7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Nama dan Manfaat Tanaman Cendana Cendana Santalum album L. di Pulau Timor dikenal dengan nama hau meni atau ai nitu
dan sendana dalam bahasa Melayu dan dalam dunia perdagangan
dikenal dengan nama sandalwood. Cendana dari spesies S. album L. merupakan salah satu tanaman asli Indonesia yang merupakan pohon endemik di Provinsi NTT dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat (Surata, 2007). Kedudukan S. album L. dalam klasifikasi cendana tidak banyak menimbulkan perbedaan diantara para ahli botani. Di Indonesia hanya ada satu jenis cendana akan tetapi hanya berbeda dalam varietas, yang dapat digolongkan menjadi cendana daun besar dan daun kecil (Adriyanti, 1989). Menurut Rudjiman (1987) kedudukan S. album L. dalam klasifikasi tidak banyak menimbulkan perbedaan pendapat di antara para ahli botani. Klasifikasi cendana menurut Holmes (1983) adalah sebagai berikut : Divisio
: Spermatophyta
Sub Divisio
: Angiospermae
Klas
: Dicotylodonae
Sub Klas
: Rosidae
Ordo
: Santales
Famili
: Santalaceae
Genus
: Santalum
Species
: Santalum album Linn.
8
Di dunia genus Santalum terdapat pada kisaran kondisi tempat tumbuh yang lebar. Menurut Hamilton (1990) pohon cendana dari famili Santalaceae yang ada di dunia hanya 29 species yang tumbuh secara alami tersebar di Indonesia, Australia, India dan negara-negara kepulauan Pasifik. Tercatat dieksploitasi hanya 8 spesies karena mempunyai aroma dan kadar minyak (Tabel 1), dua spesies lainnya dinyatakan telah punah yaitu Santalum homoi dan Santalum frevenetianum (Direktorat Jenderal Kehutanan, 1980). S. album L. di Indonesia menurut International Union for Conservation of Natural Resource (IUCN) (1997) sudah termasuk dalam katagori vunerable (jenis yang hampir punah). Tabel 1. Negara-negara penghasil cendana, jenis, produksi ekspor, kadar minyak, curah hujan, dan ketinggian tempat tumbuh. Negara
Indonesia India Australia Hawai Fiji Tonga Vanuatu New Caledonia Papua Nugini Polinesia Tahiti
Spesies
Santalum Album L. Santalum Album L Santalum lanciatum Santalum spicatum Santalum ellipticum Santalum yasi Santalum yasi Santalum austrocaledonicum Santalum austrocaledonicum Santalum macregorii Santalum insulare Santalum insulare
Produk Ekspit (ton/th)
Kadar minyak (%)
Curah Hujan (mm)
Ketinggian Tempat (m dpl)
600 2000 500 1800 500 250 40 72,6
5-7 5-7 1,5 2 5–6 5–6 3–6
800 - 1500 300 - 3000 300 - 1300 200 - 600 50 - 1300 1000 -1500
0 - 2000 0 - 700 0 - 700 0 - 300 0 - 1390 0 - 200 0 - 100 0 - 300
-
3-6
-
-
250
-
1000 -1500
200 - 1800
-
-
-
300 - 940 0 - 1000
Sumber : Hamilton et al. (1990), - = tidak diketahui
9
S. album L. adalah salah satu spesies cendana yang tumbuh di Indonesia yang dikenal menghasilkan kadar minyak tinggi (Tabel 1), sehingga beberapa negara sangat tertarik untuk mengembangkan spesies ini. India adalah salah satu negara yang telah berhasil mengembangkan tanaman cendana dari spesies S. album L. yang bijinya didatangkan dari Pulau Timor (Wind dan Rissew,1950 dalam Surata, 2009). Australia sejak tahun 1987 juga mulai mengembangkan spesies Santalum album L. di Kununura (Australia Barat) yang bijinya didatangkan dari India dan Indonesia yang di masa mendatang diharapkan spesies ini dapat menggantikan posisi produksi Santalum lanciatum dan Santalum spicatum di Australia (Hafner, 1999). Manfaat kayu cendana, sejarah kuno yang ditulis dalam bahasa Sansekerta dan bahasa Cina menyebutkan bahwa cendana sudah digunakan sejak 400 tahun yang lalu. Bangsa Cina, bangsa Mesir Kuno, para pemeluk agama Hindu, Budha dan Islam menggunakan serbuk kayu cendana sebagai bahan baku dupa pada upacaraupacara keagamaan misalnya pada acara pemakaman, pemujaan dan untuk pengawetan jenasah (Rahayu, dkk. 2002) Masyarakat Bali Hinduistik kayu cendana adalah kayu yang memiliki kekuatan magis sebagai kayu wangi yang dipakai masyarakat Hindu sebagai bahan bangunan suci, arca atau pratima dan cindra mata. Bali sebagai tujuan wisata, kayu cendana dalam bentuk barang-barang ukiran, patung, tasbih, kipas dan sebagainya dibutuhkan dalam jumlah banyak. Cendana dalam bentuk olahan (non kayu) dengan cara penyulingan untuk dijadikan minyak atsiri.
