BAB II JARINGAN MICROWAVE
2.1.
Transmisi Radio Microwave Minilink berfungsi sebagai perangkat untuk menghubungkan BSC (Base Station Controller) ke BTS (Base Transceiver Station) ataupun menghubungkan BTS to BTS melalui interface udara. Minilink ini termasuk ke dalam system Transmisi Radio Microwave. Radio microwave sebagai sarana transmisi memiliki peran penting dalam telekomunikasi termasuk telepon nirkabel, tanpa sarana tersebut bagaimana mungkin pelanggan dapat melakukan hubungan dengan mitranya. Walaupun sinyal informasi sudah diterima BTS, apabila tidak ada sarana yang membawa atau mengirim sinyal tersebut menuju perangkat lain, panggilan atau kiriman SMS, data dan gambar akan gagal atau tidak pernah sampai. Dengan kata lain kegagalan percakapan atau pengiriman SMS, data maupun gambar dapat terjadi kalau radio microwave mengalami gangguan. Gambaran keterkaitan sarana tersebut dapat dilihat di sekitar kita khususnya di daerah perkotaan dimana setiap tower yang berdiri terdapat antena BTS dan radio microwave. Kedua perangkat tersebut saling mendukung, dimana perangkat BTS berhubungan dengan handphone untuk menerima sinyal informasi dan meneruskan serta memanggil kalau ada call atau SMS yang ditujukan kepada pelanggan yang bersangkutan, sedangkan Transmisi Microwave membawa atau mengirim sinyal tersebut.
Perangkat radio microwave yang digunakan BTS dalam 2 kategori yaitu outdoor unit (ODU) dan indoor unit (IDU) dan masing-masing perangkat berbeda fungsinya. Bagaimana alur sinyal informasi yang diterima radio microwave dengan frekuensi 7 Ghz, diawali dari percakapan atau SMS, data dan gambar pelanggan yang diterima BTS dalam bentuk 2 Mbps seterusnya dikirim ke perangkat Multiplexer (IDU) untuk dikumpulkan/digabungkan menjadi baseband. Selanjutnya dikirim ke perangkat Modem (IDU) untuk dirubah menjadi sinyal Intermediate Frequency (IF) sebesar 70 Mhz atau 140 Mhz tergantung dari peralatan yang digunakan. Langkah berikutnya dikirim ke perangkat Transmitter (ODU) dimana IF ditranslasi (digabung) menjadi sinyal Radio Freqeuency (RF) 7 Ghz. Pada saat translasi juga dilakukan penguatan daya dan seterusnya dipencarkan oleh antenna. Begitu juga sebaliknya, pada saat menerima sinyal informasi telepon selular dari radio microwave lawan, proses awalnya diterima antena masuk perangkat Transmitter (ODU) dalam bentuk sinyal Radio frequency (RF) 7 Ghz. Sinyal RF ini akan dirubah menjadi sinyal IF 70 Mhz atau 140 Mhz untuk dikirim ke perangkat Modem (IDU), dan sinyal IF dirubah (de modulasi) menjadi base band selanjutnya dikirim ke perangkat Multiplexer (IDU) untuk dipisahkan menjadi 2 Mbps dan dikirim ke link BTS. Beberapa radio microwave yang dioperasikan bisa jadi berbeda frekuensinya disesuaikan dengan kebutuhan maupun jarak, namun perlu diketahui frekuensi berbanding terbalik dengan jarak. Radio microwave
yang digunakan di luar kota dengan jarak 30 km menggunakan frekuensi 7Ghz, sedangkan untuk BTS yang dioperasikan di kota cenderung memakai frekuensi 18 Ghz dengan jarak 500 m s.d 2 km. Untuk jarak sedang 5 s.d 7 km menggunakan radio microwave 13 Ghz , dan frekeunsi 15 Ghz untuk jarak 3 s.d 5 km. Memanfaatkan frekuensi yang berbeda dimaksudkan untuk menghindari interferensi frekuensi. Untuk mendapatkan jarak optimal antara dua radio micrawave, harus didukung oleh besarnya diameter antena, ketinggian tower maupun penguatan power. Upaya yang dilakukan supaya kesinambungan pelayanan terjamin utamanya kualitas sinyal tetap bagus bagi microwave dengan jarak yang jauh, Pertama, pointing harus tepat sehingga tidak terjadi deviasi pancaran, Kedua, melakukan diversity yaitu space