BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Pola Iklim, Arus Pasang Surut, dan Gelombang di Selat Lombok
Pada sub bab ini dipaparkan mengenai keadaan di kawasan Selat Lombok yang menjadi daerah kajian dalam tugas akhir ini.
2.1.1 Iklim Perairan Selat Lombok dipengaruhi oleh angin musim yaitu Musim Barat Laut dan Musim Tenggara. Musim Barat Laut berlangsung pada bulan Desember sampai dengan Maret, dengan variasi angin barat daya dan barat laut. Kecepatan angin berkisar antara 913 knot dan terkadang mencapai 20 knot. Sementara itu angin Musim Tenggara berlangsung pada bulan Mei sampai dengan Oktober dengan kecepatan angin dapat mencapat 7-16 knot. Angin bervariasi dari timur sampai tenggara. Di perairan Selat Lombok, musim hujan berlangsung dari bulan November sampai dengan Maret, curah hujan berkisar antara 150-400 mm. Periode kemarau terjadi pada bulan April sampai Oktober dengan curah hujan kurang dari 100 mm, bulan terkering terjadi pada bulan Agustus sampai September dengan curah hujan yang kurang dari 50 mm (Subagio, 2004).
2.1.2 Arus Pasang Surut Arus pasang surut di Selat Lombok memiliki tipe mixed semi diurnal (harian ganda campuran) dan dipengaruhi oleh kondisi musim di Laut Flores dan Bali. Di Selat Lombok terjadi arus yang cukup kuat dengan arah utara dan selatan. Pada kedalaman kurang dari 200 m di wilayah tengah Selat Lombok, kecepatan arusnya dapat mencapai 150 cm/detik dan di wilayah celah yang sempit dapat mencapai 300 cm/detik. Pada kedalaman 800 m sirkulasinya didominasi oleh arus pasang surut yang mencapai kecepatan 75 cm/detik (Subagio, 2004). Rata-rata aliran pada kedalaman 800 m mengarah ke selatan dengan kecepatan lebih dari 5 cm/detik.
II-1
2.1.3 Gelombang Perairan Selat Lombok yang banyak dipengaruhi oleh angin timur atau tenggara menyebabkan timbulnya gelombang cukup besar. Tinggi gelombang mencapai 0,5 – 2 m dan kadang-kadang mencapai lebih dari 2 m. Pada musim angin Barat Laut gelombang di perairan Selat Lombok tidak terlalu besar. Pada saat angin musim tenggara daerah selat agak terlindungi namun dapat terjadi gelombang besar, bergantung pada kekuatan dan arah angin (Subagio, 2004).
2.2
2.2.1
Kajian Literatur yang Berhubungan dengan Daerah Studi
Sinyal ENSO (El Niño Southern Oscillation) pada Arus Lintas Indonesia
Sebagai Hasil Awal Mooring di Selat Makassar (Susanto, 1999). Susanto (1999) melaporkan evaluasi awal sinyal ENSO dari transport dan temperatur massa air yang melewati Selat Makassar. Indeks osilasi selatan dan anomali temperatur muka laut di Pasifik tropis tengah (Niño-3) pada periode El Niño menjadi lebih ekstrim selama musim panas dan musim gugur tahun 1997. Kondisi El Niño menjadi lebih tenang pada awal tahun 1998. Kedalaman thermoklin berhubungan/bergantung dengan periode La Niña saat kolam air hangat di Pasifik dengan muka air lautnya yang relatif lebih tinggi dan lapisan air dingin yang lebih dalam, didorong ke arah Lautan Indonesia (diantara Filipina dan New Guinea). Selama El Niño kolam air hangat terdorong ke arah timur, menjauh dari Lautan Indonesia. Hasil mooring di Selat Makassar menunjukkan bahwa mayoritas aliran arahnya menuju selatan dengan pengecualian pada bulan Mei-Juni 1997 dimana arah alirannya adalah ke utara, yaitu terdeteksi pada kedalaman 200 m, 250 m, dan 350 m. Kecepatan arus ratarata pada kedalaman 200 m dan 250 m hampir sama, yaitu 50 cm/detik. Kecepatan arus pada kedalaman 350 m lebih kecil, yaitu 25 cm/detik, bahkan kadang mendekati nol, dan terjadi pembalikkan arah ke utara pada bulan Oktober dan November 1997. Kecepatan yang semakin mengecil dan pembalikkan arah (bukan ke selatan) pada kedalaman 350
II-2
meter terjadi juga pada bulan September 1997 hingga Februari 1998 saat periode El Niño mencapai puncaknya, dan kedalaman thermoklin semakin dangkal.
