BAB I I KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 2.1 Pengertian Belajar dan Hasil Belajar Belajar meruapakan suatu perubahan di dalam diri seseorang dari tudak tahu menjadi tahu, seperti yang diungkapkan oleh Slameto (1995) bahwa belajar merupakan suatu peoses untuk memperoleh pengethuan atau pandangan dan keterampilan yang akan menghasilkan suatu kekuatan (mampu) pemecahan sesuatu bagi seseorang, menghadapi keadaan tertentu. Perubahan tingkah laku ini tidak berdasarkan naluri tetapi perubahan yang terjadi karena ia telah belajar sesuatu yang baru. Slameto (1995) mendcfenisikan bahwa hasil belajar adalah setiap macam kegiatan yang menghasilkan perubahan khas dimana hasil belajar tampak dalam prestasi yang dicapai oleh mahasiswa.
,
,
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perwujudan nilai-nilai yang diperoleh mahasiswa. DEPDIKBUD
(1995)
menyatakan
bahwa
penilaian
hasil
belajar
sebagaimana yang tercantum dalam petunjuk teknis merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari kegiatan perencanaan mengajar dan pelaksanaan belajar mengajar. Hasil penelitian turut mewamai tindakan dosen pada kegiatan belajar selanjutnya. '
Kemampuan yang dimiliki mahasiswa setelah proses belajar mengajar
dapat dikatakan sebagai hasil belajar yang merupakan faktor penting dalam
6
pendidikan. Slameto (2003) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses atau usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru sebagai hasil keseluruhan pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi
dengan
lingkungannya. Menurut Sudjana
(2004), hasil
belajar
merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah mereka menerima pengalaman belajamya. Benyamin Bloom mengklasifikasikan hasil belajar menjadi 3 ranah yaitu 1) ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yakni
pengetahuan
atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis
dan evaluasi.
2) ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari
aspek yakni
penerimaan, jawaban
atau
reaksi, penelitian, organisasi
lima dan
intemalisasi, 3) ranah psikomotoris berkenan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bartindak. Hasil belajar adalah belajar
akhir dari suatu proses dapat dilihat melalui hasil belajar. Hasil out put yang dicapai berkat adanya proses pembelajaran. Hasil
merupakan
penentu
akhir dalam rangkaian aktivitas belajar
dan
keberhasilan siswa dalam belajar tercermin dari hasil evaluasi yang diperolehnya, sepeti yang dikemukan oleh Nurkencana (1983), hasil belajar adalah suatu hasil penilaian
(evaluasi).
Evaluasi
diharapkan
memberikan
informasi
tentang
kemajuan yang telah dicapai oleh siswa yaitu pada penguasan dan kemampuan yang didapatkan setelah memperoleh pengalaman belajar. Nasution (1982) menambahkan
bahwa hasil belajar
adalah tingkat
penguasaan bahan oleh mahasiswa, tingkat keterampilan atau skor yang diperoleh mahasiswa dari hasil test yang dilaksanakan. Tingkat penguasaan ini dapat dilihat dari skor nilai yang biasanya dilambangkan dengan angka atau huruf
7
Pengukuran terhadap materi kuliah mengacu pada ketuntasan belajar. Ketuntasan belajar adalah pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan bagi setiap unit bahan ajaran baik secara perorangan maupun kelompok. Menurut (Anonim, 1995) bahwa seorang mahasiswa dikatakan telah tuntas atau menguasai suatu pokok bahasan dapat ditinjau dari dua sisi yaitu individual dan klasikal. Ketuntasan individual apabila sekurang-kurangnya 65% dari suatu pokok bahasan telah dikuasai oleh siswa, sedangkan ketuntasan klasikal apabila sekurangkurangnya 85% siswa telah mencapai ketuntasan individual. Menurut Slameto (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor ekstemal. Faktor internal meliputi aspek fisiologi dan psikologi mahasiswa, sedangkan faktor ekstemal meliputi aspek yang berasal dari lingkungan sosial mahasiswa. Berdasarka pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar mempakan hasil yang diperoleh mahasiswa setelah melalui pengalaman belajar dalam rangkaian proses belajar mengajar yang dapat dilihat dengan melakukan evaluasi.
2.2 Pembelajaran Kooperatif Menurut Slavin (1995), belajar kooperatif dapat membantu mahasiswa dalam mendcfenisikan struktur motivasi dan organisasi untuk menumbuhkan kemitraan yang bersifar kolaboratif (Collaborative partnership). Petunjuk
pelaksanaan
pembelajaran
kooperatif
pada
umumnya
menitikberatkan pada struktur dan manajemen pembelajaran seperti distribusi gender, jumlah mahasiswa dalam kelompok, serta strategi pembagian tugas sehingga semua mahasiswa aktif bekerja. Dalam hal ini pengelompokan mahasiswa
merupakan
variasi
dari
aktivitas
pembelajaran,
cara
untuk
8
mengajarkan mahasiswa bekerja dalam kelompok, cara untuk mengajarkan mahasiswa bekerja dalam kelompok, cara untuk mengajarkan mahasiswa berbagi tugas dan cara untuk mengajarkan mahasiswa belajar dari temannya. Pengelompokan mahasiswa menurut konstruktivisme, merupakan salah satu strategi yang dianjurkan sebagai cara untuk mahasiswa saling berbagi pendapat,
berargumentasi,
dan
juga
mengembangkan
berbagai
alternatif
pandangan dalam upaya konstruksi pengetahuan oleh individu mahasiswa. Belajar kooperatif dan kolaboratif yang berlandaskan konstruktivisme sesungguhnya menggunakan
pengelompokkan mahasiswa
sebagai
cara untuk memotivasi
terjadinya pertukaran ide, argumentasi, dan refleksi dari masing-masing anggota '< ; r>
kelompok dalam upaya konstruksi pengetahuan.
