekuatan Otot Tungkai Banyak pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli mengenai definisi kekuatan. Komi (1992) mengemukakan bahwa “kekuatan adalah kemampuan untuk mengeluarkan daya maksimal”. Pendapat ini menunjukkan bahwa kekuatan individu dapat dibandingkan dengan kemampuan untuk mengangka t beban maksimal. Sedangkan Fox dkk, (1988) menyatakan bahwa kekuatan merupakan daya (force) suatu otot atau sekelompok otot yang dapat melawan tahanan dengan usaha maksimal. Dari pernyataan Fox ini, menandakan bahwa
14
otot atau sekelompok otot dapat diukur dan diketahui kekuatannya. Johnson & Nelson (1986) menyatakan bahwa “kekuatan merupakan kemampuan otot mengeluarkan daya untuk melawan objek yang bergerak atau yang tidak dapat bergerak”. Dalam permainan bola voli keadaan fisik yang diharapkan itu diantaranya postur tubuh yang tinggi dan ringan sehingga untuk mampu melakukan t eknik dalam permainan bola voli dengan baik. Serabut otot yang dimilikinya dominan serabut otot putih (fast tuich). Karena pada cabang olahraga ini komponen kondisi fisiknya dominan pada kemampuan daya ledak, sehingga tergolong kepada sistem energi anaerobik. Otot-otot yang aktif pada pemain bola voli yaitu otot Trapezius, otot Tricps, otot Latisimus Dorsi, otot Hamstrings, otot Deltoid, otot Gastrocnemius, otot Rectus abdominus, otot Brachialis, otot Quadricep Extensor dan oto External Oblique.
Gambar 2.2. Otot Quadricep dan Otot Hamstring 2.4. OtotQuadriceps Untuk meningkatkan kekuatan otot quadriceps maka bentuk pelatihan yang diberikan adalah double leg boxbound karena pada saat melompat keatas box
15
kedua lutut ditekuk pada waktu mendarat diatas box selanjutnya melompat setinggi dan sejauh mungkin dan mendarat di tanah. Otot quadriceps merupakan otot pada sendi lutut yang berfungsi sebagai stabilisasi aktif sendi lutut, dan juga berperan dalam pergerakan sendi yaitu gerakan ekstensi lutut yang digunakan dalam aktifitas berjalan, lari, melompat, menendang dan lain sebagainya. Otot quadriceps merupakan otot yang memiliki kekuatan melebihi kekuatan otot-otot ekstensor yang ada, oleh karena itu otot ini memerlukan kekuatan yang maksimal agar dapat melakukan fungsinya dengan sempurna sehingga dapat dihasilkan performance otot yang tinggi. Selain itu otot quadriceps yang kuat juga dapat mencegah terjadinya cidera saat melakukan aktifitas (Sudaryanto, 2009) otot quadriceps adalah kumpulan dari empat otot besar yang terletak dipaha depan dan berfungsi untuk meluruskan lutut dan menekuk hip (panggul). Otot quadriceps terdiri dari muculus Arectus femoris. Otot quadriceps ini sangat berguna untuk menstabilkan sendi lutut terutama dalam aktivitas sehari-hari ( Djalal, 2010). 2.5. Otot Hamstring Selanjutnya olahraga yang dilakukan untuk melatih kekuatan otot hamstring adalah latihan squat jump karena pada saat melakukan lompat jongkok otot hamstring sangat dominan dalam gerakan tungkai bawah khususnya paha bagian belakang. Otot hamstring merupakan otot paha bagian belakang. Ada tiga jenis otot hamstring : Semitendinosus, Semimembranosus dan Biceps femoris. Ketika otot tersebut terletak di bawah pantat atau pada pangkal paha bagian belakang menempel pada bagian bawah tungkai pinggul.
16
Ketika otot tersebut pada bagian pangkal berkumpul dan menempel pada satu tempat yang sama disebut Ischial Tuberosity. Terdapat jarigan lunak yang disebut tendon (hamstring tendon) yang memiliki fungsi sebagai jaringan penghubung antara serabut otot-otot hamstring dan permukaan tulang pinggul (Ischial Tuberosity) yang menjadi tempat menempel otot hamstring. Tendon hamstring merupakan salah satu bagian dari otot hamstring yang biasa terjadi cedera berupa robekan baik sebagian maupun seluruhnya. Setelah otot hamstring melekat pada bagian bawah tulang pinggul, otot hamstring berjalan memanjang sepanjang tulang paha. Pada pertengahan tulang paha, otot-otot hamstring berpisah dan berjalan melekat pada kedua sisi lutut. Otot biceps femoris menuju ke sisi luar sendi lutut (lutut sebelah kanan) dan menempel pada sisi atas tulang fibula. Sedangkan otot semitendinosus dan semimembransus berjalan menuju ke sisi dalam sendi lutut (sisi sebelah kiri lutut) dan menempel pada tulang tibia.Jika kita melihat tempat perletakan otot-otot hamstring yaitu di tulang pinggul pada bagian pangkal otot hamstring dan melekat di tulang tibia-fibula pada bagian ujung otot hamstring, maka kita bisa membayangkan fungsi dari otot hamstring ketika otot-otot tersebut berkontraksi. Otot-otot hamstring ini berfungsi untuk meluruskan atau menarik paha menuju ke arah belakang serta berfungsi menekuk sendi lutut.Gerakan hamstring yang baik ditunjukkan dengan kemampuan otot hamstring untuk berkontraksi secara concentric dan excentric secara maksimal. Hamstring yang memendek menyebabkan seorang atlet mudah untuk terkena cedera (strain). Hamstring yang