2.2.2. Studi Korelasi Sinyal El Niño Southern Oscillation (ENSO) terhadap Arus Lintas Indonesia di Selat Lombok (Lizalidiawati, 2008). Data kecepatan arus komponen u dan v, temperatur, dan salinitas diperoleh dari data mooring program INSTANT tahun 2004-2005. Hasil pengolahan data memperlihatkan bahwa terlihat adanya arus balik ke utara pada bulan Februari, Maret, Mei, dan Juni 2004 serta Januari dan April 2005. Hasil korelasi kecepatan arus terhadap sinyal ENSO menunjukkan hubungan antara kecepatan v dengan sinyal ENSO. Fluktuasi fasa El Niño bulan Agustus sampai Desember 2004 diikuti dengan melemahnya arus ke selatan pada bulan-bulan tersebut. Pada kedalaman 100 m sampai 200 m, kecepatan arus masih dipengaruhi oleh sinyal ENSO walaupun sudah melemah. Kecepatan arus di bawah kedalaman 200 m tidak lagi dipengaruhi sinyal ENSO. Secara kualitatif, korelasi kedua sinyal ini menunjukkan korelasi dimana anomali Sea Surface Temperature positif (negatif) maka kecepatan arus ke selatan melemah (menguat) bahkan bergerak ke utara. Pada musim timur, kecepatan angin komponen v lebih dominan ke utara sehingga mengurangi kecepatan arus komponen v ke selatan. Fenomena ini disebabkan kecepatan angin komponen v pada bulan-bulan tersebut menguat ke utara. Sedangkan arus balik ke utara pada Mei/Juni 2004 dan November/Desember 2004 diindikasikan oleh karena adanya intrusi gelombang Kelvin downwelling dari Samudra Hindia Ekuatorial. Secara keseluruhan, variabilitas arus komponen v memiliki pola yang dominan ke arah selatan sampai kedalaman 200 m. Sedangkan dibawah kedalaman ini (lebih besar 200 m) pola arus tidak beraturan lagi, pola arus menunjukkan pergerakkan ke utara-selatan dan kekuatannya sangat kecil mendekati nol. Hal ini disebabkan karena pada kedalaman 250
II-3
m terdapat sebuah sill yang dapat memblok aliran yang bergerak menuju selatan sehingga menyebabkan pola arus yang tidak beraturan.
2.2.3. Kajian Gelombang Internal di Selat Lombok (Manurung, 2004). Dalam tugas akhir tersebut dilakukan suatu kajian tentang gelombang internal di Selat Lombok, pada koordinat 6°54’ - 9°37’ LS dan 115° 06’ - 116° 29’ BT. Metode yang digunakan dalam mengkaji perilaku gelombang ini adalah model gelombang nonlinier lemah yang diperikan dalam persamaan Korteweg&deVries (KdV) untuk fluida dua lapis dan interpretasi citra SAR (Synthetic Apperture Radar). Data yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga, yaitu: data citra satelit SAR dalam bentuk quicklook, yang diperoleh dari situs http://crisp.nus.edu.sg, kemudian data CTD yang diperoleh dari 2 stasiun yang diambil oleh kapal RV.Baruna Jaya milik BPPT, dan data batimetri selat Lombok dari ETOPO-5 NOAA NGDC. Karakteristik gelombang internal yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu: gelombang internal bergerak ke arah utara dan selatan Selat Lombok, dimana panjang gelombangnya sekitar 4 km di utara, sedangkan untuk yang di selatan sekitar 2,2 km yang merambat dengan kecepatan 0,94 m/detik. Energi yang dimiliki oleh gelombang internal selama penjalarannya sebesar 76,71 juta Joule/meter di utara dan 47,26 juta Joule/meter di selatan.