Sartika (2002) mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: a.
Setiap anggota memiliki peran.
b. Terjadi hubungan interaksi langsung antara para mahasiswa. c.
Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajamya dan juga teman-teman kelompok.
d. Para
dosen
membantu
> para
mahasiswa
untuk
keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok. e.
mengembangkan ;
Dosen hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan. Belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok.
Suhermi (2000) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran dengan mengelompokkan mahasiswa ke dalam beberapa kelompok kecil (4 -5 orang) yang bersifat heterogen (dalam kemampuan
9
akademik, jenis kelamin, suku, dan kebudayaan) untuk menyelesaikan tugas akademik. Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah tipe TSTS (Two Stay Two Stray). Two Stay Two Stray (TSTS) atau Dua Tinggal Dua Tamu. Menurut Lie (2002) belajar mengajar dua tinggal dua tamu (Two Stay Two Stray) dikembangkan oleh Kagan pada tahun 1992, TSTS ini memberikan kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Sehingga dapat dikatakan pembelajaran kooperatif tipe TSTS saling membantu memecahkan masalah dan saling mendorong untuk berprestasi. Dalam proses pembelajaran tipe TSTS mahasiswa di kelompokkan yang terdiri dari 4 orang dimana setelah diskusi dalam kelompok sendiri dua orang anggota kelompok bertamu kepada kelompok lain sementara dua orang tinggal bertugas membagi informasi kepada tamu mereka. Kemudian anggota kelompok memohon diri dan kembali ke kelompok untuk melaporkan kepada teman mereka dari kelompok lain serta mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka (Lie, 2002). TSTS merupakan model pembelajaran yang dapat melatih mahasiswa berflkir kritis, kreatif dan efektif serta saling memecahkan masalah dan saling mendorong untuk saling berprestasi dalam kelompoknya. TSTS menekankan bahwa
mahasiswa
berkemampuan
akademis
tinggi
akan
membantu
yang
berkemampuan akademis kurang dalam kelompoknya. Pembelajaran kooperatif tipe TSTS, evaluasi dilakukan secara individu yang mencakup semua topik yang di diskusikan, skor yang diperolah mahasiswa
10
dalam evaluasi selanjutnya diproses untuk menentukan nilai
perkembangan
individu yang akan di sumbangkan untuk skor kelompok. Untuk jelasnya dapat dilihat fase-fase pembelajaran kooperatif (Ibrahim, dkk, 2000), tahap pembelajaran teknik TSTS dapat dimodifikasi sebagai berikut: Tabel 1. Fase-fase Pembelajaran Kooperatif tipe T S T S No 1. 2. 3.
4. 5.
6.
7.
8.
9.
Kegiatan Dosen Dosen menyampaikan tujuan motivasi Dosen menyampaikan informasi
dan
Dosen mengorganisasi mahasiswa dalam kelompok belajar yang terdiri dari 4 orang Dosen memberikan L K M pada masing-masing kelompok. Dosen meminta dua orang dari masing-masing kelompok untuk berkunjung kekelompok lain dan dua orang tinggal bertugas sebagai penerima tamu.