diversity dengan menambah antena penerima maupun frekuensi diversity. Dengan langkah tersebut dampak lingkungan seperti air, rawa yang dapat memantulkan pencaran dan pengaruh embun, hujan deras serta badai dapat diatasi. Langkah lain dalam menjaga kualitas, secara berkala mengukur level sinyal (Receive Signal Level) yang diterima oleh antena, saat ini yang direkomendasikan adalah 30 s.d 40 desibel (dBm) untuk antena yang berjarak jauh. Penurunan sinyal terjadi disebabkan pointing yang tidak sempurna, hujan yang sangat deras, performace perangkat turun boleh jadi karena faktor usia atau kurang pemeliharaan dan perangkat disambar petir. Apabila sistem grounding (pentanahan) tidak dibuat dengan baik untuk
melindungi perangkat, kemungkinan besar antena radio microwave menjadi sasaran sambaran petir. Seiring pengembangan teknologi telekomunikasi, terjadi terobosan dalam teknologi radio microwave sehingga mampu meningkatkan kapasitas menjadi 4 Synchronous Transfer Mode (STM -1), dimana STM 1 sama dengan 64 E1 berarti 4 STM-1 tersedia sebanyak 7680 kanal yang dapat digunakan dalam waktu bersamaan. Kapasitas HOP mini link dapat dilihat dari jumlahnsystem/port/E1 di masing-masing block DDF. Pada umumnya mini link berkapasitas 4 E1, 8 E1, 16 E1, dan 32 E1.
2.2.
Propagasi Gelombang Mikro Microwave adalah gelombang elektromagnetik dengan frekuensi super tinggi (Super High Frequency, SHF), yaitu diatas 3 GHz (3x109 Hz). Microwave link adalah suatu link point to point yang berpropagasi menggunakan gelombang elektromagnetic pada frekuensi gelombang micro melalui ruang bebas. 2.2.1. Panjang lintasan Jarak antara antena pemancar dan antena penerima atau panjang lintasan dapat ditentukan beberapa cara, yaitu : •
Pengukuran pada peta topografi
Panjang lintasan didapatkan dengan cara mengukur jarak antara kedua titik antena pada peta dan hasilnya dikalikan dengan skala yang tertera. •
Perhitungan dari data koordinat lokasi Apabila diketahui koordinat kedua lokasi (lokasi A dan B) yang meliputi derajat dan bujurnya maka panjang lintasan dapat ditentukan dengan sebelumnya koordinat-koordinat diubah terlebih dahulu menjadi bentuk desimal dengan persamaan (2.1) :
2 ( latA − latB ) d = × 40091 , 116 360
(longA − longB ) + × 40091,116 360
dimana : d
= Panjang lintasan (km)
Lat A
= Koordinat latitude lokasi A (o)
Lat B
= Koordinat latitude lokasi B (o)
Long A = Koordinat longitude lokasi A (o) Long B = Koordinat longitude lokasi B (o)
2
12
..... (2.1)
2.2.2. Faktor k Lintasan gelombang radio di ruang bebas akan membentuk garis lengkung, dalam penggambaran lintasan gelombang radio sebagai lurus maka jari-jari bumi perlu disesuaikan yang disebut jari-jari bumi efektif (Reff). Perbandingan antara jari-jari bumi efektif dan jari-jari bumi nyata (Ro) didefinisikan sebagai suatu besaran yang disebut faktor k dengan persamaan (2.2) :
k=
Reff Ro
….. (2.2)
Untuk daerah Indonesia Reff didapat sebesar 8495 km, maka dengan Ro sebesar 6370 km didapatkan besarnya faktor k adalah 4/3. 2.2.3. Efek kelengkungan Bumi Pada perhitungan tinggi lengkungan bumi (earth bulge) perlu ditambahkan adanya factor k sebagai faktor koreksi. Lengkung bumi terkoreksi (hcorrected) besarnya dipengaruhi oleh jarak penghalang ke dua antenna (d1 dan d2) dan faktor k, dinyatakan dalam persamaan (2.3) sebagai :
hcorrected =
0,078.d1.d 2 k
(m)
….. (2.3)
dimana : d1
=
Jarak pemancar ke penghalang (km)
d2
=
Jarak penghalang ke penerima (km)
k
=
Faktor koreksi jari-jari bumi efektif
hcorrected
=
Menyatakan perbedaan tinggi permukaan bumi pada kurva permukaan bumi datar dan kurva permukaan bumi melengkung, pada titik obstacle / halangan.