2.2.4 A Studi on Low Frequency Variability in Current and Sea Level in the Lombok Strait and Adjacent Region (Arief, 1992 dalam Subagio, 2004). Arief (1992) menyatakan bahwa pola arus di Selat Lombok berupa sirkulasi 2 arah (bidirectional flow) pada arah timur laut-barat daya, seperti terlihat pada histogram kembang (rose histogram) pada gambar berikut ini:
II-4
Gambar 2.1. Histogram kembang arus di Selat Lombok. Label menunjukkan nomor alat dan kedalaman. AE dan AW terletak di pertengahan selat. CW dan CE terletak di mulut selat sebelah timur (sill region). (Sumber: Arief, 1992 dalam Subagio, 2004) Histogram kembang pada Gambar 2.1 tersebut mencirikan karakteristik arus yang dipengaruhi oleh arus pasang surut dan arus non pasang surut. Kondisi yang sangat berbeda tampak pada kedalaman 800 m, dimana arus pasang surut mendominasi sistem sirkulasinya. Selat Lombok mempunyai sistem sirkulasi yang kuat dengan variabilitas ruang dan waktu yang tinggi. Kecepatan arus pada kedalaman 100 m dapat mencapai 1,5 m/detik di pertengahan selat dan mencapai 3 m/detik di mulut selat bagian selatan. Kecepatan arus bertambah secara jelas ke daerah sill yang terletak di antara Nusa Penida dan Pulau Lombok, dengan kecepatan maksimum yang tercatat mencapai 4 m/detik. Besarnya
II-5
kecepatan arus di daerah tersebut lebih kurang 2 kali kecepatan arus di pertengahan selat, seperti terlihat pada Gambar 2.1. Dalam penelitiannya, Arief (1992) dalam Subagio (2004) menemukan bahwa variabilitas arus di Selat Lombok berhubungan erat dengan tinggi muka air di Samudera Hindia. Permukaan air di selat akan naik selama periode aliran ke utara dan akan turun selama periode aliran ke selatan. Secara umum arus pasang surut berotasi searah putaran jarum jam dan mengalir ke arah selatan selama periode surut. Kekuatan komponen-komponen diurnal dan semidiurnal sangat bergantung pada tempat. Arus pasang surut pada daerah sill dua kali lebih kuat dibandingkan dengan di bagian tengah selat. Di bagian tengah selat, arus pasang surut untuk komponen diurnal lebih kuat di lapisan atas, sedangkan arus pasang surut untuk komponen semidiurnal lebih kuat di kedalaman 800 m.
2.2.5 Sistem Mitigasi Bencana di Selat Lombok (Syamsudin, 2004). Secara Oseanografis, Selat Lombok adalah perairan yang sangat dinamis. Dari utara mengalir Arus Lintas Indonesia (Arlindo) yang membawa massa air hangat dari Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia sepanjang tahun. Hanya pada musim peralihan pada bulan April/Mei dan November/Desember arus yang bergerak ke selatan berbalik ke utara karena pengaruh masuknya gelombang Kelvin dari ekuator Samudera Hindia (Sprintall, dkk., 1999 dalam Syamsudin, 2004 ). Selat Lombok juga diketahui menjadi saluran penting transisi energi gelombang Kelvin dari Samudera Hindia memasuki perairan di Kepulauan Indonesia dengan membawa rata-rata energi gelombang Kelvin sebesar 55% (Syamsudin et al, 2004 dalam Syamsudin, 2004). Arlindo menguat dengan kecepatan melebihi 70 cm/s selama bulan Juli-September, dan melemah pada bulan Januari-Maret, sedangkan arus pasang surut (pasut) mencapai kecepatan 350 cm/s di daerah dangkalan (sill) antara Pulau Nusa Penida dan Lombok (Murray dan Arief ,1986 dalam Syamsudin, 2004).