Kegiatan Mahasiswa Mahasiswa mendengarkan tujuan dan motivasi dari dosen Mahasiswa mendengarkan informasi dari dosen dosen. Mahasiswa menempati kelompok
Mahasiswa mengerjakan LKM dalam kelompok masing-masing. Dua orang dari masing-masing kelompok berkunjung ke kelompok lain dengan tujuan mencari, membandingkan, mencatat dan memberikan informasi penyclesaian soal, sementara dua orang yang tinggal bertugas memberikan hasil kerja/jawaban dan informasi kepada tamu mereka. I3osen meminta mahasiswa yang Mahasiswa kembali ke kelompok bertugas sebagai tamu kembali ke sendiri dan melaporkan informasi penyelesaian soal yang mereka kelompok sendiri peroleh dari kelompok lain. Dosen menyuruh setiap kelompok Kelompok berfikir kembali dan berfikir kembali dan membandingkan mengembangkan jawaban serta jawaban serta membahas hasil kerja membahas hasil kerja mereka. mereka. Dosen menyuruh mahasiswa Mahasiswa mempresentasikan hasil mempresentasikan hasil kerjanya kerjanya dan mengumpulkan L K M mengumpulkan L K M untuk dinilai. untuk dinilai. Dosen memberikan penghargaan Kelompok mendapatkan kepada kelompok. penghargaan berupa nilai Evaluasi
11
2.3 Hubungan Pembelajaran Kooperatif Tipe T S T S Dengan Hasil Belajar Pembelajaran kooperatif tipe TSTS memiliki keunggulan yaitu mahasiswa dituntut untuk saling berbagi dalam hal memecahkan masalah, berbagi informasi kepada kelompok lain dan interaksi antara siswa baik dalam kelompok sendiri maupun dengan kelompok lain. Hubungan pembelajaran kooperatif dengan aktivitas belajar dapat ditinjau dari setiap tahap pelaksanaannya, pada tahap awal pelaksanaan
pembelajaran
kooperatif TSTS, setiap kelompok berdiskusi untuk mengerjakan soal-soal yang terdapat dalam L K M , pada tahap ini peran semua anggota kelompok sangat diharapkan sehingga semua anggota kelompok akan terlibat aktif Hal ini akan memotivasi mahasiswa untuk mempelajari materi. Pada tahap Two Stay Two Stray, setiap anggota kelompok terlibat interaksi langsung, baik yang bertugas sebagai tamu untuk membandingkan jawaban dengan kelompok lain maupun yang bertugas sebagai penerima tamu untuk membagikan informasi kepada tamu dari kelompok lain, sehingga mahasiswa dapat mengembangkan potensi diri dan rasa percaya diri, yang akan memotivasi mahasiswa untuk lebih giat belajar dan aktivitas'dalam belajar akan tampak. Pada tahap berflkir ulang, setiap anggota kelompok berdiskusi kembali untuk membahas informasi yang ditemukan dari kelompok lain dan menentukan jawaban yang tepat. Pembelajaran kooperatif tipe TSTS mempunyai pengaruh besar terhadap aktivitas belajar mahasiswa, karena kelompok dihargai berdasarkan kelompok dan individual dari anggotanya, yang akan membangkitkan motivasi terhadap bahan yang diajarkan akan muncul selanjutnya diharapkan mahasiswa mempunyai minat yang tinggi sehingga muncul rasa ingin tahu dalam mengikuti materi perkuliahan dengan baik yang berorientasi pada keinginan berprestasi, sehingga mendapatkan
12
hasil belajar yang baik. Maksud pembelajaran
kooperatif tipe TSTS untuk
meningkatkan minat dan aktivitas mahasiswa yang berani dan membantu teman dalam belajar, saling bertukar informasi dan membandingkan sehingga kelompok mereka mendapatkan penghargaan yang baik, maka akan tumbuh dalam diri mereka bahwa kebiasaan belajar itu sangat penting dan menyenangkan. Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS menuntut mahasiswa yang aktif, dengan itu hasil belajar yang diinginkan tercapai. Menurut Burner dalam Dahar (1991) belajar makna hanya dapat terjadi melalui
belajar
penemuan.
Dimana
belajar
penemuan
membangkitkan
keingintahuan mahasiswa, member! motivasi untuk bekerja terus sampai jawabanjawaban, memecahkan masalah, bertukar pendapat, menganalisis informasi, tidak hanya menerima saja. Hal ini akan mendorong mahasiswa untuk aktif dalam perkuliahan, mahasiswa akan berusaha mencari jawaban dari masalah yang dihadapinya dengan bertanya kepada dosen atau berdiskusi dengan temannya. Menanggapi pertanyaan yang disampaikan dosen serta mampu menyimpulkan materi yang telah dipelajarinya. Berdasarkan uraian tersebut maka pembelajaran kooperatif tipe TSTS dapat meningkatkan pemahaman
mahasiswa terhadap konsep-konsep
biologi
dasar yang akhimya akan meningkatkan hasil belajar mahasiswa.
2.4 Hipotesis Tindakan Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah : Dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe TSTS (Two Stay Two Stray) atau dua tinggal dua tamu dapat meningkatkan aktivitas belajar mahasiswa.
dan hasil
belajar
13
B. Temuan Hasil Penelitian Yang Relevan Menurut penelitian Arsyad, M (2005) dengan judul "
Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Sikap dan Minat Belajar Biologi Dasar Mahasiswa Semester I D i Program Studi Pendidikan Biologi FKIP UNRI T.A. 2004/20005. Didapatkan hasil bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan sikap dan minat belajar belajar mahasiswa semester 1. Penelitian Arfitriana, R (2005) " Peningkatan Hasil Belajar Biologi Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Siswa Kelas III M . A . Darul Hikmah Pekanbaru T.A. 2004/2005 Bahwa Dapat Meningkatkan Hasil Belajar Biologi".
;
: ; .
"
C . Kerangka Pikir
Mahasiswa Baru Latar Belakang T= 1. Sosial Ekonomi 2. Sosial Budaya 3. Tingkatan Akademik yang Berbeda 4. Jenis Kelamin
1. Strategi 2. Pendekatan 3. Model pembelajaran V Kooperatif Tipe TSTS
1. Hasil Belajar i - Daya Serap A- Ketuntasan A- Penghargaan 2. Aktivitas Belajar Mahasiswa 3. Aktivitas Dosen