Minyak atsiri cendana ini
merupakan bahan baku dalam industri parfum, sabun, kosmetik, dan obat-obatan. Minyak atsiri cendana dapat digunakan untuk menyembuhkan sakit perut, asma, sakit
10
kulit, infeksi ginjal, peradangan juga sebagai obat penenang, obat untuk mengurangi rasa nyeri, anti kanker, anti bakteri dan aroma terapi, (Agusta dan Jamal, 2000).
2.2
Morfologi dan Syarat Tumbuh Rudjiman (1987) melukiskan secara morfologis tanaman cendana memiliki
ciri-ciri seperti berikut : pohon kecil sampai sedang, menggugurkan daun, dapat mencapai tinggi 20 meter dan diameter 40 cm, tajuk ramping atau melebar, batang bulat agak berlekuk-lekuk, akar tanpa banir, daun tunggal, berhadapan, bertangkai daun, bentuk elip, tepi rata, ujung runcing tetapi kadang-kadang tumpul atau bulat, pembungaan terminal atau eksiler, recimus articulatus, bunga pedicel
3-5 mm,
tabung perigonium, bentuk segi tiga, tumpul pada bagian ujung dan kedua permukaan gundul. Cendana memiliki buah biji dan bulat, waktu masak daging kulit buah berwarna hitam keunguan, mempunyai lapisan eksocarp, mesocarp berdaging endocarp keras dengan garis dari ujung ke pangkal. Pohon cendana mempunyai ciri ciri arsitekstur : batang monopodial, arthotropis (mengarah ke atas), pertumbuhan kontinu. Pembungaan di ujung dan atau di ketiak daun. Syarat Tumbuh, Cendana dari spesies S. album L. menyebar secara alami pada kondisi iklim yang kering. Jenis ini tumbuh pada daerah curah hujan dengan kisaran 625 – 1625 mm/tahun, tipe iklim D dan E menurut Schmidt dan Ferguson. Temperature yang dikehendaki berkisar antara 10o C – 35o C pada siang hari. Kelembaban relatif pada musim kemarau 50 % - 60 %. Ketinggian tempat untuk jenis tanaman cendana (S. album L.) tumbuh di pulau Timor dengan ketinggian
11
tempat 0 – 1200 meter di atas permukaan laut. Secara alami pada ketinggian 400 meter di atas permukaan laut pertumbuhannya lebih baik (Hamzah, 1976).
2.3
Perbanyakan Generatif Perbanyakan tanaman cendana secara generatif dengan menggunakan biji
memerlukan sumber benih yang terpelihara dengan baik. Ada beberapa tahapan kegiatan dalam memperbanyak tanaman dengan biji, antara lain adalah : 2.3.1 Pengumpulan Buah dan Biji Masalah utama yang perlu diperhatikan dalam perbenihan cendana adalah bahan yang dipakai untuk keperluan benih dikumpulkan dari tegakan yang berkualitas baik yang sangat ditentukan oleh sumber benih, waktu pemungutan, koleksi secara tepat, serta teknik penyimpanan yang baik. Hal ini perlu dilakukan agar nantinya diperoleh tegakan tanaman yang baik. Cendana memiliki bunga monocius, di mana satu pohon dijumpai bunga jantan dan betina dan perkawinannya dengan perantara angin dan serangga. Perkawinan satu pohon (in Breeding) akan terbentuk buah yang dari segi genetik kurang menguntungkan. Umumnya cendana berbunga dan berbuah pada umur 5 tahun serta berbuah setiap tahun, ada beberapa pohon cendana yang tidak berbuah setiap tahun karena pengaruh biennial bearing. Musim berbunga pada umumnya terjadi pada bulan Mei – Juni dan buah masak pada bulan September – Oktober, sedangkan musim bunga kedua jatuh pada bulan Desember dan Januari dengan musim berbuah masak jatuh pada bulan Maret – April. Produksi buah terbanyak jatuh pada bulan Maret – April (Suripto, 1992).