Dari selatan, Selat Lombok mendapat hantaman
langsung energi gelombang dari arah laut lepas Samudera Hindia. Sebagian energi
II-6
gelombang ini mengalami difraksi ketika mencapai Pulau Nusa Penida dan masuk ke perairan selat dalam bentuk alun (swell) yang menjalar kontinu. Selain itu, interaksi antara pasang surut setengah harian (12,42 jam) dengan kedangkalan (sill) antara Pulau Nusa Penida dan Pulau Lombok menyebabkan terbentuknya soliton berupa paket gelombang yang menjalar dalam dua arah: ke utara menuju Laut Flores dan mencapai Pulau Kangean dan ke selatan menuju laut lepas Samudera Hindia. Dengan demikian, paling tidak ada 4 faktor
utama: Arlindo, Alun, Pasut, dan Soliton yang
saling
berinteraksi dan menyebabkan Selat Lombok senantiasa berombak dan memiliki arus kuat serta mengalami perubahan cepat (dalam hitungan jam). Kondisi itu sangat rawan terhadap pelayaran. Dari analisis citra satelit, dapat ditentukan titik rawan dari daerah pertemuan semua faktor tersebut yaitu berada di tengah Selat Lombok, terutama daerah sill di bagian selatan antara Pulau Nusa Penida dan Lombok. Ancaman bencana masih bertambah dengan aktivitas tektonik di wilayah Paparan Sunda dalam bentuk tsunami akibat gempa bumi yang sering terjadi di wilayah ini. Dengan besarnya potensi bencana, maka instalasi sistem peringatan dini untuk mitigasi bencana dan keselamatan pelayaran di Selat Lombok merupakan hal yang mendesak, dan perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah.
2.3
Teori Dasar
Pada sub bab ini akan di bahas mengenai teori dasar yang berkaitan dengan tugas akhir ini.
2.3.1 Arus Laut Arus laut merupakan suatu sistem gerakan massa air dalam arah vertikal maupun horizontal yang dapat mengakibatkan adanya kesetimbangan distribusi massa dan temperatur. Arus laut di suatu perairan laut merupakan superposisi dari berbagai arus yang diakibatkan oleh berbagai faktor penyebab, antara lain angin, perbedaan densitas,
II-7
pasang surut, gelombang, dan sebagainya. Arus laut dipengaruhi oleh sifat air (viskostas/densitas), gravitasi bumi, kedalaman air, distribusi pantai, dan gerakan rotasi bumi. 2.3.1.1. Arus Pasang Surut 2.3.1.2. Pengertian Arus Pasang Surut Arus pasang surut (arus pasut) adalah aliran air dalam arah horizontal yang periodik yang merupakan respon terhadap naik turunnya elevasi muka air yang disebabkan pasang surut. Sedangkan arus non pasut adalah arus yang pergerakannya tidak tergantung pada pasang surut. Arus yang umumnya terjadi di lautan merupakan kombinasi dari arus pasang surut dan arus non pasang surut. 2.3.1.3. Fenomena Arus Pasang Surut Di laut lepas, dimana arah aliran tidak dibatasi oleh penghalang apapun, arus pasang surut (pasut) memiliki arah yang berotasi serta alirannya berlangsung kontinu dengan arah yang berubah sepanjang putaran pada periode pasang surut. Rotasi ini disebabkan karena adanya rotasi bumi. Kecuali adanya pengaruh kondisi lokal, biasanya arah rotasi memiliki variasi searah jarum jam di belahan bumi utara dan berlawanan arah jarum jam di belahan bumi selatan. Kecepatan arus pasut biasanya berubah-ubah secara kontinu dalam suatu selang waktu tertentu atau sering disebut dalam satu siklus pasut. Kecepatan arus pasut pada pasut tipe semi diurnal mencapai maksimum sebanyak dua kali dalam satu hari pada arah yang berlawanan serta mencapai kecepatan minimum pada waktu dan arah di antara kedua kecepatan maksimumnya. Contoh arus pasut seperti di perlihatkan dalam Gambar 2.2, dimana tanda panah merepresentasikan arah dan kecepatan arus pasang surut setiap jam.
II-8
Gambar 2.2 Perubahan arah arus pasang surut dalam satu periode pasut (12 jam) (Sumber: http://eezway.org/clinic/Oceanography/Resources/Tides.pdf)
Pola rotasi tersebut menyerupai pola elips yang terbentuk sepanjang ujung panah sehingga disebut sebagai elips arus pasut. Di daerah sungai atau selat, dimana arah aliran dibatasi oleh geometri channel, arus pasut bersifat berkebalikan atau reversing, sehingga arah aliran bergantian dalam arah yang hampir berlawanan serta adanya kondisi dimana kecepatan arus sangat kecil pada saat aliran arus berbalik yang dinamakan slack water. Kecepatan arus pasang surut pada masing-masing arah tersebut bervariasi dari kecepatan nol pada saat slack water hingga kecepatan maksimal. Gambaran arus pasut tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.3. Gambar tanda panah merepresentasikan kecepatan arus untuk setiap jam. Air pasang biasanya digambarkan di atas garis air slack water dan air surut di gambarkan dibawahnya. Kurva arus pasut terbentuk di sepanjang ujung panah dan memiliki karakteristik yang sama dengan bentuk kurva sinus.