2.2.4. Fresnel Zone Fresnel Zone didefinisikan sebagai tempat kedudukan titiktitik sinyal tak langsung (berbentuk ellips) dalam lintasan / link gelombang radio dimana daerah tersebut dibatasi oleh gelombang tak langsung (indirect signal) yangmempunyai beda panjang lintasan dengan sinyal langsung sebesar kelipatan ½ λ atau kelipatannya. Fresnel zone terbagi menjadi dua bagian yaitu : 1. Fresnel zone 1 : jika pajang lintasan sinyal langsung dan sinyal tak langsung (batas zona) adalah ½ λ. 2. Fresnel zone 2 : jika beda panjang lintasan sinyal langsung dan tak langsung (pada batas zona) adalah 2 kali ½ λ. Secara matematis didekati dengan persamaan (2.4) :
Fn = 17.3
n.d1.d2 f .D
….. (2.4)
dimana : Fn
=
Jarak lintasan tertentu terhadap lintasan L.O.S (meter)
n
=
Fresnel zone ke n
d1
=
Jarak ujung lintasan ( Tx atau Rx ) ke titik refleksi (km).
d2
=
Jarak ujung lintasan yang lain (Rx atau Tx) ke titik refleksi (km)
f
=
Frekuensi (GHz)
D
=
d1 + d2 (km)
F re s n e l Z o n e s
3 rd *
2nd*
1 s t*
* F re s n e l Z o n e s
Gambar 2.1. Pembagian Fresnel Zones Pada harga clearance height (C) sebesar 0,6 kali jari-jari Fresnel, maka path loss tidak mengalami perubahan semua jenis pantulan permukaan bumi. Angka ini sering dipakai dalam
perancangan radio LOS. secara praktis tinggi daerah bebas hambatan (C) dengan persamaan (2.5) : Clearance = 0,6F1 x hcorrected (m) ….. (2.5) 2.3.
Propagasi Line Of Sight (LOS) Hubungan line of sight biasa digunakan unutk broadband connectivity comunication, dengan frekuensi pembawa umumnya diatas 1 Ghz. Informasi yang dibawa bisa jadi adalah satu atau campuran dari informasi, contoh :
Kanal telepone
Informasi data
Telegraph dan telex
Facsimile Sesuai dengan namanya, propagasi Line of Sight (LOS)
mempunyai keterbatasan pada jarak pandang penglihatan. Jadi ketinggian antena dan kelengkungan permukaan bumi merupakan faktor pembatas. Jarak jangkauannya sangat terbatas, kira-kira 30 – 50 mil per link, tergantung topologi dari permukaan buminya. Band frekuensi yang digunakan pada jenis propagasi ini sangat lebar, yaitu meliputi band VHF (30-300 MHz), UHF (0,3 – 3 GHz), SHF (3 – 30 GHz) dan EHF (30 – 300 GHz), yang sering dikenal dengan band gelombang mikro (microwave).
2.4.
Penentuan Line Of Sight (LOS) Untuk penentuan LOS maka dari gambar 2.2. dapat kita analisa sistem untuk mendapatkan tinggi antena penerima dengan menentukan antena pemancar terlebih dahulu dengan menerapkan rumus segitiga maka kita dapatkan tinggi antenna penerima.
Gambar 2.2. Penentuan LOS dimana : HTx
=
Tinggi antena total pemancar (m)
HRx
=
Tinggi antena total penerima (m)
C
=
Clearance (m)
Ho
=
Tinggi Total Penghalang (m)
k
=
Efek kelengkungan bumi (daerah iklim sedang k =¾ )
d1
=
Jarak penghalang ke pemancar (m)
HoT
=
HTx – (Ho + C) (m)
2.5.