12
Buah cendana letaknya di ujung ranting berjumlah 4 – 10 buah. Buah masak ditandai oleh kulit daging buah yang berwarna hitam keunguan. Bila buah sudah masak rasanya manis dan daging buah masak dusukai burung. Eksplorasi (pengunduhan) buah jangan sampai terlambat karena buah yang sudah masak akan segera gugur dan buah yang jatuh di tanah sering dimakan tikus. Bentuk buah cendana bulat, diameter 0,5 – 0,8 cm, yang mengandung 1 biji / buah dan termasuk jenis buah semi rekalsitran (Rudjiman, 1987). Pengunduhan buah harus dipilih dari sumber benih atau tegakan benih yang telah ditunjuk atau pohon plus yaitu pohon yang berkualitas baik antara lain : volume kayu teras dan kadar minyak tinggi, tinggi pohon, tinggi bebas cabang, diameter setinggi dada (120 cm dari permukaan tanah ), bentuk batang, bentuk tajuk pohon baik, resisten terhadap hama dan penyakit serta telah berumur > 20 tahun (Suseno, 2000). Pengunduhan buah dilakukan dengan cara mengunduh buah yang telah masak fisiologis (yang ditandai dengan daging kulit buah berwarna hitam), dilakukan dengan memanjat atau menggunakan galah berkait. Dihindarkan pemetikan buah dengan cara memotong dahan sebab dapat mengganggu produksi buah dan pertumbuhan pohon selanjutnya (mengingat kayu cendana adalah pohon yang lambat tumbuh). Mengumpulkan buah di bawah tajuk pohon yang diunduh, dibersihkan terlebih dahulu dari tumbuhan bawah dan kotoran serta sisa-sisa buah sebelumnya dan bila memungkinkan dibentangkan terpal atau kain untuk memudahkan pengumpulan. Pengunduhan dilakukan dengan cara memanjat dan menjatuhkan buah yang telah masak dengan menggoyang cabang pohon dengan
13
menggunakan galah berkait dan selanjutnya dilakukan seleksi dengan cara memilih buah yang berwarna kulit daging buah hitam, selanjutnya dimasukan ke dalam kantung yang terbuat dari karung tepung terigu. Pengambilan buah dapat juga dilakukan dengan cara memungut dan mengumpulkan buah-buah yang jatuh di bawah pohon.
Jika pemungutan buah
dilakukan dengan cara ini, maka diperlukan keahlian khusus untuk memilih buah yang masih bagus. Ciri-ciri buah yang masih bagus adalah buah yang baru jatuh, mempunyai daging buah berwarna hitam atau kalau sudah hilang daging buahnya bijinya berwarna coklat. Hindari pengumpulan buah yang sudah jatuh terlalu lama di atas permukaan tanah (Surata , 2006). 2.3.2 Ekstraksi Benih Setelah buah terkumpul maka langkah selanjutnya dilakukan ekstraksi biji. Ekstraksi dilakukan dengan cara mengeluarkan biji dari daging buah, dengan cara meremas-remas seluruh daging buah di dalam ember yang berisi air untuk menghilangkan seluruh daging buah hingga bersih. Selanjutnya dilakukan seleksi biji yaitu dengan cara memilih biji yang berwarna coklat dan padat, berbentuk bulat, memiliki radikal (calon akar, berwarna kuning kecoklatan dan tidak keriput). Jika warna biji terlalu pucat dan hitam, ada kemungkinan lembaganya sudah mati, sehingga tidak dapat digunakan dalam pembibitan. Dalam 1 Kg biji cendana terdapat 5000 – 6000 butir, dengan rata – rata tingkat kemurnian 85 % (Surata, 2004a). 2.3.3 Penyimpanan Benih Benih cendana (S. album L.) termasuk benih semi rekalsitran sehingga tidak bisa disimpan lama. Benih yang sudah dibersihkan dikeringkan di tempat yang
14
teduh atau dengan alat pengering benih (seed driyer) pada suhu 4o C sampai kadar air mencapai 5 – 8 %.