II-9
Gambar 2.3 Pola bolak balik arus pasang surut (Sumber: http://eezway.org/clinic/Oceanography/Resources/Tides.pdf) Pada saat arus pasut dipengaruhi oleh arus lainnya maka bentuk ellips arus pasang surut tidak akan sama pada arah yang berkebalikan melainkan akan lebih condong ke arah dimana pengaruh arus non pasut cukup besar. Di estuari, peranan gesekan dasar yang memperlambat gerakan gelombang pasut ke arah hulu dan debit sungai cukup besar. Pengaruh gesekan menyebabkan perbedaan fasa antara pasut horizontal (arus pasut) dan pasut vertikal (naik turunnya elevasi muka air). Artinya arus pasut maksimum tidak terjadi pada saat elevasi maksimum. Umumnya pada saat elevasi maksimum atau minimum kecepatan arus ≈ 0. Perbedaan fasa antara arus pasut dan elevasi muka air diperlihatkan pada gambar berikut:
Gambar 2.4 Perbedaan phasa antara pasut vertikal dan horizontal. (Sumber: van Rijn, 1990)
II-10
Arus pasut berubah lebih cepat daripada elevasi muka air. Pada contoh diatas, perbedaan fasa antara arus pasut dan elevasi muka air ~ 3 jam. Pada saat elevasi mencapai ekstrim (high dan low water), kecepatan arus pasut ≈ 0. Kondisi ini disebut slack water. Slack water ada dua macam, yaitu high water slack dan low water slack. Slack water merupakan kondisi arus pasut sebelum berubah arah. Efek gesekan dasar juga mengakibatkan perbedaan fasa kecepatan dekat dasar dan kecepatan dekat permukaan. Kecepatan dekat dasar lebih dahulu berubah daripada kecepatan dekat permukaan, atau arus dekat dasar lebih cepat berubah daripada arus dekat permukaan.
Gambar 2.5 Perbedaan phasa antara arus pasut dekat permukaan dan dekat dasar. (Sumber: van Rijn, 1990) 2.3.1.4 Tipe dan Periode Arus Pasang Surut Seperti halnya pasang surut, arus pasang surut terbagi dalam beberapa jenis yaitu tipe semidiurnal, diurnal atau campuran yang biasanya berhubungan dengan tipe pasut di tempat tersebut, walaupun terkadang pengaruh tipe semidiurnal cukup kuat. Pada tipe arus pasut semidiurnal, terjadi dua rotasi dalam satu hari. Periodenya sekitar 12 jam 25 menit. Pada tipe pasut diurnal, terjadi satu rotasi dalam satu hari, dimana
II-11
periodenya berkisar 24 jam 50 menit. Sedangkan tipe arus pasut campuran berada diantara kedua jenis arus pasut diurnal dan semi diurnal. Arus pasang surut mempunya periode yang serupa dengan pasang surut, meskipun kejadian pada saat arus pasang dan arus surut tidak sama dengan naik atau turunnya muka air akibat pasang surut. Arus pasang surut pada suatu hari atau hari yang lain yang kira-kira setengah bulan berikutnya, memperlihatkan pola gerakan yang hampir sama. Karena karakteristik arus pasang surut mengikuti elevasi pasang surut, maka arus pasang surut juga bersifat periodik dan bisa diramalkan kejadiannya baik untuk waktu sebelum pengamatan ataupun waktu yang akan datang.