HoR
=
(Ho + C) (m) – HRx
d2
=
Jarak penghalang ke penerima (m)
α
=
Sudut Bantu
Free Space Loss Free Space Loss didefinisikan sebagai rugi-rugi propagasi di ruang bebas antara 2 antena isotropik, dimana pengaruh permukaan tanah & atmosfer diabaikan. Besarnya rugi-rugi bebas ini diberikan dalam persamaan (2.6) di bawah ini : Lfs = 92,45 + 20 log(d) + 20log(f) [dB] ….. (2.6) dimana : d
=
Jarak antara pemancar dan penerima (km)
f
=
Frekuensi (GHz) Jika sistem pemancar dan penerima : Lossy (LTx dan LRx) dan
rugi-rugi atmosfer adalah Latm dengan persamaan (2.7) : PRx = RSL = Pt + Gtotal – Lfs – Latm – LTx - LRx ….. (2.7) 2.5.1. Redaman Hujan Penyerapan terhadap lintasan gelombang radio oleh air hujan, mengakibatkan berkurangnya daya di penerima. Besarnya redaman akibat hujan per kilometer (A0,01) dinyatakan dengan persamaan (2.8) sebagai berikut :
A0,01 = a . Rb ….. (2.8) dimana : A0,01
=
Redaman hujan (dB/km)
R
=
Banyaknya curah hujan untuk daerah P (mm/jam)
a, b
=
Koefisien regresi untuk estimasi redaman hujan spesifik
a(f) = log{log (a2/a1)[log(f/f1)/log(f2/f1)]+log a} b(f) = {(b2 – b1).[log(f/f1)/log (f2/f1)]+b1}
….. (2.9)
….. (2.10)
Untuk daerah yang tidak diketahui data intensitas hujan lokalnya R dapat diperkirakan dengan melihat peta daerah iklim hujan, dari peta akan diperoleh gelombang daerah. Dengan melihat tabel intensitas curah hujan akan diketahui rain rate dalam mm/jam. Karena lintasan efektif perlu dihitung maka, karena hujan belum tentu terjadi di sepanjang lintasan, setelah diperoleh redaman spesifik dan panjang lintasan efektif, maka redaman efektif dapat dihitung dengan persamaan (2.11) sebagai berikut : A = A0,01.Lef ….. (2.11)
Lef =
L (1 + 0.045L)
dimana :
….. (2.12)
A
=
Redaman hujan efektif (dB)
Lef
=
Panjang lintasan efektif (km)
A0,01
=
Redaman hujan spesifik (dB/km)
2.5.2. Redaman Atmosfer Pada prinsipnya gas-gas di atmosfer akan menyerap sebagian energi gelombang radio, dimana pengaruhnya tergantung pada frekuesi gelombang, tekanan udara dan temperatur. Pengaruh penyerapan gelombang radio oleh gas-gas seperti CO, NO, N2O, SO2, O3 dan gas lainnya dapat diabaikan , karena relatif kecil jika dibandingkan dengan penyerapan energi oleh O2 dan H2O. Untuk sistem transmisi yang beroperasi pada frekuensi kerja dibawah 10 GHz redaman gas atmosfer sangat kecil dan biasanya diabaikan, sedangkan untuk system transmisi yang beroperasi pada frekuensi di atas 10 GHz redaman atmosfer sangat berpengaruh terutama pada system transmisi yang beroperasi pada frekuensi 20 GHz. Bila semua redaman sudah diketahui, lalu bisa dihitung loss total dengan persamaan (2.13) : Lfs = 92.45 + 20 Log Dkm + 20 Log FGHz + a + b + c + d + e ..... (2.13) Dimana : a
= atenuasi karena uap air ( dB )
b
= atenuasi karena kabut tipis dan tebal ( dB ), biasanya diabaikan, karena untuk frequensi 35 Ghz = 0,1 dB / KM, dan pada frequensi 75 Ghz = 0,6 dB / KM
c
= atenuasi karena oxigen
d
= rugi – rugi karena penyerapan gas – gas yang lain di atmosfer ( biasanya di abaikan )
e
= atenuasi karena hujan akan di bahas lebih rinci
2.5.3. Penguatan Antena Gain atau penguatan antena ditentukan oleh frekuensi kerja yang digunakan dan diameter antenanya. Penguatan antena berguna untuk menguatkan sinyal yang diterima pada antena penerima, sehingga dapat mengurangi redaman propagasi. Antena yang banyak digunakan pada sistem transmisi gelombang radio adalah antena dengan reflector parabola, besarnya penguatan antena parabola dapat dinyatakan dengan persamaan (2.14) sebagai berikut : G = 20.4 + 20 log D + 20 log f + 20 log η ….. (2.14) dimana : G
=
Penguatan antenna parabola (dB)
f
=
Frekuensi (GHz)
D
=
Diameter (m)
η
=
efisiensi antena (0 < η <1)
2.5.4. Perhitungan Lintasan (Path Calculation) Tujuan dari path calculation adalah untuk menentukan Receive Signal Level (RSL), menentukan besarnya Fading Margin (FM) untuk memenuhi time avaibility requirement dan memenuhi BER (Bit Error Rate) requirement. Parameter-parameter yang dihitung meliputi daya pancar, besarnya redaman dan besarnya penguatan. Model link secara sederhana dapat diperlihatkan dengan daya pancar (Tx), antena sebagai fungsi dari gain (Gt dan Gr), line losses (Lt dan Lr), free space loss dan RSL. Untuk menghitung RSL dipergunakan persamaan (2.15) sebagai berikut : RSL = PT – LTOT + GTOT [dBm] ….. (2.15) dimana : PT
=
Daya pancar (dBm)
LTOT
=
Redaman saluran total dipemancar, penerima dan lintasan (dB)
GTOT =
Gain antenna pemancar dan penerima (dB)
2.6.