17
pendek berpengaruh pada penurunan kekuatan otot sehingga kontraksi menjadi tidak sinergis ( Stephens dkk, 2006 ). 2.6. Frekuensi dan lamanya pelatihan Pelatihan paling sedikit 3 kali perminggu, diselingi dengansatu hari istirahat untuk memberikan kesempatan kepada otot untuk berkembang dan beradaptasi pada hari istirahat tersebut ( Harsono,1988). hal ini disebabkan karena ketahanan seseorang akan menurun setelah 48 jam tidak melakukan pelatihan. Jadi sebelum ketahanan menurun harus sudah berlatih lagi (Sadoso, 1988). Untuk meningkatkan kapasitas anaerobic frekuensi pelatihan minimal dilakukan 3 kali dalam seminggu dan lama pelatihan 6 minggu atau lebih (Fox, 1993). Lama pelatihan juga berkaitan dengan lama waktu yang dipakai untuk menyelesaikan satu set pelatihan. Menurut
Fox (1993), sistem energi
yangdigunakan pada pelatihan yang bersifat anaerobic, lama pelatihan kurang dari 30 detik. Oleh karena pelatihan vertical jump atlet bola voli bersifat anaerobic, maka proses pelatihan tetap berada dalam anaerob sehingga menghasilkan anaerob power yang diinginkan, beban pelatihan diatur sesuai dengan jumlah repetisi dalam satu set pelatihan. 2.7 Pelaksanaan Latihan Double Leg Box Bound dan Squat Jump 2.7.1 LatihanDouble Leg Box Bound Latihan ini memerlukan 10 kotak yang berukuran tinggi kira-kira 12-22 inci (30cm-55cm) Posisi awal kotak dengan jarak antara 3-6 kaki, berdirilah kira-kira 2-3 langkah di depan kotak pertama. Kaki berada sedikit di belakang
18
bahu tubuh dalam posisi semi squat, punggung lurus, pandangan ke depan di samping badan. Pelaksanaan sebagaimana dalam latihan double leg box bound, mulailah dengan loncatan ke kotak pertama. Sesegera mungkin anda mendarat ke atas kotak tersebut, kemudian loncatlah ke atas setinggi dan sejauh mungkin lalu mendarat ke tanah. Ulangi rangkaian ini dengan menggunakan kotak kedua dan seterusnya antara 1-10 kotak.
Gambar : 2.3. pelatihan double leg box bound Sumber : (Furqon & Muchsin Doewes, 2002) Pelatihan Double leg box bound ini merupakan latihan yang bertujuan untuk melatih otot-otot Quadriceps Femoris (rectus femoris, vastus lateralis, vastus intermedius, vastus medialis) dari depan di atas tungkai sebelah atas. Gerakan dilakukan berulang-ulang selama 10 kali. Frekuensi
: 3 kali per minggu
Jumlah set
: 3 set
Repetisi
: 10 kali setiap set
Intensitas
: 70%
Istirahat
: 2 menit antar set
Beban pelatihan
: berat badan sendiri
19
2.7.2 Latihan Squat Jump Latihan squat jumpmerupakan latihan yang bertujuan untuk melatih otototot : Hamstrings (biceps femoris) dari bagian belakang tungkai sebelah atas, gluteus maximus. Pelaksanaan pelatihan Squat Jump yaitu posisi satu kaki ke depan dan satu kaki ke belakang. Turunkan tubuh, kemudian melompat ke udara. Sementara berada di udara, ganti posisi kaki sehingga kaki yang di belakang sekarang di depan dan sebaliknya. Mendarat pada ujung kaki, kemudian bawa berat badan kembali ke tumit.Segera tekuk lutut untuk mengurangi bahaya yang timbul.
Gambar: 2.4. pelatihan squat jump Sumber : (Furqon & Muchsin Doewes, 2002) Latihan gerakan tersebut dilakukan berulang-ulang selama 10 kali. Frekuensi
: 3 kali per minggu
Jumlah set
: 3 set
Repetisi
: 10 kali setiap set
Intensitas
: 70%
Istirahat
: 2 menit antar set
Beban pelatihan : berat badan sendiri
20
2.7.3 Kemampuanvertical jump Pelaksanaan Loncat Tegak (Vertical Jump), atlet berdiri di samping dinding atau tembok dengan jari-jari tangan meraih ke atas setinggi mungkin. Tetap di tempat yang sama atlet mengerahkan tenaga dan meloncat ke atas dengan kedua kaki dan menyentuh dinding setinggi mungkin.Sebelum meloncat atlet memasukkan jari ke serbuk bubuk kapur untuk memperjelas bekas atau tanda perkenahan sentuhannya. Lakukan tiga kali, dan diberi istirahat 30 detik hingga 1 menit diantara loncat untuk memberikan sistem otot putih kembali.
Gambar: 2.5. Test Vertical Jump Sumber : (Nurhasan, 2001) Peningkatan kekuatan otot apabila serabut otot banyak, maka kekuatan otot akan besar sehingga mendukung tercipta vertical jump yang baik.Loncat adalah suatu gerakan mengangkat tubuh dari satu titik ke titik lain yang lebih jauh atau lebih tinggi dengan ancang-ancang lari cepat atau lambat dengan menumpu dua kaki dan mendarat satu atau dua kaki dengan keseimbangan yang baik (Furqon & Doewes, 2002)