Selanjutnya benih diberi perlakuan desinfektan untuk
menekan adanya jamur dan bakteri. Benih cendana disimpan di dalam kemasan kantung plastik atau botol kedap udara. Benih yang sudah dikemas dimasukan ke dalam salah satu ruangan penyimpanan dengan kondisi sebagai berikut : ruang simpan kering – dingin (dry – cold storage) dengan suhu 4o C dan kelembaban nisbi 40 – 50 %, ruang ber-AC yang dilengkapi dengan alat pengatur kelembaban udara (dehumidifier), suhu 20 – 22 o C dan RH 50 – 60 %, dan ruang kamar dengan suhu 25o– 28o C dan RH 70 %. Benih cendana mempunyai daya kecambah 40 – 50 % (Surata, dkk. 2009)
2.4
Pemupukan Pemupukan yang ideal adalah penggunaan pupuk organik sebagai dasar dan
pupuk kimia (an organik) sebagai pelengkap. Pemakaian pupuk organik yang tepat akan dapat meningkatkan kesuburan fisik, kimia, dan biologi tanah serta mampu mempercepat pelapukan bahan organik menjadi lebih mudah tersedia bagi tanaman. Pupuk kandang sapi merupakan salah satu pupuk organik yang mengandung unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhannya terutama dalam perangsang pertumbuhan akar, batang, dan daun (Soenaryo, 1986). Efisiensi
dan
efektivitas
pemupukan
yang rasional, kiranya sulit untuk
mewujudkan peningkatan produktivitas lahan dan penerapan teknologi yang tepat (Wardoyo, 2000).
15
Pada tanah yang subur dan gembur (sifat fisik tanah yang baik) memungkinkan pertumbuhan akar yang baik dan menyerap air serta unsur hara yang penting bagi pertumbuhan bibit. Dengan demikian bibit akan tumbuh lebih cepat sehingga dapat segera ditanam dilapangan (Direktorat Jenderal RRL, 1985). Sampai saat ini informasi hasil penelitian tentang penggunaan dosis pupuk kascing yang tepat untuk memproleh bibit cendana yang ideal belum banyak tersedia. Penelitian tentang hal tersebut sangat perlu dilakukan, mengingat pentingnya pengadaan bibit cendana siap tanam untuk memproleh produksi kayu cendana yang tinggi dan dalam rangka pelestarian hutan tanaman cendana.
2.5
Tanaman Inang Selama hidupnya cendana membutuhkan tanaman inang yang termasuk jenis
pohon hemiparasit. Tanaman cendana memerlukan tanaman inang mulai dari tingkat persemaian (inang primer) dan penanaman di lapangan (inang skunder). Inang ini berfungsi untuk membantu menyerap sebagian unsur hara melalui haustoria. Haustoria yang dibentuk oleh akar cendana akan menempel pada akar inang untuk mensuplai sebagian unsur hara ke tanaman cendana.
Menurut Nagaveni dan
Srimarthi (1985) haustoria terbentuk 70 % setelah 30 hari perkecambahan dan 97 % setelah umur 1 tahun. Inang cendana akan berfungsi secara optimal apabila terjadi kontak antara akar cendana dengan akar inang dengan membentuk haustoria. Pertumbuhan tanaman inang tidak boleh terlalu rapat menaungi tanaman cendana karena akan menekan atau menjadi pesaing. Oleh karena itu jenis, jumlah, dan
16
kerapatan tajuk tanaman inang akan menentukan keberhasilan pertumbuhan tanaman cendana (Surata dan Idris, 2001) Menurut Nagaveni dan Srimarti (1985) terdapat lebih dari 300 jenis tanaman inang cendana yang akan memberikan respon yang berbeda-beda. Menurut Surata (2007) jenis-jenis tanaman inang skunder jangka panjang cendana adalah : Cassuarina junghunniana, Cassia siamea, dan Dalbergia latifolia serta inang skunder jangka menengah adalah Acacia vilosa, Sesbania grandiflora, dan inang primer jangka pendek adalah Alternanthera sp, Desmanthus virgatus.