2.3.2 Arus Non Pasang Surut Arus non pasang surut adalah arus laut yang terjadi bukan disebabkan oleh pengaruh pasang surut, sehingga sifatnya tidak periodik. Terdapat beberapa arus non pasut berdasarkan faktor penggeraknya, yaitu: a. Arus yang dibangkitkan oleh angin Salah satu faktor penggerak timbulnya arus laut adalah angin. Apabila angin bertiup diatas permukaan suatu perairan, maka partikel-partikel air yang ada di bawahnya akan ikut terseret, dan energi gerakan ini selanjutnya akan ditransfer ke partikel-partikel air yang lebih bawah sehingga ikut juga terseret. Menurut Ekman, pada permukaan air yang langsung bersentuhan dengan angin, maka arus yang ditimbulkan akan bergerak tidak searah dengan arah pergerakan anginnya, tapi dibelokkan sekitar 45° ke kanan di BBU dan ke kiri di BBS. b. Arus Gradien Arus gradien merupakan arus laut yang terjadi akibat adanya kemiringan bidang isobar dengan bidang datar. Kemiringan itu terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara yang
II-12
ada di atas permukaan laut. Mengingat sifat air yang cenderung selalu mencapai keseimbangan, maka terjadilah pergerakan air yang mendatar. c. Arus tetap. Arus tetap merupakan arus yang selalu ada walaupun pada perairan tersebut tidak terjadi hembusan angin ataupun pasang surut. Beberapa contoh arus tetap adalah arus konveksi dan arus dasar. Arus konveksi terjadi karena perbedaan intensitas penyinaran matahari terhadap perairan muka bumi, sedangkan arus dasar adalah arus yang terjadi di dasar perairan. Arus total hasil pengukuran dianggap sebagai gabungan antara arus pasut dan arus non pasut, sehingga arus non pasut dapat diperoleh dengan cara mengurangi arus pasang surut dari arus totalnya. Arus tetap adalah bagian dari arus non pasut. Dalam penelitian tugas akhir ini akan di tinjau lebih jauh pola dari arus tetapnya. Perhitungan arus pasut di dapatkan dari hasil perhitungan dengan program TAN kemudian nilainya dikurangi dengan nilai arus tetap. Karena arus merupakan besaran vektor, maka perhitungan dilakukan pada masing-masing arah vektor, yaitu sebagai berikut:
U non − pasut = U observasi − U pasut − U tetap Vnon − pasut = Vobservasi − V pasut − Vtetap
2.3.3 Arus Lintas Indonesia Arus lintas Indonesia mentranspor massa air dari Samudera Pasifik ke Samudra Hindia melalui Perairan Indonesia. Status riset saat ini menunjukkan bahwa 80 persen dari total Arlindo tersebut mengalir melewati Selat Makassar kemudian terbagi menjadi dua, yaitu 25 persennya masuk lewat Selat Lombok dan sisanya sebesar 75 persen mengalir ke Laut Flores, Banda, dan keluar menuju Samudra Hindia melewati Selat Ombai dan Laut Timor (Gordon, 1986; Schmitz, 1995; dalam Lizalidiawati, 2008). Pergerakkan dari Arlindo II-13
dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 2.6. Arah dari transpor tersebut sangat dipengaruhi iklim musiman dan tahunan, meski total transpor tahunan mengarah dari Samudra Pasifik ke Samudra Hindia.
Gambar 2.6. Jalur Utama Arlindo. Keterangan: panah yang berwarna merah merupakan jalur utama arlindo, panah yang berwarna merah garis putus-putus adalah jalur kedua Arlindo. (Sumber : Gordon, 2005) Arus Lintas Indonesia bereran dalam memindahkan massa air Samudera Pasifik memiliki suhu yang lebih tinggi dan salinitas yang lebih rendah, jika dibandingkan dengan massa air di perairan Samudera Hindia. Arus lintas tersebut memindahkan massa air yang hangat ke Samudera Hindia dalam jumlah yang sangat besar. Massa air tersebut selanjutnya dibawa oleh arus equatorial selatan Hindia menuju Afrika, untuk kemudian keluar dari Samudera Hindia dan dibawa arus Agulhas ke Samudera Atlantik. Jadi Arus Lintas Indonesia memindahkan panas Samudera Pasifik dalam jumlah yang signifikan menuju daerah barat daya Samudera Hindia yang memiliki jarak 10.000 km. Hal ini menyebabkan Arus Lintas Indonesia (Indonesian Throughflow) memegang peranan penting dalam perubahan iklim global.
II-14