Fading Didefinisikan sebagai variasi sinyal terima setiap saat sebagai fungsi dari phasa, polarisasi dan atau level sinyal terima. Fading terjadi akibat proses propagasi dari gelombang radio, meliputi pembiasan, pantulan, defraksi, hamburan, redaman dan ducting. Pengaruh fading terhadap sinyal terima dapat memperkuat ataupun memperlemah, tergantung besar phasa dari sinyal resultante antara sinyal langsung dan tak langsung. Karena penyebab terjadinya fading adalah variasi kondisi di atmosfer kondisi permukaan tanah, maka fading tidak dapat dipastikan secara akurat, tetapi hanya diprediksi secara statistik. Ada dua macam fading yaitu : •
Large Scale Fading Fading dengan ukuran besar yang terjadi disebabkan karena keberadaan obyek-obyek pemantul serta penghalang pada kanal propagasi seperti, gedung, gunung, bukit, hujan serta pengaruh kontur bumi, menghasilkan perubahan sinyal dalam hal energi, fasa, serta jeda waktu yang bersifat acak.
•
Small Scale Fading Fading dengan ukuran kecil yang disebabkan oleh keberadaan obyek-obyek pemantul serta penghalang pada kanal propagasi seperti pohon.
2.7.
Parameter Keandalan Propagasi Sinyal Untuk meramalkan propagasi system transmisi radio terlebih sulit dibandingkan dengan meramalkan kerugian propagasi pada komunikasi yang menggunakan media transmisi kabel dan optik. Karena kondisi atmosfer dan permukaan bumi berbeda satu lokasi ke lokasi yang lain dan dapat berubah sewaktu-waktu. Untuk itu perlu diperhatikan masalah kondisi lintasan propagasi, yang dapat menyebabkan putusnya suatu hubungan komunikasi. Salah satu ukuran system komunikasi radio dinyatakan dalam parameter availability. Besarnya Availability system ditentukan oleh availability dari perangkat keras dan availability propagasi. Availability propagasi ditentukan oleh kemampuan system untuk mengantisipasi pengaruh multipath fading yang dinyatakan oleh parameter fading margin (FM).
2.8.
Fading Margin Untuk mengatasi pengaruh multipath fading pada penjalaran gelombang radio maka penerima harus menyediakan cadangan daya yang disebut fading margin. Besarnya fading margin yang dimiliki oleh system adalah selisih antara daya terima dan daya terima minimum. Daya terima (level threshold) merupakan batas ambang daya yang diterima. Fading margin yang dimiliki system dapat ditulis dengan persamaan (2.16) :
FM(dB) = RSL dBm - level threshold 2.9.
dBm
….. (2.16)
Availability Availability adalah kemampuan sistem dalam memberikan pelayanan sesuai standard link yang diinginkan, persatuan waktu ( dalam % ), tanpa mengalami kegagalan dalam berkomunikasi. Availability propagasi Lintasan/Path dinyatakan dengan persamaan berikut : AVprop = 1 – Unavailability ..... (2.17) AVhop = ( AVprop )4 x 100% .....(2.18)
2.10.
Unavailability Unavailability atau OUTAGE TIME
yang artinya kegagalan
sistem dalam memberikan pelayanan sesuai dengan standard link yang diinginkan. Dapat dinyatakan dengan persamaan (2.18) berikut :
UnAv
path
= 6 . 10
−5
. a .b . f . L 3 . 10
− FM / 10
….. (2.19)
Dimana : A
=
Kekasaran lintasan ( 4 = Halus, 1 = Normal, 0,25 = Sangat kasar)
b
=
Faktor perubahan cuaca ( 1 = Buruk, 0,5 = Daerah tropis, 0,25 = Untuk daerah kepulauan, 0,125 = untuk area kering dan pegunungan )
L
=
Panjang lintasan (Km).
f
=
Frekuensi ( GHz)
FM = 2.11.
Fading margin
LINK BUDGET Link Budget adalah anggaran daya atau perhitungan level daya yang dilakukan untuk memastikan bahwa level daya penerimaan lebih besar atau sama dengan level daya threshold.