Untuk
memilih inang primer cendana yang baik harus memiliki beberapa persyaratan antara lain : dapat membantu pertumbuhan cendana, tidak menimbulkan kompetisi, tajuknya kecil, sistem perakarannya
sukulen, mudah tumbuh kembali setelah
dipangkas, berumur panjang, mudah didapat, dan sesuai dengan kondisi tempat tumbuhnya.
2.6
Naungan Tanaman cendana yang masih muda memerlukan naungan.
Menurut
Anthony et al. (1993) penaungan tanaman cendana dengan sarlon sampai umur satu tahun dengan intensitas penyinaran 50 % dapat meningkatkan persen tumbuh. Surata (2009) juga menyatakan bahwa tanaman cendana pada awal penanaman sangat peka terhadap kekeringan dan akan segera mati oleh penyinaran matahari langsung yang panjang. Oleh karena itu pada tanaman cendana yang masih muda diperlukan naungan sampai umur 1-3 tahun berupa naungan samping dan setelah itu naungan perlu dilakukan pengurangan secara bertahap. Agar tanaman cendana dapat
17
tumbuh dengan baik maka perlu dilakukan kegiatan pemangkasan tanaman inang untuk pengaturan naungan yang optimal. Pemangkasan tanaman inang skunder perlu dilakukan apabila tajuk tanaman inang bersentuhan dan menaungi tanaman cendana yang dilakukan pada umur di atas 2 tahun (Surata, 2008) Tanaman inang juga sekaligus berfungsi sebagai pohon penaung, oleh karena itu disarankan tanaman inang skunder ditanam lebih awal dari tanaman cendana atau dengan cara menanam jenis tanaman inang yang cepat tumbuh (Surata dan Idris, 2001).
Untuk pertimbangan ekonomis tanaman inang dan penaung cendana di
lapangan dapat menggunakan semak - semak atau tegakan tanaman yang sudah ada, yang umurnya masih muda dan tajuknya belum menutup terlalu rapat. Jenis Acacia seperti Acacia tracicarpa dan Acacia ampliceps termasuk jenis pohon cepat tumbuh di daerah beriklim kering yang dikatakan dapat berfungsi dengan baik sebagai inang skunder dan juga dapat dipakai sebagai penaung awal tanaman cendana (Radomiljac et al.,1999) Teknik pemanfaatan tanaman inang sebagai penaung dalam pembuatan hutan tanaman cendana pada awal penanaman adalah salah satu teknik yang dapat diterapkan untuk meningkatkan pertumbuhan dan sekaligus juga untuk mempercepat adaptasi bibit cendana untuk mengurangi sengatan sinar matahari yang ekstrim tinggi dan kekeringan di musim kemarau pada awal penanaman di lapangan (Surata dan Idris, 2001). Pada awal penanaman di lapangan dapat memanfaatkan semak atau pohon yang sudah ada dengan memanipulasi tajuk pohon penaung. Pemanfaatan tanaman pohon hutan untuk penaung awal dan juga sebagai inang tanaman cendana apabila tajuknya terlalu rapat akan menekan pertumbuhan tanaman pokok karena
18
terjadi persaingan cahaya, air, dan unsur hara.
Surata dan Idris (2001) juga
mengatakan bahwa penggunaan Cassia siamea dan Acacia auriculiformis yang terlalu rapat sebagai penaung atau inang akan meningkatkan kematian tanaman cendana. Proporsi pembukaan tajuk pohon penaung atau inang perlu diatur sedemikian rupa sehingga terjadi keseimbangan kebutuhan cahaya, suhu, kelembaban udara, dan ketersedian air yang optimal untuk pertumbuhan tanaman cendana.